i KARAKTERISTIK MINERALOGI TANAH TERTIMBUN DI DESA SUKASIRNA, KECAMATAN CIBADAK, SUKABUMI RENARDI ISWARA DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 ix iii PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Karakteristik Mineralogi Tanah Tertimbun Di Desa Sukasirna, Kecamatan Cibadak, Sukabumi adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, April 2014 Renardi Iswara NIM A14090045 ix ABSTRAK RENARDI ISWARA. Karakteristik Mineralogi Tanah Tertimbun Di Desa Sukasirna, Kecamatan Cibadak, Sukabumi. Dibimbing oleh ISKANDAR dan SUDARSONO. Tanah tertimbun di Desa Sukasirna, Kecamatan Cibadak, Sukabumi berasal dari hasil letusan Gunung Salak yang berbeda waktu letusannya. Tujuan penelitian ini adalah mempelajari karakteristik mineralogi tanah di berbagai lapisan pada tanah tertimbun tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa singkapan tanah di lokasi studi tersusun dari 4 tanah tertimbun. Mineral yang banyak ditemukan pada tanah dan tanah tertimbun 1 adalah magnetit, batuan hasil lapukan, kuarsa jernih dan plagioklas, sedangkan gelas volkan, batuan lapukan gelas volkan, hiperstein dan kuarsa keruh sedikit ditemukan. Berdasarkan susunan mineralnya, tanah dan tanah tertimbun 1 mempunyai bahan induk basaltik berasosiasi hiperstein. Mineral yang banyak ditemukan pada tanah tertimbun 2, 3 dan 4 adalah magnetit, batuan hasil lapukan dan batuan lapukan gelas volkan, sedangkan plagioklas, hiperstein, hornblende, konkresi besi, gelas volkan, kuarsa keruh dan kuarsa jernih sedikit ditemukan. Berdasarkan susunan mineralnya, tanah tertimbun 2, 3 dan 4 mempunyai bahan induk andesitik berasosiasi hornblende. Analisis DTA/TG menunjukkan bahwa setiap lapisan pada tanah dan tanah tertimbun terdapat mineral kaolinit. Nilai rasio Si, Al dan Fe di semua lapisan pada tanah dan tanah tertimbun menunjukkan bentuk oksida kristalin. Kata kunci : andesitik, basaltik, Gunung Salak, sifat mineralogi tanah, tanah tertimbun ix ABSTRACT RENARDI ISWARA. Mineralogical Characteristic of the Buried Soil at Desa Sukasirna, Kecamatan Cibadak, Sukabumi. Supervised by ISKANDAR and SUDARSONO. Buried soil at Desa Sukasirna, Kecamatan Cibadak, Sukabumi was developed from different time of Salak Mountain eruption. The purpose of this research was to study the mineralogical characteristics of soil in different layers of these buried soil. The results showed that the soil exposure is composed from 4 buried soil. The soil and buried soil 1 contain magnetite, rock weathering results, clear quartz and plagioclase. Some minerals such as volcanic glass, weathered volcanic rock glass, hypersthene and turbid quartz were found in a little amount. Based on their mineral composition, soil and buried soil 1 have a basaltic parent material associated hypersthene. Minerals which dominantly found in the buried soil 2, 3, and 4 are magnetite, rock weathering results and weathered of volcanic rock glass. Some minerals such as plagioclase, hypersthene, hornblende, iron concretion, volcanic glass, turbid quartz and clear quartz were found in a little amount. Based on their mineral composition, buried soil 2, 3, and 4 have an andesitic parent material associated hornblende. DTA/TG analysis indicated that each layer in the soil and buried soil minerals contained kaolinite as a dominant clay mineral. Value ratio of Si, Al and Fe in all layers of the soil and buried soil were showed crystalline oxide form. Key words : andesitic, basaltic, Salak Mountain, mineralogical properties the soil, buried soil iii i KARAKTERISTIK MINERALOGI TANAH TERTIMBUN DI DESA SUKASIRNA, KECAMATAN CIBADAK, SUKABUMI RENARDI ISWARA Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 ix Judul Skripsi : Karakteristik Mineralogi Tanah Tertimbun di Desa Sukasima, Kecamatan Cibadak, Sukabumi Nama : Renardi Iswara NIM : A14090045 Disetujui oleh ... Prof Dr Ir Sudarsono, MSc Pembimbing II Dr Ir Iskandar Pembimbing I Ketua Departemen Tanggal Lulus: 0 2 APR 2014 iii Judul Skripsi : Karakteristik Mineralogi Tanah Tertimbun di Desa Sukasirna, Kecamatan Cibadak, Sukabumi Nama : Renardi Iswara NIM : A14090045 Disetujui oleh Dr Ir Iskandar Pembimbing I Prof Dr Ir Sudarsono, MSc Pembimbing II Diketahui oleh Dr Ir Baba Barus, MSc Ketua Departemen Tanggal Lulus: ix PRAKATA Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Shalawat dan salam, semoga selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat dan para pengikutnya sampai akhir zaman. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2013 sampai Agustus 2013 ini ialah sifat mineralogi tanah, dengan judul Karakteristik Mineralogi Tanah Tertimbun di Desa Sukasirna, Kecamatan Cibadak, Sukabumi. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan penghargaan dan ucapan terimakasih kepada: 1. Dr Ir Iskandar sebagai pembimbing akademik dan pembimbing skripsi I yang telah memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis selama menempuh pendidikan dan penyelesaiaan skripsi. 2. Prof Dr Ir Sudarsono, MSc sebagai pembimbing skripsi II yang telah memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis selama menempuh pendidikan dan penyelesaiaan skripsi. 3. Dr Ir Darmawan, MSc sebagai penguji yang telah memberikan arahan dan saran kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini. 4. Bapak Nurhadi, Ibu Asmaningsih dan saudara–saudara terdekat atas kasih sayang dan dorongannya yang telah diberikan, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi. 5. Likarsilia Santun yang telah menjadi rekan kerja dalam penelitian. 6. Bapak Sumantri, Ibu Yani dan Ibu Oktori yang telah membantu selama penelitian. 7. Teman–teman Laboratorium Sumberdaya Fisik Lahan yang telah memberikan semangat dan do’a kepada penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini. 8. Sahabat-sahabat MSL 46 yang telah memberikan semangat dan do’a kepada penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini. Bogor, April 2014 Renardi Iswara v DAFTAR ISI DAFTAR TABEL ix DAFTAR GAMBAR ix DAFTAR LAMPIRAN ix PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Tujuan Penelitian 2 METODE 2 Tempat dan Waktu Penelitian 2 Bahan dan Alat Penelitian 2 Metode Penelitian 3 HASIL DAN PEMBAHASAN 5 Susunan Mineral dan Bahan Induk Tanah 5 Mineral Fraksi Klei 7 Sebaran Si, Al dan Fe Oksida 8 KESIMPULAN 11 Kesimpulan 11 DAFTAR PUSTAKA 12 LAMPIRAN 13 RIWAYAT HIDUP 21 ix DAFTAR TABEL 1 Metode analisis yang digunakan dalam penelitian 2 Hasil analisis mineral fraksi pasir di lokasi penelitian 3 Hasil analisis mineral fraksi berat pada mineral-mineral fraksi pasir di lokasi penelitian 4 Hasil mineral fraksi klei di lokasi penelitian menggunakan DTA/TG 5 Senyawa Si, Al dan Fe oksida dalam tanah di lokasi penelitian 3 5 6 8 8 DAFTAR GAMBAR 1 Singkapan tanah di lokasi penelitian 2 Distribusi oksida pada singkapan yang diamati: (A). sebaran Alo dan Sio, (B). sebaran Ald dan Sid, (C). sebaran Feo, (D). sebaran Fed 3 Distribusi nilai rasio Feo/Fed pada singkapan yang diamati 2 10 11 DAFTAR LAMPIRAN 1 Uraian deskripsi profil tanah 2 Kurva grafik DTA 13 14 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu daerah vulkanis paling aktif di dunia, yang mempunyai sekitar 129 gunung berapi yang tersebar di berbagai pulau (Sudradjat 1992). Keberadaan gunung berapi di Indonesia merupakan sesuatu yang patut disyukuri, karena letusan gunung berapi memberikan bahan tambahan baru untuk tanah. Bahan tambahan itu antara lain mineral-mineral yang berasal dari dalam perut bumi yang berupa magma kemudian terjadi proses kristalisasi. Bahan tambahan tersebut dapat mempengaruhi sifat-sifat fisik dan kimia tanah. Berdasarkan sejarah letusannya, gunung api di Indonesia dikelompokkan menjadi 3 kelompok, yaitu tipe A (79 buah) adalah gunung berapi yang pernah meletus sejak tahun 1600, tipe B (29 buah) adalah yang diketahui pernah meletus sebelum tahun 1600 dan tipe C (21 buah) adalah lapangan solfatara dan fumarola (Pratomo 2006). Gunung Salak berada di wilayah Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat, pada 6°43' Lintang Selatan dan 106°44' Bujur Timur (Kusdaryanto dan Efendi 2000). Gunung Salak adalah salah satu dari 7 gunung berapi vulkanik tipe A yang terdapat di Jawa Barat. Gunung berapi ini mempunyai beberapa puncak, di antaranya Puncak Salak I ( 2.211 m dpl), Salak II (2.180 m dpl) dan Puncak Salak III atau dikenal juga dengan Puncak Sembul dengan ketinggian 1.926 m dpl serta beberapa kompleks solfatara/fumarola. Salah satu kompleks yang besar adalah Cikuluwung Putri. Berdasarkan catatan sejarah, letusan Gunung Salak yang pertama dikenal mengambil tempat di Salak III yang berlangsung pada 1698 kemudian 1780, 1902, 1903 dan 1935. Letusan yang terakhir terjadi berlangsung pada 1938 dari Kompleks Cikuluwung Putri yang berupa letusan freatik (Sutaningsih et al. 2010). Singkapan yang dijumpai di Desa Sukasirna Kecamatan Cibadak terdiri dari beberapa lapisan bahan induk yang kemudian masing-masing berkembang menjadi tanah. Masing-masing bahan induk tersebut berasal dari hasil erupsi Gunung Salak yang berbeda waktu letusannya. Jarak antara letusan satu dengan letusan lainnya terjadi dalam waktu yang sangat lama, sehingga masing-masing bahan induk dari letusan Gunung Salak tersebut dapat berubah menjadi tanah. Kemudian tanah yang sudah terbentuk tertimbun kembali oleh bahan-bahan dari letusan berikutnya, sehingga tanah yang terbentuk pertama menjadi tanah tertimbun (buried soil) yang bisa dilihat sekarang ini. Hal tersebut di lokasi studi terjadi secara berulang, sehingga menimbulkan beberapa pertanyaan, diantaranya apakah tanah paling atas dengan tanah-tanah tertimbun di bawahnya memiliki komposisi mineral yang sama. Berdasarkan informasi peta geologi Lembar Bogor skala 1:100.000, daerah penelitian termasuk dalam Formasi Breksi Gunung berapi (Qvb) yang berumur pleistosen dan tersusun dari andesit-basalt, setempat aglomerat, lapuk (Effendi et al. 1998). 