Uploaded by devarizi.buma

ETIKA BISNIS ISLAM

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Islam tidak membiarkan begitu saja seseorang bekerja sesuka hati untuk
mencapai tujuan dan keinginannya dengan menghalalkan segala cara seperti
melakukan penipuan, kecurangan, sumpah palsu, riba, menyuap dan perbuatan
batil lainnya. Tetapi dalam Islam diberikan suatu batasan atau garis pemisah
antara yang boleh dan yang tidak boleh, yang benar dan salah serta yang halal dan
yang haram. Batasan atau garis pemisah inilah yang dikenal dengan istilah etika.
Prilaku dalam berbisnis atau berdagang juga tidak luput dari adanya nilai moral
atau nilai etika bisnis. Penting bagi para pelaku bisnis untuk mengintegrasikan
dimensi moral ke dalam kerangka/ ruang lingkup bisnis.
Penggabungan etika dan bisnis dapat berarti memaksakan norma norma
agama bagi dunia bisnis, memasang kode etik profesi bisnis, merevisi system dan
hukum ekonomi,meningkatkan keterampilan memenihi tuntunan-tutunan etika
piha-pihak luar untuk mecari aman, dan sebagainya. Bisnis yang beretika adalah
bisnis yang memiliki komitmen ketulusan dalam menjaga kontrak sosial yang
sudah berjalan,kontrak sosial merupakan janji yang harus ditepati.
Secara sederhana mempelajari etika dalam bisnis berarti mempelajari tentang
mana yang baik/buruk, dalam dunia bisnis berdasarkan kepada prinsip-prinsip
moralitas.kajian etika bisnis terkadang merujuk kepada management ethics dan
organizational ethics. Etika bisnis dapat berarti pemikiran atau refleksi tentang
moralitas dalam ekonomi dan bisnis.
Dalam ajaran Islam memberikan kewajiban bagi setiap muslim untuk
berusaha semaksimal mungkin untuk melaksanakan syariah (aturan). Islam di
segala aspek kehidupan termasuk di dalamnya aturan bermuamalah (usaha dan
bisnis) yang merupakan jalan dalam rangka mencari kehidupan. Pada hakikatnya
1
tujuan penerapan aturan (syariah) dalam ajaran Islam di bidang muamalah
tersebut khususnya perilaku bisnis adalah agar terciptanya pendapatan (rizki) yang
berkah dan mulia, sehingga akan mewujudkan pembangunan manusia yang
berkeadilan dan stabilisasi untuk mencapai pemenuhan kebutuhan, kesempatan
kerja penuh dan distribusi pendapatan yang merata tanpa harus mengalami
ketidakseimbangan yang berkepanjangan di masyarakat
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa Definisi Etika Bisnis dalam islam?
2. Bagaiman Etika Bisnis Rasullulah SAW?
3. Bagaimana Implementasi Etika Bisnis Islam?
C. TUJUAN
1.
Mengetahui definisi Etika Bisnis Islam
2.
Mengetahui etika bisnis Rasulullah SAW
3.
Mengetahui bagaimana implementasi etika bisnis Islam
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Etika Bisnis Islam
1. Definisi Etika Bisnis Islam
Secara sederhana mempelajari etika dalam bisnis berarti mempelajari
tentang mana yang baik/buruk, dalam dunia bisnis berdasarkan kepada
prinsip-prinsip moralitas. Kajian etika bisnis terkadang merujuk kepada
management ethics dan organizational ethics. Etika bisnis dapat berarti
pemikiran atau refleksi tentang moralitas dalam ekonomi dan bisnis.
Moralitas disini, sebagaimana disinggung diatas berarti aspek buruk/baik,
terpuji/tercela, benar/salah, pantas/tidak pantas dari perilaku manusia.
Kemudian dalam kajian etika bisnis islam susunan adjective di atas ditambah
dengan halal-haram, sebagaimana yang disilnyalir oleh Husein Sahatan,
dimana beliau memaparkan sejumlah perilaku etis bisnis yang dibungkus
dengan dhawabith syar’iyah (batasan syariah) atau general guideline menurut
Rafik Issa Beekun.
