Uploaded by User18037

PPT Asuransi Syariah

advertisement
ASURANSI SYARIAH
KELOMPOK 5 OLEH :
• ABRAHAM YUSUF
• ADRIAN RIZKI
• A N D I Y U S U F L A PA R E N G R E N G I
1. PENGERTIAN ASURANSI
SECARA UMUM
Istilah asuransi dalam perkembangannya di Indonesia
berasal dari kata Belanda assurantie yang kemudian
menjadi “asuransi” dalam bahasa Indonesia. Namun
istilah assurantie bukanlah berasal dari bahasa
Belanda, tetapi berasal dari bahasa Latin, yaitu
assecure yang berarti “meyakinkan orang”. Sedangkan
assurance berarti menanggung sesuatu yang akan
terjadi
Asuransi dalam UU No. 2 Tahun 1992 tentang usaha
perasuransian adalah perjanjian antara dua pihak atau
lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan
diri kepada tertanggung dengan menerima premi
asuransi, untuk memberikan penggantian kepada
tettanggung karena kerugian , kerusakan, atau
kehilangan keuntungan yang diharapkan atau
tanggung jawab hukum pihak ketiga yang mungkin
akan diderita penanggung.
2. PENGERTIAN ASURANSI
SYARIAH
Menurut Dewan Syariah Nasional pada tahun 2001
telah mengeluarkan fatwa tentang asuransi syariah.
Dalam fatwa DSN/No.21/ DSN/MUI/X/21, disebutkan
bahwa asuransi syariah adalah usaha saling melindungi
dan tolong-menolong diantara sejumlah orang atau pihak
melalui investasi dalam bentuk aset dan atau tabarru yang
memberikan pola pengembalian untuk menghadapi resiko
tertentu melalui akad perikatan yang sesuai dengan
syariah
4. SEJARAH ANSURANSI SYARIAH
Sejarah terbentuknya Auransi Syariah dimulai
sejak tahun 1979 ketika sebuah perusahaan asuransi
di Sudan, yaitu Sudanese Islamic Insurance pertama
kali memperkenalkan asuransi syariah. Kemudian
pada tahun yang sama sebuah perusahaan asuransi
jiwa di Uni Emirat Arab juga memperkenalkan
asuransi syariah di wilayah Arab.
5. LANDASAN HUKUM ASURANSI
SYARIAH
Dalam hukum positif yang menjadi dasar hukum
dalam asuransi syariah adalah UU No. 2 Tahun 1992
tentang Usaha Perasuransian yang masih bersifat
global. Sedangkan, dalam menjalankan usahanya
secara syariah, perusahaan asuransi dan reasuransi
syariah menggunakan pedoman fatwa DSN MUI No.
21/DSN-MUI/X/2001
tentang
pedoman
umum asuransi syariah. oleh karena fatwa DSN
tersebut tidak memiliki kekuatan hukum maka
dibentauk peraturan perundangan oleh pemerintah
yang berkaitan dengan asuransi syariah.
6. PENDAPAT ULAMA TENTANG
ASURANSI SYARIAH
A. Pendapat Ulama Yang Mengharamkan.
 Yusuf al-Qardlawi dan Isa ‘Abduh. Menurut mereka, bahwa pada asuransi
yang ada pada sekarang ini terdapat unsur-unsur yang diharamkan seperti
judi, karena ketergantungan akan mengharapkan sejumlah harta tertentu
seperti halnya dalam judi. Dan juga mengandung ketidak jelasan dan
ketidak pastian (jahalat dan ghoror) dan riba.
B. Pendapat yang Membolehkan.
 Musthofa Ahmad Zarqo dan Muhammad Al-Bahi. Pendapat ini dapat
dijelaskan pada uraian berikut ini :
Bahwa asuransi tidak terdapat nash al-Qur’an atau hadits yang melarang
asuransi. Oleh karena itu, selama perbuatan tersebut tidak digariskan
kehalalan dan keharaman yang ada di kedua sumber tersebut, sah untuk
dilakukan
8. KETENTUAN OPERASI SECARA
SYARIAH
Dalam menjalankan operasinya, asuransi berpegang pada
ketentuan-ketentuan berikut:
1.Akad
a.Kejelasan akal dalam praktik muamalah merupakan prinsip karena
menentukan sah atau tidaknya secara syariah
b.Syarat dalam transaksi jual beli adalah penjualan,
terdapatnya harga, dan barang yang diperjualbelikan.