2 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari karakteristik mineralogi tanah di berbagai lapisan pada tanah tertimbun di Desa Sukasirna Kecamatan Cibadak, Sukabumi. METODE Tempat dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian berada di Desa Sukasirna, Kecamatan Cibadak, Sukabumi berupa singkapan tanah (Gambar 1) pada koordinat geografis S 06o 51’ 45.5” dan E 106o 42’ 25.0” dengan elevasi 550 m dpl. Penelitian dimulai dari bulan Februari 2013 hingga Agustus 2013. Analisis kimia dan mineralogi tanah dilakukan di Laboratorium Pengembangan Sumberdaya Fisik Lahan, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Gambar 1 Singkapan Tanah di Lokasi Penelitian Bahan dan Alat Penelitian Bahan yang digunakan yaitu bahan-bahan kimia seperti Nitrobenzol, αAl2O3, Bromoform, Ammonium Oksalat, Sodium sitrat, Na2S2O4 dan lain-lain. Alat yang digunakan antara lain alat-alat untuk pengambilan contoh tanah seperti tangga, cangkul, label, pisau, GPS, Soil Munsell Color Chart, alat-alat untuk penetapan sifat fisik, kimia dan mineral seperti gelas piala, gelas ukur, water bath, tabung polypropylene 50 ml, serta alat-alat ukur seperti pH-meter, Differential Thermal Analysis/Thermogravimetry (DTA/TG) Shimadzu tipe DTG-60/60H, mikroskop polarisasi, flamephotometer, Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS), spektrofotometer dan lain-lain. 3 Metode Penelitian Untuk melakukan penelitian ini dilakukan pengambilan contoh tanah dari singkapan tanah setebal ±600 cm (Gambar 1) di Desa Sukasirna, Kecamatan Cibadak, Sukabumi. Pada saat pengambilan sampel tanah dilakukan identifikasi morfologi tanah. Setelah itu tanah diambil per lapisan berdasarkan kedalamannya untuk dianalisis sifat kimia dan sifat mineralnya. Singkapan tanah di Desa Sukasirna merupakan tanah tertimbun yang memiliki 5 bahan induk. Tanah (paling atas) terdiri dari horison A, B1, B2 dan C, tanah tertimbun I terdiri dari horison A, B dan C, tanah tertimbun II terdiri dari horison B dan C, tanah tertimbun III terdiri dari horison A, B dan C dan tanah tertimbun IV (paling bawah) terdiri dari horison B. Rincian dari masing-masing tahapan penelitian yang dilakukan diuraikan di bawah ini, sedangkan ringkasan metoda analisisnya disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 Metode analisis yang digunakan dalam penelitian No. Jenis Analisis 1. Sifat Termal 2. Mineral Fraksi Pasir 3. Mineral Fraksi Berat 4. Si, Al dan Fe – Total 5. Si, Al dan Fe – Amorf Metode DTA/TG Mikroskop Polarisasi Mikroskop Polarisasi Ekstraksi dengan Ditionit Citrat Bikarbonat (Mehra dan Jakson 1960) Ekstraksi Amonium Oksalat 0.2 M pH 3.0 (Schwertmann 1964) Pengamatan Morfologi dan Pengambilan Contoh Tanah Singkapan tanah dengan ketebalan ±600 cm dideskripsi sifat morfologinya, yaitu batas topografi, warna tanah, struktur, konsistensi, ketebalan lapisan dan perakaran (Lampiran 1). Selanjutnya dilakukan pengambilan contoh tanah terganggu yang dimulai dari lapisan paling bawah. Analisis Mineral Fraksi Pasir Analisis mineral fraksi pasir dilakukan dengan menggunakan mikroskop polarisasi dan medium nitrobenzol. Partikel pasir yang sudah dicuci bersih disaring menggunakan saringan yang berukuran 210 μm dan 100 μm. Partikel berukuran pasir yang tertahan saringan 100 μm digunakan untuk analisis mineral secara mikroskopis. Penghitungan dilakukan dengan menggunakan metode garis ukur, kemudian ditetapkan peluang ditemukannya mineral dalam 100 butir mineral fraksi pasir dengan menggunakan mikroskop polarisasi. Analisis Mineral Fraksi Berat Analisis mineral secara mikroskopis dilakukan juga pada mineral fraksi berat yang terdapat dalam mineral fraksi pasir. Mineral fraksi berat diperoleh melalui pemisahan dengan menggunakan larutan Bromoform yang memiliki berat jenis 2.8 g/cm3. Pada perhitungan dengan opak, sebanyak 50 butir mineral yang dihitung pada benang silang, mineral-mineral opak diikutsertakan dalam perhitungan, sedangkan pada perhitungan tanpa opak mineral-mineral opak yang ada tidak ikut dihitung. 