BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman kakao atau Theobroma Cacao L merupakan komoditas pertanian yang memberikan kontribusi dalam peningkatan pendapatan negara untuk menunjang pembangunan sosial dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat. Bahan pangan yang akan diolah perlu dilakukan persiapan dan pemeriksaan terlebih dahulu. Umumnya bahan pangan akan dilakukan inspeksi untuk mendapatkan bahan dengan kualitas terbaik serta menghasilkan produk yang berkualitas. Sebelum memasuki proses pengolahan, bahan pangan perlu dilakukan pembersihan, sortasi, dan grading untuk mengurangi kerugian dan kegagalan produksi serta menghasilkan produk yang berkualitas dan bermutu. Sortasi adalah pemisahan bahan yang sudah dibersihkan ke dalam berbagai fraksi kualitas berdasarkan karakteristik fisik (kadar air, bentuk, ukuran, berat jenis, tekstur, warna, benda asing/kotoran), kimia (komposisi bahan, bau dan rasa ketengikan) dan biologis (jenis dan jumlah kerusakan oleh serangga, jumlah mikroba dan daya tumbuh khususnya pada bahan pertanian berbentuk bijian). Kegiatan sortasi sangat menentukan apakah suatu produk laku pasar atau tidak. 1.2 Tujuan Praktikum ini bertujuan untuk mempelajari dan mengidentifikasi metode sortasi biji kakao, melakukan sortasi sederhanadan menganalisis serta menerapkan prinsip sortasi untuk mengetahui mutu Kakao menurut SNI yang berlaku. BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kakao Theobroma cacao adalah nama biologi yang diberikan pada pohon kakao oleh Linnaeus pada tahun 1753. Tempat alamiah dari genus Theobroma adalah di bagian hutan tropis dengan banyak curah hujan, tingkat kelembaban tinggi, dan teduh (Spillane, 1995). Sistematika tanaman kakao secara lengkap adalah sebagai berikut. Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae Bangsa : Malvales Famili : Sterculiaceae Genus : Theobroma Spesies : Theobroma cacao, L. (Poedjiwidodo, 1996). Kakao (Theobroma cacao, L.) merupakan satu-satunya spesies diantara 22 jenis dalam genus Theobroma yang diusahakan secara komersial. Tanaman ini diperkirakan berasal dari lembah Amazon di Benua Amerika yang mempunyai iklim tropis. Pada dasarnya buah kakao terdiri atas 4 bagian yakni: kulit, plasenta, pulp, dan biji. Buah kakao masak berisi 30-40 biji yang diselubungi oleh pulp dan plasenta. Pulp merupakan jaringan halus yang berlendir yang membungkus biji kakao, keadaan zat yang menyusun pulp terdiri dari 80-90% air dan 8-14% gula sangat baik untuk pertumbuhan mikroorganisme yang berperan dalam proses fermentasi (Bintoro dalam Situmorang, 2010). 2.2 Penggolongan Kakao 1. Jenis Tanaman Sunanto (1994) mengatakan bahwa sesungguhnya terdapat banyak jenis tanaman kakao, namun jenis yang paling banyak ditanam untuk produksi cokelat secara besar-besaran hanya tiga jenis, yaitu: 1. Jenis Criollo, yang terdiri dari Criollo Amerika Tengah dan Criollo Amerika Selatan. Jenis ini menghasikan biji kakao yang mutunya sangat baik dan dikenal sebagai kakao mulia. Jenis kakao ini terutama untuk blending dan banyak dibutuhkan oleh pabrik-pabrik sebagai bahan pembuatan produk cokelat yang bermutu tinggi. Saat ini bahan tanam kakao mulia banyak digunakan karena produksinya tinggi serta cepat sekali mengalami fase generatif. 2. Jenis Forastero, banyak diusahakan diberbagai negara produsen cokelat dan menghasilkan cokelat yang mutunya sedang atau bulk cacao, atau dikenal juga sebagai ordinary cacao. Jenis Forastero sering juga disebut sebagai kakao lindak. Kakao lindak memiliki pertumbuhan vegetatif yang lebih baik, relatif lebih tahan terhadap serangan hama dan penyakit dibandingkan kakao mulia. Endospermanya berwarna ungu tua dan berbentuk bulat sampai gepeng, proses fermentasinya lebih lama dan rasanya lebih pahit dari pada kakao mulia. 