Uploaded by User16071

lapsus amoebiasis

advertisement
BAB I
LAPORAN KASUS
Identitas Pasien
Nama
: An. S
Usia
: 12 thn
Jenis kelamin : Laki - laki
BB
: 33 Kg
Alamat
: Gampengrejo, Kediri
Anamnesis
1. Keluhan utama : diare dan muntah
2. RPS : Ibu Pasien mengatakan BAB anaknya cair sejak tadi pagi. BAB cair
± 5x , warna coklat , masih ada ampasnya, ada lendir, darah tidak ada.
Selain itu juga disertai mual dan muntah ± 8x sejak pagi tadi, banyaknya
kira-kira ½ gelas aqua. Ibu pasien mengatakan awalnya anaknya demam
sejak jumat siang (S : 39°C) , sudah diberi paracetamol demam turun
kemudian meningkat lagi. Sabtu pagi mengeluh nyeri perut bagian kiri
bawah, kemudian bab nya cair. Makanan terakhir yang dimakan anaknya
sebelum sakit, supermi dan pentol pedas. Saat ini nafsu makan berkurang,
minum masih mau. Nyeri tenggorokan tidak dikeluhkan. Batuk dan pilek
tidak ada. BAK lancar.
3. RPD : sakit yang sama seperti ini (-) , riwayat alergi makanan (-) ,
sinusitis
4. RPK : dikeluarga tidak ada yang sakit seperti ini juga
5. RPSos : sering membeli jajan sembarangan.
6. Riwayat Kehamilan & Persalinan : Kontrol rutin ke bidan saat hamil.
riwayat muntah berlebihan (-), riwayat tekanan darah tinggi saat hamil (-),
riwayat perdarahan jalan lahir saat hamil (-) atau keadaan patologi lainnya
(-) Persalinan cukup bulan, spontan di RS, berat lahir : 2900 g.
7. Riwayat Gizi: Dari lahir minum ASI. Makan-makanan tambahan mulai
usia 6 bulan, mpasi+sufor+asi mulai 6 bulan sampai usia 2 tahun.
8. Riwayat imunisasi :
Imunisasi
Waktu Pemberian
Bulan
(Booster)
Tahun
0
BCG
1
2
3
4
5
6
9
15
I
Polio
I
II
III
IV
Hepatitis B
I
II
III
IV
Hib
I
II
III
DPT
I
II
III
Campak
I
MMR
PEMERIKSAAN FISIK
PEMERIKSAAN AWAL DI IGD (11 Mei 2019, pukul 18.30 WIB)
Pemeriksaan Umum
-
Keadaan umum
: compos mentis
18
5
10
12
-
Tanda vital
:
-
Tensi
: 100/70 mmHg
-
Nadi
: 98x/ menit
-
RR
: 20 x/ menit
-
Suhu
: 36,7° C
-
BB
: 33 kg
Kepala/Leher
Mata
: Anemis -/-, ikterus -/-, edema palpebra (-)
Cekung -/-, konjungtiva hiperemi (-/-)
Mulut
: Pucat (-), sianosis (-), lidah kotor (-), mukosa bibir basah,
faring hiperemis (-), tonsil hiperemi -/-
Leher
: Pembesaran KGB (-)
Thorax
Pulmo : Ronchi (-/-), wheezing (-/-), vesikuler +/+, retraksi thorax (-)
Cor : S1/S2 tunggal, gallop (-), murmur (-)
Abdomen
Bising usus (+) meningkat, hepar dan lien tidak teraba, NT regio epigastrik
dan inguinal sinistra (+)
Ekstremitas
Akral hangat, kering, merah, edema -/-, CRT <2 dtk
Diagnosis di IGD
Observasi Febris H-1 ec GEA + vomiting profuse
Riwayat terapi di IGD
-
Inf. RL extra 350 cc 1700 cc/24 jam
-
Inj Ranitidin 2 x 25 mg
-
Inj Ondansentron extra 3mg
-
L Bio 2 x 1
-
Neo diatab 3x1
-
