Uploaded by indmytech

mineralogi tertimbun sukabumi

advertisement
i
KARAKTERISTIK MINERALOGI TANAH TERTIMBUN
DI DESA SUKASIRNA, KECAMATAN CIBADAK,
SUKABUMI
RENARDI ISWARA
DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
ix
iii
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Karakteristik
Mineralogi Tanah Tertimbun Di Desa Sukasirna, Kecamatan Cibadak, Sukabumi
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, April 2014
Renardi Iswara
NIM A14090045
ix
ABSTRAK
RENARDI ISWARA. Karakteristik Mineralogi Tanah Tertimbun Di Desa
Sukasirna, Kecamatan Cibadak, Sukabumi. Dibimbing oleh ISKANDAR dan
SUDARSONO.
Tanah tertimbun di Desa Sukasirna, Kecamatan Cibadak, Sukabumi
berasal dari hasil letusan Gunung Salak yang berbeda waktu letusannya. Tujuan
penelitian ini adalah mempelajari karakteristik mineralogi tanah di berbagai
lapisan pada tanah tertimbun tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
singkapan tanah di lokasi studi tersusun dari 4 tanah tertimbun. Mineral yang
banyak ditemukan pada tanah dan tanah tertimbun 1 adalah magnetit, batuan
hasil lapukan, kuarsa jernih dan plagioklas, sedangkan gelas volkan, batuan
lapukan gelas volkan, hiperstein dan kuarsa keruh sedikit ditemukan. Berdasarkan
susunan mineralnya, tanah dan tanah tertimbun 1 mempunyai bahan induk
basaltik berasosiasi hiperstein. Mineral yang banyak ditemukan pada tanah
tertimbun 2, 3 dan 4 adalah magnetit, batuan hasil lapukan dan batuan lapukan
gelas volkan, sedangkan plagioklas, hiperstein, hornblende, konkresi besi, gelas
volkan, kuarsa keruh dan kuarsa jernih sedikit ditemukan. Berdasarkan susunan
mineralnya, tanah tertimbun 2, 3 dan 4 mempunyai bahan induk andesitik
berasosiasi hornblende. Analisis DTA/TG menunjukkan bahwa setiap lapisan
pada tanah dan tanah tertimbun terdapat mineral kaolinit. Nilai rasio Si, Al dan Fe
di semua lapisan pada tanah dan tanah tertimbun menunjukkan bentuk oksida
kristalin.
Kata kunci : andesitik, basaltik, Gunung Salak, sifat mineralogi tanah, tanah
tertimbun
ix
ABSTRACT
RENARDI ISWARA. Mineralogical Characteristic of the Buried Soil at Desa
Sukasirna, Kecamatan Cibadak, Sukabumi. Supervised by ISKANDAR and
SUDARSONO.
Buried soil at Desa Sukasirna, Kecamatan Cibadak, Sukabumi was
developed from different time of Salak Mountain eruption. The purpose of this
research was to study the mineralogical characteristics of soil in different layers of
these buried soil. The results showed that the soil exposure is composed from 4
buried soil. The soil and buried soil 1 contain magnetite, rock weathering results,
clear quartz and plagioclase. Some minerals such as volcanic glass, weathered
volcanic rock glass, hypersthene and turbid quartz were found in a little amount.
Based on their mineral composition, soil and buried soil 1 have a basaltic parent
material associated hypersthene. Minerals which dominantly found in the buried
soil 2, 3, and 4 are magnetite, rock weathering results and weathered of volcanic
rock glass. Some minerals such as plagioclase, hypersthene, hornblende, iron
concretion, volcanic glass, turbid quartz and clear quartz were found in a little
amount. Based on their mineral composition, buried soil 2, 3, and 4 have an
andesitic parent material associated hornblende. DTA/TG analysis indicated that
each layer in the soil and buried soil minerals contained kaolinite as a dominant
clay mineral. Value ratio of Si, Al and Fe in all layers of the soil and buried soil
were showed crystalline oxide form.
Key words : andesitic, basaltic, Salak Mountain, mineralogical properties the soil,
buried soil
iii
i
KARAKTERISTIK MINERALOGI TANAH TERTIMBUN
DI DESA SUKASIRNA, KECAMATAN CIBADAK,
SUKABUMI
RENARDI ISWARA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan
DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
ix
Judul Skripsi : Karakteristik Mineralogi Tanah Tertimbun di Desa Sukasima,
Kecamatan Cibadak, Sukabumi
Nama
: Renardi Iswara
NIM
: A14090045
Disetujui oleh
...
Prof Dr Ir Sudarsono, MSc
Pembimbing II
Dr Ir Iskandar
Pembimbing I
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
0 2 APR 2014
iii
Judul Skripsi : Karakteristik Mineralogi Tanah Tertimbun di Desa Sukasirna,
Kecamatan Cibadak, Sukabumi
Nama
: Renardi Iswara
NIM
: A14090045
Disetujui oleh
Dr Ir Iskandar
Pembimbing I
Prof Dr Ir Sudarsono, MSc
Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr Ir Baba Barus, MSc
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
ix
PRAKATA
Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas
segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Shalawat dan salam,
semoga selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat dan para
pengikutnya sampai akhir zaman. Tema yang dipilih dalam penelitian yang
dilaksanakan sejak bulan Februari 2013 sampai Agustus 2013 ini ialah sifat
mineralogi tanah, dengan judul Karakteristik Mineralogi Tanah Tertimbun di Desa
Sukasirna, Kecamatan Cibadak, Sukabumi.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan penghargaan dan ucapan
terimakasih kepada:
1. Dr Ir Iskandar sebagai pembimbing akademik dan pembimbing skripsi I yang
telah memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis selama menempuh
pendidikan dan penyelesaiaan skripsi.
2. Prof Dr Ir Sudarsono, MSc sebagai pembimbing skripsi II yang telah
memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis selama menempuh
pendidikan dan penyelesaiaan skripsi.
3. Dr Ir Darmawan, MSc sebagai penguji yang telah memberikan arahan dan
saran kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini.
