Kerangka Konseptual Laporan Keuangan Syariah Nama: Ahmad Shofiy Mubarok NIM: 041711433073 1. Ringkasan Teori dan conceptual framework 1.1 Konsep dasar Laporan keuangan syariah Menurut baydoun dan Willett (1994 dan 2000) pengaruh Islam pada akuntansi lebih cenderung pada aspek pengungkapan akuntansi dan mengusulkan model Islam untuk Laporan Keuangan Perusahaan. Menurutnya sistem akuntansi barat dan budaya kapitalisme tidak konsisten dengan ajaran islam. Sebaliknya yang konsisten adalah pertumbuhan harus mengarah pada keadilan sosial dan keadilan distribusi kekayanan yang merata. Artinya ada prinsip akuntabilitas dalam akuntansi syariah yang berlaku pada pembuatan laporan keuangan syariah, prinsip-prinsip akuntabilitas nya yaitu pengungkapan penuh (full disclosure) dan akuntabilitas sosial. Studi yang dialkukan baydoun dan willet hanya terbatas pada bentuk dan isi laporan keuangan. Dimana bentuk laporan keuangan tersebut dipengaruhi oleh nilai dan budaya syariah. Mereka sampai pada sebuah bentuk laporan keuangan yang disebut dengan nama islmic corporate reports, yang menyajikan tiga elemen laporan keuangan, yaitu : (1) value added statement (2) cash flow statement (3) current value balance sheet ( sebagai tambahan pada historical cost balance sheet). Selanjutnya Baydoun dan Willet (1994,2000)mengusulkan bentuk laporan nilai tambah syariah setelah melakukan rekonstruksi melalui telaah filosofis-teoritis akuntansi syariah. Format Value Statedment yang diusulkan oleh Baydoun dan Willet (1994, 2000) adalah: Sumber: Laba Bersih Pendapatan lain Revaluasi Jumlah Distribusi: ZIS Pemerintah (pajak) Karyawan (gaji) Pemilik (deviden) Sub Total Distribusi Dana yang Diinvestasikan Kembali (laba ditahan dan cadangan) Total Nilai Tambah xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx Dalam perkembangan selanjutya, syariah value added statement dianggap lebih sesuai dengan aktivitas ekonomi islam yang adil dan beretika, serta sejalan dengan tujuan akuntabilitas dari akuntansi syariah, khususnya pendapatan dan beban yang harus ditanggung oleh publik. Pemikir akuntansi islam juga melakukan perubahan atas format value added statement dengan cara megeluarkann zakat yang awalnya dianggap bagian dari charity dan menyajikan secara khusus setelah Gross Value Added. Hal ini sesuai dengan makna zakat yang bukan hanya sekedar sumbangan tetapi juga memiliki nilai pembersihan serta merupakan hal yang wajib bagi muslim. Seperti yang diusulkan oleh Mulawarman et al (2006) adalah sebagai berikut Sumber: Laba Bersih Pendapatan lain Revaluasi Gross Value added Zakat: Tazkiyah kepada 8 asnaf Jumlah Distribusi: ZIS Pemerintah (pajak) Karyawan (gaji) Pemilik (deviden) Sub Total Distribusi Dana yang Diinvestasikan Kembali (laba ditahan dan cadangan) Total Nilai Tambah xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx Disamping model baydoun dan willet, juga ada model lain yang disampaikan mulawarman. Mulawarman menyajikan konsep laporan nilai tambah syariah. Sementara mulawarman mencoba memformulasikan bentuk laporan keuangan syariah secara lebih lengkap, dengan istilah trilogi laporan keuangan akuntansi syariah. Ketiga laporan tersebut meliputi: laporan arus kas syariah, laporan nilai tambah syariah, dan neraca syariah. Konsep yang diajukan mulawarman lebih maju dibandingkan dengan baydoun dan willet. Perbedaan yang dapat dilihat adalah bahwa mulawarman membuka ruang untuk informasi-informasi kualitatif non keuangan. Sementara model versi baydoun dan willet lebih berat pada informasi keuangan saja, tanpa memberikan ruang bagi laporan keuangan untuk menyajikan informasi di luar informasi keuangan. Pemikir lain, misalnya haniffa hudaib (2007) berpendapat bahwa terdapat banyak keterbatasan dalam pelaporan sosial konvensional, sehingga ia mengemukakan kerangka konseptual Islamic Social Reporting(ISR) yang berdasarkan ketentuan syariah. ISR