1 HUBUNGAN GEJALA KLINIK DENGAN TES CUKIT KULIT PADA

advertisement
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
1
HUBUNGAN GEJALA KLINIK DENGAN TES CUKIT KULIT PADA
PENDERITA RINOSINUSITIS KRONIK
TESIS
Disusun untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat
Magister Kesehatan
Program Studi Magister Medokteran Keluarga
Minat Utama: Ilmu Biomedik
Oleh:
Novita Irawaty
S.500109039
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2014
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2
HUBUNGAN GEJALA KLINIK DENGAN TES CUKIT KULIT PADA
PENDERITA RINOSINUSITIS KRONIK
TESIS
Oleh
Novita Irawaty
S.500109039
Komisi
Pembimbing
Jabatan
Pembimbing I
Pembimbing II
Nama
Tanda
Tangan
Tanggal
Dr. H. Hari Wujoso, dr., Sp.F., M.M.
NIP 196210221995031 001
.............. ........2014
dr.S.Hendradewi,SpTHTKL,Msi.Med
NIP 19651121 201001 2 001
.............. ........2014
Telah dinyatakan memenuhi syarat
pada tanggal..............2014
Mengetahui,
Ketua Program Studi
Magister Kedokteran Keluarga
Dr. H. Hari Wujoso, dr., Sp.F., M.M.
NIP 196210221995031 001
commit to user
ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
4
PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini, peneliti :
Nama
: Novita Irawaty
NIM
: S.500109039
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis yang berjudul “Hubungan Gejala
Klinik Dengan Tes Cukit Kulit Pada Penderita Rinosinusitis Kronik” adalah
betul-betul karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya, dalam tesis tersebut diberi
tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.
Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia
menerima sanksi akademik berupa pencabutan tesis dan gelar yang saya peroleh dari
tesis tersebut.
Surakarta,
September 2014
Yang Membuat Pernyataan
Novita Irawaty
commit to user
iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
5
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
A. IDENTITAS
Nama
: dr. Novita Irawaty
NIM
: S 500109039
Tempat/Tanggal Lahir
: Medan, 19 November 1973
Agama
: Islam
Jenis Kelamin
: Perempuan
B. RIWAYAT PENDIDIKAN
1. TK Tugama – Medan
: Tahun 1978 - 1980
2. SD Sutomo – Medan
: Tahun 1980 - 1986
3. SMPN 1 – Medan
: Tahun 1986 - 1989
4. SMAN 4 – Medan
: Tahun 1989 - 1992
5. FK Universitas Yarsi – Jakarta
: Tahun 1992 - 2002
6. PPDS I IK THT-KL FK UNS Surakarta
: Januari 2009 - sekarang
7. Magister Kedokteran Keluarga Minat Biomedik
: Januari 2009 – sekarang
Pascasarjana UNS
C. RIWAYAT KELUARGA
1. Nama Orangtua
: H. ABD. Rahman
Hj. Lina Nurfaedah
commit to user
v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
6
2. Nama Suami
: dr. Kristanto Yuli Yarsa Sp.B (K) Onk
3. Nama Anak
: 1. Danendra Rafi Noval Yarsa
2. Diandra Naifa Nova Yarsa
D. RIWAYAT PEKERJAAN
1. Dokter PTT Puskesmas Rawat Jalan Depok I Sleman Tahun
kabupaten Jogjakarta, DIY
2005
2. Dokter PNS Puskesmas Rawat Jalan Depok I Sleman Tahun
kabupaten Jogjakarta, DIY
commit to user
vi
2003-
2008
2005-
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
7
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan Alhamdulillah puji syukur kepada Allah SWT Yang
Maha Kuasa yang telah melimpahkan berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat
menjalani pendidikan sampai selesainya tesis ini, sebagai salah satu persyaratan
dalam memperoleh gelar Spesialis THT-KL dalam Program Pendidikan Dokter
Spesialis I Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher Fakultas
Kedokteran Universitas Sebelas Maret/ RSUD dr. Moewardi Surakarta dan mencapai
derajat Magister Kedokteran Keluarga Universitas Sebelas Maret.
Terima kasih penulis sampaikan kepada Prof. Dr. Ravik Karsidi, Drs., MS,
selaku rektor UNS, Prof. Dr. Ir. Ahmad Yunus M.S, selaku Direktur Program Studi
Pascasarjana UNS dan Dr. Hari Wujoso, dr., SpF., M.M, selaku Ketua Program Studi
Kedokteran Keluarga yang telah memberikan kesempatan penulis untuk mengikuti
pendidikan mencapai derajat Magister Kedokteran Keluarga di Program Pascasarjana
UNS Surakarta.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang tidak terhingga
kepada Direktur RSUD Dr. Moewardi, drg. Basuki Soetardjo, MMR dan Dekan
Fakultas Kedokteran Universitas Maret Surakarta Prof. Dr. Zaenal Arifin Adnan,
dr., SpPD KR-FINASIM, atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk
menjalankan tugas sebagai residen THT-KL FK UNS di RSUD Dr Moewardi.
commit to user
vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
8
Ucapan
terima kasih penulis sampaikan kepada Dr. Hari Wujoso, dr.,
SpF., M.M, selaku pembimbing yang telah memberikan banyak nasihat, dukungan
dan bimbingan pada penyusunan tesis ini.
Kepada
dr.
Sarwastuti
Hendradewi,
SpTHT-KL,
Msi.Med,
selaku
pembimbing dan Ketua Program Studi PPDS I Ilmu Kesehatan THT-KL Fakultas
Kedokteran Universitas Sebelas Maret, penulis mengucapkan terima kasih atas semua
nasihat dan dukungan dan bimbingan pada penyusunan tesis ini.
Ucapan
terima kasih juga penulis sampaikan kepada
dr. Vicky Eko
Nurcahyo, SpTHT-KL, M.Sc, selaku Sekretaris Program Studi PPDS I Ilmu
Kesehatan THT-KL Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret yang telah
banyak memberi nasihat dan bimbingan selama menjalani program ini.
Kepada dr. Made Setiamika, SpTHT-KL (K), selaku Kepala Bagian/ SMF
THT-KL RSUD Dr. Moewardi Surakarta dan dr. Hadi Sudrajad, SpTHT-KL, Msi.
Med, selaku Sekertaris Bagian/ SMF THT-KL RSUD Dr. Moewardi Surakarta yang
telah banyak memberi nasihat dan bimbingan selama menjalani program studi ini.
Kepada seluruh staf pengajar Ilmu Kesehatan THT-KL FK UNS: Prof. EM.
Dr. Muhardjo, dr., DHA, SpTHT-KL(K), dr. Djoko SS. SpTHT-KL(K), MBA,
MARS, Msi, dr. Sutomo Sudono, SpTHT-KL(K), Almarhum dr. Chairul Hamzah,
SpTHT-KL(K), dr. Sudargo, SpTHT-KL, dr. Bambang Suratman, SpTHT-KL(K), dr.
Sudarman, SpTHT-KL(K), dr. Imam Prabowo, SpTHT-KL, dr. Putu Wijaya Kandhi,
SpTHT-KL, dr. Novi Primadewi, SpTHT-KL, MKes, dr. Dewi Pratiwi, SpTHT-KL,
commit to user
viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
9
MKes. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas segala
bimbingan dan arahan selama proses pendidikan dan penyelesaian penelitian ini.
Terima kasih kepada teman sejawat residen THT-KL dan seluruh paramedis
RSUD Dr. Moewardi dan semua pihak yang telah membantu baik secara langsung
maupun tidak langsung.
Kepada kedua orang tua, dr. H.ABD. Rahman dan Hj. Lina Nurfaedah yang
selalu mendoakan, memberikan dukungan, semangat serta biaya kepada penulis,
dengan penuh rasa hormat, cinta dan kasih sayang, gelar ini nanti akan ananda
persembahkan untuk papa mama. Tak lupa kepada kedua mertua alm.dr. Soejarsono
Sp.B Finacs dan Ibu Sri Mardjani Pudjiastuti SH.MKN, kakak dan adik yang selalu
memberikan dukungan dan semangat kepada penulis.
Khusus untuk suami tercinta : dr. Kristanto Yuli Yarsa Sp.B (K) Onk terima
kasih yang tidak terhingga atas segala keikhlasan, kesabaran, pengertian, dorongan
semangat, cinta, kasih sayang dan doa yang tulus sehingga penelitian ini dapat saya
selesaikan. Kepada anakku tercinta Danendra Rafi Noval Yarsa dan Diandra Naifa
Nova Yarsa, terimakasih mommy ucapkan atas pengertian dan kasih sayang ananda.
Dengan segala kerendahan hati disadari bahwa tanpa bimbingan semua staf
pendidik dan bantuan semua pihak yang terlibat, maka karya ilmiah ini tidak akan
bisa diselesaikan.
Pada kesempatan ini pula penulis menyampaikan maaf yang setulus-tulusnya
kepada semua dosen, teman sejawat, paramedis dan karyawan di lingkungan Bagian
Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher Fakultas
commit to user
ix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
10
Kedokteran Universitas Sebelas Maret, atas semua kesalahan dan kekhilafan selama
menempuh pendidikan dokter spesialis, dan magister kedokteran keluarga.
Semoga Allah SWT memberkati kita semua, Amien.
Surakarta, September 2014
Penulis
commit to user
x
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
11
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL……………………………………………………………..
i
DAFTAR ISI……………………………………………………………………..
ii
DAFTAR SINGKATAN………………………………………………………….
v
DAFTAR GAMBAR……………………………………………………………..
vii
DAFTAR TABEL…………………………………………………………………
viii
DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………………
ix
ABSTRAK………………………………………………………………………..
x
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………..
1
A. Latar Belakang………………………………………………………………
1
B.
Rumusan Masalah ………………………………………………………….
3
C.
Tujuan Penelitian………………………………………………………….....
3
D.
Manfaat……………………………………………………………………..
3
E.
Originalitas Penelitian……………………………………………………….
4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA………………………………………………….
5
A. Rinosinusitis Kronik………………………………………………………
5
1. Definisi ……………………………………………………………
5
2. Gejala klinik……………………………………………………….
5
3. Etiologi ……………………………………………………………
9
4. Patofisiologi ……………………..………………………………..
10
A. Patogenesis Alergi…………………………………………………………
12
B. Tes Cukit Kulit……………………………………………………………..
15
C. Kerangka Teori…………………………………………………………..
20
D. Kerangka Konsep………………………………………………………..
21
E. Hipotesis………………………………………………………………..
21
BAB III METODE PENELITIAN………………………………………………
22
A. Tempat dan Waktu Penelitian .................................................................
22
B. Jenis dan Rancangan Penelitian ..............................................................
22
C. Variabel Penelitian ..................................................................................
23
1. Variabel Bebas .............................................................................
commit to user
23
xi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
12
2. Variabel Tergantung ....................................................................
23
D. Populasi dan Sampel ..............................................................................
23
1. Populasi Target ...........................................................................
23
2. Populasi Terjangkau ....................................................................
23
3. Sampel ........................................................................................
23
4. Kriteria Inklusi ............................................................................
23
5. Kriteria Eksklusi ..........................................................................
24
E. Perkiraan Besar Sampel ...........................................................................
24
F. Definisi Operasional Variabel ................................................................
25
1. Rinosinusitis Kronik……………………………………………
25
2. Tes Cukit Kulit………………………………………………………….
26
G. Alur Penelitian………………………………………………………….
29
H. Cara Kerja dan Teknik Pengumpulan Data……………………………..
29
I. Analisis Data……………………………………………………………..
30
BAB IV HASIL PENELITIAN………………………………………………….
31
A. Deskripsi Karakteristik Responden………………………………………
31
1. Deskripsi Umur dan Jenis Kelamin………………………………
31
2. Distribusi Karakteristik Penderita Alergi hirupan, Alergi Ingestan
dan Banyaknya Tes Cukit Kulit Yang Positif……………………..
