Uploaded by User24691

Fix Alhamdulilah

advertisement
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tanaman kakao atau Theobroma Cacao L merupakan komoditas pertanian
yang memberikan kontribusi dalam peningkatan pendapatan negara untuk
menunjang pembangunan sosial dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat.
Bahan pangan yang akan diolah perlu dilakukan persiapan dan pemeriksaan
terlebih dahulu. Umumnya bahan pangan akan dilakukan inspeksi untuk
mendapatkan bahan dengan kualitas terbaik serta menghasilkan produk yang
berkualitas. Sebelum memasuki proses pengolahan, bahan pangan perlu dilakukan
pembersihan, sortasi, dan grading untuk mengurangi kerugian dan kegagalan
produksi serta menghasilkan produk yang berkualitas dan bermutu. Sortasi adalah
pemisahan bahan yang sudah dibersihkan ke dalam berbagai fraksi kualitas
berdasarkan karakteristik fisik (kadar air, bentuk, ukuran, berat jenis, tekstur,
warna, benda asing/kotoran), kimia (komposisi bahan, bau dan rasa ketengikan)
dan biologis (jenis dan jumlah kerusakan oleh serangga, jumlah mikroba dan daya
tumbuh khususnya pada bahan pertanian berbentuk bijian). Kegiatan sortasi
sangat menentukan apakah suatu produk laku pasar atau tidak.
1.2 Tujuan
Praktikum ini bertujuan untuk mempelajari dan mengidentifikasi metode
sortasi biji kakao, melakukan sortasi sederhanadan menganalisis serta menerapkan
prinsip sortasi untuk mengetahui mutu Kakao menurut SNI yang berlaku.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kakao
Theobroma cacao adalah nama biologi yang diberikan pada pohon kakao
oleh Linnaeus pada tahun 1753. Tempat alamiah dari genus Theobroma adalah di
bagian hutan tropis dengan banyak curah hujan, tingkat kelembaban tinggi, dan
teduh (Spillane, 1995). Sistematika tanaman kakao secara lengkap adalah sebagai
berikut.
Divisi
: Spermatophyta
Subdivisi
: Angiospermae
Kelas
: Dicotyledoneae
Bangsa
: Malvales
Famili
: Sterculiaceae
Genus
: Theobroma
Spesies
: Theobroma cacao, L.
(Poedjiwidodo, 1996).
Kakao (Theobroma cacao, L.) merupakan satu-satunya spesies diantara 22
jenis dalam genus Theobroma yang diusahakan secara komersial. Tanaman ini
diperkirakan berasal dari lembah Amazon di Benua Amerika yang mempunyai
iklim tropis. Pada dasarnya buah kakao terdiri atas 4 bagian yakni: kulit, plasenta,
pulp, dan biji. Buah kakao masak berisi 30-40 biji yang diselubungi oleh pulp dan
plasenta. Pulp merupakan jaringan halus yang berlendir yang membungkus biji
kakao, keadaan zat yang menyusun pulp terdiri dari 80-90% air dan 8-14% gula
sangat baik untuk pertumbuhan mikroorganisme yang berperan dalam proses
fermentasi (Bintoro dalam Situmorang, 2010).
2.2 Penggolongan Kakao
1. Jenis Tanaman
Sunanto (1994) mengatakan bahwa sesungguhnya terdapat banyak jenis
tanaman kakao, namun jenis yang paling banyak ditanam untuk produksi cokelat
secara besar-besaran hanya tiga jenis, yaitu:
1. Jenis Criollo, yang terdiri dari Criollo Amerika Tengah dan Criollo
Amerika Selatan. Jenis ini menghasikan biji kakao yang mutunya sangat
baik dan dikenal sebagai kakao mulia. Jenis kakao ini terutama untuk
blending dan banyak dibutuhkan oleh pabrik-pabrik sebagai bahan
pembuatan produk cokelat yang bermutu tinggi. Saat ini bahan tanam
kakao mulia banyak digunakan karena produksinya tinggi serta cepat
sekali mengalami fase generatif.
2. Jenis Forastero, banyak diusahakan diberbagai negara produsen cokelat
dan menghasilkan cokelat yang mutunya sedang atau bulk cacao, atau
dikenal juga sebagai ordinary cacao. Jenis Forastero sering juga disebut
sebagai kakao lindak. Kakao lindak memiliki pertumbuhan vegetatif yang
lebih baik, relatif lebih tahan terhadap serangan hama dan penyakit
dibandingkan kakao mulia. Endospermanya berwarna ungu tua dan
berbentuk bulat sampai gepeng, proses fermentasinya lebih lama dan
rasanya lebih pahit dari pada kakao mulia.
