MODEL PENGENDALI CACAT BIJI KAKAO MENGGUNAKAN METODE FORWARD CHAINING DAN SIMPLE MULTI ATTRIBUTE RATTING TECHNIQUE (SMART) (STUDI KASUS DI PTPN XII BANJARSARI KABUPATEN JEMBER) Proposal Penelitian Oleh Ahmad Saiful Anam NIM 141710301014 Pembimbing : DPU: Dr. Bambang Herry P., S.TP., M.Si. DPA: Dr. Dedy Wirawan Soedibyo, S.TP., M.Si. KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS JEMBER FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN PROGRAM STUDI TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN 2019 BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kakao menjadi komoditas unggulan sektor perkebunan. Hal ini dibuktikan kakao sebagai penyumbang devisa Indonesia peringkat keempat setelah kelapa sawit, karet, dan kelapa. Indonesia yang dikenal sebagai negara penghasil kakao terbesar ketiga di dunia setelah Pantai Gading dan Ghana, sehingga turut berperan aktif dalam ekspor komoditas kakao dunia karena Indonesia menyumbang sebesar 16% kakao untuk dunia (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2013). Provinsi di Indinesia dengan penghasil kakao tebesar antara lain Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Lampung, Jawa Timur, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Barat. Pada tahun 2017, Indonesia memproduksi 659,80 ribu ton kakao, mengalami peningkatan dibandingkan produksi pada tahun 2016, yang hanya sebesar 658,40 ribu ton (BPS, 2018). Perputaran pasar kakao dunia sangat memperhitungkan Indonesia sebagai produsen kakao (Nauly, Daris & Nunung, 2014). Namun secara kuantitas produksi kakao di Indonesia sangat menggiurkan, namun kurang memuaskan dari aspek kualitas. Sehingga sulit bersaing dalam pasar dunia dengan produk dari negara lain dan memiliki standar mutu yang baik. Rendahnya mutu kakao disebabkan minimnya pengetahuan petani tentang teknik pengolahan kakao, serta belum mampu menghasilkan kakao dengan mutu terbaik sesuai syarat mutu kakao yang telah ditetapkan (Fadhil, et al., 2015). Suharto (2006), menyampaikan bahwa produk kakao Indonesia memasuki pasar Internasional sesuai dengan kebijaksanaan perekonomian pemerintah Indonesia untuk meningkatkan ekspor. Meningkatkan ekspor diartikan sebagai suatu kegiatan untuk meningkatkan volume dan mutu produk produk guna menambah pendapatan devisa negara. PT. Perkebunan Nusantara XII (Persero) sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN), memasuki pasar Internasional mulai dari perusahaan Belanda (sebelum ambil alih tahun 1957). Berdasarkan harga yang berlaku, subsektor perkebunan mempunyai kontribusi yang signifikan terhadap perekonomian Indonesia. Tanaman perkebunan Indonesia mampu menghasilkan 153.884.70 miliar rupiah terhadap PDB Indonesia (BPS, 2011). Menurut BPS (2015) Kabupaten Jember pada tahun 2013 mampu mengekspor kakao sejumlah 169.000 Kg dengan nilai jual 513.700 US $. Dengan adanya produksi kakao yang melimpah serta nilai jual yang tinggi, perlu adanya imbangan pada bagian hilirisasi produk yakni sektor pemasaran menuju pemanfaatan di industri. Jumlah produksi tertinggi dalam pengusahaan komoditas kakao sebagian besar terdapat pada perkebunan di wilayah II. Salah satu perkebunan di wilayah II yang menjadi andalan produksi kakao khususnya berada di Kebun Banjarsari Afdeling Gerengrejo. Lebih lanjut menurut Suharto (2006) bahwa pihak PT. Perkebunan Nusantara XII sebagai produsen Java Cocoa harus selalu mengikuti perkembangan karakter niche market tersebut agar produk yang kita tawarkan kepada mereka selalu dapat memenuhi persyaratan yang mereka tentukan. Oleh sebab itu perlu dilakukan proses sortasi biji kakao dan menerapkan standar mutu yang telah ditetapkan sebelum dipasarkan, baik di dalam maupun luar negeri. Pada posisi yang demikian, peran