Uploaded by User15572

ASKEP KETUBAN PECAH DINI

advertisement
ASKEP KETUBAN PECAH DINI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda persalinan mulai
dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartu. Ketuban pecah dini merupakan suatu masalah
yang harus mendapatkan penanganan yang sesuai dengan prosedur agar tidak terjadi
komplikasi yang tidak diinginkan. Penanganan segera pada ketuban pecah dini yaitu dengan
pemberian antibiotik dan segera lakukan induksi persalinan jika umur kehamilan sudah aterm
tapi jika belum aterm (prematur) pertahankan. Asuhan ini dilaksanakan dengan tujuan agar
janin dan ibu bisa menjalani proses persalinan dengan normal dan tanpa adanya komplikasi.
Pada proses persalinan ini membutuhkan asuhan yang optimal dan dukungan dari semua
pihak khususnya keluarga dan penolong yang terampil agar proses persalinan berjalan dengan
lancar, bayi dan ibu sehat sehingga dapat menurunkan adanya morbiditas dan mortalitas ibu
dan bayi.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan umum
Setelah melakukan asuhan keperawatan pada GI P1001 Ab000 UK 36-37 minggu Aterm,
tunggal, hidup, intrauterin dengan ketuban pecah dini diharapkan mahasiswa dapat
menerapkan asuhan keperawatan secara komprehensif
1.2.2 Tujuan Khusus
Setelah melakukan asuhan keperawatan diharapkan mahasiswa mampu :
a. Mengetahui pengertian Ketuban Pecah Dini
b. Mengetahui pengkajian pada ASKEP Ketuban Pecah Dini
c. Mengetahui Diagnosa pada ASKEP Ketuban Pecah Dini
d. Mengetahui Intervensi pada ASKEP Ketuban Pecah Dini
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi ketuban pecah dini (KPD)
Ketuban pecah dini adalah ketuban yang pecah spontan yang terjadi pada sembarang
usia kehamilan sebelum persalinan di mulai (William,2001)
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda persalinan dan
di tunggu satu jam belum di mulainya tanda persalinan (manuaba,2001)
Ketuban pecah dini adalah keluarnya cairan berupa air dari vagina setelah kehamilan
berusia 22 minggu sebelum proses persalinan berlangsung dan dapat terjadi pada kehamilan
preterm sebelum kehamilan 37 minggu maupun kehamilan aterm. (saifudin,2002).
2.2 Etiologi
Beberapa kondisi dibubungkan dengan ketuban pecah dini tetapi penyebab pastinya
belum jelas, kemungkinan penyebab yang berhubungan dengan ketuban pecah dini adalah:
1. Infeksi vagina atau serviks seperti; gonorrhea, streptococcus group B, dan gardnerella
vaginalis.
2. Chorioamnionitis
3. Kelainan servik atau alat genital, seperti servik yang pendek ( kecil dari 25mm)
4. Keadaan fetus yang abnormal
5. Peningkatan tekanan intrauteri ; kehamilan kembar, polyhidromion
6. Selaput amnion yang mempunyai struktur yang lemah atau selaput terlalu tipis
7.Trauma seperti amniosintesis, pemeriksaan pelvik, dan hubungan seksual
8. Hipermortalitas rahim yang sudah lama terjadi sebelum ketuban pecah.
Faktor lain penyebabnya adalah :
a. Faktor golongan darah
Akibat golongan darah ibu dan anak yang tidak sesuai dapat menimbulkan kelemahan
bawaan termasuk kelemahan jarinngan kulit ketuban.
b. Faktor disproporsi antar kepala janin dan panggul ibu.
c. Faktor multi graviditas, merokok dan perdarahan antepartum.
d. Defisiesnsi gizi dari tembaga atau asam askorbat
2.3 Patofisiologi
Penyebab dari ketuban pecah dini belum diketahui. Tetapi kemungkinan
penyebab yaitu infeksi pada vagina seperti oleh gonorrhoe dan streptococcus yang
menyebabkan teinfeksinya selaput amnion sehingga memudahkan selaput tersebut untuk
pacah secara dini. Chorioamnionitis merupakan infeksi selaput ketuban yang juga akan
merusak selaput amnion sehinga bisa pula pecah. Penyebab selanjutnya adalah peningkatan
tekana intracterine seperti pada kehamilan kembar dan polihidromnion, menyebabkan
terjadinya intrumnion meningkat akhirnya selaput amnion pecah. Trauma pada amniosintesis
menyebabkan cairan ketuban bisa pecah. demikian juga halnya dengan hipermotilitas uterus
dimana kontraksi otot uterus rahim menjadi meningkat yang menekan selaput amnion.
