Makalah Al-Islam Kemuhammadiyahan II “Wudhu Mandi Wajib dan Tayamum” Dosen Pengampu : Ir. Atika Dewi Disusun Oleh : Muhammad Raflisyah 12 2018 066 Nyayu Halimah Tussakdiyah 12 2018 012P Siti Rahmayanti 12 2018 020P FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK KIMIA UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG 2019 KATA PENGANTAR Alhamdulillah, segala puji hanya bagi Allah seru sekian alam. Shalawat dan salam semoga tetap dicurahkan kepada Rasulullah Rahmat bagi alam semesta, para sahabat, keluarga dan umatnya. Makalah ini berjudul Wudhu’, Mandi Wajib dan Tayammum. Makalah ini bertujuan untuk menjelaskan ruang lingkup pembahasan mengenai permasalahan wudhu’, mandi dan tayammum. Kami menyadari tidak ada gading yang tak retak dan sesungguhnya kesempurnaan itu hanyalah milik Allah SWT. Sehingga apabila terdapat beberapa kesalahan atau penempatan dalam makalah ini mohon untuk dimaklumi. Semoga makalah wudhu’, mandi wajib dan tayammum ini bermanfaat, terutama bagi penulis dan pembaca pada umumnya. Palembang, Mei 2019 Penulis DAFTAR IS KATA PENGANTAR ..........................................................................................................1 DAFTAR ISI.........................................................................................................................2 BAB I PENDAHULUAN .....................................................................................................3 1.1. Latar belakang ..............................................................................................................3 1.2. Rumusan Masalah ........................................................................................................3 1.3. Tujuan Makalah............................................................................................................4 1.4. Manfaat Makalah..........................................................................................................4 BAB II PEMBAHASAN ......................................................................................................5 2.1.Wudhu.............................................................................................................................5 2.2. Mandi Wajib..................................................................................................................4 2.3. Tayammum....................................................................................................................15 BAB III PENUTUP ..............................................................................................................37 3.1.Kesimpulan .....................................................................................................................37 3.2. Saran ..............................................................................................................................3 DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................................40 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ibadah adalah sesuatu pekerjaan yang dicintai Allah Swt dan diridhaoi-Nya, perkataan, perbuatan lahir dan bathin. Untuk melaksanakan sebagian ibadah dan amalanamalan tertentu haruslah bersuci sebagai mana yang telah di jelaskan dalam Al-quran surat Al-Ma’idah ayat : 6, surat An-Nisa ayat : 43 dan beberapa Sabda Rasulullah SAW. (Rasid, S. 1964) dalam hukum islam, soal bersuci dan segala seluk-beluknya termasuk bagian ilmu dan amalan yang penting, terutama syarat-syarat sah Shalat telah ditetapkan bahwa seseorang yang akan mengerjakan abadah shalat diwajibkan suci dari hadas dan suci pula badan pakaiyan dan tempatnya dari najis. Firman Allah Swt dalam Al-quran Surat Baqoroh ayat 222 yang artinya “sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang tobat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri”. Thaharah atau bersuci ialah mengangkat atau menghilangkan hadats dan najis dari tubuh. Nasution, L. (1997) thaharah dari hadats ada tiga macam yaitu whudu’, mandi dan tayammum. Alat yang digunakan untuk bersuci ialah air untuk wudhu’ dan mandi; tanah untuk tayammum. Dalam hal ini air yang digunakan haruslah memenuhi persaratan, suci dan mensucikan atau disebut air mutlak. Demikian pula tanah untuk tayammum harus mempunyai persaratan yang ditentukan. 