4 Analisis Sifat Termal Mineral Fraksi Klei Analisis sifat termal fraksi klei dilakukan dengan menggunakan Differential Thermal Analysis/Thermogravimetry (DTA/TG). Fraksi klei berukuran < 2 μm dan standar α-Al2O3 ditimbang sebanyak 20-30 mg pada cawan platina mikro. Standar dan contoh klei dipanaskan pada suhu mulai dari 30 ºC hingga 1000 ºC. Selama proses pemanasan tersebut contoh akan mengalami reaksi termal dan transformasi. Analisis Si , Al dan Fe Pengukuran kandungan Fe, Al dan Si dilakukan dari hasil ekstraksi dengan menggunakan metode Ditionit sitrat bikarbonat (buffer pH 7) dan Amonium oksalat 0.2 M pH 3 dalam keadaan gelap. a) Ekstraksi dengan Ditionit Citrat Bikarbonat (DCB) Ekstraksi dengan DCB dimaksudkan untuk melarutkan mineral oksida besi baik yang bersifat kristalin dan juga oksida besi yang bersifat amorf. Metode ekstraksi dengan DCB ini dilakukan pada 0.25 g contoh klei dalam tabung sentrifuse 50 ml. Ditambahkan 20 ml Sodium sitrat 0.3 M dan 2.5 ml NaHCO3 ke dalam tabung dan kocok, kemudian dipanaskan dalam waterbath pada suhu 75 – 80 ºC. Kemudian ditambahkan Na2S2O4 sampai tanah menjadi kelabu dan dikocok kembali. Pemanasan tidak boleh melebihi 80 ºC. Tabung disentrifusi dan supernatan didekantasi dari contoh. Supernatan digunakan untuk analisis Si, Al dan Fe. b) Ekstraksi dengan Amonium Oksalat 0.2 M pH 3 Ekstraksi dengan amonium oksalat dimaksudkan untuk melarutkan mineral oksidasi besi yang bersifat amorf. Metode ekstraksi dengan amonioum oksalat ini dilakukan pada 0.25 g contoh klei dalam tabung sentrifusi 50 ml. Ditambahkan 25 ml Amonium oksalat 0.2 M pH 3.0 ke dalam tabung. Tutup dengan penutup karet, lalu segera dibungkus dengan alumunium foil untuk mengeliminasi cahaya dan selanjutnya dikocok selama 2 jam. Tabung disentrifusi dan supernatan didekantasi dari contoh. Supernatan digunakan untuk analisis Si, Al dan Fe. 5 HASIL DAN PEMBAHASAN Susunan Mineral dan Bahan Induk Tanah Singkapan tanah di lokasi studi terdiri dari beberapa bahan induk yang masing-masing berkembang menjadi tanah. Bahan induk paling atas berkembang menjadi tanah sedangkan masing-masing bahan induk di bawahnya berkembang masing-masing menjadi tanah tertimbun 1, tanah tertimbun 2, tanah tertimbun 3 dan tanah tertimbun 4. Sifat morfologi (Lampiran 1), fisik dan kimia disajikan tersendiri dalam Santun (2014). Hasil analisis mineral fraksi pasir total dan fraksi berat dapat dilihat pada Tabel 2 dan 3. Asosiasi mineral ditentukan atas dasar jenis mineral dominan yang ada dalam fraksi berat. Mineral-mineral opak yang ditemui pada singkapan yang diteliti adalah magnetit dan konkresi besi. Mineral-mineral dalam tanah yang merupakan hasil pelapukan dari batuan induk, tidak dijumpai secara sendirisendiri, tetapi terdapat dalam kombinasi jumlah yang sangat beragam. Kombinasikombinasi ini sering disebut asosiasi mineral (Wirjodihardjo 1953). Tabel 2 Hasil analisis mineral fraksi pasir di lokasi penelitian Simbol Horison Kedalaman (cm ) Magnetit Konkresi besi Hasil lapukan gelas volkan* Kuarsa keruh Kuarsa jernih Plagioklas * Augit * Hiperstein * Hornblende (Amfibol)* Gelas volkan * 0 -9 9 – 58 58 – 118 118 – 166 40 - 8 - 7 18 21 - 3 - 3 Tanah A B1 B2 C 38 31 23 - 14 19 34 1 1 1 3 - 21 21 31 22 24 10 Sd - 3 Sd Sd - 2 1 A B C B C A B C B 166 – 221 221 – 270 270 – 306 306 – 338 338 – 388 388 – 424 424 – 475 475 – 536 536 – 580 32 54 36 53 67 56 73 58 5 2 3 1 21 14 21 32 17 21 12 22 4 5 2 11 2 15 1 1 1 1 3 - 28 8 22 2 5 3 - 10 22 6 2 4 2 1 - - 2 Sd 1 1 2 1 1 1 3 2 6 2 10 4 1 1 1 38 2 50 3 1 - 1 - - 5 - 1 2 3 4 Hasil lapukan * Tanah Tertimbun Mineral Fraksi Pasir Keterangan : * Mineral mudah lapuk 6 Tabel 3 Hasil analisis mineral fraksi berat pada mineral – mineral fraksi pasir di lokasi penelitian Perhitungan Mineral dengan Opak Tanah Tertimbun Simbol Horison Opak Tanah 1 2 3 4 Perhitungan Mineral tanpa Opak Kedalaman ( cm ) Hipersten Hornblende Augit Hiperstein Hornblende Augit A 0 -9 89 8 1 2 84 4 1 B1 9 – 58 86 10 3 1 71 9 6 B2 58 – 118 94 4 2 - 37 13 - C 118 – 166 98 2 - - 26 24 - A 166 – 221 98 - 2 - 27 18 5 B 221 – 270 97 1 2 - 37 11 1 C 270 – 306 98 - 2 - 25 20 3 B 306 – 338 96 - 4 - 10 34 - C 338 – 388 98 1 - 1 12 35 1 A B 388 – 424 424 – 475 99 - - 1 5 43 1 90 4 6 - 11 29 - C 475 – 536 97 1 2 - 10 37 - 536 – 580 96 1 2 - 4 40 - B Pada tanah dan tanah tertimbun 1, mineral dominan yang banyak ditemukan adalah magnetit, hasil lapukan, kuarsa jernih dan plagioklas. Mineralmineral mudah lapuk seperti gelas volkan, hasil lapukan gelas volkan dan hiperstein sedikit