Semua hal diatas dapat menyebabkan ketuban pecah dini. Pada ibu dengan ketuban
pecah dini tetapi his (-) sehinga pembukaan akan terganggu dan terhambat sementara janin
mudah kekeringan karena pecahnya selaput amnion tersebut, maka Janin harus segera untuk
dilahirkan atau pengakhiran kehamilan harus segera dilakukan. Tindakan yang dilakukan
adalah menginduksi dengan oksitosin, jika gagal lakukan persalinan dengan caecar.
Akibat ketuban pecah dini pada janin yang preterm yaitu melahirkan janin yang
premature dimana paru janin belumlah matur, akibatnya produksi surfaktan berkurang, paru
tidak mengembang sehingga beresiko terhadap RDS ( Rapirasi distiess syndrome ). Ditandai
dengan apgar score yang abnormal, aspixia, dan tachipnoe yang menyebabkan kerusakan
pertukaran gas pada janin.
Pada ibu dengan ketuban pecah dini dan hisnya adal (+) persalinan dapat segera
dilakukan. Apabila adanya pemeriksaan dalam yang terlalu sering dapat beresiko terhadap
infeksi. Ketuban yang telah pecah dapat menyebabkan persalinan menjadi terganggu karena
tidak ada untuk pelicin Jalan lahir. Sehingga persalinan menjadi kering ( dry labor).
Akibatnya terjadi persalinan yang lama.
Akibat persalinan yang lama terjadi pula penekanan yang lama pada janin dijalan
lahir, dan jika terjadi fetal distress mengakibatkan untuk melakukan persalinan atau ekstraksi
vacum dan cuna, atau terjadi asphyxia akibat penekanan yang lama pada jalan lahir inipun
mengakibatkan iskhcmia pada jalan lahir dan akhirnya terjadi nekrosis jaringan. Hal ini
beresiko terhadap cidera pada ibu dan janin, dan juga beresiko tinggi terhadap infeksi
2.4 Manifestasi Klinik
1. keluar ketuban warna putih, keruh, jernih, kuning, hijau / kecoklatan sedikit / banyak
2. dapat di sertai demam bila sudah ada infeksi
3. janin mudah teraba
4. pada periksa dalam selaput ketuban tidak ada , air ketuban sudah kering
5. inspeksikula, tampak air ketuban mengalir / selaput ketuban tidak ada dan air ketuban
ketuban sudah kering ( Arief Mansjoer, dkk,2001 : 310 )
2.5 Pemeriksaan Klinis
Menegakkan diagnosa KPD secara tepat sangat penting. Karena diagnosa yang positif
palsu berarti melakukan intervensi seperti melahirkan bayi terlalu awal atau melakukan
seksio yang sebetulnya tidak ada indikasinya. Sebaliknya diagnosa yang negatif palsu berarti
akan membiarkan ibu dan janin mempunyai resiko infeksi yang akan mengancam kehidupan
janin, ibu atau keduanya. Oleh karena itu diperlukan diagnosa yang cepat dan tepat. Diagnosa
KPD ditegakkan dengan cara :
1) Anamnesa
Penderita merasa basah pada vagina, atau mengeluarkan cairan yang banyak secara tiba-tiba
dari jalan lahir atau ngepyok.(1,3,9,15) Cairan berbau khas, dan perlu juga diperhatikan warna,
keluarnya cairan tersebut his belum teratur atau belum ada, dan belum ada pengeluaran lendir
darah.
2) Inspeksi
Pengamatan dengan mata biasa akan tampak keluarnya cairan dari vagina, bila ketuban baru
pecah dan jumlah air ketuban masih banyak, pemeriksaan ini akan lebih jelas.