pembeli
c.Akad jual beli pada asuransi biasa tidak jelas (gharar), yaitu berapa
besar yang akan dibayarkan atau diterima pemegang polis
2.Gharar
3.Tabarru’
4.Maysir
5.Riba
6.Dana Hangus
9. PRINSIP – PRINSIP ASURANSI
SYARIAH
1. Prinsip saling membantu dan bekerjasama
2. Prinsip melindungi dari berbagai macam kesusahan dan kesulitan seperti
membiarkan uang menganggur dan tidak berputar dalam transaksi
yang bermanfaat bagi masyarakat umum.
3. Prinsip saling bertanggung jawab ( Al-aqila)
4. Menghindari unsur gharar (unsur ketidakpastian tentang sumber dana
yand digunakan untuk menutupi klaim dan hak pemegang polis),
masyir (unsur perjudian), riba, zhulm (penganiayaan), risywah (suap),
barang haram dan maksiat sehingga pihak-pihak yang terikat akad
saling bertanggung jawab.
5. Investasi atas dana yang terkumpul dari kliennya yang dikelola oleh
perusahaan asuransi syariah harus dilakukan sesuai ketentuan asuransi
syariah
6. perusahaan asuransi harus memiliki banyak pihak tertanggung sehingga
risiko dapat didistribusikan.
7. perusahaan asuransi harus dapat mengukur probabilitas munculnya
suatu kejadian.
10. PERBEDAAN ASURANSI
KONVENSIONAL DAN ASURANSI
SYARIAH
Asuransi syari'ah memiliki Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang betugas
mengawasi produk yang dipasarkan dan pengelolaan investasi dananya.
Dewan Pengawas Syariah ini tidak ditemukan dalam asuransi
konvensional.
Akad yang dilaksanakan pada asuransi syari'ah berdasarkan tolong
menolong. Sedangkan asuransi konvensional berdasarkan jual beli
Investasi dana pada asuransi syari'ah berdasarkan bagi hasil
(mudharabah). Sedangkan pada asuransi konvensional memakai bunga
(riba) sebagai landasan perhitungan investasinya
Kepemilikan dana pada asuransi syari'ah merupakan hak peserta.
Perusahaan hanya sebagai pemegang amanah untuk mengelolanya.
Pada asuransi konvensional, dana yang terkumpul dari nasabah (premi)
menjadi milik perusahaan. Sehingga, perusahaan bebas menentukan
alokasi investasinya.
LANJUTAN....
Dalam mekanismenya, asuransi syari'ah tidak mengenal dana
hangus seperti yang terdapat pada asuransi konvensional. Jika
pada masa kontrak peserta tidak dapat melanjutkan
pembayaran premi dan ingin mengundurkan diri sebelum masa
reversing period, maka dana yang dimasukan dapat diambil
kembali, kecuali sebagian dana kecil yang telah diniatkan untuk
tabarru'.
Pembayaran klaim pada asuransi syari'ah diambil dari dana
tabarru' (dana kebajikan) seluruh peserta yang sejak awal telah
diikhlaskan bahwa ada penyisihan dana yang akan dipakai
sebagai dana tolong menolong di antara peserta bila terjadi
musibah. Sedangkan pada asuransi konvensional pembayaran
klaim diambilkan dari rekening dana perusahaan.
Pembagian keuntungan pada asuransi syari'ah dibagi antara
perusahaan dengan peserta sesuai prinsip bagi hasil dengan
proporsi yang telah ditentukan. Sedangkan pada asuransi
konvensional seluruh keuntungan menjadi hak milik
perusahaan
12. KENDALA PENGEMBANGAN
ASURANSI SYARIAH
Minimya modal
Kurangnya SDM yang professional
Ketidaktahuan
Masyarakat
Terhadap
Produk Asuransi Syariah
Dukungan Pemerintah Belum Memadai
Image
14. STRATEGI PENGEMBANGAN ASURANSI
SECARA SYARIAH
Untuk Memasyarakatkan dan Meningkatkan Asuransi syariah maka LKS harus
mengembangkan teknologi informasi yang terdepan, serta meningkatkan
promosi dan sosialisasi di segala lapisan masyarakat. Menurutnya, semua pihak
harus bekerja keras untuk memperkenalkan sistem asuransi syariah di Indonesia
agar masyarakat mengetahui ada solusi dalam pengelolaan risiko secara Islami.
