Uploaded by User16651

teori merchan

advertisement
https://portal-ilmu.com/teori-merkantilisme/ portal-
ilmu.com
Teori Merkantilisme:
Sejarah, Tokoh, Ide Pokok
Andika Drajat Murdani
15-19 minutes
Dalam ilmu ekonomi, kita mengenal adanya berbagai
mazhab. Sastradipoera (2001: 12-82) memetakan
berbagai mazhab dalam ilmu ekonomi, yang menurutnya
terdapat delapan mazhab utama, meliputi : (1) mazhab
merkantilis; (2) mazhab fisiokrat; (3) mazhab klasik; (4)
mazhab sosialis; (5) mazhab hitoris; (6) mazhab
marjinalis; (7) mazhab institusionalis; (8) mazhab
kesejahteraan.
Kali ini, kita akan membahas mazhab ekonomi yang
berkembang paling awal dalam sejarah, yakni mazhab
merkantilisme. Kita akan membahas mengenai
pengertian merkantilisme, sejarah merkantilisme, ide
pokok merkantilisme, dan konsep penting lain dalam
merkantilisme.
Sejarah Merkantilisme
Kemunculan mazhab merkantilisme dimulai sejak Abad
Pertengahan, antara abad keempatbelas dan ketujuhbelas,
atau pada masa kejayaan Laissez-Faire. Masa –masa
kemunculan merkantilisme memang tidak berlangsung
secara cepat dan juga tidak terlihat secara tegas.
Pada abad-abad tersebut, kemajuan –kemajuan ekonomi
politik bahkan tidak begitu nampak. Masyarakat lebih
banyak memusatkan perhatiannya pada bagaimana sifat
–sifat kesejahteraan dalam sistem pasar yang tidak
memihak. Ketika itu, secara lambat, Eropa mengalami
transformasi ekonomi dari feodalisme ke ekonomi pasar
yang berorientasi keuntungan.
Ada banyak faktor yang mendorong kemunculan paham
merkantilisme ini. Eatwell (1987: 445), menjelaskan
salah satu di antaranya adalah perkembangan pemikiran
ekonomi Eropa yang dipengaruhi oleh kebijakan
ekonomi nasional.
Beberapa tanda yang mengawali perkembangan ekonomi
merkantilisme ini di antaranya adalah :
1. banyaknya penemuan dan penaklukan wilayah –
wilayah geografi baru oleh negara –negara
Eropa;
2. adanya arus-arus modal baru, baik dari wilayah
geografi baru maupun ke wilayah geografi baru
tersebut;
3. kebangkitan para raja dan saudagar yang
mendorong nasionalisme;
4. perkembangan perdagangan lokal, menuju ke
perdagangan baru keluar negeri dengan tujuan
untuk mendapat keuntungan lebih besar lewat
perdagangan luar negeri;
5. meredupnya kekuasaan lama gereja dan golongan
ningrat (Chilcote, 2010 : 552).
Kala itu, negara –negara banyak yang melakukan
penjelajahan untuk menemukan daerah –daerah baru.
Kemudian, ‘penemuan-penemuan’ daerah baru yang luas
ini pada akhirnya memunculkan asumsi bahwa
perdagangan pada tingkat lokal tidak lagi banyak
memberi keuntungan.
Para pedagang memiliki kesempatan lebih luas untuk
berkembang lewat perdagangan luar negeri. Perdagangan
dengan berbagai negara hasil temuan pun terus
dilakukan dan berkembang. Pada akhirnya, hal ini
menimbulkan persaingan dagang di antara para bangsa
penjelajah.
Nama merkantilisme sendiri diidentikkan dengan para
‘kapitalis pedagang’ atau marchant capitalists, yang kala
itu dianggap memiliki peran penting dalam dunia bisnis.
Jika merunut pada tulisan – tulisan kaum merkantilis di
awal periode, secara pragmatis mereka melakukan
analisa mengenai bagaimana negara – negara
menghasilkan kesejahteraan.
Asumsi kaum merkantilis kala itu adalah mengenai
peran negara dalam upaya mencapai kesejahteraan yang
dilakukan dengan regulasi dan kontrol. Regulasi dan
kontrol diperlukan untuk membatasi individu yang
terlalu mementingkan diri sendiri, yang dianggap dapat
menghambat kesejahteraan.