Etika memiliki dua pengertian; pertama, etika sebagaimana moralitas
berisikan nilai dan norma-norma konkret yang menjadi pedoman dan
pedoman hidup manusia dalam seluruh kehidupan. Kedua, etika sebahgai
refleksi kritis dan rasional.
Penggabungan etika dan bisnis dapat berarti memaksakan norma norma
agama bagi dunia bisnis, memasang kode etik profesi bisnis, merevisi sistem
dan hukum ekonomi, meningkatkan keterampilan memenihi tuntunan-tutunan
etika pihak-pihak luar untuk mecari aman, dan sebagainya. Bisnis yang
beretika adalah bisnis yang memiliki komitmen ketulusan dalam menjaga
3
kontrak sosial yang sudah berjalan, kontrak sosial merupakan janji yang harus
ditepati.
Bisnis Islam ialah serangkaian aktivitas bisnis dalam berbagai bentuknya
yang tidak dibatasi jumlah kepemilikan (barang/jasa) termasuk profitnya,
namun dibatasi dalam cara memperolehnya dan pendayagunaan hartanya
karena aturan halal dan haram
Etika bisnis mengatur aspek hukum kepemilikan, pengelolaan dan
pendistribusian harta. Sehingga etika bisnis syariah yaitu :
1.
Menolak monopoli
2.
Menolak eksploitasi
3.
Menolak diskriminasi
4.
Menuntut keseimbangan antara hak dan kewajiban
5.
Terhindar dari usaha tidak sehat
Menurut Franz Magnis-Suseno (1999), etika merupakan salah satu
disiplin pokok dalam filsafat, ia merefleksikan bagaimana manusia harus
hidup agar berhasil menjadi sebagai manusia. Tim Penulis Rasda Karya (1995)
mendefinisikan etika (ethics) yang berasal dari bahasa Yunani ethikos
mempunyai beragam arti: pertama, sebagai analisis konsep-konsep mengenai
apa yang harus, mesti, tugas, aturan-aturan moral, benar, salah, wajib,
tanggung jawab dan lainlain. Kedua, pencairan ke dalam watak moralitas atau
tindakan-tindakan moral. Ketiga, pencairan kehidupan yang baik secara
moral.
Menurut K. Bertens dalam buku Etika, merumuskan pengertian etika
kepada tiga pengertian juga; Pertama, etika digunakan dalam pengertian
nilai-niai dan norma-norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang
atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Kedua, etika dalam
4
pengertian kumpulan asas atau nilai-nilai moral atau kode etik. Ketiga, etika
sebagai ilmu tentang baik dan buruk
Dari beberapa definisi di atas dapat penulis tarik pemahaman dan
memberikan batasan bahwa etika atau akhlak adalah ilmu yang menjelaskan
arti yang baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh
manusia kepada lainnya, menyatakan tujuan yang harus dituju oleh manusia
dalam perbuatan mereka dan menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang
harus diperbuat.
Sedangkan secara umum bisnis diartikan sebagai suatu kegiatan yang
dilakukan oleh manusia untuk memperoleh pendapatan atau penghasilan atau
rizki dalam rangka memenuhi kebutuhan dan keinginan hidupnya dengan cara
mengelola sumber daya ekonomi secara efektif dan efisien. Skinner
mendefinisikan bisnis sebagai pertukaran barang, jasa, atau uang yang saling
menguntungkan atau memberi manfaat. Menurut Anoraga dan Soegiastuti,
bisnis memiliki makna dasar sebagai “the buying and selling of goods and
services”.
Adapun dalam pandangan Straub dan Attner, bisnis tak lain adalah suatu
organisasi yang menjalankan aktivitas produksi dan penjualan barang-barang
dan jasa-jasa yang diinginkan oleh konsumen untuk memperoleh profit.