3) Pemeriksaan dengan spekulum.
pemeriksaan dengan spekulum pada KPD akan tampak keluar cairan dari orifisium uteri
eksternum (OUE), kalau belum juga tampak keluar, fundus uteri ditekan, penderita diminta
batuk, megejan atau megadakan manuvover valsava, atau bagian terendah digoyangkan, akan
tampak keluar cairan dari ostium uteri dan terkumpul pada fornik anterior.
4) Pemeriksaan dalam
Didapat cairan di dalam vagina dan selaput ketuban sudah tidak ada lagi. Mengenai
pemeriksaan dalam vagina dengan tocher perlu dipertimbangkan, pada kehamilan yang
kurang bulan yang belum dalam persalinan tidak perlu diadakan pemeriksaan dalam. Karena
pada waktu pemeriksaan dalam, jari pemeriksa akan mengakumulasi segmen bawah rahim
dengan flora vagina yang normal. Mikroorganisme tersebut bisa dengan cepat menjadi
patogen. Pemeriksaan dalam vagina hanya dilakukan kalau KPD yang sudah dalam
persalinan atau yang dilakukan induksi persalinan dan dibatasi sedikit mungkin.
2.5.1 Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan laboraturium
Cairan yang keluar dari vagina perlu diperiksa : warna, konsentrasi, bau dan pH nya.
Cairan yang keluar dari vagina ini kecuali air ketuban mungkin juga urine atau sekret vagina.
Sekret vagina ibu hamil pH : 4-5, dengan kertas nitrazin tidak berubah warna, tetap kuning.

Tes Lakmus (tes Nitrazin), jika krtas lakmus merah berubah menjadi biru menunjukkan
adanya air ketuban (alkalis). pH air ketuban 7
7,5, darah dan infeksi vagina dapat
mengahasilkan tes yang positif palsu.

Mikroskopik (tes pakis), dengan meneteskan air ketuban pada gelas objek dan dibiarkan
kering. Pemeriksaan mikroskopik menunjukkan gambaran daun pakis.
2) Pemeriksaan ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban dalam kavum
uteri. Pada kasus KPD terlihat jumlah cairan ketuban yang sedikit. Namun sering terjadi
kesalahan pada penderita oligohidromnion. Walaupun pendekatan diagnosis KPD cukup
banyak macam dan caranya, namun pada umumnya KPD sudah bisa terdiagnosis dengan
anamnesa dan pemeriksaan sederhana.
2.6 Komplikasi
1) Tali pusat menumbung
2) Prematuritas, persalinan preterm, jika terjadi pada usia kehamilan preterm.
3) Oligohidramnion, bahkan sering partus kering (dry labor) karena air ketuban habis.
4) Infeksi maternal : infeksi intra partum (korioamnionitis) ascendens dari vagina ke intrauterine,
korioamnionitis (demam >380C, takikardi, leukositosis, nyeri uterus, cairan vagina berbau
busuk atau bernanah, DJJ meningkat), endometritis
5) Penekanan tali pusat (prolapsus) : gawat janin kematian janin akibat hipoksia (sering terjadi
pada presentasi bokong atau letak lintang), trauma pada waktu lahir dan Premature.
6) Komplikasi infeksi intrapartum
a. Komplikasi ibu : endometritis, penurunan aktifitas miometrium (distonia, atonia), sepsis
CEPAT (karena daerah uterus dan intramnion memiliki vaskularisasi sangat banyak), dapat
terjadi syok septik sampai kematian ibu.
b. Komplikasi janin : asfiksia janin, sepsis perinatal sampai kematian janin.
2.7 Penatalaksanaan
Ketuban pecah dini ternasuk dalam kehamilan beresiko tinggi. Kesalahan dalam
mengelola KPD akan membawa akibat meningkatnya angka morbiditas dan mortalitas ibu
maupun bayinya.
