FENOMENOLOGI EDMUND HUSSERL DAN PENERAPANNYA DALAM PAI BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fenomenologi merupakan salah satu aliran filsafat yang berupaya menyingkap hakikat dari segala sesuatu yang hadir ke dalam ranah kesadaran manusia. Kalau semua aliran sebelumnya selalu membawa asumsi-asumsi filosofis dalam konstruksi wacana-wacana filsafat mereka, fenomenologi justru hendak menepis secara total semua asumsi-asumsi filosofis apapun agar sampai pada hakikat pengetahuan. Untuk berjumpa dengan esensi pengetahuan yang pasti dan absolute, segala praduga yang berasal dari mana pun harus disaring, dikesampingkan, dan dienyahkan dari setiap ranah kesadaran manusia. Wacana fenomenologi inilah yang digulirkan oleh bapak fenomenologi, Edmund Husserl yang merasa yakin bahwa metodenya ini dapat diterapkan untuk semua ilmu pengetahuan. Husserl merasa gelisah dengan perkembangan filsafat selama ini yang hanya disibukkan dengan hal-hal yang remeh-temeh ketimbang halhal yang esensial. Husserl merindukan satu filsafat “yang dibangun di atas sebuah landasan yang absolut”. Berangkat dari sini, tulisan bab ini akan menjelaskan fenomenologi yang digagas oleh Edmund Husserl dan implementasinya dalam Pendidikan Agama Islam. B. Rumusan Masalah 1. Apa yang dimaksud dengan fenomenologi ? 2. Bagaimana konsep-konsep fenomenologi ? 3. Apa sajakah jenis-jenis tradisi fenomenologi ? 4. Apa sajakah prosedur penelitian metode fenomenologi ? 5. Bagaimanakah implementasi metode fenomenologi dalam PAI ? 1 C. Tujuan penelitian 1. Untuk mengetahui definisi fenomenologi. 2. Untuk mengetahui konsep-konsep fenomenologi. 3. Untuk mengetahui jenis-jenis tradisi fenomenologi. 4. Untuk mengetahui prosedur penelitian metode fenomenologi. 5. Untuk mengetahui implementasi metode fenomenologi dalam PAI. 2 BAB II PEMBAHASAN A. Definisi Fenomenologi Istilah fenomenologi berasal dari bahasa yunani: phainestai yang berarti menunjukkan dan menampakkan dirinya sendiri, menampilkan,1 fenomenologi juga berasal dari bahasa Yunani, phainomenon, yang secara harfiah berarti “gejala” atau apa yang telah menampakkan diri, sehingga nyata bagi si pengamat.2 Seperti Penyakit (bendanya sendiri) menampakkan diri pada demam, pilek, dan sebagainya, yang adalah fenomena atau gejala penyakit tadi.3 Beberapa ahli yang mencoba mengungkapkan definisi dari pada fenomenologi, diantaranya: 1. Bertents mengungkapkan bahwa fenomenologi sesuai dengan namanya, adalah ilmu (logos) mengenai sesuatu yang tampak (phenomenon). Dengan demikian, setiap penelitian atau setiap karya yang membahas cara penampakan dari apa saja merupakan fenomenologi. 2. Bagus berpendapat bahwa fenomenologi merupakan sebuah pendekatan filsafat yang berpusat pada analisis terhadap gejala yang membanjiri kesadaran manusia. 3. Littlejohn mengemukakan bahwa fenomenologi adalah studi tentang pengetahuan yang berasal dari kesadaran, atau cara memahami suatu objek atau peristiwa dengan mengalaminya secara sadar. 4. Edgar dan Sedgwick mengemukakan bahwa fenomenologi juga berupaya mengungkapkan tentang makna dari pengalaman seseorang. Makna tentang sesuatu yang dialami seseorang akan sangat tergantung begaimana orang berhubungan dengan susuatu itu. 5. Foss dan Littlejohn berpendapat bahwa fenomenologi berkatian dengan penampakan suatu objek, peristiwa, atau suatu kondisi dalam persepsi kita. 1 Mohammad Muslih, Filsafat Ilmu, (Yogyakarta: Belukar, Cetakan 1, 2004), hlm. 144. O. Habiansyah, Pendekatan Fenomenologi: Pengantar Praktik Penelitian dalam Ilmu Sosial dan Komunikasi., dalam Journal Mediator, Vol. 9., No. 1, Juni 2008, hlm. 166. 