Uploaded by Isna

MAKALAH HERPES

advertisement
HERPES ZOSTER
Dosen pengampu ; Masruroh, S.Si.T., M.Kes
Disusun oleh ;
1. Dwi Murti Sari
(032017B001)
2. Harlen Novita Sari
(032017B002)
3. Ismiati
(032017B004)
4. Isnani Arifiyani
(032017B005)
5. Kharista WM
(032017B006)
6. Lusia Lede
(032017B007)
7. Nia Kurni Asih
(032017B011)
8. Nofitasari Hidayah
(032017B012)
9. Novita Rahayu
(032017B015)
10. Nurul Hidayanti
(032017B016)
11. Siti Ramadhani
(032017B017)
12. Ulfa Aishah
(032017B018)
1
PROGRAM STUDI S1 KEBIDANAN TRANSFER
FAKULLTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS NGUDI WALUYO
2019
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.
Herpes zoster telah dikenal sejak zaman Yunani kuno. Herpes
zoster adalah infeksi virus pada kulit. Herpes zoster disebabkan oleh virus
yang sama dengan varisela, yaitu virus varisela zoster. Herpes zoster ditandai
dengan adanya nyeri hebat unilateral serta timbulnya lesi vesikuler yang
terbatas pada dermatom yang dipersarafi serabut saraf spinal maupun
ganglion serabut saraf sensorik dan nervus kranialis. Tercatat ada tujuh jenis
virus yang dapat menyebabkan penyakit herpes pada manusia yaitu, herpes
simpleks, Varizolla zoster (VZV), Cytomegalovirus (CMV), Epstein Barr
(EBV) dan human herpes virus tipe 6 (HHV-6), tipe 7 (HHV-7), tipe 8
(HHV-8). Semua virus herpes memiliki ukuran dan morfologi yang sama dan
semuanya melakukan replikasi pada inti sel. (Bruner dan Suddart. 2002)
Insiden herpes zoster tersebar merata di seluruh dunia, tidak ada perbedaan
angka kesakitan antara pria dan wanita. Angka kesakitan meningkat dengan
peningkatan usia. Diperkirakan terdapat antara 1,3-5 per 1000 orang per tahun. Lebih
dari 2/3 kasus berusia di atas 50 tahun dan kurang dari 10% kasus berusia di bawah
20 tahun. (Bruner dan Suddart. 2002)
Patogenesis herpes zoster belum seluruhnya diketahui. Selama terjadi
varisela, virus varisela zoster berpindah tempat dari lesi kulit dan permukaan
mukosa ke ujung saraf sensorik dan ditransportasikan secara sentripetal
melalui serabut saraf sensoris ke ganglion sensoris. Pada ganglion terjadi
infeksi laten, virus tersebut tidak lagi menular dan tidak bermultiplikasi, tetapi
tetap mempunyai kemampuan untuk berubah menjadi infeksius. Herpes zoster
pada umumnya terjadi pada dermatom sesuai dengan lokasi ruam varisela
yang terpadat. Aktivasi virus varisela zoster laten diduga karena keadaan
2
tertentu yang berhubungan dengan imunosupresi, dan imunitas selular
merupakan faktor penting untuk pertahanan pejamu terhadap infeksi endogen.
Komplikasi herpes zoster dapat terjadi pada 10-15% kasus, komplikasi
yang terbanyak adalah neuralgia paska herpetik yaitu berupa rasa nyeri yang
persisten setelah krusta terlepas. Komplikasi jarang terjadi pada usia di bawah
40 tahun, tetapi hampir 1/3 kasus terjadi pada usia di atas 60 tahun.
Penyebaran dari ganglion yang terkena secara langsung atau lewat aliran darah
sehingga terjadi herpes zoster generalisata. Hal ini dapat terjadi oleh karena
defek imunologi karena keganasan atau pengobatan imunosupresi.
Pada pasien mungkin muncul dengan iritasi, penurunan kesadaran yang
disertai pusing dan kekuningan pada kulit (jaudince) dan kesulitan bernafas
atau kejang. Lesi biasanya hilang dalam dua minggu. Pengaktifan virus yang
berdormansi tersebut dapat disebabkan penurunan daya tahan tubuh, stress,
depresi, alergi pada makanan, demam, trauma pada mukosa genital,
menstruasi, kurang tidur dan sinar ultraviolet. (Bruner dan Suddart. 2002)
Secara umum pengobatan herpes zoster mempunyai 3 tujuan utama
yaitu dengan
mengatasi inveksi virus akut, mengatasi nyeri akut yang
ditimbulkan oleh virus herpes zoster dan mencegah timbulnya neuralgia paska
herpetik.
Dari Latar belakang diatas maka penulis dapat meyimpulkan bahwa
herpes zoster adalah penyakit kulit disebabkan karena virus varisela zoster
yang ditandai dengan adanya nyeri hebat dan lesi pada kulit.
