Uploaded by User17415

kmb 2

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Mobilisaasi merupakan kebutuhan manusia untuk melakukan aktivitas karena
aktivitas dilakukan secara bebas dari satu tempat ke tempat yang lain. Imobilisasi
merupaka ketidakmampuan seseorang untuk menggerakkan hubungan sendi.
Imobilitas
merupakan
faktor
resiko
ut
ketidakmampuan
seseorang
untuk
menggerakkan hubungan sendi. Imobilitas merupakan faktor resiko utama pada
munculnya luka dekubitus.
Pada pasien yang tidak dapat melakukan mobilisasi,penggunaan alat bantu
sangat bermanfaat untuk mminimalkan imobilitas pasien sehingga kebutuhan
mobilitas terpenuhi.
Restrain adalah terapi dengan menggunakan alat-alat mekanik atau manual
untuk membatasi mobilitas fisik klien
Salah satu tugas terpenting seorang perawat adalah member obat yang aman
dan akurat kepada klien. Obat merupakan alat utama terapi untuk mengobati klien
yang memiliki masalah. Obat bekerja menghasilkan efek terapeutik yang bermanfaat.
Walaupun obat menguntungkan klien dalam banyak hal, beberapa obat dapat
menimbulkan efek samping yang serius atau berpotensi menimbulkan efek yang
berbahaya bila kita memberikan obat tersebut tidak sesuai dengan anjuran yang
sebenarnya.
Seorang perawat juga memiliki tanggung jawab dalam memahami kerja obat
dan efek samping yang ditimbulkan oleh obat yang telah diberikan, memberikan obat
dengan tepat, memantau respon klien, dan membantu klien untuk menggunakannya
dengan benar dan berdasarkan pengetahuan.
B. Tujuan Penulisan
1. Mahasiswa mampu mengetahui tentang jenis-jenis alat bantu
2. Mahasiswa mampu mengetahui tentang indikasi dari alat bantu
1
3. Mahasiswa mampu mengetahui tentang kontra indikasi dari penggunaan alat
bantu
4. Mahasiswa mampu mengetahui tentang penatalaksanaan penggunaan alat
bantu
5. Mahasiswa mampu mengetahui tentang restrain
6. Mahasiswa mampu mengetahui penatalaksanaan restrain
7. Mahasiswa mampu mengetahui pemberian obat sesuai program
2
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Melatih Pasien Menggunakan Alat Bantu Jalan
1. Pengertian
Alat bantu jalan yaitu alat yang di gunakan untuk membantu klien supaya
dapat berjalan dan bergerak,
Alat bantu jalan pasien adalah alat bantu jalan yang digunakan pada
penderita/pasien yang mengalami penurunan kekuatan otot dan patah tulang pada
anggota gerak bawah serta gangguan keseimbangan
2. Macam-Macam Alat Bantu
a. Kruk
Kruk yaitu tongkat atau alat bantu untuk berjalan, biasanya digunakan secara
berpasangan yang di ciptakan untuk mengatur keseimbangan pada saat akan
berjalan.
1) Indikasi penggunaan kruk
a) Pasca amputasi kaki
b) Hemiparese
c) Paraparese
d) Fraktur pada ekstremitas bawah
e) Terpasang gibs
f) Pasca pemasangan gibs
2) Kontra Indikasi
a) Penderita demam dengan suhu tubuh lebih dari 37o C.
b) Penderita dalam keadaan bedrest.
3) Manfaat Penggunaan Kruk
a) Memelihara dan mengembalikan fungsi otot.
b) Mencegah kelainan bentuk, seperti kaki menjadi bengkok.
c) Memelihara dan meningkatkan kekuatan otot.
d) Mencegah komplikasi, seperti otot mengecil dan kekakuan sendi.
