4 BAB II KEGAGALAN KONSTRUKSI 2.1 Deskripsi Singkat Dalam pertemuan ini akan dipelajari materi kegagalan yang terjadi pada konstruksi. Materi dalam bab ini antra diambil dari makalah dengan judul Latar Belakang dan Kriteria dalam Menentukan “Tolok Ukur” Kegagalan Bangunan (Steffie Tumilar-HAKI, Jakarta, Mei 2006), http://wwwjalanjembatan.blogspot.com/2009/04/ penyebab-indikator-kegagalan-bangunan.html untuk kegagalan pada bangunan jalan dan jembatan, http://edypatrawijaya.blogspot.com/2010/07/kegagalan-struktur- bangunan-gedung.html untuk kegagalan pada bangunan gedung. Pada akhir materi diberikan contoh laporan identifikasi kegagalan konstruksi pada pasar X yang terjadi pada masa pelaksanaan. 2.2 Sub Kompetensi Pada akhir pertemuan ini mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan pengertian kegagalan konstruksi, contoh-contoh kegagalan konstruksi, penyebab dan cara penanganannya. 2.3 Materi Belajar 2.3.1 Pendahuluan. Dengan dikeluarkannya UU-RI No.18 Tahun 1999 Tentang Jasa Konstruksi dan Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Jasa Konstruksi, Peraturan Pemerintah No.29 Tahun 2000, maka timbul berbagai komentar dari berbagai Asosiasi Profesi terutama perihal definisi dari “Kegagalan Bangunan” (“Building Failure”) serta penerapan dari Undang-Undang tersebut. Dampak ini melanda pengguna Jasa Konstruksi dan pihak Asuransi, karena definisi yang ditentukan dalam Undang-Undang tersebut spektrumnya sangat luas sehingga sulit untuk diterapkan. Sejak tahun 2000 telah dilakukan pembahasan mengenai “Kegagalan Bangunan” khususnya perihal definisinya dengan berbagai Asosiasi Profesi dan pihak Sekber Jasa Asuransi, dan HAKI (Himpunan Akhli Konstruksi Indonesia) 5 berpartisipasi dalam aktivitas tersebut. Tetapi setelah berlangsung sekian lama, pembahasan tidak dapat menghasilkan sesuatu yang konkrit karena pembahasan masih berputar disekitar definisi “Kegagalan Bangunan” yang ternyata sangat kompleks dan tidak sesederhana seperti yang diungkapkan dalam Undang-Undang. Untuk memungkinkan terlaksananya Undang-Undang tersebut maka perlu dibuat rambu-rambu mengenai kriteria dan Tolok Ukur Kegagalan Bangunan yang lebih realistis dan spesifik. 1) Apa yang dimaksudkan dengan “Kegagalan” (Failure)? a) UU-RI No.18 Tahun 1999 Tentang Jasa Konstruksi, Bab 1, Pasal 1 ayat 6 adalah: Kegagalan bangunan adalah keadaan bangunan, yang setelah diserah terimakan oleh penyedia jasa kepada penguasa jasa, menjadi tidak berfungsi baik secara keseluruhan maupun sebagian dan/atau tidak sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam kontrak kerja konstruksi atau pemanfaatannya yang menyimpang sebagai akibat kesalahan penyedia jasa dan/atau pengguna jasa. Menurut Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Jasa Konstruksi, Peraturan Pemerintah No.29 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi, Bab V Pasal 34 adalah: Kegagalan bangunan merupakan keadaan bangunan yang tidak berfungsi, baik secara keseluruhan maupun sebagian dari segi teknis, manfaat, keselamatan dan kesehatan kerja, dan atau keselamatan umum sebagai akibat kesalahan Penyedia jasa dan atau Pengguna jasa setelah penyerahan akhir pekerjaan konstruksi. Catatan: Perihal tanggung jawab, jangka waktu tanggung jawab, Pihak Ketiga selaku penilai dan ganti rugi dapat dilihat pada Bab V, Pasal 35s/d 48. b) Dov Kaminetzky,”Design and Construction Failures”-Lessons from Forensic Investigation, McGraw-Hill,Inc,1991 menyatakan, “failure” is human act and is defined as: omission of occurrence or performance; lack of success; nonperformance; insufficiency; loss of strength; and cessation of proper functioning or performance. c) N Ananda Coomarasamy, Senior Civil Engineer, Construction & Maintenance Department Port of Singapore Authority, “Construction Related Structural Failures”, International Conference on Structural Failure, ICSF 87, Singapore, 30-31 March 1987 mengemukakan, Structural failure may be defined as the behaviour or performance of a structure not in agreement with the expected condition of stability and desired service. Failure can also refer to total collapse 6 and defects of such nature that are irrepairable or uneconomical to repair for proper usage. d) HAKI pada tahun 2001 coba mengkaitkan dengan UU-RI No.18 Tahun 1999 Tentang Jasa Konstruksi, dan memberikan usulan definisi sebagai berikut: Definisi Umum: Suatu bangunan baik sebagian maupun keseluruhan dinyatakan mengalami kegagalan bila tidak mencapai atau melampaui nilai-nilai kinerja tertentu (persyaratan minimum , maksimum dan toleransi) yang ditentukan oleh Peraturan, Standar dan Spesifikasi yang berlaku saat itu sehingga bangunan tidak berfungsi dengan baik. Definisi Kegagalan Bangunan akibat Struktur. Suatu bangunan baik sebagian maupun keseluruhan dinyatakan mengalami kegagalan struktur bila tidak mencapai atau melampaui nilai-nilai kinerja tertentu (persyaratan minimum , maksimum dan toleransi) yang ditentukan oleh Peraturan, Standar dan Spesifikasi yang berlaku saat itu sehingga mengakibatkan struktur bangunan tidak memenuhi unsur-unsur kekuatan (strength), stabilitas (stability) dan kenyamanan laik pakai (serviceability) yang disyaratkan. e) Dr. Jack E. Snell, Director, Building and Fire Research Laboratory, NIST Investigation Authorities, minutes of April 29, 2003, meeting - Gaithersburg, Maryland, The National Construction Safety Team Advisory Committee National Institute of Standards and Technology: All the law says is that significant loss of life or the potential for significant loss of life within buildings would constitute a building failure. Pernyataan ini dikemukakan pada saat ada peserta meeting menanyakan apa definisi dari “Building Failure”. Tentunya masih banyak lagi definisi-definisi yang dapat dikemukakan berbagai pihak, sehingga kelihatannya sampai saat ini belum ditemukan satu kesepakatan yang universal sebagaimana yang terlihat pada pernyataan-pernyataan berikut. Prof. Briant Clancy, President, Institution of Structural Engineers dalam Keynote Address pada International Conference on Foundation Failures, 12-13 May 1997, Singapore mengatakan: ……..I have attended many Conferences over the years but few speakers have attempted to address the question of “what is a failure?” 