4. Bapak Nurhadi, Ibu Asmaningsih dan saudara–saudara terdekat atas kasih
sayang dan dorongannya yang telah diberikan, sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi.
5. Likarsilia Santun yang telah menjadi rekan kerja dalam penelitian.
6. Bapak Sumantri, Ibu Yani dan Ibu Oktori yang telah membantu selama
penelitian.
7. Teman–teman Laboratorium Sumberdaya Fisik Lahan yang telah memberikan
semangat dan do’a kepada penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.
8. Sahabat-sahabat MSL 46 yang telah memberikan semangat dan do’a kepada
penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.
Bogor, April 2014
Renardi Iswara
v
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
ix
DAFTAR GAMBAR
ix
DAFTAR LAMPIRAN
ix
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
2
METODE
2
Tempat dan Waktu Penelitian
2
Bahan dan Alat Penelitian
2
Metode Penelitian
3
HASIL DAN PEMBAHASAN
5
Susunan Mineral dan Bahan Induk Tanah
5
Mineral Fraksi Klei
7
Sebaran Si, Al dan Fe Oksida
8
KESIMPULAN
11
Kesimpulan
11
DAFTAR PUSTAKA
12
LAMPIRAN
13
RIWAYAT HIDUP
21
ix
DAFTAR TABEL
1 Metode analisis yang digunakan dalam penelitian
2 Hasil analisis mineral fraksi pasir di lokasi penelitian
3 Hasil analisis mineral fraksi berat pada mineral-mineral fraksi pasir di
lokasi penelitian
4 Hasil mineral fraksi klei di lokasi penelitian menggunakan DTA/TG
5 Senyawa Si, Al dan Fe oksida dalam tanah di lokasi penelitian
3
5
6
8
8
DAFTAR GAMBAR
1 Singkapan tanah di lokasi penelitian
2 Distribusi oksida pada singkapan yang diamati: (A). sebaran Alo dan Sio,
(B). sebaran Ald dan Sid, (C). sebaran Feo, (D). sebaran Fed
3 Distribusi nilai rasio Feo/Fed pada singkapan yang diamati
2
10
11
DAFTAR LAMPIRAN
1 Uraian deskripsi profil tanah
2 Kurva grafik DTA
13
14
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu daerah vulkanis paling aktif di dunia, yang
mempunyai sekitar 129 gunung berapi yang tersebar di berbagai pulau (Sudradjat
1992). Keberadaan gunung berapi di Indonesia merupakan sesuatu yang patut
disyukuri, karena letusan gunung berapi memberikan bahan tambahan baru untuk
tanah. Bahan tambahan itu antara lain mineral-mineral yang berasal dari dalam
perut bumi yang berupa magma kemudian terjadi proses kristalisasi. Bahan
tambahan tersebut dapat mempengaruhi sifat-sifat fisik dan kimia tanah.
Berdasarkan sejarah letusannya, gunung api di Indonesia dikelompokkan menjadi
3 kelompok, yaitu tipe A (79 buah) adalah gunung berapi yang pernah meletus
sejak tahun 1600, tipe B (29 buah) adalah yang diketahui pernah meletus sebelum
tahun 1600 dan tipe C (21 buah) adalah lapangan solfatara dan fumarola (Pratomo
2006).
Gunung Salak berada di wilayah Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten
Bogor, Provinsi Jawa Barat, pada 6°43' Lintang Selatan dan 106°44' Bujur Timur
(Kusdaryanto dan Efendi 2000). Gunung Salak adalah salah satu dari 7 gunung
berapi vulkanik tipe A yang terdapat di Jawa Barat. Gunung berapi ini mempunyai
beberapa puncak, di antaranya Puncak Salak I ( 2.211 m dpl), Salak II (2.180 m
dpl) dan Puncak Salak III atau dikenal juga dengan Puncak Sembul dengan
ketinggian 1.926 m dpl serta beberapa kompleks solfatara/fumarola. Salah satu
kompleks yang besar adalah Cikuluwung Putri. Berdasarkan catatan sejarah,
letusan Gunung Salak yang pertama dikenal mengambil tempat di Salak III yang
berlangsung pada 1698 kemudian 1780, 1902, 1903 dan 1935. Letusan yang
terakhir terjadi berlangsung pada 1938 dari Kompleks Cikuluwung Putri yang
berupa letusan freatik (Sutaningsih et al. 2010).
Singkapan yang dijumpai di Desa Sukasirna Kecamatan Cibadak terdiri
dari beberapa lapisan bahan induk yang kemudian masing-masing berkembang
menjadi tanah. Masing-masing bahan induk tersebut berasal dari hasil erupsi
Gunung Salak yang berbeda waktu letusannya. Jarak antara letusan satu dengan
letusan lainnya terjadi dalam waktu yang sangat lama, sehingga masing-masing
bahan induk dari letusan Gunung Salak tersebut dapat berubah menjadi tanah.
Kemudian tanah yang sudah terbentuk tertimbun kembali oleh bahan-bahan dari
letusan berikutnya, sehingga tanah yang terbentuk pertama menjadi tanah
tertimbun (buried soil) yang bisa dilihat sekarang ini. Hal tersebut di lokasi studi
terjadi secara berulang, sehingga menimbulkan beberapa pertanyaan, diantaranya
apakah tanah paling atas dengan tanah-tanah tertimbun di bawahnya memiliki
komposisi mineral yang sama. Berdasarkan informasi peta geologi Lembar Bogor
skala 1:100.000, daerah penelitian termasuk dalam Formasi Breksi Gunung berapi
(Qvb) yang berumur pleistosen dan tersusun dari andesit-basalt, setempat
aglomerat, lapuk (Effendi et al. 1998).
2
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari karakteristik mineralogi tanah di
berbagai lapisan pada tanah tertimbun di Desa Sukasirna Kecamatan Cibadak,
Sukabumi.
METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian berada di Desa Sukasirna, Kecamatan Cibadak,
Sukabumi berupa singkapan tanah (Gambar 1) pada koordinat geografis S 06o 51’
45.5” dan E 106o 42’ 25.0” dengan elevasi 550 m dpl. Penelitian dimulai dari
bulan Februari 2013 hingga Agustus 2013. Analisis kimia dan mineralogi tanah
dilakukan di Laboratorium Pengembangan Sumberdaya Fisik Lahan, Departemen
Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Gambar 1 Singkapan Tanah di Lokasi Penelitian
Bahan dan Alat Penelitian
Bahan yang digunakan yaitu bahan-bahan kimia seperti Nitrobenzol, αAl2O3, Bromoform, Ammonium Oksalat, Sodium sitrat, Na2S2O4 dan lain-lain.
Alat yang digunakan antara lain alat-alat untuk pengambilan contoh tanah seperti
tangga, cangkul, label, pisau, GPS, Soil Munsell Color Chart, alat-alat untuk
penetapan sifat fisik, kimia dan mineral seperti gelas piala, gelas ukur, water bath,
tabung polypropylene 50 ml, serta alat-alat ukur seperti pH-meter, Differential
Thermal Analysis/Thermogravimetry (DTA/TG) Shimadzu tipe DTG-60/60H,
mikroskop polarisasi, flamephotometer, Atomic Absorption Spectrophotometer
(AAS), spektrofotometer dan lain-lain.
3
Metode Penelitian
Untuk melakukan penelitian ini dilakukan pengambilan contoh tanah dari
singkapan tanah setebal ±600 cm (Gambar 1) di Desa Sukasirna, Kecamatan
Cibadak, Sukabumi. Pada saat pengambilan sampel tanah dilakukan identifikasi
morfologi tanah. Setelah itu tanah diambil per lapisan berdasarkan kedalamannya
untuk dianalisis sifat kimia dan sifat mineralnya.
Singkapan tanah di Desa Sukasirna merupakan tanah tertimbun yang
memiliki 5 bahan induk. Tanah (paling atas) terdiri dari horison A, B1, B2 dan C,
tanah tertimbun I terdiri dari horison A, B dan C, tanah tertimbun II terdiri dari
horison B dan C, tanah tertimbun III terdiri dari horison A, B dan C dan tanah
tertimbun IV (paling bawah) terdiri dari horison B.
Rincian dari masing-masing tahapan penelitian yang dilakukan diuraikan
di bawah ini, sedangkan ringkasan metoda analisisnya disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Metode analisis yang digunakan dalam penelitian
No. Jenis Analisis
1. Sifat Termal
2. Mineral Fraksi Pasir
3. Mineral Fraksi Berat
4. Si, Al dan Fe – Total
5. Si, Al dan Fe – Amorf
Metode
DTA/TG
Mikroskop Polarisasi
Mikroskop Polarisasi
Ekstraksi dengan Ditionit Citrat Bikarbonat
(Mehra dan Jakson 1960)
Ekstraksi Amonium Oksalat 0.2 M pH 3.0
(Schwertmann 1964)
Pengamatan Morfologi dan Pengambilan Contoh Tanah
Singkapan tanah dengan ketebalan ±600 cm dideskripsi sifat
morfologinya, yaitu batas topografi, warna tanah, struktur, konsistensi, ketebalan
lapisan dan perakaran (Lampiran 1). Selanjutnya dilakukan pengambilan contoh
tanah terganggu yang dimulai dari lapisan paling bawah.
Analisis Mineral Fraksi Pasir
Analisis mineral fraksi pasir dilakukan dengan menggunakan mikroskop
polarisasi dan medium nitrobenzol. Partikel pasir yang sudah dicuci bersih
disaring menggunakan saringan yang berukuran 210 μm dan 100 μm. Partikel
berukuran pasir yang tertahan saringan 100 μm digunakan untuk analisis mineral
secara mikroskopis. Penghitungan dilakukan dengan menggunakan metode garis
ukur, kemudian ditetapkan peluang ditemukannya mineral dalam 100 butir
mineral fraksi pasir dengan menggunakan mikroskop polarisasi.
Analisis Mineral Fraksi Berat
Analisis mineral secara mikroskopis dilakukan juga pada mineral fraksi
berat yang terdapat dalam mineral fraksi pasir. Mineral fraksi berat diperoleh
melalui pemisahan dengan menggunakan larutan Bromoform yang memiliki berat
jenis 2.8 g/cm3. Pada perhitungan dengan opak, sebanyak 50 butir mineral yang
dihitung pada benang silang, mineral-mineral opak diikutsertakan dalam
perhitungan, sedangkan pada perhitungan tanpa opak mineral-mineral opak yang
ada tidak ikut dihitung.
4
Analisis Sifat Termal Mineral Fraksi Klei
Analisis sifat termal fraksi klei dilakukan dengan menggunakan
Differential Thermal Analysis/Thermogravimetry (DTA/TG). Fraksi klei
berukuran < 2 μm dan standar α-Al2O3 ditimbang sebanyak 20-30 mg pada
cawan platina mikro. Standar dan contoh klei dipanaskan pada suhu mulai dari 30
ºC hingga 1000 ºC. Selama proses pemanasan tersebut contoh akan mengalami
reaksi termal dan transformasi.
Analisis Si , Al dan Fe
Pengukuran kandungan Fe, Al dan Si dilakukan dari hasil ekstraksi dengan
menggunakan metode Ditionit sitrat bikarbonat (buffer pH 7) dan Amonium
oksalat 0.2 M pH 3 dalam keadaan gelap.
a) Ekstraksi dengan Ditionit Citrat Bikarbonat (DCB)
Ekstraksi dengan DCB dimaksudkan untuk melarutkan mineral oksida besi
baik yang bersifat kristalin dan juga oksida besi yang bersifat amorf. Metode
ekstraksi dengan DCB ini dilakukan pada 0.25 g contoh klei dalam tabung
sentrifuse 50 ml. Ditambahkan 20 ml Sodium sitrat 0.3 M dan 2.5 ml NaHCO3 ke
dalam tabung dan kocok, kemudian dipanaskan dalam waterbath pada suhu 75 –
80 ºC. Kemudian ditambahkan Na2S2O4 sampai tanah menjadi kelabu dan dikocok
kembali. Pemanasan tidak boleh melebihi 80 ºC. Tabung disentrifusi dan
supernatan didekantasi dari contoh. Supernatan digunakan untuk analisis Si, Al
dan Fe.
b) Ekstraksi dengan Amonium Oksalat 0.2 M pH 3
Ekstraksi dengan amonium oksalat dimaksudkan untuk melarutkan
mineral oksidasi besi yang bersifat amorf. Metode ekstraksi dengan amonioum
oksalat ini dilakukan pada 0.25 g contoh klei dalam tabung sentrifusi 50 ml.