ditemukan, sedangkan hornblende tidak ditemukan. Mineral tahan lapuk seperti kuarsa keruh sedikit ditemukan, sedangkan konkresi besi tidak ditemukan pada tanah dan tanah tertimbun 1. Fraksi berat pada tanah dan tanah tertimbun 1 didominasi oleh hiperstein (Tabel 3). Dengan demikian asosiasi mineral yang ada adalah hiperstein. Berdasarkan susunan mineral fraksi pasir total yang banyak mengandung plagioklas lalu didukung oleh adanya hiperstein, kuarsa, gelas volkan, maka dapat diketahui bahwa tanah ini mempunyai bahan induk berupa batuan volkan yang bersifat Andesitik. Bahan induk tersebut berasosiasi hiperstein (Atmosentono 1968 dalam Nuryanto 1986). Pada tanah tertimbun 2, 3 dan 4, mineral dominan yang banyak ditemukan adalah magnetit, hasil lapukan dan hasil lapukan gelas volkan. Mineral mudah lapuk seperti plagioklas, hiperstein, hornblende dan gelas volkan sedikit ditemukan, sedangkan mineral tahan lapuk seperti kuarsa keruh dan kuarsa jernih sedikit ditemukan. Konkresi besi ditemukan pada tanah tertimbun 2, 3 dan 4. Fraksi berat pada tanah tertimbun 2, 3 dan 4 didominasi oleh mineral hornblende (Tabel 3). Dengan demikian asosiasi mineral yang ada adalah hornblende. Berdasarkan susunan mineral fraksi pasir total yang mengandung plagioklas lalu didukung oleh adanya hiperstein, hornblende, sedikit kuarsa, gelas volkan, maka dapat diketahui bahwa tanah ini mempunyai bahan induk berupa batuan volkan yang bersifat basaltik. Bahan induk tersebut berasosiasi hornblende (Mohr dan Van Baren 1960). Tanah dan tanah tertimbun 1 mempunyai bahan induk andesitik sedangkan tanah tertimbun 2, 3 dan 4 mempunyai bahan induk basaltik. Perbedaan bahan induk ini dikarenakan berasal dari bahan yang berbeda waktu letusannya, sehingga mempengaruhi jumlah sebaran mineral pada singkapan tanah ini. Tanah dan tanah tertimbun 1 terjadi pelapukan hancuran lebih intensif dibandingkan 7 tanah tertimbun 2, 3 dan 4. Hal ini dilihat dari banyaknya kuarsa yang ditemukan di tanah dan tanah tertimbun 1 dibandingkan tanah tertimbun 2, 3 dan 4. Tingkat pelapukan juga bisa dilihat dari nisbah debu/klei (Van Wambake 1962 dalam Sukartono 1985). Penilaian ini didasarkan atas anggapan bahwa apabila pelapukan meningkat, maka fraksi debu akan melapuk sehingga jumlahnya berkurang sedangkan fraksi klei meningkat. Nisbah debu/klei pada tanah (0.14%), tanah tertimbun 1 (0.13%), tanah tertimbun 2 (0.37%), tanah tertimbun 3 (0.19%) dan tanah tertimbun 4 (0.40%) (Santun 2014). Berdasarkan data nisbah debu/klei maka tanah dan tanah tertimbun 1 mengalami pelapukan lebih lntensif dibandingkan dengan tanah tertimbun 2, 3 dan 4. Pada tanah tertimbun 2, 3 dan 4 mulai ditemukan konkresi besi, tetapi tidak ditemukan pada tanah dan tanah tertimbun 1. Timbulnya konkresi besi merupakan akibat dari melapuknya mineral-mineral feromagnesian. Hasil lapukan sangat banyak ditemukan pada semua lapisan tanah. Disebut hasil lapukan karena bahan ini di bawah mikroskop polarisasi sulit diidentifikasi sebagai individu mineral. Pada saat deskripsi singkapan tanah, ditemukan konkresi mangan dalam jumlah sedikit pada tanah timbunan 1 horison B dan tanah timbunan 2 horison C. Namun pada tanah timbunan 3 horison B konkresi mangan dijumpai dalam jumlah yang banyak. Munculnya konkresi mangan berkorelasi dengan jumlah mineral opak. Mineral Fraksi Klei Dalam analisis dengan DTA/TG terdapat 2 hal yang diamati, yaitu : 1) terjadinya dehidrasi, yaitu air (H2O) menguap dan 2) terjadinya dehidroksilasi, yaitu OH menguap dalam bentuk H2O. Masing–masing contoh tanah tertimbun di berbagai lapisan di lokasi studi ini memiliki pola grafik yang relatif hampir sama, hanya saja terdapat perbedaan pada kehilangan bobot akibat pemanasan. Berdasarkan analisis DTA/TG tanah, tanah tertimbun 1, 2, 3 dan 4 didominasi oleh mineral kaolinit (Lampiran 2). Pada analisis menggunakan DTA mineral kaolinit mempunyai reaksi endotermik pada suhu 400–600 ºC karena hilangnya gugus –OH (dehidroksilasi) dan reaksi eksotermik yang terjadi pada suhu 900–1000 ºC akibat reaksi rekristalisasi membentuk γ alumin/mulit OH-(Al). Tabel analisis fraksi klei bisa dilihat di bawah ini (Tabel 4). 