7 and I will be interested to see what contributors to this Conference decide constitutes a failure and why? Hal yang serupa juga dipertanyakan pada meeting yang lalu yang diadakan di Gaithersburg, Maryland, The National Construction Safety Team Advisory Committee National Institute of Standards and Technology, April 29,2003. 2) Beberapa pengertian dan penjelasan dibalik “Kegagalan” (Failure) “All failures are caused by human errors and we cannot design for zero probability of failure”. We must not forget that risk cannot be entirely eliminated, but only reduced to an acceptable level. Dengan demikian maka asuransi diperlukan. Walaupun demikian konsultan perlu merencanakan segalanya dengan baik, oleh karenanya dalam setiap design akan ada suatu safety factor. Safety factor ~ assumed strength/assumed load Bila Actual load > Actual strength , the result is failure. Safety can be defined as the state of being safe or freedom from risk of injury or danger. a) Errors, mistakes, and blunders. Errors: Deviation from the true value, lack of precision, variation in measurement because of lack of human and mechanical perfection. Errors dapat dibagi dalam 2 kelompok: accidental errors dan systematic errors. Accidental errors, on the other hand, will be distributed at random in accordance with the laws of probability. Systematic errors are errors which are always of approximately the same magnitude. Ada 3 jenis dasar dari human errors: - Errors of knowledge (ignorance). Ignorance: ignorance is often the result of insufficient education, training and experience. - Errors of performance (carelessness and negligence). Carelessness and negligence include errors in calculations and detailing, incorrect reading of drawings and specifications, and defective construction and workmanship. These are errors of execution, and are the result of lack of care. - Errors of intent (greed). 8 Greed, on the other hand, is an error of intent which is done with full knowledge. Mistakes: Mistakes result from lack of judgment, caused by a misconception or misapprehension-that is, by conceiving or understanding wrongly. Lack of judgment may be divided into two categories: mistakes due to acceptance of wrong data and mistakes due to lack of experience. Blunders: Blunders are the result of lack of care. b) Unsur-unsur kegagalan (ingredients of failure). Collapse: When all the built-in resistances in a structure are no longer available, the unfortunate result is a total collapse. Progressive collapse are usually very severe since they take the form of swift, “domino effect” failures. Nonperformance. Semua construction projects bergerak secara bertahap sesuai dengan daur hidupnya (life cycle), yang umumnya terdiri dari 4 tahapan. “If one phase is faulty, no grade of excellence on the part of the other phases will prevent nonperformance or failure of the facility”. Tahapan yang dimaksud adalah: a) Concept and feasibility. b) Design, details, and specifications-contract documents. c) Performance of the work, actual construction, control, guidance, and supervisory inspection. d) Owner and public use of the completed facility. 3) Penyebab “Kegagalan” (Cause of Failure). Penyebab kegagalan dapat dibagi dalam dua klasifikasi. a) Predictable (controlled by humans) mencakup: Design (we must not forget that risk cannot be entirely eliminated, but only reduced to an acceptable level). Detailing and drafting Material (material failure is either a failure of selection or a failure in the manufacture process. Material themselves never fail. They follow the laws of nature and physics). 9 Workmanship Inspection b) Unpredictable, “act of God”. 4) Jenis Kegagalan (Types of Failures). Kegagalan (failures) dapat diklasifikasikan dalam: a) Construction failures Construction failures occur prior to and during construction. Prior to construction, errors occur in concept and in design. b) Service failures c) Maintenance failures. 5) Failure Range. R J M. Sutherland Partner Harris & Sutherland, London, England, “ Structural safety and Failure – An Overview”, International Conference on Structural Failure, ICSF 87, Singapore, 30-31 March 1987: Failure range from total collapses, local fractures, excessive deflections and uncomfortable vibration to premature decay and unexpectedly high maintenance. Dari uraian tersebut diatas dapat dilihat betapa kompleks permasalahan yang dihadapi dalam menentukan definisi dari Failure) karena terdapat sebelum banyak istilah “Kegagalan Bangunan” (Building yang harus didefinisikan juga mendefinisikan “Kegagalan Bangunan” itu sendiri. Oleh karena itu maka pada rapat-rapat dengan berbagai Asosiasi Profesi yang diadakan di LPJKN (Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Nasional) pada tahun 2005 yang lalu disepakati bahwa pembahasan selanjutnya harus bertolak dari definisi yang telah ditentukan dalam UU-RI No.18 Tahun 1999 Tentang Jasa Konstruksi, karena merubah Undang Undang bukan hal yang mudah disamping membutuhkan waktu yang panjang. Untuk mengatasi permasalahan yang sangat kompleks tersebut maka banyak negara berlindung dibalik “Code and Standards”. 