Ditambahkan 25 ml Amonium oksalat 0.2 M pH 3.0 ke dalam tabung. Tutup
dengan penutup karet, lalu segera dibungkus dengan alumunium foil untuk
mengeliminasi cahaya dan selanjutnya dikocok selama 2 jam. Tabung disentrifusi
dan supernatan didekantasi dari contoh. Supernatan digunakan untuk analisis Si,
Al dan Fe.
5
HASIL DAN PEMBAHASAN
Susunan Mineral dan Bahan Induk Tanah
Singkapan tanah di lokasi studi terdiri dari beberapa bahan induk yang
masing-masing berkembang menjadi tanah. Bahan induk paling atas berkembang
menjadi tanah sedangkan masing-masing bahan induk di bawahnya berkembang
masing-masing menjadi tanah tertimbun 1, tanah tertimbun 2, tanah tertimbun 3
dan tanah tertimbun 4. Sifat morfologi (Lampiran 1), fisik dan kimia disajikan
tersendiri dalam Santun (2014).
Hasil analisis mineral fraksi pasir total dan fraksi berat dapat dilihat pada
Tabel 2 dan 3. Asosiasi mineral ditentukan atas dasar jenis mineral dominan yang
ada dalam fraksi berat. Mineral-mineral opak yang ditemui pada singkapan yang
diteliti adalah magnetit dan konkresi besi. Mineral-mineral dalam tanah yang
merupakan hasil pelapukan dari batuan induk, tidak dijumpai secara sendirisendiri, tetapi terdapat dalam kombinasi jumlah yang sangat beragam. Kombinasikombinasi ini sering disebut asosiasi mineral (Wirjodihardjo 1953).
Tabel 2 Hasil analisis mineral fraksi pasir di lokasi penelitian
Simbol Horison
Kedalaman (cm )
Magnetit
Konkresi besi
Hasil lapukan
gelas volkan*
Kuarsa keruh
Kuarsa jernih
Plagioklas *
Augit *
Hiperstein *
Hornblende
(Amfibol)*
Gelas volkan *
0 -9
9 – 58
58 – 118
118 – 166
40
-
8
-
7
18
21
-
3
-
3
Tanah
A
B1
B2
C
38
31
23
-
14
19
34
1
1
1
3
-
21
21
31
22
24
10
Sd
-
3
Sd
Sd
-
2
1
A
B
C
B
C
A
B
C
B
166 – 221
221 – 270
270 – 306
306 – 338
338 – 388
388 – 424
424 – 475
475 – 536
536 – 580
32
54
36
53
67
56
73
58
5
2
3
1
21
14
21
32
17
21
12
22
4
5
2
11
2
15
1
1
1
1
3
-
28
8
22
2
5
3
-
10
22
6
2
4
2
1
-
-
2
Sd
1
1
2
1
1
1
3
2
6
2
10
4
1
1
1
38
2
50
3
1
-
1
-
-
5
-
1
2
3
4
Hasil lapukan *
Tanah Tertimbun
Mineral Fraksi Pasir
Keterangan : * Mineral mudah lapuk
6
Tabel 3 Hasil analisis mineral fraksi berat pada mineral – mineral fraksi pasir di
lokasi penelitian
Perhitungan Mineral dengan Opak
Tanah
Tertimbun
Simbol
Horison
Opak
Tanah
1
2
3
4
Perhitungan Mineral tanpa Opak
Kedalaman
( cm )
Hipersten
Hornblende
Augit
Hiperstein
Hornblende
Augit
A
0 -9
89
8
1
2
84
4
1
B1
9 – 58
86
10
3
1
71
9
6
B2
58 – 118
94
4
2
-
37
13
-
C
118 – 166
98
2
-
-
26
24
-
A
166 – 221
98
-
2
-
27
18
5
B
221 – 270
97
1
2
-
37
11
1
C
270 – 306
98
-
2
-
25
20
3
B
306 – 338
96
-
4
-
10
34
-
C
338 – 388
98
1
-
1
12
35
1
A
B
388 – 424
424 – 475
99
-
-
1
5
43
1
90
4
6
-
11
29
-
C
475 – 536
97
1
2
-
10
37
-
536 – 580
96
1
2
-
4
40
-
B
Pada tanah dan tanah tertimbun 1, mineral dominan yang banyak
ditemukan adalah magnetit, hasil lapukan, kuarsa jernih dan plagioklas. Mineralmineral mudah lapuk seperti gelas volkan, hasil lapukan gelas volkan dan
hiperstein sedikit ditemukan, sedangkan hornblende tidak ditemukan. Mineral
tahan lapuk seperti kuarsa keruh sedikit ditemukan, sedangkan konkresi besi tidak
ditemukan pada tanah dan tanah tertimbun 1. Fraksi berat pada tanah dan tanah
tertimbun 1 didominasi oleh hiperstein (Tabel 3). Dengan demikian asosiasi
mineral yang ada adalah hiperstein. Berdasarkan susunan mineral fraksi pasir total
yang banyak mengandung plagioklas lalu didukung oleh adanya hiperstein, kuarsa,
gelas volkan, maka dapat diketahui bahwa tanah ini mempunyai bahan induk
berupa batuan volkan yang bersifat Andesitik. Bahan induk tersebut berasosiasi
hiperstein (Atmosentono 1968 dalam Nuryanto 1986).