3
4) Hal-hal yang harus diperhatikan dalam menggunakan kruk
a) Perawat
atau
keluarga
harus
memperhatikan
ketika
klien
akan
menggunakan kruk.
b) Monitor klien saat memeriksa penggunaan kruk dan observasi untuk
beberapa saat sampai problem hilang.
c) Perhatikan kondisi klien saat mulai berjalan.
d) Sebelum digunakan, cek dahulu kruk untuk persiapan.
e) Perhatikan lingkungan sekitar.
5) Tujuan Penggunaan Kruk
a) Meningkatkan kekuatan otot,
b) pergerakan sendi dan kemampuan mobilisasi
c) Menurunkan resiko komplikasi dari mobilisasi
d) Menurunkan ketergantungan pasien dan orang lain
e) Meningkatkan rasa percaya diri klien
6) Fungsi Kruk
a) Sebagai alat bantu berjalan.
b) Mengatur atau memberi keseimbangan waktu berjalan.
c) Membantu menyokong sebagian berat badan klien
7) Jenis – jenis Kruk
a) Kruk Lofstrand dengan pengatur ganda atau kruk lengan
Kruk lengan bawah memiliki sebuah pegangan tangan dan pembalut
logam yang pas mengelilingi lengan bawah. Kedua-duanya, yaitu
pembalut logam dan pegangan tangan diatur agar sesuai dengan tinggi
klien. Jenis kruk ini dapat mentransfer 40-50% berat badan.
b) Kruk Aksila
Mempunyai garis permukaan yang seperti bantalan pada bagian atas,
dimana berada tepat di bawah aksila. Pegangan tangan berbentuk batang
yang dipegang setinggi telapak tangan untuk menyokong tubuh. Panjang
pendeknya kruk bisa disesuaikan dengan aksila pasien. Kruk harus diukur
panjang yang sesuai dan klien harus diajarkan menggunakan kruk mereka
dengan aman, untuk mencapai kestabilan gaya berjalan, naik dan turun
4
tangga serta bangkit dari duduk. Kruk memperluas area dasar, dengan
demikian juga meningkatkan keseimbangan. Berbeda dengan cane, crutch
dapat menunjang seluruh berat badan. Jenis kruk ini dapat mentransfer
sampai 80% berat badan.
(a)
(b)
8) Tekhnik penggunaan kruk
a) Pastikan panjang kruk sudah tepat
b) Bantu klien mengambil posisi segitiga, posisi dasar berdiri menggunakan
kruk sebelum mulai berjalan.
c) Ajarkan klien tentang salah satu dari empat cara berjalan dengan kruk
1) Perubahan empat titik atau cara berjalan empat titik memberi
kestabilan pada klien, tetapi memerlukan panahanan berat badan pada
kedua tungkai. Masing-masing tungkai digerakkan secara bergantian
dengan masing-masing kruk, sehingga sepanjang waktu terdapat tiga
titikdukungan pada lantai
2) Perubahan tiga titik atau cara berjalan tiga titik mengharuskan klien
menahan semua beratbadan pada satu kaki. Berat badan dibebankan
pada kaki yang sehat, kemudian pada kedua krukdan selanjutnya
urutan tersebut diulang. Kaki yang sakit tidak menyentuh lantai selama
fase dini berjalan tiga titik. Secara bertahap klien menyentuh lantai dan
semua beban berat badan bertumpu pada
5
3) Cara berjalan dua titik memerlukan sedikitnya pembebanan berat
badan sebagian pada masing-masing kaki. Kruk sebelah kiri dan kaki
kanan maju bersama-sama. Kruk sebelah kanan dan kaki kiri maju
bersama-sama.
4) Cara jalan mengayun ke kruk ( swing to gait), klien yang mengalami
paralisi tungkai dan pinggul dapat menggunakan cara jalan mengayun
ini. Penggunaan cara ini dalam jangka waktu yang lama dapat
mengakibatkan atrofi otot yang tidak terpakai. Minta klien untuk
menggerakkan kedua kruk kedepan secara bersamaan.pindahkan berat
badan kelengan dan mengayun melewati kruk.