Pemerintah Juga harus lebih mendukung Asuransi Syariah, para ekonom yang ada di
kabinet saat ini sebaiknya meninggalkan sistem ekonomi kapitalis dan mengikuti
aturan main kapitalis, sehingga bisa keluar dari krisis. Penerapan syariah yang
makin meluas dari industri keuangan dan permodalan membutuhkan regulasi
yang tidak saling bertentangan atau tumpang tindih dengan aturan sistem
ekonomi konvensional. Para pelaku ekonomi syariah sangat mengharapkan
regulasi untuk sistem ekonomi syariah ini bisa memudahkan mereka untuk
berekspansi bukan malah membatasi. Saat ini, peraturan tentang permodalan
masih menjadi kendala perbankan syariah untuk melakukan penetrasi dan
ekpansi pasar.
15. ISU – ISU TERBARU MENGENAI
ASURANSI
Pemerintah Diminta Bentuk BUMN Asuransi Syariah
Assosiasi Asuransi Syariah Indonesia(AASI) meminta
pemerintah membentuk perusahaan Badan Usaha
Milik Negara(BUMN) yang bergerak dalam
pengelolaan layanan asuransi syariah.
Ketua AASI, Adi Pramana mengatakan, saat ini belum
ada lembaga keuangan syariah yang dimiliki
pemerintah. Kalaupun ada, unit syariah atau lembaga
keuangan syariah. Merupakan anak perusahaan dari
BUMN. (13/10/2015)
16. PENGERTIAN PRODUK
ASURANSI
Produk asuransi adalah suatu produk yang ditawarkan
oleh penanggung dan diterima serta dipilih oleh
tertanggung, dimana produk tersebut berisi objekobjek dapat berupa benda dan jasa, jiwa dan raga,
kesehatan manusia, tanggung jawab hukum serta
semua kepentingan lainnya yang dapat hilang, rusak,
rugi, dan atau berkurang.
17. PRODUK TAKAFUL INDIVIDU
1. Produk-Produk Tabungan
 Produk-produk
individu
ada
unsur
tabungan,artinya
suatu
produk
yang
diperuntukan untuk perorangan dan dibuat
secara khusus, didalamnya terdapat unsur
tabarru’ juga terdapat unsur tabungan yang
dapat diambil kapan saja oleh pemiliknya.
 Beberapa
contoh
produk
individu
yang
mengandung unsur tabungan (saving) adalah
sebagai berikut :
 Takaful dana investasi
Takaful dana siswa
Takaful Dana Haji
Takaful dana jabatan
LANJUTAN..........
2 . Produk-produk non tabungan
 Produk individu non tabungan adalah produkproduk syariah yang sifatnya individu dan
didalam struktur produknya tidak terdapat
unsur tabungan, atau semuanya bersifat tabarru’
dana tolong-menolong.
 contoh produk non saving adalah sebagai berikut
:
Takaful kesehatan individu
Takaful kecelakaan diri individu
Takaful al-khairat individu.
LANJUTAN......
3 . Produk Takaful Grup
 Yaitu produk yang didesain untuk jumlah peserta
yang lebih banyak dan dalam struktur produknya ada
yang mengandung unsur tabungan dan ada yang
tidak mengandung unsur tabungan.
 contoh produk-produknya adalah :
Takaful al-khairat + tabungan haji
Takaful kecelakaan siswa
Takaful wisata dan perjalanan
Takaful kecelakaan dri individu kumpulan
Takaful Majelis Taklim
Takaful Pembiyaan
LANJUTAN............
4 . Produk Takaful Umum
Takaful kebakaran
Takaful kendaraan bermotor
Takaful rekayasa
Takaful pengangkutan
Takaful rangka kapal
Asuransi takaful aneka
Download
Study collections