Karenanya, demi mencapai kesejahteraan ini diperlukan
regulasi dan kontrol terhadap aspek – aspek
perdagangan, seperti :
1. keseimbangan pembayaran kredit;
2. keseimbangan perdagangan yang
menguntungkan;
3. manufaktur; serta
4. sirkulasi komoditas lewat tanah yang subur.
Dalam upaya penegakan regulasi dan kontrol ini,
terdapat tokoh yang dianggap memiliki peran penting.
Tokoh tersebut adalah Thomas Mun (1571-1641) yang
merupakan saudagar kaya raya dari Inggris dan Jean
Baptist Colbert (1619-1683) yang merupakan seorang
menteri utama ekonomi dan keuangan dari Prancis
zaman Raja Louis XIV.
Kedua tokoh tersebut dianggap sebagai dua tokoh
penting yang mewakili kaum ‘scholar’ (terpelajar) dan
saudagar kala itu. Dua tokoh ini pula yang membuat
‘ekonomi merkalitisme’ juga sering disebut
‘Colbertisme’.
Selain itu, mazhab ini juga sering diidentikkan dengan
komoditas ‘emas’, karena nilai kesejahteraan yang
banyak dinilai dengan standar emas. Karenanya, ketika
mempelajari ide pokok merkantilisme, kita akan banyak
menemukan kegiatan ekonomi yang berhubungan
dengan emas.
Mazhab merkantilisme ini kemudian mulai meredup
ketika menuju abad kedelapanbelas. Redupnya mazhab
merkantilisme ditandai dengan kemunculan mazhab
Fisiokrat yang pertama kali muncul di Prancis di awal
tahun 1756.
Tokoh Merkantilisme
Mazhab merkantilisme merepresentasikan suatu
kelompok dengan cita-cita dan ideologi kapitalisme
komersial, serta pandangan mengenai politik
kemakmuran negara yang ditujukan demi memperkuat
posisi dan kemakmuran negara melebihi kemakmuran
perseorangan.
Pemikiran Merkantilisme sendiri mulai dituangkan
dalam bentuk tulisan pada tahun 1613. Tokoh –tokoh
yang menggawangi penulisan merkantilisme adalah
Antonio Serra, Thomas Munn dan David Hume.
Selain itu, ada juga para tokoh lain yang dianggap
sebagai kaum Merkantilisme, yakni Sir Josiah Child,
Jean Bodin, Von Hornich dan Jean Baptiste Colbert.
Mereka dianggap sebagai tokoh pelopor yang
merumuskan konsep pemikiran merkantilisme, dan
mendukung merkantilisme.
Ada lagi, tokoh lain yang cukup populer dalam
menguraikan konsep perdagangan bebas khas
“merkantilis” Eropa pada abad keenambelas hingga
kedelapanbelas adalah esais Perancis, Montaigne.
Dituliskan oleh Montaigne, Merkantilis memegang
prinsip dalam perdagangan apapun, salah satu pihak
dapat memperoleh keuntungan hanya dengan
mengorbankan yang lain, dengan kata lain, bahwa dalam
setiap transaksi ada pemenang dan pecundang, seorang
“pemeras” dan yang “dieksploitasi.” (Murray, 2012:
157).
Kaum merkantilis menyebutkan bahwa konsep
kesejahteraan didasarkan pada jumlah kekayaan stok
emas negara serta neraca perdagangan yang surplus.
Atas dasar dua hal ini, maka kebijakan pemerintah yang
utama adalah bagaimana mendorong ekspor dan
membatasi impor.
Pada intinya, mereka berpandangan bahwa semakin
banyak emas, berarti semakin banyak pula uang yang
dimiliki, dan akhirnya dapat menghasilkan output dan
kesempatan kerja yang semakin besar. Artinya,
kesejahteraan bisa dicapai dengan lebih baik (Salvatore,
1996: 23-24).