Cara jalan mengayun melewati kruk ( swing throughgait)
Cara jalan ini sangat memerlukan ketrampilan,kekuatan dan koordinasi
klien. Minta klien untuk menggerakkan kedua kruk kedepan secara
bersamaan. Pindahkan berat badan ke lengan dan mengayun melewati
kruk.
d) Ajarkan klien menaiki dan menuruni tangga
Naik:
1) Lakukan posisi tiga titik
2) Bebankan berat badan pada kruk(gb 10-30a)
3) Julurkan tungkai yang tidak sakit antara kruk dan anak tangga
4) Pindahkan beban berat badan dari kruk ketungkai yang tidak sakit (gb
10-30b)
5) Luruskan kedua kruk dengan kaki yang tidak sakit diatas anak tangga
(gb 10-30c)
Turun:
1) Bebankan berat badan pada kaki yang tidak sakit (gb 10-31a).
Letakkan kruk pada anak tangga dan mulai memindahkan berat badan
pada kruk, gerakkan kaki yang sakit kedepan (gb 10-31b)
2) Luruskan kaki yang tidak sakit pada anak tangga dengan kruk (gb 1031c)
e) Ajarkan klien tentang cara duduk di kursi dancara beranjakdari kursi.
6
Duduk:
1) Klien diposisi tengah depan kursi dengan aspek posterior kaki
menyentuh kursi( gb 10-32a)
2) Klien memegang kedua kruk dengan tangan berlawanan dengan
tungkai yang sakit. Jika kedua tungkai sakit kruk ditahan dan pegang
pada tangan klien yang lebih kuat
3) Klien meraih tangan kursi dengan tangan yang lain dan merendahkan
tubuh kekursi
Bangun:
Lakukan tiga langkah di atas dalam urutan sebaliknya.
f)
Cuci tangan
g) Catat cara berjalan dan
prosedur yang diajarkan serta kemampuan klien
untuk melakukan cara berjalan dalam catatan perawat.
b. Kursi Roda
Ada dua tipe kursi roda yaitu kursi roda manual dan
listrik. Kursi roda listrik merupakan kursi roda yang
digerakkan dengan motor listrik biasanya digunakan
untuk perjalanan jauh bagi penderita cacat atau bagi
penderita cacat ganda sehingga tidak mampu untuk
menjalankan sendiri kursi roda, untuk menjalankan kursi
roda mereka cukup dengan menggunakan tuas seperti
joystick untuk menjalankan maju, mengubah arah kursi
roda belok kiri atau belok kanan dan untuk mengerem
jalannya kursi roda.
Biasanya kursi roda listrik dilengkapi dengan alat
untuk mengecas/mengisi ulang aki/baterainya yang dapat
terus dimasukkan dalam stop kontak dirumah/bangunan
yang dikunjungi.
Kursi roda
manual memiliki bentuk lipat atau rangka kaku. kursi roda
digerakkan dengan tangan si penderita cacat, merupakan kursi roda yang biasa
7
digunakan untuk semua kegiatan. Kursi roda manual dapat dioperasikan dengan
bantuan orang lain maupun oleh penggunanya sendiri. Kursi roda seperti ini tidak
dapat dioperasikan oleh penderita cacat yang mempunyai kecacatan ditangan
a. Hal-hal yang harus diperhatikan:
1) Tentukan ukuran tubuh klien
2) Tentukan kemampuan klien intuk mengikuti perintah
3) Kekuatan otot dan pergerakan sendi klien,
4) Adanya paralisis.
b. Indikasi penggunaan kursi roda:
1) Paraplegia
2) Tidak dapat berjalan atau tirah baring
3) Pada pelaksanaan prosedur tindakan, misal klien akan foto rontgen
4) Pasca amputasi kedua kaki
c. Penatalaksanaan:
1) Cuci tangan untuk mengurangi transmisi organisme
2) Jelaskan prosedur pelaksanaan
3) Rendahkan posisi tempat tidur pada posisi terendah sehinggaa kaki klien
dapat menyentuh lantai. Kunci semua roda tempat tidur
4) Letakkan kursi roda sejajar dan sedekat mungkin dengan tempat tidur.