tidak hanya membantu pengambilan keputusan bagi pihak muslim melainkan juga untuk membantu perusahaan dalam melakukan pemenuhan kewajiban terhadap Allah dan masyarakat. Tujuan ISR: sebagai bentuk akuntablitas kepada Allah SWT dan masyarakat, Meningkatkan transparansi kegiatan bisnis dengan menyajikan informasi yang relevan dengan memperhatikan kebutuhan spiritual investor muslim atau kepatuhan syariah dalam pengambilan keputusan. Dalam ISR harus dilakukan pengungkapan penuh Haniffa & Hudaib (2007) menyarankan bahwa pengungkapan penuh dalam laporan tahunan yang memuat informasi yang relevan dan dapat diandalkan akan membantu para pemangku kepentingan muslim untuk membuat kedua keputusan ekonomi dan agama, serta membantu manajemen dalam memenuhi akuntabilitas mereka kepada Allah SWT dan masyarakat. Haniffa & Hudaib (2007), merumuskan lima fitur informasi pengungkapan perbankan syariah berdasarkan nilainilai etika islam sekaligus sebagai pembeda identitas antara bank syariah dan bank konvensional. Yaitu nilai dan filososfi yang mendasari, penyediaan produk dan jasa yang bebas bunga, transaksi yang sesuai dengan syariah, fokus pada tujuan pembangunan dan sosial, dan kewajiban untuk direview oleh Dewan Pengawas Syariah. Menurut penemuan maali pada jurnal social reporting by islamic bank menunjukkan sangat jauhnya gap antara harapan dan kenyataan dalam hal pelaporan sosial beberapa perbankan Syariah besar di dunia. Mereka mencoba menerjemahkan harapan ke dalam bentuk ‘social disclosure benchmark’ yang disusun berdasrkan prinsip-prinsip Syariah. Dari analisis di beberapa perbankan Syariah di dunia, mereka menemukan bahwa terdapat adanya perilaku kebebasan dalam menyajikan informasi sosial dalam laporan tahunan karena para regulator tidak mengatur dan mewajibkan secara tegas agar masing-masing perbankan Syariah menyediakan informasi tanggung jawab sosial perbankan Syariah tersebut. Sehingga muncullah tingkat variasi yang tinggi dalam hal pelaporan sosial antara satu perbankan Syariah dengan lainnya. Sebagai contoh beberapa bank hanya melaporkan sebanyak 35% (dari standar yang disusun) informasi tanggung jawab sosialnya dalam laporan tahunan. Menurut standar akuntansi syariah , konsep dasar laporan keuangan syariah, Laporan keuangan syariah disusun berdasarkan prinsip accrual basis tetapi perhitungan bagi hasil menggunakan cash basis. Laporan laba rugi disusun berdasarkan prinsip bagi hasil net reveneu sharing (Bagi laba kotor) dan Pencatatan dan penyajian transaksi syariah didasarkan pada karakteristik akad akad yang digunakan. 1.2 Karakter Laporan Keuangan Syariah Karakter laporan keuangan keuangan syariah berangkat dari karakter yang dimiliki oleh akuntansi modern. Misalnya akuntansi modern memiliki karakter khas yang ada dalam dirinya, yaitu karakter egoistik, materialistik, dan kuantitatif, dalam perspektif syariah, tiga sifat tersebut tidak perlu dihilangkan, tetapi sebaiknya disatukan atau dipadukan interaksi yang dinamis dan harmonis dengan sifat yang lain. Misalnya, sifat egoistik dipadukan dengan alturistik, sifat materialistik dikawinkan dengan spiritualistik, dan sifat kuantitatif dengan sifat kualitatif. Dengan memadukan dua sifat yang berbeda itu, akuntansi akan memberikan informasi yang lebih powerful, lebih adil, dan lebih utuh dibandingkan bila hanya mengandung satu sisi sifat. 