Dalam Islam bisnis dapat dipahami sebagai serangkaian aktivitas bisnis dalam
berbagai bentuknya yang tidak dibatasi jumlah (kuantitas) kepemilikan
hartanya (barang/jasa) termasuk profitnya, namun dibatasi dalam cara
perolehan dan pendayagunaan hartanya (ada aturan halal dan haram).
Pengertian di atas dapat dijelaskan bahwa Islam mewajibkan setiap
muslim, khususnya yang memiliki tanggungan untuk bekerja. Bekerja
merupakan salah satu sebab pokok yang memungkinkan manusia memiliki
harta kekayaan. Untuk memungkinkan manusia berusaha mencari nafkah,
Allah Swt melapangkan bumi serta menyediakan berbagai fasilitas yang dapat
dimanfaatkan untuk mencari rizki.
5
2. Etika bisnis Rasulullah Saw.
Berbisnis merupakan aktivitas yang sangat dianjurkan dalam ajaran islam.
Bahkan, Rasulullah saw. Sendiri pun telah menyatakan, bahwa 9 dari10 pintu
rezeki adalah melalui pintu berdangang (hadist). Artinya, melaui jalan
perdagangan inilah, pinti-pintu rezeki akan dapat dibuka, sehingga
karunia
allah swt. Terpancar dari padanya, jual beli merupakan sesuatu yang
diperbolehkan, sebagaiman firman allah swt. Dalam surah al-baqoroh ayat
275 :
ُ‫اﻟﱠﺬِﯾﻦَ ﯾَﺄْﻛُﻠُﻮنَ اﻟﺮِّﺑَﺎ ﻻَ ﯾَﻘُﻮﻣُﻮنَ إِﻻﱠ ﻛَﻤَﺎ ﯾَﻘُﻮمُ اﻟﱠﺬِي ﯾَﺘَﺨَﺒﱠﻄُﮫُ اﻟﺸﱠﯿْﻄَﺎنُ ﻣِﻦَ اﻟْﻤَﺲِّ ذَٰﻟِﻚَ ﺑِﺄَﻧﱠﮭُﻢْ ﻗَﺎﻟُﻮا إِﻧﱠﻤَﺎ اﻟْﺒَﯿْﻊُ ﻣِﺜْﻞ‬
َ‫ﱠِ وَﻣَﻦْ ﻋَﺎد‬
‫ﱠُ اﻟْﺒَﯿْﻊَ وَﺣَﺮﱠمَ اﻟﺮِّﺑَﺎ ﻓَﻤَﻦْ ﺟَﺎءَهُ ﻣَﻮْﻋِﻈَﺔٌ ﻣِﻦْ رَﺑِّﮫِ ﻓَﺎﻧْﺘَﮭَﻰٰ ﻓَﻠَﮫُ ﻣَﺎ ﺳَﻠَﻒَ وَأَﻣْﺮُهُ إِﻟَﻰ‬
‫اﻟﺮِّﺑَﺎ وَأَﺣَﻞﱠ‬
َ‫ﻓَﺄُوﻟَٰﺌِﻚَ أَﺻْﺤَﺎبُ اﻟﻨﱠﺎرِ ھُﻢْ ﻓِﯿﮭَﺎ ﺧَﺎﻟِﺪُون‬
“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri
melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran
(tekanan) penyakit gila. keadaan mereka yang demikian itu, adalah
disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhmya jual beli itu sama
dengan riba, padahal allah telah menghalalkan jual–beli dan mengharamkan
riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari tuannya, lalu
terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah
diambilnya dahulu (sebelum datalam larangan) dan urusannya (terserah)
kepada allah. Orang yang kembaali (mengambil riba), maka orang itu
adalah penghumi-penghuni neraka, mereka kekal didalamnnya.’’