33
B. Hubungan Gejala Klinik Dengan Tes Cukit Kulit…………………………
33
BAB V PEMBAHASAN…………………………………………………………
35
A. Deskripsi Karakteristik Responden Berdasarkan Umur dan Jenis
Kelamin…………………………………………………………………..
B. Distribusi Karakteristik Pasien Alergi Hirupan, Alergi
35
Ingestan dan
Banyaknya Tes Cukit Kulit yang Positif………………………………
37
C. Hubungan Gejala Klinik Dengan Tes Cukit Kulit……………………….
38
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN…………………………………………
39
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………….
commit to user
40
xii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
13
DAFTAR SINGKATAN
APC
= Antigen precenting Cell
CT scan
= Computerized tomography scan
ECF-A
= Eosinophil chemotactic factor of anaphylaxis
ECP
= Eosinophil cationic protein
EDN
= Eosinophil derivat neurotoxin
ELISA
= Enzyme-linked immunosorbent assay
GM-CSF
= Granulocyte macrophage colony stimulating factor
ICAM
= Intercelluler cell adhesion molecule
IFN α
= Interferon alfa
IFNγ
= Interferon gamma
IgE
= Imunoglobulin E
IL-13
= Interleukin-13
IL-1α
= Interleukin-1 alfa
IL-1β
= Interleukin-1 beta
IL-4
= Interleukin-4
IL-5
= Interleukin-5
IL-6
= Interleukin-6
IL-8
= Interleukin-8
KOM
= Kompleks ostiomeatal
MBP
= Major basic protein
commit to user
xiii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
14
= Major Histocompatibility Complex
MHC
= Rinitis alergi
RA
= Reaksi alergi fase lambat
RAFL
= Reaksi alergi fase segera
RAFS
= Regulated on activation normal T cell expressed and secreted
RANTES
= Rinosinusitis kronik
RSK
= Transforming growth factor β
TGF-β
= T-Lymphocyte helper
Th
= Telinga, hidung, tenggorok, bedah kepala dan leher
THT-KL
= Tumor necrosis factor-alfa
TNF-α
= Vascular cell adhesion molecule
VCAM
commit to user
xiv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
15
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1.
Siklus Rinosinusitis…………………………………………………
Gambar 2.2
Skema Perubahan Sel Epitel Respiratorik Yang Terjadi Setelah
11
Terpapar Benda Asing, Diikuti Berbagai Proses Yang Melibatkan
Sel Limfosit TH1 dan TH2, Menghasilkan Pelepasan Sitokin dan
Mempengaruhi Sel-Sel Fagosit…………………………………….
Gambar 2.3
12
A.
Sudut Melakukan Cukit Pada Kulit Dengan Lancet……………
17
B.
Contoh reaksi hasil positif pada tes cukit………………………
17
commit to user
xv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
16
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1
Obat-obatan yang dapat mempengaruhi tes kulit sehingga harus
dibebaskan beberapa hari sebelumnya............................................
19
Tabel 4.1
Deskripsi responden berdasarkan umur dan jenis kelamin……….
31
Tabel 4.2
Distribusi karakteristik pasien alergi hirupan, alergi ingestan dan
banyaknya hasil tes cukit kulit yang positip………………………
Tabel 4.3
33
Hubungan gejala klinik dengan tes cukit kulit……………………. 33
commit to user
xvi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
17
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1.
Ethical Clearence................................................................... 45
Lampiran 2.
Formulir Persetujuan............................................................. 46
Lampiran 3.
Status Penelitian.................................................................... 47
Lampiran 4.
Data Dasar Penelitian........................................................... 49
Lampiran 5.
Analisis Data........................................................................ 50
commit to user
xvii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
18
ABSTRAK
Novita Irawaty. S.50010300039. 2014. HUBUNGAN GEJALA KLINIK DENGAN
HASIL TES CUKIT KULIT PADA PENDERITA RINOSINUSITIS KRONIK.
TESIS. Pembimbing I: Dr. H. Hari Wujoso, dr., Sp.F., M.M., dr. S. Hendradewi,
SpTHT-KL, MSi.Med. Tesis: Program Studi Magister Kedokteran Keluarga
Minat Biomedik Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Latar Belakang : Rinosinusitis kronik merupakan peradangan kronik pada mukosa
hidung dan sinus paranasal. Rinosinusitis kronik dapat disebabkan karena alergi dan non
alergi. Diagnosis pasti ditegakkan dengan tes cukit kulit. Biaya dan ketersediaan alat
untuk tes alergi membuat sulit untuk menegakkan diagnosis pasti sehingga pada daerah
yang sulit untuk mendapatkan tes alergi hanya mengandalkan gejala klinik. Penelitian
ini untuk mengetahui hubungan gejala klinik dengan tes cukit kulit pada penderita
rinosinusitis kronik.
Bahan dan Cara : Penelitian ini merupakan penelitian eksploratif dengan desain cross
sectional di Departemen THT-KL FK UNS/ RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Sampel
diambil secara consecutive sampling mulai April 2014 sampai Mei 2014. Penderita
rinosinusitis kronik dilakukan anamnesis dan ditanyakan gejala penyakit dan penderita
dilakukan tes cukit kulit. Analisis statistik bivariat menggunakan uji chi square.
Hasil : Dari 30 subjek penelitian didapatkan 15 penderita dengan tes cukit kulit positif
dan 15 penderita dengan tes cukit negatif. Dari kedua kelompok ini didapatkan
perbedaan bermakna pada variabel umur sedangkan pada variabel jenis kelamin tidak
didapatkan perbedaan bermakna. Dari kedua kelompok ini dianalisis terhadap hubungan
gejala klinik alergi.Ternyata didapatkan hasil yang bermakna ini bisa diartikan
didapatkan hubungan gejala klinik alergi dengan hasil tes cukit.
Kesimpulan : Terdapat hubungan bermakna pada umur dan gejala klinik dengan hasil
tes cukit kulit penderita rinosinusitis kronik.
Kata Kunci : rinosinusitis kronik, gejala klinik, tes cukit kulit
commit to user
xviii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
19
ABSTRACT
Novita Irawaty. S.50010300039. 2014. Correlation between Clinical Symptom with
Skin Prick Test in Chronic Rhinosinusitis Patients . Advisor I: Dr. H. Hari Wujoso,
dr., Sp.F., M.M. Advisor II: dr. S. Hendradewi, SpTHT-KL, MSi.Med. Thesis:
Family Medicine Master Program, Sebelas Maret University Surakarta.
Background: Chronic rhinosinusitis is an inflamation disease in nose and paranasal
sinuses. Chronic rhinosinusitis can be caused by allergic and non-allergic. The
diagnosis can be confirmed with skin prick test. The cost and availability of skin prick
test make it difficult to establish a definitive diagnosis so that the areas that are hard to
get allergy tests rely on clinical symptoms.This study was to determine the relationship
of clinical symptoms with skin prick test in patients with chronic rhinosinusitis .
Methods: This is an explorative study with cross sectional design in Departement
ORL-HNS Sebelas Maret University / Dr. Moewardi Hospital Surakarta. The samples
were selected with consequtive sampling method and collected from April 2014 untill
Mei 2014. Patients with chronic rhinosinusitis made history and symptoms of the
disease and asked skin prick tests. Statistic data were analyzed with Pearson chi
square.
Results: From 30 subjects obtained 15 patients with positive skin prick test and 15
patients with a negative test. From both groups were analyzed on the relationship
between clinical symptoms of allergy. From these two groups found significant
differences in the variables of age, while the gender variable was not found
significant differences. The results interpreted relationship between the clinical
symptoms of allergy with skin prick test.
Conclusion: There is a significant relation to the age and clinical symptoms with skin
prick test results of patients with chronic rhinosinusitis .
Keywords: chronic rhinosinusitis, clinical symptom, skin prick test
commit to user
xix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Rinosinusitis kronik adalah inflamasi pada mukosa hidung dan sinus
paranasal dengan jangka waktu gejala lebih dari dua belas minggu yang ditandai oleh
dua atau lebih gejala, berupa hidung tersumbat atau obstruksi atau kongesti di sertai
sekret nasal (anterior, posterior nasal drip). Gejala lainnya yaitu nyeri wajah spontan
atau nyeri pada penekanan atau berkurangnya sensasi penghidu. Pemeriksaan
endoskopi ditemukan polip atau sekret mukopurulen yang berasal dari meatus media
dan atau edema atau obstruksi mukosa primer pada meatus media dan atau pada
pemeriksaan computed tomography (CT) scan berupa perubahan mukosa pada
kompleks osteomeatal dan atau sinus paranasal (Fokkens et al, 2012).
Rinosinusitis kronik di Amerika Serikat akan mempengaruhi lebih dari 30 juta
penduduk dan akan terus meningkat. Di Eropa, rinosinusitis diperkirakan mengenai
10% hingga 30% individu. Di poliklinik THT RSUD Dr. Moewardi Surakarta pada
tahun 2012 tercatat sekitar 50%
penderita dengan rinosinusitis kronik dari 200
penderita yang datang ke poli Rinologi. Rinosinusitis kronik secara signifikan dapat
menurunkan kualitas hidup penderitanya (Busquets dan Hwang, 2006 ; Fokkens et al,
2012)
Penderita dengan rinosinusitis kronik akibat alergi mempunyai prevalensi
sekitar 60-80% dibandingkan dengan penderita rinosinusitis kronik non alergi sekitar
commit to user
1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2
30-40% (Donald dan Dennis, 2011). Penelitian yang lain menunjukkan juga bahwa
penderita dengan rinosinusitis mempunyai prevalensi hasil tes alergi pada kulit yang
lebih besar dibandingkan penderita non alergi (Gutman, 2004 ; Kirtsreesakul dan
Ruttanaphol, 2008).
Patofisiologi terjadinya rinosinusitis kronik karena dipengaruhi oleh patensi
ostium-ostium sinus di dalam kompleks osteomeatal (KOM). Gangguan pada KOM
dapat menyebabkan terjadinya gangguan ventilasi dan pembersihan mukosa. Mukosa
menjadi edema sehingga silia tidak dapat bergerak dan ostium sinus akan tersumbat.
Akibatnya terjadi tekanan negatif di dalam rongga sinus dan terjadi transudasi, sekret
yang terkumpul dalam sinus. (Nizar dan Wardani, 2000). Hal tersebut akan
bermanifestasi sebagai gejala klinis yang terjadi pada penderita rinosinusitis, gejala
yang ditimbulkan dapat mengganggu kualitas hidup penderita, oleh karenanya
diagnosis dan penatalaksanaan yang tepat sangat diperlukan (Naclerio, 2004;
Baumann, 2010; Young et al., 2012). Gejala yang timbul akibat rinosinusitis kronik
merupakan salah satu hal penting dalam menegakkan diagnosis, di samping
pemeriksaan nasoendoskopi dan pencitraan CT scan. Gejala rinosinusitis kronik
menurut EPOS berupa hidung tersumbat, pilek, nyeri/ rasa tertekan di wajah dan
gangguan penghidu (Fokkens et al., 2012). Gejala ini mirip dengan gejala alergi yaitu
hidung meler, hidung tersumbat, bersin berulang dan hidung gatal. Untuk
membedakan gejala klinik alergi dan non alergi dibutuhkan pemeriksaan tes cukit
kulit (Sumarman, 2001 ; Kartikawati 2007).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3
Biaya dan ketersediaan alat untuk tes alergi membuat sulit untuk menegakkan
diagnosa pasti terutama pada daerah yang sulit mendapatkan alat tes alergi hanya
mengandalkan gejala klinik. Penelitian ini untuk mengetahui hubungan gejala klinik
dengan tes cukit kulit pada penderita rinosinusitis kronik.
B. Rumusan Masalah
Adakah hubungan antara gejala klinik dengan tes cukit kulit pada penderita
rinosinusitis kronik ?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara gejala klinik
dengan hasil tes cukit kulit pada penderita rinosinusitis kronik.