1. Egoistik-Alturistik Salah satu kelemahan mendasar akuntansi modern terletak pada sifatnya yang egoistik. Sifat ini terlihat pada laporan laba rugi dimana dalam laporan laba rugi puncak informasi yang disajikan adalah laba atau rugi. Informasi yang positif yang disukai oleh users atau khusus nya pemegang shama (stockholders) adalah informasi laba. Semakin besar informasi laba yang disajikan, maka semakin positif penilaian pemegang saham terhadap manajemen perusahaan. Jadi pada dasarnya dalam akuntansi modern laporan laba rugi ujung-ujungnya memberikan informasi pada stockholders bukan kepada “yang lain”. Disini terlihat jelas sifat egoistiknya, karena semata-mata ditujukan pada stockholders yang notabene adalah pemilik perusahaan. Sifat egoistik juga terlihat di neraca, khususnya di sisi ekuitas. Di dalam ekuitas ini biasanya disajikan informasi tentang saham yang beredar dan laba yang ditahan. Informasi tentang laba yang ditahan berasal dari laporan laba yang ditahan memberi informasi laba dari sejak perusahaan didirikan sampai dibuat laporan keuangan. Informasi yang disajikan dalam ekuitas ini jelas adalah informasi stockholders sekaligus juga informasi tentang kekayaan dab atau hak yang dimilikinya; bukan milik orang lain, tetapi milik dari stockholders. Sifat egoistik juga terlihat pada semua elemen lapora akuntansi modern, terutapa pada pengakuan private costs and benefit. Artinya, akuntansi modern hanya melaporkan biaya dan manfaat yang sifatnya privat. Contohnya pada laporan laba rugi hanya dilaporkan pendapatan dan beban yang sifatnya privat. Sedangkan pendapatan dan beban yang sifatnya publik sama sekali tidak disajikan. Oleh karena itu untuk menciptakan hidup yang lebih adil, maka akuntansi secara ideal tidak saja menyajikan private costs and benefits, tetapi juga public costs and benefit. Ini merupakan refleksi dari memadukan sifat efoistik dengan sifat alturistik. 2. materialistik-spiritualistik Dalam akuntansi modern, sifat materialistik terlihat jelas di laporan Keuangan, seluruh unsur laporan keuangan akuntansi modern hanya memberikan informasi tentang aktivitas perusahaan yang bersifat materi dan diukur dalam unit (uang) atau singkatnya menyajikan realitas materi. Laporan keuangan Akuntansi Syariah bertujuan untuk menyediakan informasi akuntansi, sedangkan wujud spiritualnya adalah untuk menyediakan media akuntabilitas. Dengan perpaduan ini, tujuan laporan keuangan Akuntansi Syariah menjadi lebih seimbang dan adil. 3. kuantitatif-kualitatif Sifat ketiga dari akuntansi modern adalah kuantitatif. Dengan sifatnya ini, akuntansi modern akhirnya hanya mengakui dan menyajikan informasi yang sifatnya kuantitatif saja. Sebaliknya, informasi kualitatif adalah informasi yang termarjinalkan. Informasi kuantitatif akan cenderung mengarahkan pengguna dari informasi ini untuk juga berpikir kuantitatif, dan selanjutnya mengambil keputusan ekonomi dengan perhitungan kualitatif saja. Padahal dalam kenyataannya bahwa realitas kehidupan ini tidak semata-maya bersifat kuantitatif, tetapi juga kualitatif. Tidak jarang keputusan-keputusan bisnis yang sukses berdasarkan pada pertimbangan kualitatif. Ini menunjukkan bahwa aspek kualitatif di dalam bisnis juga sangat penting dan bahkan tidak boleh diabaikan. Oleh karena itu, jika akuntansi melaporkan informasi yang sifatnya kuantitatif saja, maka informasi ini akan mengarahkan penggunanya untuk berpikir materi saja. Akibatnya, realitas kehidupan yang diciptakan oleh pengguna informasi kuantitatif adalah realitas materi. Dalam konteks akuntansi syariah, kedua jenis informasi ini sama sekali tidak diabaikan. Keduanya diakui sebagai informasi yang sangat penting yang dapat membantu pengguna dalam pengambilan keputusan bisnis. Berbeda dengan akuntansi syariah, akuntansi modern hanya menyajikan informasi kuantitatif dan mengabaikan informasi kualitatif. Ada dua alasan penting mengapa akuntansi syariah menyajikan dua jenis informasi ini. Pertama, pengguna informasi akuntansi syariah semuanya adalah orang yang masih hidup di dunia ini , untuk memenuhi kodratnya untuk hidup di dunia ini, manusia masih memrlukan informasi kuantitatif. Kedua, manusia tidak boleh lupa bahwa kehidupan yang sebenarnya adalah meninggalkan dunia “kematian” ini. Untuk itu manusia diingatkan tentang kehidupan yang abadi dengan cara menyajikan informasi kualitatif. 