3 Dr. Zaprulkhan, S.Sos.I., Filsafat Ilmu Sebuah Analisis Kontemporer, (Jakarta: Rajawali prers, ed. 1, cet. 2, 2016), hlm. 221. 2 3 Pengetahuan berasal dari pengalaman yang disadari, dalam persepsi kita. Dalam hal ini, fenomenologi berarti membiarkan sesuatu datang mewujudkan dirinya sebagaimana adanya. Dengan demikian, di satu sisi, makna itu muncul dengan cara membiarkan realitas/fenomena/pengalaman itu membuka dirinya.4 Dari beberapa pengertian para ahli diatas, penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa pengertian fenomenologi ialah metode pemikiran untuk memperoleh ilmu pengetahuan baru atau mengembangkan pengetahuan yang ada dengan langkah-langkah logis, sestematis kritis, tidak berdasarkan aproiri/prasangka, dan tidak dogmatis. Fenomenologi sebagai metode tidak hanya digunakan dalam filsafat tetapi juga dalam ilmu ilmu sosial dan pendidikan. B. Konsep-Konsep Fenomenologi Untuk memahami fenomenologi, terdapat beberapa konsep dasar yang perlu dipahami, antara lain konsep kesadaran, konstitusi, epoche dan reduksi. 1. Kesadaran Kesadaran adalah pemberian makna yang aktif. Kita selalu mempunyai pengalaman tentang diri kita sendiri, tentang kesadaran yang identik dengan diri kita sendiri. Dunia sebagai kebertautan fenomena-fenomena diantisipasi dalam kesadaran akan kesatuan kita dan bahwa dunia itu merupakan sarana bagi kita untuk merealisasikan diri kita sebagai kesadaran.5 Bagi Husserl prinsip segala prinsip ialah bahwa hanya intuisi langsung dengan tidak menggunakan perantara apa pun juga dipakai sebagai kriterium terakhir di bidang filsafat. Hanya apa yang secara langsung diberikan kepada kita dalam pengalaman dapat dianggap benar dan dapat dianggap salah sejauh diberikan. Dari situ Husserl menyimpulkan bahwa kesadaran harus menjadi dasar filsafat. Alasannya ialah bahwa kesadaran secara langsung diberikan kepadanya selaku subjek. Husserl berpendapat bahwa kesadaran selalu berarti kesadaran akan sesuatu. Atau menurut istilahnya yang dipakai Husserl, kesadaran menurut kodratnya bersifat intensional. Intensionalitas adalah 4 5 O. Habiansyah, Pendekatan Fenomenologi, Journal Mediator,… hlm. 166. Ibid. 168. 4 stuktur hakiki kesadaran. Dan justru karena kesadaran ditandai oleh intensionalitas, fenomena harus dimengerti sebagai apa yang menampakkan diri. Ada sebuah korelasi antara intensionalitas dan fenomena, seperti mengatakan “kesadaran bersifat intensional” sama seperti mengatakan “realitas menampakkan diri”. Korelasi tersebut berlaku bagi kesadaran dan realitas pada umumnya, tetapi juga berbagai kesadaran dan berbagai bentuk realitas.6 2. Konstitusi Konstitusi adalah proses tampaknya fenomena ke dalam kesadaran. Ia merupakan aktivitas kesadaran, sehingga realitas itu tampak. Dunia nyata itu dikonstitusi oleh kesadaran. Kenyataan real bukan berarti ada karena diciptakan oleh kesadaran, tetapi kehadiran aktivitas kesadaran ini diperlukan agar penampakan fenomena itu dapat berlangsung. Bertents menegaskan bahwa tidak ada kebenaran pada dirinya, lepas