10 2.3.2 Investigasi dan Analisis Kegagalan Bangunan Gedung Tujuan dari investigasi dan analisis kegagalan struktur bangunan: 1) Mengidentifikasi kegagalan struktur a) Pengamatan visual,dilakukan pada tahap awal dari seluruh rangkaian kegiatan di lapangan. b) Gambaran secara umum tentang tingkat kerusakan. c) Kategori kerusakan ( kerusakan berat,kerusakan sedang,kerusakan ringan ). d) Kerusakan beton secara visual dapat berupa retak- retak halus,retakan besar,meletusnya (spalling) beton di titik- titik tertentu, perubahan warna elemen, maupun pengelupasan beton. 2) Pengukuran dimensi a) Mengukur dan memeriksa dimensi elemen- elemen struktur yaitu kolom,balok,plat lantai termasuk jarak kolom dan tinggi lantai. b) Pengukuran dilakukan pada setiap lantai. c) Hasil pengukuran beserta sifat bahan merupakan bahan masukan untuk analisis ulang struktur pasca kegagalan. Penyebab kegagalan dari struktur bangunan gedung : 1) Perencanaan Pada waktu perencanaan struktur ini harus memperhitungkan mutu beton dan mutu baja yang digunakan. Agar dikemudian hari tidak terjadi permasalahan struktur karena dapat berakibat pada keamanan dan fungsi dari bangunan tersebut. Mutu yang rendah akan mengkibatkan beton tersebut tidak kedap terhadap air. Walaupun beton bertulang sulit untuk dapat kedap air secara sempurna. Kesalahan perencanaan dapat berupa kesalahan hitung, pendetailan dan kesalahan lainnya. a) Kesalahan hitung yang berasal dari : Sistem mekanika yang salah Pembebanan kombinasi Lendutan yang terlalu besar b) Kesalahan pendetailan : Kekurangan tulangan Tulangan terlalu rapat 11 Persyaratan selimut tidak terpenuhi Toleransi pendetailan tidak terpenuhi Pendetailan yang tidak jelas, sulit bahkan tidak mungkin dilaksanakan c) Kesalahan lainnya,misalnya : Serangan fisik/ kimia yang tidak diperkirakan Investigasi tanah yang minim Akibat deformasi struktur yang tidak diperkirakan. Dan perencanapun harus memperhatikan daerah beton yang akan terkena air, sehingga dapat direncanakan untuk memberi pelindung berupa water proofing. Hal ini dapat memperkecil merembesnya air kedalam struktur beton bertulang. 2) Pelaksanaan Konstruksi Pelaksanaan konstruksi sangat menentukan dalam keberhasilan suatu proyek pembangunan fisik, walaupun perencanaannya telah sesuai dengan standar dan melalui proses perhitungan yang tepat. Kesalahan pelaksanaan dapat berupa : a) Bahan dan komposisinya Semen yang tidak memadai (kurang atau berlebih) Agregat yang reaktif, yang peka terhadap alkali Bahan yang mengandung sulfat, bahan organik dsb Faktor air semen terlalu tinggi b) Acuan Kurang stabil dan deformasi besar Kurang pembasahan Kebocoran Penyambungan yang buruk c) Pengerjaan Kurang pemadatan ( sarang kerikil, gelembung udara ) Segregasi (tinggi jatuh) Bleeding, penurunan setting d) Perawatan pasca Kurang perawatan (retak susut) Pembongkaran acuan yang terlalu cepat Perbaikan yang tidak baik 12 3) Kesalahan Penggunaan Saat bangunan mulai beroperasi, dapat terjadi kesalahan dalam penggunaan, yang disebabkan antara lain karena bangunan dibebani pengaruh yang dalam tahap perencanaan tidak diperhitungkan, misalnya : a) Beban yang lebih tinggi b) Pembuatan lobang / bukaan c) Penambahan struktur Pada dasarnya suatu bangunan tidak terlepas dari kerusakan- kerusakan yang terjadi, baik yang disebabkan oleh karena kesalahan- kesalahan perencanaan, pelaksanaan, penggunaan maupun pengaruh eksternal / lingkungan dan waktu. Kerusakan,baik jenis maupun penyebabnya perlu diketahui secara dini dan tepat. Banyak jenis dan penyebab kerusakan yang dapat diketahui secara visual dengan mata langsung maupun dengan peralatan. Dengan diketahuinya jenis dan penyebab kerusakan akan dapat ditangani perbaikannya dengan metode yang tepat dan waktu yang tidak terlambat. Di dalam pelaksanaan konstruksi beton bertulang harus ketat dalam pengawasan material dan metoda pelaksannan yang diterapkan harus sesuai dengan ketentuan teknik sipil yang telah dituangkan oleh perencana dalam dokumen perencanaan. Material yang jelek dapat menurunkan kualitas bangunan sehingga bangunan tidak layak fungsi selama umur rencana. Untuk melakukan pemeriksaan terhadap struktur secara detail perlunya alat investigasi. Peralatan investigasi terbagi 2 ( dua ) : 1) Non destructive apparatus ( alat uji tidak merusak ) Mekanik, optik, kimia, elektronik, dinamik, termik, suara. 2) Destructive apparatus ( alat uji merusak ) Mekanik, optik, kimia, elektronik, dinamik, termik Secara umum, semua bangunan sipil dirancang untuk sesuai dengan fungsi/ tujuan dengan mengindahkan persyaratan- persyaratan kekuatan, kekakuan, kestabilan, daktalitas dan ketahanan terhadap kondisi lingkungan. Namun setelah bangunan berdiri, terjadi kerusakan yang berakibat persyaratan- persyaratan tersebut tidak terpenuhi lagi. Jika bangunan tidak segera ditangani perbaikan atau perkuatannya, kerusakan dapat berlanjut lebih parah lagi. Agar bangunan yang sudah rusak dapat terus difungsikan, diperlukan tindakan rehabilitasi yang dapat berupa perbaikan ( retrofit ) atau perkuatan( strengthening ). 13 Dengan dilaksanakannya repair pada bangunan tersebut diharapkan bangunan dapat berfungsi dengan baik selama umur layanan dan dapat bertahan untuk waktu yang relatif lama, dengan catatan bangunan harus selalu diperhatikan dan dipelihara dengan baik termasuk pemeliharaan lingkungan disekitarnya. 