BAB I LAPORAN KASUS Identitas Pasien Nama : An. S Usia : 12 thn Jenis kelamin : Laki - laki BB : 33 Kg Alamat : Gampengrejo, Kediri Anamnesis 1. Keluhan utama : diare dan muntah 2. RPS : Ibu Pasien mengatakan BAB anaknya cair sejak tadi pagi. BAB cair ± 5x , warna coklat , masih ada ampasnya, ada lendir, darah tidak ada. Selain itu juga disertai mual dan muntah ± 8x sejak pagi tadi, banyaknya kira-kira ½ gelas aqua. Ibu pasien mengatakan awalnya anaknya demam sejak jumat siang (S : 39°C) , sudah diberi paracetamol demam turun kemudian meningkat lagi. Sabtu pagi mengeluh nyeri perut bagian kiri bawah, kemudian bab nya cair. Makanan terakhir yang dimakan anaknya sebelum sakit, supermi dan pentol pedas. Saat ini nafsu makan berkurang, minum masih mau. Nyeri tenggorokan tidak dikeluhkan. Batuk dan pilek tidak ada. BAK lancar. 3. RPD : sakit yang sama seperti ini (-) , riwayat alergi makanan (-) , sinusitis 4. RPK : dikeluarga tidak ada yang sakit seperti ini juga 5. RPSos : sering membeli jajan sembarangan. 6. Riwayat Kehamilan & Persalinan : Kontrol rutin ke bidan saat hamil. riwayat muntah berlebihan (-), riwayat tekanan darah tinggi saat hamil (-), riwayat perdarahan jalan lahir saat hamil (-) atau keadaan patologi lainnya (-) Persalinan cukup bulan, spontan di RS, berat lahir : 2900 g. 7. Riwayat Gizi: Dari lahir minum ASI. Makan-makanan tambahan mulai usia 6 bulan, mpasi+sufor+asi mulai 6 bulan sampai usia 2 tahun. 8. Riwayat imunisasi : Imunisasi Waktu Pemberian Bulan (Booster) Tahun 0 BCG 1 2 3 4 5 6 9 15 I Polio I II III IV Hepatitis B I II III IV Hib I II III DPT I II III Campak I MMR PEMERIKSAAN FISIK PEMERIKSAAN AWAL DI IGD (11 Mei 2019, pukul 18.30 WIB) Pemeriksaan Umum - Keadaan umum : compos mentis 18 5 10 12 - Tanda vital : - Tensi : 100/70 mmHg - Nadi : 98x/ menit - RR : 20 x/ menit - Suhu : 36,7° C - BB : 33 kg Kepala/Leher Mata : Anemis -/-, ikterus -/-, edema palpebra (-) Cekung -/-, konjungtiva hiperemi (-/-) Mulut : Pucat (-), sianosis (-), lidah kotor (-), mukosa bibir basah, faring hiperemis (-), tonsil hiperemi -/- Leher : Pembesaran KGB (-) Thorax Pulmo : Ronchi (-/-), wheezing (-/-), vesikuler +/+, retraksi thorax (-) Cor : S1/S2 tunggal, gallop (-), murmur (-) Abdomen Bising usus (+) meningkat, hepar dan lien tidak teraba, NT regio epigastrik dan inguinal sinistra (+) Ekstremitas Akral hangat, kering, merah, edema -/-, CRT <2 dtk Diagnosis di IGD Observasi Febris H-1 ec GEA + vomiting profuse Riwayat terapi di IGD - Inf. RL extra 350 cc 1700 cc/24 jam - Inj Ranitidin 2 x 25 mg - Inj Ondansentron extra 3mg - L Bio 2 x 1 - Neo diatab 3x1 - Sanmol 3 x ¾ tab PEMERIKSAAN SAAT PASIEN di R. Melati (Sabtu, 11 Mei 2019 jam 21.50) PEMERIKSAAN FISIK Pemeriksaan Umum - Keadaan umum : Cukup - Kesadaran : Compos mentis, GCS E4V5M6 - Tanda vital : - Nadi : 105 x/ menit - RR : 20x/ menit - Suhu : 37, 9 ° C - Jenis kelamin : laki - laki - Usia : 12 tahun - Berat Badan : 33 kg - BBI : 7n-5 /2 84-5/2 79/2 = 39,5 Kepala dan leher Kepala : Normosefali Kulit dan wajah : wajah dalam batas normal, flushing (-) Mata : konjungtiva tidak anemis, CI -/-, sclera tidak ikterik, cekung (-), pupil isokor d 3mm/3mm Hidung : rhinorea -/-, pernafasan cuping hidung (-) Lidah dan bibir : sianosis (-) bibir normal, pucat (-), lidah kotor (-), faring hiperemis (-), tonsil dbn, stomatitis (-) Leher : tidak ada pembesaran KGB Thorax Pulmo : -Inspeksi : bentuk dada simetris, retraksi dinding thoraks (-) -Palpasi : pergerakan dinding dada simetris, nyeri tekan (-) -Perkusi : suara sonor lapang paru dextra dan sinistra -Auskultasi Ves +/+ Rh - - - Wh Thorax Cor : -Inspeksi : ictus kordis tidak tampak -Palpasi : ictus kordis tidak kuat angkat, thrill (-) -Perkusi : batas jantung dbn -Auskultasi : S1/S2 tunggal, murmur (-), gallop (-) Abdomen : Inspeksi : Perut datar Auskultasi : Bising usus (+) meningkat - - - Palpasi : Soefl (+), hepar dan lien tidak teraba, masa (-), nyeri tekan epigastrium dan inguinal sinistra (+), turgor kulit normal Perkusi : Timpani Ekstremitas : Akral hangat, kering, merah, edema -/-, CRT < 2 detik, Problem List - An. S, 12 tahun - Febris H-2 - Diare - Feces berlendir - Nausea - Vomiting - Nyeri tekan abdomen kuadran epigastrium dan inguinal sinistra Initial Diagnosis Disentri Amoebiasis DD Disentri Basiller Perencanaan/Planning Planning Diagnosis: FL, DL PLANNING TERAPI: 1. RL Kebutuhan cairan dalam 1 hari rumus halliday segar = (10x100cc)+(10x50cc)+(13x20cc) = 1760cc/24jam 2. Inj Trovensis 3x1 amp prn 3. Inj acran 2x1 amp 4. P.o sanmol 6x1 tab prn 5. P.o L-bio 3x1 sachet 6. P.o neokalana 3x1 cth Planning Monitoring 1. Vital Sign (Tensi, Nadi, RR, Suhu) 2. Monitoring keluhan (demam, diare, mual muntah, nyeri perut) 3. Hasil Lab (FL, DL) Planning Edukasi 1. Menjelaskan kepada keluarga tentang penyakit pasien, bahaya penyakit, pemeriksaan penunjang yang akan dilakukan, terapi yang akan diberikan dan pencegahan penyakit. 2. Selama di rumah sakit orang tua pasien di edukasi untuk memberikan pasien minuman dan makanan yang mudah lunak mudah dicerna dan rendah serat 3. Langkah promotif/preventif: asupan nutrisi tetap diberikan sama seperti keadaan anak saat sehat dan mengurangi makanan yang banyak mengandung pengawet, pemanis buatan, dan pewarna makanan. 4. Pasien dianjurkan minum-minuman sari buah, teh, makanan yang mudah dicerna seperti pisang, nasi tim atau bubur nasi dan sup. Susu sapi harus dihindarkan karena adanya defisiensi laktase transien yang disebabkan oleh infeksi virus dan bakteri. Minuman berkafein dan alkohol harus dihindarkan karena akan meningkatkan motilitas dan sekresi usus. Memakan sayuran matang yang mudah dicerna seperti wortel,kentang. Menghindari sayuran ang mengandung gas dan sulit dicerna seperti brokoli, kembang kol. 5. Mengedukasi keluarga pasien mengenai LINTAS diare : 1) berikan oralit, 2) berikan obat zinc, 3) pemberian ASI/makanan, 4) pemberian antibiotic atas indikasi, 5) pemberian nasihat 6. Menjaga kebersihan dan kesehatan lingkungan : menggunakan air bersih, minum air yang sudah matang, mencuci peralatan masak dan makan dengan air bersih. Kebiasaan mencuci tangan dengan sabun setelah buang air besar, setelah bermain, sebelum makan, sesudah makan. Menjaga kebersihan jamban 7. Setelah KRS orang tua diminta kontrol, untuk mengetahui perkembangan kesembuhan dari pasien, dan mencegah perburukan dari penyakitnya. TGL Subjektif Objektif Assessment Minggu Panas (-), Keadaan umum: cukup , 12-05- BAB cair Kesadaran: Kompos mentis, GCS 2019 hari ini 4x, E4V5M6 ada Tanda vital Planning Tx : amoebiasis Tx lanjut : - RL 1760 cc/24 jam - Nadi : 100 x/ menit warna - RR : 20 x/ menit kuning - Suhu : 36,8° C - Kepala/Leher: a/i/c/d -/-/-/- lender (+) Thorax: retraksi dinding dada (-), darah (-). stridor Nyeri perut vesikuler/vesikuler+, kiri bawah ronchi, (-), CRT <2 detik wheezing - - - - - - - - Inj Trovensis 3x1 amp prn kecoklatan, dan muntah Disentri : ampasnya (+) , mual Planning (-), makan dan minum Abdomen : flat , Bising usus dbn, membaik soefl, NT regio epigastrium (-) dan - Inj acran 2x1 amp - P.o sanmol 6x1 tab prn - P.o L-bio 3x1 sachet - P.o neokalana 3x1 cth inguinal sinistra (+) hepar-lien tidak teraba besar Ekstremitas: akral hangat (+), edema -/Pemeriksaan Penunjang : DL : WBC 11.1 x 103 /ul NEU 81.6 x 103 /ul LYM 9.8 % FL : Kista : histolitca (+) 2-3/lpb Amuba : minuta(+) 2-3/lpb Senin, Panas (-), Keadaan umum: cukup 13-05- BAB 5x, Kesadaran: Kompos mentis, GCS amoebiasis 2019 ampasnya E4V5M6 lebih Tanda vital Disentri Planning Tx : - RL 1760 cc/24 jam - Metronidazol inf 3 : banyak,war - Nadi : 98 x/ menit na kuning - RR : 20 x/ menit kecoklatan, - Suhu : 36,6° C x1 fl - Inj. Antrain 3x1 k/p lendir Kepala/Leher: a/i/c/d -/-/-/- - Inj trovensis 3x1 sedikit. Thorax: retraksi dinding dada (-), - Inj acran 2x1 Mual stridor muntah (-) , vesikuler/vesikuler+, nyeri perut ronchi, (-) (-), CRT <2 detik wheezing - - - - - - - - Abdomen : flat , Bising usus dbn, soefl, NT regio epigastrium dan inguinal sinistra (-) hepar-lien tidak - P.o sanmol 6x1 tab k/p teraba besar Ekstremitas: akral hangat (+), edema -/- Amoebiasis Selasa, Panas (-), Keadaan umum: cukup 14-05- BAB 2x, Kesadaran: Kompos mentis, GCS 2019 lembek,war E4V5M6 na kuning Tanda vital Planning Tx : Tx lanjut : - RL 1760 cc/24 jam : kecoklatan, - Nadi : 96 x/ menit lendir (-). - RR : 20 x/ menit Mual - Suhu : 36,7° C - Metronidazol inf 3 x1 fl - Inj. Antrain 3x1 k/p muntah (-) , Kepala/Leher: a/i/c/d -/-/-/- nyeri perut Thorax: retraksi dinding dada (-), (-) stridor (-), CRT <2 - Inj trovensis 3x1 detik - Inj acran 2x1 vesikuler/vesikuler+, ronchi, - P.o sanmol 6x1 tab wheezing - - - - - - - - k/p - P.o L-bio 3x1 - P.o neokalana 2x1 Abdomen : flat , Bising usus dbn, soefl, NT (-) hepar-lien tidak teraba besar Ekstremitas: akral hangat (+), edema -/- Persiapan KRS Rabu, Panas (-), Keadaan umum: lemah 15-05- BAB 1x, Kesadaran: Kompos mentis, GCS 2019 konsistensi E4V5M6 normal, Tanda vital Mual - Nadi amoebiasis Planning Tx : - Infus aff : - P.o L-Bio 3x1 : 96 x/ menit - P.o neokalana 2x1 muntah (-) , - RR : 20 x/ menit nyeri perut - Suhu : 36,6° C (-) - P.o sanmol 6x1 tab - P.o trogyl tab 3x1 Kepala/Leher: a/i/c/d -/-/-/Thorax: retraksi dinding dada (-), stridor (-), CRT <2 detik vesikuler/vesikuler+, ronchi, wheezing - - - - - - - - Abdomen : flat , Bising usus dbn, soefl, NT (-) hepar-lien tidak teraba besar Ekstremitas: akral hangat (+), edema -/- PEMERIKSAAN PENUNJANG DL (12/5/2019) - RBC 4.50 x 106 /ul - HB 12.8 g / dl - HCT 38.7 % - MCV 86 fl - MCH 28.4 pg - MCHC 33.1 % - PLT 256 x 103 /ul - WBC 11.1 x 103 /ul - NEU 81.6 x 103 /ul - LYM 9.8 % - MON 7.3 % - EOS 0.6 % - BAS 0.7 % - LED 29 jam FL (12/05/2019) Makroskopis Warna : kuning Konsistensi : cair Darah : neg Lender : pos - Mikroskopis Eritrosit : 0-1/lpb Leukosit : 4-5/lpb Kista : histolitca (+) 2-3/lpb Amuba : minuta(+) 2-3/lpb Telur caing : neg Gist / jamur : neg Sisa makanan : Lain-lain : - BAB 2 PEMBAHASAN 2.1 Dasar Penegakan Diagnosis Pada Laporan Kasus ini ditegakkan Diagnosis Disentri amoebiasis