Ide Pokok Merkantilisme
Mazhab merkantilisme muncul sebagai tanggapan atas
upaya mencapai kesejahteraan. Beberapa ide pokok yang
terkandung dalam merkantilisme, dapat dijabarkan
dalam beberapa poin, seperti berikut :
1. Emas dan perak, adalah bentuk kekayaan yang
khas yang paling banyak disukai, karenanya
ekspor logam mulia sangat dilarang;
2. Negara harus mampu mendorong kegiatan ekspor
dan memupuk kekayaan dengan jalan merugikan
negara lain (tetangga);
3. Dalam kebijakan ekspor-impor, negara harus
mencapai surplus sebesar-besarnya;
4. Kolonisasi dan monopolisasi perdagangan harus
dilaksanakan secara ketat demi memelihara
keabadian kaum koloni agar tunduk dan
tergantung pada negara induk;
5. Adanya penentangan atas bea, pajak, dan restriksi
intern terhadap mobilitas barang;
6. Penguatan pemerintah pusat untuk menjamin
kebijakan merkantilisme dapat berjalan
sebagaimana mestinya;
7. Pertumbuhan penduduk yang tinggi disertai
sumber daya manusia yang tinggi adalah hal
penting guna memenuhi pasokan kepentingan
militer dan pengelolaan merkentilisme yang kuat
pula (Sastradipoera, 2001: 12-18).
Dari sini, bisa ditarik kesimpulan sederhana bahwa suatu
negara menjadi sejahtera dan kaya dengan melakukan
sebanyak mungkin ekspor dan sesedikit mungkin impor.
Meski demikian, Hume memaparkan bahwa dalam
kondisi ini, pemerintah tidak ikut campur dalam kegiatan
perdagangan internasional ini. Ini dilakukan karena
keyakinan akan adanya mekanisme aliran emas, yang
membuat neraca perdagangan internasional dapat
seimbang ke arah semula.
Teori Perdagangan Internasional dalam
Pandangan Kaum Merkantilisme
Kembali ditekankan bahwa Kaum Merkantilisme yang
berkembang pesat sekitar abad ke-16 ini, meyakini
pemikiran bahwa ekonomi nasional dan pembangunan
ekonomi dapat dicapai dengan mengusahakan jumlah
ekspor sehingga melebihi jumlah impor, atau surplus.
Jika dikaitkan dengan sektor perdagangan luar negeri,
maka kita bisa menarik dua ide pokok terkait kebijakan
merkantilis, berupa :
1. Pemupukan logam mulia. Tujuan pemukukan
logam mulai adalah untuk pembentukan negara
nasional yang kuat dan pemupukan kemakmuran
nasional demi mempertahankan dan
mengembangkan kekuatan negara;
2. Politik perdagangan untuk mencapai surplus.
Setiap politik perdagangan beserta kerangka
kebijakan negara, ditujukan untuk menunjang
kelebihan ekspor di atas impor atau demi
mencapai neraca perdagangan yang aktif.
Agar suatu negara mencapai neraca perdagangan yang
aktif, ekspor harus didorong dan impor harus dibatasi.
Alasan utama dilakukan hal ini adalah berkaitan dengan
tujuan utama perdagangan luar negeri yakni demi
memperoleh tambahan logam mulia.
Jadi, di sini dapat ditarik kesimpulan sederhana bahwa
perdagangan internasional atau perdagangan luar negeri,
menitikberatkan tujuan politik merkantilisme pada upaya
untuk memperbesar ekspor di atas impor, serta kelebihan
ekspor dapat dibayarkan dengan logam mulia.
Kaum merkantilis memiliki target yang besar untuk
dapat melakukan monopoli atas perdagangan. Atas dasar
target ini, muncul kebijakan lain terkait yakni dengan
memperoleh daerah-daerah jajahan seluas mungkin guna
memasarkan hasil industri.
Hal inilah yang mendorong terjadinya pencarian wilayah
geografis baru yang semakin luas oleh kaum merkantilis
dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan.
Sebab, pokok perbincangan utama kaum merkantilis
memang mengenai bagaimana bisa mencapai
kesejahteraan menurut ukuran mereka.