Kunci semua roda dari kursi roda. Bantu klien pada posisi duduk di tepi
tempat tidur
5) Kaji adanya hipotensi ssebelum memindahkan klien dari tempat tidur
6) Ketika klien turun dari tempat tidur, perawat harus berdiri tepat
dihadapannya dan klien meletakkan tangannya dipundak perawat.
Selanjutnya, perawat meletakkan tangannya dipinggang klien.
7) Sementara klien mendorong badannya keposisi berdiri, perawat membantu
mengangkat bagian atas tubuh klien.
8) Klien dibiarkan berdiri selama beberapa detik untuk memastikan tidak
adanya pusing
8
9) Perawat tetap berdiri menghadap klien lalu memutar tubuh klien sehingga
membelakangi kursi roda. Setelah itu, perawat memajukan salah satu
kakinya dan memegang kedua lutut untuk menjaga keseimbangan,
kemudian membantu klien untuk duduk di kursi roda.
c. Walker Kruk/ Tripod / Quardpod
Walker ditujukan bagi klien yang membutuhkan lebih banyak bantuan dari
yang bisa diberikan oleh tongkat. Tipe standar walker terbuat dari alumunium
yang telah dihaluskan. Walker mempunyai empat kaki dengan ujung dilapisi karet
dan pegangan tangan yang dilapisi plastik. Walker standar membutuhkan
kekuatan parsial pada kedua tangan dan pergelanga tangan; ekstensor siku yang
kuat, dan depresor bahu yang kuat pula. Selainitu klien juga harus mampu
menahan setengahberat badan pada kedua tungkai. Walkker dengan empat roda
atau walker beroda tidak perlu diangkat ketika hendak bergerak, namun walker
jenis ini kurang stabil dibandingkan dengan walker jenis standar. Beberapa jenis
walker beroda mempunyai tempat duduk pada bagian belakang sehingga klien
dapat duduk untuk istirahat jika diinginkan. Walker jenis lain mempunyai dua
ujung karet dan dua roda. Klien memiringkan walker,mengangkat ujung karet
sementara rodanya tetapdi permukaan tanah, kemudian mendorong walker
tersebut kearah depan.
Perawat mungkin harus menyesuaikan tinggi walker sehingga penyangga
tangan berada dibawah pinggang klien dan siku klien agak fleksi. Walker yang
terlalu rendah dapat menyebabkan klien membungkuk, sementara yang terlalu
tinggi dapat membuat klien tidak dapat meluruskan lengannya.
Cara penggunaan walker kruk
a. Ketika klien membutuhkan bantuan maksimal.
1) Gerakkan walker kedepan
kira-kira 15cm sementara berat badan
bertumpu pada kedua tungkai
2) Kemudian gerakkan kaki kanan hingga mendekakti walker sementara berat
badan dibebankan pada tungkai kiri dan kedua tangan.
3) Selanjutnya, gerakkan kaki kiri hingga mendekati kaki kanan sementara
berat badan bertumpu pada tungkai kanan dan kedua lengan.
b. Jika salah satu tungkai klien lemah
1) Gerakkan tungkai yang lemah kedepan secara bersamaan sekitar 15 cm (6
inchi) sementara berat badan bertumpu pada tungkai yang kuat
9
2) Kemudian, gerakkan tungkai yang lebih kuat ke depan sementara
beratbadan bertumpu pada tungkai lemah dan kedua lengan.
B. Pemasangan Restrain
1. Pengertian
Restrain adalah terapi dengan menggunakan alat-alat mekanik atau manual
untuk membatasi mobilitas fisik klien. Alat tersebut meliputi penggunaan manset
untuk pergelangan tangan atau kaki dan kain pengikat. Restrain harus dilakukan pada
kondisi khusus, hal ini merupakan intervensi yang terakhir jika perilaku klien sudah
tidak dapat diatasi atau dikontrol dengan strategi perilaku maupun modifikasi
lingkungan.
