Pembuatan Biobriket Dari Limbah Kopi Dan Sekam Padi Sebagai Bahan Bakar Alternatif Di PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. Unit Palimanan-Cirebon Muhammad Jundi Utama (1631410081), Safira Fausta Ramadhani (1631410107) Pembimbing : Ir. Ariani, M.T 1. Pendahuluan Permintaan semen yang semakin tahun semakin meningkat hingga pada tahun 2017 mencapai 66,35 juta ton dengan jumlah kapasitas terpasang produksi sebanyak 107,4 juta ton. Berdasarkan banyaknya semen yang diproduksi, proses pembuatan semen membutuhkan bahan bakar yang memiliki nilai kalor yang tinggi untuk membentuk raw material menjadi clincker dengan temperatur mencapai 1400oC di dalam rotary kiln yang sebagai “jantung” tempat pembakaran. PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. unit Cirebon menggunakan batu bara sebagai bahan bakar utama dalam pembentukan clincker dengan mengonsumsi batu bara sebesar 440.000 ton/tahun (Data Central Control Room PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk.). Oleh karena itu, PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. menggunakan bahan bakar alternatif dari limbah industri lain maupun sampah yang diperoleh dari masyarakat sekitar. Salah dua limbah yang digunakan adalah limbah kopi sebesar 5.785.000 ton/tahun dari dan sekam padi sebesar 64.166.000 ton/tahun yang disuplai dari beberapa perusahaan supplier limbah di Jawa Barat berdasarkan data Supply Departement PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. (2018). Dengan adanya pemanfaatan bahan bakar alternatif mampu mengurangi konsumsi batu bara yang dikategorikan sebagai bahan bakar fosil, sebagaimana bahan bakar fosil memiliki sumber yang terbatas dan juga dapat menghasilkan emisi udara yang berbahaya bagi lingkungan. Mengingat bahwa limbah kopi dan sekam padi memiliki nilai kalor yang tinggi dengan kandungan unsur karbon mencapai 40-43%, kandungan sulfur yang rendah, serta kandungan air yang masih terbilang tinggi maka perlu dilakukan pemanfaatan limbah dengan mengaplikasikannya dalam bentuk briket bio arang. Sehingga bahan bakar alternatif yang telah dimodifikasi menjadi briket memiliki kualitas yang lebih baik dengan kadar air rendah, nilai kalor yang tinggi, dan dapat menekan penggunaan batu bara juga dapat mengurangi emisi udara yang dihasilkan dengan perlakuan pemanasan awal dan pengepresan tinggi pada pembriketan tersebut. Ruang lingkup permasalahan limbah kopi dan sekam padi mempunyai kandungan karbon yang diperkirakan berpotensi sebagai bahan bakar pada proses pembakaran material. Perlu adanya observasi mengenai seberapa besar komponen penyusunnya untuk dapat ditentukan kelayakan bahan bakar alternatif yang digunakan sebagai pengganti batu bara dengan membandingkan hasil yang diperoleh terhadap SNI (Standar Nasional Indonesia). Penelitian ini menyimulasikan berbagai komposisi penambahan antara limbah kopi dan sekam padi serta bahan perekat (tepung tapioka) yang digunakan untuk membuat produk biobriket yang nantinya dapat diterapkan di berbagai pabrik terutama PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. Produk biobriket campuran limbah kopi dan sekam padi hasil percobaan akan diuji secara eksperimental untuk mengetahui mutu sampel biobriket percobaan. Setelah mengetahui hasil yang diperoleh akan dikomparasikan dengan mengadopsi standar baku dalam pembuatan biobriket yaitu SNI 4931:2010 ; SNI No. 1/6235/2000 ; dan Permen ESDM No.47 2006. Berdasarkan kajian di atas, penelitian tentang penggunaan bahan bakar alternatif bertujuan: 1.) Dapat menentukan pengaruh rasio limbah kopi dan sekam padi terhadap kualitas produk biobriket yang dihasilkan (nilai proximate dan nilai emisi). 