BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki banyak hasil perkebunan, salah satunya adalah kelapa. Kelapa merupakan salah satu komoditas yang lumayan besar di Indonesia. Kelapa memiliki banyak manfaat, hampir semua bagian dari tumbuhan ini dapat dimanfaatkan, mulai dari daun, batang, sampai buahnya sekalipun. Namun, seringkali pengelolaan dari tumbuhan kelapa ini menimbulkan adanya limbah, baik pada skala rumah tangga maupun pada skala industri. Air kelapa merupakan salah satu limbah yang bermanfaat dari bagian buah kelapa. Limbah air kelapa ini dapat dimanfaatkan dalam pembuatan nata de coco. Hal ini dikarenakan air kelapa memiliki potensi yang baik dengan kandungan gizinya yang kaya dan relative lengkap, sehingga sesuai untuk pertumbuhan mikroba. Komposisi gizi air kelapa tergantung pada umur kelapa dan varietasnya. Air kelapa per 100 ml mengandung sejumlah zat gizi, yaitu protein 0,2 g, lemak 0,2 g, gula 3,8 g, vitamin C 1,0 mg, asam amino, dan hormon pertumbuhan. Sedangkan jenis gula yang terkandung dalam air kelapa yaitu glukosa, fruktosa, sukrosa, dan sorbitol (Astawan, 2004). Nata adalah produk fermentasi air kelapa oleh bakteri Gluconacetobacter xylinum pada substrat yang mengandung gula. Bakteri tersebut menyukai kondisi asam dan memerlukan nitrogen untuk stimulasi aktivitasnya. Sebagian glukosa pada substrat akan digunakan oleh bakteri untuk aktifitas metabolisme dan sebagian lagi akan diuraikan menjadi suatu polisakarida yang dikenal dengan extracelluler selulose yang berbentuk gel. Polisakarida inilah yang dinamakan nata. Oleh karena itu, praktikum ini sangat perlu untuk dilakukan dalam upaya memanfaatkan limbah, khususnya limbah air kelapa menjadi sebuah produk pangan baru yaitu nata de coco serta dapat memahami peran mikroorganisme Gluconacetobacter xylinum dalam proses fermentasi air kelapa tersebut. 1.2 Tujuan Praktikum 1. Mahasiswa mampu memahami cara membuat pangan fermentasi nata de coco. 2. Mahasiswa mampu memahami peran mikroorganisme dalam proses fermentasi. 3. Mahasiswa dapat menerapkan metode penanganan limbah dengan proses fermentasi menjadi produk pangan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Nata berasal dari bahasa Spanyol yaitu nadar yang artinya berenang, istilah tersebut juga berasal dari bahasa latin yaitu natere yang artinya terapung. Nata sudah lama populer di Filipina dan merupakan hidangan yang sangat digemari oleh masyarakatnya. Nata merupakan makanan rendah kalori sehingga cocok digunakan penderita diabetes. Nata dapat dibuat dari bahan-bahan seperti sari kelapa, air kelapa, sari nanas dan sari buah lainnya. Nata de coco adalah sejenis makanan fermentasi yang dibuat dengan bahan dasar air kelapa. Nata tersusun dari senyawa yang dihasilkan oleh bakteri Gluconacetobacter xylinum. Gluconacetobacter xylinum dapat hidup dalam air kelapa dan juga dalam buah-buahan yang mengandung glukosa, yang kemudian diubah menjadi selulosa dan dikeluarkan kepermukaan sel. Lapisan selulosa ini terbentuk selapis demi selapis pada permukaan sari buah sehingga akhirnya menebal, inilah yang disebut nata. Gluconacetobacter xylinum adalah bakteri asam asetat, bersifat aerobik, gram negatif dan berbentuk batang pendek. Dalam medium cair Gluconacetobacter xylinum membentuk suatu lapisan (massa) yang dapat mencapai ketebalan. Gluconacetobacter xylinum merupakan bakteri yang menguntungkan manusia. Artinya dapat digunakan untuk membuat suatu produk yang bermanfaat bagi manusia. Gluconacetobacter xylinum dapat hidup pada larutan dengan derajat keasaman atau kebasaan 3,5-7,5 pH. Namun Gluconacetobacter xylinum akan tumbuh dengan lebih optimal pada derajat keasaman 4,3 pH. Idealnya bakteri Gluconacetobacter xylinum hidup pada suhu 28°-31°C. Air kelapa yang digunakan dalam pembuatan nata harus berasal dari kelapa yang masak optimal, tidak terlalu tua atau terlalu muda. Bahan tambahan yang diperlukan oleh bakteri antara lain karbohidrat sederhana, sumber nitrogen, dan asam asetat. Pada umumnya, senyawa karbohidrat sederhana yang dapat digunakan