1.2. Rumusan Masalah 1. Apakah pengertian dari wudhu, mandi wajib dan tayamum? 2. Dasar-sadar hukum dari wudhu, mandi wajib dan tayamum? 3. Bagaimana tata cara pelaksanaan dari wudhu, mandi wajib dan tayamum? 1.3. Tujuan Makalah 1. Mengetahui apa saja yang dilakukan sebelum melaksanakan ibadah shalat 2. Mengetahui pengertian wudhu’, mandi dan tayammum 3. Mengetahui tata cara dari wudhu, mandi wajib dan tayamum 1.4. Manfaat Makalah Dengan mengetahui cara berwudhu, mandi wajib dan tayamum yang benar dan sesuai sunah diharapkan kita bisa mengaplikasikannya kehidupan sehari-hari. BAB II PEMBAHASAN 2.1. Wudhu 2.1.1 Pengertian Wudhu “Pada hari ini telah Kusempurnakan untukmu agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu nikmatKu, dan telah Kuridhoi Islam menjadi agama bagimu.” (QS. AlMaidah:3) Kunci shalat adalah bersuci, apabila kita telah berwudhu dengan baik, maka satu pintu diterimanya shalat telah terbuka. Berikut ini merupakan hal-hal yang berkaitan dengan berwudhu dan shalat. 1. Definisi Wudhu Wudhu secara etimologi berasal dari shigat, yang artinya bersih. Menurut wahbah AlZuhaili pengertian wudhu adalah mempergunakan air pada anggota tubuh tertentu dengan maksud untuk membersihkan dan menyucikan. Adapun menurut syara’, wudhu adalah membersihkan anggota tubuh tertentu melalui suatu rangkaian aktivitas yang dimulai dengan niat, membasuh wajah, kedua tangan dan kaki serta menyapu kepala. Pensyari’atan wudhu bertitik pijak pada dua dalil, yaitu Al-Qur’an al-Karim pada surat Al-Maidah ayat 6 dan Al-Sunah. “Hai rang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayamumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu degan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur. 2. Hukum Wudhu Hukum wudhu tidak bersifat mutlak tetapi tergantung kondisi dan kebutuhan. Berikut ini adalah hukum-hukum wudhu: A. Fardlu Ingin melaksanakan shalat dalam keadaan berhadats. Orang yang berhadats wajib berwudhu ketika hendak melaksanakan shalat, baik wajib maupun sunat, sempurna atau tidak sempurna. Barang siapa berwudhu untuk satu jenis saja maka ia boleh melakukan semuanya. Ketika hendak memegang mushaf Al-Qur’an Sebagian ulama mewajibkan berwudhu ketika hendak menyentuh Al-Qur’an sekalipun tulisan satu ayat di atas kertas, dinding, atau uang, berdasarkan Al-Qur’an: “Tidak menyentuhnya kecuali hamba-hamba yang disucikan.” Ulama hanafiah membolehkan menyentuh mushaf atau menuliskannya tanpa berwudhu dengan syarat: 1). Kondisi darurat / terpaksa. 2). Adanya pembungkus yang terpisah atau kulit yang bersambung dengannya. 3). Usia belum baligh, tetapi bagi yang sudah baligh dan wanita haidh tetap tidak boleh menyentuhnya kecuali dengan berwudhu baik dia sebagai guru atau murid. 4). Hendaklah ia seorang Muslim, tidak boleh seorang Muslim membiarkan orang kafir menyentuhnya selagi dia sanggup melarangnya. B. Wajib Wudhu wajib hukumnya bagi orang yang akan melaksanakan thawaf. Jumhur Ulama sepakat behwa hokum berwudhu bagi orang yang hendak thawaf adalah wajib. C. Sunat / Mandub / Mustahab Hukum wudhu adalah mandub (sunat) dalam banyak kondisi antara lain: a. Sebelum berdzikir dan berdo’a b. Sebelum tidur c. Setiap kali berhadats d. Setiap kali akan melaksanakan shalat e. Setelah membawa jenazah f. Ketika marah g. Beberapa pekerjaan baik, seperti adzan, iqamat, menyampaikan khutbah, mengkhitbah (melamar) perempuan dan ziarah ke makan Rasulullah. h. Sesudah melakukan kesalahan A. Makruh Wudhu hukumnya makruh dilakukan ketika mengulang wudhu sebelum menunaikan shalat dengan wudhu yang pertama, artinya berwudhu di atas wudhu yang lain hukumnya makruh. B. Mubah Wudhu hukumnya mubah, jika wudhu dilakukan untuk kebersihan dan kesegaran. C. Mamnu’ / Haram Hanafiah beralasan ketika berwudhu dengan air rampasan dan anak yatim. Pengikut Madzab Hanbali mengatakan: Tidak sah wudhu dengan air hasil rampasan (ghasab). a. Rukun Wudhu b. Niat adalah maksud hati terhadap sesuatu yang disertai dengan pelaksanaannya Adapun nita wudhu adalah suatu ketetapan hati untuk melakukan wudhu sebagai pelaksanaan dari perintah Allah SWT. Adapun dalil tentang kewajiban niat berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Umar ra bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Sesunggguhnya setiap amal itu tergantung pada niatnya” c. Mengucap Basmalah Dengan niat untuk berwudhu didalam hati, Rasulullah SAW memulai berwudhu dengan mengucapkan “Bismillah”. Namun, ada juga yang menganggap bahwa mengucap basmalah bukan merupakan rukun wudhu, melainkan sunat wudhu. d. Membasuh wajah Dalil wajibnya membasuh wajah adalah firman Allah SWT: “Maka basuhlah wajahmu.” Membasuh (al-ghaslu) adalah mengalirkan air ke anggota tubuh denganmerata. Menurut pendapat yang lain al-ghaslu adalah mengalirkan air ke atas sesuatu dengan tujuan untuk menghilangkan kotoran atau sejenisnya. Adapun batas membasud wajah adalah tinggi dari tempat tumbuhnya rambut (atas kening) sampai ke bawah dagu, lebar adalah jarak dua daun telinga. Bagi orang yang memiliki jenggot tipis hendaklah membasuh sampai air mengenai kulitnya. Bagi orang yang memiliki jenggot tebal hendaklah ia mentakhlilnya (menyela-nyela) a. Membasuh kedua tangan sampai siku Dalil perintah membasuh kedua tangan sampai siku adalah firman Allah: ”Dan membasuh kedua tangan sampai siku” Tangan adalah organ tubuh antara ujung jari sampai siku. Sedangkan siku adalah sendi yang terletak antara pangkal lengan dengan pergelangan tangan. Oleh sebab itu membasuh dua siku adalah wajib. Cara membasuh kedua tangan sampai siku adalah dimulai dari tangan kanan: ujung jari dengan membersihkan sela-sela jari, menggosok lengan sampai ke siku. Setelah selesai dengan tangan kanan sebanyak 3 kali, dilanjutkan tangan kiri dengan cara yang sama. b. Menyapu kepala Menyapu kepala termasuk telinga sebagai rukun wudhu didasarkan atas firman Allah SWT dalam surah Al-Maidah ayat 6: ”Dan sapulah kepalamu” Menyapu (almashu) adalah melewatkan tangan yang basah di atas anggota tubuh. Sedangkan kepala adalah suatu tempat yang biasa ditumbuhi rambut yang letaknya dari atas kening sampai ke belakang tengkuk dan termasuk kedalamnya adalah pelipis yang letaknya diatas tulang yang biasa timbul di wajah. Adapun menyapu sebagian kepala baik sedikit atau banyak, diperbolehkan sepanjang ia masih dalam pengertian yang benar tentang menyapu dan tentang menyapu satu atau tiga helai rambut saja hal itu tidaklah benar. Ada tiga cara mengusap kepala: Pertama, mengusap dengan dua tangan dimulai dari bagian dpan, terus kebelakang, kemudian dari belakang diteruskan ke dapan dan memasukkan jari telunjuk ke dalam kedua telinga, sedangkan ibu jari menggosok telinga bagaian luar. Kedua, apabial seseorang mengenakan serban dikepalanya maka cukup membasuh serbannya. Ketiga, membasuh ubun-ubun dan serban sekaligus. c. Membasuh kedua kaki sampai mata kaki Perintah membasuh kedua kaki sampai mata kaki dalam berwudhu berdasarkan firman Allah SWT: ”Dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki.” Dua mata kaki (ka’bain) adalah dua tulang yang menonol disamping, tepatnya dipersendian betis dengan telapak kaki. Membasuh kaki adalah wajib sesuai dengan kesepakatan umat berdasarkan nash Al-Qur’an dan hadits. Cara membasuh kedua kaki adlah dimulai dengan membasuh ujung-ujung jari sampai mata kaki, mencuci mata kaki dan membersihkan sela-sela jari kaki. Setelah selesai kaki kanan sebanyak 3 kali, dilanjutkan kaki kiri dengan cara yang sama. d. Tertib Tertib dalam melakukan wudhu hukumnya wajib. Artinya jika mendahulukan sebagian anggota dan mengakhirkan yang lain bukan menurut aturan sebagaimana yang disebutkan oleh Al-Qur’an, maka wudhunya batal atau tidak sah. Praktek wudhu menurut sunah (contoh Rasul) adalah tertib. Tidak terdapat suatu riwayatpun tentang wudhu melinkan beliau melakukannya dengan tertib. Yang dimaksud tertib disini adalah tersusun sebagaimana urutan dalam Al-Qur’an. e. Membaca doa setelah berwudhu Adapun riwayat yang menjelaskan tentang berdoa setelah berwudhu adalah hadits riwayat Muslim bahwa setelah berwudhu, nabi berdoa: ”Saya bersaksi bahwa tidak ada tuhan yang layak disembah kecuali Allah yang tidak pernah ada sekutu bagiNya dan saya bersaksi pula bahwa Muhammad adalah hamba dan utusanNya” Dalam hadits tersebut dikabarkan bahwa barangsiapa berwudhu dengan sempurna, kemudian berdo’a maka akan dibukakan pintu surga yang delapan, ia dapat masuk melalui pintu manapun yang dikehendaki. Subhanallah!. e. Syarat Wudhu Syarat menurut para ulama fiqh adalah sesuatu yang tergantung padanya keberadaan hukum syar’i dan ia berada di luar hukum itu sendiri. Ketiadaannya, hukum pun tidak ada. Fuqaha membagi syarat wudhu menjadi dua, yaitu syarat wajib dan syarat sah wudhu. a. Syarat Wajib Wudhu Wahbah al-Zuhaili, guru besar fiqih Universitas Damaskus mengemukakan bahwa wudhu diwajibkan kepada seseorang apabila ia memenuhi delapan syarat berikut: 1). Berakal, wudhu tidak wajib bagi orang gila, pingsan, kesurupan, tidur. 