3
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Definisi
Herpes Zoster adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus
varisela yg menyerang kulit dan mukosa, infeksi, ini merupakan keaktifan
virus yang terjadi setelah infeksi primer (ilmu penyakit kulit dan kelamin).
Herpes zoster adalah radang kulit akut yang bersifat khas seperti gerombolan
vesikel unilateral, sesuai dengan dermatomanya (persyarafannya). Infeksi ini
dialami oleh seseorang yang tidak mempunyai kekebalan terhadap varicella
(misalnya seseorang yang sebelumnya tidak terinfeksi oleh varicella dalam
bentuk cacar air). (Smeitzer, Suzanne C.2001)
Menurut Purrawan Juradi, dkk (1982) herpes zoster adalah radang
kulit dengan sifat khasnya yaitu terdapat vesikel yang tersusun berkelompok
sepanjang persyarafan sensorik sesuai dengan dermatomnya dan biasanya
unilateral.
Menurut Arif Mansyur, herpes zoster (campak, cacar ular) adalah
penyakit yang disebabkan infeksi virus varicella. Zoster yang menyerang
kulit dan mukosa infeksi ini merupakan reaktivitas virus yang terjadi setelah
infeksi primer kadang-kadang infeksi berlangsung sub kronis.
Menurut Jewerz .E. dkk (1984) herpes zoster adalah suatu penyakit
sporadik yang melemahkan pada orang dewasa yang ditandai oleh reaksi
peradangan radiks posterior syaraf dan ganglia. Diikuti oleh kelompok
vesikel di atas kulit yang dipersyarafi oleh syaraf sensorik yang terkena.
Menurut Peruus herpes zoster adalah radang kulit akut yang
disebabkan oleh virus Varisella zoster dengan sifat khas yaitu tersusun
sepanjang persyarafan sensorik.
Kesimpulan dari penulis tentang Herpes zoster adalah penyakit
yang disebabkan oleh infeksi virus varisela zoster yang menyerang kulit dan
mukosa. Infeksi ini merupakan reaktivasi virus yang terjadi setelah infeksi
4
primer. Herpes zoster disebut juga shingles. Dikalangan awam popular atau
lebih dikenal dengan sebutan “dampa” atau “cacar air”.
B. Klasifikasi
Klasifikasi herpes zoster menurut Harahap,Marwali. 2000 adalah sebagai
berikut:
1.
Herpes zoster oftalmikus
Herpes zoster oftalmikus merupakan infeksi virus herpes zoster
yang mengenai bagian ganglion gasseri yang menerima serabut saraf dari
cabang ophtalmicus saraf trigeminus (N.V), ditandai erupsi herpetik
unilateral pada kulit. Infeksi diawali dengan nyeri kulit pada satu sisi
kepala dan wajah disertai gejala konstitusi seperti lesu, demam ringan.
Gejala prodromal berlangsug 1 sampai 4 hari sebelum kelainan kulit
timbul. Fotofobia, banyak kelar air mata, kelopak mata bengkak dan
sukar dibuka.
Gambar 1. Herpes zoster oftalmikus sinistra
2.
Herpes zoster fasialis
Herpes zoster fasialis merupakan infeksi virus herpes zoster yang
mengenai bagian ganglion gasseri yang menerima serabut saraf fasialis
(N.VII), ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit.
5
Gambar 2. Herpes zoster fasialis dekstra.
3.
Herpes zoster brakialis
Herpes zoster brakialis merupakan infeksi virus herpes zoster yang
mengenai pleksus brakialis yang ditandai erupsi herpetik unilateral pada
kulit.
Gambar 3. Herpes zoster brakialis sinistra
4.
Herpes zoster torakalis
Herpes zoster torakalis merupakan infeksi virus herpes zoster yang
mengenai pleksus torakalis yang ditandai erupsi herpetik unilateral pada
kulit.
6
Gambar 4. Herpes zoster torakalis sinistra
5.
Herpes zoster lumbalis
Herpes zoster lumbalis merupakan infeksi virus herpes zoster yang
mengenai pleksus lumbalis yang ditandai erupsi herpetik unilateral pada
kulit.
Gambar 5. Herpes zoster lumbalis
6.
Herpes zoster sakralis
Herpes zoster sakralis merupakan infeksi virus herpes zoster yang
mengenai pleksus sakralis yang ditandai erupsi herpetik unilateral pada
kulit.
7
Gambar 6. Herpes zoster sakralis dekstra.