Sanmol 3 x ¾ tab
PEMERIKSAAN SAAT PASIEN di R. Melati (Sabtu, 11 Mei 2019 jam 21.50)
PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan Umum
-
Keadaan umum
: Cukup
-
Kesadaran
: Compos mentis, GCS E4V5M6
-
Tanda vital
:
-
Nadi
: 105 x/ menit
-
RR
: 20x/ menit
-
Suhu
: 37, 9 ° C
-
Jenis kelamin
: laki - laki
-
Usia
: 12 tahun
-
Berat Badan
: 33 kg
-
BBI
: 7n-5 /2  84-5/2 79/2 = 39,5
Kepala dan leher
Kepala
: Normosefali
Kulit dan wajah
: wajah dalam batas normal, flushing (-)
Mata
: konjungtiva tidak anemis, CI -/-, sclera tidak ikterik, cekung
(-), pupil isokor d 3mm/3mm
Hidung
: rhinorea -/-, pernafasan cuping hidung (-)
Lidah dan bibir
: sianosis (-) bibir normal, pucat (-), lidah kotor (-), faring
hiperemis (-), tonsil dbn, stomatitis (-)
Leher
: tidak ada pembesaran KGB
Thorax Pulmo :
-Inspeksi
: bentuk dada simetris, retraksi dinding thoraks (-)
-Palpasi
: pergerakan dinding dada simetris, nyeri tekan (-)
-Perkusi
: suara sonor lapang paru dextra dan sinistra
-Auskultasi
Ves +/+
Rh
- - -
Wh
Thorax Cor :
-Inspeksi
: ictus kordis tidak tampak
-Palpasi
: ictus kordis tidak kuat angkat, thrill (-)
-Perkusi
: batas jantung dbn
-Auskultasi
: S1/S2 tunggal, murmur (-), gallop (-)
Abdomen :
Inspeksi
: Perut datar
Auskultasi
: Bising usus (+) meningkat
- - -
Palpasi
: Soefl (+), hepar dan lien tidak teraba, masa (-), nyeri tekan
epigastrium dan inguinal sinistra (+), turgor kulit normal
Perkusi
: Timpani
Ekstremitas : Akral hangat, kering, merah, edema -/-, CRT < 2 detik,
Problem List
-
An. S, 12 tahun
-
Febris H-2
-
Diare
-
Feces berlendir
-
Nausea
-
Vomiting
-
Nyeri tekan abdomen kuadran epigastrium dan
inguinal sinistra
Initial Diagnosis
Disentri Amoebiasis
DD
Disentri Basiller
Perencanaan/Planning
Planning Diagnosis:
FL, DL
PLANNING TERAPI:
1.
RL  Kebutuhan cairan dalam 1 hari  rumus halliday segar =
(10x100cc)+(10x50cc)+(13x20cc) = 1760cc/24jam
2. Inj Trovensis 3x1 amp prn
3. Inj acran 2x1 amp
4. P.o sanmol 6x1 tab prn
5. P.o L-bio 3x1 sachet
6. P.o neokalana 3x1 cth
Planning Monitoring
1. Vital Sign (Tensi, Nadi, RR, Suhu)
2. Monitoring keluhan (demam, diare, mual muntah, nyeri perut)
3. Hasil Lab (FL, DL)
Planning Edukasi
1. Menjelaskan kepada keluarga tentang penyakit pasien, bahaya penyakit,
pemeriksaan penunjang yang akan dilakukan, terapi yang akan diberikan dan
pencegahan penyakit.
2. Selama di rumah sakit orang tua pasien di edukasi untuk memberikan pasien
minuman dan makanan yang mudah lunak mudah dicerna dan rendah serat
3. Langkah promotif/preventif: asupan nutrisi tetap diberikan sama seperti
keadaan anak saat sehat dan mengurangi makanan yang banyak mengandung
pengawet, pemanis buatan, dan pewarna makanan.