Jika kita menelusuri sejarah, dalam agama Islam tampak pandangan
positif terhadap perdagangan dan kegiatan ekonomis. Nabi Muhammad SAW
adalah seorang pedagang, dan agama Islam disebarluaskan terutama melalui
para pedagang muslim. Dalam Al Qur’an terdapat peringatan terhadap
penyalahgunaan kekayaan, tetapi tidak dilarang mencari kekayaan dengan
cara halal (QS: 2;275) “Allah telah menghalalkan perdagangan dan
melarang riba”. Islam menempatkan aktivitas perdagangan dalam posisi
yang amat strategis di tengah kegiatan manusia mencari rezeki dan
6
penghidupan. Hal ini dapat dilihat pada sabda Rasulullah SAW: “Perhatikan
olehmu sekalian perdagangan, sesungguhnya di dunia perdagangan itu ada
sembilan dari sepuluh pintu rezeki”. Dawam Rahardjo justru mencurigai tesis
Weber tentang etika Protestantisme, yang menyitir kegiatan bisnis sebagai
tanggung jawab manusia terhadap Tuhan mengutipnya dari ajaran Islam.
Kunci etis dan moral bisnis sesungguhnya terletak pada pelakunya, itu
sebabnya misi diutusnya Rasulullah ke dunia adalah untuk memperbaiki
akhlak manusia yang telah rusak. Seorang pengusaha muslim berkewajiban
untuk memegang teguh etika dan moral bisnis Islami yang mencakup Husnul
Khuluq. Pada derajat ini Allah akan melapangkan hatinya, dan akan
membukakan pintu rezeki, di mana pintu rezeki akan terbuka dengan akhlak
mulia tersebut, akhlak yang baik adalah modal dasar yang akan melahirkan
praktik bisnis yang etis dan moralis. Salah satu dari akhlak yang baik dalam
bisnis Islam adalah kejujuran (QS: Al Ahzab;70-71)
Sebagian dari makna kejujuran adalah seorang pengusaha senantiasa
terbuka dan transparan dalam jual belinya ”Tetapkanlah kejujuran karena
sesungguhnya kejujuran mengantarkan kepada kebaikan dan sesungguhnya
kebaikan mengantarkan kepada surga” (Hadits). Akhlak yang lain adalah
amanah, Islam menginginkan seorang pebisnis muslim mempunyai hati yang
tanggap, dengan menjaganya dengan memenuhi hak-hak Allah dan manusia,
serta menjaga muamalahnya dari unsur yang melampaui batas atau sia-sia.
3. Implementasi Etika Bisnis Islam
Bisnis dalam Islam bertujuan untuk mencapai empat hal utama: (1) target
hasil:
profit-materi
dan
benefit-nonmateri,
(2)
pertumbuhan,
(3)
keberlangsungan, (4) keberkahan.
Target hasil: profit-materi dan benefit-nonmateri, artinya bahwa bisnis
tidak hanya untuk mencari profit (qimahmadiyah atau nilai materi)
setinggi-tingginya, tetapi juga harus dapat memperoleh dan memberikan
benefit (keuntungan atau manfaat) nonmateri kepada internal organisasi
7
perusahaan
dan
eksternal
(lingkungan),
seperti
terciptanya
suasana
persaudaraan, kepedulian sosial dan sebagainya. Benefit, yang dimaksudkan
tidaklah semata memberikan manfaat kebendaan, tetapi juga dapat bersifat
nonmateri. Islam memandang bahwa tujuan suatu amal perbuatan tidak hanya
berorientasi pada qimahmadiyah.
Masih
ada
tiga
orientasi
lainnya,
yakni
qimahinsaniyah,
qimahkhuluqiyah, dan qimahruhiyah. Dengan qimahinsaniyah, berarti
pengelola berusaha memberikan manfaat yang bersifat kemanusiaan melalui
kesempatan
kerja,
bantuan
sosial
(sedekah),
dan
bantuan
lainnya.
Qimahkhuluqiyah, mengandung pengertian bahwa nilai-nilai akhlak mulia
menjadi suatu kemestian yang harus muncul dalam setiap aktivitas bisnis
sehingga tercipta hubungan persaudaraan yang Islami, bukan sekedar
hubungan fungsional atau profesional. Sementara itu qimahruhiyah berarti
aktivitas dijadikan sebagai media untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt.