3. Jenis Trinitario, merupakan campuran atau hibrida dari jenis Criollo dan Forastero secara alami, sehingga kakao ini sangat heterogen. Kakao jenis Trinitario menghasilkan biji yang termasuk fine flavour cacao dan ada yang termasuk bulk cacao. Jenis Trinitario antara lain hybride Djati Runggo (DR) dan Uppertimazone Hybride (kakao lindak). Kakao ini memiliki keunggulan pertumbuhannya cepat, berbuah setelah berumur 2 tahun, masa panen sepanjang tahun, tahan terhadap penyakit VSD (Vascular streak dieback) serta aspek agronominya mudah. 2. Jenis Mutu Berdasarkan SNI 2323:2008 tentang standar mutu biji kakao,biji kakao digolongkan menjadi dua jenis yaitu jenis mulia (Fine cocoa/F) dan jenis lindak (Bulk cocoa /B). Penggolongan biji kakao menurut ukuran berat bijinya, yang dinyatakan dengan jumlah biji per 100g contoh, biji kakao digolongkan kedalam 5 golonganukuran dengan penandaan : AA : maksimum 85 biji per seratus gram A : 86 -100 biji perseratus gram B : 101 – 110 biji persertaus gram C :111- 120 biji perseratus gram S : lebih besardari 120 biji perseratus gram Biji kakao yang kering berdasarkan persyaratan mutunya terbagi menajdi 3 kelas, yaitu mutu kelas I, mutu kelas II dan III, dengan ketentuan telah memenuhi persyaratan umum dan khusus. Persyaratan tersebut telah tercantum dalam SNI 2323:2008. Standar tersebut belum di terapkan secara baik di Indonesia, sehingga citra biji kakao di Indonesia kurang baik seperti tidak di fermentasi, biji kurang kering, ukuran biji tidak seragam, dan masih terdapat kotoran. (Mulato, 20011). Menurut Hatmi dan Rustijarno (2012) dalam pedoman yang dikeluarkan oleh kementrian pertanian, pengolahan biji kakao dapat melalui beberapa tahap, karena mutu kakao yang baik juga ditentukan oleh cara pemanenan dan pengolahan yang baik dan benar. Adpaun proses pengolahan biji kakao ialah sebagai berikut ; 1. Panen Panen adalah proses awal penentuan kualitas biji kakao kering. Buah kakao yang belum siap panen akan memberikan rendemen dan kualitas biji yang rendah. Kematangan buah kakao ditandai dengan adanya perubahan warna kulit kakao mencapai dua pertiganya dan apabila buah kakao digoyangkan, maka akan terdengar biji kakao terkoyak. 2. Sortasi buah kakao Sortasi buah kakao disebut juga sortasi basah atau sortasi kebun. Sortasi ini dilakukan sebelum pemecahan buah dan pengambilan biji dari dalam buah. Sortasi ini bertujuan untuk menseleksi atau memisahkan buah kakao menjadi dua kelompok besar yaitu buah yang sehat dan masak optimal dengan yang tidak atau kurang sehat dan belum masak optimal (seperti: diserang ulat buah, salah petik, dimakan tupai, dsb). 3. Pemeraman/penyimpanan buah kakao Petani sering melakukan proses ini untuk menunggu terpenuhinya kapasitas wadah fermentasi. Tetapi tidak diketahui oleh petani bahwa biji kakao yang terdapat didalam buah terus mengalami proses hidup. Waktu penyimpanan yang terlalu lama menyebabkan biji kakao berkecambah. Hal ini secara otomatis akan menurunkan kualitas dan tidak terpenuhinya persyaratan SNI biji kakao. Lama pemeraman disarankan dilakukan sesingkat mungkin dan harus segera dipecah. Pemeraman buah kakao tidak dianjurkan dalam menghasilkan biji kakao sesuai SNI. Apabila pemeraman buah kakao harus dilakukan karena hal yang sangat penting, maka disarankan lama pemeraman dilakukan sesingkat mungkin dan segera dipecah (maksimal hari ke-3 setelah panen). Pemeraman buah kakao sebaiknya dilakukan dengan cara dihampar diatas lantai yang diberi alas. 4. Pemecahan buah kakao Pemecahan buah kakao bertujuan untuk mengambil biji dari dalam buah. Alat pemecahan buah kakao disarankan menggunakan kayu atau bahan yang tidak terbuat dari besi dan bersisi tumpul. Hal ini untuk menghindari luka pada biji kakao yang menyebabkan kualitas biji kakao kering turun. Luka biji kakao yang disebabkan oleh besi dan benda tajam mengakibatkan biji kakao segar berwarna coklat hitam. Ini dikarenakan sifat besi sebagai katalisator apabila kontak dengan senyawa polifenol pada biji kakao. 5. Sortasi biji kakao basah Proses seleksi atau pemilahan biji kakao sangat menentukan input sebelum proses pemeraman atau fermentasi. Input yang baik akan memberikan hasil dan kualitas yang baik dan persentase rendemen yang tinggi. 6. Fermentasi biji kakao Fermentasi biji kakao pada dasarnya bertujuan untuk menghancurkan pulp dan sebagai bentuk usaha agar terjadi reaksi kimia dan biokimia didalam keping biji. Penghancuran pulp ini memiliki peran agar keping biji kakao menjadi lebih bersih dan cepat kering, sedangkan reaksi kimia dan biokimia ini mememiliki peran membentuk prekursor senyawa aroma dan warna pada kakao. Selama proses fermentasi mengakibatkan terjadinya beberapa perubahan pada biji kakao, seperti: pulp terurai, terjadi fermentasi gula dalam lapisan pulp menjadi alkohol, adanya kenaikan suhu, terjadi oksidasi oleh bakteri, terjadinya perubahan alkohol menjadi asam asetat, menyebabkan kematian biji, kehilangan daya berkecambah, terjadi difusi zat warna dari kantong sel, terjadi dektruksi zat warna antosianin, terjadi pembentukan prekursor aroma dan warna. Agar perubahan tersebut dapat berhasil optimal, maka pulp sebagai media utama harus sesuai untuk pertumbuhan mikrobia. Pulp yang sesuai berasal dari buah kakao yang sehat dan masak optimum, sehingga perbandingan kandungan gula dan asam optimal untuk pertumbuhan yeast. Fermentasi secara tradisional terbagi menjadi 3 kelompok, yaitu: 1) fermentasi dengan menggunakan keranjang/tomblok, 2) fermentasi dengan penimbunan diatas permukaan tanah yang dialasi daun pepaya, dan 3) fermentasi dengan menggunakan kotak kayu. Penggunaan kota kayu sebagai wadah fermentasi memberikan kualitas biji kakao yang lebih baik dari dua cara fermentasi tradisional lainnya. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap proses fermentasi biji kakao, antara lain lama fermentasi, keseragaman terhadap kecepatan pengadukan/ pembalikan, aerasi, iklim, kemasakan buah, wadah dan kuantitas fermentasi. Fermentasi untuk biji kakao jenis lindak membutuhkan waktu lebih lama, yaitu 5 hari, sedangkan biji kakao mulia lebih pendek berkisar 3 hari. Fermentasi yang terlalu lama meningkatkan kadar biji kakao berjamur dan berkecambah, sedangkan fermentasi yang singkat menghasilkan kadar biji slaty (biji tidak terfermentasi) tinggi. Selain lama fermentasi, wadah fermentasi juga ikut menentukan kualitas biji kakao yang dihasilkan. Wadah fermentasi yang baik terbuat dari kayu dengan kuantitas minimal 40 kg. Kurangnya kuantitas biji kakao yang difermentasi menyebabkan suhu fermentasi tidak tercapai sehingga bukan fermentasi biji yang dihasilkan, tetapi biji yang berjamur. Proses pembalikan pada saat fermentasi harus dilakukan setelah 48 jam. Hal ini untuk diperolehnya keseragaman fermentasi biji kakao. Biji kakao yang tidak dibalik saat difermentasi, maka biji kakao yang ditengah dihasilkan panas optimum sehingga fermentasi maksimal, sedangkan yang diatas, di bawah, dan samping akan berakibat sebaliknya. 