Penatalaksanaan KPD masih dilema bagi sebagian besar ahli kebidanan, selama
masih beberapa masalah yang masih belum terjawab. Kasus KPD yang cukup bulan, kalau
segera mengakhiri kehamilan akan menaikkan insidensi bedah sesar, dan kalau menunggu
persalinan spontan akan menaikkan insidensi chorioamnionitis. Kasus KPD yang kurang
bulan kalau menempuh cara-cara aktif harus dipastikan bahwa tidak akan terjadi RDS, dan
kalau menempuh cara konservatif dengan maksud untuk memberi waktu pematangan paru,
harus bisa memantau keadaan janin dan infeksi yang akan memperjelek prognosis janin.
Penatalaksanaan KPD tergantung pada umur kehamilan. Kalau umur kehamilan tidak
diketahui secara pasti segera dilakukan pemeriksaann ultrasonografi (USG) untuk
mengetahui umur kehamilan dan letak janin. Resiko yang lebih sering pada KPD dengan
janin kurang bulan adalah RDS dibandingkan dengan sepsis. Oleh karena itu pada kehamilan
kurang bulan perlu evaluasi hati-hati untuk menentukan waktu yang optimal untuk
persalinan. Pada umur kehamilan 34 minggu atau lebih biasanya paru-paru sudah matang,
chorioamnionitis yang diikuti dengan sepsi pada janin merupakan sebab utama meningginya
morbiditas dan mortalitas janin. Pada kehamilan cukup bulan, infeksi janin langsung
berhubungan dengan lama pecahnya selaput ketuban atau lamanya periode laten.
1) Penatalaksanaan KPD pada kehamilan aterm (> 37 Minggu)
Beberapa penelitian menyebutkan lama periode laten dan durasi KPD keduanya
mempunyai hubungan yang bermakna dengan peningkatan kejadian infeksi dan komplikasi
lain dari KPD. Jarak antara pecahnya ketuban dan permulaan dari persalinan disebut periode
latent = L.P = “lag” period. Makin muda umur kehamilan makin memanjang L.P-nya.
Pada hakekatnya kulit ketuban yang pecah akan menginduksi persalinan dengan
sendirinya. Sekitar 70-80 % kehamilan genap bulan akan melahirkan dalam waktu 24 jam
setelah kulit ketuban pecah bila dalam 24 jam setelah kulit ketuban pecah belum ada tandatanda persalinan maka dilakukan induksi persalinan, dan bila gagal dilakukan bedah caesar.
Pemberian antibiotik profilaksis dapat menurunkan infeksi pada ibu. Walaupun antibiotik
tidak berfaedah terhadap janin dalam uterus namun pencegahan terhadap chorioamninitis
lebih penting dari pada pengobatanya sehingga pemberian antibiotik profilaksis perlu
dilakukan. Waktu pemberian antibiotik hendaknya diberikan segera setelah diagnosis KPD
ditegakan dengan pertimbangan : tujuan profilaksis, lebih dari 6 jam kemungkinan infeksi
telah terjadi, proses persalinan umumnya berlangsung lebih dari 6 jam.
Beberapa penulis meyarankan bersikap aktif (induksi persalinan) segera diberikan atau
ditunggu sampai 6-8 jam dengan alasan penderita akan menjadi inpartu dengan sendirinya.
Dengan mempersingkat periode laten durasi KPD dapat diperpendek sehingga resiko infeksi
dan trauma obstetrik karena partus tindakan dapat dikurangi.
Pelaksanaan induksi persalinan perlu pengawasan yang sangat ketat terhadap keadaan
janin, ibu dan jalannya proses persalinan berhubungan dengan komplikasinya. Pengawasan
yang kurang baik dapat menimbulkan komplikasi yang fatal bagi bayi dan ibunya (his terlalu
kuat) atau proses persalinan menjadi semakin kepanjangan (his kurang kuat). Induksi
dilakukan dengan mempehatikan bishop score jika > 5 induksi dapat dilakukan, sebaliknya <
5, dilakukan pematangan servik, jika tidak berhasil akhiri persalinan dengan seksio sesaria.
