Ahmad Safiq Fadllillah (1507016040) / Psikologi (2015) BAB I Pengertian dan Sumber Tasawuf dalam Islam Pengertian Menurut Ibn al-Qayyim dalam Madarij al-Salikin dengan: “Para pembahas ilmu ini telah sependapat, bahwa tasawuf adalah moral.” Sementara al-Kattani berkata: “Tasawuf adalah moral. Barang siapa yang diantaramu semakin bermoral, tentu, jiwanya pun semakin bening.” Apabila al-Qur’an kita kaji secara mendalam, maka di dalamnya pun kita dapatkan berbagai bentuk hukum syar’i, yang secara global dapat kita bagi menjadi tiga bagian utama; bagian yang berkaitan dengan ‘aqidah (keimanan kepada Allah), bagian yang berkaitan dengan masalah-masalah cabang furu’ (ibadah dan mu’amalah), dan bagian yang berkaitan dengan akhlaq (moral). Sumber Tasawuf Menurut R. A. Nicholson dalam karyanya, The Mystics of Islam: a. Berasal dari Persia c. Ditimba dari sumber India b. Berasal dari sumber Kristen d. Berasal dari sumber Yunani Tasawuf pada awal pembentukan disiplinnya adalah moral keagamaan. Jelas sumber pertamanya adalah ajaran-ajaran Islam, sebab tasawuf ditimba dari al-Qur’an dan as-Sunnah. Dari al-Qur’an dan as-Sunnah itulah para sufi mendasarkan pendapat-pendapat mereka tentang moral dan tingkah laku. Juga latihan-latihan rohaniah mereka, yang mereka susun demi terealisasinya tujuan-tujuan kehidupan mistis. BAB II Gerakan Zuhd (Asketisisme) Pada Abad Pertama dan Kedua Hijriyah Pengertian Zuhd (Asketisisme) adalah fase yang mendahhului tasawuf. Dalam Islam asketisisme adalah hikmah pemahaman yang membuat para penganutnya mempunyai pandangan khusus terhadap kehidupan duniawi, di mana mereka tetap bekerja dan berusaha, namun kehidupan duniawi itu tidak menguasai kecenderungan kalbu mereka, serta tidak membuat mereka mengingkari Tuhannya. Faktor-faktor yang membuat asketisisme berkembang dalam Islam menurut beberapa ahli: a. R. A. Nicholson, menganggap asketisisme dalam Isla berkembang secara Islam, sekalipun memang agak terkena dampak Nasrani. b. Ignaz Goldziher, berpendapat bahwa tasawuf mempunyai dua aliran, yaitu: 1. Asketisisme yang mendekati semangat Islam serta Ahlus Sunnah, sekalipun terkena dampak asketisisme Masehi. 2. Tasawuf yang terkena dampak Neo Platonisme dan ajaran-ajaran Budha ataupun Hindhu. c. Abu al-‘Ala ‘Afifi, ada empat faktor yang mengembanngkan asketisisme dalam Islam, yaitu: 1. Ajaran Islam itu sendiri. 2. Revolusi rohaniah kaum Muslimin terhadap sistem sosio-politik. 3. Dampak asketisisme Masehi. 4. Penentangan terhadap fiqh dan kalam. Aliran-aliran Asketisisme a. Aliran Madinah Sejak masa Madinah, telah muncul para asketis. Mereka kuat berpegang teguh kepada al-Qur’an dan as-Sunnah, dan mereka menetapkan Rasulullah saw sebagai panutan kezuhudannya. Tokoh mereka diantaranya, Abu ‘Ubaidah al-Jarrah (18 H), Abu Dzar al-Ghiffari (22 H), Salman al-Farisi (32 H), Sa’id ibn al-Musayyad (91 H), dan Salim ibn ‘Abdullah (106 H). b. Aliran Bashrah Menurut Massignon, orang-orang Arab yanng tinggal di Bashrah