7. Perendaman dan Pencucian Kegiatan perendaman bertujuan untuk menghentikan aktivitas fermentasi, dapat mengurangi kadar asam asetat yang terdapat dalam biji dan menaikkan persentase biji bulat. Perendaman sebaiknya dilakukan selama 2-3 jam, lebih dari itu tidak memberikan perbedaan yang nyata. Sedangkan pencucian bertujuan untuk menghilangkan sisa pulp yang masih menempel, sehingga meminimalisir serangan jamur dan hama pada biji kakao kering selama penyimpanan dan memperbaiki warna dan kenampakan biji kering menjadi lebih bersih. Kegiatan perendaman dan pencucian kakao hasil fermentasi juga berpotensi memiliki pengaruh kurang baik diantaranya berat masa biji kakao berkurang (4,5%), karena beberapa senyawa dari keping biji keluar, persentase biji pecah menjadi lebih besar, kulit biji menjadi lemah dan membutuhkan tenaga dan air lebih banyak. Oleh karena itu, kegiatan ini baik dilakukan untuk hasil akhir yang lebih baik, apabila harga biji kakao kering telah memadai dengan biaya proses produksinya. 8. Pengeringan Teknik pengeringan biji kakao ada 3, yaitu: 1) pengeringan dengan sinar matahari, 2) menggunakan alat pengering dan 3) perpaduan keduanya. Pengeringan yang biasa dilakukan oleh petani selama ini adalah menggunakan sinar matahari. Pengeringan menggunakan sinar matahari memiliki sisi positif dan negatif. Sisi positifnya, akan diperoleh warna biji kakao coklat kemerahan dan tampak lebih cemerlang. Warna dan kenampakan yang demikian inilah yang diharapkan dari biji kakao kering, sehingga pengeringan dibawah sinar matahari lebih disarankan untuk biji kakao. Namun demikian, pengeringan sinar matahari memiliki kendala disebabkan kondisi cuaca terutama saat hujan. Metode pengeringan ini memerlukan waktu 5 hingga 7 hari untuk mencapai kadar air dibawah 7,5%. Kadar air biji kakao kering yang lebih dari 7,5% tidak memenuhi persyaratan SNI. Lama tidaknya proses pengeringan sangat tergantung pada intensitas sinar matahari yang menyinari. 9. Tempering, Sortasi dan Grading biji kakao kering Sebelum dikemas, biji kakao yang telah kering dan mencapai kadar air yang ditetapkan, maka biji kakao perlu didiamkan/dihampar (tempering) untuk menetralkan suhu didalam biji dengan suhu ruangan selama semalam atau menyesuaikan dengan kelembaban relatif udara sekitar. Kemudian dilakukan seleksi dan pengkelasan biji kakao yang baik dengan yang kurang baik sesuai dengan ukuran dan tampilan visualnya. Pengkelasan mutu biji kakao ini telah diatur di dalam SNI biji kakao 2323-2008. 10. Pengemasan dan Penyimpanan Pengemasan biji kakao sebaiknya dilakukan setelah biji dingin dengan menggunakan plastik PP (Poly Prophylene) dengan tebal 0,8 mm atau dapat menggunakan karung goni/bagor yang bersih. Kemasan ditutup rapat untuk menjaga kontaminasi dari serangga dan kotoran serta untuk mempertahankan kadar air biji kakao. Biji kakao yang telah difermentasi dan dikeringkan hingga kadar air < 7,5%, biasanya mengalami penyimpanan selama 9 sampai 12 bulan di wilayah tropik. Kerusakan biji kakao di wilayah tropis lebih disebabkan oleh jamur dan serangga. Teknologi pengolahan biji kakao sesuai SNI biji kakao 012323-2008 dapat meningkatkan kualitas produk kakao sehingga memenuhi tuntutan mutu sesuai permintaan pasar, dalam upaya meningkatkan nilai tambah, daya saing dan ekspor komoditas pertanian bernilai ekonomis tinggi. 