8 Tabel 4 Hasil analisis fraksi klei di lokasi penelitian menggunakan DTA/TG Tanah Tertimbun Simbol Horison Kedalaman ( cm ) Kehilangan bobot (%) A 0 -9 24.2 B1 9 – 58 26.6 B2 58 – 118 24.1 C 118 – 166 20.7 A 166 – 221 21.4 B 221 – 270 21.9 C 270 – 306 28.7 B 306 – 338 25.0 C 338 – 388 24.4 A 388 – 424 24.8 B 424 – 475 22.5 C 475 – 536 24.1 B 536 – 580 23.6 Puncak endotermik (OC) 92 508 97 512 97 514 90 Tanah 1 507 92 508 92 507 97 511 95 506 93 504 95 512 102 499 105 506 101 505 2 3 4 Reaksi Mineral Dehidrasi Dehidroksilasi Dehidrasi Dehidroksilasi Dehidrasi Dehidroksilasi Dehidrasi Dehidroksilasi Dehidrasi Dehidroksilasi Dehidrasi Dehidroksilasi Dehidrasi Dehidroksilasi Dehidrasi Dehidroksilasi Dehidrasi Dehidroksilasi Dehidrasi Dehidroksilasi Dehidrasi Dehidroksilasi Dehidrasi Dehidroksilasi Dehidrasi Dehidroksilasi Kaolinit Kaolinit Kaolinit Kaolinit Kaolinit Kaolinit Kaolinit Kaolinit Kaolinit Kaolinit Kaolinit Kaolinit Kaolinit Sebaran Fe, Al dan Si Oksida Hasil analisis berbagai bentuk oksida Fe, Al dan Si disajikan pada Tabel 5. Lambang Fed, Ald, dan Sid menunjukkan oksida total hasil ekstraksi dengan DSB yang ada dalam tanah, sedangkan Feo, Alo dan Sio menunjukkan oksida amorf hasil ekstraksi dengan amonium oksalat pH 3. Tabel 5 Senyawa Fe, Al dan Si dalam tanah di lokasi penelitian Tanah Tertimbun Horison A B1 B2 C A Oksalat ( % ) Ditionit ( % ) Kedalaman (cm) Sio Alo Feo Sid Ald Fed Feo/Fed 0 -9 0.0001 0.0026 0.6021 0.0014 0.0068 6.1515 0.0979 0.0001 0.0002 0.0002 0.0002 0.0002 0.0002 0.0020 0.0022 0.0020 0.0019 0.0019 0.0019 0.6415 0.4732 0.4593 0.5484 0.4735 0.3974 0.0008 0.0009 0.0011 0.0011 0.0007 0.0006 0.0051 0.0049 0.0057 0.0059 0.0040 0.0038 5.7047 4.9374 4.9599 5.3024 5.0495 6.9926 0,1125 0,0958 0,0926 0,1034 0,0938 0,0568 1 B C 9 – 58 58 – 118 118 – 166 166 – 221 221 – 270 270 – 306 2 B 306 – 338 0.0002 0.0018 0.4116 0.0007 0.0039 4.7664 0,0864 C A 338 – 388 388 – 424 0.0002 0.0002 0.0021 0.0017 0.5638 0.5093 0.0003 0.0002 0.0026 0.0021 4.0662 3.3516 0,1387 0,1520 424 – 475 0.0003 0.0023 0.6746 0.0004 0.0034 3.9695 0,1699 475 – 536 0.0003 0.0028 0.4045 0.0004 0.0035 2.1749 0,1860 536 – 580 0.0003 0.0032 0.7749 0.0007 0.0040 4.0590 0,1909 Tanah 3 4 B C B 9 Nisbah Feo/Fed yang juga disebut nisbah aktivitas telah digunakan secara luas sebagai indeks pengkristalan atau umur oksida-oksida besi. Berdasarkan hasil pada Tabel 5 di atas didapatkan nilai Feo/Fed yang selalu rendah (< 0.75) yang menunjukkan bahwa tanah di daerah penelitian merupakan tanah yang sudah mengalami pelapukan lanjut. Menurut McKeague dan Day (1965) Andosol dan tanah-tanah muda lainnya memiliki nisbah Feo/Fed yang tinggi (> 0.75), sedangkan pada tanah-tanah tua nilai nisbah tersebut lebih rendah. Dari data pada Tabel 5 tersebut nilai Fed selalu lebih besar dari Feo. Menurut Walker (1983) jumlah oksida besi yang dibebaskan oleh pengekstrak ditionit (Fed) harus sama dengan atau lebih besar dari besi yang dibebaskan oleh pengekstrak oksalat (Feo). Menurut McKeague et al. (1971) oksalat masam mengekstrak banyak Fe dari magnetit tetapi sedikit dari goetit dan hematit, sedangkan untuk ditionit adalah sebaliknya. Kemampuan mengekstrak Fe dari hematit dan goetit oleh ditionit sangat tergantung dari ukuran butir, karena pengekstrak tersebut hanya mampu melarutkan Fe dalam mineral besi kristal yang berukuran s/d 50 μm. Penelitian McKeague et al. (1971) yang didukung oleh Walker (1983) menemukan bahwa larutan oksalat melepaskan Feo dari magnetit sebanding jumlah magnetit dalam tanah, sehingga nilai Fed akan tinggi secara abnormal jika terdapat magnetit. Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 5, tanah (A–C) pola sebaran Feo (Gambar 2C) dan Fed (Gambar 2D) dari horison ke horison semakin menurun. Rasio Feo/Fed pada horison B1 mempunyai nilai yang besar dibandingkan dengan horison lainnya (Gambar 3). Ini menunjukkan bahwa Fe oksida kristalin berada dalam jumlah yang cukup banyak. Pola sebaran untuk Ald (Gambar 2B) dan Alo (Gambar 2A) dari horison atas ke horison bawah relatif teratur, Sid (Gambar 2B) dan Sio (Gambar 2A) cenderung menurun. Rasio Alo/Ald dan Sio/Sid menunjukkan nilai yang sangat rendah dan menunjukkan bahwa bentuk Al dan Si oksida adalah kristalin. Pada tanah tertimbun 1 (A-C) pola sebaran nilai Feo dari horison atas ke horison bawah menurun sesuai kedalaman (Gambar 2C), tetapi nilai Fed menunjukkan sebaliknya (Gambar 2D). Pola sebaran Sio dan Alo memiliki nilai yang sama (Gambar 2A), tetapi pola sebaran Sid dan Ald dari horison ke horison mengalami penurunan (Gambar 2B). Rasio Feo/Fed (Gambar 3), Alo/Ald dan Sio/Sid menunjukkan nilai yang rendah dan menunjukkan bahwa bentuk Fe, Si dan Al oksida adalah kristalin. Pada tanah tertimbun 2 (B-C) pola sebaran nilai Fed dari horison atas ke horison bawah mengalami penurunan sesuai kedalaman (Gambar 2D), tetapi pola sebaran nilai Feo menunjukkan sebaliknya (Gambar 2C). Rasio Feo/Fed semakin bertambah dari lapisan atas ke lapisan bawah dan maksimum pada lapisan C (Gambar 3). Ini menunjukkan Fe oksida berupa kristalin cukup banyak di lapisan ini dibandingkan lapisan atasnya. Pola sebaran nilai Sio mempunyai nilai yang sama (Gambar 2A), sedangkan nilai Sid dari horison atas ke horison bawah mengalami penurunan sesuai dengan kedalaman (Gambar 2B). Pola sebaran Ald dari horison satu ke horison lainnya mengalami penurunan sesuai kedalaman (Gambar 2B), tetapi nilai Alo menunjukkan sebaliknya (Gambar 2A). Rasio Alo/Ald dan Sio/Sid menunjukkan Al dan Si oksida adalah kristalin. 