PPG DALAM JABATAN UM TAHAP 2 TAHUN 2019 NAMA : YULIARGA SLAMET MAHERDIKA SUGITO, S.Pd NOMOR PESERTA : 19050415410271 KELAS DARING PEDAGOGIK : A : 154 –Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) PRODI SERTIFIKASI Tugas Akhir Modul 2 1. Soal: Carilah sedikitnya 3 artikel di jurnal online tentang topic penegakan hukum, kemudian analisis topic tersebut Jawab: Analisis Jurnal 1 1 Judul : Problematika penegakan hukum di Indonesia menuju hukum yang responsif . 2 berlandaskan nilai-nilai Pancasila Peneliti : Yadyn, Abdul Razak, Aswanto Penerbit : http://pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/699413c70548c75a4d377b0c9a623d8f.p . 3 . df 4 Metode . Penelitia merupakan penelitian normatif (Legal Research) dan Juridis sosiologis n (Socio Legal Research). 5 . Analisis : Penelitian ini merupakan penelitian hukum, yang tipe penelitiannya : Lawrence Friedman mengemukakan 3 aspek yang menjadi dasar keterpurukan hukum suatu negara, yakni struktur, substansi dan kultur. Ketiga pisau analisis Friedman tersebut, apabila dikombinasikan dengan keterpurukan penegakan hukum yang ada di Indonesia menjadi sangat tepat, mengingat berbicara mengenai sistem hukum, maka tidak akan terlepas dari 3 (tiga) komponen sistem hukum. Dari laporan penelitiannya, penulis mengungkapkan bahwa permasalahan penegakan hukum di Indonesia, terletak pada 3 faktor yakni, Integritas aparat penegak hukum, produk hukum dan tidak dilaksanakannya nilai-nilai Pancasila oleh aparat penegak hukum dalam pelaksanaan tugasnya sehari-hari. Analisis terhadap keseluruhan hasil penelitian berupa struktur hukum, terhadap aparat penegak hukum menempatkan 70% tingkat ketidakpercayaan masyarakat terhadap penegak hukum di Indonesia., disebabkan oleh berbagai faktor antara lain integritas aparat penegak hukum tersebut, rendahnya tingkat pelaksanaan kinerja oleh aparat penegak hukum, serta tidak diaplikasikannya nilai-nilai Pancasila dalam pelaksanaan tugas seharihari oleh aparat penegak hukum. Selanjutnya terkait keterpurukan hukum dalam hal substansi hukum, yaitu keseluruhan aturan hukum, norma hukum dan asas hukum, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis sudah ketinggalan zaman dan merupakan produk peninggalan penjajah Belanda, sehingga dirasakan kurang aspiratif dalam menyerap keinginan masyarakat Indonesia, dan tidak selaras dengan nilai-nilai Pancasila. Kemudian keterpurukan hukum dari aspek Kultur Hukum. Kebiasaan-kebiasaan atau praktek suapmenyuap merupakan kebiasan dalam penegakan hukum di Indonesia, 87% responden dari 3 lokasi penelitian menyatakan bahwa aparat penegak hukum di Indonesia belum bersih dari praktek suap-menyuap. Atas dasar hasil penelitian tersebut, dapat disimpulkan bahwa keterpurukan penegakan hukum di Indonesia terletak pada faktor integritas aparat penegak hukum, aturan hukum yang tidak responsif, serta tidak diaplikasikannya nilainilai Pancasila khususnya nilai kemanusiaan, nilai musyawarah untuk mufakat dan nilai keadilan dalam penegakan hukum oleh aparat penegak hukum, sehingga menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap penegakan hukum yang ada di Indonesia. Untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat, maka dibutuhkan aparat penegak hukum yang memiliki integritas baik, aturan hukum yang responsif yang sejalan dengan nilai-nilai Pancasila dan selanjutnya diimplementasikan ke dalam pelaksanaan tugas sehari-hari oleh aparat penegak hukum. Analisis Jurnal 2 1. Judul : Penegakan Hukum dan Perlindungan Negara (Analisys Kritis Terhadap Kasus Penistaan Agama Oleh Patahana Gubernur DKI Jakarta ) 2. Peneliti : M. Husein Maruapey 3. Penerbit : Jurnal Ilmu Politik dan Komunikasi Volume VII No. 1 /Juni 2017 https://jipsi.fisip.unikom.ac.id/_s/data/jurnal/volume7no1/3-mhusen-maruapey.pdf/pdf/3-m-husen-maruapey.pdf 4. Metode Penelitian : Tidak dijelaskan. Kerangka penulisan hanya menyajikan pendahuluan, tinjauan pustaka, pembahasan dan penutup. 