3. Jenis Trinitario, merupakan campuran atau hibrida dari jenis Criollo dan
Forastero secara alami, sehingga kakao ini sangat heterogen. Kakao jenis
Trinitario menghasilkan biji yang termasuk fine flavour cacao dan ada
yang termasuk bulk cacao. Jenis Trinitario antara lain hybride Djati
Runggo (DR) dan Uppertimazone Hybride (kakao lindak). Kakao ini
memiliki keunggulan pertumbuhannya cepat, berbuah setelah berumur 2
tahun, masa panen sepanjang tahun, tahan terhadap penyakit VSD
(Vascular streak dieback) serta aspek agronominya mudah.
2. Jenis Mutu
Berdasarkan SNI 2323:2008 tentang standar mutu biji kakao,biji kakao
digolongkan menjadi dua jenis yaitu jenis mulia (Fine cocoa/F) dan jenis lindak
(Bulk cocoa /B). Penggolongan biji kakao menurut ukuran berat bijinya, yang
dinyatakan dengan jumlah biji per 100g contoh, biji kakao digolongkan kedalam 5
golonganukuran dengan penandaan :
AA
: maksimum 85 biji per seratus gram
A
: 86 -100 biji perseratus gram
B
: 101 – 110 biji persertaus gram
C
:111- 120 biji perseratus gram
S
: lebih besardari 120 biji perseratus gram
Biji kakao yang kering berdasarkan persyaratan mutunya terbagi menajdi
3 kelas, yaitu mutu kelas I, mutu kelas II dan III, dengan ketentuan telah
memenuhi persyaratan umum dan khusus. Persyaratan tersebut telah tercantum
dalam SNI 2323:2008. Standar tersebut belum di terapkan secara baik di
Indonesia, sehingga citra biji kakao di Indonesia kurang baik seperti tidak di
fermentasi, biji kurang kering, ukuran biji tidak seragam, dan masih terdapat
kotoran. (Mulato, 20011).
Menurut Hatmi dan Rustijarno (2012) dalam pedoman yang dikeluarkan
oleh kementrian pertanian, pengolahan biji kakao dapat melalui beberapa tahap,
karena mutu kakao yang baik juga ditentukan oleh cara pemanenan dan
pengolahan yang baik dan benar. Adpaun proses pengolahan biji kakao ialah
sebagai berikut ;
1.
Panen
Panen adalah proses awal penentuan kualitas biji kakao kering. Buah kakao
yang belum siap panen akan memberikan rendemen dan kualitas biji yang rendah.
Kematangan buah kakao ditandai dengan adanya perubahan warna kulit kakao
mencapai dua pertiganya dan apabila buah kakao digoyangkan, maka akan
terdengar biji kakao terkoyak.
2.
Sortasi buah kakao
Sortasi buah kakao disebut juga sortasi basah atau sortasi kebun. Sortasi ini
dilakukan sebelum pemecahan buah dan pengambilan biji dari dalam buah.
Sortasi ini bertujuan untuk menseleksi atau memisahkan buah kakao menjadi dua
kelompok besar yaitu buah yang sehat dan masak optimal dengan yang tidak atau
kurang sehat dan belum masak optimal (seperti: diserang ulat buah, salah petik,
dimakan tupai, dsb).
3.
Pemeraman/penyimpanan buah kakao
Petani sering melakukan proses ini untuk menunggu terpenuhinya kapasitas
wadah fermentasi. Tetapi tidak diketahui oleh petani bahwa biji kakao yang
terdapat didalam buah terus mengalami proses hidup. Waktu penyimpanan yang
terlalu lama menyebabkan biji kakao berkecambah. Hal ini secara otomatis akan
menurunkan kualitas dan tidak terpenuhinya persyaratan SNI biji kakao. Lama
pemeraman disarankan dilakukan sesingkat mungkin dan harus segera dipecah.
Pemeraman buah kakao tidak dianjurkan dalam menghasilkan biji kakao sesuai
SNI. Apabila pemeraman buah kakao harus dilakukan karena hal yang sangat
penting, maka disarankan lama pemeraman dilakukan sesingkat mungkin dan
segera dipecah (maksimal hari ke-3 setelah panen). Pemeraman buah kakao
sebaiknya dilakukan dengan cara dihampar diatas lantai yang diberi alas.