2. Analisis Kritis 2.1 konsep dasar laporan keuangan syariah Berdasarkan dinamika pemikiran konsep – konsep di atas , ada sebagian pemikir akuntansi Islam yang mengusulkan terobosan pemikiran yang agak berbeda. Neraca yang menggunakan Nilai saat ini (current value balance sheet), untuk mengatasi kelemahan dari historical cost yang kurang cocok dengan pola perhitungan zakat yang mengharuskan perhitungan kekayaan dengan nilai sekarang. Alasan lain, adalah dengan menggunakan nilai sekarang akan mempermudah pengguna laporan keuangan untuk mengambil keputusan karena nilai yang disajikan lebih relevan dibandingkan nilai historical cost. IFRS (International Financial Reporting Standard) juga telah merekomendasikan nilai saat ini (current value) untuk aset yang disajikan dalam laporan keuangan, dan negara-negara didunia sedang dalam proses untuk mengadopsi IFRS sebagai standar pelaporan dinegara masing-masing. Walaupun penggunaan current value lebih relevan, tetapi pihak yang kurang setuju atas penerapan tersebut menganggaap penggunaan current value lebih besar nuansa judgement khususnya untuk aset yang tidak memiliki pasar sekaligus akan ada tambahan biaya bagi perusahaan dalam rangka melakukan appraisal atas aset yang mereka miliki agar dapat disjikan dengan current value. Baydoun dan Willet mengembangkan sebuah teori tentang pelaporan keuangan lembaga yang beroperasi dengan prinsip Islami yang dinamakan Islamic Corporate Reportings (ICRs) dan menyarankan salah satunya Laporan nilai tambah sebagai tambahan laporan keuangan. Berbeda dengan laporan laba rugi, laporan nilai tambah syariah mengarah pada kepentingan lebih luas dalam bentuk distribusi pada seluruh stakeholder dan dengan laporan nilai tambah kemampuan lembaga keuangan syariah dalam menghasilkan profitabilitas dihitung dengan juga memperhatikan kontribusi pihak lain seperti karyawan, masyarakat, pemerintah dan lingkungan. Dengan adanya laporan nilai tambah syariah dapat memberikan informasi yang lebih jelas bagi pemakai laporan keuangan. Menurut Baydoun dan Willet, bentuk laporan keuangan perusahaan yang lebih cocok dengan akuntansi Islam adalah value added statement bukan laporan laba rugi konvensional. Menurut beliau value added statement cenderung kepada prinsip-prinsip pertanggungjawaban sosial. Dalam value added statement, informasi yang disajikan meliputi laba bersih yang diperoleh perusahaan sebagai nilai tambah yang kemudian didistribusikan secara adil kepada kelompok yang terlibat denganperusahaan dalam menghasilkan nilai tambah Diadopsinya laporan nilai tambah syariah dalam salah satu laporan keuangan syariah akan sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi syariah sebagaimana penelitian kualitatif yang dilakukan oleh Mulawarman tahun 2006. Laporan Nilai Tambah (value added statement) sebagai pengganti laporan laba atau sebagai laporan tambbah atas neraca dan laporan laba rugi. Usulan ini didasarkan atas pertimbangan bahwa unsur terpenting didalam akuntansi syariah bukanlah kinerja operasional (laba bersih), tetapi kinerja dari sisi pandang para stakeholders dan nilai sosial yang dapat didistribusikan secara adil kepada sekelompok yang terlibat dengan dengan perusahaan dalam menghasilkan nilai tambah. Menurut Mulawarman dalam Format Value Added Statement yang diusulkan Baydoun dan Willet masih menyisahkan masalah dalam subtansi zakat. Karena dalam zakat masih diletakan sebagai bagian dari elemen distribusional. zakat hanya di maknai sebagai bentuk distribusi materi pada yang berhak. Tidak terdapat makna yang spiritual mendalam kecuali sebagai kewajiban perusahaan. Shari’a Value Added Statement (SVAS) merupakan salah satu laporan keuangan dari Akuntansi syari’ah. SVAS menyajikan informasi tentang nilai tambah yang telah berhasil diciptakan oleh perusahaan melalui proses yang telah dilakukan. Nilai tambah yang dimaksudkan di sini bukan nilai tambah biasa, tetapi nilai tambah yang diproses