5. Analisis : Tulisan M. Husein Maruapey yang dipublikasikan melalui Jurnal Ilmu Politik dan Komunikasi, Universitas Komputer Indonesia ini sejatinya mampu memberikan daya tarik dan rasa penasaran yang tinggi bagi siapapun untuk membaca dan menelaah lebih jauh isinya sebagai bahan referensi dan pembelajaran, terutama di kalangan praktisi hukum. Mengingat judul yang diangkat berkaitan dengan penegakan hukum dan perlindungan negara, analisis kritis terhadap kasus penistaan agama yang melibatkan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Kasus ini sempat menjadi tranding topic di dunia maya serta menjadi pembahasan utama berbagai media massa mainstream. Puncaknya adalah aksi demonstrasi di Monas bersandi 212 yang diikuti jutaan orang dari berbagai daerah di Indonesia. Hanya saja secara substansi, setelah membaca seluruh pembahasan yang disajikan, tulisan ini belum menggambarkan analisis kritis secara komprehensif atas kasus yang dihadapi Ahok, termasuk menjawab pertanyaan publik, apakah kasus Ahok telah sesuai dengan kaidah-kaidah hukum di Indonesia, atau sebaliknya kasus ini bergulir karena desakan publik yang begitu besar melalui berbagai aksi demontrasi. Penulis hanya menyajikan pembahasan terkait masalah utama penegakan hukum di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia bukanlah pada sistem hukum melainkan pada kualitas manusia yang menjalankan hukum (penegak hukum). Banyak faktor yang mempengaruhi lemahnya mentalitas aparat penegak hukum diantaranya lemahnya pemahaman agama, ekonomi, proses rekruitmen tidak transparan dan lain sebagainya. Persamaan dimata hukum nyatanya tidak berjalan dengan efektif. Kepercayaan masyarakat kepada penegakan hukum semakin memprihatinkan, bahkan aksi demo yang dilakukan 4 November 2016 serta disangkakannya Ahok belum dirasakan sebagai kesungguhan pemerintah dalam melaksanakan penegakan hukum, sehingga kesepakatan kaum muslimin untuk mengawal proses hukum penistaan Alquran yang dilakukan Ahok, kembali akan dilakukan melalui demonstarsi tanggal 2 desember 2016. Selain itu, penulis lebih banyak mengulas profil pribadi Ahok, prestasi yang telah diraihnya serta gaya kepemimpinan yang tegas dinilai cocok untuk memimpin Jakarta. Pada bagian penutup, penulis juga tidak menjelaskan keterkaitan judul dengan isi pembahasan dalam bentuk kesimpulan dan hanya memberikan rekomendasi kepada pemerintah terkait proses penegakan hukum. Hal ini dimaksudkan agar kewibawaan Negara dimata rakyat mendapat harkat dan martabatnya. Bahwa Negara menjamin dan melindungi seluruh warga negara. Negara menjamin hak-hak setiap warga negara, sebagaimana status dan fungsi dari negara itu sendiri yang diatur dalam Konstitusi Negara Republik Indonesia. Analisis Jurnal 3 1. Judul : Determinasi Media Dalam Mengawal dan Mendorong Penegakan Hukum Melawan Korupsi 2. Peneliti : Amir Machmud N.S 3. Penerbit : https://ejournal.undip.ac.id/index.php/mmh/article/view/5870/9905 4. Metode : Tidak ada karena merupakan artikel ilmiah dan bukan penelitian. Penelitian Kerangka penulisan terdiri dari Pendahuluan, Pembahasan, Simpulan dan Saran serta Daftar Pustaka. 5. Analisis : Pasca reformasi dan terbitnya Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, determinasi media dalam mengawal dan mendorong upaya penegakan hukum melawan korupsi di Indonesia menjadi fakta nyata yang mewarnai sebagian besar pemberitaan media massa, baik cetak, elektronik maupun media siber. Banyak skandal korupsi skala besar yang melibatkan pejabat negara dan tokoh politik dengan kerugian negara hingga ratusan miliaran berhasil di ungkap ke public sekaligus menjadi penekan bagi lembaga anti rasuah dalam pemberantasan korupsi. Terakhir, kasus yang paling menyita perhatian public adalah mega korupsi KTP elektronik yang melibatkan Ketua DPR sekaligus Ketua Partai Golkar Setya Novanto. Dalam kasus ini, masifnya determinasi media berhasil memainkan peran untuk membangun opini public, sehingga Setya Novanto di