2.3.3 Kegagalan Bangunan Jalan dan Jembatan 1) Pendahuluan Tuntutan masyarakat akan layanan transportasi semakin meningkat terus sebagai akibat langsung dari mobilitas manusia dan barang yang meningkat hari demi hari, efektifitas layanan transportasi sangat dipengaruhi oleh kualitas sarana dan prasarana transportasi itu sendiri. Prasarana transportasi (jalan dan jembatan) merupakan salah satu produk dari kegiatan jasa konstruksi sehingga proses pembangunan prasarana transportasi harus mengacu Undang-Undang yang berlaku. Kegagalan bangunan jalan dan jembatan akan menghambat pelayanan transportasi sehingga keempat unsur yang terkait dengan pembangunan (perencana, pengawas, pelaksana dan pengguna) harus dapat diminta pertanggung jawabnya sesuai dengan tugas dan kewenangannya, maka untuk itu perlindungan terhadap kegagalan bangunan sangatlah diperlukan. 2) Definisi Kegagalan Bangunan Menurut Undang-Undang no.18 tahun 1999 dan PP 29 tahun 2000, Definisi Kegagalan Bangunan secara umum adalah merupakan keadaan bangunan yang tidak berfungsi, baik sacara keseluruhan maupun sebagian dari segi teknis, manfaat, keselamatan dan kesehatan kerja dan/atau keselamatan umum, sebagai akibat kesalahan penyedia jasa dan atau pengguna jasa setelah penyerahan akhir pekerjaan konstruksi. Jalan dan jembatan berfungsi sebagai prasarana untuk pergerakan arus lalu lintas. Dengan demikian jalan dan jembatan direncanakan agar dapat memberi pelayanan terhadap perpindahan kendaraan dari suatu tempat ketempat lain dengan waktu yang sesingkat mungkin dengan persyaratan nyaman dan aman (comfortable and safe). Sehingga dapat dikatakan bahwa kecepatan (speed) adalah merupakan faktor yang dapat dipakai sebagai indikator untuk menilai apakah suatu jalan/jembatan mengalami kegagalan fungsi bangunan atau tidak. 14 Secara khusus definisi kegagalan bangunan untuk jalan dan jembatan adalah suatu kondisi dimana bangunan jalan dan jembatan tidak mampu melayani pengguna jalan sesuai dengan kecepatan rencana secara nyaman dan aman. 3) Penanggung Jawab Kegagalan Bangunan Kegagalan bangunan dari segi tanggung jawab dapat dikenakan kepada institusi maupun orang perseorangan, yang melibatkan keempat unsur yang terkait yaitu : a) Menurut Undang-undang No. 18 tahun 1999, pasal 26, ketiga unsur utama proyek yaitu: Perencana, Pengawas dan Kontraktor (pembangun). b) Menurut pasal 27, jika disebabkan karena kesalahan pengguna jasa/bangunan dalam pengelolaan dan menyebabkan kerugian pihak lain, maka pengguna jasa/bangunan wajib bertanggung-jawab dan dikenai ganti rugi. Penyebab kegagalan perencana umumnya disebabkan oleh : a) Tidak mengikuti TOR, b) Terjadi penyimpangan dari prosedur baku, manual atau peraturan yang berlaku, c) Terjadi kesalahan dalam penulisan spesifikasi teknik, d) Kesalahan atau kurang profesionalnya perencana dalam menafsirkan data perencanaan dan dalam menghitung kekuatan rencana suatu komponen konstruksi, e) Perencanaan dilakukan tanpa dukungan data penunjang perencanaan yang cukup dan akurat, f) Terjadi kesalahan dalam pengambilan asumsi besaran rencana (misalnya beban rencana) dalam perencanaan, g) Terjadi kesalahan perhitungan arithmatik h) Kesalahan gambar rencana. Penyebab kegagalan pengawas umumnya disebabkan oleh : a) Tidak melakukan prosedur pengawasan dengan benar, b) Tidak mengikuti TOR, c) Menyetujui proposal tahapan pembangunan yang tidak sesuai dengan spesifikasi, d) Menyetujui proposal tahapan pembangunan yang tidak didukung oleh metode konstruksi yang benar, e) Menyetujui gambar rencana kerja yang tidak didukung perhitungan teknis. 15 Penyebab kegagalan pelaksana umumnya disebabkan oleh: a) Tidak mengikuti spesifikasi sesuai kontrak, b) Salah mengartikan spesifikasi, c) Tidak melaksanakan pengujian mutu dengan benar, d) Tidak menggunakan material yang benar, e) Salah membuat metode kerja, f) Salah membuat gambar kerja, g) Pemalsuan data profesi, h) Merekomendasikan penggunaan peralatan yang salah. Penyebab kegagalan pengguna bangunan umumnya disebabkan oleh : a) Penggunaan bangunanan yang melebihi kapasitas rencana, b) Penggunaan bangunan di luar dari peruntukan rencana, c) Penggunaan bangunan yang tidak didukung dengan program pemeliharaan yang sudah ditetapkan, d) Penggunaan bangunan yang sudah habis umur rencananya. 4) Elemen-lemen Bangunan Yang Potensial Memberi Kontribusi Terhadap Kegagalan Bangunan Kekurang memadainya elemen-elemen dari jalan dan jembatan yang secara langsung akan mempengaruhi mutu pelayanan dan kinerja dari prasarana tranportasi yang akan mememberi konstribusi terhadap kegagalan bangunan. Secara umum konstruksi dari Jalan sedikit berbeda dengan Jembatan, sehingga pengelompokan elemen elemen yang berpengaruh terhadap kecepatan berbeda pula. 5) Kegagalan Bangunan Jalan a) Geoteknik Kegiatan di bidang geoteknik mencakup mulai dari pemilihan trace jalan, penyiapan badan jalan, timbunan, galian sampai pada penyiapan tanah dasar (subgrade). Dengan demikian kegagalan di bidang ini dapat berupa : Longsoran badan jalan sebagai akibat salah pemilihan trase jalan pada daerah yang labil dari segi geologi, Longsoran lereng timbunan (embankment slope), Longsoran tebing galian (cutting slope), 16 Penurunan atau kegagalan daya dukung tanah dasar, dan sebagainya. b) Geometrik Kegiatan di bidang geometrik mencakup perencanaan alinyemen baik vertikal maupun horizontal. Semua besaran dari elemen elemen geometrik sangat tergantung dari kelas jalan tersebut yang akan mempengaruhi besaran kecepatan rencana (design speed). Dengan demikian kegagalan di bidang ini dapat berupa : Lebar lajur lalu lintas yang terlalu sempit, Jari jari tikungan yang terlalu kecil, Jarak pandang (henti dan menyiap) terlalu pendek, Superelevasi yang tidak memadai, Landai kritis yang terlalu besar, Cross fall yang tidak memenuhi syarat, Bahu yang terlalu sempit, dan sebagainya. c) Perkerasan Kegiatan di bidang perkerasan mencakup mulai dari pemilihan bahan lapis pondasi bawah, lapis pondasi atas dan lapis penutup (sub base, base and wearing course), juga mencakup perhitungan tebal perkerasan (tebal masing masing lapisan) berdasarkan perkiraan beban rencana untuk suatu umur rencana tertentu. Dengan demikian kegagalan di bidang ini dapat berupa : Stripping, Differential settlement, Pothole, Permanent deformation, Cracks, Polishing, Rutting, dan sebagainya. 