Pertumbuhan, jika profit materi dan profit non materi telah diraih,
perusahaan harus berupaya menjaga pertumbuhan agar selalu meningkat.
Upaya peningkatan ini juga harus selalu dalam koridor syariah, bukan
menghalalkan segala cara. Keberlangsungan, target yang telah dicapai. (QS.
At-Taubah (9):111). Bisnis dan Agama dengan pertumbuhan setiap tahunnya
harus dijaga keberlangsungannya agar perusahaan dapat eksis dalam kurun
waktu yang lama.
Keberkahan, semua tujuan yang telah tercapai tidak akan berarti apa-apa
jika tidak ada keberkahan di dalamnya. Maka bisnis Islam menempatkan
berkah sebagai tujuan inti, karena ia merupakan bentuk dari diterimanya
segala aktivitas manusia. Keberkahan ini menjadi bukti bahwa bisnis yang
dilakukan oleh pengusaha muslim telah mendapat ridla dari Allah Swt., dan
bernilai ibadah.
Islam memberikan kebebasan kepada pemeluknya untuk melakukan
usaha (bisnis), namun dalam Islam ada beberapa prinsip dasar yang menjadi
8
etika normatif yang harus ditaati ketika seorang muslim akan dan sedang
menjalankan usaha, diantaranya:
1. Proses mencari rezeki bagi seorang muslim merupakan suatu tugas
wajib.
2. Rezeki yang dicari haruslah rizki yang halal.
3. Bersikap jujur dalam menjalankan usaha.
4. Semua proses yang dilakukan dalam rangka mencari rezeki haruslah
dijadikan sebagai sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.
5. Bisnis yang akan dan sedang dijalankan jangan sampai menimbulkan
kerusakan lingkungan hidup.
6. Persaingan dalam bisnis dijadikan sebagai sarana untuk berprestasi
secara fair dan sehat (fastabikul al-khayrat).
7. Tidak boleh berpuas diri dengan apa yang sudah didapatkan
8. Menyerahkan
setiap
amanah
kepada
ahlinya,
bukan
kepada
sembarang orang, sekalipun keluarga sendiri.
Adapun landasan normatif etika bisnis menurut Islam yaitu; pertama,
tauhid (kesatuan). Tauhid merupakan konsep serba eksklusif dan serba
inklusif. Pada tingkat absolut ia membedakan khalik dengan makhluk,
memerlukan penyerahan tanpa syarat kepada kehendak-Nya, tetapi pada
eksistensi manusia memberikan suatu prinsip perpaduan yang kuat sebab
seluruh umat manusia dipersatukan dalam ketaatan kepada Bisnis dan Agama
Allah semata. Konsep tauhid merupakan dimensi vertikal Islam sekaligus
horizontal yang memadukan segi politik, sosial ekonomi kehidupan manusia
menjadi kebulatan yang homogen yang konsisten dari dalam dan luas
sekaligus terpadu dengan alam luas.Dari konsepsi ini, maka Islam
menawarkan keterpaduan agama, ekonomi, dan sosial demi membentuk
kesatuan.
9
Atas dasar pandangan ini maka pengusaha muslim dalam melakukan
aktivitas bisnis harus memperhatikan tiga hal: (1), tidak diskriminasi terhadap
pekerja, penjual, pembeli, mitra kerja atas dasar pertimbangan ras, warna kulit,
jenis kelamin atau agama.15 (2), Allah yang paling ditakuti dan dicintai.16
(3), tidak menimbun kekayaan atau serakah, karena hakikatnya kekayaan
merupakan amanah Allah.