4.
Pemecahan buah kakao
Pemecahan buah kakao bertujuan untuk mengambil biji dari dalam buah. Alat
pemecahan buah kakao disarankan menggunakan kayu atau bahan yang tidak
terbuat dari besi dan bersisi tumpul. Hal ini untuk menghindari luka pada biji
kakao yang menyebabkan kualitas biji kakao kering turun. Luka biji kakao yang
disebabkan oleh besi dan benda tajam mengakibatkan biji kakao segar berwarna
coklat hitam. Ini dikarenakan sifat besi sebagai katalisator apabila kontak dengan
senyawa polifenol pada biji kakao.
5.
Sortasi biji kakao basah
Proses seleksi atau pemilahan biji kakao sangat menentukan input sebelum
proses pemeraman atau fermentasi. Input yang baik akan memberikan hasil dan
kualitas yang baik dan persentase rendemen yang tinggi.
6.
Fermentasi biji kakao
Fermentasi biji kakao pada dasarnya bertujuan untuk menghancurkan pulp
dan sebagai bentuk usaha agar terjadi reaksi kimia dan biokimia didalam keping
biji. Penghancuran pulp ini memiliki peran agar keping biji kakao menjadi lebih
bersih dan cepat kering, sedangkan reaksi kimia dan biokimia ini mememiliki
peran membentuk prekursor senyawa aroma dan warna pada kakao. Selama
proses fermentasi mengakibatkan terjadinya beberapa perubahan pada biji kakao,
seperti: pulp terurai, terjadi fermentasi gula dalam lapisan pulp menjadi alkohol,
adanya kenaikan suhu, terjadi oksidasi oleh bakteri, terjadinya perubahan alkohol
menjadi asam asetat, menyebabkan kematian biji, kehilangan daya berkecambah,
terjadi difusi zat warna dari kantong sel, terjadi dektruksi zat warna antosianin,
terjadi pembentukan prekursor aroma dan warna.
Agar perubahan tersebut dapat berhasil optimal, maka pulp sebagai media
utama harus sesuai untuk pertumbuhan mikrobia. Pulp yang sesuai berasal dari
buah kakao yang sehat dan masak optimum, sehingga perbandingan kandungan
gula dan asam optimal untuk pertumbuhan yeast. Fermentasi secara tradisional
terbagi menjadi 3 kelompok, yaitu: 1) fermentasi dengan menggunakan
keranjang/tomblok, 2) fermentasi dengan penimbunan diatas permukaan tanah
yang dialasi daun pepaya, dan 3) fermentasi dengan menggunakan kotak kayu.
Penggunaan kota kayu sebagai wadah fermentasi memberikan kualitas biji kakao
yang lebih baik dari dua cara fermentasi tradisional lainnya.
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap proses fermentasi biji kakao, antara
lain lama fermentasi, keseragaman terhadap kecepatan pengadukan/ pembalikan,
aerasi, iklim, kemasakan buah, wadah dan kuantitas fermentasi. Fermentasi untuk
biji kakao jenis lindak membutuhkan waktu lebih lama, yaitu 5 hari, sedangkan
biji kakao mulia lebih pendek berkisar 3 hari. Fermentasi yang terlalu lama
meningkatkan kadar biji kakao berjamur dan berkecambah, sedangkan fermentasi
yang singkat menghasilkan kadar biji slaty (biji tidak terfermentasi) tinggi. Selain
lama fermentasi, wadah fermentasi juga ikut menentukan kualitas biji kakao yang
dihasilkan.
Wadah fermentasi yang baik terbuat dari kayu dengan kuantitas minimal 40
kg. Kurangnya kuantitas biji kakao yang difermentasi menyebabkan suhu
fermentasi tidak tercapai sehingga bukan fermentasi biji yang dihasilkan, tetapi
biji yang berjamur. Proses pembalikan pada saat fermentasi harus dilakukan
setelah 48 jam. Hal ini untuk diperolehnya keseragaman fermentasi biji kakao.
Biji kakao yang tidak dibalik saat difermentasi, maka biji kakao yang ditengah
dihasilkan panas optimum sehingga fermentasi maksimal, sedangkan yang diatas,
di bawah, dan samping akan berakibat sebaliknya.
7.