melalui nilai-nilai syariah. Oleh karena itu nilai tambah ini dinamakan nilai tambah syari’ah. Dalam perkembangan selanjutnya, Syariah Value Added Statement dianggap sesuai dengan aktivitas ekonomi Islam yang adil dan beretika, serta sejalan dengan tujuan akuntabilitas dari akuntansi syariah, khususnya pendapatan dan beban yang harus ditanggung oleh publik. Pemikir akuntansi Islam juga melakukan perubahan atas format value added statement dengan cara mengeluarkan zakat yang awalnya dianggap bagian dari charity dan menyajikannya secara khusus setelah Gross Value Added. Menurut Iwan Triyuwono : "Laporan nilai tambah syariah merupakan laporan yang diharapkan menjadi laporan keuangan tambahan untuk LKS. Laporan ini memenuhi syarat laporan keuangan syariah yang bersifat "materi" adalah untuk pemberian informasi (akuntansi), dan yang bersifat "spirit'' adalah untuk akuntabilitas. Sementara Arim Nasim menyatakan bahrva : "Laporan nilai tambah syariah yang diusulkan oleh banyak pakar merupakan laporan laba rugi konvensional yang menambahkan zakat dan sifat distribusi sebagai ciri dari suatu laporan keuangan syariah. Laporan nilai tambah yang ada sekarang belum dapat mencerminkan proses mengklarifikasi kehalalan transaksi. Jika laporan nilai tambah syariah yang diusulkan oleh para pakar syariah itu dapat menggambarkan proses transaksi maka benarlah laporan itu memberikan nilai tambah yang sesuai syariah. Akuntabilitas suatu perusahaan berbeda dengan akuntabilitas suatu negara, maka mengenai permasalahan negara bukan lah kewajiban suatu perusahaan. Dari sudut pandang shari'ah enterprise theory, laporan nilai tambah syariah memiliki nilai keseimbangan vaitu; (1) menyeimbangkan nilai egoistik dengan nilai altruistik dengan (2) nilai materi dengan nilai spiritual. haniffa hudaib (2007) berpendapat bahwa terdapat banyak keterbatasan dalam pelaporan sosial konvensional, sehingga ia mengemukakan kerangka konseptual Islamic Social Reporting(ISR) yang berdasarkan ketentuan syariah. ISR tidak hanya membantu pengambilan keputusan bagi pihak muslim melainkan juga untuk membantu perusahaan dalam melakukan pemenuhan kewajiban terhadap Allah dan masyarakat. Tujuan ISR: sebagai bentuk akuntablitas kepada Allah SWT dan masyarakat, Meningkatkan transparansi kegiatan bisnis dengan menyajikan informasi yang relevan dengan memperhatikan kebutuhan spiritual investor muslim atau kepatuhan syariah dalam pengambilan keputusan. Dalam ISR harus dilakukan pengungkapan penuh Haniffa & Hudaib (2007) menyarankan bahwa pengungkapan penuh dalam laporan tahunan yang memuat informasi yang relevan dan dapat diandalkan akan membantu para pemangku kepentingan muslim untuk membuat kedua keputusan ekonomi dan agama, serta membantu manajemen dalam memenuhi akuntabilitas mereka kepada Allah SWT dan masyarakat. Haniffa & Hudaib (2007), merumuskan lima fitur informasi pengungkapan perbankan syariah berdasarkan nilai-nilai etika islam sekaligus sebagai pembeda identitas antara bank syariah dan bank konvensional. Yaitu nilai dan filososfi yang mendasari, penyediaan produk dan jasa yang bebas bunga, transaksi yang sesuai dengan syariah, fokus pada tujuan pembangunan dan sosial, dan kewajiban untuk direview oleh Dewan Pengawas Syariah. Menurut penemuan maali pada jurnal social reporting by islamic bank menunjukkan sangat jauhnya gap antara harapan dan kenyataan dalam hal pelaporan sosial beberapa perbankan Syariah besar di dunia. Mereka mencoba menerjemahkan harapan ke dalam bentuk ‘social disclosure benchmark’ yang disusun berdasrkan prinsip-prinsip Syariah. Jadi dalam pelaporan harus dilakukannya full disclosure untuk akuntabilitas sosial. Sebagai agama dan budaya, Islam menghadirkan kode etik absolut, Syariah, yang membebankan kewajiban sosial yang kuat pada individu dan organisasi Muslim. Organisasi Islam, seperti bank Islam, bertanggung jawab kepada Tuhan