17 Besaran dari semua faktor diatas adalah mutu dari permukaan jalan (riding quality) dalam bentuk parameter “Kekasaran” (Roughness) dan “Kekesatan” (Skid Resistance). d) Drainase dan Perlengkapan Jalan Kegiatan di bidang drainase dan meliputi pembuatan saluran samping, gorong gorong, guide post, guard rail, rambu lalu-lintas dll. Dengan demikian kegagalan bangunan di bidang ini dapat berupa : Saluran samping tidak mampu memuat debit air sehingga jalan terendam air untuk suatu perioda tertentu, Gorong gorong terlalu kecil sehingga air melimpas lewat perkerasan Guard rail yang tidak memadai atau tidak ada pada tempat yang membutuhkan, Guide post yang tidak memadai atau tidak pada tempat yang membutuhkan, Rambu lalu lintas yang tidak memadai baik dari segi jumlah maupun dari segi ketepatan jenis rambu lalu lintas yang dibutuhkan, dan sebagainya. 6) Kegagalan Bangunan Jembatan a) Bangunan Bawah Pondasi adalah merupakan bagian yang paling penting dari bangunan bawah struktur jembatan yang harus meneruskan beban kendaraan serta bagian-bagian diatasnya ke lapisan tanah. Kegagalan bangunan bawah (pilar atau abutmen) terjadi apabila keruntuhan atau amblasnya bangunan bawah tersebut dan atau terjadi keretakan struktural yang berpengaruh terhadap fungsi struktur bangunan atas. Kegagalan pondasi dibagi sesuai dengan jenis pondasi yaitu: Pondasi Langsung, kegagalan pada pondasi langsung secara fisik dapat terjadi apabila struktur tersebut mengalami: - Amblas, berarti elevasi pondasi berada pada level yang lebih rendah daripada elevasi rencana. - Miring, berarti posisi pondasi langsung tersebut tidak sesuai dengan posisi vertikal rencana. 18 - Puntir, berarti terjadinya suatu amblas yang disertai posisi miring yang tidak beraturan . Pondasi sumuran, kegagalan pondasi sumuran secara fisik sama dengan Pondasi Langsung. Pondasi Tiang Pancang Beton/ Baja, kegagalan pondasi tiang pancang beton/ baja secara fisik dapat terjadi apabila struktur tersebut mengalami: Amblas, berarti elevasi pondasi berada pada level yang lebih rendah daripada elevasi rencana. Patah, yaitu kondisi dimana tidak ada kesatuan antara tiang dan poor bangunan bawah yang mengakibatkan tiang pancang tidak berfungsi, atau tiang pancang beton mengalami retak struktural. b) Bangunan Atas Kegagalan Bangunan Atas Jembatan dapat dibagi sesuai dengan jenis bangunan atas yaitu: Retak Struktural Unsur retak akan mempengaruhi kekuatan struktur adalah lebarnya dan kedalaman retak yang terjadi. Lebar retak yang berlebihan, disamping akan secara langsung mengurangi kekuatan struktur juga akan memberikan peluang udara dan air yang akan mengakibatkan terjadinya korosi yang pada akhirnya juga mengurangi kekuatan struktrur. Maka oleh karena itu lebar maksimum dan kedalaman retak harus dibatasi. Besarnya kedalaman maksimum retak yang diizinkan adalah proporsional dengan tebal struktur itu sendiri. Lendutan Lendutan yang berlebihan, disamping akan mempengaruhi kekuatan struktur juga mempunyai dampak psikologis bagi sipengendara. Besarnya lendutan maksimum yang diizinkan adalah proporsional dengan bentang jembatan yang bersangkutan. Getaran/ Goyangan Amplitudo getaran harus dibatasi sedemikian rupa, baik akibat angin maupun pergerakan lalu lintas disamping sehingga masih memenuhi persyaratan baik dari segi stabilitas struktur maupun dari dari kenyamanan sipengendara. 19 Besarnya amplitudo getaran maksimum yang diizinkan adalah proporsional dengan bentang jembatan yang bersangkutan. Kerusakan Lantai Kendaraan Kerusakan lantai kendaran berupa retak, terkelupas dan atau pecah akan berpengaruh secara langsung terhadap riding quality lantai kendaraan yang menyebabkan kenyaman sipengendara akan berkurang. Maka. luas kerusakan dibatasi tidak boleh melebihi angka yang dipersyaratkan yaitu persentase luas yang rusak terhadap suatu luas segmen yang ditinjau. Tumpuan (Bearing) Kerusakan tumpuan pada derajat tertentu akan mempengaruhi sistem pendukungan tumpuan terhadap beban yang pada akhirnya sistem distribusi beban berubah. Oleh sebab itu tingkat kerusakan tumpuan ini harus dibatasi sehinga tidak sampai merubah sistem pembebanan original. Besarnya tingkat kerusakan maksimum yang diizinkan tergantung dari jenis tumpuan itu sendiri. Expansion Joint Kerusakan expansion joint yang berupa robek atau terkelupasnya joint sealantnya tidak terlalu berpengaruh terhadap kekuatan struktur. Namun akan sangat berbahaya jika lubang yang yang terjadi cukup besar yang dapat mengakibatkan bahaya bagi kendaraan yang melaju dengan kecepatan tinggi. Oleh karena itu tingkat kerusakan expansion joint ini harus sedemikian rupa sehingga tidak membahayakan kepada pengendara kendaraan. 7) Acuan Standar Standar yang dipergunakan adalah standar yang telah dikeluarkan oleh pemerintah Republik Indonesia yang sudah mendapat status “Standar Nasional Indonesia” (SNI), Rancangan Standar Nasional Indonesia (RSNI) dan Standar standar yang telah dikeluarkan oleh Dit.Jen. Prasarana Wilaya (Dit.Jen. Binamarga) yang masih dalam proses menuju RSNI dan SNI. Khusus untuk pekerjaan Jalan dan Jembatan, SNI maupun RSNI yang sudah ada sebagian besar merujuk kepada Standarstandar yang sudah dikenal secara internasional (world wide) mis. AASHTO, ASTM , BS, NAASRA dll. Standar standar tersebut dapat berupa “Metoda”, “Tata Cara” dan “Spesifikasi”. 