10 Pada tanah tertimbun 3 (A-C) pola sebaran nilai Feo (Gambar 2C) dan Fed (Gambar 2D) dari horison ke horison tidak teratur. Pola sebaran nilai Sio (Gambar 2A) dan Sid (Gambar 2B) mempunyai nilai yang sama, kemudian pola sebaran nilai Alo (Gambar 2A) dan Ald (Gambar 2B) dari horison ke horison semakin bertambah. Rasio Feo/Fed (Gambar 3), Alo/Ald dan Sio/Sid menunjukkan bahwa Fe, Si dan Al oksida adalah kristalin. (A) (B) (C) (D) Gambar 2 Distribusi oksida pada singkapan yang diamati: (A). sebaran Alo dan Sio, (B). sebaran Ald dan Sid, (C). sebaran Feo, (D). sebaran Fed 11 Gambar 3 Distribusi Nilai Rasio Feo/Fed pada Singkapan Pada tanah tertimbun 4 jumlah Feo lebih besar dibandingkan Feo pada tanah, tanah tertimbun 1, 2 dan 3 (Gambar 2C), serta jumlah Fed lebih besar dibandingkan Fed pada tanah tertimbun 3 horison C (Gambar 2D). Pola sebaran jumlah Sio mempunyai nilai yang sama dengan tanah tertimbun 3 horison C (Gambar 2A), sedangkan pola sebaran Sid mengalami kenaikan dari tanah tertimbun 3 horison C (Gambar 2B). Pola sebaran Alo (Gambar 2A) dan Ald (Gambar 2B) lebih besar dari tanah tertimbun 3 horison C. Rasio Feo/Fed (Gambar 3), Alo/Ald dan Sio/Sid pada tanah tertimbun 4 horison B mempunyai nilai paling besar dibandingkan tanah, tanah tertimbun 1, 2, dan 3. Hal ini menunjukkan bahwa Fe, Si dan Al oksida berupa kristalin. KESIMPULAN 1. Pada tanah dan tanah tertimbun 1, mineral yang banyak ditemukan adalah magnetit, hasil lapukan, kuarsa jernih dan plagioklas, sedangkan kuarsa keruh, gelas volkan, hasil lapukan gelas volkan dan hiperstein sedikit ditemukan. Berdasarkan susunan mineralnya tanah dan tanah tertimbun 1 mempunyai bahan induk andesitik berasosiasi hiperstein. 2. Pada tanah tertimbun 2, 3 dan 4, mineral yang banyak ditemukan adalah magnetit, hasil lapukan dan hasil lapukan gelas volkan, sedangkan kuarsa keruh, kuarsa jernih, plagioklas, hiperstein, hornblende dan gelas volkan sedikit ditemukan. Pada tanah tertimbun 2, 3 dan 4 ditemukan konkresi besi. Berdasarkan susunan mineralnya tanah timbunan 2, 3 dan 4 mempunyai bahan induk basaltik berasosiasi hornblende. 3. Analisis mineral klei dengan DTA/TG menunjukkan bahwa setiap lapisan pada tanah dan tanah tertimbun terdapat kaolinit sebagai mineral klei dominan. 4. Nilai rasio Si, Al dan Fe di semua lapisan pada tanah dan tanah tertimbun menunjukkan bentuk oksida kristalin sebagai oksida yang dominan. 12 DAFTAR PUSTAKA Effendi AC, Kusnama, dan Hermanto B. 1998. Peta Geologi Lembar Bogor, Jawa, Skala 1:100.000. Edisi ke-2. Direktorat Geologi Departemen Pertambangan Republik Indonesia, Bandung. Nuryanto. 1986. Homogenitas Bahan Induk, Tingkat Pelapukan, dan Kesuburan Alami Tanah Pada Suatu Transek Lereng di Daerah Gunung Salak [skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor. Kusdaryanto dan Efendi W. 2000. Pemetaan Geomorfologi Gunung Salak. McKeague JA, and JH Day. 1965. Dithionite and oxalate exctractable Fe and Al as aids in differentiating various classes of soils. Can. J. Sci. 46:13-22. McKeague JA, JE Brydon, and Miles NM. 1971. Differentiaion of forms of exctractable iron and alumnium in soils. Soil Sci. Am. Proc. 35:33-38. Mehra OP, and ML Jackson. 1960. Iron oxide removal from soils and clays by dithionite-citrate system buffered with sodium bicarbonate. Clay and Clay Minerals 7 : 317-327. Mohr ECJ, Van Baren FA. 1960. Tropical Soils. Les Edition A. Manteu SA. Bruxelles. Pratomo I. 2006. Klasifikasi gunung api aktif indonesia, Studi Kasus dari Beberapa Letusan Gunung Api dalam Sejarah. Jurnal Geologi Indonesia, vol.1 No.4: 209-227. Bandung. Santun L. 2014. Sifat Fisik dan Kimia Tanah Berbahan Induk Tuff Volkan di Desa Sukasirna Kecamatan Cibadak, Sukabumi [skripsi]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor, Siap Terbit. Schwertmann, U. 1964. The differention of iron oxide in soils by a photochemical extraction with acid ammonium oxalate. Z. Pflazeneraehr. Dueng. Bodenkund. 105:194-201. Sudradjat A. 1992. Seputar Gunung api dan Gempa bumi. Adjat Sudradjat. Jakarta. 164 hal. Sukartono, IGS. 1985. Penelaahan Tanah-Tanah Bersifat Oksik dari Daerah Cipayung, Bogor [skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor. Sutaningsih NE, I Numusanto, Sukarnen, dan Suryono. 