DD Disentri basiller. Diagnosis ini didasarkan dari hasil anamnesis yaitu keluhan BAB cair ± 5x masih ada ampasnya,dan berlendir sejak 1 hari SMRS. Keluhan juga disertai mual dam muntah ± 8x, demam, dan nyeri perut kiri bawah. Dari riwayat sosial juga dikatakan bahwa pasien sering jajan sembarangan. Dari pemeriksaan Fisik didapatkan berat badan pasien yang dibawah BBI, bising usus meningkat, nyeri perut epigastrium dan inguinal sinistra. Hal ini sesuai dengan teori diare akut yang didefinisikan sebagai meningkatnya frekuensi, yaitu buang air besar encer lebih dari 3 kali per hari, bertambah cairan , atau bertambah banyaknya tinja yang dikeluarkan biasanya lebih dari 200 g atau 200 ml/24 jam dan berlangsung tidak lebih dari dua minggu (14 hari). Adanya lender dalam feces menandakan gejala diare akut inflamasi. Berdasarkan teori, diare merupakan salah satu manifestasi yang sering ditemukan pada penderita yang terinfeksi parasit, baik protozoa usus,maupun cacing. Faktor agen,penjamu,dan lingkungan berperan secara langsung maupun tidak langsung dalam menentukan tinggi rendahnya kasus diare. Faktor penjamu dapat menyebabkan tingginya kerentanan terhadap diare, misalnya status nutrisi yang buruk dan imunodefisiensi. Faktor lingkungan yang ikut berperan adalah sumber air yang tidak sehat, rendahnya kesadaran personal untuk menerapkan PHBS, serta pebuangan tinja yang tidak dilakukan secara tepat. Etiologi diare akut dibagi menjadi 4 penyebab : bakteri, virus, parasit dan Infeksi. Untuk mengetahui penyebab dari diare berdasar anamnesis adanya demam merupakan temuan diagnostik yang penting karena menandakan adanya infeksi bakteri invasif virus enterik, atau suatu patogen sitotoksik seperti, C. difficile dan E. Histolytica. Diare Akut karena infeksi dapat disertai keadaan mual-muntah, demam, tenesmus, hematochezia, nyeri perut atau kejang perut. Dari pemeriksaan penunjang pada kasus ini didapatkan hasil Darah lengkap menunjukkan adana infeksi, WBC 11.1 x 103 /ul , NEU 81.6 x 103 /ul , LYM 9.8 % . Untuk mengetahui penyebab infeksi dilakukan pemeriksaan feces lengkap pada pasien ini didapatkan hasil makroskopis lender positif, darah negative, secara mikroskopis leukosit 4-5/lpb, kista histolytica (+) 2-3/lpb, amuba minuta (+) 2-3/lpb. Berdasar pemeriksaan penunjang tersebut dapat ditegakkkan diagnosis disentri amoebiasis, dan menyingkirkan diagnosis banding disentri basiller. Evaluasi laboratorium pasien tersangka diare infeksi dimulai dari pemeriksaan feces adanya leukosit. Kotoran biasanya tidak mengandung leukosit, jika ada itu dianggap sebagai penanda inflamasi kolon baik infeksi maupun non infeksi. Karena netrofil akan berubah,sampel harus diperiksa sesegera mungkin. Diagnosis pasti amebiasis ditentukan dengan adanya trofozoit atau kista di dalam feses atau trofozoit di dalam pus hasil aspirasi atau dalam spesimen jaringan. Semua penderita tersangka amebiasis sebaiknya dilakukan pemeriksaan feses 3-6 kali untuk menemukan trofozoit atau kista. Pemeriksaan trofozoit sebaiknya dilakukan maksimum dalam 1 jam sejak feses diambil, bila tidak memungkinkan maka sebaiknya disimpan dalam lemari es. Identifikasi trofozoit Entamuba histolytica memerlukan tenaga yang berpengalaman, karena trofozoit kadang-kadang tidak ditemukan dalam feses . Kebanyakan infeksi bersifat asimtomatik dan kista dapat ditemukan