20 8) Parameter Yang Diukur dan Persyaratannya Persyaratan (spesifikasi) yang diperlukan oleh parameter-parameter dari elemen elemen yang potensial terhadap kegagalan bangunan dapat bersifat sangat relatif, untuk jalan tergantung dari kecepatan rencana dan volume kendaraan yang lewat (LHR) yang akan menentukan kelas jalan tersebut, dan untuk jembatan tergantung dari jenis dan tipe jembatan, dimana jenis dan tipe ini dapat dipengaruhi oleh panjang bentang jembatan tersebut. Persyaratan dalam bentuk nilai nominal parameter parameter dari Elemen Elemen Bangunan Jalan dan Jembatan yang potensial memberi kontribusi terhadap Kegagalan Bangunan beserta Acuan Standar sedang dalam proses penyusunan. 2.3.4 Contoh Kasus Berikut disajikan contoh laporan identifikasi kegagalan konstruksi pada pasar X yang terjadi pada masa pelaksanaan. 1) Ringkasan Eksekutif Keruntuhan pada sebagian Struktur Beton Lantai 2 Proyek Pembangunan dan Rehabilitasi Pasar X terjadi pada tanggal 13 Oktober 2009 sekitar pukul 13.00 WITA pada saat terjadi hujan deras dan angin kencang. Keruntuhan pada area lantai 2 yang dibatasi as D,G, 5 dan 9 merupakan keruntuhan akibat efek domino yang diawali runtuhnya balok as F7-F8 pada tengah bentang. Keruntuhan diduga karena lemahnya aksi komposit beton dan besi tulangan serta detailing penulangan yang salah pada sebagian elemen struktur. Lemahnya aksi komposit diduga karena rendahnya mutu beton yang diakibatkan keluarnya air semen. Rencana tindakan yang harus segera dilakukan adalah pekerjaan perkuatan sementara, pekerjaan pembongkaran dan pembersihan, pekerjaan perkuatan struktur yang terkena efek keruntuhan, pekerjaan ulang (rework) struktur yang mengalami keruntuhan dan pekerjaan perbaikan dan perkuatan pada beberapa elemen struktur beton yang tidak memenuhi persyaratan. Hal lain yang perlu mendapat perhatian adalah masalah selimut beton. Karena lokasi Pasar X berdekatan dengan lingkungan laut maka perlu ada jaminan agar tidak terjadai korosi pada besi tulangan, karena hal ini sangat mempengaruhi terhadap kekuatan struktur beton. 21 Identifikasi lebih lanjut terhadap kelayakan struktur beton perlu dilakukan oleh kontraktor dan pihak-pihak yang terkait. Karena Pasar X merupakan bangunan publik maka perbaikan dan perkuatan perlu dilakukan secara teliti dan sesuai dengan Standar yang ada sehingga Pasar X dapat berfungsi sesuai dengan umur rencana. 2) Latar Belakang Memenuhi permintaan pelaksana Proyek Pembangunan dan Rehabilitasi Pasar X, maka dilakukan kegiatan kajian teknis sehubungan dengan terjadinya keruntuhan pada sebagian Struktur Beton Lantai 2 Proyek Pembangunan dan Rehabilitasi Pasar X. Kegiatan dilakukan tanggal 14 Oktober 2009 s/d 16 Oktober 2009. 3) Metodologi Metodologi yang digunakan untuk kajian teknis ini adalah dengan melakukan rekonstruksi pada keruntuhan yang terjadi berdasarkan data-data yang ada dan kondisi lapangan. Dalam rangka kajian teknis tersebut telah dilakukan serangkaian kegiatan sebagai berikut: a) Review dokumen kontrak : gambar rencana dan dokumen pelaksanaan lapangan b) Survey kondisi struktur beton (balok, plat dan kolom) yang runtuh dan yang masih berdiri, yang terdiri dari: Pengamatan secara visual Uji hammer test c) Wawancara dengan pelaksana lapangan dan pihak-pihak terkait 4) Output yang diharapkan Output yang diharapkan dari kajian teknis adalah sebagai berikut: a) Mengetahui pola keruntuhan yang terjadi b) Mengidentifikasikan faktor penyebab keruntuhan c) Usulan perbaikan (remedial work) bagian struktur beton yang runtuh, perkuatan struktur yang terkena efek keruntuhan serta perbaikan dan perkuatan pada beberapa elemen struktur beton yang tidak memenuhi persyaratan. 22 5) Hasil Kajian a) Kronologi Kejadian Pada hari Selasa tanggal 13 Oktober 2009, telah terjadi keruntuhan pada Struktur Beton Lantai 2 pada area yang dibatasi as D, G, 5 dan 9, sebagaimana Gambar 2.1. Keruntuhan terjadi sekitar pukul 13.00 WITA pada saat terjadi hujan deras dan angin kencang. Pada saat kejadian umur beton telah mencapai 21 hari, sehingga telah dilakukan perancah dan bekisting. 1 15/40 30/45 15/40 30/45 30/40 50/70 30/45 30/45 15/60 30/40 30/40 30/45 30/40 30/40 30/45 50/70 30/45 15/40 15/40 15/60 30/40 30/40 30/40 30/45 30/45 30/45 30/45 30/40 15/60 30/45 30/45 15/60 50/70 30/40 30/45 30/45 30/40 30/45 50/70 30/45 15/60 30/45 15/40 30/40 30/40 50/70 30/45 30/45 50/70 50/70 30/40 30/40 30/40 50/70 30/45 15/40 30/45 50/70 30/45 50/70 30/40 30/40 30/45 30/45 30/45 50/70 30/45 50/70 30/45 50/70 30/45 30/40 50/70 30/40 30/40 50/70 50/70 50/70 30/40 30/40 30/45 30/40 30/40 50/70 50/70 30/40 30/40 50/70 30/40 30/40 30/40 50/70 30/40 50/70 30/40 30/40 50/70 30/40 30/40 30/40 30/40 30/40 50/70 50/70 30/40 30/40 50/70 50/70 15/40 30/40 30/45 50/70 30/40 30/45 30/45 50/70 30/40 30/40 50/70 50/70 30/40 30/40 50/70 50/70 30/40 30/40 30/40 50/70 15/60 9 30/45 30/45 30/45 30/45 30/45 30/45 30/45 30/45 30/45 30/45 30/45 30/45 30/45 30/40 30/40 50/70 50/70 30/40 30/40 30/40 30/45 50/70 30/40 50/70 30/45 30/45 50/70 50/70 30/40 30/45 30/45 30/45 8 30/45 30/40 15/60 30/45 50/70 30/45 15/60 30/40 50/70 30/45 30/45 30/45 50/70 50/70 30/40 30/45 30/45 50/70 30/40 30/40 30/45 30/40 15/60 50/70 30/45 30/45 30/45 50/70 30/40 30/45 30/40 50/70 30/40 30/40 50/70 50/70 30/40 30/45 30/40 50/70 30/40 30/40 50/70 50/70 30/40 30/45 30/40 50/70 30/40 30/40 30/40 50/70 50/70 30/40 50/70 30/40 30/40 30/40 50/70 30/45 50/70 30/40 50/70 30/40 30/40 50/70 30/45 50/70 30/40 