Kedua, keseimbangan (Keadilan). Ajaran Islam berorientasi pada
terciptanya karakter manusia yang memiliki sikap dan prilaku yang seimbang
dan adil dalam konteks hubungan antara manusia dengan diri sendiri, dengan
orang lain (masyarakat) dan dengan lingkungan Keseimbangan ini sangat
ditekankan oleh Allah dengan menyebut umat Islam sebagai ummatan
wasathan. Ummatan wasathan adalah umat yang memiliki kebersamaan,
kedinamisan dalam gerak, arah dan tujuannya serta memiliki aturan-aturan
kolektif yang berfungsi sebagai penengah atau pembenar. Dengan demikian
keseimbangan, kebersamaan, kemodernan merupakan prinsip etis mendasar
yang harus diterapkan dalam aktivitas maupun entitas bisnis.
Dalam al-Qur’an dijelaskan bahwa pembelanjaan harta benda harus
dilakukan dalam kebaikan atau jalan Allah dan tidak pada sesuatu yang dapat
membinasakan diri. Harus menyempurnakan takaran dan timbangan dengan
neraca yang benar. Dijelaskan juga bahwa ciri-ciri orang yang mendapat
kemuliaan dalam pandangan Allah adalah mereka yang membelanjakan harta
bendanya tidak secara berlebihan dan tidak pula kikir, tidak melakukan
kemusyrikan, tidak membunuh jiwa yang diharamkan, tidak berzina, tidak
memberikan kesaksian palsu, tidak tuli dan tidak buta terhadap ayat-ayat
Allah.
Agar keseimbangan ekonomi dapat terwujud maka harus terpenuhi
syarat-syarat berikut: (1), produksi, konsumsi dan distribusi harus berhenti
pada titik keseimbangan tertentu demi menghindari pemusatan kekuasaan
ekonomi dan bisnis dalam genggaman segelintir orang. (2), setiap
10
kebahagiaan individu harus mempunyai nilai yang sama dipandang dari sudut
sosial, karena manusia adalah makhluk teomorfis yang harus memenuhi
ketentuan keseimbangan nilai yang sama antara nilai sosial marginal dan
individual dalam masyarakat. (3), tidak mengakui hak milik yang tak terbatas
dan pasar bebas yang tak terkendali.
Ketiga, Kehendak Bebas. Manusia sebagai khalifah di muka bumi sampai
batas-batas tertentu mempunyai kehendak bebas untuk mengarahkan
kehidupannya kepada tujuan yang akan dicapainya. Manusia dianugerahi
kehendak bebas (free will) untuk membimbing kehidupannya sebagai
khalifah. Berdasarkan aksioma kehendak bebas ini, dalam bisnis manusia
mempunyai kebebasan untuk membuat suatu perjanjian atau tidak,
melaksanakan bentuk aktivitas bisnis tertentu, berkreasi mengembangkan
potensi
bisnis
yang
ada.
Dalam
mengembangkan
kreasi
terhadap
pilihan-pilihan, ada dua konsekuensi yang melekat. Di satu sisi ada niat dan
konsekuensi buruk yang dapat dilakukan dan diraih, tetapi di sisi lain ada niat
dan konsekuensi baik yang dapat dilakukan dan diraih. Konsekuensi baik dan
buruk sebagai Bisnis dan Agama bentuk risiko dan manfaat yang bakal
diterimanya yang dalam Islam berdampak pada pahala dan dosa.
Keempat, Pertanggungjawaban. Segala kebebasan dalam melakukan
bisnis oleh manusia tidak lepas dari pertanggungjawaban yang harus
diberikan atas aktivitas yang dilakukan sesuai dengan apa yang ada dalam
al-Qur’an ”Tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang telah
diperbuatnya”. Kebebasan yang dimiliki manusia dalam menggunakan
potensi sumber daya mesti memiliki batas-batas tertentu, dan tidak digunakan
sebebas-bebasnya, melainkan dibatasi oleh koridor hukum, norma dan etika
yang tertuang dalam al-Qur’an dan Sunnah Rasul yang harus dipatuhi dan
dijadikan referensi atau acuan dan landasan dalam menggunakan potensi
sumber daya yang dikuasai. Tidak kemudian digunakan untuk melakukan
kegiatan bisnis yang terlarang atau yang diharamkan, seperti judi, riba dan
lain sebagainya. Apabila digunakan untuk melakukan kegiatan bisnis yang
11
jelas-jelas halal, maka cara pengelolaan yang dilakukan harus juga dilakukan
dengan cara-cara yang benar, adil dan mendatangkan manfaat optimal bagi
semua komponen masyarakat yang secara kontributif ikut mendukung dan
terlibat dalam kegiatan bisnis yang dilakukan.