Perendaman dan Pencucian
Kegiatan perendaman bertujuan untuk menghentikan aktivitas fermentasi,
dapat mengurangi kadar asam asetat yang terdapat dalam biji dan menaikkan
persentase biji bulat. Perendaman sebaiknya dilakukan selama 2-3 jam, lebih dari
itu tidak memberikan perbedaan yang nyata. Sedangkan pencucian bertujuan
untuk menghilangkan sisa pulp yang masih menempel, sehingga meminimalisir
serangan jamur dan hama pada biji kakao kering selama penyimpanan dan
memperbaiki warna dan kenampakan biji kering menjadi lebih bersih. Kegiatan
perendaman dan pencucian kakao hasil fermentasi juga berpotensi memiliki
pengaruh kurang baik diantaranya berat masa biji kakao berkurang (4,5%), karena
beberapa senyawa dari keping biji keluar, persentase biji pecah menjadi lebih
besar, kulit biji menjadi lemah dan membutuhkan tenaga dan air lebih banyak.
Oleh karena itu, kegiatan ini baik dilakukan untuk hasil akhir yang lebih baik,
apabila harga biji kakao kering telah memadai dengan biaya proses produksinya.
8.
Pengeringan
Teknik pengeringan biji kakao ada 3, yaitu: 1) pengeringan dengan sinar
matahari, 2) menggunakan alat pengering dan 3) perpaduan keduanya.
Pengeringan yang biasa dilakukan oleh petani selama ini adalah menggunakan
sinar matahari. Pengeringan menggunakan sinar matahari memiliki sisi positif dan
negatif. Sisi positifnya, akan diperoleh warna biji kakao coklat kemerahan dan
tampak lebih cemerlang. Warna dan kenampakan yang demikian inilah yang
diharapkan dari biji kakao kering, sehingga pengeringan dibawah sinar matahari
lebih disarankan untuk biji kakao. Namun demikian, pengeringan sinar matahari
memiliki kendala disebabkan kondisi cuaca terutama saat hujan. Metode
pengeringan ini memerlukan waktu 5 hingga 7 hari untuk mencapai kadar air
dibawah 7,5%. Kadar air biji kakao kering yang lebih dari 7,5% tidak memenuhi
persyaratan SNI. Lama tidaknya proses pengeringan sangat tergantung pada
intensitas sinar matahari yang menyinari.
9.
Tempering, Sortasi dan Grading biji kakao kering
Sebelum dikemas, biji kakao yang telah kering dan mencapai kadar air yang
ditetapkan, maka biji kakao perlu didiamkan/dihampar (tempering) untuk
menetralkan suhu didalam biji dengan suhu ruangan selama semalam atau
menyesuaikan dengan kelembaban relatif udara sekitar. Kemudian dilakukan
seleksi dan pengkelasan biji kakao yang baik dengan yang kurang baik sesuai
dengan ukuran dan tampilan visualnya. Pengkelasan mutu biji kakao ini telah
diatur di dalam SNI biji kakao 2323-2008.
10. Pengemasan dan Penyimpanan
Pengemasan biji kakao sebaiknya dilakukan setelah biji dingin dengan
menggunakan plastik PP (Poly Prophylene) dengan tebal 0,8 mm atau dapat
menggunakan karung goni/bagor yang bersih. Kemasan ditutup rapat untuk
menjaga kontaminasi dari serangga dan kotoran serta untuk mempertahankan
kadar air biji kakao. Biji kakao yang telah difermentasi dan dikeringkan hingga
kadar air < 7,5%, biasanya mengalami penyimpanan selama 9 sampai 12 bulan di
wilayah tropik. Kerusakan biji kakao di wilayah tropis lebih disebabkan oleh
jamur dan serangga. Teknologi pengolahan biji kakao sesuai SNI biji kakao 012323-2008 dapat meningkatkan kualitas produk kakao sehingga memenuhi
tuntutan mutu sesuai permintaan pasar, dalam upaya meningkatkan nilai tambah,
daya saing dan ekspor komoditas pertanian bernilai ekonomis tinggi.
2.3 Cacat Pada Biji Kakao
Adapun jenis cacat pada biji kakao ialah sebagai berikut :
Serangga hidup : serangga pada stadia apapun yang ditemukan hidup pada partai
barang
Biji berbau asap abnormal atau berbau asing : biji yang berbau asap, atau bau
asing lainnya yang ditentukan dengan metode uji
Benda asing : benda lain yang berasal bukan dari tanaman kakao
Biji berjamur : biji kakao yang ditumbuhi jamur di bagian dalamnya dan apabila
dibelah dapat terlihat dengan mata.