2. Indikasi
Adapun dari indikasi tindakan restrain adalah sebagai berikut:
a. Perilaku kekerasan yang membahayakan diri sendiri dan lingkungannya.
b. Perilaku agitasi yang tidak dapat diatasi dengan obat-obatan.
c. Klien yang mengalami gangguan kesadaran.
d. Klien yang membutuhkan bantuan untuk mendapatkan rasa aman dan
pengendalian diri.
e. Ancaman terhadap integritas tubuh berhubungan dengan penolakan klien untuk
istirahat, makan dan minum.
3. Prinsip Tindakan
Prinsip dari tindakan restrain ini adalah melindungi klien dari cedera fisik dan
memberikan lingkungan yang nyaman. Restrain dapat menyebabkan klien merasa
tidak dihargai hak asasinya sebagai manusia, untuk mencegah perasaan tersebut
perawat harus mengidentifikasi faktor pencetus pakah sesuai dengan indikasi terapi,
10
dan terapi ini hanya untuk intervensi yang paling akhir apabila intervensi yang lain
gagal mengatasi perilaku agitasi klien. Kemungkinan mencederai klien dalam proses
restrain sangat besar, sehingga perlu disiapkan jumlah tenaga perawat yang cukup
dan harus terlatih untuk mengendalikan perilaku klien. Perlu juga dibuat perencanaan
pendekatan dengan klien, penggunaan restrain yang aman dan lingkungan restrain
harus bebas dari benda-benda berbahaya.
C. Pemberian Obat Sesuai Program
1. Prinsip benar obat ada 6, yaitu:
a. Benar Pasien
Sebelum obat diberikan, identitas pasien harus diperiksa (papan identitas di
tempat tidur, gelang identitas) atau ditanyakan langsung kepada pasien atau
keluarganya. Jika pasien tidak sanggup berespon secara verbal, respon non verbal
dapat
dipakai,
misalnya
pasien
mengangguk.
Jika
pasien
tidak
sanggup
mengidentifikasi diri akibat gangguan mental atau kesadaran, harus dicari cara
identifikasi yang lain seperti menanyakan langsung kepada keluarganya. Bayi harus
selalu diidentifikasi dari gelang identitasnya.
b.
Benar Obat
Obat memiliki nama dagang dan nama generik. Setiap obat dengan nama
dagang yang kita asing (baru kita dengar namanya) harus diperiksa nama generiknya,
bila perlu hubungi apoteker untuk menanyakan nama generiknya atau kandungan
obat. Sebelum memberi obat kepada pasien, label pada botol atau kemasannya harus
diperiksa tiga kali. Pertama saat membaca permintaan obat dan botolnya diambil dari
rak obat, kedua label botol dibandingkan dengan obat yang diminta, ketiga saat
11
dikembalikan ke rak obat. Jika labelnya tidak terbaca, isinya tidak boleh dipakai dan
harus dikembalikan ke bagian farmasi.
Jika pasien meragukan obatnya, perawat harus memeriksanya lagi. Saat
memberi obat perawat harus ingat untuk apa obat itu diberikan. Ini membantu
mengingat nama obat dan kerjanya.
c. Benar Dosis
Sebelum memberi obat, perawat harus memeriksa dosisnya. Jika ragu, perawat
harus berkonsultasi dengan dokter yang menulis resep atau apoteker sebelum
dilanjutkan ke pasien. Jika pasien meragukan dosisnya perawat harus memeriksanya
lagi. Ada beberapa obat baik ampul maupun tablet memiliki dosis yang berbeda tiap
ampul atau tabletnya. Misalnya ondansentron 1 amp, dosisnya berapa ? Ini penting !!
karena 1 amp ondansentron dosisnya ada 4 mg, ada juga 8 mg. ada antibiotik 1 vial
dosisnya 1 gr, ada juga 1 vial 500 mg. jadi Anda harus tetap hati-hati dan teliti.
d. Benar Cara/Rute
Obat dapat diberikan melalui sejumlah rute yang berbeda. Faktor yang
menentukan pemberian rute terbaik ditentukan oleh keadaan umum pasien, kecepatan
respon yang diinginkan, sifat kimiawi dan fisik obat, serta tempat kerja yang
diinginkan. Obat dapat diberikan peroral, sublingual, parenteral, topikal, rektal,
inhalasi.