dan untuk komunitas tempat mereka beroperasi dan memiliki tugas pengungkapan yang jujur. Berdasarkan pada prinsip-prinsip ini, telah dikembangkan patokan untuk pengungkapan sosial oleh Bank syariah dan menyelidiki sejauh mana bank syariah menyediakan pengungkapan sosial saat ini. Bukti menunjukkan bahwa, dengan beberapa pengecualian, Bank syariah memiliki beberapa cara untuk memenuhi harapan masyarakat Islam masyarakat dengan cara membayar zakat dan penyaluran zakat. Menurut standar akuntansi keuangan syariah , konsep dasar laporan keuangan syariah, Laporan keuangan syariah disusun berdasarkan prinsip accrual basis tetapi perhitungan bagi hasil menggunakan cash basis. Laporan laba rugi disusun berdasarkan prinsip bagi hasil net reveneu sharing (Bagi laba kotor) dan Pencatatan dan penyajian transaksi syariah didasarkan pada karakteristik akad akad yang digunakan. 2.2 Karakter Laporan Keuangan Syariah laporan keuangan konvensional dan syariah memiliki karakter yang berbeda, jika dalam konvensional memiliki karakter khas yang ada dalam dirinya, yaitu karakter egoistik, materialistik, dan kuantitatif, pada islam laporan keuangan syariah tiga sifat tersebut tidak perlu dihilangkan, tetapi sebaliknya disatukan atau dipadukan dalam interaksi yang dinamis dan harmonis dengan sifat yang lain. Misalnya, sifat egoistik dipadukan dengan altruistik, sifat materialistik dikawinkan dengan spiritualistik, dan sifat kuantitatif dengan sifat kualitatif. Egoistik-altruistik Akuntansi modern memiliki sifat egoistik, sifat ini terlihat pada laporan laba-rugi di mana dalam laporan tersebut puncak informasi yang disajikan adalah laba (profit) tau rugi (loss). Para pemegang saham memiliki kepentingan besar terhadap return yang ingin diperoleh, jadi pada dasarnya laporan laba-rugi ditujukan memberikan informasi pada shareholder bukan pada yang lain. Jelas sifat egoistiknya, karena semata-mata ditujukan kepada shareholder yang notabene adalah pemilik perusahaan. Dalam neraca juga terdapat sifat egoistik, khususnya pada sisi ekuitas. Informasi yang disajikan dalam ekuitas adalah informasi tentang shareholders sekaligus juga informasi tentang kekayaan atau hak yang dimilikinya, bukan milik orang lain tetapi milik dari sharehoders. Sedangkan pendapatan dan beban yang sifatnya publik sama sekali tidak disajikan. Alasan mendasar mengapa public cost and benfits tidak dilaporkan dalam laporan keuangan pada dasarnya berpijak pada kesulitan identifikasi, pengukuran dan penilaian. Oleh karena itu, untuk menciptakan hidup yang berbahagia, maka akuntansi secara ideal tidak saja menyajikan private costs and benefits, tetapi juga public costs and benefits. Sehingga akan memiliki dampak yang cukup besar dalam bentuk laporan keuangan akuntansi syariah. Materialistik-spiritualistik Dalam akuntansi modern, sifat materialistik terlihat jelas di laporan Keuangan, seluruh unsur laporan keuangan akuntansi modern hanya memberikan informasi tentang aktivitas perusahaan yang bersifat materi dan diukur dalam unit (uang) atau singkatnya menyajikan realitas materi. Laporan keuangan Akuntansi Syariah bertujuan untuk menyediakan informasi akuntansi, sedangkan wujud spiritualnya adalah untuk menyediakan media akuntabilitas. Dengan perpaduan ini, tujuan laporan keuangan Akuntansi Syariah menjadi lebih seimbang dan adil. Kuantitatif-kualitatif Sifat ketiga dari akuntansi modern adalah kuantitatif. Dengan sifatnya ini, akuntansi modern akhirnya hanya mengakui dan menyajikan informasiyang sifatnya kuantitatif saja. Sebaliknya, informasi kualitatif adalah informasi yang termarjinalkan. Informasi kuantitatif akan cenderung mengarahkan pengguna dari informasi ini untuk juga berpikir kuantitatif, dan selanjutnya mengambil keputusan ekonomi dengan perhitungan kualitatif saja. Padahal tidak jarang keputusan-keputusan bisnis yang sukses berdasarkan pada pertimbangan kualitatif. Ini