D. Manfaat Penelitian
1. Dalam bidang akademik penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi
tentang hubungan antara gejala klinik dengan hasil tes cukit kulit pada penderita
rinosinusitis kronik.
2. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi informasi yang berguna bagi
klinisi dalam penanganan pasien yang menderita rinosinusitis kronik.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
4
E. Orisinalitas Penelitian
Penelitian lain yang terkait dengan judul penelitian ini adalah :
Peneliti
(Tahun)
Sudha,
2010
Judul
Variabel
Hasil
Relationship of total IgE,
Spesific IgE, Skin test
Reactivity and eosinophils
in indian patients with
allergy
Penderita
alergi,total IgE,
Spesific IgE, tes
cukit kulit
Adanya hubungan
peningkatan kadar
total IgE, IgE
spesifik dengan tes
cukit kulit
Hayriye,
2012
The relationship between
symptoms and the results of
skin prick test in patients
with allergic rhinitis.
Tes Tusuk Kulit
Symptom alergi
Tidak didapatkan
hubungan
bermakna antara
tes tusuk kulit
positip dengan
symptom alergi.
Sanli,
2006
Comparison of nasal smear
eosinophlia with skin prick
test positivity in patients
with allergic rhinitis
Eosinofil kerokan
hidung
Hasil tes tusuk
kulit
Adanya hubungan
antara hasil tes
tusuk kulit dan
kerokan mukosa
hidung dengan
gejala klinik.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
5
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
A. Rinosinusitis Kronik
1. Definisi
European Position on Paper on Rinosinusitis and Nasal Polyps (EPOS) tahun
2012, rinosinusitis adalah peradangan pada mukosa hidung dan sinus paranasal
dengan jangka waktu gejala lebih dari dua belas minggu yang ditandai dengan dua
atau lebih dari gejala.
2. Gejala klinik
Gejala dapat berupa sumbatan hidung atau sekret nasal (anterior atau post
nasal drip) dengan disertai nyeri atau nyeri tekan daerah wajah dan atau disertai
berkurang atau hilangnya penghidu. Pemeriksaan nasoendoskopi ditemukan polip dan
atau terdapat sekret mukopurulen primer dari meatus media, dan atau edema atau
obstruksi mukosa primer pada meatus media. Pemeriksaan CT-scan didapatkan
perubahan mukosa pada kompleks osteomeatal dan atau sinus paranasal (Lee, 2004 ;
Fokkens et al, 2012).
Gejala klinik yang disebabkan oleh alergi yang khas ialah terdapatnya
serangan bersin berulang. Sebetulnya bersin merupakan gejala yang normal, terutama
pada pagi hari atau bila terdapat kontak dengan sejumlah besar debu. Hal ini
merupakan mekanisme fisiologik, yaitu proses membersihkan sendiri (self cleaning
process). Bersin dianggap patologik, bila terjadinya lebih dari 5 kali setiap serangan,
sebagai akibat dilepaskannya histamin. Disebut juga sebagai bersin patologis
commit to user
3
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
6
(Soepardi dan Iskandar, 2004). Gejala lain ialah keluar ingus (rinore) yang encer dan
banyak, hidung tersumbat, hidung dan mata gatal, yang kadang-kadang disertai
dengan banyak air mata keluar (lakrimasi). Tanda-tanda alergi juga terlihat di hidung,
mata, telinga, faring atau laring. Tanda hidung termasuk lipatan hidung melintang –
garis hitam melintang pada tengah punggung hidung akibat sering menggosok hidung
ke atas menirukan pemberian hormat (allergic salute), pucat dan edema.
Gejala-gejala tersebut diakibatkan kinerja histamin dan berbagai mediator lain
dapat dijelaskan bahwa :

Bersin-bersin dimana histamin merupakan mediator utama terjadinya
bersin. Bersin umumnya merupakan gejala RAFC, berlangsung selama
1-2 menit pasca terkena pacuan alergen dihubungkan dengan
degranulasi mastosit (terlepasnya histamin), dan hanya kadang-kadang
terjadi pada RAFL. Bersin disebabkan stimulasi reseptor H1 pada
ujung saraf vidianus (C fiber nerve ending). Peptida endotelin-1 yang
dioleskan pada mukosa hidung menyebabkan bersin.

Gatal-gatal (pruritus) merupakan kondisi yang mekanismenya tidak
sepenuhnya diketahui dengan baik. Diduga berbagai mediator bekerja
pada serabut saraf halus C tak bermyelin (unmyelinated ) dekat
bagian basal, epidermis, atau mukosa, yang dapat menimbulkan rasa
gatal khusus, yang disalurkan secara lambat sepanjang neuronsensoris
yang kecil didalam nervus spinalis ke thalamus dan korteks sensoris.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
7
Gatal-gatal berlangsung terutama sepanjang RAFC dan pada rinitis
alergi secara khas menimbulkan gatal palatum. Gatal-gatal terjadi pada
saat histamin berikatan dengan reseptor-H1, pada ujung serabut saraf
trigeminal dan dapat terjadi langsung pasca provokasi histamin.
Mungkin juga prostaglandin berperan namun hanya kecil saja
disalurkan secara lambat.

Ingus (rhinorrhea) didefinisikan sebagai pengeluaran sekresi kelenjar
membran mukosa hidung yang berlebihan, dimulai dalam tiga menit
pasca acuan allergen dan berakhir pada sekitar 20-30 menit kemudian.
Beringus merupakan gejala dominan sepanjang RAFC tetapi juga
dapat sepanjang RAFL. Sekresi kelenjar tersebut merupakan akibat
terangsangnya saraf parasimpatis dan mengalirnya cairan plasma dan
molekul-molekul protein besar melewati dinding kapiler pembuluh
darah hidung. Histamin yang dilepas mastosit penyebab utama
beringus, yang diduga karena histamin meningkatkan permeabilitas
vaskuler melalui reaksi langsung pada reseptor H1. Dalam berespon
terhadap pacuan alergen, beringus dapat terjadi pada hidung
kontralateral. Hal ini disebabkan terjadinya reflex nasonasal dan
sepertinya diperantarai asetilkholin karena dapat dihambat oleh atropin
pretreatment. Jadi, beringus hasil induksi alergen merupakan akibat
kombinasi proses penurunan permeabilitas vaskuler, hipersekresi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
8
kelenjar mukosa hidung ipsilateral, dan akibat refleks kelenjar mukosa
hidung kontralateral. Pacuan hidung dengan leukotriene dan bradikinin
juga
menyebabkan
beringus
melalui
mekanisme
peningkatan
permeabilitas vaskuler dan hipersekresi kelenjar. Mediator lain yang
juga berperan pada proses beringus (ECP, PAF, LTC4, Substance P
dan VIP).

Hidung Buntu (nasal congestion) pada rinitis alergi merupakan
kemacetan aliran udara yang tidak menetap, tetapi terjadi temporer
akibat kongesti sementara yang bersifat vasodilatasi vaskuler.
Mekanisme vasodilatasi ini diperantarai reseptor-H1, yang berakibat
pelebaran cavernous venous sinusoid dalam mukosa konka, sehingga
terjadi peningkatan tahanan udara dalam hidung. Timbunan sekret
dalam hidung juga menambah sumbatan hidung. Peningkatan aktivitas
parasimpatis juga menyebabkan vasodilatasi dengan akibat buntu
hidung, namun pengaruhnya kecil saja. Vasodilatasi vaskuler hidung
lebih dipengaruhi oleh sejumlah mediator antara lain histamin,
bradikinin, PGD2 ,LTC4, LTD4, PAF. Buntu hidung akibat histamin
sepanjang RAFC berlangsung singkat saja,tidak lebih dari 30 menit
setelah bersin-bersin. Sepanjang RAFL, peran histamin terhadap
vasodilatasi vaskuler juga kecil saja, namun peran leukotrien (LTC4,
LTD4) pada vasodilatasi adalah sepuluh kali lebih kuat dibanding
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
9
histamin. Provokasi hidung dengan LTD4 menyebabkan peningkatan
tahanan udara hidung, tanpa rasa gatal, tanpa bersin-bersin dan tanpa
beringus. PGD2 dan bradikinin juga jauh lebih kuat dalam
menimbulkan buntu hidung. Demikian juga neuropeptida substance P
dan calcitonin-gene related dapat menimbulkan vasodilatasi dan
karenanya turut dalam terjadinya buntu hidung.
3. Etiologi
Etiologi rinosinusitis kronik dapat dikelompokkan menjadi 2 tipe, yaitu; tipe
infeksi dan non infeksi. Rinosinusitis infeksi biasanya didahului dengan infeksi
saluran nafas atas akut yang disebabkan virus. Virus yang sering menjadi penyebab
adalah virus influenza, corona virus dan rinovirus. Infeksi virus sering diikuti infeksi
bakteri, terutama bakteri (streptococcus pneumonia dan staphilococcus aureus) dan
haemophilus influenza. Rinosinusitis kronik non infeksi bisa disebabkan alergi, faktor
lingkungan (misalnya polutan), rinitis vasomotor dan perubahan hormonal. Alergi
atau polutan lingkungan dapat memperburuk rinosinusitis virus atau bakteri demikian
pula sebaliknya (Lee, 2004).
Berbagai faktor lokal maupun sistemik dapat menyebabkan inflamasi atau
kondisi yang mengarah pada obstruksi ostium sinus, faktor tersebut meliputi infeksi
saluran napas atas, alergi, paparan bahan iritan, kelainan anatomi serta defisiensi
imun (Lee, 2004).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
10
Faktor kelainan atau variasi anatomi pada daerah kompleks osteomeatal
seperti sel Haller (sel agger nasi yang menonjol ke arah insersi antero-superior dari
konka media), konka media yang paradoks, bulla ethmoidalis yang mengadakan
kontak di bagian medial, deformitas prosesus unsinatus, pneumatisasi konka dan
septum deviasi dapat menyebabkan penyempitan ostiomeatal secara mekanik
(Clement, 2006).
Rinosinusitis kronik sebagian besar (84%) disebabkan alergi terutama rinitis
alergi. Penyebab non alergi yang mempunyai peran penting pada rinosinusitis kronik
antara lain rinitis vasomotor, drug induced rhinosinusitis, non alergy rhinitis with
eosinophilia syndrome (NARES) structural rhinitis, neutrophilic rhinosinusitis, dan
polip hidung (Lee, 2004). Etiologi dari rinosinusitis kronik tidak berdiri sendirisendiri tapi alergi atau polutan lingkungan dapat memperburuk rinosinusitis (Lee,
2004).
4. Patofisiologi
Patofisiologi rinosinusitis kronik terkait 3 faktor: patensi ostium, fungsi silia
dan kualitas sekret. Rinosinusitis kronik dimulai dari blokade akibat udem (gambar
2.1). Apabila terjadi udem, mukosa yang berhadapan akan sering bertemu sehingga
silia tidak dapat bergerak dan lendir tidak dapat dialirkan, Blokade daerah kompleks
ostiomeatal menyebabkan gangguan drainase dan ventilasi sinus-sinus anterior.
Sumbatan yang berlangsung terus menerus mengakibatkan hipoksia, retensi sekret
serta perubahan pH sekret, hal ini merupakan media yang baik untuk tumbuh kuman
patogen. Bakteri juga memproduksi toksin, toksin akan merusak silia. Hipertrofi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
11
mukosa akan memperberat blokade kompleks ostiomeatal. Siklus ini dapat dihentikan
dengan membuka sumbatan yang terjadi pada kompleks ostiomeatal sehingga
drainase dan aerasi sinus akan menjadi baik (Jackman dan Kennedy, 2006).
Gambar 2.1. Siklus Rinosinusitis Kronik (Fernandez, 2000)
Inflamasi memegang peranan penting dalam patogenesis rinosinusitis kronik
(Bhattacharya et al, 2001). Fase inisial yang paling penting untuk terjadinya
rinosinusitis kronik adalah iritasi mukosa (Bernstein, 2006). Gambaran skematik
(gambar 2.2) menunjukkan perubahan potensial pada mukosa nasal yang terjadi
setelah terpapar oleh virus,bakteri, alergen, polusi udara, superantigen maupun jamur.