1) Oral adalah rute pemberian yang paling umum dan paling banyak dipakai,
karena ekonomis, paling nyaman dan aman. Obat dapat juga diabsorpsi
melalui rongga mulut (sublingual atau bukal) seperti tablet ISDN.
2) Parenteral, kata ini berasal dari bahasa Yunani, para berarti disamping, enteron
berarti usus, jadi parenteral berarti diluar usus, atau tidak melalui saluran
cerna, yaitu melalui vena (perset / perinfus).
3) Topikal, yaitu pemberian obat melalui kulit atau membran mukosa. Misalnya
salep, losion, krim, spray, tetes mata.
4) Rektal, obat dapat diberi melalui rute rektal berupa enema atau supositoria
yang akan mencair pada suhu badan. Pemberian rektal dilakukan untuk
memperoleh efek lokal seperti konstipasi (dulkolax supp), hemoroid (anusol),
pasien yang tidak sadar / kejang (stesolid supp). Pemberian obat perektal
12
memiliki efek yang lebih cepat dibandingkan pemberian obat dalam bentuk
oral, namun sayangnya tidak semua obat disediakan dalam bentuk supositoria.
5) Inhalasi yaitu pemberian obat melalui saluran pernafasan. Saluran nafas
memiliki epitel untuk absorpsi yang sangat luas, dengan demikian berguna
untuk pemberian obat secara lokal pada salurannya, misalnya salbotamol
(ventolin), combivent, berotek untuk asma, atau dalam keadaan darurat
misalnya terapi oksigen.
e.
Benar Waktu
Ini sangat penting, khususnya bagi obat yang efektivitasnya tergantung untuk
mencapai atau mempertahankan kadar darah yang memadai. Jika obat harus diminum
sebelum makan, untuk memperoleh kadar yang diperlukan, harus diberi satu jam
sebelum makan. Ingat dalam pemberian antibiotik yang tidak boleh diberikan bersama
susu karena susu dapat mengikat sebagian besar obat itu sebelum dapat diserap. Ada
obat yang harus diminum setelah makan, untuk menghindari iritasi yang berlebihan
pada lambung misalnya asam mefenamat.
f. Benar Dokumentasi
Setelah obat itu diberikan, harus didokumentasikan, dosis, rute, waktu dan
oleh siapa obat itu diberikan. Bila pasien menolak meminum obatnya, atau obat itu
tidak dapat diminum, harus dicatat alasannya dan dilaporkan.
2. Rute Pemberian Obat
Rute pemberian obat terutama ditentukan oleh sifat dan tujuan dari
penggunaan obat sehingga dapat memberikan efek terapi yang tepat. Terdapat 2 rute
pemberian obat yang utama, yaitu: enteral dan parenteral.
a. Enteral
1) Oral
Memberikan suatu obat melalui muut adalah cara pemberian obat yang
paling umum tetapi paling bervariasidan memerlukan jalan yang paling rumit
untuk mencapai jaringan. Beberapa obat diabsorbsi di lambung; namun,
duodenum sering merupakan jalan masuk utama ke sirkulasi sistemik karena
permukaan absorbsinya yang lebih besar. Kebanyakan obat diabsorbsi dari
saluran cerna dan masuk ke ahti sebelum disebarkan ke sirkulasi umum.