50/70 30/40 30/40 50/70 30/45 50/70 30/40 30/40 30/40 30/45 30/45 7 30/45 30/45 30/45 30/45 30/45 50/70 30/45 6 30/45 30/45 50/70 15/60 30/45 30/45 15/60 30/45 30/40 30/40 50/70 50/70 30/40 30/40 50/70 50/70 30/40 30/40 30/45 30/40 30/40 50/70 50/70 30/40 30/40 50/70 50/70 30/40 30/40 30/40 30/45 50/70 30/45 30/40 30/40 30/40 50/70 30/40 30/40 30/40 50/70 50/70 30/40 30/40 50/70 50/70 30/40 30/40 30/40 30/40 50/70 50/70 30/40 30/40 50/70 30/45 50/70 Area Keruntuhan 30/45 30/45 30/45 30/45 30/45 30/45 30/45 30/45 50/70 50/70 30/40 30/40 30/40 30/40 50/70 50/70 30/40 30/40 30/40 30/45 50/70 30/40 50/70 50/70 50/70 50/70 30/40 30/40 50/70 30/40 30/40 50/70 30/40 30/40 15/60 50/70 5 30/45 50/70 30/40 30/45 30/45 30/45 30/40 50/70 50/70 50/70 30/45 30/40 15/60 30/45 30/45 30/45 30/45 30/45 30/45 30/45 30/45 30/45 30/45 30/40 30/45 4 50/70 30/45 15/60 30/45 15/60 50/70 30/40 50/70 30/45 50/70 30/40 30/45 30/45 50/70 30/40 50/70 30/45 30/45 30/45 30/45 30/40 30/40 30/40 50/70 50/70 50/70 50/70 50/70 15/40 15/40 50/70 30/40 30/40 50/70 50/70 30/45 3 30/45 30/45 15/60 30/40 15/40 30/45 30/45 15/40 50/70 50/70 30/45 15/40 30/45 30/45 2 30/45 15/40 15/40 RENCANA BALOK LT. 2 10 SKALA 1 : 300 A B C D E F G H I J Gambar 2.1 Area Keruntuhan pada Lantai 2 b) Pola Keruntuhan Keruntuhan pada area yang dibatasi as D,G, 5 dan 9 merupakan keruntuhan akibat efek domino, dengan dugaan urutan sebagai berikut: 1. Balok as F7-F8 runtuh pada tengah bentang 2. Kolom F8 roboh ke arah kolom G9 (adanya bukaan pada plat as F, G, 8 dan 9 menyebabkan kolom cenderung bergerak ke arah G9) 3. Robohnya kolom F8 menyebabkan balok F8-E8 putus 4. Putusnya balok F8-E8 diikuti runtuhnya kolom E8 ke arah kolom D9 5. Selanjutnya diikuti runtuhnya balok dan plat lainnya seluas area yang dibatasi D, G, 5 dan 9 sebagai efek domino 23 Sketsa dugaan urutan keruntuhan sebagaimana Gambar 2.2 berikut 2. Balok as F7-F8 runtuh pada tengah bentang 3. Kolom F8 1 2 roboh kearah kolom G9 3 4 5 15/4 30/ 40 45 30/ 45 50/ 30/ 15/ 45 40 30/ 45 30/ 15/6 45 60 50/ 50/ 70 30/ 45 30/ 30/ 4545 30/50/ 40 70 50/ 70 30/ 70 40 30/ 50/ 70 40 70 30/ 30/ 50/ 45 40 70 30/ 45 50/ 30/ 70 40 30/ 45 30/ 50/30/ 30/ 40 50/ 40 40 70 40 70 70 50/ 30/ 30/ 50/ 30/50/ 45 30/ 30/ 30/ 30/ 30/ 45 50/ 45 45 40 40 70 40 40 40 Arah 70 45 45 runtuh 50/ kolom F8 30/ 50/ 30/ 30/50/ 30/ 30/ 30/ 30/ 45 45 40 30/ 70 15/4 0 a 45 15/6 30/ 60 45 30/ 15/4 40 70 40 70 30/ 30/ 30/ 30/ 45 50/ 45 40 40 70 50/ 30/50/ 40 70 30/ 70 30/50/ 30/ 70 40 40 70 40 30/ 50/ 40 70 30/ 30/ 50/ 40 70 30/ 30/50/ 40 70 30/ 50/ 40 70 40 30/ 45 50/ 30/ 70 40 30/ 40 30/ 45 30/50/ 40 70 30/ 50/ 40 70 50/ 70 30/50/ 40 70 40 30/ 45 50/ 30/ 70 40 30/ 40 30/ 45 50/ 30/ 70 40 15/4 40 30/50/ 40 70 30/50/ 45 70 30/ 45 50/ 30/ 70 40 30/ 7 45 8 30/50/ 30/ 40 70 45 40 45 15/4 30/4 45 40 A B C D PEKERJ A AN PER ENCAN AAN PEM BAN GUNAN DAN PASAR TEKN IS X REHABILIT ASI NAMA GAM BAR RENCAN A BALOK LT.1 Disiapkan oleh : SUPR AYITN Ketua O, ST Tim ks a Diperi oleh :Pembuat Pej abat Komitmen 5 30/4 50/ 15/ 30/4 15/ 40 7030/4 60 45 40 30/ 30/4 45 45 5 50/7 50/7 50/ 30/4 70 0 70 15/45 RENCA NA BALOK 40 SKALA 1 : LT. 1 50/7 300 70 30/4 30/4 50/ 30/4 70 15/ 30/ 4045 40 40 45 30/4 30/4 45 50/7 45 50/7 30/4 70 70 45 15/4 0 30/ 30/ E 50/ 70 F G H I Drs. AKHMAD NIP. 380 053 SYAR WANI 532 Disetujui oleh : Kepal a Kantor Pengel olaan Pas ar dan Kebersi han J Drs. AHM AD NIP. 170 FARHAN , Msi 012 Skal790 No. Gambar 3 45 40 30/ 50/ 45 40 70 30/ 45 30/50/ 40 70 30/ 40 50/ 70 50/ 30/50/ 40 70 30/ 70 30/ 50/ 40 70 30/ 40 40 30/ 45 50/ 30/ 70 40 30/ 40 30/ 45 1 30/ 50/ 30/50/ 40 70 9 1 30/ 30/ 30/ 30/ 30/ 45 45 50/45 40 40 70 30/ 50/ 40 70 60 40 30/ 30/ 30/ 30/ 30/ 45 50/45 45 40 40 70 30/50/ 40 70 15/6 BERSUJUD 1a: 50 40 Arah runtuh 50/ 30/50/kolom 30/ 70E8 40 70 15/4 6 50/7 30/4 30/4 30/4 30/4 70 45 4550/ 45 50/7 45 15/4 15/415/4 15/ 7050/ 7030/ 30/4 30/4 50/7 4030/40 50/7 50/ 50/7 50/7 40 40 70 70 40 407030/4 70 040 70 45 45 30/4 30/4 30/4 50/7 50/730/4 30/4 50/ 30/ 50/ 30/4 30/4 30/ 30/430/4 30/4 30/4 40 4070 40 4070 40 407030/430/430/ 30/4 70 45 45 45 45 45 45 45 45 45 45 45 15/6 15/6 15/ 50/7 30/4 30/4 30/4 30/4 30/4 30/ 30/4 50/730/4 50/730/4 30/ 50/7 15/6 50/7 50/ 50/7 50/ 50/ 6050/7 0 60 60 30/4 0 4070 4070 4070 4070 4070 4070 4070 4070 4050/7407030/4 45 45 70 30/ 30/4 30/4 30/4 30/4 30/4 30/4 30/ 30/4 50/7 50/7 50/ 50/ 30/4 50/7 30/4 30/430/430/430/4 30/4 30/4 30/4 30/ 30/4 30/430/430/4 40 4070 40 4070 40 4070 40 4070 40 4070 45 45 45 45 45 45 45 45 45 45 45 45 45 15/6 15/6 30/4 30/4 30/4 30/4 30/4 30/4 50/7 30/4 30/4 50/7 30/4 30/4 50/ 50/ 30/ 30/4 50/7 30/4 30/ 50/730/4 30/4 50/7 60 30/4 45 50/7 50/7 4030/430/4 40 50/ 50/7 60 45 15/ 15/6 30/4 0 50/ 4070 4070 4070 4070 4070 40 50/ 30/4 40 40 704070 4070 4070 4070 4050/70 60 70 60 30/4 70 30/4 30/4 30/4 30/4 30/4 30/4 70 45 70 30/445 30/4 30/4 30/4 30/4 50/7 50/7 50/7 30/4 50/ 30/ 50/ 30/4 30/ 50/730/4 30/4 30/4 40 30/4 30/4 30/4 30/4 30/ 30/4 30/4 30/4 0 4070 40 4070 40 407040 4030/440 4070 40 4070 40 0 4070 40 45 45 5 45 45 45 45 45 45 45 45 15/ 30/4 30/4 15/6 30/4 30/4 30/4 30/4 30/4 30/4 30/4 30/4 30/ 30/4 30/ 30/4 30/4 50/730/4 50/760 50/7 50/7 50/7 50/7 50/7 50/ 50/7 50/ 50/ 50/7 50/7 50/7 45 45 6050/7 4070 40 4070 40 4070 40 4070 40 4070 40 4070 40 0 50/ 50/7 70 50/70 0 50/770 70 70 70 70 70 70 15/6 15/ 70 70 70 30/4 30/4 30/4 50/730/4 30/4 50/730/4 30/4 50/730/4 30/4 50/ 30/ 50/ 30/4 30/ 50/730/4 30/470 60 15/6 60 30/4 30/4 30/4 30/ 30/ 30/4 30/4 15/6 0 4070 40 4070 40 4070 40 4070 40 4070 40 4070 40 0 5 45 45 45 45 45 45 60 60 15/ 30/4 30/4 30/4 30/4 30/4 30/4 30/4 30/4 30/ 30/4 30/ 30/4 30/415/ 50/730/4 50/7 60 50/750/7 