Perubahan mukosaakan mengakibatkan peningkatan ICAM-1 (intercellullar adhesion
molecule 1) dan berbagai sitokin.Molekul HLA-DR (human leukocyte antigen DR)
pada permukaan epitelial ikut meningkat. HLA-DR berperan pada respon imun
spesifik melalui sel TH1 dan TH2, sel TH1 dan TH2 melepaskan sitokin spesifik.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
12
GM-CSF (granulocyte-macrophage-colony stimulating factor), IL-8 dan TNF-α
(tumor necrosing factoralpha) ikut dilepaskan yang kemudian memberikan
peningkatan efek kepada sel makrofag, mastosit, eosinofil dan neutrofil. Interferon
gamma yang dilepaskan sel TH1 juga ikut meningkatkan produksi ICAM-1 pada
permukaan sel epitel respiratorik (Bernstein, 2006).
Gambar 2.2 Skema perubahan sel epitel respiratorik yang terjadi setelah terpapar
benda asing, diikuti berbagai proses yang melibatkan sel limfosit TH1 dan TH2,
menghasilkan pelepasan sitokin dan mempengaruhi sel-sel fagosit (Bernstein, 2006).
B. Patogenesis Alergi
Alergi merupakan reaksi hipersensitivitas tipe I, alergen yang masuk kedalam
tubuh menimbulkan respon imun dengan dibentuknya IgE. Berdasarkan waktu
berlangsungnya reaksi, reaksi alergi dibagi atas 2 fase, yaitu reaksi alergi fase cepat
(RAFC) dan reaksi alergi fase lambat (RAFL) (Bubnoff, Geiger dan Beiber, 2001).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
13
Dalam patogenesis alergi dibedakan ke dalam fase sensitisasi dan elisistasi
yang dapat dibedakan atas tahap aktifasi dan tahap efektor (Bubnoff, Geiger dan
Beiber, 2001).
1. Fase sensitisasi
Fase sensitisasi dimulai dengan adanya paparan alergen di mukosa hidung.
Alergen tersebut ditangkap oleh makrofag atau monosit yang berperan sebagai
Antigen Presenting Cell (APC) kemudian diproses. APC menjadi peptide pendek dan
dipresentasikan melalui kelompok major histocompatibility complex (MHC) klas II.
APC kemudian dipresentasikan pada sel Th0. Ikatan antara APC dan Th0 akan
memacu diffrensiasi Th0 menjadi Th1 dan Th2 dan melepaskan sitokin IL-3, IL-4,
IL-5, IL-9, IL-10, IL-13, granulocyte macrophage colony stimulating factor
(GMCSF) (Baraniuk, 2001 ; Bubnoff, Geiger dan Beiber, 2001)
Presentasi alergen oleh sel-sel APC kepada sel B dan pengaruh sitokin IL-4
serta IL-3 di permukaan sel limposit B, menyebabkan aktivasi sel limposit B untuk
memproduksi IgE, kemudian IgE dilepaskan ke sirkulasi darah serta jaringan sekitar.
Sel basofil, sel mast dan sebagian IgE berikatan dengan reseptornya (FcεRI)
dipermukaan. Pada keadaan ini seorang dikatakan sudah tersensitasi serta
memberikan hasil positif pada uji kulit (Baraniuk, 2001 ; Bubnoff, Geiger dan Beiber,
2001 ; Abbas, 2005).
2. Fase elisitasi
a. Tahap aktifasi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
14
Paparan ulang alergen yang serupa pada penderita yang sudah sensitif akan
mengakibatkan terjadinya ikatan/bridging antara dua molekul IgE pada permukaan
sel mast/basofil dengan alergen tersebut. Interaksi antara IgE memicu aktifasi
guanosine triphospate (GTP) binding (G) protein, kemudian mengaktifkan enzim
phospolipase C yang akan mengkatalisis phosphatidyl monositol bihosphat (PIP2)
menjadi inositol triphosphate (IP3) dan diacyl glycerol (DAG) pada membrane PIP2.
Inositol triphosphate (IP3) mengakibatkan terlepasnya ion calcium intra sel (Ca++)
dari reticulum endoplasma. Ion Ca++ dalam sitoplasma langsung mengaktifkan
beberapa enzim seperti phospolipase-A dan komplek Ca++- calmodulin sehingga
mengaktifkan enzim myosin light chain kinase. Ca++ dan DAG bersama-sama
dengan membran phospolipid mengaktifkan protein kinase C. Pada akhirnya, aktifitas
ini akan membentuk mediator lipid yang tergolong dalam newly formed mediators
seperti prostaglandin D2 (PGD2), leukotrien C4 (LTC-4), platelet activakting factors
(PAF) dan eksositosis granula sel mast yang berisi mediator kimia yang disebut
sebagai preformed mediator seperti histamin, tryptase dan bradikinin. Mediatormediator inflamasi yang dilepaskan oleh sel mast dan basofil akan berikatan dengan
reseptor di ujung saraf, endotel pembuluh darah dan kelenjar di mukosa hidung
sehingga menimbulkan gejala rhinitis alergi fase cepat (RAFC) (Baraniuk, 2001 ;
Abbas, 2005).
b. Tahap efektor
Tahap ini terjadi antara 4-6 jam setelah paparan alergen dan menetap selama
24-48 jam. Gambaran khas RAFL adalah tertariknya berbagai macam sel inflamasi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
15
khususnya eosinofil ke lokasi reaksi alergi. Eosinofil dalam perjalanannya dari
sirkulasi darah sampai ke jaringan/lokasi alergi dipengaruhi faktor kemotaktik,
melalui beberapa tahap seperti migrasi (perpindahan) eosinofil dari tengah ke tepi
dinding pembuluh darah dan mulai berikatan secara reversibel dengan endotel yang
mengalami inflamasi (rolling), diikuti perlekatan pada dinding pembuluh darah yang
diperantarai oleh interaksi molekul adesi endotel seperti intercellular adhesion
molecule–1 (ICAM-1) dan vascular cell adhesion molecule-1 (VCAM-1) yang
bersifat spesifik terhadap perlekatan sel eosinofil karena sel eosinofil mengekpresikan
very late antigen-4 (VLA-4) yang akan berikatan dengan VCAM-1. ICAM-1 juga
diekspresikan oleh sel epitel mukosa hidung penderita rinitis alergi yang
mendapatkan paparan alergen spesifik terus menerus (Baraniuk, 2001 ; Lambrecht,
2001).
C. Tes cukit kulit
Tes cukit kulit sampai saat ini masih dilakukan secara luas untuk menunjang
diagnosis penyakit alergi. Tes cukit kulit dapat dilakukan secara massal dalam waktu
singkat dengan hasil cukup baik. Prinsip tes cukit kulit adalah adanya IgE spesifik
pada permukaan basofil atau sel matosit pada kulit, IgE merangsang pelepasan
histamin, leukotrien dan mediator lain bila IgE tersebut berikatan dengan alergen
yang digunakan pada uji kulit, sehingga menimbulkan reaksi positif berupa bentol
(wheal) dan kemerahan (flare) (Kresno, 2007 ; Kartikawati, 2007). Tetapi uji kulit
tidak selalu memberikan hasil positif walaupun pemeriksaan dengan cara lain berhasil
positif, terutama alergi terhadap obat (Kresno, 2007)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
16
Tes kulit dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu tes gores, tes cukit kulit
atau skin prick test, tes suntik intradermal dan skin endpoint titration (SET). Tes kulit
telah digunakan secara luas sebagai salah satu alat untuk mengaktifkan diagnosis
alergi terhadap alergen dan merupakan indikator yang aman, mudah dilakukan, hasil
cepat didapat, biaya yang relatif murah dengan sensitifitas tinggi serta dapat dipakai
sebagai pemeriksaan penyaring. Tes cukit kulit dapat mendiagnosis rinitis alergi
akibat alergen inhalan dari derajat sedang sampai berat, tetapi pada penderita dengan
sensitifitas rendah, kemungkinan tidak terdeteksi walaupun terdapat korelasi dengan
gejala klinik. Bila pada anamnesis terdapat kecurigaan adanya alergi, sedangkan tes
kulit negatif, tindakan yang perlu dilakukan adalah :
1. Periksa obat-obatan yang dapat mempengaruhi hasil tes
2. Periksa adakah penyebab hasil negatif palsu.
3. Observasi penderita selama adanya paparan alergen yang tinggi (Irawati,
2002).
Tes cukit kulit memiliki sensitifitas dan spesifitas tinggi. Puluhan alergen
dapat dikerjakan dalam satu kali tes. Tes dilakukan pada bagian volar lengan bawah
dengan penusukan sedalam epikutan sehingga tidak melewati membrane basalis yang
dapat menimbulkan pendarahan yang bias menyebabkan hasil tes menjadi tidak
akurat. Tes ini meggunakan jarum tuberculin no 26 G atau blood lancet. Tes cukit
kulit ini hampir tidak menimbulkan rasa sakit, sehingga lebih disukai penderita. Hasil
tes dapat dievaluasi dalam waktu singkat (10-15 menit), serentak untuk 25-30
alergen. Alergen yang digunakan terdiri atas satu seri alergen hirup, satu seri alergen
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
17
makanan, larutan histamin sebagai kontrol positif, serta larutan saline atau buffer
phospat sebagai kontrol negatif. Jumlah alergen sebaiknya terbatas sampai sekitar
enam alergen uatama saja (housedust mite 2-3 spesies, pollen, mold dan binatang
peliharaan). Tes kulit untuk alergen hirup memiliki nilai klinis yang lebih berharga
daripada alergen makanan (Sumarman, 2001 ; Pawarti, 2004).
A
B
Gambar 2.3.
A.
Sudut melakukan cukit pada kulit dengan blood lancet
B.
Contoh reaksi hasil positif pada tes cukit
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
18
Beberapa metode yang dilakukan untuk menginterprestasikan hasil tes kulit cukit:
1. Mengukur diameter bentol (wheal) yang terjadi dengan menggunakan
planimeter. Respon positif dinyatakan apabila ditemukan setiap adanya bentol
yang mempunyai ukuran diameter ≥ 9 mm di atas kontrol negatif (saline)
(Jackola et al, 2003).
2. Membandingkan bentol yang terjadi pada masing-masing ekstrak alergen
yang diberikan dengan kontrol positif (histamin) dan kontrol negatif (saline).
Metode ini disebut metode pepys dengan penilaian sebagai berikut :
(Sumarman, 2001).
a. - (negatif)
: apabila sama dengan kontrol negatif.
b. +1 (ringan) : apabila bentol lebih besar dari kontrol negatif dan atau terdapat
eritema.
c. + 2 (sedang) : apabila bentol lebih kecil dari kontrol positif tetapi lebih besar
dari kontrol negatif.
d. + 3 (kuat) : apabila bentol sama besar dengan kontrol positif
e. +4 (sangat kuat) : apabila bentol lebih besar dari kontrol positif
3. Menurut GLORIA (Global Resources in Allergy), 2003, bentol yang terjadi
dengan diameter > 3 mm menunjukan bahwa penderita menghasilkan antibodi
IgE terhadap alergen yang spesifik (Kaplan et al, 2003).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
19
Tabel 2.1.