agribisnis kakao cukup penting bagi perekonomian nasional, khususnya sebagai penyedia lapangan kerja, sumber pendapatan petani, dan sumber devisa negara. Beberapa Negara tujuan ekspor sebagai konsumen biji coklat Indonesia antara lain ditampilkan pada tabel 1. Negara Tujuan 2011 2012 2013 2014 2015 Tiongkok 8,764.2 6,962.1 8,670.2 480.0 683.3 Thailand Singapura 6,037.0 34,839.4 8,049.4 40,879.4 7,713.4 33,146.9 4,978.5 10,617.1 1,378.1 5,85 Malaysia 143,296 102,350.1 134,774.4 43,733 33,735.8 Amerika Serikat 9,841.0 143.3 7,208.7 218.9 1,823.1 Kanada 5,5 25.5 118.2 120.8 36.1 India 4,848.0 5,131 5,7 7,820.1 55 Belanda 776 510.6 187.5 237.5 608.7 Jerman 293.8 369.8 490.5 600.7 2,103.3 Lainnya 543.9 7,565.1 3,494.9 7,819.3 9,026 Jumlah 214,739.3 171,986.3 201,504.7 76,625.9 55,299.4 Tabel 1. Negara tujuan ekspor biji coklat Indonesia dalam ton pada tahun 20112015 Sumber: BPS, 2017 Dalam kurun waktu lima tahun mulai tahun 2011-2015, negara tujuan ekspor terbesar adalah Malaysia. Pada tahun 2015, jumlah biji kakao yang diekspor ke Malaysia mencapai 33,735.8 ton. Negara tujuan kedua terbesar adalah Singapura, meskipun jumlah ekspor Singapura terus menurun dari tahun ke tahun. Posisi ketiga adalah Jerman yang justru mengalami peningkatan per tahunnya. Secara umum, ekspor biji coklat Indonesia berfluktuasi per tahunnya. Ekspor tertingi terjadi pada tahun 2011 dengan total ekspor sebesar 214.739,3 ton dan ekspor terendah pada tahun 2015 sebesar 55.299,4 ton. Kakao selain menjadi komoditas unggulan perkebunan juga memiliki pasar strategis, pertama karena komoditi ini merupakan komoditi perdagangan internasional yang memiliki nilai yang tinggi dan Indonesia merupakan produsen kakao terbesar ketiga di dunia. Kedua, kegiatan usaha ini 95% melibatkan petani kecil (Ford Foundation dan Komite Pemantauan pelaksanaan otonomi Daerah, 2013). Berdasarkan jenis mutu biji kakao digolongkan menjadi 3 jenis mutu. Berikut ini adalah syarat mutu biji kakao berdasarkan nilai cacat: Jenis Mutu Persyaratan Kakao Kakao Kadar Kadar Kadar biji Kadar Kadar biji Mulia Lindak biji biji slaty berserangga kotoran berkecamba (Fine (Bulk berjamur (biji/biji) (biji/biji) waste h Cocoa) Cocoa) (biji/biji) (biji/biji) (biji/biji) I–F I-B Maks. 2 Maks. 3 Maks. 1 Maks. 1,5 Maks. 2 II – F II - B Maks. 4 Maks. 8 Maks. 2 Maks. 2 Maks. 3 III – F III - B Maks. 4 Maks. 20 Maks. 2 Maks. 3 Maks. 3 Tabel 2. Syarat Mutu Biji Kakao (Satuan dalam persen) Sumber: Badan Standar Nasional Indonesia Biji Kakao 2008. Menurut ukuran berat bijinya, yang dinyatakan dengan biji per 100 gr digolongkan ke dalam 5 golongan ukuran dengan penandaan sebagai berikut. AA : Maksimum 85 biji per seratus gram A : 86-100 biji per seratus gram B : 101-110 biji per seratus gram C : 111-120 biji per seratus gram S : Lebih besar dari 120 biji per seratus gram (Sumber: Badan SNI Biji Kakao 2008) Penentuan nilai cacat dilakukan secara secara dengan pengambilan 300 biji kakao sebagai sampel untuk dianalisa. Penentuan nilai cacat dengan cara seperti ini mempunyai kelemahan dari sisi subjektivitas yang memungkinkan terjadinya kesalahan akibat kelelahan mata manusia terhadap sampel yang dianalisa dan minimnya pengetahuan petani mengenai penyebab terjadinya cacat pada biji kakao serta minimnya edukasi tentang pengolahan kakao. Pada kenyataannya di lapangan terdapat berbagai faktor penyebab cacat biji kakao yang dapat mempengaruhi terhadap kualitas biji kakao seperti studi kasus di Kebun Banjarsari PTP XII Jember. Salah satu alternatif untuk meningkatkan pengetahuan petani kakao adalah melalui pendampingan oleh ahli kopi, yaitu peneliti yang berasal dari pusat penelitian, akademisi, serta para ahli tetapi terdapat keterbatasan jumlah ahli kakao dalam