2010. Bahaya gas vulkanik Gunung Salak, Jawa Barat. Jurnal Lingkungan dan Bencana Geologi, vol.1 No.2: 79-90. Yogyakarta. Walker, AL. 1983. The effects of magnetite on oxalate- and dithionite-extractable iron. Soil Sci. Soc. Am. J. 47:1022-1026. Wirjodihardjo, NW. 1953. Ilmu Tubuh Tanah I. Noordhoff-kolff NV. Djakarta. 13 LAMPIRAN Lampiran 1 Uraian Deskripsi Profil Lokasi Elevasi Koordinat Topografi Kelas Drainase Vegetasi Bahan Induk Kedalaman efektif : Cibadak, Sukabumi : 550 mdpl : S 06o 51’ 45.5” E 106o 42’ 25.0” : Dataran tinggi : Baik : Kebun campuran dan kelapa sawit : Tuff abu volkan : 166 cm Sifat – sifat Morfologi Tanah Tanah Simbol Uraian Tertimbun 0 – 9 cm. Cokelat sangat gelap (7.5 YR 2.5/2); lom berklei; struktur A remah, sangat halus, lemah; lekat dan agak plastis (basah), lepas (lembab); akar halus banyak; batas rata membentuk garis lurus, jelas. 9 – 58 cm. Cokelat sangat gelap (7.5 YR 2.5/2); lom berklei; struktur B1 granular, sedang, lemah; agak lekat dan agak plastis (basah), sangat gembur (lembab); akar halus banyak; batas rata membentuk garis lurus; berangsur. Tanah 58 – 118 cm. Cokelat sangat gelap (7.5 YR 2.5/3); lom berklei; struktur B2 gumpal membulat, halus, lemah; agak lekat dan agak plastis (basah), sangat teguh (lembab); akar halus sedang; batas rata membentuk garis lurus; berangsur. 118 – 166 cm. Cokelat sangat gelap (7.5 YR 2.5/2); lom berklei; C struktur gumpal bersudut, sedang, sedang; agak lekat dan agak plastis (basah), sangat teguh (lembab); akar sedang sedikit; batas rata membentuk garis lurus; berangsur. 166 – 221 cm. Cokelat gelap (7.5 YR 3/3); klei; struktur gumpal A bersudut, sedang, sedang; agak lekat dan agak plastis (basah), gembur (lembab); batas tidak teratur; jelas. 221 – 270 cm. Cokelat sangat gelap (7.5 YR 2.5/3); lom berklei; B struktur gumpal bersudut, halus, lemah; agak lekat dan agak plastis 1 (basah), sangat gembur (lembab); batas berombak atau bergelombang; berangsur; terdapat konkresi mangan berwarna hitam dalam jumlah sedikit. C 270 – 306 cm. Cokelat gelap (7.5 YR 3/4); lom berklei; batas rata membentuk garis lurus; jelas. 14 306 – 338 cm. Cokelat gelap (10 YR 3/3); lom berklei; struktur gumpal bersudut, halus, sedang; agak lekat dan agak plastis (basah), gembur (lembab); batas rata membentuk garis lurus; baur. 338 – 388 cm. Cokelat gelap kekuningan (10 YR 3/3); lom klei berpasir; struktur gumpal bersudut, halus, sedang; tidak lekat dan agak plastis (basah), gembur (lembab); batas rata membentuk garis lurus; jelas; terdapat konkresi mangan dalam jumlah sedikit. 388 – 424 cm. Cokelat gelap kekuningan (10 YR 3/6); lom berdebu; batas rata membentuk garis lurus; jelas. 424 – 475 cm. Cokelat gelap (7.5 YR 3/4); lom klei berdebu; struktur gumpal membulat, sedang, sedang; tidak lekat dan agak plastis (basah), gembur (lembab); batas rata membentuk garis lurus; jelas; terdapat konkresi mangan dalam jumlah banyak dan menyebar rata. 475 – 536 cm. Cokelat kuat (7.5 YR 4/6); lom berdebu; batas tidak teratur; berangsur; terdapat konkresi mangan dalam jumlah sedikit, terdapat ciri pelapukan. 536 – 580 cm. Cokelat kuat (7.5 YR 4/6); lom klei berpasir; struktur gumpal membulat, sedang, lemah; agak lekat dan agak plastis (basah), gembur (lembab). B 2 C A B 3 C 4 B Lampiran 2 Kurva Grafik DTA f 15 16 17 18 19 20 21 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bandar Lampung, 02 April 1991 dari Bapak Nurhadi dan Ibu Asmaningsih. Penulis merupakan anak pertama dari empat saudara. Penulis memulai pendidikan di TK As-Salam pada tahun 1996–1997. Kemudian melanjutkan pendidikan di SD 05 Harapan Jaya Sukarame tahun 1997–2003. Pada tahun 2003–2006 melanjutkan pedidikan di MTs N 2 Sukarame Bandar Lampung dan tahun 2006–2009 melanjutkan pedidikan di MAN 1 Sukarame Bandar Lampung. Sekarang penulis melanjutkan studinya di Institut Pertanian Bogor, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan pada tahun 2009 melalui jalur USMI (Ujian Saringan Masuk IPB). Selama kuliah penulis aktif di berbagai kegiatan kampus yang ada di IPB. Pada tingkat 1 penulis mengikuti UKM UKF (Uni Konservasi Fauna) tahun 2009 sebagai anggota pasif dan OMDA Lampung (Organisasi Mahasiswa Daerah Lampung). Pada tingkat 2 penulis aktif di kegiatan BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa) Pertanian di Departemen Eksternal tentang kajian dan advokasi tahun 2010–2011. Pada tingkat 3 penulis aktif di UKM Beladiri Aikido sebagai ketua Aikido IPB selama periode 2011–2012. Penulis juga pernah menjadi asisten praktikum Pengantar Ilmu Tanah tahun 2013.