Obat-obatan yang dapat mempengaruhi tes kulit sehingga harus
dibebaskan beberapa hari sebelumnya (Lucie et al, 2013):
Obat-obatan
Dibebaskan sebelum pemeriksaan
Anti histamin generasi 1
>2 hari
Anti histamin generasi 2
7 hari
Ketotifen
>5 hari
Kortikosteroid jangka pendek (≤10 hari)
<50 mg/hari prednisolon-equivalent
>3 hari
>50 mg/hari prednisolon-equivalent
>1 minggu
Kortikosteroid jangka panjang (>10 hari)
<10 mg/hari prednisolon-equivalent
>3 minggu
>10 mg/hari prednisolon-equivalent
>1 minggu
Omalizumab
>4 minggu
Antidepresant
Doxepin
7 hari
Desipramine
3 hari
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
20
D. KERANGKA TEORI
Faktor Etiologi:
- Odontogen
- Infeksi (bakteri,
virus)
- Alergi
- Patensi ostium
- Fungsi silia yang
terganggu
- Produksi sekret
Faktor
etiologi:
-variasi
anatomi
Obstruksi ostiomeatal
kompleks
-kelainan
RINOSINUSITIS KRONIK
APC
TH2
TH1
- IL-2
- IFN-γ
- TNF-α
Sel B
Tes cukit
kulit
- IL-4
- IL-13
- IL-5
IgE
Ig E pada sel mast dan
basofil dan degranulasi
Mediator
proinflamasi
Keterangan :
yang diteliti 
Eosinofil
Mediator inflamasi
Gejala klinik : hidung tersumbat,
hidung meler, nyeri kepala atau nyeri
wajah, penurunan penciuman, bersinbersin, gatal pada hidung atau mata
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
21
F. Kerangka konsep
Tes cukit
kulit
Rinosinusitis
kronik
Gejala
klinik
G. Hipotesis
Adanya hubungan gejala klinik dengan tes cukit kulit pada penderita rinosinusitis
kronik.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
22
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SMF IK THT-KL, RSUP Dr. Moewardi
Surakarta sejak April – Juni 2014
B. Jenis dan Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian ini adalah cross sectional. Penelitian ini untuk
menilai apakah gejala klinik berhubungan dengan tes cukit kulit pada penderita
rinosinusitis kronik. Dari penderita yang datang ke bagian THT RS Muwardi dengan
gejala rinosinusitis kronik yang telah ditegakkan dari anamnesis menurut kriteria
European position paper on rhinosinusitis and nasal polyps (EPOS), 2012 dan
dengan tes cukit kulit positif. Pada penderita tersebut di kumpulkan data pelengkap
meliputi umur, jenis kelamin, dan riwayat atopi ditentukan apakah penderita tersebut
masuk kriteria inklusi atau eksklusi. Pada penderita yang masuk kriteria inklusi
dilakukan pemeriksaan alergi dengan menggunakan tes cukit kulit dan dilakukan
pencatatan mengenai gejala klinik. Selain itu juga dilakukan pendataan terhadap
variabel pengganggu.
Kemudian pada penderita ini dilakukan analisis variabel bebas dengan
variabel tergantung untuk mengetahui adanya hubungan antara gejala alergi dengan
tes cukit kulit. Juga akan dilakukan analisis berganda untuk variabel-variabel lain
yang diduga mempengaruhi hasil penelitian.
commit to user
22
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
23
C. Variabel Penelitian
1. Variabel bebas adalah tes cukit kulit.
2. Variabel tergantung adalah gejala klinik.
D. Populasi dan Penderita
1. Populasi target
Populasi target adalah penderita rinosinusitis kronik dengan tes cukit kulit.
2. Populasi terjangkau
Populasi terjangkau adalah penderita rinosinusitis kronik yang berobat ke RS dr
Moewardi.
3. Penderita
Penderita penelitian ini adalah penderita rinosinusitis kronik di RS dr Moewardi
tahun 2014 yang sesuai kriteria inklusi dan eksklusi.
4. Kriteria inklusi
a. Penderita yang datang ke RS dr Moewardi menderita rinosinusitis kronik
ditegakan dengam kriteria EPOS.
b. Usia antara 18-65tahun.
c. Penderita setuju untuk ikut dalam penelitian ini dan diminta persetujuan
secara tertulis (inform consent) setelah mendapatkan keterangan yang
cukup tentang keuntungan dan hal-hal yang tidak diinginkan yang dapat
terjadi selama mengikuti penelitian.
d. Bebas obat kortikosteroid oral dan topikal, β-blocker serta antihistamin.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
24
5. Kriteria eksklusi
a. Riwayat pernah menjalani operasi daerah sinus atau hidung.
b. Riwayat obstruksi mekanik (massa tumor atau hidung).
c. Menderita penyakit sistemik.
E. Perkiraan Besar Penderita
Perhitungan penderita untuk penelitian cross sectional untuk mengetahui
hubungan pada dua kelompok yang dilakukan dengan menggunakan program
perhitungan jumlah penderita. Penelitian merupakan cross sectional untuk menguji uji
hipotesis dari suatu variabel sebagai independent dan nominal dikotom.
Berdasarkan rumus berikut:
•
Studi = studi cross sectional, pemilihan jumlah penderita akan mengikuti
besar penderita untuk studi cross sectional 2 proprosi kelompok
•
α = 0,05 β = 0,20
•
Zα = derivat baku normal untuk α = 0,05 (1 arah), adalah 1,96
•
Zβ = power 80%, adalah 0,842
•
P1 = proporsi penderita yang tes cukit kulit tinggi pada penderita dengan
gejala klinik yang rendah dari penelitian sebelumnya (Ahmadiafshar, 2012)
sebesar 0,1.
•
P2 = proporsi penderita yang tes cukit kulit tinggi pada penderita dengan
gejala klinik yang tinggi dari penelitian sebelumnya (Ahmadiafshar, 2012)
sebesar 0,7.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
25
•
P = (P1+P2)/2 = 0,5
Rumus
(Dikutip dari Casagrande, et al. 1978)
Dari perhitungan besar penderita untuk tiap kelompok = 12 orang. Ditambah
antisipasi perkiraan drop out 10% maka jumlah penderita tiap kelompok adalah 14
orang.
F. Definisi Operasional Variabel
1. Rinosinusitis kronik
Definisi: Rinosinusitis kronik adalah inflamasi mukosa hidung dan sinus paranasal
dengan jangka waktu gejala >12 minggu yang ditandai oleh ≥2 gejala yang salah
satunya berupa hidung tersumbat/obstruksi/kongesti atau sekret nasal (anterior,
posteriornasal drip) ditambah nyeri wajah spontan atau pada penekanan, atau
berkurangnya/kehilangan sensasi penghidu serta temuan endoskopi berupa polip atau
sekret mukopurulen yang berasal dari meatus media dan atau edema/obstruksi
mukosa primer pada meatus media dan atau temuan computed tomography (CT-scan)
berupa perubahan mukosa pada kompleks osteomeatal dan atau sinus paranasal
(Fokkens et al, 2012).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
26
Gejala klinik rinitis alergi dapat merupakan kelainan hidung yang disebabkan oleh
proses inflamasi mukosa hidung yang diperantarai oleh reaksi hipersensitivitas/ alergi
tipe I dari Gell dan Comb setelah mukosa hidung terpapar alergen. Gejala klinik dari
alergi dapat berupa hidung tersumbat, rhinorea, bersin-bersin dan gatal (ARIA, 2007).
Alat ukur: Anamnesis dan kuesioner
Cara ukur:Secara subjektif, anamnesis diperoleh dari keluhan penderita
Skala ukur: Kategorik-Nominal
Hasil ukur: gejala yang dinilai meliputi :
1. Hidung tersumbat ada atau tidak
2. Sekret nasal anterior atau posterior ada atau tidak
3. Nyeri wajah spontan atau dengan penekanan ada atau tidak
4. Berkurangnya penciuman ada atau tidak
5. Bersin-bersin ada atau tidak
6. Gatal pada mata atau hidung ada atau tidak
7. Keluar air mata ada atau tidak
2. Tes cukit kulit
Definisi: Tes cukit kulit adalah salah satu jenis tes kulit sebagai alat diagnosis yang
banyak digunakan oleh para klinisi untuk membuktikan IgE spesifik yang terikat
pada sel mastosit kulit.Terikatnya IgE pada mastosit ini menyebabkan keluarnya
histamin dan mediator lainnya yang dapat menyebabkan vasodilatasi dan peningkatan
permeabilitas pembuluh darah akibatnya timbul flare atau kemerahan dan wheal atau
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
27
bentol pada kulit sesuai metode The Standardization Committee of Northern
(Scandinavian Society of Allergology).
Pemeriksaan ini dilakukan setelah ditegakan diagnosis rinosinusitis kronik.
Alat ukur: besar bentol >3mm/positip 3.
Alat dan bahan :
a. Alergen makanan dan alergen hirup dr Indrayana
b. Jarum Marrow Brow
c. Pulpen
Adapun ekstrak alergen yang dipakai adalah buatan dr Indrayana, sebagai berikut:
Alergen Hirup
Alergen Ingestan
1. Debu rumah (house dust)
1. Gandum (wheat flour)
2. Campuran debu rumah (house 2. Coklat (chocolate)
dander)
3. Tungau (mite culture)
3. Kacang mete
4. Serpihan kulit manusia (human 4. Kopi (coffee)
dander)
5. Serbuk sari rumput (grass pollen)
5. Teh (tea)
6. Serbuk sari padi (rice pollen)
6. Kedelai (soybean)
7. Serbuk sari jagung (corn pollen)
7. Terigu (wheat)
8. Jamur (mixed fungi)
8. Tomat (tomato)
9. Kecoa (cockroach)
9. Wortel (carrot)
10. Bulu ayam (chicken feathers)
10. Nanas (pineapple)
11. Bulu anjing (dog dander)
11. Kacang tanah (bean)
12. Bulu kucing (cat dander)
12. Susu sapi(milk)
13. Putih telur
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
28
14. Kuning telur
15. Tongkol
16. Ayam
17. Cumi
18. Bandeng
19. Udang (shrimp)
20. Kakap
21. Kepiting (crab)
22. Kerang (cockle)
Prosedur pemeriksaan tes cukit kulit
1. Tandai area yang akan kita tetesi ekstrak alergen dengan bolpoin.
2. Histamin dan kontrol negatif (larutan buffer) diteteskan pada daerah yang
berseberangan. Kemudian teteskan ekstrak alergen lainnya
3. Tusuk kulit yang telah ditetesi histamin, buffer kontrol, dan ekstrak alergen dengan
menggunakan jarum marrow brow. Tusukan dilakukan dengan pelan menembus
lapisan epidermis.
4. Ukur diameter bentol pada kulit yang ditetesi histamin dan larutan buffer harus
negatif.
5. Tes dibaca setelah 15-20 menit dengan mengukur bentol yang timbul.
6. Mengukur setiap diameter lingkaran pada selotip. Dinyatakan +1 bila ukuran
bentol lebih besar dari kontrol, +2 bila ukuran bentol 50% dari diameter histamin dan
+3 bila ukuran bentol sama besar dengan histamin, +4 bila ukuran bentol lebih besar
dari histamin.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
29
Hasil ukur : dinyatakan positip bila bentol lebih dari atau sama dengan +3 atau +4
pada satu atau lebih alergen
Skala ukur: Kategorik-Nominal
G.Alur Penelitian
Penderita Rinosinusitis Kronik
Kriteria inklusi/ eksklusi
Informed consent
Pengisian kuesioner
Gejala klinik
Tes cukit kulit
ANALISIS DATA
H. Cara Kerja dan Teknik Pengumpulan Data
1. Penderita yang terdiagnosis rinosinusitis kronik yang memenuhi kriteria inklusi
serta menandatangani lembar persetujuan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
30
2.Terhadap seluruh subjek penelitian dilakukan pemeriksaan anamnesis, pemeriksaan
fisik dan nasoendoskopi untuk diagnosis pasti rinosinusitis kronik.
3. Dilakukan tes cukit kulit dengan alergen dr. Indrayana.
4.
Setelah
semua
penderita
terkumpul
dan
memenuhi
jumlah
minimal
penderita/subjek penelitian (n) kemudian dilakukan pengumpulan data dan dilakukan
analisis statistik serta penyusunan dan penelitian karya ilmiah.