C. Etiologi
Herpes zoster disebabkan oleh infeksi virus varisela zoster (VVZ)
dan tergolong virus berinti DNA, virus ini berukuran 140-200 nm, yang
termasuk subfamili alfa herpes viridae. Berdasarkan sifat biologisnya seperti
siklus replikasi, penjamu, sifat sitotoksik dan sel tempat hidup laten
diklasifikasikan kedalam 3 subfamili yaitu alfa, beta dan gamma. VVZ dalam
subfamili alfa mempunyai sifat khas menyebabkan infeksi primer pada sel
epitel yang menimbulkan lesi vaskuler. Selanjutnya setelah infeksi primer,
infeksi oleh virus herpes alfa biasanya menetap dalam bentuk laten didalam
neuron dari ganglion. Virus yang laten ini pada saatnya akan menimbulkan
kekambuhan secara periodik. Secara in vitro virus herpes alfa mempunyai
jajaran penjamu yang relatif luas dengan siklus pertumbuhan yang pendek
serta mempunyai enzim yang penting untuk replikasi meliputi virus spesifik
DNA polimerase dan virus spesifik deoxypiridine (thymidine) kinase yang
disintesis di dalam sel yang terinfeksi. (Harahap,Marwali. 2000)
D. Manifestasi klinis
1. Gejala prodromal sistematik (demam, pusing, malese) maupun gejala
prodomal lokal (nyeri otot tulang, gatal, pegal).
2. Setelah itu timbul eritema yang dalam waktu singkat menjadi vesikel yang
berkelompok, vesikel ini berisi cairan yang jernih kemudian menjadi keruh
(berwarna abu-abu) dapat menjadi pustule dan krusta. (Prof. dr. Adhi
Juwanda, 199:107).
3. Gambaran yang khas pada herpes zoster adalah erupsi yang lokalisata dan
hampir selalu unilateral
Menurut daerah penyerangnya dikenal :
a) Herpes zosrter of oftalmikus : menyerang dahi dan sekitar mata
b) Herpes zosrter servikalis : menyerang pundak dan lengan
c) Herpes zosrter torakalis : menyerang dada dan perut
d) Herpes zosrter lumbalis : menyerang bokong dan paha.
8
e) Herpes zosrter sakralis
f)
: menyerang sekitar anus dan getalia
Herpes zosrter atikum
: menyerang telinga.
(Prof.dr.Adhi Juwanda, 199:107)
E. Patofisiologi
Menurut (Price, Sylvia Anderson. 2005 )
9
F. Pemeriksaan penunjang
Tes diagnostik untuk membedakan dari impetigo, kontak dermatitis dan herps
simplex :
1.
Tzanck Smear
-
Preparat diambil dari discraping dasar vesikel yang masih baru,
kemudian diwarnai dengan pewarnaan yaitu hematoxylin-eosin,
Giemsa’s, Wright’s, toluidine blue ataupun Papanicolaou’s.
Dengan
menggunakan
mikroskop
cahaya
akan
dijumpai
multinucleated giant cells
-
Pemeriksaan ini sensitifitasnya sekitar 84%.
-
Test ini tidak dapat membedakan antara virus varicella zoster
dengan herpes simpleks virus
2.
Kultur dari cairan vesikel dan tes antibodi: Pemeriksaan digunakan untuk
membedakan diagnosis herpes virus
3.
Immunofluororescent : mengidentifikasi varicella di sel kulit
4.
Pemerikasaan mikroskop electron
5.
Kultur virus
10
6.
Identifikasi anti gen / asam nukleat VVZ
7.
Deteksi antibody terhadap infeksi virus
8.
Biopsi kulit, pemeriksaan histopatologis tampak vesikel intraepidermal
dengan degenerasi sel epidermal dan acantholysis. Pada dermis bagian
atas dijumpai adanya lymphocytic infiltrate. (Price, Sylvia Anderson.
2005 )
G. Penatalaksanaan medis
Terapi sistemik umumnya bersifat simtomatik, untuk nyerinya
diberikan analgetik, jika disertai infeksi sekunder diberikan antibiotik.Pada
herpes zoster oftalmikus mengingat komplikasinya diberikan obat antiviral
atau imunostimulator. Obat-obat ini juga dapat diberikan pada penderita
dengan defisiensi imunitas.Indikasi pemberian kortikosteroid ialah untuk
Sindrom Ramsay Hunt. Pemberian harus sedini-dininya untuk mencegah
terjadinya parasialis. ( Judith M. Wilkinson. 2006)
Terapi serng digabungkan dengan obat antiviral untuk mencegah
fibrosis ganglion.Pengobatan topical bergantung pada stadiumnya. Jika masih
stadium vesikel diberikan bedak dengan tujuan protektif untuk mencegah
pecahnya vesikel agar tidak terjadi infeksi sekunder bila erosit diberikan
kompres terbuka. Kalau terjadi ulserasi dapat diberikan salep antibiotik.(
Judith M. Wilkinson. 2006)
Karena infeksi HSV tidak dapat disembuhkan, maka terapi
ditujukan untuk mengendalikan gejala dan menurunkan pengeluaran
virus.