4. Pasien dianjurkan minum-minuman sari buah, teh, makanan yang mudah
dicerna seperti pisang, nasi tim atau bubur nasi dan sup. Susu sapi harus
dihindarkan karena adanya defisiensi laktase transien yang disebabkan oleh
infeksi virus dan bakteri. Minuman berkafein dan alkohol harus dihindarkan
karena akan meningkatkan motilitas dan sekresi usus. Memakan sayuran
matang yang mudah dicerna seperti wortel,kentang. Menghindari sayuran ang
mengandung gas dan sulit dicerna seperti brokoli, kembang kol.
5. Mengedukasi keluarga pasien mengenai LINTAS diare : 1) berikan oralit, 2)
berikan obat zinc, 3) pemberian ASI/makanan, 4) pemberian antibiotic atas
indikasi, 5) pemberian nasihat
6. Menjaga kebersihan dan kesehatan lingkungan : menggunakan air bersih,
minum air yang sudah matang, mencuci peralatan masak dan makan dengan
air bersih. Kebiasaan mencuci tangan dengan sabun setelah buang air besar,
setelah bermain, sebelum makan, sesudah makan. Menjaga kebersihan jamban
7. Setelah KRS orang tua diminta kontrol, untuk mengetahui perkembangan
kesembuhan dari pasien, dan mencegah perburukan dari penyakitnya.
TGL
Subjektif
Objektif
Assessment
Minggu Panas (-),
Keadaan umum: cukup
, 12-05- BAB cair
Kesadaran: Kompos mentis, GCS
2019
hari ini 4x,
E4V5M6
ada
Tanda vital
Planning Tx :
amoebiasis
Tx lanjut :
- RL 1760 cc/24 jam
- Nadi
: 100 x/ menit
warna
- RR
: 20 x/ menit
kuning
- Suhu
: 36,8° C
-
Kepala/Leher: a/i/c/d -/-/-/-
lender (+)
Thorax: retraksi dinding dada (-),
darah (-).
stridor
Nyeri perut
vesikuler/vesikuler+,
kiri bawah
ronchi,
(-),
CRT
<2
detik
wheezing
-
-
-
-
-
-
-
-
Inj Trovensis 3x1
amp prn
kecoklatan,
dan muntah
Disentri
:
ampasnya
(+) , mual
Planning
(-), makan
dan minum
Abdomen : flat , Bising usus dbn,
membaik
soefl, NT regio epigastrium (-) dan
-
Inj acran 2x1 amp
-
P.o sanmol 6x1 tab
prn
-
P.o
L-bio
3x1
sachet
-
P.o neokalana 3x1
cth
inguinal sinistra (+) hepar-lien tidak
teraba besar Ekstremitas: akral
hangat (+), edema -/Pemeriksaan Penunjang :
DL :
WBC 11.1 x 103 /ul
NEU 81.6 x 103 /ul
LYM 9.8 %
FL :


Kista : histolitca (+) 2-3/lpb
Amuba : minuta(+) 2-3/lpb
Senin,
Panas (-),
Keadaan umum: cukup
13-05-
BAB 5x,
Kesadaran: Kompos mentis, GCS amoebiasis
2019
ampasnya
E4V5M6
lebih
Tanda vital
Disentri
Planning Tx :
- RL 1760 cc/24 jam
- Metronidazol inf 3
:
banyak,war
- Nadi
: 98 x/ menit
na kuning
- RR
: 20 x/ menit
kecoklatan,
- Suhu
: 36,6° C
x1 fl
- Inj. Antrain 3x1 k/p
lendir
Kepala/Leher: a/i/c/d -/-/-/-
- Inj trovensis 3x1
sedikit.