2). Baligh, wudhi tidak wajib bagi anak kecil yang belum baligh, tetapi wudhunya tetap sah. 3). Muslim, karena yang mendapat perintah dari Allah (Haakim) adalah khusus orang Islam (mahkum ’alaih). 4). Mampu menggunakan air yang suci dan cukup. Kemampuan orang yang menggunakan air menjadi syarat wajib wudhu, maka tidak wajib berwudhu bagi orang sakit karena ia tidak bisa mengunakannya juga ketika air tidak ada dan kalau seseorang mendapatkan sedikit air maka ia boleh membasuh satu kali satu kali. 5). Sedang berhadats kecil, seseorang yang telah berwudhu tidak ada kewajiban untuk mengulang lagi wudhunya. 6). Tidak sedang haid. 7). Tidak sedang nifas. 8). Ketika waktu untu mengerjakan ibadah sudah datang. b. Syarat Sah Wudhu Fuqaha madzhab Hanafi mengemukakan syarat sah wudhu ada tiga, sementara menurut jumhur ada empat, yaitu: 1). Menyiramkan air secara merata ke semua anggota tubuh yang dibasuh. 2). Menghilangkan apa-apa yang dapat menghalangi sampainya air ke anggota tubuh yang dibasuh. 3). Berhentinya segala yang membatalkan wudhu ketika wudhu dimulai, seperti haid, nifas dan hadats kecil 4). Berwudhu setelah masuk waktu seperti halnya orang yang bertayamum dan bagi yang memiliki udzur selalu berhadats seperti menetesnya air seni. Syarat keempat ini menurut jumhur fuqaha selain Hanafiah. f. Pembatal Wudhu Hal-hal yang dapat membatalkan wudhu adalah sebagai berikut: a. Segala sesuatu yang keluar dari dubur atau qubul. b. Melahirkan. c. Tidur lelap. d. Muntah. e. Hilang akal. f. Bersentuhan kulit pria dan wanita tanpa penghalang. g. Menyentuh kemaluan, qubul atau dubur. h. Tertawa dalam shalat. i. Makan daging unta. j. Memandikan mayat. k. Ragu berhadats atau tidak. l. Sesuatu yang mewajibkan mandi. 2.2. Mandi Wajib 2.2.1. Pengertian Mandi Wajib Pengertian Mandi Wajib Arti mandi menurut Bahasa adalah mengalirkan air pada salah satu anggota badan, sedangkan menurut istilah, mandi ialah mengalirkan air ke seluruh badan dengan niat mandi. Dengan demikian, mandi wajib adalah mengalirkan air ke seluruh badan dengan niat menghilangkan hadas yang mewajibkan mandi. 2.2.2. Sebab-Sebab Mandi Wajib Alasan seseorang Harus Mandi Wajib/Mandi Junub antara lain: 1) Keluar air mani secara jelas,; 2) Masuknya hasyafah (dzakar) pada farji wanita; 3) Selesai haid (menstruasi); 4) Melahirkan (wiladah) dan pasca melahirkan (nifas). 2.2.3. Tata Cara Mandi Wajib Tata cara mandi wajib menurut para ulama dibagi menjadi dua yaitu fardlu (wajib) dan sunah . Fardlu mandi wajib antara lain sebagai berikut : 1) Niat untuk mensucikan diri dari hadats besar; 2) Menghilangkan najis; dan 3) Meratakan air ke seluruh badan dengan cara menyiramkannya. Sedangkan yang disunahkan dalam mandi wajib adalah sebagai berikut : 1) Membaca basmallah; 2) Menghilangkan kotoran dan najis yang ada pada badan; 3) Membersihkan kemaluan atau beristinja’; 4) Berwudlu dengan sempurna dan membersihkan lipatanlipatan pada anggota wudhu; 5) Membasuh kepala dengan meratakan air keseluruh tubuh; 6) Mendahulukan anggota badan sebelah kanan; 7) Membasuh berulang seluruh badan sebanyak tiga kali; 8) Menghadap kiblat, dan tidak menyeka badan tanpa udzur; 9) Tidak berbicara kecuali ada kebutuhan. Adapun tata cara mandi wajib urutannya adalah sebagai berikut : 1) Membaca basmallah; 2) Membaca niat untuk menghilangkan hadas besar; 3) Berwudlu sebelum mandi; 4) Menyiramkan air ke seluruh tubuh dan menggosok-gosok seluruh anggota tubuh terutama bagian kemaluan hingga bersih sampai baunya hilang; dan 5) Lakukan pembersihan secara urut semua anggota badan sampai bersih dengan mendahulukan anggota badan yang kanan dari pada yang kiri. 2.2.4. Mandi Wajib Setelah Haid 1) Pengertian Haid Kata haid secara Bahasa adalah bentuk mashdar dari kata haadha yang berarti assailaan (mengalir) dan bersifat ‘urf (kebiasaan, waktu terjadinya dapat diketahui dan diperkirakan) sehingga secara keseluruhan haid diartikan mengalirnya darah pada perempuan dari tempat yang khusus (pada tubuhnya) dalam waktu-waktu yang diketahui. 