menunjukkan bahwa aspek kualitatif di dalam bisnis juga sangat penting dan bahkan tidak boleh diabaikan. Dengan orientasi memaksimalkan profit untuk kepentingan pemegang saham atau manajemen maka perusahaan akan melakukan eksploitasi terhadap orang lain dan lingkungan alam sehingga mereka mengabaikan proses rehabililitasi untuk menjaga kelestarian lingkungan tersebut karena dipandang akan mengeluarkan banyak biaya sehingga dapat memperkecil laba (profit). Akuntansi menjadi kehilangan makna dan realitasnya, oleh karena itu supaya lebih utuh maka akuntansi juga harus memiliki sifat altruistik yang menjadikan perilaku individu maupun perusahaan menjadi lebih berbagi dengan orang lain maupun lingkungan sekitar. Konservasi alam dilakukan, masyarakat sekitar diperhatikan kesejahteraannya maupun tindakan sosial lainnya. Menurut baydoun dan willet (2002) karakter yang membedakan antara laporan keuangan konvensional dan islam dijelaskan pada tabel dibawah ini Baydoun dan Willett (2000) percaya bahwa dasar untuk akuntansi konvensional berasal dari nilai-nilai ekonomi rasionalisme di mana kesuksesan ditentukan oleh jumlah laba. Sebaliknya, pada akuntansi islam berkonsentrasi pada Persatuan Tuhan di mana masyarakat dan lingkungan adalah fokus utama daripada akuntabilitas pribadi. Karena perbedaan, itu karena itu alami untuk menemukan perbedaan dalam kriteria kedua sistem akuntansi. Kesimpulan Baydoun dan Willet mengembangkan sebuah teori tentang pelaporan keuangan lembaga yang beroperasi dengan prinsip Islami yang dinamakan Islamic Corporate Reportings (ICRs) dan menyarankan salah satunya Laporan nilai tambah sebagai tambahan laporan keuangan. Berbeda dengan laporan laba rugi, laporan nilai tambah syariah mengarah pada kepentingan lebih luas dalam bentuk distribusi pada seluruh stakeholder dan dengan laporan nilai tambah kemampuan lembaga keuangan syariah dalam menghasilkan profitabilitas dihitung dengan juga memperhatikan kontribusi pihak lain seperti karyawan, masyarakat, pemerintah dan lingkungan. Dengan adanya laporan nilai tambah syariah dapat memberikan informasi yang lebih jelas bagi pemakai laporan. Menurut Mulawarman dalam Format Value Added Statement yang diusulkan Baydoun dan Willet masih menyisahkan masalah dalam subtansi zakat. Karena dalam zakat masih diletakan sebagai bagian dari elemen distribusional. zakat hanya di maknai sebagai bentuk distribusi materi pada yang berhak. Tidak terdapat makna yang spiritual mendalam kecuali sebagai kewajiban perusahaan. Maka dari itu muncullah Shari’a Value Added Statement (SVAS) yang menyajikan informasi tentang nilai tambah yang telah berhasil diciptakan oleh perusahaan melalui proses yang telah dilakukan Dalam perkembangan selanjutnya, Syariah Value Added Statement dianggap sesuai dengan aktivitas ekonomi Islam yang adil dan beretika, serta sejalan dengan tujuan akuntabilitas dari akuntansi syariah, khususnya pendapatan dan beban yang harus ditanggung oleh publik. Pemikir akuntansi Islam juga melakukan perubahan atas format value added statement dengan cara mengeluarkan zakat yang awalnya dianggap bagian dari charity dan menyajikannya secara khusus setelah Gross Value Added. Haniffa & Hudaib (2007) berpendapat bahwa terdapat banyak keterbatasan dalam pelaporan sosial konvensional, sehingga ia mengemukakan kerangka konseptual Islamic Social Reporting(ISR) yang berdasarkan ketentuan syariah. ISR tidak hanya membantu pengambilan keputusan bagi pihak muslim melainkan juga untuk membantu perusahaan dalam melakukan pemenuhan kewajiban terhadap Allah dan masyarakat. Tujuan ISR: sebagai bentuk akuntablitas kepada Allah SWT dan masyarakat, Meningkatkan transparansi kegiatan bisnis dengan menyajikan informasi yang relevan dengan memperhatikan kebutuhan spiritual investor muslim atau kepatuhan syariah dalam pengambilan keputusan. Dalam ISR harus dilakukan pengungkapan