Mutasi Jabatan Dalam Jebakan Politis Oleh: Asbur Hidayat Mahasiswa Magister Administrasi Pemerintahan Daerah Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) ( Anggota Forum Mahasiswa Pascasarjana NTB-Bandung) Pada dasarnya mutasi jabatan adalah hal yang wajar dan merupakan hal yang bagus untuk menyegarkan sebuah organisasi dengan syarat jika dilakukan dengan mempertimbangkan segala aspek yang ada, dalam pemerintahan untuk menstabilkan jalannya pemerintahan maka tentu mutasi adalah jalan yang terbaik untuk mendapatkan tenaga-tenaga yang baru yang lebih segar dan lebih handal dalam bidangnya, sama halnya seperti yang sering kita dengar belakangan ini seringnya reshuffle kabinet karena ketidak puasan Presiden terhadap kinerja para menterinya, tetapi bukan itu yang ingin kita soroti Cuma sebagai salah satu contoh dalam penyegaran organisasi pemerintahan walaupun dengan maksud dan tujuan tertentu, tetapi paling tidak Masyarakat berharap hal itu merupakan langkah untuk mewujudkan kesejahteraan Masyarakat bukan hanya semata-mata bagi kursi belaka. Begitu pula yang terjadi di pemerintahan daerah, dengan otonomi yang dimiliki oleh Pemerintah Daerah sehingga dapat mengatur rumah tangganya sendiri , salah satunya dalam urusan pemindahan kerja (Mutasi) pegawai merupakan kewenangan pemerintah daerah yang tertuang di dalam undang-undang, akan tetapi walaupun menjadi kewenangan pemerintah daerah sudah semestinya mempertimbangkan dengan matang sesuai dengan prestasi kinerja yang telah dilakukan oleh masing-masing pegawai (PNS). Akan tetapi belakangan ini terdapat berbagai macam kasus dalam mutasi jabatan pegawai (PNS) seperti halnya yang sering terjadi ketika akan diadakannya kontestasi pemilihan gubernur maupun bupati/walikota di daerah, terkadang ada beberapa incumbent yang memanfaatkan hal ini hanya untuk memuluskan kursi untuk periode berikutnya, sehingga mutasi jabatan yang sering terjadi adalah siapa yang dekat dialah yang dapat, kira-kira begitulah ungkapan yang cocok dalam hal ini, tidak lagi pelatihan-pelatihan yang telah dilalui maupun prestasi-prestasi kinerja pegawai (PNS) yang menjadi pertimbangan dalam mutasi melaikan hanya factor sepahamlah yang sering terjadi. Apalagi jika mutasi dilakukan dengan menjual-beli jabatan sebagai modal untuk berkampanye, maka tidak bisa dibayangkan lagi pelayanan seperti apa yang akan diberkan kepada Masyarakat karena sudah barang tentu pejabat yang membeli jabatan akan menggunakan segala cara untuk mengembalikan uang yang telah dikeluarkannya, dalam pemerintahan daerah jangan sampai ini terjadi, Berambisi boleh-boleh saja asalkan tidak merugikan banyak orang, Jangan sampai menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan. Hal yang demikian merupakan kemunduran dalam system pemerintahan kita, Indonesia yang sudah berumur 73 tahun sudah semestinya bergerak kearah yang lebih baik bukan malah mundur kebelakang, sudah berulang kali kita mengganti system pemerintahan khusunya hubungan pusat dengan daerah dari desentralisasi wet 1903 pada zaman belanda hingga pindah ke sentralisasi kemudian sampai pada saat ini kembali ke desentralisasi lagi, sehingga sudah seharusnya menjadi pelajaran bagi kita untuk selalu berbenah karena system pemerintahan yang ada khususunya setelah kemerdekaan 1945 adalah bertujuan untuk mensejahterakan Masyarakat luas bukan hanya segelintir orang saja, jika kita memahami secara benar bahwa tugas pemerintah adalah pelayan bagi masyarakat, Masyarakat yang harus dilayani bukan Masyarakat yang melayani. Jabatan Gubernur maupun Bupati/Walikota adalah alat untuk mensejahterakan