jebloskan ke penjara oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Tidak dapat dipungkiri, dalam konteks penegakan hukum di Indonesia yang masih diwarnai tarik menarik kepentingan politik, determinasi media menjadi salah satu faktor yang sangat menentukan keberhasilan pemberantasan korupsi, terutama oleh KPK. Pers memainkan fungsi tersebut sebagai amanat dari Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 untuk mengawal penyelenggaraan negara dan pemerintahan yang akuntabel dan transparan. Salah satu fungsi pers yakni melaksanakan control sosial yang merupakan penjabaran dari pemahaman bahwa kemerdekaan pers mencegah korupsi, kolusi dan nepotisme. Media mendeterminasi penegakan hukum melawan korupsi dengan mengetengahkan kebijakan pemberitaan yang berbasis framing atau pembingkaian dengan mengonstruksi realitas yang berorientasi pada sebesar-besarnya kemaslahatan publik. Satjipto Rahardjo dalam Sisi Lain dari Hukum di Indonesia menulis bahwa sesungguhnya perjalanan hukum penuh dengan likaliku yang tidak bisa dipolakan secara absolute-eksak. Namun hal itu tidak berarti hukum merupakan suatu institusi yang bisa dibengkakbengkokkan menurut selera orang. Hanya ingin ditunjukkan, bahwa penegakan hukum tidak segampang dan sejelas seperti yang dikatakan undang-undang, melainkan sarat akan intervensi sosial, politik, ekonomi serta praktik perilaku substansial dari orang-orang yang menjalankannya. Pada sisi inilah kebijakan pemberitaan media akan menjadi penentu, seberapa besar media berpihak dengan member ruang yang lebih besar dan kuat bagi element-element anti korupsi. Mengonstruksi realitas dalam pemberitaan media lewat hard news, artikel opini, tajuk rencana atau bahkan pojok merupakan langkah penting mengorientasikan keberpihakan media. Karena itu, agar determinasi media dalam mengawal dan mendorong upaya penegakan hukum melawan korupsi di Indonesia dapat terus berjalan, perlu terus didorong oleh kekuatan-kekuatan masyarakat sipil. Selain itu, pengawasan terhadap media dalam menjalankan fungsi-fungsinya harus secara konsisten dijalankan oleh lembaga-lembaga yang mempunyai akses pertanggungjawaban ke public, sehingga media tidak bias dalam melaksanakan tugas dan fungsi jurnalistiknya. 2. Soal: membaca artikel pada website berikut dan berikan argumentasi saudara: Lihat Url: https://www.scribd.com/doc/82254135/Gagasan-Negara-Hukum-Indonesia Jawab: Keberadaan Mahkamah Konstitusi sebagai salah satu hasil amandemen keempat Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan salah satu penegasan konsep negara hukum modern Indonesia. Keberadaan Mahkamah Konstitusi merupakan perwujudan cita-cita negara hukum yang harus di mulai dengan mengawal tegaknya konstitusi sebagai hukum tertinggi dalam sebuah negara hukum. Mahkamah Konstitusi mempunyai kedudukan yang penting sebagai salah satu organ konstitusional pelaksana kekuasaan kehakiman yang merdeka di samping dan sederajat dengan Mahkamah Agung. Gagasan Negara Hukum itu dibangun dengan mengembangkan perangkat hukum itu sendiri sebagai suatu sistem yang fungsional dan berkeadilan, dikembangkan dengan menata supra struktur dan infra struktur kelembagaan politik, ekonomi dan social yang tertib dan teratur, serta dibina dengan membangun budaya dan kesadaran hukum yang rasional dan impersonal dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Untuk itu, sistem hukum itu perlu dibangun (law making) dan ditegakkan (law enforcing) sebagaimana mestinya, dimulai dengan konstitusi sebagai hukum yang paling tinggi kedudukannya. Untuk menjamin tegaknya konstitusi itu sebagai hukum dasar yang berkedudukan tertinggi (the supreme law of the land), dibentuk pula sebuah Mahkamah Konstitusi yang berfungsi sebagai ‘the guardian’ dan sekaligus ‘the ultimate interpreter of the constitution’. Pembentukan Mahkamah Konstitusi diperlukan untuk menegakkan prinsip negara hukum Indonesia dan prinsip konstitusionalisme. Artinya tidak boleh ada undang-undang