berasal dari Bani Tamim. Mereka terkenal dengan sikapnya yang kritis, dan tidak percaya pada hal yang riil. Mereka terkenal menyukai hal logis dalam nahwu, hal nyata dalam puisi, dan kritis dalam hal hadits. Mereka adalah penganut alliran Ahlus Sunnah, tapi cenderung pada alliran-aliran Mu’tazillah dan Qodariyyah. Tokoh mereka diantaranya, al-Hasan al-Bashri (110 H), Malik ibn Dinar (131 H), Fadhl al-Raqqasyi, Rabbah ibn ‘Amru alQisyi (195 H), Shallih al-Murri atau ‘Abdul-Wahid ibn Zaid (177 H). c. Aliran Kufah Menurut Massignon, aliran ini berasal dari Yaman. Aliran ini bercorak idealistis, menyukai hal aneh dalam nahwu, hal imagi dalam puisi, dan harfiah dalam hadits. Dalam aqidah mereka cenderung pada aliran Syi’ah dan Raja’iyyah. Tokoh mereka diantaranya, ar-Rabi’ ibn Khatsim (67 H), Sa’id ibn Jubair (95 H), Thawus ibn Kisan (106 H), Sufyan al-Tsauri (161 H), Sufyan ibn ‘Uyainah (198 H), dan Abduk (210 H). d. Aliran Mesir Pada abad pertama dan kedua Hijriyah terdapat suatu aliran asketisisme lain, yang dilupakan para orientalis.aliran yang berrcorak shalafi ini adalah aliran Mesir. Sejak penaklukan Islam terhadap Mesir sejumlah sahabat telah memasuki kawasan itu. Tokoh mereka diantaranya, Salim ibn ‘Atar al-Tajibi (75 H), ‘Abdurrahman ibn Hujairah (83 H), Nafi’ (117 H), al-Laits ibn Sa’ad (175 H), Hayah ibn Syuraih (158 H), dan Abu ‘Abdullah ibn Wahhab ibn Muslim al-Mishri (197 H). Karakteristik Asketisisme Islam Pada Abad Pertama dan Kedua Hijriyiah 1. Asketisisme ini berdasarkan ide menjauhi hal duniawi, demi meraih pahala akhirat, dan memellihara diri dari azab neraka. Ide ini berakar dari ajaran al-Qur’an dan asSunnah, dan terkena dampak berbagai kondisi sosio-politik yang berkembang dalam masyarakat Islam ketika itu. 2. Asketisisme ini bercorak praktis, dan para pendirinya tidak menaruh perhatian buat menyusun prinsip-prinsip teoritis atas asketisismenya. 3. Motivasi asketisisme ini adalah rasa takut yang muncul dari landasan amal keagamaan secara sungguh-sungguh. Kemudian Rabi’ah al-Adawiyyah muncul dengan motivasi cinta kepada Allah yang bebas terhadap rasa takut terhadap azabNya maupun rasa harap terhadap pahalaNya. 4. Asketisisme sebagian asketis yang terakhir, hal ini ditandai dengan kedalaman membuat analisa. BAB III Tasawuf Pada Abad Ketiga sampai Kelima Hijriyah Aliran Tasawuf Menurut telaah para pengkaji tasawuf abad ketiga dan keempat Hijriyah, tasawuf pada masa itu adalah sebagi jalan mengenal Allah (ma’rifat) setelah tadinya hanya sebagai jalan beribadah. Ketika itu terdapat dua aliran tasawuf. Pertama, aliran para sufi yang pendapatnya moderat (al-Qur’an dan as-Sunnah) yang tasawufnya didominasi ciri-ciri moral. Kedua, aliran para sufi yang terpesona keadaan-keadaan fana, yang tasawufnya berkecerendungan pada metafisis. Karakteristik tasawuf pad abad ini: a. Ma’rifat d. Ketentraman b. Moral dan Jalan Menuju Allah e. Pemakaian Simbol-simbol dalam c. Fana Ungkapan Tasawuf pada abad kelima cenderung