Pertanggunjawaban ini secara mendasar akan mengubah perhitungan
ekonomi dan bisnis karena segala sesuatunya harus mengacu pada keadilan.
Hal ini diimplementasikan minimal pada tiga hal, yaitu: (1), dalam
menghitung margin, keuntungan nilai upah harus dikaitkan dengan upah
minimum yang secara sosial dapat diterima oleh masyarakat. (2),
economicreturn bagi pemberi pinjaman modal harus dihitung berdasarkan
pengertian yang tegas bahwa besarnya tidak dapat diramalkan dengan
probabilitas nol dan tak dapat lebih dahulu ditetapkan (seperti sistem bunga).
(3), Islam melarang semua transaksi alegotoris yang dicontohkan dengan
istilah gharar (penipuan).
12
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Etika bisnis dalam Islam adalah sejumlah perilaku etis bisnis (akhlaq al
Islamiyah) yang dibungkus dengan nilai-nilai syariah yang mengedepankan halal
dan haram. Jadi perilaku yang etis itu ialah perilaku yang mengikuti perintah
Allah dan menjauhi larangnya. Dalam Islam etika bisnis ini sudah banyak dibahas
dalam berbagai literatur dan sumber utamanya adalah Al-Quran dan sunnaturrasul.
Pelaku-pelaku bisnis diharapkan bertindak secara etis dalam berbagai aktivitasnya.
Kepercayaan, keadilan dan kejujuran adalah elemen pokok dalam mencapai
suksesnya suatu bisnis di kemudian hari.
Kunci etis dan moral bisnis sesungguhnya terletak pada pelakunya, itu
sebabnya misi diutusnya Rasulullah ke dunia adalah untuk memperbaiki akhlak
manusia yang telah rusak. Seorang pengusaha muslim berkewajiban untuk
memegang teguh etika dan moral bisnis Islami yang mencakup Husnul Khuluq.
Pada derajat ini Allah akan melapangkan hatinya, dan akan membukakan pintu
rezeki, di mana pintu rezeki akan terbuka dengan akhlak mulia tersebut, akhlak
yang baik adalah modal dasar yang akan melahirkan praktik bisnis yang etis dan
moralis.
13
DAFTAR PUSTAKA
Alma Buchari. Dasar-Dasar Etika Bisnis Islam. Bandung: Alfabeta, 2003.
Badroen Faisal dkk. Etika Bisnis Dalam Islam. Jakarta: Prenadamedia Group,
2006.
Departemen Agama RI. Al-Qur’an dan Terjemahnya. Jakarta: 1990.
Fauroni, Muhammad dan Lukman. Visi al-Qur’an tentang Etika dan Bisnis.
Jakarta: Salemba Diniyah, 2002.
Mardani. Hukum Bisnis Islam. Jakarta : kencana, 2014.
Muslich. Etika Bisnis Islami. Landasan Filosofis, Normatif, dan Substansi
Implementatif. Yogyakarta: Ekonisia Fakultas Ekonomin UII, 2004.
Raharjo, Dawam. Islam dan Transformasi Sosial Ekonomi. Yogyakarta: Lembaga
Studi Agama dan Filsafat, 1999.
Rival, Veithzal dan Buchhari Andi. Islamic Economics. Jakarta: Rajagrafindo
Persada, 2013.
Suseno, Franz Magnis. 13 Tokoh Etika. Yogyakarta: Kanisius, 1997.
Wijaya, Yahya dan Nina Mariani Noor. Etika Ekonomi dan Bisnis. Perspektif
Agama-Agama di Indonesia
Economic and Business
Perspectives in Indonesia. Geneva: Globethics.net, 2014.
14
Ethics. Religious
Download