Pada tanah tertimbun 2, 3 dan 4, mineral dominan yang banyak ditemukan
adalah magnetit, hasil lapukan dan hasil lapukan gelas volkan. Mineral mudah
lapuk seperti plagioklas, hiperstein, hornblende dan gelas volkan sedikit
ditemukan, sedangkan mineral tahan lapuk seperti kuarsa keruh dan kuarsa jernih
sedikit ditemukan. Konkresi besi ditemukan pada tanah tertimbun 2, 3 dan 4.
Fraksi berat pada tanah tertimbun 2, 3 dan 4 didominasi oleh mineral hornblende
(Tabel 3). Dengan demikian asosiasi mineral yang ada adalah hornblende.
Berdasarkan susunan mineral fraksi pasir total yang mengandung plagioklas lalu
didukung oleh adanya hiperstein, hornblende, sedikit kuarsa, gelas volkan, maka
dapat diketahui bahwa tanah ini mempunyai bahan induk berupa batuan volkan
yang bersifat basaltik. Bahan induk tersebut berasosiasi hornblende (Mohr dan
Van Baren 1960).
Tanah dan tanah tertimbun 1 mempunyai bahan induk andesitik sedangkan
tanah tertimbun 2, 3 dan 4 mempunyai bahan induk basaltik. Perbedaan bahan
induk ini dikarenakan berasal dari bahan yang berbeda waktu letusannya,
sehingga mempengaruhi jumlah sebaran mineral pada singkapan tanah ini. Tanah
dan tanah tertimbun 1 terjadi pelapukan hancuran lebih intensif dibandingkan
7
tanah tertimbun 2, 3 dan 4. Hal ini dilihat dari banyaknya kuarsa yang ditemukan
di tanah dan tanah tertimbun 1 dibandingkan tanah tertimbun 2, 3 dan 4. Tingkat
pelapukan juga bisa dilihat dari nisbah debu/klei (Van Wambake 1962 dalam
Sukartono 1985). Penilaian ini didasarkan atas anggapan bahwa apabila pelapukan
meningkat, maka fraksi debu akan melapuk sehingga jumlahnya berkurang
sedangkan fraksi klei meningkat. Nisbah debu/klei pada tanah (0.14%), tanah
tertimbun 1 (0.13%), tanah tertimbun 2 (0.37%), tanah tertimbun 3 (0.19%) dan
tanah tertimbun 4 (0.40%) (Santun 2014). Berdasarkan data nisbah debu/klei
maka tanah dan tanah tertimbun 1 mengalami pelapukan lebih lntensif
dibandingkan dengan tanah tertimbun 2, 3 dan 4.
Pada tanah tertimbun 2, 3 dan 4 mulai ditemukan konkresi besi, tetapi
tidak ditemukan pada tanah dan tanah tertimbun 1. Timbulnya konkresi besi
merupakan akibat dari melapuknya mineral-mineral feromagnesian. Hasil lapukan
sangat banyak ditemukan pada semua lapisan tanah. Disebut hasil lapukan karena
bahan ini di bawah mikroskop polarisasi sulit diidentifikasi sebagai individu
mineral. Pada saat deskripsi singkapan tanah, ditemukan konkresi mangan dalam
jumlah sedikit pada tanah timbunan 1 horison B dan tanah timbunan 2 horison C.
Namun pada tanah timbunan 3 horison B konkresi mangan dijumpai dalam jumlah
yang banyak. Munculnya konkresi mangan berkorelasi dengan jumlah mineral
opak.
Mineral Fraksi Klei
Dalam analisis dengan DTA/TG terdapat 2 hal yang diamati, yaitu : 1)
terjadinya dehidrasi, yaitu air (H2O) menguap dan 2) terjadinya dehidroksilasi,
yaitu OH menguap dalam bentuk H2O. Masing–masing contoh tanah tertimbun di
berbagai lapisan di lokasi studi ini memiliki pola grafik yang relatif hampir sama,
hanya saja terdapat perbedaan pada kehilangan bobot akibat pemanasan.
Berdasarkan analisis DTA/TG tanah, tanah tertimbun 1, 2, 3 dan 4
didominasi oleh mineral kaolinit (Lampiran 2). Pada analisis menggunakan DTA
mineral kaolinit mempunyai reaksi endotermik pada suhu 400–600 ºC karena
hilangnya gugus –OH (dehidroksilasi) dan reaksi eksotermik yang terjadi pada
suhu 900–1000 ºC akibat reaksi rekristalisasi membentuk γ alumin/mulit OH-(Al).
Tabel analisis fraksi klei bisa dilihat di bawah ini (Tabel 4).
8
Tabel 4 Hasil analisis fraksi klei di lokasi penelitian menggunakan DTA/TG
Tanah
Tertimbun
Simbol
Horison
Kedalaman
( cm )
Kehilangan
bobot (%)
A
0 -9
24.2
B1
9 – 58
26.6
B2
58 – 118
24.1
C
118 – 166
20.7
A
166 – 221
21.4
B
221 – 270
21.9
C
270 – 306
28.7
B
306 – 338
25.0
C
338 – 388
24.4
A
388 – 424
24.8
B
424 – 475
22.5
C
475 – 536
24.1
B
536 – 580
23.6
Puncak
endotermik (OC)
92
508
97
512
97
514
90
Tanah
1
507
92
508
92
507
97
511
95
506
93
504
95
512
102
499
105
506
101
505
2
3
4
Reaksi
Mineral
Dehidrasi
Dehidroksilasi
Dehidrasi
Dehidroksilasi
Dehidrasi
Dehidroksilasi
Dehidrasi
Dehidroksilasi
Dehidrasi
Dehidroksilasi
Dehidrasi
Dehidroksilasi
Dehidrasi
Dehidroksilasi
Dehidrasi
Dehidroksilasi
Dehidrasi
Dehidroksilasi
Dehidrasi
Dehidroksilasi
Dehidrasi
Dehidroksilasi
Dehidrasi
Dehidroksilasi
Dehidrasi
Dehidroksilasi
Kaolinit
Kaolinit
Kaolinit
Kaolinit
Kaolinit
Kaolinit
Kaolinit
Kaolinit
Kaolinit
Kaolinit
Kaolinit
Kaolinit
Kaolinit
Sebaran Fe, Al dan Si Oksida
Hasil analisis berbagai bentuk oksida Fe, Al dan Si disajikan pada Tabel 5.