2) Penatalaksanaan KPD pada kehamilan preterm (< 37 minggu)
Pada kasus-kasus KPD dengan umur kehamilan yang kurang bulan tidak dijumpai tandatanda infeksi pengelolaanya bersifat koservatif disertai pemberian antibiotik yang adekuat
sebagai profilaksi
Penderita perlu dirawat di rumah sakit ditidurkan dalam posisi trendelenberg, tidak perlu
dilakukan pemeriksaan dalam untuk mencegah terjadinya infeksi dan kehamilan diusahakan
bisa mencapai 37 minggu, obat-obatan uteronelaksen atau tocolitic agent diberikan juga
tujuan menunda proses persalinan.
Tujuan dari pengelolaan konservatif dengan pemberian kortikosteroid pada pnderita KPD
kehamilan kurang bulan adalah agar tercapainya pematangan paru, jika selama menunggu
atau melakukan pengelolaan konservatif tersebut muncul tanda-tanda infeksi, maka segera
dilakukan induksi persalinan tanpa memandang umur kehamilan
Induksi persalinan sebagai usaha agar persalinan mulai berlangsung dengan jalan
merangsang timbulnya his ternyata dapat menimbulkan komplikasi-komplikasi yang kadangkadang tidak ringan. Komplikasi-komplikasi yang dapat terjadi gawat janin sampai mati,
tetani uteri, ruptura uteri, emboli air ketuban, dan juga mungkin terjadi intoksikasi.
Kegagalan dari induksi persalinan biasanya diselesaikan dengan tindakan bedah sesar.
Seperti halnya pada pengelolaan KPD yang cukup bulan, tindakan bedah sesar hendaknya
dikerjakan bukan semata-mata karena infeksi intrauteri tetapi seyogyanya ada indikasi
obstetrik yang lain, misalnya kelainan letak, gawat janin, partus tak maju, dll.
Selain komplikasi-kompilkasi yang dapat terjadi akibat tindakan aktif. Ternyata
pengelolaan konservatif juga dapat menyebabakan komplikasi yang berbahaya, maka perlu
dilakukan pengawasan yang ketat. Sehingga dikatan pengolahan konservatif adalah
menunggu dengan penuh kewaspadaan terhadap kemungkinan infeksi intrauterine.
Sikap konservatif meliputi pemeriksaan leokosit darah tepi setiap hari, pem,eriksaan
tanda-tanda vital terutama temperatur setiap 4 jam, pengawasan denyut jamtung janin,
pemberian antibiotik mulai saat diagnosis ditegakkan dan selanjutnya stiap 6 jam.
Pemberian kortikosteroid antenatal pada preterm KPD telah dilaporkan secara pasti dapat
menurunkan kejadian RDS. The National Institutes of Health (NIH) telah merekomendasikan
penggunaan kortikosteroid pada preterm KPD pada kehamilan 30-32 minggu yang tidak ada
infeksi intramanion. Sedian terdiri atas betametason 2 dosis masing-masing 12 mg i.m tiap 24
jam atau dexametason 4 dosis masing-masing 6 mg tiap 12 jam.
BAB III
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
1. Identitas ibu
2. Riwayat penyakit
a. Riwayat kesehatan sekarang : ibu datang dengan pecahnya ketuban sebelum usia kehamilan
mencapai 37 minggu dengan atau tanpa komplikasi
b. Riwayat kesehatan terdahulu
- Adanya trauma sebelumnya akibat efek pemeriksaan amnion.
- Sintesis, pemeriksaan pelvis, dan hubungan seksual
·
- Kehamilan ganda, polihidramnion
-
Infeksi vagina/serviks oleh kuman streptokokus.
-
Selaput amnion yang lemah/tipis.
-
Posisi fetus tidak normal.
-
Kelainan pada otot serviks atau genital seperti panjang serviks yang pendek.
-
Multiparitas dan peningkatan usia ibu serta defisiensi nutrisi.
c. Riwayat kesehatan keluarga : ada tidaknya keluhan ibu yang lain yang pernah hamil
kembar/turunan kembar.
3. Pemeriksaan fisik
a. Kepala dan leher.
-
Mata perlu diperiksa dibagian sclera, konjungtiva.
- Hidung : ada/tidaknya pembengkakan konka nasalis. Ada/tidaknya hipersekresi mukosa
-
Mulut : gigi karies/tidak, mukosa mulut kering, dan warna mukosa gigi.