2) Batas Waktu Haid Batas waktu haid yang dialami perempuan berbeda-beda. Hal tersebut terjadi karena perbedaan siklus dan kondisi tubuh masing-masing perempuan. Biasanya perempuan mulai haid pada umur 9 tahun, dan akan berhenti dengan sendirinya pada usia sekitar 60 tahun atau yang disebut dengan masa menopause (masa berhentinya haid). Adapun batas waktu haid yang paling pendek adalah satu hari satu malam (dalam arti hal itu diperkirakan 24 jam menurut kebiasaannya). Adapun masa haid yang paling lama yaitu 15 hari dan pada umumnya dialami selama 6 sampai 7 hari. 3) Hal – hal yang dilarang bagi wanita haid Perempuan yang sedang haid berarti dalam keadaan hadats besar, oleh karenanya dilarang untuk melakukan hal-hal berikut : (a) Melaksanakan Salat Wanita yang sedang haid, dilarang mengerjakan salat wajib atau salat sunah. Sesuai dengan sabda Nabi Muhammad SAW : “Apabila datang haid, maka tinggalkanlah salat” (HR. Bukhari). (b) Puasa Wanita yang sedang haid dilarang melaksanakan puasa wajib maupun puasa sunah tetapi apabila telah suci dari haid maka diperintahkan mengqada puasa wajibnya, sedangkan shalatnya tidak diqada. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW : (c) Tawaf Perempuan yang sedang haid dilarang melaksanakan tawaf ketika menunaikan ibadah haji atau umroh. Rasulullah SAW bersabda dalam hadits sebagai berikut : “Jika kamu haid maka kerjakan ibadah sebagaimana yang dikerjakan jama’ah haji kecuali tawaf di Baitullah sehingga suci” (HR. Bukhori). (d) Menyentuh Mushaf dan membaca Al Qur’an Allah SWT berfirman dalam surat Al Waqi’ah ayat 79 : Tidak ada yang menyentuhnya selain hamba-hamba yang disucikan (Q.S. Al Waqi’ah/56: 79). Disamping dilarang menyentuh Al Qur’an, perempuan haid juga tidak diperbolehkan membaca Al Qur’an baik dengan kata-kata maupun dengan isyarat. Sesuai dengan sabda Rasulullah saw, sebagai berikut : “Orang junub dan haid tidak boleh membaca sesuatupun dalam Al Qur’an” (HR. Ibnu Majah). (e) I’tikaf di Masjid Bagi perempuan haid dan orang junub dilarang masuk masjid atau melakukan i’tikaf. Rasulullah SAW bersabda : “Saya tidak menghalalkan masjid untuk orang haid dan junub” (HR. Abu Daud). Para Ulama Asy-Syafi’iyah dan al Hanabilah membolehkan bagi perempuan haid dan nifas sekedar numpang lewat di masjid, jika yakin tidak mengotorinya. (f) Bersetubuh Pasangan suami istri haram melakukan hubungan suami istri saat istri sedang haid, harus menunggu sampai istri kembali suci. Sebagaimana firman Allah SWT : Dan janganlah kamu dekati mereka sebelum mereka suci. (Q.S. Al Baqarah/2: 222). (g) Bercerai Suami tidak boleh menceraikan istrinya saat sedang haid, suami harus menahan dulu talaknya sampai istrinya selesai haid. 2.3. Tayamum 2.3.1 Pengertian Tayamum Tayamum berasal dari akar kata “tayammama” yang berarti bermaksud. Secara istilah tayamum adalah menyampaikan debu kepada wajah dan kedua tangan dengan niat khusus. Tayamum merupakan sarana bersuci pengganti wudhu (hadas kecil) dan mandi wajib (hadas besar) ketika terdapat uzur untuk melakukannya. Tata cara tayamum untuk kedua hadas tersebut adalah sama. Hanya saja, tayamum karena hadas kecil menjadi batal jika terdapat hal-hal yang membatalkan wudhu, sementara tayamum dari hadas besar tidak batal karena terdapat hal-hal tersebut tapi menjadi batal jika menemukan air dan mampu menggunakannya. 2.3.2. Dalil-dalil tentang tayammum Tayamum adalah ibadah yang hanya Allah syariatkan untuk umat Nabi Muhammad SAW. Pensyariatan tayamum ini didasarkan pada Alquran dan hadits. Adapun Alquran yaitu firman Allah SWT: َ ص ِعيدًا ط ِيبًا َ َو ِإ ْن ُك ْنت ُ ْم َم ْر َ ِسفَر أ َ ْو َجا َء أ َ َحد ٌ ِم ْن ُك ْم ِمنَ ْالغَائِ ِط أ َ ْو ََل َم ْست ُ ُم الن َ ضى أ َ ْو َعلَى َ سا َء َف َل ْم ت َِجد ُوا َما ًء فَتَ َي َّم ُموا ُس ُحوا ِب ُو ُجو ِه ُك ْم َوأَ ْيدِي ُك ْم ِم ْنه َ فَا ْم “Dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu.” (Al-Mâidah: 6). Dan hadits Nabi SAW: َ ت ت ُ ْر َبت ُ َها لَنَا ْ ََو ُج ِعل ِإذَا لَ ْم ن َِج ِد ْال َما َء،ورا ً ط ُه “Dan dijadikan debunya bagi kita suci jika tidak menemukan air.” (HR. Muslim). 