dari kesadaran. Konstitusi ialah semacam proses konstruksi dalam kesadaran manusia. Ketika melihat satu bentuk benda, yang tampak dari mana kita melihat. Tetapi, kesadaran kita melakukan konstitusi, sehingga kita menyadarinya tentang (kemungkinan) bentuk benda itu bila dilihat dari sisi lain. Suatu contoh, ketika saya melihat gunung, tetapi sebetulnya yang dilihat selalu suatu perspektif dari gunung tersebut, seseorang melihat dari sisi atas, kanan dan kiri. Tetapi bagi persepsi, gunung adalah sintesis semua perspektif itu.7 3. Epoche Epoche berasal dari bahasa Yunani, yang berarti menahan diri untuk menilai. Epoche merupakan konsep yang dikembangkan oleh Husserl, yang terkait dengan upaya mengurangi atau menunda penilaian untuk memunculkan pengetahuan di atas setiap keraguan yang Dalam sikap alamiah sehari-hari, kita memperoleh pengetahuan melalui penilaian terhadap sesuatu. Epoche merupakan cara pandang lain yang baru dalam melihat sesuatu. Menurut Moustakas, pemahaman, penilaian, dan Dr. Zaprulkhan, S.Sos.I., Filsafat Ilmu … 225. Ibid. hlm. 226. 6 7 5 pengetahuan sehari-hari dikesampingkan dahulu, dan fenomena dimunculkan dan direvisi secara segar, apa adanya, dari pengertian terbuka, dari tempat yang menguntungkan dari ego murni atau ego transcendental. 4. Reduksi Reduksi yaitu menyaring fenomena untuk sampai ke intisarinya atau ke yang sejatinya. Hasil dari proses reduksi ini disebut wesenschau, artinya sampai pada hakikatnya. Reduksi merupakan kelanjutan dari epoche. Bagi Husserl, manusia memiliki sikap alamiah yang mengandaikan bahwa dunia ini sungguh ada sebagaimana diamati dan dijumpai. Namun, upaya fenomenologis, kita harus menangguhkan kepercayaan ini. Inilah yang dimaksud dengan reduksi fenomenologis, atau epoche itu sendiri. Ada tiga tahapan reduksi, diantaranya: reduksi fenomenologis, reduksi eidetic, dan reduksi transendental. 1) Reduksi fenomenologi: sikap menyisihkan (filterisasi) pengalaman pada pengamatan pertama. Maksudnya adalah bahwa setiap pengalaman pribadi yang bersifat inderawi dan subjektif perlu disisihkan dan disaring terlebih dahulu sehingga pengertian terhadap suatu objek tidak terdistorsi oleh prasangka, praanggapan, prateori, dan prakonsepsi, baik yang berdasarkan keyakinan tradisional maupun berdasarkan agama. 2) Reduksi eidetic: menyingkirkan seluruh pengetahuan tentang objek yang diselidiki dan diperoleh dari sumber lain. 3) Reduksi transendental: reduksi ini tidak lagi mengenai objek atau fenomen, bukan pula mengenai hal-hal sejauh menampakkan diri kepada kesadaran, tetapi reduksi transcendental khusus merupakan: wende zum subject (pengetahuan ke subjek) dan mengenai terjadinya penampakan sendiri, dan mengenai akar-akar kesadaran supaya mendapatkan kepastian akan kebenaran kata. Menurut Husserl, harus dicarinya dalam erlebnisse, yaitu pengalaman yang dengan sadar. Dalam pengalaman tersebut mengalami diri sendiri. Segala pengalaman empiris yang ada pada dunia benda untuk 6 sementara waktu diletakkan pada tanda kurung, kemudian melakukan penyaringan, setelah itu tampaklah yang tertinggal adalah kesadaran murni atau transcendental, tidak empiris lagi.8 C. Jenis-Jenis Tradisi Fenomenologi Inti dari tradisi fenomenologi adalah mengamati kehidupan dalam keseharian dalam suasana alamiah. Tradisi memandang manusia