2.) Dapat menentukan pengaruh dengan atau tanpa karbonisasi terhadap kualitas briket yang dihasilkan. 3.) Dapat menentukan pengaruh temperatur karbonisasi terhadap kualitas briket yang dihasilkan. 2. Tinjauan Pustaka Briket adalah arang dengan bentuk tertentu yang dibuat dengan teknik pengepresan tertentu dan menggunakan bahan perekat tertentu sebagai bahan pengeras. Biobriket merupakan bahan bakar briket yang dibuat dari arang biomassa hasil pertanian (bagian tumbuhan), baik berupa bagian yang memang sengaja dijadikan bahan baku briket maupun sisa atau limbah proses produksi/pengolahan agroindustri. Biomassa hasil pertanian, khususnya limbah agroindustri merupakan bahan yang seringkali dianggap kurang atau tidak bernilai ekonomis, sehingga murah dan bahkan pada taraf tertentu merupakan sumber pencemaran bagi lingkungan.(Vachlevi, 2013). Menurut Himawanto, D.A (2005), mekanisme pembakaran biomassa terdiri dari tiga tahap yaitu: 1) Pengeringan (drying) Dalam proses ini bahan bakar mengalami proses kenaikan temperatur yang akan mengakibatkan menguapnya kadar air yang berada pada permukaan bahan bakar tersebut, sedangkan untuk kadar air yang berada di dalam akan menguap melalui pori-pori bahan bakar padat tersebut. 2) Devolatilisasi (devolatilization) Setelah proses pengeringan, bahan bakar mulai mengalami dekomposisi, yaitu pecahnya ikatan kimia secara termal dan zat terbang (volatile matter) akan keluar dari partikel. Volatile matter adalah hasil dari proses devolatilisasi. 3) Pembakaran arang (char combustion) Sisa dari pirolisis adalah arang (fixed carbon) dan sedikit abu, kemudian partikel bahan bakar mengalami tahapan oksidasi arang yang memerlukan 70% - 80 % dari total waktu pembakaran. Pada pembuatan briket bio arang menurut Badan Standarisasi Nasional (2000) memiliki kualitas standar briket sebagai berikut: Tabel 2.1 SNI 01-6235-2000 tentang standar biobriket No Jenis uji Satuan Persyaratan 1. Kadar air % Maksimum 8 2. Bahan % Maksimum yang 15 hilang pada pemanasan 950ᴼC 3. Kadar abu % Maksimum 8 4. Kalori Kal/gra Minimum (ADBK) m 5000 Sumber : Badan Standar Nasional (SNI 01-62352000) Menurut Sukardjo (2002), beberapa faktor dan parameter uji yang mempengaruhi kualitas briket seperti kadar air, kadar abu, karbon tetap, zat terbang, nilai kalor, kerapatan dan kekuatan dari suatu briket. 1) Kandungan Air Air yang terkandung dalam produk dinyatakan sebagai kadar air. Kadar air bahan bakar padat ialah perbandingan berat air yang terkandung dalam bahan bakar padat dengan berat kering bahan bakar padat tersebut. Semakin besar kadar air yang terdapat pada bahan bakar padat maka nilai kalornya semakin kecil, begitu juga sebaliknya. Penentuan kadar air dengan cara menguapkan air yang terdapat dalam bahan dengan oven dengan suhu 1000-105oC dalam jangka waktu tertentu (3-24 jam) hingga seluruh air yang terdapat dalam bahan menguap atau berat bahan tidak berubah lagi. 2) Kandungan Abu Semua briket mempunyai kandungan zat anorganik yang dapat ditentukan jumlahnya sebagai