hal konsultasi tentang faktor penyebab terjadinya cacat pada biji kakao. Untuk mengatasi hal tersebut maka dikembangkan sistem pakar tentang diagnosa penyebab terjadinya cacat pada biji kakao. Sistem pakar yang dikembangkan ini menggunakan sistem konsultasi terkait gejala penyebab terjadinya cacat pada biji kakao dimana untuk sistem pakar dengan sistem diagnosa atau konsultasi yang tepat adalah menggunakan metode Forward Chaining yang pada penelitian ini dilakukan implementasi pengetahuan dari pakar yang selanjutnya diterjemahkan ke dalam bahasa pemograman kemudian dilakukan diagnosa awal berdasarkan kerusakan biji kakao yang terjadi dan keluaran yang dihasilkan adalah diagnosa mengenai penyebab terjadinya cacat pada biji kakao serta solusi perbaikan yang akan dilakukan. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan penjelasan di atas rumusan masalah yang ada dalam penelitian ini yaitu bagaimana membangun sebuah sistem yang mampu mengidentifikasi cacat pada biji kakao berbasis web serta memberikan informasi terkait solusi dan penanganan yang tepat. 1.3 Batasan Masalah Adapun batasan masalah dari pembangunan aplikasi ini adalah sebagai berikut: 1. Informasi penyebab terjadinya cacat pada biji kakao di Agroindustri Banjarsari PTPN XII Kab. Jember 2. Informasi cacat pada biji kakao di Agroindustri Banjarsari PTPN XII Kab. Jember 3. Pakar dari Puslit Koka Kab. Jember dan Ahli Kakao 4. Metode yang digunakan Forward Chaining 5. Sistem Pakar Berbasis Web 1.4 Tujuan Adapun tujuan dari penelitian ini adalah merancang dan membangun sistem pakar berbasis web untuk mengidentifikasi cacat pada biji kakao serta penanganannya. 1.5 Manfaat Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Membantu para karyawan dalam mendapatkan informasi mengenai cacat pada biji kakao di Agroindustri Banjarsari PTPN XII Kab. Jember. 2. Memberikan solusi berupa informasi penanganan cacat pada biji kakao di Agroindustri Banjarsari PTPN XII Kab. Jember dengan mudah. BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Standar Mutu Biji Kakao Biji kakao sebelum dipasarkan secara domestik maupun ekspor, perlu dilakuan penyortiran berdasarkan standar mutu yang telah ditetapkan oleh Peraturan Menteri Pertanian RI Nomor 67/Permentan/Ot.140/5/2014 Tentang Persyaratan Mutu Dan Pemasaran Biji Kakao, yang tersaji pada tabel 3 berikut ini: Tabel 3. Peraturan Menteri Pertanian Syarat Mutu dan Pemasyaran Biji Kakao Pasal 1 Ayat 19 Ayat 20 Ayat 21 Ayat 22 Ayat 23 Ayat 24 Peraturan yang dimaksud Biji Berserangga adalah Biji Kakao yang dibagian dalamnya terdapat serangga pada stadia apapun atau terdapat bagian-bagian dari tubuh serangga, atau yang memperlihatkan kerusakan karena serangga yang dapat dilihat oleh mata. Benda-Benda Asing adalah bendabenda lain yang bukan berasal dari tanaman kakao. Kotoran (waste) adalah benda-benda berupa plasenta, biji dempet (cluster), pecahan biji, pecahan kulit, biji pipih, ranting dan benda lainnya yang berasal dari tanaman kakao. Biji Pecah adalah Biji Kakao dengan bagian yang hilang berukuran setengah (½) atau kurang dari bagian Biji Kakao yang utuh. Biji Berjamur adalah Biji Kakao yang ditumbuhi jamur di bagian dalamnya dan apabila dibelah dapat terlihat dengan mata. Biji Slaty adalah biji yang tidak terfermentasi sempurna yang pada kakao lindak memperlihatkan separuh atau lebih permukaan irisan keping biji berwarna ungu, keabu-abuan seperti sabak atau biru keabu-abuan bertekstur padat dan pejal, sedangkan pada kakao mulia permukaannya berwarna putih kotor. Ayat 25 Biji Berkecambah adalah Biji Kakao yang telah berkecambah atau yang telah lepas kecambahnya dengan ditandai adanya lubang. Ayat 26 Biji Berbau Asap dan/atau hammy dan/atau berbau asing adalah biji yang