Thorax: retraksi dinding dada (-),
- Inj acran 2x1
Mual
stridor
muntah (-) ,
vesikuler/vesikuler+,
nyeri perut
ronchi,
(-)
(-),
CRT
<2
detik
wheezing
-
-
-
-
-
-
-
-
Abdomen : flat , Bising usus dbn,
soefl, NT regio epigastrium dan
inguinal sinistra (-) hepar-lien tidak
- P.o sanmol 6x1 tab
k/p
teraba besar Ekstremitas: akral
hangat (+), edema -/-
Amoebiasis
Selasa,
Panas (-),
Keadaan umum: cukup
14-05-
BAB 2x,
Kesadaran: Kompos mentis, GCS
2019
lembek,war
E4V5M6
na kuning
Tanda vital
Planning Tx :
Tx lanjut :
- RL 1760 cc/24 jam
:
kecoklatan,
- Nadi
: 96 x/ menit
lendir (-).
- RR
: 20 x/ menit
Mual
- Suhu
: 36,7° C
- Metronidazol inf 3
x1 fl
- Inj. Antrain 3x1 k/p
muntah (-) ,
Kepala/Leher: a/i/c/d -/-/-/-
nyeri perut
Thorax: retraksi dinding dada (-),
(-)
stridor
(-),
CRT
<2
- Inj trovensis 3x1
detik
- Inj acran 2x1
vesikuler/vesikuler+,
ronchi,
- P.o sanmol 6x1 tab
wheezing
-
-
-
-
-
-
-
-
k/p
- P.o L-bio 3x1
- P.o neokalana 2x1
Abdomen : flat , Bising usus dbn,
soefl, NT (-) hepar-lien tidak teraba
besar Ekstremitas: akral hangat (+),
edema -/-
Persiapan KRS
Rabu,
Panas (-),
Keadaan umum: lemah
15-05-
BAB 1x,
Kesadaran: Kompos mentis, GCS
2019
konsistensi
E4V5M6
normal,
Tanda vital
Mual
- Nadi
amoebiasis
Planning Tx :
- Infus aff
:
- P.o L-Bio 3x1
: 96 x/ menit
- P.o neokalana 2x1
muntah (-) ,
- RR
: 20 x/ menit
nyeri perut
- Suhu
: 36,6° C
(-)
- P.o sanmol 6x1 tab
- P.o trogyl tab 3x1
Kepala/Leher: a/i/c/d -/-/-/Thorax: retraksi dinding dada (-),
stridor
(-),
CRT
<2
detik
vesikuler/vesikuler+,
ronchi,
wheezing
-
-
-
-
-
-
-
-
Abdomen : flat , Bising usus dbn,
soefl, NT (-) hepar-lien tidak teraba
besar Ekstremitas: akral hangat (+),
edema -/-
PEMERIKSAAN PENUNJANG
DL (12/5/2019)
- RBC 4.50 x 106 /ul
- HB 12.8 g / dl
- HCT 38.7 %
- MCV 86 fl
- MCH 28.4 pg
- MCHC 33.1 %
- PLT 256 x 103 /ul
- WBC 11.1 x 103 /ul
- NEU 81.6 x 103 /ul
- LYM 9.8 %
- MON 7.3 %
- EOS 0.6 %
- BAS 0.7 %
- LED 29 jam
FL (12/05/2019)
 Makroskopis
 Warna : kuning
 Konsistensi : cair
 Darah : neg
 Lender : pos
- Mikroskopis
 Eritrosit : 0-1/lpb
 Leukosit : 4-5/lpb
 Kista : histolitca (+) 2-3/lpb
 Amuba : minuta(+) 2-3/lpb
 Telur caing : neg
 Gist / jamur : neg
 Sisa makanan :  Lain-lain : -
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Dasar Penegakan Diagnosis
Pada Laporan Kasus ini ditegakkan Diagnosis Disentri amoebiasis DD
Disentri basiller. Diagnosis ini didasarkan dari hasil anamnesis yaitu keluhan
BAB cair ± 5x masih ada ampasnya,dan berlendir sejak 1 hari SMRS.
Keluhan juga disertai mual dam muntah ± 8x, demam, dan nyeri perut kiri
bawah. Dari riwayat sosial juga dikatakan bahwa pasien sering jajan
sembarangan.