Lambang Fed, Ald, dan Sid menunjukkan oksida total hasil ekstraksi dengan DSB
yang ada dalam tanah, sedangkan Feo, Alo dan Sio menunjukkan oksida amorf
hasil ekstraksi dengan amonium oksalat pH 3.
Tabel 5 Senyawa Fe, Al dan Si dalam tanah di lokasi penelitian
Tanah
Tertimbun
Horison
A
B1
B2
C
A
Oksalat ( % )
Ditionit ( % )
Kedalaman
(cm)
Sio
Alo
Feo
Sid
Ald
Fed
Feo/Fed
0 -9
0.0001
0.0026
0.6021
0.0014
0.0068
6.1515
0.0979
0.0001
0.0002
0.0002
0.0002
0.0002
0.0002
0.0020
0.0022
0.0020
0.0019
0.0019
0.0019
0.6415
0.4732
0.4593
0.5484
0.4735
0.3974
0.0008
0.0009
0.0011
0.0011
0.0007
0.0006
0.0051
0.0049
0.0057
0.0059
0.0040
0.0038
5.7047
4.9374
4.9599
5.3024
5.0495
6.9926
0,1125
0,0958
0,0926
0,1034
0,0938
0,0568
1
B
C
9 – 58
58 – 118
118 – 166
166 – 221
221 – 270
270 – 306
2
B
306 – 338
0.0002
0.0018
0.4116
0.0007
0.0039
4.7664
0,0864
C
A
338 – 388
388 – 424
0.0002
0.0002
0.0021
0.0017
0.5638
0.5093
0.0003
0.0002
0.0026
0.0021
4.0662
3.3516
0,1387
0,1520
424 – 475
0.0003
0.0023
0.6746
0.0004
0.0034
3.9695
0,1699
475 – 536
0.0003
0.0028
0.4045
0.0004
0.0035
2.1749
0,1860
536 – 580
0.0003
0.0032
0.7749
0.0007
0.0040
4.0590
0,1909
Tanah
3
4
B
C
B
9
Nisbah Feo/Fed yang juga disebut nisbah aktivitas telah digunakan secara
luas sebagai indeks pengkristalan atau umur oksida-oksida besi. Berdasarkan hasil
pada Tabel 5 di atas didapatkan nilai Feo/Fed yang selalu rendah (< 0.75) yang
menunjukkan bahwa tanah di daerah penelitian merupakan tanah yang sudah
mengalami pelapukan lanjut. Menurut McKeague dan Day (1965) Andosol dan
tanah-tanah muda lainnya memiliki nisbah Feo/Fed yang tinggi (> 0.75),
sedangkan pada tanah-tanah tua nilai nisbah tersebut lebih rendah. Dari data pada
Tabel 5 tersebut nilai Fed selalu lebih besar dari Feo. Menurut Walker (1983)
jumlah oksida besi yang dibebaskan oleh pengekstrak ditionit (Fed) harus sama
dengan atau lebih besar dari besi yang dibebaskan oleh pengekstrak oksalat (Feo).
Menurut McKeague et al. (1971) oksalat masam mengekstrak banyak Fe dari
magnetit tetapi sedikit dari goetit dan hematit, sedangkan untuk ditionit adalah
sebaliknya. Kemampuan mengekstrak Fe dari hematit dan goetit oleh ditionit
sangat tergantung dari ukuran butir, karena pengekstrak tersebut hanya mampu
melarutkan Fe dalam mineral besi kristal yang berukuran s/d 50 μm. Penelitian
McKeague et al. (1971) yang didukung oleh Walker (1983) menemukan bahwa
larutan oksalat melepaskan Feo dari magnetit sebanding jumlah magnetit dalam
tanah, sehingga nilai Fed akan tinggi secara abnormal jika terdapat magnetit.
Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 5, tanah (A–C) pola sebaran Feo
(Gambar 2C) dan Fed (Gambar 2D) dari horison ke horison semakin menurun.
Rasio Feo/Fed pada horison B1 mempunyai nilai yang besar dibandingkan dengan
horison lainnya (Gambar 3). Ini menunjukkan bahwa Fe oksida kristalin berada
dalam jumlah yang cukup banyak. Pola sebaran untuk Ald (Gambar 2B) dan Alo
(Gambar 2A) dari horison atas ke horison bawah relatif teratur, Sid (Gambar 2B)
dan Sio (Gambar 2A) cenderung menurun. Rasio Alo/Ald dan Sio/Sid menunjukkan
nilai yang sangat rendah dan menunjukkan bahwa bentuk Al dan Si oksida adalah
kristalin.
Pada tanah tertimbun 1 (A-C) pola sebaran nilai Feo dari horison atas ke
horison bawah menurun sesuai kedalaman (Gambar 2C), tetapi nilai Fed
menunjukkan sebaliknya (Gambar 2D). Pola sebaran Sio dan Alo memiliki nilai
yang sama (Gambar 2A), tetapi pola sebaran Sid dan Ald dari horison ke horison
mengalami penurunan (Gambar 2B). Rasio Feo/Fed (Gambar 3), Alo/Ald dan
Sio/Sid menunjukkan nilai yang rendah dan menunjukkan bahwa bentuk Fe, Si dan
Al oksida adalah kristalin.
Pada tanah tertimbun 2 (B-C) pola sebaran nilai Fed dari horison atas ke
horison bawah mengalami penurunan sesuai kedalaman (Gambar 2D), tetapi pola
sebaran nilai Feo menunjukkan sebaliknya (Gambar 2C). Rasio Feo/Fed semakin
bertambah dari lapisan atas ke lapisan bawah dan maksimum pada lapisan C
(Gambar 3). Ini menunjukkan Fe oksida berupa kristalin cukup banyak di lapisan
ini dibandingkan lapisan atasnya. Pola sebaran nilai Sio mempunyai nilai yang
sama (Gambar 2A), sedangkan nilai Sid dari horison atas ke horison bawah
mengalami penurunan sesuai dengan kedalaman (Gambar 2B). Pola sebaran Ald
dari horison satu ke horison lainnya mengalami penurunan sesuai kedalaman
(Gambar 2B), tetapi nilai Alo menunjukkan sebaliknya (Gambar 2A). Rasio
Alo/Ald dan Sio/Sid menunjukkan Al dan Si oksida adalah kristalin.