-
Leher berupa pemeriksaan JVP, KGB, dan tiroid.
b. Dada
Thorak
-
Inspeksi kesimetrisan dada, jenis pernafasan thorak abdominal, dan tidak ada retraksi
dinding dada. Frekuensi pernafasan normal 16-24 x/menit. Iktus kordis terlihat/tidak
-
Palpasi : payudara tidak ada pembengkakan.
-
Auskultasi : terdengar BJ I dan II di IC kiri/kanan. Bunyi nafas norma vesikuler
Abdomen
-
Inspeksi : ada/tidaknya bekas operasi, striae, linea.
-
Palpasi : TFU, kontraksi ada/tidak, posisi, kandung kemih penuh/tidak.
-
Auskultasi : DJJ ada/tidak
c. Genitalia
-
Inspeksi: keberhasilan, ada/tidaknya tanda-tanda REEDA (Red, Edema, Discharge,
Approximately), pengeluaran dari ketuban (jumlah, warna, bau), dan lender merah muda
kecoklatan.
-
Palpasi: pembukaan serviks (0-4).
-
Ekstremitas: edema, varises ada/tidak.
4. Pemeriksaan Diagnostik
a. Hitung darah lengkap untuk menentukan adanya anemia, infeksi.
b. Golongan darah dan factor Rh.
c. Rasio lesitin terhadap spingomielin (rasio US): menentukan maturitas janin.
d. Tes verning dan kertas nitrazine: memastikan pecah ketuban.
e. Ultasonografi: menentukan usia gestasi, ukuran janin, gerakan jantung janin, dan lokasi
plasenta.
f. Pelvimetri: identifikasi posisi janin
3.2 Diagnosa Keperawatan
1. Resiko tinggi infeksi maternal berhubungan dengan prosedur invasif, pemeriksaan vagina
berulang, dan rupture membrane amniotic.
2. Kerusakan pertukaran gas pada janin berhubungan dengan adanya penyakit.
3. Gangguan rasa nyaman b.d nyeri, peningkatan HIS
4. Ansietas berhubungan dengan krisis situasi, ancaman pada diri sendiri/janin.
5. Nyeri berhubungan dengan terjadi nya ketegangan otot rahim
6. Intoleransi aktifitas b.d. hipersensitifitas otot.
(Dangoes:2000)
No
Diagnosa keperawatan
Tujuan dan kriteria
Inervensi
Rasional
hasil
1
Resiko tinggi infeksi maternal
Tujuan : Setelah
- Lakukan
- Pengulangan pemeriksaan
berhubungan dengan prosedur
diberikan tindakan
pemeriksaan vaginal
vagina berperan dalam insiden
invasif, pemeriksaan vagina
keperawatan
awal, ulangi bila pola
infeksi saluran asendens.
berulang, dan rupture membrane
diharapkan infeksi
kontraksi atau
amniotic.
maternal tidak terjadi
perilaku ibu
Kriteria hasil : Ibu
menandakan
menyatakan/menunjuka
kemajuan.
n bebas dari tanda-
- Pantau suhu, nadi,
- Dalam 4 jam setelah
tanda infeksi.
pernapasan, dan sel
membrane rupture, insiden
darah putih sesuai
korioamnionitis meningkat
indikasi.
secara progresif sesuai dengan
waktu yang ditunjukkan melalui
TTV.
- Berikan antibiotic
profilaktik bila
- Antibiotic dapat melindungi
dindikasikan.
perkembangan korioamnionitis
pada ibu beresiko.
2
Kerusakan pertukaran gas pada
Tujuan: Setelah
- Pantau DJJ setiap
- Takikardi atau bradikardi janin
janin berhubungan dengan adanya
diberikan tindakan
penyakit.
keperawatan
kemungkinan penurunan yang
diharapkan pertukaran
mungkin perlu intervensi.
a.
15-30 menit.
adalah indikasi dari
gas pada janin kembali
- Periksa DJJ dengan
- Mendeteksi distress janin
normal.
segera bila terjadi
karena kolaps alveoli.