berat yang tinggal apabila briket dibakar secara sempurna. Zat yang tinggal ini disebut abu. Abu briket berasal dari pasir dan bermacam-macam zat mineral lainnya. Briket dengan kandungan abu yang tinggi sangat tidak menguntungkan karena akan membentuk kerak. Abu berperan menurunkan mutu bahan bakar padat karena dapat menurunkan nilai kalor. Penentuan kadar abu dengan cara membakar bahan dalam tanur (furnace) dengan suhu 600oC selama 3-8 jam sehingga seluruh unsur pertama pembentuk senyawa organik (C,H,O,N) habis terbakar dan berubah menjadi gas. Sisanya yang tidak terbakar adalah abu yang merupakan kumpulan dari mineral-mineral yang terdapat dalam bahan. Dengan perkataan lain, abu merupakan total mineral dalam bahan. 3) Kandungan Zat Terbang (Volatile matter) Zat terbang terdiri dari gas-gas yang mudah terbakar seperti hydrogen (H2), karbon monoksida (CO), dan metana (CH4), tetapi kadang-kadang terdapat juga gas-gas yang tidak terbakar seperti CO2 dan H2O. Volatile matter adalah bagian dari briket di mana akan berubah menjadi volatile matter (produk) bila briket tersebut dipanaskan tanpa udara pada suhu lebih kurang 950oC. Volatile matter berpengaruh terhadap pembakaran briket. Semakin banyak kandungan volatile matter pada briket semakin mudah untuk terbakar dan menyala. 4) Jumlah Karbon Terikat (Fixed Carbon) Karbon terikat merupakan kadar karbon hasil dari reaksi selulosa maupun dari hemiselulosa saat pembakaran. jumlah selulosa maupun hemiselulosa sangat mempengaruhi kadar karbon pada arang. Selain itu karbon terikat sangat berpengaruh, karena akan terikat dengan oksigen saat proses pembakaran (Budiawan, 2014) 5) Nilai Kalor Kalor adalah energi yang dipindahkan melintasi batas suatu sistem yang disebabkan oleh perbedaan temperatur antara suatu sistem dan lingkungannya. Nilai kalor bahan bakar dapat diketahui dengan menggunakan kalorimeter. Nilai kalor merupakan besarnya panas yang diperoleh dari pembakaran suatu jumlah tertentu bahan bakar di dalam zat asam, makin tinggi berat jenis bahan bakar, makin tinggi nilai kalor yang diperoleh. Kalor merupakan salah satu bentuk energi, dan perubahan bentuk akibat panas akan sama dengan yang diakibatkan oleh kerja. Sebagaimana tarik gravitasi, potensial listrik, kalor juga mengalir dari temperatur yang lebih tinggi ke yang lebih rendah. Tanda yang digunakan di sini yaitu Q (kalor) adalah positif jika kalor diabsorpsi oleh sistem dari sekelilingnya, dan negatif jika panas dilepaskan dari sistem ke sekelilingnya Pada proses pembuatan biobriket membutuhkan bahan perekat. Perekat adalah suatu zat atau bahan yang memiliki kemampuan untuk mengikat dua benda melalui ikatan permukaan. Tabel 2.2 Daftar analisa bahan perekat Jenis tepung Tepung jagung Tepung beras Tepung terigu Tepung tapioka Tepung sagu Air (%) Abu (%) Lemak (%) Protei n (%) Serat kasar (%) Karb on (%) 10,52 1,27 4,89 8,48 1,04 73,80 7,58 0,68 4,53 9,89 0,82 76,90 10,70 0,86 2,00 11,50 0,64 74,20 9,81 0,36 1,50 2,21 0,69 85,20 14,10 0,67 1,03 1,12 037 82,70 Sumber : Anonimous, 1989 Keadaan suatu perekat ditentukan oleh metode aplikasinya. Perekat cair pada umumnya lebih mudah dipergunakan secara mekanis, penyebarannya pada permukaan benda yang halus dan rata akan tercapai. Sifat fisik sangat penting dalam mekanisme pengikatan antara bahan pengikat dan partikel arang yang dilakukan pada tekanan yang tinggi dapat meningkatkan gaya adhesi antarmuka padatan-cair dan gaya kohesi antara padatan. Salah satu persyaratan yang perlu diperhatikan dalam memilih extender perekat adalah bahan harus memiliki daya rekat yang kuat. Bahan yang memiliki daya rekat yang cukup biasanya yang mengandung protein dan pati khususnya amylopektin yang cukup tinggi seperti terigu, tapioka, maizena, sagu (Riseanggara RR. 2008). 