2.3 Cacat Pada Biji Kakao Adapun jenis cacat pada biji kakao ialah sebagai berikut : Serangga hidup : serangga pada stadia apapun yang ditemukan hidup pada partai barang Biji berbau asap abnormal atau berbau asing : biji yang berbau asap, atau bau asing lainnya yang ditentukan dengan metode uji Benda asing : benda lain yang berasal bukan dari tanaman kakao Biji berjamur : biji kakao yang ditumbuhi jamur di bagian dalamnya dan apabila dibelah dapat terlihat dengan mata. Biji slaty (tidak terfermentasi) : pada kakao lindak, separuh atau lebih irisan permukaan keping biji berwarna keabu-abuan atau biru keabu-abuan bertekstur padat dan pejal. Pada kakao mulia warnanya putih kotor. Biji berserangga : biji kakao yang di bagian dalamnya terdapat serangga pada stadia apapun atau terdapat bagian-bagian tubuh serangga, atau yang memperlihatkan kerusakan karena serangga yang dapat dilihat oleh mata. Kotoran : benda-benda berupa plasenta, biji dempet (cluster), pecahan biji, pecahan kulit, biji pipih, ranting dan benda lainnya yang berasal dari tanaman kakao. Biji dempet (cluster) : biji kakao yang melekat (dempet) tiga atau lebih yang tidak dapat dipisahkan dengan satu tangan. Pecahan biji : biji kakao yang berukuran kurang dari setengah (1/2) bagian biji kakao yang utuh Pecahan kulit : bagian kulit biji kakao tanpa keping biji Biji pipih : biji kakao yang tidak mengandung keping biji atau keping bijinya tidak bisa dibelah Biji berkecambah : biji kakao yang kulitnya telah pecah atau berlubang karena pertumbuhan lembaga. 2.4 Syarat Mutu Biji Kakao Berdasarkan SNI 1-2323:2008 menurut jenis mutunya, biji kakao digolongkan kedalam tiga jenis mutu, yaitu mutu I, mutu II, dan mutu III. Menurut ukuran berat bijinya, yang dinyatakan dengan jumlah biji per 100 g contoh, biji kakao digolongkan dalam 5 golongan ukuran dengan penandaan: AA : maksimum 85 biji per seratus gram A : 86 – 100 biji per seratus gram B : 101 – 110 biji per seratus gram C : 111 – 120 biji per seratus gram S : lebih besar dari 120 biji per seratus gram Syarat umum biji kakao menurut SNI 2323:2008 dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Syarat umum biji kakao No. Jenis uji 1. Serangga hidup 2. Kadar air 3. Biji berbau asap dan atau hammy dan atau berbau asing 4. Kadar benda asing Satuan % fraksi massa - Persyaratan Tidak ada Maks. 7,5 Tidak ada - Tidak ada Sedangkan persyaratan khusus kakao biji menurut SNI 2323:2008 dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Syarat khusus kakao biji menurut SNI 2323:2008 Jenis mutu Kakao Kakao Mulia Lindak (Fine (Bulk Cocoa) Cocoa) I–F I–B Kadar biji berjamur (biji/biji) Maks. 2 II – F II – B Maks. 4 III – F III - B Maks. 4 Persyaratan Kadar Kadar biji Kadar Kadar biji biji slaty berserangga kotoran berkecamba (biji/biji) (biji/biji) waste h (biji/biji) (biji/biji) Maks. 3 Maks. 1 Maks. Maks. 2 1,5 Maks. 8 Maks. 2 Maks. Maks. 3 2,0 Maks. Maks. 2 Maks. Maks. 3 20 3,0 BAB 3. METODOLOGI Dalam praktikum analisis biji kakao dilakukan dengan cara mengetahui syarat mutu biji kakao, syarat khusus serta kotoran yang terdapat didalam biji kakao. Adapun alat dan bahan serta metode yang dilakukan ialah sebagai berikut : 3.1 Alat & Bahan 3.1.1 Alat 1. Pisau 2. Telenan 3. Piring 4. Timbangan 5. Tissue 3.1.2 Bahan 1. Biji kakao 3.2 Skema Kerja dan Fungsi Perlakuan 3.2.1 Penentuan Kadar Biji cacat pada Kakao 300 g Biji Kakao Pemotongan secara memanjang Pengamatan berbagai jenis biji cacat Pemisahan sesuai jenis cacat Perhitungan Pada penentuan kadar biji cacat dilakukan beberapa cara, yaitu biji kakao 300 gram dipotong secara memanjang, pemotongan secara memanjang dilakukan untuk memudahkan proses pengamatan biji cacat secara organoleptik. Kemudian dilakukan pemisahan sesuai jenis cacat, yaitu biji berjamur, biji slaty, biji berserangga dan biji berkecambah. Kemudian dilakukan perhitungan terhadap setiap jenisnya. 