Berikut penjelasan mengenai teori merkantilisme yang
berkembang di abad ke-16. Merkantilisme ini sering
dianggap sebagai salah satu pemikiran ekonomi ataupun
ekonomi politik terbesar sepanjang sejarah, selain
liberalisme dan sosialisme. Jadi, memahami sejarah
merkantilisme, tokoh merkantilisme, dan ide pokok
perspektif merkantilisme merupakan hal penting sebagai
landasan berpikir di ranah ekonomi maupun politik.
Kritik terhadap Merkantilisme
Setiap teori sejatinya bebas dari nilai. Akan tetapi, tidak
ada teori yang bebas dari kritik, termasuk merkantilisme.
Teori merkantilisme atau yang juga dikenal sebagai
mazhab merkantilisme ini juga banyak mendapat kritik
dari para ahli.
Para pengamat akhir abad ketujuhbelas dan abad
kedelapanbelas misalnya, banyak melayangkan
pertanyaan –pertanyaan terhadap kaum merkantilis
seputar surplus produk sosial yang terjadi dengan adanya
pertumbuhan manufaktur dan teknologi pertanian. Kaum
merkantilis sendiri kesulitan untuk menjelaskan
bagaimana hubungan tenaga kerja dengan tanah.
Kritik lain disampaikan oleh Francois Quesnay dalam
Economic Table (1758), seorang fisiokrat terkemuka,
yang menyampaikan bahwa ia menantang asumsi
merkantilis bahwa kesejahteraan berkembang dari
perdagangan dan industri. Ia menekankan tentang
surplus yang dihasilkan dalam pertanian.
Ia juga mengkritisi tentang kebijakan pemerintah dalam
hal pembayaran pajak. Menurutnya, pajak –pajak
seharusnya dibayar oleh para pemilik tanah. Tidak
seharusnya para petani kecil, pedagang, adn pelaku
manufaktur yang dipandang produktif –lah yang
diharuskan membayar pajak (Chilcote, 2010 : 553).
Salah satu kritik terhadap merkantilisme yang paling
populer adalah yang disampaikan oleh David Hume.
David Hume banyak mengajukan ulasan tentang konsep
kesejahteraan sebagai ide pokok dari kaum
merkantilisme.
Berikut adalah beberapa kritik David Hume terhadap
merkantilisme :
1.
2.
3.
4.
5.
Potensi inflasi akibat penumpukan logam mulia.
Menurunnya kuantitas ekspor barang.
Kuantitas impor meningkat.
Terjadi defisit neraca perdagangan.
Raja menjadi miskin.
Penjelasan : Kemakmuran seorang raja atau suatu negara
diidentikkan dengan ukuran standar emas. Ide pokok
pemikiran merkantilisme menyatakan bahwa
kemakmuran negara atau raja dapat dicapai dengan
jumlah ekspor yang lebih tinggi dari impor (surplus).
Dengan adanya surplus, negara dapat memupuk logam
mulia yang semakin banyak. Sebab, alat pembayaran
atau uang yang digunakan waktu tersebut adalah logam
mulia. Jadi, jika logam mulia semakin banyak, maka
juga berarti jumlah uang yang beredar juga semakin
banyak, yang artinya terjadi Money Supply.
Jumlah uang beredar yang tinggi, sementara jumlah
produksi tetap inilah yang kemudian memicu terjadinya
inflasi atau kenaikan harga. Terjadinya kenaikan harga di
dalam negeri pada akhirnya berimbas terhadap harga
barang-barang ekspor yang juga akan ikut naik. Pada
akhirnya, kuantitas ekspor akan ikut menurun.
Ketika kuantitas ekspor menurun dan harga barang
dalam negeri meningkat akibat inflasi, maka barang
impor akan menjadi lebih murah. Hal ini berimbas pada
peningkatan kuantitas impor. Pada akhirnya, akan terjadi
defisit, kepemilikan logam mulia akan berkurang, dan
raja atau negara pun menjadi miskin.
Raja atau negara yang tadinya kaya raya atau makmur
karena memiliki logam mulia yang banyak pun akan
berubah miskin. Perubahan raja dari makmur menjadi
miskin inilah yang dikritik oleh David Hume. Menurut
Hume, kondisi ini disebut sebagai “Mekanisme
Otomatis” dari “Price-Specie Flow Mechanism”
(PSFM).