berbau asap, berbau hammy atau bau asing lainnya yang ditentukan metode uji. Sumber: Peraturan Menteri Pertanian RI Nomor 67/Permentan/Ot.140/5/2014 Selain Persyaratan dari Menteri Pertanian RI, terdapat juga syarat mutu biji kakao yang dikeluarkan oleh Badan Standarisasi Nasional Biji Kakao 2323:2008. Berdasarkan pokok ketetapan mengenai SNI Biji Kakao dapat digolongkan sebagai berikut: 1. Berdasarkan biji kakao digolongkan menjadi 2, yaitu jenis Mulia/Fine (berasal dari tanaman kakao jenis Criolo dan Trinitario serta hasil persianganannya) dan jenis Lindak/Bulk (berasal dari tanaman kakao jenis Forastero). 2. Berdasarkan mutu biji kakao digolongkan dalam 3 jenis mutu, yaitu Mutu I, Mutu II dan Mutu III. 3. Menurut ukuran berat bijimya, yang dinyatakan dengan biji per 100 gr digolongkan ke dalam 5 golongan ukuran dengan penandaan sebagai berikut. AA : Maksimum 85 biji per seratus gram A : 86-100 biji per seratus gram B : 101-110 biji per seratus gram C : 111-120 biji per seratus gram S : Lebih besar dari 120 biji per seratus gram Sumber: (BSN, 2008) 4. Ketentuan umum syarat mutu: Tabel 4. Syarat mutu umum No Jenis Uji 1 Serangga hidup 2 Kadar air 3 Biji berbau asap dan atau hammy dan atau berbau asing 4 Kadar benda asing Satuan % fraksi massa - Persyaratan Tidak ada Maks. 7,5 Tidak ada - Tidak ada Sumber: (BSN, 2008) 5. Ketentuan khusus syarat mutu Tabel 5. Syarat Mutu Biji Kakao (Satuan dalam persen) Jenis Mutu Persyaratan Kakao Kakao Kadar Kadar Kadar biji Kadar Kadar biji Mulia Lindak biji biji slaty berserangga kotoran berkecamba (Fine (Bulk berjamur (biji/biji) (biji/biji) waste h Cocoa) Cocoa) (biji/biji) (biji/biji) (biji/biji) I–F I–B Maks. 2 Maks. 3 Maks. 1 Maks. 1,5 Maks. 2 II – F II – B Maks. 4 Maks. 8 Maks. 2 Maks. 2 Maks. 3 III – F III – B Maks. 4 Maks. 20 Maks. 2 Maks. 3 Maks. 3 Sumber: Badan Standar Nasional Indonesia Biji Kakao 2008 Metode pemutuan biji kakao dilakukan dengan cara mengambil biji kakao sebanyak 300 gram kemudian diamati secara visual kenampakannya berdasarkan SNI 2008 tentang mutu biji kakao, memudahkan pengamatan maka diambil 100 gram sebagai sampel yang akan diamati. 2.2 Sistem Pakar Sistem pakar (Expert System), menurut Turban (2001) adalah sistem yang menggunakan pengetahuan seorang pakar yang tersimpan dalam komputer untuk menyelesaikan masalah yang memerlukan kepakaran seseorang. Desain sistem pakar meniru proses penalaran pakar dalam menyelesaikan masalah yang spesifik Konsep dasar dari sistem pakar menurut Turban (2001), yaitu: 1. Keahlian (expertise), suatu kelebihan penguasaan pengetahuan di bidang tertentu yang diperoleh dari pelatihan, mambaca pengalaman. 2. Pakar atau ahli (Expert), orang yang mampu menjelaskan suatu tanggapan, mempelajari hal-hal baru seputar topik permasalahan, menyusun kembali pengetahuan jika dipandang perlu, memecahkan aturan-aturan jika dibutuhkan dan menentukan relevan atau tidaknya keahlian mereka. 3. Pengalih perhatian (Transeling expertise), sistem pakar mempunyai tujuan yaitu memindahkan keahlian dari sorang pakar ke sistem komputer dan kemudian ke orang lain. Proses ini melibatkan empat aktivitas, yaitu : akuisisi pengetahuan, representasi pengetahuan, inferensi pengetahuan dan pemindahan pengetahuan, kepada pengguna sistem. 4. Mekanisme inferensi (Inferencing), suatu fitur dari sistem pakar adalah kemampuan untuk menalar. Pengetahuan dari para pakar disimpan didalam basis pengetahuan. Inferensi dilaksanakan di dalam komponen yang disebut dengan Inference Engine (mesin inferensi). 