Biji slaty (tidak terfermentasi) : pada kakao lindak, separuh atau lebih irisan
permukaan keping biji berwarna keabu-abuan atau biru keabu-abuan
bertekstur padat dan pejal. Pada kakao mulia warnanya putih kotor.
Biji berserangga : biji kakao yang di bagian dalamnya terdapat serangga pada
stadia apapun atau terdapat bagian-bagian tubuh serangga, atau yang
memperlihatkan kerusakan karena serangga yang dapat dilihat oleh mata.
Kotoran : benda-benda berupa plasenta, biji dempet (cluster), pecahan biji,
pecahan kulit, biji pipih, ranting dan benda lainnya yang berasal dari
tanaman kakao.
Biji dempet (cluster) : biji kakao yang melekat (dempet) tiga atau lebih yang
tidak dapat dipisahkan dengan satu tangan.
Pecahan biji : biji kakao yang berukuran kurang dari setengah (1/2) bagian biji
kakao yang utuh
Pecahan kulit : bagian kulit biji kakao tanpa keping biji
Biji pipih : biji kakao yang tidak mengandung keping biji atau keping bijinya
tidak bisa dibelah
Biji berkecambah : biji kakao yang kulitnya telah pecah atau berlubang karena
pertumbuhan lembaga.
2.4 Syarat Mutu Biji Kakao
Berdasarkan SNI 1-2323:2008 menurut jenis mutunya, biji kakao
digolongkan kedalam tiga jenis mutu, yaitu mutu I, mutu II, dan mutu III.
Menurut ukuran berat bijinya, yang dinyatakan dengan jumlah biji per 100 g
contoh, biji kakao digolongkan dalam 5 golongan ukuran dengan penandaan:
AA
: maksimum 85 biji per seratus gram
A
: 86 – 100 biji per seratus gram
B
: 101 – 110 biji per seratus gram
C
: 111 – 120 biji per seratus gram
S
: lebih besar dari 120 biji per seratus gram
Syarat umum biji kakao menurut SNI 2323:2008 dapat dilihat pada Tabel
1.
Tabel 1. Syarat umum biji kakao
No.
Jenis uji
1. Serangga hidup
2. Kadar air
3. Biji berbau asap dan atau hammy
dan atau berbau asing
4. Kadar benda asing
Satuan
% fraksi massa
-
Persyaratan
Tidak ada
Maks. 7,5
Tidak ada
-
Tidak ada
Sedangkan persyaratan khusus kakao biji menurut SNI 2323:2008 dapat
dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Syarat khusus kakao biji menurut SNI 2323:2008
Jenis mutu
Kakao Kakao
Mulia
Lindak
(Fine
(Bulk
Cocoa) Cocoa)
I–F
I–B
Kadar
biji
berjamur
(biji/biji)
Maks. 2
II – F
II – B
Maks. 4
III – F
III - B
Maks. 4
Persyaratan
Kadar
Kadar biji
Kadar
Kadar biji
biji slaty berserangga kotoran berkecamba
(biji/biji)
(biji/biji)
waste
h (biji/biji)
(biji/biji)
Maks. 3
Maks. 1
Maks.
Maks. 2
1,5
Maks. 8
Maks. 2
Maks.
Maks. 3
2,0
Maks.
Maks. 2
Maks.
Maks. 3
20
3,0
BAB 3. METODOLOGI
Dalam praktikum analisis biji kakao dilakukan dengan cara mengetahui
syarat mutu biji kakao, syarat khusus serta kotoran yang terdapat didalam biji
kakao. Adapun alat dan bahan serta metode yang dilakukan ialah sebagai berikut :
3.1
Alat & Bahan
3.1.1
Alat
1. Pisau
2. Telenan
3. Piring
4. Timbangan
5. Tissue
3.1.2
Bahan
1. Biji kakao
3.2
Skema Kerja dan Fungsi Perlakuan
3.2.1
Penentuan Kadar Biji cacat pada Kakao
300 g Biji Kakao
Pemotongan secara memanjang
Pengamatan berbagai jenis biji
cacat
Pemisahan sesuai jenis cacat
Perhitungan
Pada penentuan kadar biji cacat dilakukan beberapa cara, yaitu biji kakao
300 gram dipotong secara memanjang, pemotongan secara memanjang dilakukan
untuk memudahkan proses pengamatan biji cacat secara organoleptik. Kemudian
dilakukan pemisahan sesuai jenis cacat, yaitu biji berjamur, biji slaty, biji
berserangga dan biji berkecambah. Kemudian dilakukan perhitungan terhadap
setiap jenisnya.