dalam feses. Gejala yang biasa ditemukan adalah diare, muntah, dan demam. Tinja lembek atau cair disertai lendir dan darah. Pada infeksi akut kadangkadang ditemukan kolik abdomen, kembung, tenesmus dan bising usus yang `hiperaktif. Entamuba histolytica terdapat dalam dua bentuk, yaitu sebagai kista dan trofozoit. Infeksi terjadi karena tertelannya kista dari makanan atau minuman yang terkontaminasi, sedangkan tertelannya bentuk trofozoit tidak menimbulkan infeksi karena tidak tahan terhadap lingkungan asam dalam lambung. Ukuran kista 10-18 um, berisi 4 inti dan resisten terhadap kondisi lingkungan seperti temperatur yang rendah dan konsentrasi klor yang biasa digunakan untuk penjernihan air, parasit dapat terbunuh dengan pemanasan 550C. Setelah kista tertelan, dan resisten terhadap asam lambung serta enzim pencernaan, kemudian masuk ke alam usus kecil menjadi 8 trofozoit, yang bergerak aktif, merupakan koloni dalam lumen usus besar dan dapat menimbulkan invasi pada mukosa. 2.2 Patofisiologi Umumnya seseorang yang terinfeksi oleh E histolytica tidak mengalami perubahan yang signifikan dan dapat menghilangkan parasit tersebut tanpa menimbulkan penyakit. Akan tetapi, ada juga yang dapat menimbulkan penyakit dalam kurun waktu lebih dari satu tahun. Penyakit tersebut harus diobati agar tidak menular kepada lingkungan sekitar. Diare akan didahului dengan kontak antara stadium trofozoit E histolytica dan sel epitel kolon, melalui antigen Gal/Gal Nacletin yang terdapat di permukaan trofozoit. Antigen terdiri dari dua kompleks disulfida. Kedua rantai tersebut dihubungkan dengan protein. Sel epitel usus yang berikatan dengan trofozoit akan berikatan tidak bergerak dalam waktu beberapa menit yang kemudian akan menghilang. Invensi ameba berlanjut menuju jaringan ekstra sel melalui sistem proteinase yang dikeluarkan trofozoit. Sistein proteinase akan melisiskan matriks protein ekstra sel, sehingga invensi trofozoit ke jaringan submukosa akan mudah. Trofozoit akan menembus dan bersarang di submukosa dan membuat kerusakan yang lebih luas pada mukosa usus, akibatnya terjadi luka yang disebut ulkus ameba. Bentuk klinis amebiasis yang banyak dikenal adalah amoebiasis intestinal (amebiasis kolon/usus) dan amoebiasis ekstra-intestinal. Amebiasis ekstraintestinal biasanya terjadi pada abses hati. b. Morfologi Entamoeba histolytica memiliki tiga stadium yaitu: 1. Bentuk histolitika 2. Bentuk minuta 3. Bentuk kista Bentuk histolitika dan minuta merupakan bentuk trophozoid, bedanya bentuk histolitika bersifat patogen dan lebih besar apabila dibandingkan dengan bentuk minuta. Bentuk histolitika memiliki ukuran dua puluh sampai empat puluh mikron, mempunyai inti entameba yang terdapat di endoplasma. Ektoplasma bening homogen terdapat di bagian tepi sel, dan dapat dilihat secara nyata. Pseudopodium yang dibentuk dari ektoplasma, besar dan lebih seperti daun, dibentuk secara mendadak, dan pergerakannya cepat. Endoplasma berbutir halus, biasanya tidak mengandung bakteri atau sisa makanan, tetapi mengandung sel darah merah. Bentuk kista ini patogen dan dapat hidup di jaringan usus besar, hati, paru, otak, kulit dan vagina. Bentuk ini berkembang biak secara belah pasang di jaringan dan dapat merusak jaringan tersebut sesuai dengan nama spesiesnya. Bentuk minuta adalah bentuk pokok, dengan besaran sepuluh sampai dua