5. Aturan aturan (Rules), sebagian besar sistem pakar dibuat dalam bentuk rulebased system, maksudnya adalah pengetahuan disimpan dalam bentuk aturanaturan. Aturan tersebut umumnya berbentuk IF-THEN. 6. Kemampuan menjelaskan (Explanation capability), fitur lain dari sistem pakar adalah kemampuan untuk menjelaskan saran-saran atau rekomendasi. Gambar 1. Digram struktur pakar (Kusumadewi 2003) Selain itu sistem pakar (Expert System) menurut Setiarso (2006), merupakan salah satu teknologi andalan dalam knowledge management, terutama melalui empat skema penerapan dalam suatu organisasi, yaitu : 1. Case-Based Reasoning (CBR), merupakan representasi pengetahuan berdasarkan pengalaman, termasuk kasus dan solusinya. 2. Rules-Based Reasoning (RBR), mengandalkan serangkaian rules yang merupakan representasi dari pengetahuan karyawan/manusia dalam memecahkan kasus-kasus yang rumit. 3. Model-Based Reasoning (MBR), melalui representasi pengetahuan dalam bentuk atribut, perilaku, antar-hubungan maupun simulasi proses terbentuknya pengetahuan. 4. Constraint-Satisfaction Reasoning (CSR), yang merupakan kombinasi antara RBR dan MBR. 2.3 Metode Forward Chaining Forward Chaining adalah metode pencocokan fakta atau pernyataan dimulai dari bagian sebelah kiri (IF dulu). Sehingga penalaran dimulai dari fakta terlebih dahulu kemudian kebenaran hipotesis (Marimin 2005). Gambar 2. Metode Forward Chaining (Marimin, 2005) BAB 3. METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di PTPN XII Banjarsari Kab. Jember pada Bulan November 2018- Selesai 3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat Adapun alat-alat yang digunakan pada penelitian ini yaitu: 1. Laptop 2. XAMPP sebagai alat pembuat rancangan web 3. Alat perekam untuk merekam apa yang dikatakan oleh pakar 4. PHPmyadmin MySQL adalah sistem untuk membuat database mutu dan cacat biji kakao 5. CSS bahasa unuk membuat tampilan web dan web server. 3.2.2 Bahan Adapun bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini yaitu: 1. Data dari PTPN XII Banjarsari Kab. Jember 2. Data yang didapat dari Pakar Kakao 3. Data Pelengkap dari literatur (Buku dan Jurnal) yang membahas mengenai mutu dan atau cacat pada biji kakao 3.3 Diagram Alir Penelitian Mulai Identifikasi Masalah Akuisisi Pengetahuan Representasi Pengetahuan Tahap 1...... Pengembangan Mesin Inferensi Tahap 2................. Implementasi Pengujian Tidak Identifikasi Sesuai Ya Informasi Cacat atau Mutu Biji Kakao : 1. Ciri-ciri Mutu 2. Jenis-jenis Biji Kakao 3. Tahap 3................. Selesai Gambar 3. Diagram Alir Penelitian 3.4 Metode Pengambilan Data DAFTAR PUSTAKA BPS Kabupaten Jember. 2015. Kabupaten Jember Dalam Angka 2013. Jember: BPS Kabupaten Jember. Badan Pusat Statistik Nasional. 2017. Indonesia Dalam Angka 2002-2015. Jakarta: Badan Pusat Statistik Nasional. Badan Pusat Statistik Nasional. 2018. Indonesia Dalam Angka 2012-2017. Jakarta: Badan Pusat Statistik Nasional. Badan Standarisasi Nasional. 2008. Standar Nasional Indonesia 2323:2008 Biji Kakao. Jakarta: BSN. Direktorat Jendral Perkebunan. 2013. Outlook Komoditas Pertanian Perkebunan. Jakarta: Pusat Data dan Informasi Kementerian Pertanian Ford Foundation dan Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah. 2013. Laporan Penelitian: Kebutuhan Pengembangan Usaha Kakao dengan Pendekatan Rantai Nilai. Jakarta : Ford Foundation. Marimin. 2005. Teori Dan Aplikasi Sistem Pakar Dalam Teknologi Manajerial. Bogor : IPB Press. Peraturan Menteri Pertanian RI Nomor. 2014. Persyaratan Mutu Dan Pemasaran Biji Kakao. Jakarta: MENTAN RI Sri Kusumadewi. 2003. Artifical Intelligence (Teknik Dan Aplikasinya). Yogyakarta: Penerbit Graham Ilmu Suharto, Babun. 2006. Analisis Daya Saing Java “A” Cocoa Dalam Rangka Menentukan Strategi Pemasaran. Jurnal Pendidikan Akuntansi Indonesia Vol 5 No 1. Hal 71-84. Turban E and Aronson JE. 2001. Decision Support Systems and Intelligent Systems, 6th edition. Prentice Hall. Upper Saddle River. NJ.