secara aktif mengintrepretasikan pengalaman menreka sehingga mereka dapat memahami lingkungannya melalui pengalaman personal dan langsung dengan lingkungannya. Titik berat tradisi fenomenologi adalah pada bagaimana individu mempersepsi serta memberikan interpretasinya pada pengalaman subjektifnya. Adapun tradisi-tradisi fenomenologi adalah: 1. Fenomena klasik: percaya pada kebenaran hanya bisa didapatkan melalui pengarahan pengalaman, artinya hanya memercayai suatu kebenaran dari sudut pandangnya tersendiri atau obyektif. 2. Fenomenologi persepsi: percaya pada suatu kebenaran bisa di dapatkan dari sudut pandang yang berbeda-beda, tidak hanya membatasi fenomenologi pada obyektifitas, atau bisa dikatakan lebih subyektif. 3. Fenomenologi hermeneutik: percaya pada suatu kebenaran yang ditinjau baik dari aspek obyektifitas maupun subyektifitasnya, dan juga disertai dengan analisis guna menarik suatu kesimpulan.9 D. Prosedur Penelitian Fenomenologi dalam melaksaanakan penelitian dengan metode fenomenologi, terdapat 4 tahapan yang perlu dilakukan, diantaranya: 8 Hardiansyah A, Konsep Ilmu Edmund Husserl, Jurnal Subtantia, vol 15, no 2, Oktober 2013. 9 Khaerani nurul, Jenis, Prinsip dan Prosedur Penelitian Fenomenologi, lihat di Khaerani nurul98.bogspot.co.id, diakses tanggal 27 Juli 2017 7 1. Epoche: seorang peneliti harus melepaskan dirinya dari dugaan-dugaan awal penelitian, artinya peneliti tidak bisa melibatkan penelitian dengan pengalaman pribadinya. 2. Reduksi Fenomenologi: peneliti bisa menemukan inti penelitian yang dilakukan dengan cara membandingkan persepsi. 3. Variasi Imajinasi: dalam tahapan ini peneliti mulai menggali tema-tema pokok dimana fenomena mulai muncul dengan sistematis. 4. Sintesis makna dan esensi: menggambarkan kondisi fenomena yang dialami objek penelitian secara keseluruhan.10 E. Implementasi Fenomenologi Dalam Pendidikan Agama Islam Menurut Roestiyah, evaluasi adalah proses memahami atau memberi arti, mendapatkan dan mengkomunikasikan suatu informasi bagi petunjuk pihak-pihak pengambil keputusan. Evaluasi merupakan kegiatan mengumpulkan data seluasluasnya, sedalam-dalamnya, yang bersangkutan dengan kapabilitas siswa, dan merupakan suatu kegiatan untuk menilai seberapa jauh program telah berjalan seperti yang telah direncanakan.11 Jadi, dapat disimpulkan didalam penelitian pendidikan islam evaluasi merupakan salah satu komponen dan sistem pendidikan islam yang harus dilakukan secara sistematis dan terencana sebagai alat untuk mengukur keberhasilan atau target yang akan dicapai dalam proses pendidikan islam dan pembelajaran. Implementasi fenomenologi digunakan dalam mencari sebuah fenomena untuk mengadakan evaluasi bagi peserta didik. Dalam mencari fenomena dalam evaluasi tersebut tentunya harus melalui beberapa tahap, yaitu: 1. peneliti harus melepaskan dirinya dari dugaan-dugaan, prasangka-prasangka awal penelitian. 10 11 http://id.m.wikipedia.org. , Fenomenologi, diakses tanggal 27 Juli 2017 Drs. Slameto, Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2001), cet ke: 12, hlm. 3. 8 2. Peneliti menulis pertanyaan-pertanyaan penelitian yang mengeksplorasi makna dari suatu penglaman individu dan meminta individu untuk menggambarkan pengalaman hidup mereka sehari-hari. 3. Peneliti kemudian mengumpulkan data dari individu yang mengalami fenomena yang sedang diteliti. Informasi tersebut dikumpulkan melalui wawancara yang panjang dengan informan yang terdiri dari 5 hingga 25 orang. 