2.3.3. Sebab Tayamum Tayamum boleh dilakukan karena: 1. Tidak terdapat air. 2. Terdapat air tapi tidak dapat menggunakannya karena beberapa alasan, yaitu: a.) Sakit. Jika seseorang sedang sakit maka boleh bertayamum jika khawatir bertambahnya sakit, terlambat sembuh, menimbulkan cela yang besar pada anggota tubuh yang tampak, atau menyebabkan cacat pada anggota tubuh. Bahkan bisa menjadi wajib jika khawatir meninggal dunia jika tidak bertayammum. b.) Kebutuhan atas air. Jika terdapat air namun dibutuhkan oleh hewan yang terhormat maka dibolehkan bagi seseorang untuk bertayamum. Yang dimaksud dengan hewan yang terhormat adalah setiap hewan yang dilarang dibunuh tanpa sebab.Hewan tidak terhormat adalah hewan yang boleh dibunuh, yaitu enam hewan: Orang yang meninggalkan shalat karena enggan atau malas. Pezina yang muhsan, yaitu seseorang yang berzina setelah pernah sebelumnya melakukan hubungan badan melalui akad nikah yang sah. Orang kafir harbi, yaitu orang kafir yang bukan merupakan ahlu dzimmah, bukan seseorang yang berada di bawah perlindungan kaum muslimin, atau tidak memiliki perjanjian damai dengan kaum muslimin. Orang murtad, yaitu orang yang memutuskan tali Islam baik dengan niat, ucapan ataupun perbuatan. Anjing yang mengganggu. Babi, karena ia lebih buruk dari anjing. Air dijual dengan harga diatas rata-rata. c.) Terdapat sesuatu yang menghalangi mencapai air seperti binatang buas. d.) Air berada di tempat yang sangat jauh. e.) Keadaan yang tidak memungkinkan memakai air, seperti kondisi sangat dingin. 2.3.4. Syarat Tayamum Terdapat tujuh syarat sah tayammum, yaitu: 1. Bertayamum dengan debu. Syarat-syarat debu yang boleh digunakan untuk tayamumadalah: Suci (tidak najis). Dapat mensucikan (bukan mustakmal). Debu mustakmal adalah debu yang masih berada di anggota tayamum atau yang sudah terlepas darinya. Begitu pula debu yang digunakan untuk membersihkan najis. Murni yaitu yang tidak tercampur dengan benda lain meskipun sedikit, seperti pasir, tepung. Memiliki serbuk debu, yaitu ditandai dengan ada yang menempel di anggota tayamum. 2. Menghilangkan najis terlebih dahulu, karena tayamum adalah cara bersuci yang lemah (pengganti). 3. Menentukan arah kiblat dengan berijtihad jika belum mengetahuinya. 4. Sudah masuk waktu shalat, karena tayamum adalah cara bersuci dalam keadaan darurat sementara tidak dianggap darurat jika belum masuk waktu shalat. Nabi SAW bersabda: ُص َّليْت َّ أ َ ْينَ َما أَد َْر َكتْنِي ال َ صالَة ُ ت َ َمسَّحْ تُ َو “Dimana saja aku bertemu waktu shalat maka aku akan membasuh (bertayamum) dan shalat.” (HR. Ahmad). 5. Bertayamum untuk setiap satu shalat wajib. Al-Baihaqi meriwayatkan dari Ibnu Umar RA: “Seseorang bertayamum untuk setiap shalat meskipun belum batal.” 2.3.4. Rukun Tayamum Tayamum memiliki lima rukun, yaitu: 1. Memindahkan debu. Maksudnya memindahkan debu dari sebuah tempat ke wajah dan kedua tangan. 2. Niat, yaitu berniat melakukan tayamum. Yang diniatkan dalam tayamum adalah berniat tayamum agar boleh melaksanakan shalat, bukan untuk menghilangkan hadas, karena tayamum tidak dapat menghilangkan hadas. Niat dimulai sejak perbuatan memindahkan debu dan terus berlanjut hingga membasuh sebagian wajah. Dianjurkan melafalkan niat tayamum. Contoh niat tayammum: Nawaytut tayammuma listibahatis shalati ( ن ََويْتُ التَّيَ ُّم َم َِل ْس ِتبَا َح ِة ِصالَة َّ )ال. 3. Membasuh seluruh muka. Tapi tidak diwajibkan –atau bahkan tidak disunahkan— mengusap debu hingga tempat tumbuhnya rambut. 4. Membasuh kedua tangan. Cara yang dianjurkan dalam membasuh tangan adalah sebagai berikut: letakkan jari-jemari tangan kiri secara menyilang (horizontal) di punggung jemari kanan kecuali ibu jari. Tarik tangan kiri ke arah pergelangan. Sampai di pergelangan genggam pergelangan dengan jemari dan terus menarik tangan kiri sampai ke siku-siku. Sampai di siku-siku putarlah telapak tangan hingga berada di bagian dalam siku-siku lalu tarik kembali tangan kiri tersebut ke pergelangan. Lalu gerakkan ibu jari untuk menyapu punggung ibu jari kanan. Nabi SAW bersabda: َان َ اَلتَّيَ ُّم ُم: ض ْربَةٌ ِل ْليَدَي ِْن إِلَى ْال ِم ْرفَقَي ِْن َ ض ْربَةٌ ِل ْل َوجْ ِه َو َ ِ ض ْربَت “Tayamum itu dua kali hentakan: hentakan untuk wajah dan hentakan untuk kedua tangan hingga kedua siku-siku.” (HR. Daruquthni). 