mengadakan pembaharuan, yakni dengan mengembalikannya ke landasan al-Qur’an dan as-Sunnah. Adapun tokoh pada zaman ini sebagai berikut: 1. Al-Qusyairi Nama lengkapnya adalah ‘Abdul Karim ibn Hawazin, lahir tahun 376 H di Istiwa, kawasan Nishapur. Di sini dia bertemu gurunya Abu ‘Ali al-Daqqaq, dan dari gurunya itulah ia menempuh jalan tasawuf. Al-Qusyairi pun mengecam keras para sufi pada masanya, karena kegemaran mereka mempergunakan pakaian orang miskin, sementara tindakan mereka pada saat yang sama bertentangan dengan mode pakaian mereka. 2. Al-Harawi Nama lengkapnya adalah Abu Isma’il ‘Abdullah ibn Muhammad al-Anshari, lahir tahun 396 H di Herat, kawasan Khurasan. Ia merupakan seorang penyusun teori kefanaan dalam kesatuan. 3. Al-Ghazali Nama lengkapnya adalah Abu Hamid Muhammad ibn Muhammad ibn Ahmad, lahir tahun 450 H di Thus, kawasan Khurasan. Ia adalah seorang pemikir yanng produktif dalam berkarya serta berwawasan luas, karena Ia belajar pada banyak guru dan mendalami banyak cabang ilmu dan juga filsafat. Setelah mengkaji tasawuf Ia pun sepenuhnya mengarahkan dirinya menempuh jalan para sufi. BAB V Tasawuf Filosofis dan Nama Tarikat Pengertian Tasawuf filosofis adalah tasawuf yang ajaran-ajarannya memadukan antara visi mistis dan visi rasional pengasasnya. Tasawuf ini mulai muncul dengan jelas dalam khasanah Islam sejak abad keenam Hijriyah. Ibnu Khaldun menyimpulkan ada empat obyek perhatian para sufi filosof, yaitu: 1. Latihan rohaniah dengan rasa, intuisi, serta instropeksi diri yang timbul darinya. 2. Ilminasi ataupun hakikat yang tersingkap dari alam ghaib. 3. Peristiwa dalam alam maupun kosmos yang berpengaruh terhadap berbagai bentuk kekeramatan dan keluarbiasaan. 4. Pencptaan ungakapan yang pengertiannya sepintas samar-samar. Tarikat yang Paling Menonjol Nama tarikat di dunia Islam begitu bermacam, berselaras denngan perbedaan namanama pendirinya. Dalam kenyataannya tarikat-tarikat tersebut mengarah pada tujuan yanng sama, sementara perbedaannya, baik masa lalu ataupun masa sekarang hanyalah dalam aturan-aturan praktisnya semata. Berikut adalah tarikat paling menonjol pada abad keenam dam ketujuh Hijriyah: a. Tarikat al-Qadiriyyah yang didirikan oleh Syeikh ‘Abdul Qadir Jailani. b. Tarikat al-Rifa’iyyah yang didirikan oleh Syeikh Ahmad al-Rifa’i. c. Tarikat al-Suhrawardiyyah yanng didirikan oleh Abu al-Najib al-Suhrawardi dan Syihabuddin Abu Hash ‘Umar al-Suhrawardi al-Baghdadi. d. Tarikat al-Syadziliyyah yang didirikan oleh Abu al-Hasan al-Syadzili. e. Tarikat al-Ahmadiyyah yang didirikan oleh Syayyid Ahmad al-Badawi. f. Tarikat al-Birhamiyyah yang didirikan oleh Syeikh Ibrahim al-Dasuqi al-Qursyi. g. Tarikat al-Kubrawiyyah yang didirikan oleh Najmuddin Kubra. h. Tarikat al-Naqsyabandiyyah yanng didirikan oleh Bahaq Naqsyaband al-Bukhari. i. Tarikat al-Khalawatiyyah dari Persia. j. Tarikat Bektasyiyyah yang didirikan oleh Haji Bektasyi. k. Tarikat al-Maulawiyyah yang didirikan oleh jalaluddin al-Rumi.