NAMA : Ficky Fadhilah NPM : 170310190025 KELOMPOK : 31 GLOBALISASI DAN PERGESERAN MAKNANYA. 1. PENDAHULUAN Globalisasi adalah kecenderungan umum terintegrasinya kehidupan masyarakat domestik ke dalam komunitas global di berbagai bidang. Betul adanya bahwa−di era Revolusi Industri 4.0 yang begitu lekat dengan perkembangan besarbesaran dalam teknologi ini−masyarakat domestik kemudian menjadi lebih akrab dengan dunia internasional, dunia yang global. Globalisasi berarti menjadi global, tanpa batas. Tanpa batas yang seperti apa? Tanpa batas berarti tidak ada lagi hambatan untuk mobilisasi manusia, baik manusia itu sendiri ataupun aspek kehidupannya−budaya, pemerintahan sampai mobilisasi verbal atau komunikasi. Lebih dari itu, globalisasi memiliki begitu banyak dampak yang sebenarnya positif, hanya tinggal bagaimana, secara makro, masyarakat luas menanggapinya. Serta bagaimana, secara mikro, pribadi sendiri sebagai sivitas menanggapinya. Pun juga memiliki dampak yang negatif, yang bagaimana menanggulanginya baik secara makro atau mikro, tergantung pada diri sendiri. 2. ISI Era globalisasi yang dianggap tanpa batas ini memunculkan banyak persepsi yang negatif. Padahal kenyataannya, batas yang kemudian habis terkikis ini dapat membawa sesuatu yang sifatnya positif jikalau memang betul-betul dikembangkan hal positifnya. Misalnya dari aspek budaya, mengenai bagaimana masyarakat lebih banyak menyerap budaya negatif dapat merubah globalisasi terdengar seperti sesuatu yang buruk, yang tidak Indonesia. Persepsi mengenai globalisasi yang merancu dengan sifat westernisasi atau xenosentrisme semacam itu tidak hanya salah, tetapi berbahaya. Mengapa? Persepsi tersebut memunculkan sifat menolak yang begitu kerasan. Sementara, sifat globalisasi sendiri adalah mutlak terjadi, menghindari dan menjadi manusia yang tinggal di dalam tempurung bukanlah tindakan yang tepat. Tidak menerima sama sekali budaya yang mungkin baik dan dapat diadaptasi untuk perubahan dapat menjadikan kita tertinggal di belakang. Agar tidak terbawa persepsi seperti itu, perlu dimengerti kiranya bahwa tentu saja, seperti budaya secara umum dan universal, budaya luar juga memiliki kebiasaan yang positif. Sayangnya, tidak diadaptasinya budaya yang baik ini secara luas oleh masyarakat Indonesia−misalnya kebiasaan mereka untuk tepat waktu, atau kecintaan mereka kepada pendidikan dan ilmu pengetahuan−kemudian menjadikan makna globalisasi bergeser ke arah yang buruk. Tak bisa dipungkiri bahwa banyak budaya luar yang, jika dilihat dari kacamata budaya Indonesia, tampak tidak sesuai dan kurang baik untuk diadaptasi. Jikalau begitu, mudahnya, mengapa tidak memilah budaya yang masuk, kemudian mengadaptasi yang baik dan menjauhi yang buruk? Jauh lebih baik daripada terus menjadikan globalisasi, yang sifatnya begitu mutlak, sebagai kambing hitam atas segala aplikasi budaya yang buruk di masyarakat. Memang, memilah budaya terdengar mudah saja dituliskan, perubahan adapatasi lewat pilah-memilah secara makro memang membutuhkan waktu lama, tetapi pilah-memilah secara mikro, yang datang awalnya dari diri sendiri, tentu saja bukan sesuatu yang sulit. Memulai dari diri sendiri, mengimplementasi gaya hidup dari luar yang bersifat membangun tanpa perlu mengimplementasi budaya luar yang kurang pas, serta tanpa perlu menghilangkan akar budaya tanah sendiri. Bahkan, agar tidak bias pula, dapat dituliskan bahwa beberapa budaya bangsa kita pun tentu punya kekurangan. Lebih baik lagi untuk mengganti budaya kita yang kurang pas, misalnya tidak tepat waktu, dengan budaya luar yang gemar tepat waktu. Bukankah kemudian, globalisasi yang tak terhindarkan dan menjadi momok ini dapatlah berubah menjadi suatu hal yang membawa banyak perkembangan? 3. KESIMPULAN DAN SOLUSI Jadi, globalisasi adalah dimana dunia menjadi tanpa batas. Bukan secara harfiah menjadikan manusia tanpa batas, tetapi tanpa batas yang berarti menghilangkan hambatan yang ada. Globalisasi tidaklah sama dengan westernisasi dan menjadi kebarat-baratan. Tetapi, lewat globalisasi kita dapat belajar mengadaptasi budaya baik dari luar yang mungkin dapat menggantikan kedudukan budaya kita yang kurang pas. Lantas, sebagai sivitas sendiri, solusi apa yang dapat ditawarkan? Solusi rasional yang dapat dicanangkan, secara mikro, dari diri sendiri perlu kiranya kita mulai memilah budaya yang masuk dan budaya yang sudah ada. Mana budaya yang dapat menjadikan kita manusia yang lebih berkualitas kedepannya, mana yang harus ditinggalkan. Cermat menggunakan tekonologi agar tidak terjerumus ke budaya yang negatif juga perlu, mengingat berbagai hal begitu tidak terbatasnya disebarkan melalui teknologi. Menjadi anak bangsa yang pintar memilah dapat menjadikan kita manusia yang global, yang juga paham mengenai perbedaan yang ditawarkan tiap budaya baik dari luar maupun lokal. DAFTAR PUSTAKA 1. Arfani, Riza N. 2004. Globalisasi, Karakteristik dan Implikasinya.