5. Tertib antara kedua basuhan, karena tayamum adalah pengganti wudhu. Maka sebagaimana diwajibkan tertib dalam wudhu maka diwajibkan pula dalam tayamum. 2.3.5. Sunah Tayamum Setiap perbuatan yang disunahkan dalam berwudhu maka disunahkan pula dalam tayamum, kecuali menigakalikan basuhan dan menyela-nyela jenggot. Selain sunahsunah tersebut, ditambah pula lima perbuatan yang disunahkan dalam tayamum, yaitu: 1. Merenggangkan jari-jemari. 2. Mengurangi debu di tangan setelah mengambilnya dengan cara menepuk kedua telapak tangan atau dengan meniupnya. Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ammar bin Yasir: “Nabi SAW memukulkan dengan kedua telapak tangannya ke atas tanah kemudian beliau mengurangi debunya.” Dalam riwayat lain: “Kemudian beliau meniupnya.”(HR. Bukhari). 3. Tidak mengangkat tangannya dari anggota tayamum hingga selesai membasuh seluruhnya. 4. Melepas cincin pada hentakan pertama ke tanah (untuk mengusap muka). Adapun pada hentakan kedua (untuk mengusap tangan) maka hukumnya wajib jika dapat menghalangi debu ke permukaan kulit. 5. Tidak menghilangkan debu dari anggota tayamum hingga selesai shalat. 2.3.6 Pembatal Tayamum Hal-hal yang membatalkan tayamum ada empat, yaitu: 1. Semua perbuatan yang membatalkan wudhu. 2. Murtad, karena tayamum dilakukan untuk kebolehan melaksanakan shalat sehingga hal itu tidak diperlukan bagi orang yang murtad. Berbeda dengan wudhu dan mandi karena keduanya bertujuan menghilangkan hadas bukan sekedar untuk kebolehan melaksanakan shalat. 3. Menemukan air bagi yang bertayamum karena tidak terdapat air. Rasulullah SAW bersabda: َّ ص ِع ْيدَ ال َ ب فَإِ َّن ذَلََِ ََي ٌْر،ُسهُ بَش ََرتَه َّ فَإِذَا َو َجدَ ْال َما َء فَ ْليُ ِم، َ َوإِ ْن لَ ْم يَ ِج ِد ْال َما َء َعش ََر ِسنِيْن،ط ُه ْو ُر ْال ُم ْس ِل ِم َّ إِ َّن ال َ ِطي “Sesungguhnya debu yang baik adalah alat bersuci bagi seorang muslim meskipun ia tidak menemukan air selama sepuluh tahun. Jika ia menemukannya maka hendaknya ia menyentuhkannya pada kulitnya karena itu lebih baik baginya.” (HR. Abu Daud). Jika orang tersebut menemukan air setelah selesai melaksanakan shalat maka shalatnya sah dan tidak perlu mengulangnya. Begitu pula, jika ia menemukannya ketika sudah masuk dalam shalat maka ia boleh menyempurnakan shalatnya itu. Tapi jika ia membatalkannya lalu melaksanakan shalat dengan berwudhu maka itu lebih afdhal. 4. Mampu menggunakan air, seperti orang yang sembuh dari penyakitnya. 2.3.7. Orang yang Tidak Mendapatkan Dua Sarana Bersuci (Air dan Debu) Orang yang tidak mendapatkan air dan debu (faaqid ath-thahuurain) maka hukumnya adalah sebagai berikut: 1. Ia tetap harus melaksanakan shalat wajib demi menghormati waktu. 2. Jika ia dalam keadaan junub (hadas besar) maka tidak boleh membaca Alquran selain surah al-Fatihah. 3. Tidak boleh menjadi imam. 4. Wajib mengqadha shalat yang dilakukannya. Jika orang yang tidak menemukan air dan debu mendapatkan keduanya atau salah satunya setelah selesai melaksanakan shalat, maka: 1. Jika mendapatkan air maka ia wajib mengqadha shalatnya, baik ia mendapatkannya ketika masih di dalam waktu shalat ataupun sesudah keluar waktunya. 2. Jika mendapatkan debu, maka: Jika sebelum keluar waktu maka ia wajib mengqadha shalatnya. Jika setelah keluar waktu shalat, maka: Jika kewajiban mengqadha shalat dapat gugur dengan tayamum maka ia wajib bertayamum dan mengulangi shalatnya. Ini adalah keadaan dimana seseorang bertayamum di tempat yang umumnya tidak ada air, seperti dalam perjalanan. Namun, jika kewajiban mengqadha shalat tidak dapat gugur dengan tayamum maka ia tidak wajib bertayamum untuk mengulangi shalatnya karena tidak ada guna mengulanginya. Ini adalah keadaan dimana seseorang bertayamum di tempat yang pada umumnya terdapat air, seperti ketika seorang dalam keadaan mukim. Kesimpulannya: jika tayamum dapat menggugurkan kewajiban mengqadha shalat maka wajib baginya bertayamum dan mengulangi shalatnya. Tapi jika tidak maka ia tidak wajib melakukannya. 