10
Pada tanah tertimbun 3 (A-C) pola sebaran nilai Feo (Gambar 2C) dan Fed
(Gambar 2D) dari horison ke horison tidak teratur. Pola sebaran nilai Sio (Gambar
2A) dan Sid (Gambar 2B) mempunyai nilai yang sama, kemudian pola sebaran
nilai Alo (Gambar 2A) dan Ald (Gambar 2B) dari horison ke horison semakin
bertambah. Rasio Feo/Fed (Gambar 3), Alo/Ald dan Sio/Sid menunjukkan bahwa Fe,
Si dan Al oksida adalah kristalin.
(A)
(B)
(C)
(D)
Gambar 2 Distribusi oksida pada singkapan yang diamati: (A). sebaran Alo
dan Sio, (B). sebaran Ald dan Sid, (C). sebaran Feo, (D). sebaran
Fed
11
Gambar 3 Distribusi Nilai Rasio Feo/Fed pada Singkapan
Pada tanah tertimbun 4 jumlah Feo lebih besar dibandingkan Feo pada
tanah, tanah tertimbun 1, 2 dan 3 (Gambar 2C), serta jumlah Fed lebih besar
dibandingkan Fed pada tanah tertimbun 3 horison C (Gambar 2D). Pola sebaran
jumlah Sio mempunyai nilai yang sama dengan tanah tertimbun 3 horison C
(Gambar 2A), sedangkan pola sebaran Sid mengalami kenaikan dari tanah
tertimbun 3 horison C (Gambar 2B). Pola sebaran Alo (Gambar 2A) dan Ald
(Gambar 2B) lebih besar dari tanah tertimbun 3 horison C. Rasio Feo/Fed
(Gambar 3), Alo/Ald dan Sio/Sid pada tanah tertimbun 4 horison B mempunyai
nilai paling besar dibandingkan tanah, tanah tertimbun 1, 2, dan 3. Hal ini
menunjukkan bahwa Fe, Si dan Al oksida berupa kristalin.
KESIMPULAN
1. Pada tanah dan tanah tertimbun 1, mineral yang banyak ditemukan adalah
magnetit, hasil lapukan, kuarsa jernih dan plagioklas, sedangkan kuarsa keruh,
gelas volkan, hasil lapukan gelas volkan dan hiperstein sedikit ditemukan.
Berdasarkan susunan mineralnya tanah dan tanah tertimbun 1 mempunyai
bahan induk andesitik berasosiasi hiperstein.
2. Pada tanah tertimbun 2, 3 dan 4, mineral yang banyak ditemukan adalah
magnetit, hasil lapukan dan hasil lapukan gelas volkan, sedangkan kuarsa
keruh, kuarsa jernih, plagioklas, hiperstein, hornblende dan gelas volkan
sedikit ditemukan. Pada tanah tertimbun 2, 3 dan 4 ditemukan konkresi besi.
Berdasarkan susunan mineralnya tanah timbunan 2, 3 dan 4 mempunyai bahan
induk basaltik berasosiasi hornblende.
3. Analisis mineral klei dengan DTA/TG menunjukkan bahwa setiap lapisan
pada tanah dan tanah tertimbun terdapat kaolinit sebagai mineral klei dominan.
4. Nilai rasio Si, Al dan Fe di semua lapisan pada tanah dan tanah tertimbun
menunjukkan bentuk oksida kristalin sebagai oksida yang dominan.
12
DAFTAR PUSTAKA
Effendi AC, Kusnama, dan Hermanto B. 1998. Peta Geologi Lembar Bogor, Jawa,
Skala 1:100.000. Edisi ke-2. Direktorat Geologi Departemen
Pertambangan Republik Indonesia, Bandung.
Nuryanto. 1986. Homogenitas Bahan Induk, Tingkat Pelapukan, dan Kesuburan
Alami Tanah Pada Suatu Transek Lereng di Daerah Gunung Salak
[skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.
Kusdaryanto dan Efendi W. 2000. Pemetaan Geomorfologi Gunung Salak.
McKeague JA, and JH Day. 1965. Dithionite and oxalate exctractable Fe and Al
as aids in differentiating various classes of soils. Can. J. Sci. 46:13-22.
McKeague JA, JE Brydon, and Miles NM. 1971. Differentiaion of forms of
exctractable iron and alumnium in soils. Soil Sci. Am. Proc. 35:33-38.
Mehra OP, and ML Jackson. 1960. Iron oxide removal from soils and clays by
dithionite-citrate system buffered with sodium bicarbonate. Clay and Clay
Minerals 7 : 317-327.
Mohr ECJ, Van Baren FA. 1960. Tropical Soils. Les Edition A. Manteu SA.
Bruxelles.
Pratomo I. 2006. Klasifikasi gunung api aktif indonesia, Studi Kasus dari
Beberapa Letusan Gunung Api dalam Sejarah. Jurnal Geologi Indonesia,
vol.1 No.4: 209-227. Bandung.
Santun L. 2014. Sifat Fisik dan Kimia Tanah Berbahan Induk Tuff Volkan di
Desa Sukasirna Kecamatan Cibadak, Sukabumi [skripsi]. Bogor (ID).
Institut Pertanian Bogor, Siap Terbit.
Schwertmann, U. 1964. The differention of iron oxide in soils by a photochemical
extraction with acid ammonium oxalate. Z. Pflazeneraehr. Dueng.
Bodenkund. 105:194-201.
Sudradjat A. 1992. Seputar Gunung api dan Gempa bumi. Adjat Sudradjat. Jakarta.
164 hal.
Sukartono, IGS. 1985. Penelaahan Tanah-Tanah Bersifat Oksik dari Daerah
Cipayung, Bogor [skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.