penuh Haniffa & Hudaib (2007) menyarankan bahwa pengungkapan penuh dalam laporan tahunan yang memuat informasi yang relevan dan dapat diandalkan akan membantu para pemangku kepentingan muslim untuk membuat kedua keputusan ekonomi dan agama. Menurut maali dalam pelaporan harus dilakukannya full disclosure untuk akuntabilitas sosial. Sebagai agama dan budaya, Islam menghadirkan kode etik absolut, Syariah, yang membebankan kewajiban sosial yang kuat pada individu dan organisasi Muslim. Organisasi Islam, seperti bank Islam, bertanggung jawab kepada Tuhan dan untuk komunitas tempat mereka beroperasi dan memiliki tugas pengungkapan yang jujur. Berdasarkan pada prinsip-prinsip ini, telah dikembangkan patokan untuk pengungkapan sosial oleh Bank syariah dan menyelidiki sejauh mana bank syariah menyediakan pengungkapan sosial saat ini. Bukti menunjukkan bahwa, dengan beberapa pengecualian, Bank syariah memiliki beberapa cara untuk memenuhi harapan masyarakat Islam masyarakat dengan cara membayar zakat dan penyaluran zakat. Menurut standar akuntansi keuangan syariah , konsep dasar laporan keuangan syariah, Laporan keuangan syariah disusun berdasarkan prinsip accrual basis tetapi perhitungan bagi hasil menggunakan cash basis. Laporan laba rugi disusun berdasarkan prinsip bagi hasil net reveneu sharing (Bagi laba kotor) dan Pencatatan dan penyajian transaksi syariah didasarkan pada karakteristik akad akad yang digunakan. Perbedaan karakter Laporan keuangan konvensional dan laporan keuangan syariah dapat dilihat dari 3 sifat berikut: 1. Egoistik-altruistik Akuntansi modern memiliki sifat egoistik, sifat ini terlihat pada laporan laba-rugi di mana dalam laporan tersebut puncak informasi yang disajikan adalah laba (profit) tau rugi (loss) yang ditujukan memberikan informasi pada shareholder bukan pada yang lain. Jelas sifat egoistiknya, karena semata-mata ditujukan kepada shareholder yang notabene adalah pemilik perusahaan. Dalam neraca juga terdapat sifat egoistik, khususnya pada sisi ekuitas. Informasi yang disajikan dalam ekuitas adalah informasi tentang shareholders sekaligus juga informasi tentang kekayaan atau hak yang dimilikinya, bukan milik orang lain tetapi milik dari sharehoders. Sedangkan pendapatan dan beban yang sifatnya publik sama sekali tidak disajikan. Oleh karena itu, untuk menciptakan hidup yang berbahagia, maka akuntansi secara ideal tidak saja menyajikan private costs and benefits, tetapi juga public costs and benefits. Ini merupakan refleksi dari memadukan sifat efoistik dengan sifat alturistik. Sehingga akan memiliki dampak yang cukup besar dalam bentuk laporan keuangan akuntansi syariah. 2. Materialistik-spiritualistik Dalam akuntansi modern, sifat materialistik terlihat jelas di laporan Keuangan, seluruh unsur laporan keuangan akuntansi modern hanya memberikan informasi tentang aktivitas perusahaan yang bersifat materi dan diukur dalam unit (uang) atau singkatnya menyajikan realitas materi. Laporan keuangan Akuntansi Syariah bertujuan untuk menyediakan informasi akuntansi, sedangkan wujud spiritualnya adalah untuk menyediakan media akuntabilitas. Dengan perpaduan ini, tujuan laporan keuangan Akuntansi Syariah menjadi lebih seimbang dan adil. 3. Kuantitatif-kualitatif Sifat ketiga dari akuntansi modern adalah kuantitatif. Dengan sifatnya ini, akuntansi modern akhirnya hanya mengakui dan menyajikan informasi yang sifatnya kuantitatif saja. Sebaliknya, informasi kualitatif adalah informasi yang termarjinalkan. Informasi kuantitatif akan cenderung mengarahkan pengguna dari informasi ini untuk juga berpikir kuantitatif, dan selanjutnya mengambil keputusan ekonomi dengan perhitungan kualitatif saja. Padahal tidak jarang keputusan-keputusan bisnis yang sukses berdasarkan pada pertimbangan kualitatif. Ini menunjukkan bahwa aspek kualitatif di dalam bisnis juga sangat penting dan bahkan tidak boleh diabaikan.