Dari pemeriksaan Fisik didapatkan berat badan pasien yang dibawah
BBI, bising usus meningkat, nyeri perut epigastrium dan inguinal sinistra. Hal
ini sesuai dengan teori diare akut yang didefinisikan sebagai meningkatnya
frekuensi, yaitu buang air besar encer lebih dari 3 kali per hari, bertambah
cairan , atau bertambah banyaknya tinja yang dikeluarkan biasanya lebih dari
200 g atau 200 ml/24 jam dan berlangsung tidak lebih dari dua minggu (14
hari). Adanya lender dalam feces menandakan gejala diare akut inflamasi.
Berdasarkan teori, diare merupakan salah satu manifestasi yang sering
ditemukan pada penderita yang terinfeksi parasit, baik protozoa usus,maupun
cacing. Faktor agen,penjamu,dan lingkungan berperan secara langsung
maupun tidak langsung dalam menentukan tinggi rendahnya kasus diare.
Faktor penjamu dapat menyebabkan tingginya kerentanan terhadap diare,
misalnya status nutrisi yang buruk dan imunodefisiensi. Faktor lingkungan
yang ikut berperan adalah sumber air yang tidak sehat, rendahnya kesadaran
personal untuk menerapkan PHBS, serta pebuangan tinja yang tidak dilakukan
secara tepat.
Etiologi diare akut dibagi menjadi 4 penyebab : bakteri, virus, parasit
dan Infeksi. Untuk mengetahui penyebab dari diare berdasar anamnesis
adanya demam merupakan temuan diagnostik yang penting karena
menandakan adanya infeksi bakteri invasif virus enterik, atau suatu patogen
sitotoksik seperti, C. difficile dan E. Histolytica. Diare Akut karena infeksi
dapat disertai keadaan mual-muntah, demam, tenesmus, hematochezia, nyeri
perut atau kejang perut.
Dari pemeriksaan penunjang pada kasus ini didapatkan hasil Darah
lengkap menunjukkan adana infeksi, WBC 11.1 x 103 /ul , NEU 81.6 x 103
/ul , LYM
9.8 % . Untuk mengetahui penyebab infeksi dilakukan
pemeriksaan feces lengkap pada pasien ini didapatkan hasil makroskopis
lender positif, darah negative, secara mikroskopis leukosit 4-5/lpb, kista
histolytica (+) 2-3/lpb, amuba minuta (+) 2-3/lpb. Berdasar pemeriksaan
penunjang tersebut dapat ditegakkkan diagnosis disentri amoebiasis, dan
menyingkirkan diagnosis banding disentri basiller.
Evaluasi laboratorium pasien tersangka diare infeksi dimulai dari
pemeriksaan feces adanya leukosit. Kotoran biasanya tidak mengandung
leukosit, jika ada itu dianggap sebagai penanda inflamasi kolon baik infeksi
maupun non infeksi. Karena netrofil akan berubah,sampel harus diperiksa
sesegera mungkin. Diagnosis pasti amebiasis ditentukan dengan adanya
trofozoit atau kista di dalam feses atau trofozoit di dalam pus hasil aspirasi
atau dalam spesimen jaringan. Semua penderita tersangka amebiasis
sebaiknya dilakukan pemeriksaan feses 3-6 kali untuk menemukan trofozoit
atau kista. Pemeriksaan trofozoit sebaiknya dilakukan maksimum dalam 1 jam
sejak feses diambil, bila tidak memungkinkan maka sebaiknya disimpan
dalam lemari es. Identifikasi trofozoit Entamuba histolytica memerlukan
tenaga yang berpengalaman, karena trofozoit kadang-kadang tidak ditemukan
dalam feses
.
Kebanyakan infeksi bersifat asimtomatik dan kista dapat ditemukan
dalam feses. Gejala yang biasa ditemukan adalah diare, muntah, dan demam.
Tinja lembek atau cair disertai lendir dan darah. Pada infeksi akut kadangkadang ditemukan kolik abdomen, kembung, tenesmus dan bising usus yang
`hiperaktif.