3. Metodologi Penelitian Proses pembuatan biobriket ini dibuat dalam skala laboratorium berdasarkan analisis data yang dilakukan di PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. dengan rincian metode penelitian sebagai berikut: Menganalisa sampel batubara (sebagai pembanding hasil biobriket percobaan) dan sampel limbah kopi, sekam padi serta tepung tapioka yang digunakan. Tahapan pengujian bahan baku biobriket ini untuk mengetahui karakteristik bahan berupa kadar air, kadar abu, volatile matter, fixed carbon, nilai kalor. Proses pembuatan briket terdiri dari empat tahap yaitu perhitungan rasio bahan baku, persiapan awal, proses pembriketan, lalu proses pengujian briket. Pada perhitungan rasio bahan baku dilakukan dengan menghitung rasio sekam dan kopi kemudian dilakukan penambahan massa tepung tapioca sebanyak 7% dari massa total dengan rasio air dan tapioca sebanyak 1:5. Pada persiapan awal, limbah kopi dan sekam padi dilakukan pengeringan menggunakan oven guna mengurangi kandungan air yang terdapat pada bahan. Kemudian, dilakukan proses karbonisasi untuk limbah kopi dan sekam padi dengan suhu yang berbeda. Selanjutnya, bahan yang telah dikarbonisasi bakal digiling atau penghalusan menggunakan dish mill agar ukurannya lebih kecil sehingga mempermudah dalam proses pengayakan. Tahap selanjutnya pembriketan dengan mencampur bahan baku dengan perekat sesuai variabel, setelah itu pencetakan briket yang sudah dicampur oleh alat pencetak briket, lalu briket yang telah tercetak dikeringkan menggunakan oven. Pada tahapan metode pengujian mutu dilakukan analisa uji mutu karakteristik briket yaitu nilai kalor, kadar air, kadar abu, kadar volatile matter, dan kadar terikat (fixed carbon). Terakhir, data hasil analisis pembuatan biobriket tersebut akan dibandingkan dengan bahan bakar batubara dan Standar Nasional Indonesia (SNI). Jenis penelitian yang digunakan adalah eksperimental yang mana dilakukan dengan mencari variabel terbaik dengan perlakuan terbaik untuk mendapatkan kualitas briket terbaik. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi di laboraturium Quality Control Department PT. Indocement Tunggal Prakarsa Tbk dengan cara mengobservasi alat mauapun bahan yang digunakan kemudian melakukan wawancara dengan berberapa pihak di PT. Indocement Tunggal Prakarsa mengenai jenis bahan yang digunakan, banyaknya kebutuhan dan supply barang masuk, dan SOP pemakaian masing-masing alat yang ada di lab Quality Control Departmenet yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan. Jenis analisis data secara kuantitatif untuk menentukan nilai proximate dan nilai uji emisi dari briket yang dihasilkan. Proses penyimpulan dilakukan dengan membandingkan hasil pengujian dari masing-masing variabel dalam bentuk grafik. Variabel yang akan digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut : Kondisi tetap - Jenis limbah kopi, sekam padi, tepung tapioka