sebagai suplemen pembuatan nata de coco diantaranya adalah senyawa-senyawa maltosa, sukrosa, laktosa, fruktosa dan manosa. Dari beberapa senyawa karbohidrat sederhana tersebut, sukrosa merupakan senyawa yang paling ekonomis digunakan dan paling baik bagi pertumbuhan dan perkembangan bibit nata. Adapun dari segi warna yang paling baik digunakan adalah sukrosa putih (gula rafinasi). Sukrosa coklat akan mempengaruhi kenampakan nata sehingga kurang menarik. Asam asetat atau asam cuka digunakan untuk menurunkan pH atau meningkatkan keasaman air kelapa. Asam asetat yang baik adalah asam asetat glasial (99,8%). Asam asetat dengan konsentrasi rendah dapat digunakan, namun untuk mencapai tingkat keasaman yang diinginkan yaitu pH 4,5-5,5 dibutuhkan dalam jumlah banyak. Selain asam asetat, asam-asam organik dan anorganik lain bisa digunakan. Faktor-faktor yang mempengaruhi Gluconacetobacter xylinum mengalami pertumbuhan adalah nutrisi, sumber karbon, sumber nitrogen, serta tingkat keasaman media temperature, dan udara (oksigen). Senyawa karbon yang dibutuhkan dalam fermentasi nata berasal dari monosakarida dan disakarida. Sumber dari karbon ini yang paling banyak digunakan adalah gula. Sumber nitrogen yang dapat digunakan untuk mendukung pertumbuhan aktivitas bakteri nata dapat berasal dari nitrogen organik, seperti misalnya protein dan ekstrak yeast, maupun nitrogen anorganik seperti misalnya ammonium fosfat, urea, dan ammonium sulfat. Gluconacetobacter xylinum ini sangat memerlukan oksigen. Sehingga dalam fermentasi tidak perlu ditutup rapat namun hanya ditutup untuk mencegah kotoran masuk kedalam media yang dapat mengakibatkan kontaminasi (Misgiyarta, 2007). BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengamatan Tabel Hasil Pengamatan Waktu Tekstur Warna Inkubasi 7 hari Kenyal Putih 14 hari Kenyal Putih Bau Sedikit asam Asam Rasa Berat (gr) Tebal (mm) Tawar 16 0,5 Tawar 24,5 0,6 4.2 Pembahasan Pada praktikum pembuatan nata de coco digunakan air kelapa sebanyak 1 liter yang telah disaring terlebih dahulu. Tujuan dari penyaringan ini yaitu untuk memisahkan air kelapa dengan pengotornya, kemudian air kelapa direbus hingga mendidih agar bakteri-bakteri yang ada pada air kelapa dapat hilang atau mati. Selanjutnya ditambahkan gula pasir sebanyak 20 gram dan pupuk ZA sebanyak 5 gram, tujuan dari penambahan gula pasir dan pupuk ZA ini adalah sebagai nutrisi bagi bibit nata. Setelah itu, campuran tersebut diaduk hingga homogen dan dipindahkan ke dalam dua botol selai, masing-masing botol diberi label 7 hari dan 14 hari. Kemudian dilakukan pendinginan dan didiamkan dalam suhu kamar. Suhu optimal bagi pertumbuhan bakteri Gluconacetobacter xylinum yaitu berkisar pada suhu 28-31°C (Fitria, 2010). Apabila bakteri Gluconacetobacter xylinum hidup pada suhu kurang dari 28°C, pertumbuhan dari bakteri akan terhambat dan apabila bakteri hidup pada suhu diatas 31°C maka akan mengalami kerusakan, sehingga bakteri tidak dapat memproduksi nata atau tidak dapat berkembang. Bakteri Gluconacetobacter xylinum sangat memerlukan oksigen, sehingga dalam fermentasi tidak ditutup rapat, namun hanya ditutup untuk mencegah kotoran masuk ke dalam media yang dapat menyebabkan kontaminan (Fitria, 2010). Sehingga dalam proses fermentasi, wadah untuk pembentukan nata hanya ditutup dengan koran dan diikat dengan menggunakan karet gelang. Dari percobaan yang telah dilakukan, yaitu lama fermentasi selama 7 hari didapatkan nata de coco seberat 16 gram dengan ketebalan 0,5 mm. Kemudian pada nata dengan lama fermentasi 14 hari didapatkan nata de coco seberat 24,5 gram dengan ketebalan 0,6 mm. Namun, didapatkan air kelapa yang belum membentuk nata pada kedua sampel tersebut. Hal ini disebabkan karena lama fermentasi yang kurang lama, sehingga nata yang diproduksi belum maksimal. Waktu yang digunakan dalam pembuatan nata umumnya 2-4 minggu. Minggu ke 4 dari waktu fermentasi merupakan waktu yang maksimal untuk produksi nata. Hal ini berarti apabila fermentasi lebih dari 4 minggu, maka kualitas nata yang diproduksi