Entamuba histolytica terdapat dalam dua bentuk, yaitu sebagai kista
dan trofozoit. Infeksi terjadi karena tertelannya kista dari makanan atau
minuman yang terkontaminasi, sedangkan tertelannya bentuk trofozoit tidak
menimbulkan infeksi karena tidak tahan terhadap lingkungan asam dalam
lambung. Ukuran kista 10-18 um, berisi 4 inti dan resisten terhadap kondisi
lingkungan seperti temperatur yang rendah dan konsentrasi klor yang biasa
digunakan untuk penjernihan air, parasit dapat terbunuh dengan pemanasan
550C. Setelah kista tertelan, dan resisten terhadap asam lambung serta enzim
pencernaan, kemudian masuk ke alam usus kecil menjadi 8 trofozoit, yang
bergerak aktif, merupakan koloni dalam lumen usus besar dan dapat
menimbulkan invasi pada mukosa.
2.2 Patofisiologi
Umumnya seseorang yang terinfeksi oleh E histolytica tidak
mengalami perubahan yang signifikan dan dapat menghilangkan parasit
tersebut tanpa menimbulkan penyakit. Akan tetapi, ada juga yang dapat
menimbulkan penyakit dalam kurun waktu lebih dari satu tahun. Penyakit
tersebut harus diobati agar tidak menular kepada lingkungan sekitar.
Diare akan didahului dengan kontak antara stadium trofozoit E
histolytica dan sel epitel kolon, melalui antigen Gal/Gal Nacletin yang
terdapat di permukaan trofozoit. Antigen terdiri dari dua kompleks disulfida.
Kedua rantai tersebut dihubungkan dengan protein. Sel epitel usus yang
berikatan dengan trofozoit akan berikatan tidak bergerak dalam waktu
beberapa menit yang kemudian akan menghilang. Invensi ameba berlanjut
menuju jaringan ekstra sel melalui sistem proteinase yang dikeluarkan
trofozoit. Sistein proteinase akan melisiskan matriks protein ekstra sel,
sehingga invensi trofozoit ke jaringan submukosa akan mudah. Trofozoit akan
menembus dan bersarang di submukosa dan membuat kerusakan yang lebih
luas pada mukosa usus, akibatnya terjadi luka yang disebut ulkus ameba.
Bentuk klinis amebiasis yang banyak dikenal adalah amoebiasis intestinal
(amebiasis kolon/usus) dan amoebiasis ekstra-intestinal. Amebiasis ekstraintestinal biasanya terjadi pada abses hati.
b. Morfologi
Entamoeba histolytica memiliki tiga stadium yaitu:
1. Bentuk histolitika
2. Bentuk minuta
3. Bentuk kista
Bentuk histolitika dan minuta merupakan bentuk trophozoid, bedanya
bentuk histolitika bersifat patogen dan lebih besar apabila dibandingkan
dengan bentuk minuta. Bentuk histolitika memiliki ukuran dua puluh sampai
empat puluh mikron, mempunyai inti entameba yang terdapat di endoplasma.
Ektoplasma bening homogen terdapat di bagian tepi sel, dan dapat dilihat
secara nyata. Pseudopodium yang dibentuk dari ektoplasma, besar dan lebih
seperti daun, dibentuk secara mendadak, dan pergerakannya cepat.
Endoplasma berbutir halus, biasanya tidak mengandung bakteri atau sisa
makanan, tetapi mengandung sel darah merah. Bentuk kista ini patogen dan
dapat hidup di jaringan usus besar, hati, paru, otak, kulit dan vagina. Bentuk
ini berkembang biak secara belah pasang di jaringan dan dapat merusak
jaringan tersebut sesuai dengan nama spesiesnya.
Bentuk minuta adalah bentuk pokok, dengan besaran sepuluh sampai
dua puluh mikron. Inti entameba terdapat pada endoplasma yang berbutirbutir. Endoplasma tidak mengandung sel darah merah, tetapi mengandung
bakteri sisa makanan. Ektoplasma tidak nyata, hanya tampak bila terbentuk
pseudopodium. Minuta berkembang biak secara belah pasang dan hidup
sebagai komensal di rongga usus besar, tetapi dapat berubah menjadi
histolitika yang patoge).