diambil dari satu tempat - Jumlah perekat (tepung tapioka) sebanyak 7% massa total - Perbandingan jumlah perekat dan air (1:5) - Tingkat kehalusan campuran limbah kopi dan sekam padi (70 mesh) - Ukuran cetakan biobriket (D = 4,3 cm , t = 0,85 cm) - Penggilingan bahan baku dilakukan pada suhu ruang (27oC) - Kekuatan kompresi briket sebesar 30 kN - Parameter yang diujikan proximate (kadar air, kadar abu, volatile matter, fixed carbon, dan nilai kalor); emisi (CO2, CO, O2, dan hidrokarbon) Variabel bebas - Perbandingan komposisi limbah kopi dan sekam padi, 20:80 (K2P8) ; 30:70 (K3P7) ; 40:60 (K4P6) ; 50:50 (K5P5) - Proses karbonasi dan tanpa proses karbonasi - Suhu proses karbonisasi limbah kopi (T = 500oC ; t = 1 jam) - Suhu proses karbonisasi sekam padi, (T = 200oC ; t = 2jam) - Suhu proses karbonisasi campuran limbah kopi dan sekam padi, (T=500oC ; t= 1 jam) - Suhu proses karbonisasi campuran limbah kopi dan sekam padi, (T=200oC ; t= 2jam) 4. Capaian Penelitian Tabel 4.1 Hasil Analisa Uji Proximate KARBONISASI VARIASI BRIKET 200oC 500oC 200500oC Blanko Kopi IM = 4,6 AC = 1,84 VM=71,48 FC = 22,08 NHV=558 8 Blanko Sekam Padi IM= 4,52 AC= 16,7 VM= 63,56 FC= 15,22 NHV= 3504,6741 IM=3,5 AC=5,8 VM= 23,32 FC= 67,33 NHV= 6545 IM= 3,89 AC= 40,3 VM= 18,28 FC= 37,53 NHV= 3650 IM= 6,44 AC= 33,85 VM= 18,61 FC= 41,1 NHV= 3968,4 IM= 22,25 AC= 31,73 VM= 22,25 FC= 46,03 NHV= 4215 IM= 5,0 AC= 28,09 VM= 23,39 FC= 45,52 NHV= 4549 IM= 4,45 AC= 26,97 VM= 26,12 FC= 42,49 NHV= 4813 IM=3,5 AC=5,8 VM= 23,32 FC= 67,33 NHV= 6545 IM= 4,52 AC= 16,7 VM= 63,56 FC= 15,22 NHV= 3505 IM= 6,71 AC= 12,48 VM= 90,61 FC= 30,14 NHV= 4164 IM= 7,24 AC= 12,52 VM= 50,31 FC= 23,33 NHV= 4418 IM= 5,79 AC= 11,69 VM= 43 FC= 33,52 NHV= 4705 IM =5,7 AC= 10,48 VM= 45,03 FC= 38,73 NHV= 5057 K2P8 IM= 5,12 AC= 12,8 VM= 67,38 FC= 14,7 NHV= 4228,6043 K3P7 IM= 7,91 AC= 11,15 VM= 63,7 FC= 17,24 NHV= 4171,3565 K4P6 IM= 7,31 AC= 10,21 VM= 65,41 FC= 17,07 NHV= 4338,0121 K5P5 IM= 5,97 AC= 13,55 VM= 55,1 FC= 25,38 NHV= 4621,1819 NON KARBONIS ASI IM = 4,45 AC = 1,77 VM = 78,6 FC = 15,18 NHV= 5358,6182 Tabel 4.2 Hasil Capaian Kerja Metodologi Capaian kerja Kendala Antisipasi Karbonisasi Terbentuknya Material yang Bahan karbon pada terdekomposisi yang kopi dan digunakan pada sekam lebih karbonisasi 500ᴼC terlalu banyak banyak hinggga 60% Uji emisi Tahap orientasi Membuat lab kompor briket Tahap sendiri menentukan desain untuk Orientasi uji emisi lab untuk riset uji emisi 5. Rencana Kerja Berikutnya IM = 4,3 AC = 16,12 VM = 64,53 FC = 15,05 NHV= 3501,0811 IM = 6,54 AC = 12,67 VM = 65,56 FC = 15,23 NHV= 3913,1921 IM= 7,38 AC= 11,4 VM= 66,57 FC= 14,65 NHV= 4238,7336 IM= 6,89 AC= 9,91 VM= 67,89 FC= 15,31 NHV= 4210,6481 Tabel 5.1 Rencana Kerja Rencan Kendala Antisipasi a kerja yang dihadapi Mencar Belum Melakuka i lab menem n untuk ukan orientasia uji metode ntar lab emisi untuk untuk uji melaku emisi kan Menggun penguji akan an emisi pyrolizer Masih untuk dalam menghasi tahap lkan asap orientas yang i lab kemudian ditangkap untuk dilakukan uji emisi Melaku Data Dilakuka kan masih n uji kompila belum emisi si data lengkap terlebih dahulu Penyelesai an masalah - Mengumpu lkan terlebih dahulu data yang sudah didapatkan Daftar Pustaka: IM= 5,14 AC= 8,71 VM= 72,03 FC= 14,12 NHV= 4449,3457 Affandi, Komala A, dkk. 2018. Analisa Ukuran Butir Briket Campuran Sekam Padi Dengan Cangkang Kopi Terhadap Laju Pembakaran Dan Emisi Karbon Monoksida (CO). Jurnal Material dan Energi Indonesia, 8 (1): 44–48. Apriani, 2015. Uji Kualitas Biobriket Ampas Tebu Dan Sekam Padi Sebagai Bahan Bakar Alternatif. Makassar: Fakultas Sains dan Teknologi UIN Alaudin Makassar. Atika, 2016. Pengaruh Temperatur dan Waktu Karbonisasi Terhadap Reduksi Volume Pembentukan Arang Sekam Padi. FMIPAUNHAS. Makassar Bakri. 