akan menurun (Pramesti, 2007). Sehingga apabila didapatkan nata dengan kadar air yang masih tinggi dapat disimpulkan bahwa bakteri belum memproduksi nata secara maksimal yang diakibatkan oleh kurang lamanya proses fermentasi, sehingga nata dengan kadar air yang sedikit lebih baik karena bakteri memproduksi nata secara maksimal. Selain itu, terdapat faktor lain yang menyebabkan produksi nata tidak maksimal, yaitu adanya guncangan saat nata dipindahkan ke dalam ruangan, di mana getaran dan guncangan dapat menyebabkan aktivitas bakteri terhambat. Selain itu, guncangan dapat menyebabkan membran atau lapisan nata yang sudah terbentuk bisa rusak (Rochinta, 2012). BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa : 1. Nata de coco merupakan produk fermentasi dari air kelapa oleh bakteri Gluconacetobacter xylinum yang dalam proses pembuatannya ditambahkan gula dan pupuk ZA sebagai nutrisi bagi bakteri tersebut. Air kelapa yang digunakan dalam pembuatan nata harus berasal dari kelapa yang masak optimal. Kemudian dalam proses fermentasinya didiamkan selama 2-4 minggu pada suhu optimal yaitu 28o-31oC. 2. Peran Gluconacetobacter xylinum dalam proses fermentasi nata de coco adalah dengan memanfaatkan gula (glukosa) dan nutrisi yang terdapat pada air kelapa untuk aktifitas metabolisme bakteri tersebut dan sebagian lagi akan diuraikan menjadi suatu polisakarida yang dikenal dengan extracelluler selulose yang berbentuk gel. Polisakarida inilah yang dinamakan nata. 3. Limbah air kelapa dapat dimanfaatkan sebagai salah satu produk pangan fermentasi, yaitu nata de coco. Pemanfaatan seperti ini dapat mengurangi pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh limbah dan juga meningkatkan mutu serta nilai jual dari produk pangan tersebut. 5.2 Saran Sebaiknya kadar pH dari air kelapa diukur terlebih dahulu dan inkubasi dapat dilakukan di dalam inkubator untuk mendapatkan hasil yang lebih maksimal. DAFTAR PUSTAKA Astawan, M. 2004. Mikrobiologi Pangan. Malang : Universitas Muhamadiyah Malang. Fitria, A. 2010. Teknologi Pembuatan Nata de Coco. Bogor : Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian. Misgiyarta. 2007. Modelling the Rheological Behavior of Tender Coconut (Cococs nucifera L) Water and its Concentrates. India : Departement of Fruits and Vegetables Technology, Defence Food Research Laboratory. Pramesti, N. 2007. Pemanfaatan Air Kelapa Sebagai Media Pertumbuhan Mikroalga Tetraselmis sp. Lampung : FMIPA Universitas Lampung. Rochinta, D. 2012 . Pembuatan Nata de Coco. Bandung : Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA IKIP Bandung. BAB III METODE 3.1 Pelaksanaan Praktikum a. Waktu Praktikum Sabtu, 11 Mei 2019 b. Tempat Praktikum Lantai II, Laboratorium Biologi Dasar, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Mataram. 3.2 Alat dan Bahan Praktikum a. Alat-alat Praktikum 1. Autoclave 2. Beaker glass 3. Botol selai 4. Kain penyaring 5. Karet gelang 6. Kertas coklat 7. Kompor 8. pH meter 9. Plastik 10. Timbangan b. Bahan-bahan Praktikum 1. Ammonium sulfat (ZA) 2. Bakteri Gluconacetobacter xylinum 3. Gula pasir 4. Limbah air kelapa 3.3 Prosedur Kerja a. Limbah air kelapa disaring dengan kain agar terbebas dari partikel pengotor, kemudian diukur sejumlah 1 liter dan ditempatkan dalam beaker glass. b. Ditimbang gula pasir sebanyak 2% (20 gr) dan ammonium sulfat (ZA) sebanyak 0,5% (5 gr). Kemudian dimasukkan ke dalam beaker glass yang berisi air kelapa dan diaduk sambil dipanaskan sampai homogen. c. Ditempatkan medium dalam botol selai dengan volume masing-masing 100 ml, kemudian botol selai ditutup dengan kertas coklat dan plastik, kemudian diikat dengan karet gelang agar tidak lepas. d. Medium disterilisasi dengan autoclave pada temperature 121oC selama 15 menit pada tekanan 2 atm. e. Medium dalam botol selai didinginkan sampai benar-benar dingin. f. Medium diinokulasi dengan starter bakteri Gluconacetobacter xylinum sebanyak 3 ml secara aseptis. g. Diinkubasi pada suhu kamar selama 7 hari dan 14 hari. Lakukan pengamatan pada hari ke 7 dan hari ke 14.