4. Peneliti menganalisa data-data tersebut, kemudian data-data tersebut diikat bersama-sama untuk membuat deskripsi umum tentang pengalaman, deskripsi tekstural tentang apa yang dialami dan deskripsi structural tentang bagaimana yang dialami. 5. Laporan fenomenologi diakhiri dengan pemahaman yang lebih baik dari pembaca tentang esensi yang tidak berubah dari pengalaman, sembari mengakui bahwa makna tunggal yang utuh dari pengalaman itu eksis. Setelah melalui beberapa tahap diatas, maka akan terlihat fenomenafenomena dunia konseptual subjek yang diamati melalui tindakan dan pemikirannya yang tampak pada kehidupan sehari-hari anak didik tersebut untuk dijadikan evaluasi. 9 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan 1. Istilah fenomenologi berasal dari bahasa yunani: phainestai yang berarti menunjukkan dan menampakkan dirinya sendiri, menampilkan. fenomenologi ialah metode pemikiran untuk memperoleh ilmu pengetahuan baru atau mengembangkan pengetahuan yang ada dengan langkah-langkah logis, sestematis kritis, tidak berdasarkan aproiri/prasangka, dan tidak dogmatis. Fenomenologi sebagai metode tidak hanya digunakan dalam filsafat tetapi juga dalam ilmu ilmu sosial dan pendidikan. 2. konsep-konsep fenomenologi: 1) Kesadaran 2) Konstitusi 3) Epoche 4) reduksi 3. Jenis-jenis tradisi fenomenologi: 1) Fenomena klasik 2) Fenomena persepsi 3) Fenomena hermeneutik 4. Prosedur penelitian metode fenomenologi: 1) Epoche 2) Reduksi fenomenologi 3) Variasi imaginasi 4) Sintesis makna dan esensi 5. Implementasi fenomenologi digunakan dalam evaluasi peserta didik. Dalam evaluasi tidak sekedar menuliskan apa yang dilihat secara eksplisit. tentunya harus melalui beberapa tahap, yaitu: 1) peneliti harus melepaskan dirinya dari dugaan-dugaan, prasangkaprasangka awal penelitian. 10 2) Peneliti menulis pertanyaan-pertanyaan penelitian yang mengeksplorasi makna dari suatu pengalaman individu dan meminta individu untuk menggambarkan pengalaman hidup mereka sehari-hari. 3) Peneliti kemudian mengumpulkan data dari individu yang mengalami fenomena yang sedang diteliti. Informasi tersebut dikumpulkan melalui wawancara yang panjang dengan informan yang terdiri dari 5 atau lebih. 4) Peneliti menganalisa data-data tersebut, kemudian data-data tersebut diikat bersama-sama untuk membuat deskripsi umum tentang pengalaman, deskripsi tekstural tentang apa yang dialami dan deskripsi struktural tentang bagaimana yang dialami. 5) Laporan fenomenologi diakhiri dengan pemahaman yang lebih baik dari pembaca tentang esensi yang tidak berubah dari pengalaman, sembari mengakui bahwa makna tunggal yang utuh dari pengalaman itu eksis. Setelah melalui beberapa tahap diatas, maka akan terlihat fenomenafenomena dunia konseptual subjek yang diamati melalui tindakan dan pemikirannya yang tampak pada kehidupan sehari-hari anak didik tersebut untuk dijadikan evaluasi. B. SARAN Manusia dalam berbuat tentunya terdapat kesalahan yang sifatnya tersilap dari apa yang telah ditetapkan atau seharusnya. Apalagi dalam kegiatan menyusun makalah ini. Untuk itu, penulis harapkan dari pembaca, mohon kritik dan sarannya guna perbaikan penyusunan selanjutnya. 11