I. ANALISIS DATA
Data yang terkumpul disajikan dalam bentuk tabel dan atau grafik yang
disertai dengan penjelasannya. Kemudian kelompok penderita dengan tes cukit kulit
positif dan kelompok penderita tes cukit kulit negatif dilakukan uji komparasi
terhadap variabel pengganggu. Variabel pengganggu bersama dengan variabel
tergantung dianalisis menggunakan regresi logistik untuk mengetahui variabel yang
paling berpengaruh.
Data yang dianalisis adalah rekam medik yang mempunyai data cukup
lengkap baik mengenai anamnesis, pemeriksaan fisik dan hasil tes cukit kulit,
kemudian data diolah dengan menggunakan SPSS 13.0 for windows. Analisis data
menggunakan uji hipotesis chi-square.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
31
BAB IV
HASIL PENELITIAN
Penderita penelitian ini adalah penderita rinosinusitis kronik yang bersedia
menjadi subjek penelitian dan menandatangani informed consent. Pengambilan
penderita menggunakan cara non-probability sampling, yaitu dengan teknik
consecutive sampling sehingga didapat jumlah penderita sebesar 30 penderita dengan
karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin dan umur responden. Penelitian ini
dilakukan di bulan April 2014 hingga Juni 2014 di Poliklinik THT-KL RSUD Dr.
Moewardi Surakarta.
A. Deskripsi Karakteristik Responden
1. Deskripsi Umur dan Jenis Kelamin
Data dasar dalam penelitian ini adalah umur dan jenis kelamin yang
kemudian di anamnesis dan diberikan kuesioner dan diperiksa tes cukit kulit.
Tabel 4.1. Deskripsi responden berdasarkan umur dan jenis kelamin
Karakteristik
Hasil Tes Cukit Kulit
p
Positif (n = 15)
Negatif (n = 15)
31,27  11,69
40,53  11,52
0,037*
Laki-laki
9 (60,0%)
7 (46,7%)
0,464
Perempuan
6 (40,0%)
8 (53,3%)
Umur (th)
Jenis Kelamin
commit to user
31
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
32
Tabel diatas menjelaskan bahwa umur kedua kelompok penderita
berdistribusi normal. Deskripsi dinyatakan dengan mean  SD sedangkan uji beda
secara statistik dilakukan dengan independent samples t test. Jenis kelamin
merupakan variabel kategorik. Deskripsi dinyatakan dengan frekuensi (persentase)
sedangkan uji beda secara statistik dilakukan dengan chi square test.* p < 0,05
artinya uji statistik signifikan pada  = 5%
Tabel di atas memperlihatkan deskripsi karakteristik penderita pada masingmasing kelompok dan hasil uji beda secara statistik antara kedua kelompok tersebut.
Pada tabel dapat dilihat bahwa rata-rata umur penderita dengan hasil tes cukit kulit
positif adalah 31,27 tahun (SD = 11,69) dan rata-rata umur penderita dengan hasil tes
cukit kulit negatif adalah 40,53 tahun (SD = 11,52). Pengujian statistik menunjukkan
bahwa perbedaan tersebut signifikan (p < 0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa
umur penderita dengan hasil tes positif lebih muda dibandingkan umur penderita
dengan hasil tes negatif.
Distribusi jenis kelamin menunjukkan bahwa dari 15 penderita dengan hasil
tes cukit kulit positif, ada 9 orang (60,0%) laki-laki dan 6 orang (40,0%) perempuan.
Adapun dari 15 penderita dengan hasil tes cukit kulit negatif, ada 7 orang (46,7%)
laki-laki dan 8 orang (53,3%) perempuan. Pengujian statistik menunjukkan bahwa
perbedaan tersebut tidak signifikan (p > 0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa
distribusi jenis kelamin pada kedua kelompok homogen.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
33
b. Distribusi karakteristik penderita alergi hirupan, alergi ingestan dan
banyaknya hasil tes cukit kulit yang positip
Dilakukan pendataan yang berhubungan dengan banyaknya penderita yang
menderita alergi hirupan, alergi ingestan dan jumlah penderita yang menderita ekstrak
alergen lebih dari 1.
Tabel 4.2 Distribusi karakteristik penderita alergi hirupan, alergi ingestan dan
banyaknya hasil tes cukit kulit yang positip
f (%)
Karakteristik
Alergi hirupan
14 (93,3%)
Alergi ingestan
12 (80,0%)
Hasil tes cukit kulit (≥ 1)
14 (93,3%)
Tabel di atas memperlihatkan karakteristik penderita alergi. Dapat dilihat
bahwa dari 15 penderita yang hasil tes cukit kulitnya positif, yang mengalami alergi
bersifat alergi hirupan ada 14 orang (93,3%), yang mengalami alergi ingestan ada 12
orang (80,0%), dan ada 14 orang (93,3%) yang hasil tes cukit kulitnya positip ≥ 1.
2. Hubungan gejala klinik dengan tes cukit kulit
Tabel 4.3 Hubungan gejala klinik dengan tes cukit kulit
Gejala Klinis
Hasil Tes Cukit Kulit
Positif (n = 15)
Negatif (n = 15)
Positif
14 (93,3%)
7 (46,7%)
Negatif
1 (6,7%)
8 (53,3%)
commit to user
OR
p
16,000
0,005*
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
34
Tabel diatas menjelaskan diagnosis berdasarkan gejala klinis merupakan
variabel kategorik. Deskripsi dinyatakan dengan frekuensi (persentase) sedangkan uji
beda secara statistik dilakukan dengan chi square test.* p < 0,05 artinya uji statistik
signifikan pada  = 5%
Tabel di atas memperlihatkan distribusi berdasarkan gejala klinis dan
perbandingannya antara kedua kelompok penderita. Dapat dilihat bahwa dari 15
penderita dengan hasil tes cukit kulit positif, ada 14 orang (93,3%) dengan gejala
klinisnya positif dan ada 1 orang (6,7%) dengan gejala klinisnya negatif. Dari 15
penderita dengan hasil tes cukit kulit negatif, ada 7 orang (46,7%) yang diagnosis
gejala klinisnya positif dan ada 8 orang (53,3%) yang diagnosis gejala klinisnya
negatif. Secara statistik perbedaan distribusi tersebut signifikan (p < 0,05). Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa ada hubungan gejala klinis dengan hasil tes cukit
kulit.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
35
BAB V
PEMBAHASAN
Penelitian ini merupakan penelitian dengan desain cross sectional untuk
mengetahui hubungan antara gejala klinik dengan hasil tes cukit kulit pada penderita
rinosinusitis kronik di Poliklinik Ilmu Kesehatan THT-KL RSUD Dr. Moewardi
Surakarta.
1. Deskripsi Karakteristik Responden berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin
Pada penelitian ini didapatkan rata-rata umur penderita dengan hasil tes cukit
kulit positif adalah 31,27 tahun (SD = 11,69) dan rata-rata umur penderita dengan
hasil tes cukit kulit negatif adalah 40,53 tahun (SD = 11,52) dan perbedaan tersebut
signifikan (p < 0,05) dapat disimpulkan bahwa umur penderita dengan hasil tes cukit
kulit yang positif lebih muda dibandingkan umur penderita dengan hasil tes cukit
kulit yang negatif. Hal ini sesuai dengan studi Saisawat (2009) didapatkan bahwa
rata-rata umur lebih muda pada hasil tes cukit kulit positif dibandingkan hasil tes
cukit kulit negatif (p<0,5).
Menurut Bachert dan kawan-kawan (2006) bahwa umur pada penderita alergi
lebih muda daripada non alergi <35 tahun 32,6% dibanding non alergi 6,7%, 35-54
tahun alergi 30,4% dan non alergi 8,9%, umur >54 alergi 26,7% dan non alergi
12,6%. (Bachert, 2006). Studi Shusterman (2006) menyatakan bahwa pada strata
umur pertengahan lebih banyak (35-51 tahun;n=24) dibanding strata umur yang lebih
commit to user
35
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
36
muda atau lebih tua (masing-masing n=18). Sedangkan studi Rondon et al (2007)
mengatakan bahwa tidak ada perbedaan dalam umur yang ditemukan antara penderita
alergi dan penderita non alergi. Pada studi Pallasoho et al (2006) didapatkan bahwa
sensitasi kulit lebih rendah pada umur lebih tua, dimana yaitu umur 26-39 tahun
(56,8%) dengan umur 50-60 tahun (35,6%). Namun hasil penelitian ini agak berbeda
dengan beberapa penelitian terdahulu, yang mana pada studi Olsson (2003) bahwa
tidak ditemukannya peningkatan yang signifikan pada prevalensi gejala non alergi
dengan bertambahnya umur.
Kecenderungan umur pada usia produktif dapat dijelaskan bahwa pada umur
tersebut lebih banyak berada di lingkungan dengan suhu dan kelembaban yang
memungkinkan lebih mudah terpapar allergen seperti lingkungan pekerjaan, area
sekolah ataupun tempat belajar atau bekerja yang berdebu dengan venilasi ruangan
yang kurang baik.
Pada penelitian ini dengan pengujian statistik menunjukkan bahwa pada jenis
kelamin dengan hasil tes cukit kulit positif dengan tes cukit kulit negatif tidak ada
perbedaan yang signifikan (p > 0,05) sehingga disimpulkan bahwa distribusi jenis
kelamin pada kedua kelompok homogen. Hal ini sesuai dengan studi Saisawat (2009)
bahwa secara statistik tidak ada perbedaan yang signifikan antara jenis kelamin lakilaki dengan perempuan. Pada studi Shusterman (2006) didapatkan bahwa tidak ada
perbedaan signifikan antara rinitis alergi dengan non alergi pada jenis kelamin lakilaki dengan perempuan. Penelitian Olsson (2003) juga menunjukkan bahwa
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
37
prevalensi laki-laki dan perempuan tidak ada perbedaan. Hal ini berbeda dengan studi
Carmen et al (2007) didapatkan bahwa didapatkan perempuan lebih banyak pada
rinitis alergi dibandingkan rinitis non alergi dan kontrol. Pada studi Olivieri (2002)
didapatkan bahwa rinitis alergi lebih sering terjadi pada laki-laki dibawah 35 tahun
dan pada perempuan diatas umur tersebut (p=0.006).
2. Distribusi karakteristik penderita alergi hirupan, alergi ingestan dan banyaknya
hasil tes cukit kulit yang positip.
Pada penelitian ini hasil tes cukit kulit positif, yang mengalami alergi hirupan
ada 14 orang (93,3%), yang mengalami alergi ingestan ada 12 orang (80,0%), dan ada
14 orang (93,3%) yang hasil tes cukit kulitnya yang positip ≥ 1. Hal ini sesuai
dengan peneltian bahwa penderita rinosinusitis kronik alergi penyebab terbanyak
adalah karena alergi hirupan. Subjek pada penelitian ini sebagian besar memiliki
lebih dari satu alergen positif pada pemeriksaan tes cukit kulit hal ini sesuai dengan
penelitian Denny (2010) yang mana sebagian besar penderita dengan hasil tes cukit
kulit positif terhadap lebih dari satu alergi hirupan adalah rinitis alergi persisten
(47,3%). Penelitian Anthony (2007) didapatkan penderita rinitis kronik dengan hasil
tes cukit kulit positif 67% dan hasil tes cukit kulit positip lebih dari satu alergi
hirupan (95%) pada rinitis kronik.
Pada penelitian Sanli (2006) menemukan bahwa 73,2% dari penderita dalam
kelompok studi memiliki reaksi positif terhadap satu alergen atau lebih. Hasil ini
ditemukan mirip dengan yang diperoleh Takwoingi (2003) yakni 90%. Ini mungkin
karena kenaikan prevalensi alergi penyakit di seluruh dunia.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
38
Hasil tes cukit positif mengindikasikan bahwa di dalam tubuh penderita sudah
dihasilkan antibody IgE terhadap allergen spesifik yang berarti sudah terjadi
pengenalan antara antigen spesifik dengan antibodi (sudah terjadi proses sensitisasi).