13
Metabolisme langakah pertama oleh usus atau hati membatasi efikasi banyak
obat ketika diminum per oral. Minum obat bersamaan dengan makanan dapat
mempengaruhi absorbsi. Keberadaan makanan dalam lambung memperlambat
waktu pengosongan lambung sehingga obat yang tidak tahan asam, misalnya
penisilin menjadi rusak atau tidak diabsorbsi. Oleh karena itu, penisilin ata
obat yang tidak tahan asam lainnya dapat dibuat sebagai salut enterik yang
dapat melindungi obat dari lingkungan asam dan bisa mencegah iritasi
lambung. Hal ini tergantung pada formulasi, pelepasan obat bisa diperpanjang,
sehingga menghasilkan preparat lepas lambat.
2) Sublingual
Penempatan di bawah lidah memungkinkan obat tersebut berdifusi
kedalam anyaman kapiler dan karena itu secara langsung masuk ke dalam
sirkulasi sistemik. Pemberian suatu obat dengan rute ini mempunyai
keuntungan obat melakukan bypass melewati usus dan hati dan obat tidak
diinaktivasi oleh metabolisme.
3) Rektal
Sekitar 50% aliran darah dari bagian rektum memintas sirkulasi portal;
jadi, biotransformasi obat oleh hati dikurangi. Rute sublingual dan rektal
mempunyai keuntungan tambahan, yaitu mencegah penghancuran obat oleh
enzim usus atau pH rendah di dalam lambung. Rute rektal tersebut juga
berguna jika obat menginduksi muntah ketika diberikan secara oral atau jika
penderita sering muntah-muntah.
b. Parenteral
Penggunaan parenteral digunakan untuk obat yang absorbsinya buruk melalui
saluran cerna, dan untuk obat seperti insulin yang tidak stabil dalam saluran
cerna. Pemberian parenteral juga digunakan untuk pengobatan pasien yang tidak
sadar dan dalam keadaan yang memerlukan kerja obat yang cepat.
Pemberian parenteral memberikan kontrol paling baik terhadap dosis yang
sesungguhnya dimasukkan kedalam tubuh.
1) Intravena (IV)
Suntikan intravena adalah cara pemberian obat parenteral yan sering
dilakukan. Untuk obat yang tidak diabsorbsi secara oral, sering tidak ada
14
pilihan. Dengan pemberian IV, obat menghindari saluran cerna dan oleh
karena itu menghindari metabolisme first pass oleh hati. Rute ini memberikan
suatu efek yang cepat dan kontrol yang baik sekali atas kadar obat dalam
sirkulasi. Namun, berbeda dari obat yang terdapat dalam saluran cerna, obatobat yang disuntukkan tidak dapat diambil kembali seperti emesis atau
pengikatan dengan activated charcoal. Suntikan intravena beberapa obat dapat
memasukkan bakteri melalui kontaminasi, menyebabkan reaksi yang tidak
diinginkan karena pemberian terlalu cepat obat konsentrasi tinggi ke dalam
plasma dan jaringan-jaringan. Oleh karena it, kecepatan infus harus dikontrol
dengan hati-hati. Perhatian yang sama juga harus berlaku untuk obat-obat
yang disuntikkan secara intra-arteri.
2) Intramuskular (IM)
obat-obat yang diberikan secara intramuskular dapat berupa larutan
dalam air atau preparat depo khusus sering berpa suspensi obat dalam
vehikulum non aqua seperti etilenglikol. Absorbsi obat dalam larutan cepat
sedangkan absorbsi preparat-preparat depo berlangsung lambat. Setelah
vehikulum berdifusi keluar dari otot, obat tersebut mengendap pada tempat
suntikan. Kemudian obat melarut perlahan-lahan memberikansuatu dosis
sedikit demi sedikit untuk waktu yang lebih lama dengan efek terapetik yang
panjang.
3) Subkutan
suntikan subkutan mengurangi resiko yang berhubungan dengan
suntikan intravaskular. Contohnya pada sejumlah kecil epinefrin kadangkadang dikombinasikan dengan suatu obat untuk membatasi area kerjanya.