dan peraturan perundang-undangan lainnya yang bertentangan dengan Undang-undang Dasar sebagai puncak dari tata urutan perundang-undangan di Indonesia. Mahkamah Konstitusi mempunyai fungsi mengawal dan menjaga agar konstitusi sebagai hukum tertinggi dapat ditaati dan ditegakan dengan setegak-tegaknya, sekaligus dalam rangka mengendalikan, mengawal dan mengarahkan proses demokrasi kehidupan kenegaraan berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sebagai pengawal konstitusi dan pengarah demokrasi, Mahkamah Konstitusi juga berfungsi sebagai penafsir tertinggi atas Undang-Undang Dasar melalui putusan-putusannya sebagaimana mestinya. Karena itu, kedudukan dan peranan Mahkamah Konstitusi sangat penting dan strategis dalam rangka bekerjanya sistem ketatanegaraan Republik Indonesia di masa yang akan datang, guna mendukung upaya membangun kehidupan kebangsaan dan kenegaraan kita yang semakin demokratis, damai, sejahtera, mandiri, bermartabat, dan berkeadilan. 3. Soal: Silahkan membaca artikel pada website berikut dan berikan argumentasi saudara, lihat http://rechtsvinding.bphn.go.id/artikel/ART%205%20JRV%20VOL%206%20NO%2 01.PDF Jawab: 1 Judul : Peran Lembaga Peradilan Sebagai Institusi Penegak Hukum dalam . Menegakkan Keadilan Bagi Terwujudnya Perdamaian (Judical Institution Role as Law Enforcement Institution Upholding Justice for Peace) 2 Peneliti/Pe . : Ismall Rumadan nulis 3 Penerbit : http://rechtsvinding.bphn.go.id/artikel/ART%205%20JRV%20VOL . %206%20NO%201.PDF 4 Argumenta . si : Artikel berjudul Peran Lembaga Peradilan Sebagai Institusi Penegak Hukum dalam Menegakkan Keadilan Bagi Terwujudnya Perdamaian ini sangat tepat untuk menggambarkan kondisi kehidupan saat ini di Indonesia, terutama dalam hal peranan lembaga peradilan dalam menegakkan keadilan di Indonesia. Sistem penyelenggaraan hokum di Indonesia dewasa ini dalam suasana keambrukan. Artinya dalam satu subsistem dengan subsistem lainnya tidak saling bersinergi dalam menegakkan keadilan. Hal ini terjadi disebabkan oleh keberadaan dan kedudukan lembaga hukum yang berfungsi untuk penyidikan dan penuntutan berada dibawah kekuasaan eksekutif, sementara fungsi mengadili dan memutuskan berada di bawah kekuasaan Mahkamah Agung. Hal ini berakibat pada penegakkan hokum itu sendiri yang mengakibatkan penegakan hokum itu bersinggungan dengan kepentingan masing-masing lembaga, kepentingan untuk melindungi lembaga lebih penting daripada kepentingan menegakkan hokum itu sendiri. Dalam penelitian tersebut menunjukkan bahwa lembaga pengadilan sebagai lembaga yang dijamin indepensinya dalam menegakkan hokum dan keadilan masih dipengaruhi oleh kekuatan dan kekuasaan lain, terutama pengaruh kekuasaan eksekutif dan kekuatan politik. Peranan lembaga pengadilan belum sepenuhnya berfungsi, artinya semua tugas utama pengadilan untuk mewujudkan keadilan dan kedamaian masih belum bisa terwujud. Hal yang paling disoroti dan menjadi focus dalam kajian ini adalah kinerja dari pengadilan atau sistem peradilan Indonesia yang jauh dari kata memuaskan dan jauh dari rasa kenyamanand an kebahagiaan dari para pencari keadilan. Indonesia dewasa ini berada dalam kondisi krisis dan mengalami keterpurukan hokum. Kerusakan dan kemerosotan dalam perburuan keadilan melalui hokum modern disebabkan oleh permainan prosedur. Oleh karena itu perlu diperkuat institusi pengadilan sebagai benteng terakhir pencari keadilan untuk menghadirkan suasana dan perasaan damai bagi pencari keadilan. Diperlukan penguatan dari lembaga peradilan yang bisa berupa ketentuan dan aturan hokum yang mengatur cara-cara menegakkan hokum dan keadilan itu tersusun dengan baik dan benar. Untuk menjaga dan mewujudkan suatu putusan hakim yang adil dan mendapat respon yang penuh kedamaian dari para pencara keadilan, terdapat dua aspek penting yang harus dilkasanakan, yang pertama yaitu tata cara penegakan hokum (prosedural justice) dan hasil dari pegeakan hokum (substantive justice).