Kriteria hasil:
pecah ketuban dan
- Klien menunjukkan
periksa 15 menit
DJJ dan variabilitas
kemudian, observasi
denyut per denyut
perineum ibu untuk
dalam batas normal.
mendeteksi prolaps
b. - Bebas dari efek-
tali pusat.
efek merugikan dan
- Catat perubahan
hipoksi selama
DJJ selama
persalinan.
kontraksi. Pantau
aktivitas uterus
secara manual atau
- Mendeteksi beratnya hipoksia
elektronik. Bicara
dan kemungkinan penyebab
pada ibu atau
janin rentan terhadap potensi
pasangan dan berikan cedera selama persalinan karena
informasi tentang
situasi tersebut.
- Siapkan untuk
menurunnya kadar oksigen
melahirkan dengan
cara yang paling baik
atau dengan
Tujuan :
intervensi bedah bila
Klien merasa nyaman
tidak terjadi
Kriteria hasil :
perbaikan.
-klien tampak tenang
-klien tampak nyaman
- Dengan penurunan viabilitas
- monitor tanda – tanda
mungkin memerlukan kelahiran
vital : TD, pernafasan,
seksio caesarea untuk mencegah
nadi dan suhu
Tujuan :
- ajrakan klien teknik
Setelah diberikan
relaksasi
tindakan keperawatan
3
- atur posisi klien
Gangguan rasa nyaman b.d nyeri,
diharapkan kecemasan
peningkatan HIS
klien berkurang
- berikan lingkungan
Kriteria Hasil ;
yang nyaman dan
Pasien diharapkan:
a. - Menggunakan teknik
batasi pengunjung
cedera janin dan kematian
karena hipoksia.
- nyeri dapat mengakibatkan
peningkatan frekuensi pernafasan
dan nadi
- untuk mengurangi rasa nyeri yang
dan - Berikan perawatan
dirasakan klien
primer atau
relaksasi yang efektif.
dukungan profesional
- untuk memberikan kenyamanan
intrapartum continue
b. - Berpartisipasi
pernapasan
aktif dalam proses
persalinan
4
Ansietas berhubungan dengan
tujuan :
krisis situasi, ancaman pada diri
rasa nyeri berkurang
sendiri/janin.
kriteria hasil :
sesuai indikasi.
-orientasikan klien
pada lingkungan dan
prosedur ,berikan
informasi tentang
perubahan psikologis
dan fisiologis pada
persalinan sesuai
kebutuhan
-kaji tingkat dan
penyebab ansietas,
kesiapan untuk
melahirkan anak
- agar klien dapat beristirahat
-Kontinuitas perawatan dan
pengkajian dapat menurunkan
stres
-klien tampak tenang
-klien tampak nyaman
pada klien
-pantau tekanan
darah dan nadi sesuai
indikasi, bila tekanan
darah tinggi pada
penerimaan,ulang
prosedur selama 30
menit
- Monitor tandatanda vital : TD,
Pernafasan, nadi, dan
suhu.
- Ajarkan klien
teknik relaksasi
-atur posisi klien
-pendidikan dapat menurunkan
stres, ansietas dan
meningkatkan kemajuan
persalinan
- Awasi respon
emosional klien
terhadap proses nyeri
-ansietas memperberat persepsi
- ajarkan teknik
pengurangan nyeri
dengan teknik
distraksi
nyeri,mempengaruhi
penggunaan teknik koping dan
menstimulasi aldostreron, yang
dapat meningkatkan resopsi
matrium dan air
- stres mengaktifkan sistem
edrenokortikal hipofis-hipotaltik
dan meningkatkan retensi dan
resorbsi matrium dan air dan
meningkatkan ekskresi kalium
5.
Nyeri berhubungan dengan terjadi
- nyeri dapat mengakibatkan
nya ketegangan otot rahim
peningkatan frekuensi
pernafasan dan nadi
-untuk mengurangi rasa nyeri
yang dirasakan klien
-untuk mengurangi rasa nyeri
yang dirasakan klien
-keadaan emosional mempunyai
dampak pada kemampuan klien
untuk menangani nyeri
-teknik distraksi merupakan
teknik pengalihan perhatian
sehingga mengurangi emosional
dan kognitif.
Download