Kritik David Hume ini membuat teori merkantilisme
dianggap tidak relevan. Berdasarkan pada kritik yang
dilontarkan David Hume ini pula, muncul teori klasik
atau absolute advantage dari Adam Smith.
Adam Smith sendiri juga mengajukan kritikannya
terhadap teori merkantilisme, yang juga didasarkan pada
PSFM dari Hume. Berikut adalah beberapa kritik Adam
Smith terhadap teori merkantilisme :
1. ukuran kemakmuran suatu negara tidak
seharusnya ditentukan oleh banyaknya logam
mulia yang dimiliki.
2. kemakmuran negara ditentukan berdasarkan pada
nilai GDP (Gross Domestic Product) dan
sumbangan perdagangan luar negeri terhadap
pembentukan GDP.
3. untuk meningkatkan GDP dan perdagangan luar
negeri, pemerintah harus mengurangi campur
tangan terhadap perdagangan agar dapat tercipta
perdagangan bebas atau free trade.
4. Free trade memunculkan persaingan
perdagangan yang semakin ketat, sehingga
mendorong masing-masing negara untuk
melakukan spesialisasi dan pembagian kerja
internasional, berdasarkan keunggulan absolut
yang dimiliki oleh masing-masing negara.
5. Spesialisasi dan pembagian kerja internasional
yang didasarkan pada konsep absolute advantage
dapat memacu peningkatan produktivitas dan
efisiensi. Pada akhirnya, hal ini dapat mendorong
peningkatan GDP dan perdagangan luar negeri.
6. Peningkatan GDP dan perdagangan internasional
identik dengan kemakmuran suatu negara.
Merkantilisme Era Modern
Era merkantilisme ini memang terus mengalami
peredupan menjelang abad ke -17. Namun, bukan berarti
nilai –nilai dari kebijakan merkantilisme ini sama sekali
ditinggalkan. Merkantilisme justru mengalami
perkembangan lewat kritik –kritik dan masukan yang
dilayangkan para pengamatnya.
Saat ini, ide –ide merkantilisme juga masih banyak
dijalankan oleh negara- negara, namun dalam bentuk
“neo merkantilisme”. Neomerkantilisme yang dimaksud
ini adalah kebijakan yan memuat proteksi dengan tujuan
melindungi dan mendorong ekonomi industri nasional,
melalui kebijakan tarif atau Tariff Barrier dan kebijakan
Nontariff Barrier.
Di era sekarang, tariff barrier dalam rangka kebijakan
proteksi ini banyak menerapkan bentuk countervailing
duty, bea anti dumping dan surcharge. Namun,
kebijakan proteksi yang lebih banyak digunakan
biasanya adalah dalam bentuk Nontariff Barrier, seperti
contohnya kebijakan larangan, sistem kuota, ketentuan
teknis, harga patokan, peraturan kesehatan, dan lain
sejenisya.
Semoga artikel ini bermanfaat.
Referensi:
1. Chilcote, Ronald H. 2010. Teori Perbandingan
Politik : Penelusuran Paradigma. Jakarta : PT.
2. Eatwell, John , et.al. 1987. The Palgrave: A
Dictionary of Economics. London: McMillan
Press Limited.
3. Murray N. Rothbard. 2012. Pasar Bebas, dalam
Priyono dan Zainuddin Ismail. Teori Ekonomi.
hal 157. Dharma Ilmu.
4. Salvatore, Dominick. 1996. International
Economics Fifth Edition. New Jersey : PrenticeHall, Inc., A Simon & Company.
5. Sardjono, Sigit. 2017. Ekonomi Mikro : Teori
dan Aplikasinya. Yogyakarta : Penerbit Andi.
6. Satradipoera, Komaruddin. 2001. Sejarah
Pemikiran Ekonomi: Suatu Pengantar Teori dan
Kebijaksanaan Ekonomi. Bandung: KappaSigma.
Materi lain:



Sistem Ekonomi Pancasila: Pengertian hingga
Karakteristik
Sistem Ekonomi Kerakyatan: Pengertian hingga
Keunggulan
Teori Marxisme: dari Sejarah, Tokoh hingga Ide
Pokok dalam Ekonomi Politik
Download