2012. Pengaruh Kadar Abu Sekam Padi Terhadap Konduktivitas Panas Komposit Semennya. Jurnal Ilmu Teknologi Hasil Hutan, 5(2): 33 – 39 Budiawan, Lucky, dkk. 2014. Pembuatan Dan Karakterisasi Briket Bioarang Dengan Variasi Komposisi Kulit Kopi. Jurna lBioproses Komoditas Tropis, 2(2): 152 – 160. Djafar, Zuryati. 2008. Pemanfaatan Limbah Kopi sebagai Bahan Bakar Briket Alternatif. Buletin Penelitian, 5 (1): 13–22. Fitri, Nursyah. 2017. Pembuatan Briket Dari Campuran Kulit Kopi (Coffea Arabica) Dan Serbuk Gergaji Dengan Menggunakan Getah Pinus (Pinus Merkusii) Sebagai Perekat. Makassar: Fakultas Sains dan Teknologi UIN Alaudin Makassar. Hartanto, Feri Puji dan Alim, Fathul. 2011. Optimasi Kondisi Operasi Pirolisi Sekam Padi untuk Menghasilkan Bahan Bakar Briket Bioarang sebagai Bahan Bakar Alternatif. (Online), (http://eprints.undip.ac.id/36721/) diakses, 29 Januari 2019. Hilwatullisan, 2015. Pemanfaatan Limbah Kulit Kopi dan Serbuk Gergaji menjadi Briket sebagai Energi Alternatif. Palembang: Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Sriwijaya. Khusna, Dwi dan Susanto, Joko. 2015. Pemanfaatan Limbah Padat Kopisebagaibahan Bakar Alternatif Dalam Bentuk bricket Berbasis Biomass (Studi Kasusdi PT. Santos Jaya Abadi Instant Coffee). Makalah Disajikan dalam Seminar Nasional Sains dan Teknologi Terapan III Institut Teknologi Adhi Tama. Surabaya Noriyanti, Ronny Dwi, dkk. 2013. Kajian Eksperimental Terhadap Karakteristik Pembakaran Briket Limbah Ampas Kopi Instan Dan Kulit Kopi (Studi Kasus Di Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia). Jurnal Teknik Pomits. 1–6. Patabang, Daud. 2012. Karakteristik Termal Briket Arang Sekam Padi Dengan Variasi Bahan Perekat Jurnal Untad, 3(2): 268 – 293. Purwanto, Djoko dan Sofyan. 2014. Pengaruh Suhu Dan Waktu Pengarangan Terhadap Kualitas Briket Arang Dari Limbah Tempurung Kelapa Sawit. Jurnal Litbang Industri, 4(1): 29 – 38. Sudarsono, Putri Eka Riski dan Warmadewanthi, Idaa. 2010. Eco-Briquette Dari Komposit Kulit Kopi Lumpur Ipal PT Sier dan Sampah Plastik LDPE. Makalah Disajikan dalam Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XI Institut Teknologi Surabaya, Surabaya, 6 Februari 2010 Tenayah, I Gusti Nungrah Putu, dkk. 2015. Genset dengan bahan bakar gasifikasi downdraft kulit kopi dan batubara. Disajikan dalam Proceeding Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin XIV Universitas Udayana, Banjarmasin 7–8 Oktober 2015. Tim Kajian Batu Bara Nasional. 2006. Statistik Batu Bara Indonesia. (Online), (http://www.tekmira.esdm.go.id/), diakses 29 Januari 2019. Vachlepi, Afrizal. 2013. Penggunaan Biobriket sebagai Bahan Bakar Alternatif dalam Pengeringan Karet Alam. Warta Perkaretan, 32 (2): 65-73. Wibowo, Ari Setio. 2009. Kajian Pengaruh Komposisi Dan Perekat Pada Pembuatan Briket Sekam Padi Terhadap Kalor Yang Dihasilkan. Semarang: Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam UNDIP.