Epinefrin bekerja sebagai vasokonstriktor lokal dan mengurangi pembuangan
obat seperti lidokain, dari tempat pemberian. Contoh-contoh lain pemberian
obat subkutan meliputi bahan-bahan padat seperti kapsul silastik yang
berisikan kontrasepsi levonergestrel yang diimplantasi unutk jangka yang
sangat panjang.
c. Lain-lain
1) Inhalasi
inhalasi memberikan pengiriman obat yang cepat melewati permukaan
luas dari saluran nafas dan epitel paru-paru, yang menghasilkan efek hampir
sama dengan efek yang dihasilkan oleh pemberian obat secara intravena. Rute
15
ini efektif dan menyenangkan penderita-penderita dengan keluhan pernafasan
seperti asma atau penyakit paru obstruktif kronis karena obat diberikan
langsung ke tempat kerja dan efek samping sistemis minimal.
2) Intranasal
Desmopressin diberikan secara intranasal pada pengobatan diabetes
insipidus; kalsitonin insipidus; kalsitonin salmon, suatu hormon peptida yang
digunakan dalam pengobtana osteoporosis, tersedia dalam bentuk semprot
hidung obat narkotik kokain, biasanya digunakan dengan cara mengisap.
3) Intratekal/intraventrikular
Kadang-kadang perlu untuk memberikan obat-obat secara langsung ke
dalam cairan serebrospinal, seperti metotreksat pada leukemia limfostik akut.
4) Topikal
Pemberian secara topikal digunakan bila suatu efek lokal obat
diinginkan untuk pengobatan. Misalnya, klortrimazol diberikan dalam bentuk
krem secara langsung pada kulit dalam pengobatan dermatofitosis dan atropin
atropin diteteskan langsung ke dalam mata untuk mendilatasi pupil dan
memudahkan pengukuran kelainan refraksi.
5) Transdermal
Rute pemberian ini mencapai efek sistemik dengan pemakaian obat
pada kulit, biasanya melalui suatu “transdermal patch”. Kecepatan absorbsi
sangat bervariasi tergantun pada sifat-sifat fisik kulit pada tempat pemberian.
Cara pemberian obat ini paling sering digunakan untuk pengiriman obat secara
lambat, seperti obat antiangina, nitrogliserin.
16
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Mobilisasi merupakan kebutuhan manusia untuk melakukan aktivitas karena aktivitas
dilakukan secara bebas dari satu tempat ke tempat yang lain.
Alat bantu merupakan sebuah alat yang digunakan untuk memudahkan klien berjalan
agar menurunkan ketergantungan pada orang lain.
Restrain harus dilakukan pada kondisi khusus, hal ini merupakan intervensi yang
terakhir jika perilaku klien sudah tidak dapat diatasi atau dikontrol dengan strategi
perilaku maupun modifikasi lingkungan karena dengan pemasangan restrain pasien
merasa kebebasannya tidak ada.
Prinsip benar obat : benar pasien, benar obat, benar dosis, benar cara/rute, benar
waktu, benar dokumentasi.
B. Saran
Setelah dilakukan seminar ini hendaknya mahasiswa mengetaui dan menggunakan
alat bantu disesuaikan dengan indikasi dan kontra indikasi dari alat tersebut, mengetahui
penatalaksaan restrain dan mengetahui cara pemberian obat sesuai program dengan
benar.
17
DAFTAR PUSTAKA
Suratun dkk. Klien Gangguan Sistem Muskuloskeletal. 2008. EGC. Jakarta
Barbara, Kozier dkk. Buku Ajar Praktik Keperawatan Klinis Kozier &
ERB, Edisi 5.
2009. EGC. Jakarta
Riyadi, S dan Purwanto, T. 2009. Asuhan Keperawatan Jiwa.
A. Azis Alimul Hidayat, S.Kp. Musrifal Uliyah, S.Kep. 2004. Kebutuhan
Dasar Manusia. EGC. Jakarta.
18
Download