Sutaningsih NE, I Numusanto, Sukarnen, dan Suryono. 2010. Bahaya gas
vulkanik Gunung Salak, Jawa Barat. Jurnal Lingkungan dan Bencana
Geologi, vol.1 No.2: 79-90. Yogyakarta.
Walker, AL. 1983. The effects of magnetite on oxalate- and dithionite-extractable
iron. Soil Sci. Soc. Am. J. 47:1022-1026.
Wirjodihardjo, NW. 1953. Ilmu Tubuh Tanah I. Noordhoff-kolff NV. Djakarta.
13
LAMPIRAN
Lampiran 1 Uraian Deskripsi Profil
Lokasi
Elevasi
Koordinat
Topografi
Kelas Drainase
Vegetasi
Bahan Induk
Kedalaman efektif
: Cibadak, Sukabumi
: 550 mdpl
: S 06o 51’ 45.5”
E 106o 42’ 25.0”
: Dataran tinggi
: Baik
: Kebun campuran dan kelapa sawit
: Tuff abu volkan
: 166 cm
Sifat – sifat Morfologi Tanah
Tanah
Simbol
Uraian
Tertimbun
0 – 9 cm. Cokelat sangat gelap (7.5 YR 2.5/2); lom berklei; struktur
A
remah, sangat halus, lemah; lekat dan agak plastis (basah), lepas
(lembab); akar halus banyak; batas rata membentuk garis lurus, jelas.
9 – 58 cm. Cokelat sangat gelap (7.5 YR 2.5/2); lom berklei; struktur
B1
granular, sedang, lemah; agak lekat dan agak plastis (basah), sangat
gembur (lembab); akar halus banyak; batas rata membentuk garis lurus;
berangsur.
Tanah
58 – 118 cm. Cokelat sangat gelap (7.5 YR 2.5/3); lom berklei; struktur
B2
gumpal membulat, halus, lemah; agak lekat dan agak plastis (basah),
sangat teguh (lembab); akar halus sedang; batas rata membentuk garis
lurus; berangsur.
118 – 166 cm. Cokelat sangat gelap (7.5 YR 2.5/2); lom berklei;
C
struktur gumpal bersudut, sedang, sedang; agak lekat dan agak plastis
(basah), sangat teguh (lembab); akar sedang sedikit; batas rata
membentuk garis lurus; berangsur.
166 – 221 cm. Cokelat gelap (7.5 YR 3/3); klei; struktur gumpal
A
bersudut, sedang, sedang; agak lekat dan agak plastis (basah), gembur
(lembab); batas tidak teratur; jelas.
221 – 270 cm. Cokelat sangat gelap (7.5 YR 2.5/3); lom berklei;
B
struktur gumpal bersudut, halus, lemah; agak lekat dan agak plastis
1
(basah), sangat gembur (lembab); batas berombak atau bergelombang;
berangsur; terdapat konkresi mangan berwarna hitam dalam jumlah
sedikit.
C
270 – 306 cm. Cokelat gelap (7.5 YR 3/4); lom berklei; batas rata
membentuk garis lurus; jelas.
14
306 – 338 cm. Cokelat gelap (10 YR 3/3); lom berklei; struktur gumpal
bersudut, halus, sedang; agak lekat dan agak plastis (basah), gembur
(lembab); batas rata membentuk garis lurus; baur.
338 – 388 cm. Cokelat gelap kekuningan (10 YR 3/3); lom klei
berpasir; struktur gumpal bersudut, halus, sedang; tidak lekat dan agak
plastis (basah), gembur (lembab); batas rata membentuk garis lurus;
jelas; terdapat konkresi mangan dalam jumlah sedikit.
388 – 424 cm. Cokelat gelap kekuningan (10 YR 3/6); lom berdebu;
batas rata membentuk garis lurus; jelas.
424 – 475 cm. Cokelat gelap (7.5 YR 3/4); lom klei berdebu; struktur
gumpal membulat, sedang, sedang; tidak lekat dan agak plastis (basah),
gembur (lembab); batas rata membentuk garis lurus; jelas; terdapat
konkresi mangan dalam jumlah banyak dan menyebar rata.
475 – 536 cm. Cokelat kuat (7.5 YR 4/6); lom berdebu; batas tidak
teratur; berangsur; terdapat konkresi mangan dalam jumlah sedikit,
terdapat ciri pelapukan.
536 – 580 cm. Cokelat kuat (7.5 YR 4/6); lom klei berpasir; struktur
gumpal membulat, sedang, lemah; agak lekat dan agak plastis (basah),
gembur (lembab).
B
2
C
A
B
3
C
4
B
Lampiran 2 Kurva Grafik DTA
f
15
16
17
18
19
20
21
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandar Lampung, 02 April 1991 dari Bapak Nurhadi
dan Ibu Asmaningsih. Penulis merupakan anak pertama dari empat saudara.
Penulis memulai pendidikan di TK As-Salam pada tahun 1996–1997. Kemudian
melanjutkan pendidikan di SD 05 Harapan Jaya Sukarame tahun 1997–2003. Pada
tahun 2003–2006 melanjutkan pedidikan di MTs N 2 Sukarame Bandar Lampung
dan tahun 2006–2009 melanjutkan pedidikan di MAN 1 Sukarame Bandar
Lampung. Sekarang penulis melanjutkan studinya di Institut Pertanian Bogor,
Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan pada tahun 2009 melalui jalur
USMI (Ujian Saringan Masuk IPB).
Selama kuliah penulis aktif di berbagai kegiatan kampus yang ada di IPB.
Pada tingkat 1 penulis mengikuti UKM UKF (Uni Konservasi Fauna) tahun 2009
sebagai anggota pasif dan OMDA Lampung (Organisasi Mahasiswa Daerah
Lampung). Pada tingkat 2 penulis aktif di kegiatan BEM (Badan Eksekutif
Mahasiswa) Pertanian di Departemen Eksternal tentang kajian dan advokasi tahun
2010–2011. Pada tingkat 3 penulis aktif di UKM Beladiri Aikido sebagai ketua
Aikido IPB selama periode 2011–2012. Penulis juga pernah menjadi asisten
praktikum Pengantar Ilmu Tanah tahun 2013.
Download