3.2.2 Penentuan biji berbau asap 300 g Biji Kakao terfermentasi Pengamatan secara organoleptik Perhitungan Pengujian biji berbau asap ialah dengan menimbang kakao seberat 300 gram , kemudian dilakukan pengamatan secara organoleptik yaitu dengan cara mencium biji kakao apakah ada aroma asap yang melekat atau tidak terhadap biji kakao. Kemudian dilakukan perhitungan terhadap jenis biji berbau asap atau berbau asing dari 300 gram sampel biji kakao. 3.2.3 Penentuan kadar kotoran 1000 g biji kakao Pemisahan berbagai jenis kotoran Penimbangan jenis kotoran Perhitungan Penentuan kadar kotoran untuk biji kakao di lakukan pengamtan dari biji kakao sebrat 1000 gram. Kotoran yang terdpat pada biji kakao seperti plasenta, biji dempet, pecahan biji, pecahan kulit, biji pipih, dan ranting. Pengamatan dilakukan untuk setiap jenis kotoran, kemudian dipisahkan setiap jenis kotoran tersebut, dan dilakukan penimbangan, lalu perhitungan kadar kotoran dipisahkan berdasarkan jenisnya. 3.2.4 Penentuan jumlah biji per 100 gram Biji Kakao Penimbangan 100 g Perhitungan jumlah biji klasifikasi Pengujian mutu biji kakao terhadap jumlah biji per 100 gram dengan cara ,menimbang sampel biji kakao seberat 100 gram, kemudian dilakukan perhitungan jumlah biji, dan pengklasifikasian seperti penggolongan terhadap mutu AA, A, B atau S. BAB 6. PENUTUP 6.1 Kesimpulan Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dengan acara sortasi biji kakao sesuai SNI 2323:2008 dapat disimpulkan bahwa : 1. Berdasarkan persyaratan umum tidak ditemukan adanya serangga hidup dan kadar benda asing pada sampel biji kakao, namun biji berbau asap ditemukan sebanyak 3 dan berbau asing sebanayak 2. Hal ini menunjukkan bahwa sampel biji kakao tidak memenuhi SNI 2323:2008. 2. Pada biji kakao ditemukan biji berjamur sebanyak 1 dengan dengan kadar persentase 0,3 % biji/biji dan biji slaty 32 dengan kadar persentasae 10,7 % biji /biji, hal ini berarti Biji kakao memenuhi SNI 2323:2008 untuk klasifikasi persyaratan khusus mutu biji kakao 3. Pada pengujian kadar kotoran diketahui bahwa biji dempet memiliki persentase yang paling besar yaitu 40,95. Sehingga dapat diketahui jumlah persentase dari keseluruhan kotorayaitu 103,21%. 4. Biji kakao yang di uji menurut berat bijinya dalam 100 gram memiliki jumlah biji sebanyak 92. Hal ini menunjukkan bahwa mutu biji kakao yang diuji termasuk golongan A, karena pada golongan Mutu A biji kakao dalam 100 gram berjumlah antara 86- 100 biji. 6.2 Saran Untuk menghasilkan mutu biji kakao yang baik ialah dengan cara melakukan pemanenan dan penyimpanan yang baik, serta dilakukan sortasi secara teliti dan akurat. DAFTAR PUSTAKA Badan Standarisasi Nasional. 2008. Standar Nasional Indonesia Biji Kakao. Jakarta: BSN Basri, Z. 2010. Mutu Biji Kakao Hasil Sambung Samping. Sulawesi Tengah: Media Litbang Sulteng, III, 112-118. Hatmi, R. U. dan Rustijarno, S. 2012. Teknologi Pengolahan Biji Kakao Menuju SNI Biji Kakao 01-2323-2008. Yogyakarta: Kementerian Pertanian IEK, Anita. 2009. Evaluasi Mutu Biji Kakao (Thebroma cacaoL) Kering di SP 5 Kampung Macuan Distrik Masni Kabupaten Manokwari. Papua: Universitas Negeri Papua Tiwow, A. dan Soemarno. 1989. Pengalaman PT Perkebunan XXIII (Persero) dalam Mengelola Perkebunan Kakao. Kumpulan Makalah Seminar Sehari. Bandar Kuala, Sumatera Utara, 18 Januari 1989. 20 hlm Tien, R. Muchtadi. 2013. Prinsip proses & teknologi pangan. Bogor. Alfabeta