2.3.8. Mengqadha Shalat bagi Yang Bertayamum Keadaan wajib mengqadha shalat bagi orang yang bertayamum Orang yang bertayamum wajib mengqadha shalat yang dilakukannya dalam delapan keadaan, yaitu: 1. Orang yang bermaksiat dengan perjalanan yang ia lakukan meskipun ia berada di tempat yang pada umumnya tidak terdapat air. 2. Orang yang tidak mendapatkan air di tempat yang pada umumnya terdapat air, baik dalam perjalanan atau tidak. 3. Orang yang lupa akan airnya di tempatnya sendiri. 4. Orang yang kehilangan air di tempatnya sendiri. 5. Orang yang bertayamum karena cuaca dingin. 6. Orang yang bertayamum karena sebagian anggota tayamumnya (wajah dan kedua tangan) tertutup sesuatu, seperti perban luka. 7. Orang yang bertayamum karena salah satu anggota tubuhnya tertutup sesuatu padahal anggota tersebut masih dalam keadaan hadas, atau penutup tersebut lebih dari batas yang diperlukan. 8. Orang yang bertayamum memiliki najis yang tidak dimaafkan sementara ia tidak mampu menghilangkan najis tersebut. Keadaan tidak wajib mengqadha bagi yang bertayamum Seseorang yang bertayamum tidak wajib mengqadha shalatnya dalam empat belas keadaan, yaitu: 1. Orang yang bertayamum di tempat yang pada umumnya tidak terdapat air. 2. Air yang ada adalah air yang khusus disedekahkan (mâun musabbal) untuk selain bersuci. 3. Tidak terdapat alat untuk mengambil air. 4. Terdapat penghalang dari air, seperti binatang buas atau musuh. 5. Khawatir meninggal dunia, seperti tenggelam karena terjatuh dari perahu ketika mengambil air. 6. Orang sakit yang yang khawatir meninggal jika menggunakan air. 7. Kekhawatiran terlambat sembuh. 8. Kekhawatiran bertambah sakit. 9. Kekhawatiran muncul cela berat pada anggota tubuh yang tampak. 10. Air dibutuhkan untuk minum hewan yang dihormati. 11. Air akan dijual untuk kebutuhan atau untuk membayar hutang. 12. Air dijual lebih mahal dari harga biasa. 13. Tidak mampu membeli air. 14. Memerlukan air untuk kebutuhan atau membayar hutang. BAB III KESIMPULAN DAN SARAN 3.1 KESIMPULAN 1. Membasuh anggota wudhu pada saat berwudhu seakan-akan sudah membasuh seluruh tubuh, karena jika jumlah tulang yang kita basuh dikalikan 3 (untuk pembasuhan 3 kali) dan dikalikan 1 (untuk pembasuhan 1 kali), maka jumlahnya 354 sama dengan jumlah hari dalam 1 tahun dan jumlah tulang manusia. 2. Dalam berwudhu, kita diperintahkan untuk menggosok sela-sela jari, karena ternyata dibagian itulah berjalan serabut saraf, arteri, vena, dan pembuluh limfe. Penggosokan daerah sela-sela jari dapat memperlancar aliran darah perifer (terminal) yang menjamin pasokan makanan dan oksigen. 3. Menurut ilmu akupuntur, telinga adalah representasi dari tubuh manusia. Melakukan stimulasi seperti wudhu akan berpengaruh baik terhadap fungsi organ dalam tubuh kita. 4. Tayammum adalah mengusap muka dan kedua tangan dengan debu yang suci pada saat-saat tertentu, sebagai pengganti wudhu’ dan mandi dengan syarat dan rukun yang tertentu. Dilarang bertayamum dengan tanah berlumpur, bernajis atau berbingkah. Pasir halus, pecahan batu halus boleh dijadikan alat melakukan tayamum. Tayamum hanya di khususkan pada peristiwa-peristiwa kritis tidak ada air. 5. Orang yang melakukan tayamum lalu shalat, apabila air sudah tersedia maka ia tidak wajib mengulang sholatnya. Tayamum untuk hadas hanya bersifat sementara dan darurat hingga air sudah ada. 6. Tayammum dianggap batal apabila menemukan air jika yang menyebabkan bertayammum adalah karena tidak ada air, bagi yang bertayammum karena sakitnya yang berbahaya jika menyentuh air maka tayammum dianggap batal jika sakitnya telah sembuh. 7. Hal yang membatalkan tayammum adalah jika keluar dari agama islam (murtad), serta semua yang membatalkan wudhu juga dapat membatalkan tayammum. B. SARAN 1. Selalu bersyukur, atas semua yang telah Allah perintahkan, niscaya semua ada hikma dan manfaatnya. DAFTAR PUSTAKA Gerakan Shalat Bermanfaat Untuk Kesehatan Tubuh. Diakses dari http://tahajudcallmq.wordpress.com. Indah Mulya. 2008. Gerakan Shalat Mengandung Terapi Kesehatan. Dari edisi no. 477 Tahun VI. Abi Nizma. 2006. Gerakan Shalat dan Kesehatan di Dalamnya. Diakses dari www.dudung.net. Diakses dari http://id.shvoong.com/books/guidance-self-improvement/1926942-mukjizat- gerakan-shalat-untuk-pencegahan/. Anonim. http://eprints.walisongo.ac.id/4883/3/093111336_bab2.pdf. Diakses tanggal 15 Mei 2019 Anonim. http://salafivilla.blogspot.com/2009/06/hukum-seputar-tayammum.html . Diakses pada tanggal 15 Mei 2019.. 40