Hasil tes cukit kulit yang negatif pada penelitian ini menunjukan kemungkinan
alergen yang tersensitisasi pada tubuh penderita, tetapi juga menunjukkan
kemungkinan alergen yang tersensitasi pada tubuh penderita bukanlah alergen yang
berasal dari 33 jenis alergen yang digunakan pada tes cukit kulit pada penelitian ini.
3. Hubungan gejala klinik dengan tes cukit kulit
Pada penelitian ini memperlihatkan gejala klinik dan perbandingan antara
hasil tes cukit kulit positif (93,3%) dan negatif (53,3%). Secara statistik perbedaan
distribusi tersebut signifikan (p < 0,05). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
ada hubungan antara gejala klinis dengan hasil tes cukit kulit. Hal ini sesuai dengan
penelitian Dottorini (2007) bahwa ada peningkatan yang signifikan antara gejala
alergi dengan tes cukit kulit positif.
Penelitian ini berbeda dengan studi Saisawat (2009) bahwa tidak ada
perbedaan antara gejala klinik pada tes culit kulit positif maupun negatif. Dan
penelitian Carmen (2007) yang menyatakan tidak ada perbedaan yang signifikan
anatara gejala klinik pada rinitis alergi persisten (mean 7.88±2.7) dengan rinitis non
alergi persisten (mean 7.75±2.8).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
39
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Terdapat hubungan yang bermakna dari penelitian ini antara gejala klinik
dengan tes cukit kulit pada penderita rinosinusitis kronik.
B. SARAN
Perlu diadakan penelitian lebih lanjut mengenai gejala klinik berdasarkan
beratnya gejala masing-masing dengan tes cukit kulit pada penderita rinosinusitis
kronik.
commit to user
39
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
40
DAFTAR PUSTAKA
Abbas AK, Lichman AH. 2005. Cellular and mollecular immunology, fifth edition.
Philadelphia: Elsevier Daunders: 391–410
Alexander D. Karatzanis, George Fragiadakis, Joanna Moshandrea,Johannes Zenk,
Heinrich Iro, George A. Velegrakis.2009. Septoplasty outcome in patients
with and withoutallergic rhinitis DOI:10.4193/Rhin08.126 Rhinology, 47,
444-449.
Anthony PW Yuen et al. 2007. The skin prick test results of 977 patients suffering.
13;131-6.
Arif SANLI, M.D., Sedat AYDIN, M.D., Günay ATEfi, M.D., Mehmet EKEN,
M.D., Özlem ÇELEB, M.D. 2006. Comparison of nasal smear eosinophilia
with skin prick testpositivity in patients with allergic rhinitis. Kulak Burun
Bogaz Ihtis Derg;16(2):60-63
Bachert C, P. van Cauwenberge, J. Olbrecht, J. van Schoor. 2006. Prevalence,
classification and perception of allergic and nonallergicrhinitis in Belgium
Allergydoi: 10.1111/j.1398-9995.2006.1054.x
Baraniuk JN. 2001. Pathogenesis of allergic rhinitis. J Allergy Clin Immunol.; 99: S
763-7672.
Bernstein JM. 2006. Chronic rhinosinusitis with and without nasal polyposis. In
brook I, eds. Sinusitis from microbiology to management. New York: Taylor
& Francis;371-398
Bhattacharyya N, Vyas DK, Fechner FP, Gliklich RE, Metson R. 2001; Tissue
esoinophilia in chronic sinusitis. Arch Otol Head Neck Surg. 127: 1102-5.
Bubnoff D, Geiger E, Beiber T. 2001 Antigen presenting Cells in allergy. J. Allergy
Clin Immunol; 108: 329- 39.
Busquets JM, Hwang PH. 2005. Nonpolypoid rhinosinusitis: Classification,
diagnosis and treatment. In Bailey BJ, Johnson JT, Newlands SD, eds. Head
& Neck Surgery – Otolaryngology. 4th ed. Vol 1. Philadelphia: Lippincott
Williams & Wilkins, 406-416.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
41
Carmen Rondon et al.2007.Local IgE production and positive nasalprovocation test in
patients with persistentnonallergic rhinitis American Academy of Allergy,
Asthma & Immunologydoi:10.1016/j.jaci.01.006
Carmen Rondon, MD, PhD, Inmaculada Don, MD, Maria J. Torres, MD, PhD,
Paloma Campo, MD, andMiguel Blanca, MD, PhD. 2009. Evolution of
patients with nonallergic rhinitis supportsconversion to allergic rhinitis J
Allergy Clin Immunol.;123:1098-102.
Carmen Rondon, MD, Jose J. Romero, BS, Soledad Lopez, PhD, Cristina Antu
nez,PhD, Enrique MartınCasanez, MD, PhD, Maria J. Torres, MD, PhD,
CristobalinaMayorga, PhD, Rebeca R Pena, MD, PhD, and Miguel Blanca,
MD, PhD.2007. Local IgE production and positive nasalprovocation test in
patients with persistent nonallergic rhinitis. American Academy of Allergy,
Asthma & Immunologydoi:10.1016/j.jaci.01.006
Casagrande, J. T., Pike, M. C. and Smith P. G. 1978. The power function of the
"exact" test for comparing two binomial distributions. Appi. Statist., 27, 176
-180.
Clement PAR. 2006. Classification of rhinosinusitis. In Brook I, eds. Sinusitis from
microbiology to management. New York: Taylor & Francis, 15-34.
Dottorini ML, Bruni B, Peccini F, Bottini P, Pini L, Donato F, Casucci G, Tantucci
C. 2007. Skin prick-test reactivity to aeroallergens and allergic symptoms in
an urban population of central Italy: a longitudinal study. Clin Exp Allergy.
Feb;37(2):188-96.
Fokkens WJ, Lund VJ, Mullol J, Bachert C, Alobid I, Baroody F, dkk. 2012.
European position paper on rhinosinusitis and nasal polyps. A summary for
otorhinolaryngologists. Rhinology. 50(1):1−12.
Gutman M, Torres A, Keen KJ, et al. 2004. Prevalence of allergy in patients with
chronic rhinosinusitis. Otolaryngol Head Neck Surg, 130:545–52.
Henny Kartikawati, 2007. Tes Cukit (Tes cukit kulit) Pada Diagnosis Penyakit
Alergi, Bagian Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan – Bedah
Kepala Leher Fakultas Kedokteran Universitas Dipenogoro RS. Kariadi
Semarang, http://hennykartika.wordpress.com/2007/03/08/skin-test/
Herrick C, Xu L, McKenzie A, Tigelaar. 2003. IL-13 Is Necessary, Not Simply
Sufficient, for Epicutaneously Induced Th2 Responses to Soluable Protein
Antigen.Journl of Immunology,170: 2488-95.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
42
Irawati N, 2002, Panduan Penatalaksanaan Terkini Rinitis Aleri, Dalam Kumpulan
Makalah Simposium “Current Opinion In Allergy and Clinical
Immunology”, Divisi Alergi-Imunologi Klinik FK UI/RSUPN-CM, Jakarta
Jackman AH, Kennedy DW. 2006; Pathophysiology of sinusitis.In Brook I, eds.
Sinusitis from microbiology to management. New York: Taylor & Francis,
109-129.
Kaplan AP dan Cauwenberge PV, 2003. Allergic Rhinitis In : GLORIA Global
Resources in Allergy Allergic Rhinitis and Allergic Conjunctivitis, Revised
Guidelines, Milwaukee, USA,P,12
Krouse JH, Marbry RL. 2003. Skin testing for Inhalant Allergy: current strategies.
Otolaryngolo Head and Neck Surgary; 129 No 4 : 34-9.
Lambrecht BN, 2001, Allergen uptake and presentation by dendritic cells. Curr Opin
Allergy Clin immunol.; 1: 51-9.
Lee KJ. 2004: Essential otolaryngology head and neck surgery. 8th ed. New York:
McGraw-Hill; p 686-8.
M. Olivieri, G. Verlato,A. Corsico, V. Lo Cascio,M. Bugiani, A. Marinoni,R. de
Marco.2002. Prevalence and features of allergic rhinitis in Italy Allergy: 57:
600–606
Matthias F. Kramer, MD; Peter Ostertag, MD; Elisabeth Pfrogner; Gerd Rasp, MD.
2000. Nasal Interleukin-5, Immunoglobulin E, Eosinophilic Cationic Protein,
and SolubleIntercellular Adhesion Molecule-1 in Chronic Sinusitis, Allergic
Rhinitis, and Nasal Polyposis,The Laryngoscope, Lippincott Williams &
Wilkins, Inc., Philadelphia, 110:1056–1062
Pallasaho P, Rönmark E, Haahtela T, Sovijärvi AR, Lundbäck B. 2006. Degree and
clinical relevance of sensitization to common allergens among adults: a
population study in Helsinki, Finland. Clin Exp Allergy. Apr;36(4):503-9
Pawarti DR. 2004. Tes Kulit dalam Diagnosis Rinitis Alergi, Media Perhati. Volume
10; no 3 :18-23
Pinheiro AD, Facer GW, Kern EB. 2001, Rinosinusitis: current concept and
management. In: Bailey BJ, Calhoun KH, Healy GB, Pillsbury HC, Johnson
JT, Tardy ME, Jackler RK eds. Head and neck surgeryotolaryngology. 3rded.
Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins: p 345-57
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
43
Pujo Hendriyanto. 2003. Hubungan antara tes tusuk kulit dengan kadar
immunoglobulin E total dan eosinofil absolute pada penderita asma bronkial
alergi di poli penyakit dalam RSUP Dr. Kariadi. Semarang.
S.Fernandes. 2000. Sinusitis: Understanding the current rationale of treatment.
Medicine today;1:22-31.
Saisawat Chaiyasate MD, Kannika Roongrotwattanasiri MD, Supranee Fooanant
MD, Yupa Sumitsawan MD.2009.Key Nasal Symptoms Predicting a Positive
Skin Test inAllergic Rhinitis and Patient Characteristics According to ARIA
Classification.J Med Assoc Thai; 92 (3): 377-81 Full text. e-Journal:
http://www.mat.or.th/journal
Shusterman D, Murphy MA. 2007. Nasal hyperreactivity in allergic and non-allergic
rhinitis: a potential risk factor for non-specific building-related illness.Indoor
Air. Aug;17(4):328-33.
Siti Boedina Kresno. 2007. Penyakit Alergi dalam IMUNOLOGI : Diagnosis dan
Prosedur Laboratorium, Edisi Keempat, Cetakan ke – 3 Balai Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, Hal : 315 – 338.
Sugita, Minoru Kuribayashi, Kozo; Nakagomi, Takayuki; Miyata, Shigera;
Matsuyama, Tomohiro; Kitada, Osamu, 2003: Allergic bronchial asthma:
Airway inflammation and hyperresponsiveness. Internal Medicine (Tokyo)
42(8): 636-643
Sumarman I, 2001, patofisiologi dan prosedur diagnostic rhinitis alergi dalam :
kumpulan makalah symposium “current and approach in treatment of allergic
rhinitis” kerjasama PERHATI Jya-Bgaian THT FK UI / RSCM, Jakarta, pp.
14-18
Sutedja E, Sudigdoadi, Soebono H, Idjradinata P. 2005. Ketidakseimbangan Th-2 dan
Th-1 pada Dermatitis Atopik.Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin FK
UNPAD.
Takwoingi Y, Akang E, Nwaorgu G, Nwawolo C.2003. Comparing nasal secretion
eosinophil count with skinsensitivity test in allergic rhinitis in Ibadan,
Nigeria.Acta Otolaryngol;123:1070-4.