Obat
antivirus
analognukleosida
merupakan
terapi
yang
dianjurkan. Obat-obatan ini bekerja dengan menyebabkan deaktivasi
atau mengantagonisasi DNA polymerase HSV yang pada gilirannya
menghentikan sintesis DNA dan replikasi virus.( Judith M. Wilkinson.
2006)
Tiga obat antivirus yang dianjurkan oleh petunjuk CDC 1998
adalak asiklovir, famsiklovir, dan valasiklovir. Obat antivirus harus
dimulai
sejak
awal
tanda
kekambuhan
untuk
mengurangi
dan
mempersingkat gejala. Apabila obat tertunda sampai lesi kulit muncul,
11
maka gejala hanya memendek 1 hari. Pasien yang mengal ami
kekambuhan 6 kali atau lebih setahun sebaiknya ditawari terapi supresif
setiap hari yang dapat mengurangi frekuensi kekambuhan sebesar 75%.
Terapi topical dengan krim atau salep antivirus tidak terbukti efektif.
Terapi supresif atau profilaksis dianjurkan untuk mengurangi resiko
infeksi perinatal dan keharusan melakukan seksioses area pada wanita
yang positif HSV. Vaksin untuk mencegah infeksi HSV-2 sekarang
sedang diteliti.
H. Komplikasi
Komplikasi herpes zoster menurut Bricker dkk, 2002 adalah sebagai berikut:
1) Neuralgia paska herpetic
Neuralgia paska herpetik adalah rasa nyeri yang timbul pada daerah
bekas penyembuhan. Neuralgia ini dapat berlangsung selama berbulanbulan sampai beberapa tahun. Keadaan ini cenderung timbul pada umur
diatas 40 tahun, persentasenya 10 - 15 % dengan gradasi nyeri yang
bervariasi. Semakin tua umur penderita maka semakin tinggi
persentasenya.
2) Infeksi sekunder
Pada penderita tanpa disertai defisiensi imunitas biasanya tanpa
komplikasi. Sebaliknya pada yang disertai defisiensi imunitas, infeksi
H.I.V., keganasan, atau berusia lanjut dapat disertai komplikasi. Vesikel
sering manjadi ulkus dengan jaringan nekrotik.
3) Kelainan pada mata
Pada herpes zoster oftatmikus, kelainan yang muncul dapat berupa:
ptosis paralitik, keratitis, skleritis, uveitis, korioratinitis dan neuritis
optik.
4) Sindrom Ramsay Hunt
Sindrom Ramsay Hunt terjadi karena gangguan pada nervus fasialis dan
otikus, sehingga memberikan gejala paralisis otot muka (paralisis Bell),
kelainan kulit yang sesuai dengan tingkat persarafan, tinitus, vertigo,
gangguan pendengaran, nistagmus, nausea, dan gangguan pengecapan.
12
5) Paralisis motorik
Paralisis motorik dapat terjadi pada 1-5% kasus, yang terjadi akibat
perjalanan virus secara kontinuitatum dari ganglion sensorik ke sistem
saraf yang berdekatan. Paralisis ini biasanya muncul dalam 2 minggu sejak
munculnya lesi. Berbagai paralisis dapat terjadi seperti: di wajah,
diafragma, batang tubuh, ekstremitas, vesika urinaria dan anus. Umumnya
akan sembuh spontan.
I.
Prognosis
Herpes zoster merupakan penyakit self limiting atau dapat sembuh
sendiri dan biasanya sembuh dalam waktu 10:15 hari. Prognosis untuk pasien
usia muda dan sehat sangat baik karena Pada orang tua memiliki resiko yang
lebih tinggi untuk terjadinya komplikasi herpes zoster seperti neualgia
pascaherpes, infeksi sekunder dan timbulnya jaringan parut.
Varicella dan herpes zoster pada anak imunokompeten tanpa disertai
komplikasi
prognosis
imunokompromais,
biasanya
angka
sangat
morbiditas
baik
dan
sedangkan
mortalitasnya
pada
anak
signifikan.
(Blackwell Science, 2000)
DAFTAR PUSTAKA
Bruner dan Suddart. 2002. Edisi 8, Vol 2. Jakarta: EGC
Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi : konsep klinis proses-proses
penyakit. Jakarta : EGC
13
Judith M. Wilkinson. 2006. Buku Saku Diagnosa Keperawatan dengan Intervensi
Nic dan Noc. Jakarta : EGC
Djuanda, Adhi, dkk. 1993. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Edisi ke Dua.
Jakarta : FKUI
Harahap, Marwali.2000. Ilmu Penyakit Kulit. Hipokrates: Jakarta.
Smeitzer, Suzanne C.2001. Buku Ajar Keperawatan Medical-Bedah Brunner &
Suddarth. EGC: Jakarta
14
Download