masyarakat dan bukan tujuan utama, karena jika dijadikan tujuan utama maka yang terjadi bukannya melayani malah meminta untuk dilayani, akan tetapi yang sering dipraktikkan hari ini malah hanya ingin memuluskan jalan untuk menuju kursi berikutnya tanpa menghiraukan keinginan dari Masyarakat dengan kata lain jabatan adalah tujuan satu-satunya padahal yang menjadikanya gubernur maupun bupati/walikota adalah masyarakat (Rakyat). Hal tersebut bukanlah rahasia lagi, sudah banyak kasus yang terjadi dinegeri ini, padahal dalam memuluskan kursi bagi seorang incumbent bukanlah hal yang sulit daripada calon-calon baru yang akan bermunculan, karena sudah memiliki modal selama 5 tahun untuk berkampanye secara cuma-cuma dengan uang masyarakat (Rakyat), jika dalam kepemimpinannya baik dan dapat melayani masyarakat sepenuhnya maka satu hal yang mustahil jika masyarakat akan lebih memilih orang yang belum teruji sama sekali, paling tidak mereka akan terus mempercayai yang saat ini sedang memimpin karena sudah ada bukti kongkrit yang telah di kerjakan dari pada calon-calon baru yang hanya masih menebar janji yang belum tentu dapat ditepati. Masa kerja 5 tahun dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang ada jika dimanfaatkan dengan sebaik mungkin untuk kepentingan masyarakat maka walapun tidak ada kampanye sekalipun sudah barang tentu akan menang, sudah banyak bukti yang ada seperti pemilihan di kota Surabaya, di kabupaten bandung maupun kota/kabupaten lainnya, dengan bermodal membangun kecamatan, memberikan pelayanan yang terbaik kepada Masyarakat dan memberikan apa yang dibutuhkan oleh Masyarakat menjadi modal yang sangat besar di mata masyarkat dan dapat memenangkan mereka bahkan lebih dari 75 %. semestinya hal yang demikian menjadi pelajaran dan dapat dicontoh oleh para incumbent-incumbent yang ada jika ingin untuk melanjutkan di periode berikutnya. Tidak perlu memikirkan hal yang macam-macam cukup bekerja sebaik mungkin sesuai dengan kehendak Masyarakat, karena Masyarakat lah yang akan memilih. walapun disisi lain ada proses-proses lain yang harus dijalankan seperti pendaftaran ke partai politik maupun lewat jalur independent. Akan tetapi jika sudah bekerja dengan baik dan Masyarakat mengapresiasi, ,maka sudah pasti partai politik akan mendukung, jika pun tidak masih ada Masyarakat yang siap untuk menyerahkan KTP-nya sebagai syarat jika ingin maju lewat jalur independent. Jangan sampai pegawai yang ada yang menjadi korban dari mutasi, mereka sudah dituntut bekerja secara professional dan sebaik mungkin serta tidak boleh ikut politik praktis maka sudah seharusnya para gubernur maupun bupati/walikota memahami hal tersebut, gunakanlah mereka sebagai mana mestinya jangan sampai memanfaatkan mereka hanya untuk tujuan yang politis. Biarlah mereka bekerja sebaik mungkin agar dapat memberikan pelayanan yang maksimal kepada Masyarakat karena dengan demikian itu pula seorang kepala daerah akan di anggap berhasil oleh Masyarakat, jangan sampai hal tersebut menjadi terror bagi mereka dan hanya mencari muka di depan penguasa sehingga malah yang terjadi bukan melayani masyarakat tapi melayani penguasa. Sebagai seorang incumbent yang dipercayakan oleh masyarakat untuk mengemban amanah sebagai Gubernur maupun Bupati/Walikota bekerjalah sebaik mungkin dengan berkolaborasi sebaik mungkin dengan pegawai yang ada untuk memberikan pelayanan yang terbaik sesuai dengan harapan masyarakat karena jabatan adalah Amanah, jangan sampai hanya mementingkan ambisi politik semata karena pada akhirnya jika ingin terpilih lagi maka masyarakatlah yang akan menentukan.