puluh mikron. Inti entameba terdapat pada endoplasma yang berbutirbutir. Endoplasma tidak mengandung sel darah merah, tetapi mengandung bakteri sisa makanan. Ektoplasma tidak nyata, hanya tampak bila terbentuk pseudopodium. Minuta berkembang biak secara belah pasang dan hidup sebagai komensal di rongga usus besar, tetapi dapat berubah menjadi histolitika yang patoge). Bentuk kista dibentuk di rongga usus besar, ukurannya sepuluh sampai dua puluh mikron, berbentuk bulat lonjong, mempunyai dinding kista dan ada inti entamoeba. Pada tinja bentuk ini biasnya berinti satu atau dua, ada pula yang berinti dua. Di dalam inti terdapat benda kromatid yang cukup besar menyerupai lisong, dan terdapat vakuola glikogen. Kromatid dan vakuola glikogen merupakan tempat cadangan makanan, karena itu terdapat pada kista muda. Namun demikian kista matang tidak ada vakuola glikogen dan kromatid. Bentuk kista tidak patogen, namun menjadi faktor infektif. Entamoeba histolytica biasanya hidup sebagai bentuk minuta di rongga usus besar manusia, berkembang biak secara belah pasang, kemudian dapat membentuk dinding dan berubah menjadi bentuk kista. Kista dikeluarkan bersama tinja. Bentuk kista dapat bertahan lama diluar tubuh manusia. Gambar 2.1 Siklus Hidup Entamoeba histolityca (Global Health, 2017) 2.3 Tatalaksana Secara umum berupa: Isolasi, pemberian cairan yang adekuat, pengobatan penyulit, monitor pemeriksaan feses 3 kali untuk memastikan apakah infeksi sudah dapat dieradikasi. Sedangkan secara spesifik dpat berupa terapi medikamentosa sebagai berikut: 1. Infeksi usus asimtomatik Diloksanid furoat (furamid) 7-10 mg/kgBB/hari dalam 3 dosis, atau iodokuinol (diiodohidroksi kuinin) 10 mg/kgBB/hari selama 3 dosis atau Paromomisin (humatin) 8 mg/kgBB/hari dalam 3 dosis. Obat-obat tersebut diberikan selama 7-10 hari. 2. Infeksi usus ringan sampai sedang Metronidazol (flagyl) 15 mg/kgBB/hari dalam 3 dosis, selama 10 hari. Efek samping kebanyakan ringan, berupa ruam, kadang-kadang ataksia atau parestesia. Pada percobaan binatang bila diberikan dalam dosis tinggi/lama bersifat karsinogenik. 3. Infeksi usus berat dan abses amuba hati Metronidazol 50 mg/kgBB/hari dalam 3 dosis, peroral atau intravena, selama 10 hari, atau dehidroemetin 0,5-1 mg/kgBB/hari dalam 2 dosis intramuskular selama 5 hari, maksimal 90 mg/hari Pada kasus ini, pasien diberikan terapi cairan maintenance dalam 24 jam sesuai dengan kebutuhan cairan berdasarkan berat badan anak 33kg, kebutuhaan cairan infuse RL 1760cc/24 jam. Pengobatan simptomatik untuk mengatasi jika nyeri perut dengan inj. Antrain 3x1 , untuk mengatasi mual-muntah inj. Trovensis (ondansentron) 3x1, inj. Acran (ranitidine) 2x1 untuk mengurangi asam lambung yang juga bisa menyebabkan mual, serta melindungi mukosa lambung untuk meminimalisir efek samping penggunaan obat NSAID antrain (metamizole). Penggunaan paracetamol oral 6x1 tab bila panas. Untuk terapi infeksi amoeba, diberi antibiotic metronidazole infuse 3x1 flash. Untuk mengurangi frekuensi diare pada pasien ini diberikan L-Bio (probiotik) 3x1 sachet, neo kalana 3x1cth. Setelah mendapat terapi tersebut, keluhan pasien berupa BAB cair frekuensinya berkurang dan konsistensinya berangsur membaik. Gejala Nyeri perut, demam, mual muntah berkurang. Keadaan umum pasien membaik, nafsu makan baik. Pasien dianjurkan KRS pada hari ke-5.