3.2.2
Penentuan biji berbau asap
300 g Biji Kakao
terfermentasi
Pengamatan secara organoleptik
Perhitungan
Pengujian biji berbau asap ialah dengan menimbang kakao seberat 300
gram , kemudian dilakukan pengamatan secara organoleptik yaitu dengan cara
mencium biji kakao apakah ada aroma asap yang melekat atau tidak terhadap biji
kakao. Kemudian dilakukan perhitungan terhadap jenis biji berbau asap atau
berbau asing dari 300 gram sampel biji kakao.
3.2.3
Penentuan kadar kotoran
1000 g biji kakao
Pemisahan berbagai jenis kotoran
Penimbangan jenis kotoran
Perhitungan
Penentuan kadar kotoran untuk biji kakao di lakukan pengamtan dari biji
kakao sebrat 1000 gram. Kotoran yang terdpat pada biji kakao seperti plasenta,
biji dempet, pecahan biji, pecahan kulit, biji pipih, dan ranting. Pengamatan
dilakukan untuk setiap jenis kotoran, kemudian dipisahkan setiap jenis kotoran
tersebut, dan dilakukan penimbangan, lalu perhitungan kadar kotoran dipisahkan
berdasarkan jenisnya.
3.2.4
Penentuan jumlah biji per 100 gram
Biji Kakao
Penimbangan 100 g
Perhitungan jumlah biji
klasifikasi
Pengujian mutu biji kakao terhadap jumlah biji per 100 gram dengan cara
,menimbang sampel biji kakao seberat 100 gram, kemudian dilakukan
perhitungan jumlah biji, dan pengklasifikasian seperti penggolongan terhadap
mutu AA, A, B atau S.
BAB 6. PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dengan acara sortasi biji
kakao sesuai SNI 2323:2008 dapat disimpulkan bahwa :
1. Berdasarkan persyaratan umum tidak ditemukan adanya serangga
hidup dan kadar benda asing pada sampel biji kakao, namun biji
berbau asap ditemukan sebanyak 3 dan berbau asing sebanayak 2. Hal
ini menunjukkan bahwa sampel biji kakao tidak memenuhi SNI
2323:2008.
2. Pada biji kakao ditemukan biji berjamur sebanyak 1 dengan dengan
kadar persentase 0,3 % biji/biji dan biji slaty 32 dengan kadar
persentasae 10,7 % biji /biji, hal ini berarti Biji kakao memenuhi SNI
2323:2008 untuk klasifikasi persyaratan khusus mutu biji kakao
3. Pada pengujian kadar kotoran diketahui bahwa biji dempet memiliki
persentase yang paling besar yaitu 40,95. Sehingga dapat diketahui
jumlah persentase dari keseluruhan kotorayaitu 103,21%.
4. Biji kakao yang di uji menurut berat bijinya dalam 100 gram memiliki
jumlah biji sebanyak 92. Hal ini menunjukkan bahwa mutu biji kakao
yang diuji termasuk golongan A, karena pada golongan Mutu A biji
kakao dalam 100 gram berjumlah antara 86- 100 biji.
6.2 Saran
Untuk menghasilkan mutu biji kakao yang baik ialah dengan cara
melakukan pemanenan dan penyimpanan yang baik, serta dilakukan sortasi secara
teliti dan akurat.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Standarisasi Nasional. 2008. Standar Nasional Indonesia Biji Kakao.
Jakarta: BSN
Basri, Z. 2010. Mutu Biji Kakao Hasil Sambung Samping. Sulawesi Tengah:
Media Litbang Sulteng, III, 112-118.
Hatmi, R. U. dan Rustijarno, S. 2012. Teknologi Pengolahan Biji Kakao Menuju
SNI Biji Kakao 01-2323-2008. Yogyakarta: Kementerian Pertanian
IEK, Anita. 2009. Evaluasi Mutu Biji Kakao (Thebroma cacaoL) Kering di SP 5
Kampung Macuan Distrik Masni Kabupaten Manokwari. Papua:
Universitas Negeri Papua
Tiwow, A. dan Soemarno. 1989. Pengalaman PT Perkebunan XXIII (Persero)
dalam Mengelola Perkebunan Kakao. Kumpulan Makalah Seminar Sehari.
Bandar Kuala, Sumatera Utara, 18 Januari 1989. 20 hlm
Tien, R. Muchtadi. 2013. Prinsip proses & teknologi pangan. Bogor. Alfabeta
Download