Virat Kirtsreesakul and Suwalee Ruttanaphol, 2008. The relationship between allergy
and rhinosinusitis, Rhinology, 46, 204-208
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
44
Lampiran 2
BAGIAN ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK
RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA
Pernyataan Persetujuan
(Informed Consent)
Saya yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama
:
Umur
:
Alamat
:
Nama orangtua / wali :
Telah mengerti sepenuhnya atas penjelasan dr. Novita Irawaty dan bersedia menjadi
peserta pada penelitian ini. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui
HUBUNGAN ANTARA GEJALA KLINIK DENGAN TES CUKIT KULIT PADA
PENDERITA RINOSINUSITIS KRONIK
Pernyataan ini dibuat dengan kesadaran sepenuhnya untuk turut serta dalam
penelitian tersebut.
Surakarta,..................................2014
Peserta penelitian
(.............................................)
Novita Irawaty
Peneliti
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
45
Lampiran 3
STATUS PENELITIAN
HUBUNGAN ANTARA GEJALA KLINIK DENGAN TES CUKIT KULIT
PADA PENDERITA RINOSINUSITIS KRONIK
di RSUD dr. Moewardi Surakarta
dr. Novita Irawaty
Nama
: .................................................................................
Usia / Jenis kelamin
: .................................................................................
No. rekam medis
: .................................................................................
No. subjek penelitian
: .................................................................................
Alamat
: .................................................................................
Anamnesis
1. Keluhan yang menyebabkan penderita datang ke rumah sakit :
........................................................................................................................
2. Gejala yang dikeluhkan penderita
□ hidung tersumbat
□ hidung meler
□ hidung berbau
□ nyeri wajah
□ penurunan penghidu
□ lendir di tenggorokan
□ hidung gatal
□ bersin-bersin
□ mata gatal
□ mata berair
□ sakit kepala
□ batuk
□ demam
□ bau mulut
□ nyeri gigi
□ nyeri telinga
3. Diantara gejala-gejala tersebut yang paling berat / mengganggu?
........................................................................................................................
4. Sudah berapa lama gejala penyakit tersebut diderita?
□ > 12 bulan
commit to user
□ < 12 bulan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
46
5. Apakah terdapat gigi atas yang lubang?
□ ya
□ tidak
6. Apakah penderita mempunyai riwayat alergi?
□ ya
□ tidak
7. Apakah di keluarga penderita ada yang mempunyai riwayat alergi?
□ ya
□ tidak
8. Apakah penderita saat ini sebagai perokok aktif?
□ ya
□ tidak
9. Apakah penderita mempunyai riwayat darah tinggi (hipertensi)?
□ ya
□ tidak
10. Apakah pasien mempunyai riwayat kencing manis (diabetes mellitus)?
□ ya
□ tidak
13. Riwayat Alergi keluarga :
1. Ayah
2. Ibu
3. Ayah dan ibu
4. Saudara kandung
5. Kakek / nenek
6. Saudara ayah/ ibu
7. Tidak ada
Pemeriksaan Fisik
Tekanan darah
: ........
Nadi
: ........
RR
: ........
Suhu : ........
Pemeriksaan THT
Kanan
Telinga: Liang Telinga
Membran timpani
Hidung: Kavum nasi
:
:
:
commit to user
Kiri
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
47
Mukosa
:
Sekret
:
Konka inferior
:
Konka media
:
Septum nasi
:
Polip
:
Tenggorok :Tonsil
:
Uvula
:
Dinding faring
:
Kavum oris
Caries dentis
:
:
Hasil pemeriksaan nasoendoskopi :
Hasil Pemeriksaan Radiologi Sinus Paranasal :
CT Scan ( kalau ada) Tanggal : hasil :
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
48
Tes cukit kulit
Reagen dan ekstrak alergen
1.histamin
2.buffer saline
Alergen Inhalant
13. Debu rumah (house dust)
14. Campuran debu rumah (house
dander)
15. Tungau (mite culture)
16. Serpihan kulit manusia (human
dander)
17. Serbuk sari rumput (grass pollen)
18. Serbuk sari padi (rice pollen)
19. Serbuk sari jagung (corn pollen)
20. Jamur (mixed fungi)
21. Kecoa (cockroach)
22. Bulu ayam (chicken feathers)
23. Bulu anjing (dog dander)
Alergen Ingestan
1. Gandum (wheat flour)
2. Coklat (chocolate)
3. Kacang mete
4. Kopi (coffee)
5. Teh (tea)
6. Kedelai (soybean)
7. Terigu (wheat)
8. Tomat (tomato)
9. Wortel (carrot)
10. Nanas (pineapple)
11. Kacang tanah (bean)
12. Susu sapi (milk)
13. Putih telur
14. Kuning telur
15. Tongkol
16. Ayam
17. Cumi
18. Bandeng
19. Udang (shrimp)
20. Kakap
21. Kepiting (crab)
22. Kerang (cockle)
commit to user
Hasil
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
49
Lampiran 4
Hasil Perhitungan Deskripsi Umur
Explore
Tes Cukit Kulit
Case Processing Summary
Umur (th)
Tes Cukit Kulit
Positif
Negatif
N
15
15
Valid
Percent
100,0%
100,0%
Cases
Missing
N
Percent
0
,0%
0
,0%
commit to user
N
15
15
Total
Percent
100,0%
100,0%
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
50
Descriptives
Umur (th)
Tes Cukit Kulit
Positif
Negatif
Mean
95% Conf idence
Interv al f or Mean
5% Trimmed Mean
Median
Variance
St d. Dev iation
Minimum
Maximum
Range
Interquart ile Range
Skewness
Kurt osis
Mean
95% Conf idence
Interv al f or Mean
Lower Bound
Upper Bound
St at ist ic
31,27
24,79
St d. Error
3,018
37,74
30,35
31,00
136,638
11,689
18
61
43
16
1,079
1,560
40,53
34,15
Lower Bound
Upper Bound
,580
1,121
2,974
46,91
5% Trimmed Mean
Median
Variance
St d. Dev iation
Minimum
Maximum
Range
Interquart ile Range
Skewness
Kurt osis
40,37
40,00
132,695
11,519
22
62
40
11
,308
,066
,580
1,121
Shapiro-Wilk
df
15
15
Sig.
,102
,470
Tests of Normality
a
Umur (th)
Tes Cukit Kulit
Positif
Negatif
Kolmogorov -Smirnov
St at ist ic
df
Sig.
,160
15
,200*
,125
15
,200*
*. This is a lower bound of the true signif icance.
a. Lillief ors Signif icance Correction
commit to user
St at ist ic
,902
,946
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
51
T-Test
Group Statisti cs
Umur (t h)
Tes Cukit Kulit
Positif
Negatif
N
15
15
Mean
31,27
40,53
St d. Dev iation
11,689
11,519
St d. Error
Mean
3,018
2,974
Independent Samples Test
Lev ene's Test f or
Equality of Variances
t-test f or Equality of
Means
Umur (th)
Equal v ariances
Equal v ariances
assumed
not assumed
,021
,886
-2,187
-2,187
28
27,994
,037
,037
F
Sig.
t
df
Sig. (2-tailed)
Mean Dif f erence
Std. Error Dif f erence
95% Conf idence Interv al
of the Dif f erence
Lower
Upper
commit to user
-9,267
-9,267
4,237
4,237
-17,947
-,587
-17,947
-,587
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
52
Hasil Perhitungan Deskripsi Jenis Kelamin
Crosstabs
Case Processing Summary
Valid
Percent
N
Jenis Kelamin *
Tes Cukit Kulit
30
100,0%
Cases
Missing
N
Percent
0
Total
Percent
N
,0%
30
100,0%
Jenis Kelamin * Tes Cuki t Kulit Crosstabulation
Jenis Kelamin
Laki-laki
Perempuan
Total
Count
% within Tes Cukit Kulit
Count
% within Tes Cukit Kulit
Count
% within Tes Cukit Kulit
Tes Cukit Kulit
Positif
Negat if
9
7
60,0%
46,7%
6
8
40,0%
53,3%
15
15
100,0%
100,0%
Total
16
53,3%
14
46,7%
30
100,0%
Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square
Continuity Correctiona
Likelihood Ratio
Fisher's Exact Test
Linear-by -Linear Association
N of Valid Cases
Value
,536b
,134
,537
,518
30
1
1
1
Asy mp. Sig.
(2-sided)
,464
,714
,464
1
,472
df
Exact Sig.
(2-sided)
Exact Sig.
(1-sided)
,715
,358
a. Computed only f or a 2x2 table
b. 0 cells (,0%) hav e expected count less than 5. The minimum expected count is 7,00.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
53
Hasil Perhitungan Deskripsi Karakteristik Alergi
Crosstabs
Case Processing Summary
Aero * Tes Cukit Kulit
Non Aero * Tes Cukit Kulit
Bany ak Tes Positif * Tes Cukit Kulit
N
30
30
30
Valid
Percent
100,0%
100,0%
100,0%
Cases
Missing
N
Percent
0
,0%
0
,0%
0
,0%
N
30
30
30
Total
Percent
100,0%
100,0%
100,0%
Aero * Tes Cukit Kuli t Crosstabulati on
Aero
Positif
Negatif
Total
Count
% wit hin Tes Cukit Kulit
Count
% wit hin Tes Cukit Kulit
Count
% wit hin Tes Cukit Kulit
Tes Cukit Kulit
Positif
Negatif
14
0
93,3%
,0%
1
15
6,7%
100,0%
15
15
100,0%
100,0%
Total
14
46,7%
16
53,3%
30
100,0%
Non Aero * Tes Cukit Kulit Crosstabulation
Non Aero
Positif
Negatif
Total
Count
% wit hin Tes Cukit Kulit
Count
% wit hin Tes Cukit Kulit
Count
% wit hin Tes Cukit Kulit
Tes Cukit Kulit
Positif
Negatif
12
0
80,0%
,0%
3
15
20,0%
100,0%
15
15
100,0%
100,0%
Total
12
40,0%
18
60,0%
30
100,0%
Banyak Tes Positif * Tes Cukit Kulit Crosstabulation
Bany ak Tes
Positif
>=1
0
Total
Count
% within Tes Cukit Kulit
Count
% within Tes Cukit Kulit
Count
% within Tes Cukit Kulit
Tes Cukit Kulit
Positif
Negat if
14
0
93,3%
,0%
1
15
6,7%
100,0%
15
15
100,0%
100,0%
commit to user
Total
14
46,7%
16
53,3%
30
100,0%
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
54
Hasil Perhitungan Hubungan Gejala Klinis dengan Hasil Tes Cukit Kulit
Crosstabs
Case Processing Summary
N
Diagnosis Gejala
Klinik * Tes Cukit Kulit
Cases
Missing
N
Percent
Valid
Percent
30
100,0%
0
,0%
Total
Percent
N
30
100,0%
Diagnosis Gejala Klini k * Tes Cuki t Kulit Crosstabulation
Diagnosis Gejala
Klinik
Positif
Negatif
Total
Count
% wit hin Tes Cukit Kulit
Count
% wit hin Tes Cukit Kulit
Count
% wit hin Tes Cukit Kulit
Tes Cukit Kulit
Positif
Negatif
14
7
93,3%
46,7%
1
8
6,7%
53,3%
15
15
100,0%
100,0%
Total
21
70,0%
9
30,0%
30
100,0%
Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square
Continuity Correctiona
Likelihood Ratio
Fisher's Exact Test
Linear-by -Linear Association
N of Valid Cases
Value
7,778b
5,714
8,576
7,519
30
df
1
1
1
Asy mp. Sig.
(2-sided)
,005
,017
,003
1
Exact Sig.
(2-sided)
Exact Sig.
(1-sided)
,014
,007
,006
a. Computed only f or a 2x2 table
b. 2 cells (50,0%) hav e expected count less than 5. The minimum expected count is 4,50.
Risk Esti mate
Odds Rat io f or Diagnosis Gejala Klinik (Posit if / Negatif )
For cohort Tes Cukit Kulit = Positif
For cohort Tes Cukit Kulit = Negatif
N of Valid Cases
commit to user
Value
16,000
6,000
,375
30
95% Conf idence Interv al
Lower
Upper
1,656
154,595
,922
39,026
,196
,717
Download