Bentuk kista dibentuk di rongga usus besar, ukurannya sepuluh sampai
dua puluh mikron, berbentuk bulat lonjong, mempunyai dinding kista dan ada
inti entamoeba. Pada tinja bentuk ini biasnya berinti satu atau dua, ada pula
yang berinti dua. Di dalam inti terdapat benda kromatid yang cukup besar
menyerupai lisong, dan terdapat vakuola glikogen. Kromatid dan vakuola
glikogen merupakan tempat cadangan makanan, karena itu terdapat pada kista
muda. Namun demikian kista matang tidak ada vakuola glikogen dan
kromatid. Bentuk kista tidak patogen, namun menjadi faktor infektif.
Entamoeba histolytica biasanya hidup sebagai bentuk minuta di
rongga usus besar manusia, berkembang biak secara belah pasang, kemudian
dapat membentuk dinding dan berubah menjadi bentuk kista. Kista
dikeluarkan bersama tinja. Bentuk kista dapat bertahan lama diluar tubuh
manusia.
Gambar 2.1 Siklus Hidup Entamoeba histolityca (Global Health, 2017)
2.3 Tatalaksana
Secara umum berupa: Isolasi, pemberian cairan yang adekuat, pengobatan penyulit,
monitor pemeriksaan feses 3 kali untuk memastikan apakah infeksi sudah dapat
dieradikasi. Sedangkan secara spesifik dpat berupa terapi medikamentosa sebagai
berikut:
1. Infeksi usus asimtomatik
Diloksanid furoat (furamid) 7-10 mg/kgBB/hari dalam 3 dosis, atau
iodokuinol (diiodohidroksi kuinin) 10 mg/kgBB/hari selama 3 dosis atau
Paromomisin (humatin) 8 mg/kgBB/hari dalam 3 dosis. Obat-obat tersebut
diberikan selama 7-10 hari.
2. Infeksi usus ringan sampai sedang
Metronidazol (flagyl) 15 mg/kgBB/hari dalam 3 dosis, selama 10 hari. Efek
samping kebanyakan ringan, berupa ruam, kadang-kadang ataksia atau
parestesia. Pada percobaan binatang bila diberikan dalam dosis tinggi/lama
bersifat karsinogenik.
3. Infeksi usus berat dan abses amuba hati
Metronidazol 50 mg/kgBB/hari dalam 3 dosis, peroral atau intravena, selama
10 hari, atau dehidroemetin 0,5-1 mg/kgBB/hari dalam 2 dosis intramuskular
selama 5 hari, maksimal 90 mg/hari
Pada kasus ini, pasien diberikan terapi cairan maintenance dalam 24 jam
sesuai dengan kebutuhan cairan berdasarkan berat badan anak 33kg, kebutuhaan
cairan infuse RL 1760cc/24 jam. Pengobatan simptomatik untuk mengatasi jika nyeri
perut dengan inj. Antrain 3x1 , untuk mengatasi mual-muntah inj. Trovensis
(ondansentron) 3x1, inj. Acran (ranitidine) 2x1 untuk mengurangi asam lambung
yang juga bisa menyebabkan mual, serta melindungi mukosa lambung untuk
meminimalisir efek samping penggunaan obat NSAID antrain (metamizole).
Penggunaan paracetamol oral 6x1 tab bila panas. Untuk terapi infeksi amoeba, diberi
antibiotic metronidazole infuse 3x1 flash. Untuk mengurangi frekuensi diare pada
pasien ini diberikan L-Bio (probiotik) 3x1 sachet, neo kalana 3x1cth.
Setelah mendapat terapi tersebut, keluhan pasien berupa BAB cair
frekuensinya berkurang dan konsistensinya berangsur membaik. Gejala Nyeri perut,
demam, mual muntah berkurang. Keadaan umum pasien membaik, nafsu makan baik.
Pasien dianjurkan KRS pada hari ke-5.
Download