50/7 50/7 50/7 50/7 50/ 50/7 50/ 50/ 50/7 50/7 50/7 50/7 0 40 40 40 40 40 40 40 40 40 40 40 40 0 60 70 70 70 70 70 70 70 0 70 70 70 70 70 70 70 70 15/6 15/6 30/4 30/4 30/4 30/4 30/4 30/ 30/4 30/ 30/4 30/4 60 6030/ 30/4 50/7 50/ 30/4 30/4 30/4 50/7 30/4 50/7 30/4 50/7 30/ 30/4 50/7 30/4 0 4070 40 4070 40 407030/430/430/47040 4070 40 4070 40 0 45 5 45 45 45 45 45 45 5 530/445 30/4 30/ 30/430/430/4 30/430/430/4 30/4 30/4 30/4 30/4 30/4 30/44030/4 30/ 30/ 30/ 50/730/4 40 30/4 40 50/ 50/745 50/750/7 50/7 50/7 50/ 50/7 50/ 50/7 50/7 5 45 45 45 45 45 45 30/4 40 4070 40 4070 40 704070 4070 4070 4070 30/4 0 70 70 70 30/470 30/440 30/ 45 45 30/4 30/4 30/4 30/44030/4 30/ 30/ 30/4 30/ 15/6 40 30/4 40 50/7 15/6 15/6 30/4 15/6 30/4 50/7 30/4 50/7 30/4 50/ 30/4 50/ 30/ 30/4 40 40 40 40 40 4070 40 40 40 40 60 70 70 70 7045 60 60 60 45 45 45 45 45 45 30/430/430/4 30/430/30/4 30/4 30/4 30/4 30/4 30/4 30/ 30/4 30/4 50/7 50/ 50/7 50/ 50/7 50/7 45 50/ 45 455 45 45 550/745 40 4070 40 4070 40 4070 30/4 30/4 70 70 70 70 70 15/6 30/ 60 45 30/ 45 30/50/ 30/ 40 70 45 15/6 60 30/ 30/ 30/ 45 45 50/ 40 70 30/ 30/ 45 45 30/50/ 40 70 30/ 70 30/50/ 30/ 40 40 70 40 30/ 50/ 40 70 30/ 30/50/ 40 70 30/ 50/ 40 70 40 30/ 45 50/ 30/ 70 30/ 40 40 30/ 40 30/ 45 1. Putusnya balok F8-E8 30/ 50/ 40 70 diikuti runtuhnya kolom E8 ke arah kolom D9 4. Robohnya kolom F8 menyebabkan balok F8-E8 putus 50/ 30/ 70 40 Gambar 2.2 Sketsa Dugaan Urutan Keruntuhan 24 c) Identifikasi Faktor Penyebab Berdasarkan pola keruntuhan yang terjadi, maka dapat dikemukakan dugaan faktor-faktor penyebab keruntuhan sebagai berikut: No 1 Effect /Akibat Balok as F7F8 runtuh pada tengah bentang Cause/Penyebab Aksi komposit beton dan besi tulangan tidak bekerja optimal, karena mutu beton rendah Detail sambungan tulangan lentur lapangan tidak memenuhi persyaratan Keterangan Gambar Detail Sambungan Tulangan Lapangan pada Balok F7-F8 2 Kolom F8 roboh ke arah kolom G9 Aksi komposit beton dan besi tulangan tidak bekerja optimal , karena mutu beton rendah. Detail sambungan antar kolom lemah Gambar Detail Sambungan antar Kolom yang Lemah 25 3 4 Balok as F8E8 runtuh Kolom E8 roboh ke arah kolom D9 Aksi komposit beton dan besi tulangan tidak bekerja optimal, karena mutu beton rendah Detail sambungan tulangan lentur lapangan tidak memenuhi persyaratan Aksi komposit beton dan besi tulangan tidak bekerja optimal , karena mutu beton rendah. Detail sambungan antar kolom lemah Gambar Balok as F8-E8 Runtuh Gambar Kolom E8 Roboh ke Arah Kolom D9 4 Runtuhnya balok dan plat lainnya seluas area yang dibatasi as D, G, 5 dan 9 sebagai efek domino Aksi komposit beton dan besi tulangan tidak bekerja optimal, karena mutu beton rendah Detail penulangan plat tidak memenuhi persayaratan Gambar Efek Domino terhadap Bagian Struktur Lainnya 26 Secara garis besar dugaan penyebab utama keruntuhan adalah mutu beton yang rendah dan pendetailan penulangan yang salah khususnya pada area keruntuhan. Hasil Hammer Test sebagaimana terlampir. Rendahnya mutu beton pada area keruntuhan kemungkinan disebabkan keluarnya sebagian air semen. Pengecoran pada area yang runtuh dilakukan pada tanggal 18 September 2009 selesai jam 1 malam, sekitar jam 10 tanggal 19 September 2009 terjadi hujan. d) Proposal Rencana Tindakan (Action Plan) Penanganan Keruntuhan Proposal rencana tindakan penanganan keruntuhan terdiri dari: 1. Pekerjaan perkuatan sementara 2. Pekerjaan pembongkaran dan pembersihan 3. Pekerjaan perkuatan struktur yang terkena efek keruntuhan 4. Pekerjaan ulang (rework) struktur yang mengalami keruntuhan 5. Pekerjaan perbaikan pada elemen struktur beton yang tidak memenuhi persyaratan. Pekerjaan perkuatan sementara Pekerjaan perkuatan sementara perlu segera dilakukan dengan tujuan untuk melokalisir keruntuhan agar tidak berlanjut ke bagian struktur lainnya. Perkuatan sementara dilakukan dengan memasang perancah pada balok-balok utama dan bagian struktur yang terpengaruh akibat keruntuhan. Dengan adanya perkuatan sementara diharapkan pekerja dapat bekerja dengan aman. Gambar 2.3 Sisa Reruntuhan yang Perlu Segera Perkuatan Sementara Sebelum Pembongkaran 27 Retak Gambar 2.4 Balok 50/70 Lantai 1 yang retak akibat keruntuhan (perlu segera perkuatan sementara sebelum remedial work) Pekerjaan pembongkaran dan pembersihan Pekerjaan pembongkaran dan pembersihan dilakukan menggunakan dua metode, yaitu secara manual dan menggunakan mobile crane. Pekerjaan pembongkaran dan pembersihan secara manual dilakukan pada bagian-bagian reruntuhan yang bisa dilakukan secara manual dan sambil menunggu mobilisasi mobile crane. Pekerjaan pembongkaran dilakukan pada lantai 2 yang mengalami keruntuhan yaitu pada area yang dibatasi as D, G, 6 dan 9. 1 15/40 30/45 15/40 30/45 15/60 30/45 30/40 50/70 30/40 30/45 30/40 30/40 30/45 50/70 30/45 30/40 30/45 15/60 30/40 30/40 30/40 30/40 50/70 50/70 30/40 30/45 30/45 30/45 30/45 15/60 30/45 30/45 15/60 30/40 30/40 30/45 30/45 30/40 30/45 50/70 50/70 30/45 30/45 50/70 50/70 30/45 15/60 30/45 15/40 50/70 30/45 30/45 50/70 30/40 30/40 50/70 50/70 50/70 30/40 30/40 30/40 30/40 30/40 30/45 15/40 50/70 50/70 30/40 30/40 30/40 30/40 30/40 30/40 50/70 50/70 50/70 15/40 30/45 15/40 30/40 50/70 50/70 50/70 30/40 30/40 30/40 30/40 30/40 30/40 30/45 30/45 30/45 30/45 30/45 50/70 30/45 50/70 30/45 30/45 30/40 30/40 30/40 50/70 30/45 50/70 30/45 50/70 30/45 30/45 30/45 30/45 50/70 50/70 30/40 30/40 30/40 15/40 50/70 30/45 30/45 30/40 30/40 50/70 30/40 30/40 30/40 50/70 30/40 30/40 30/40 15/60 9 50/70 30/40 50/70 30/40 30/40 50/70 50/70 30/45 30/45 50/70 30/45 30/45 30/45 30/40 30/45 50/70 30/40 30/40 50/70 30/45 50/70 50/70 30/40 30/40 30/40 30/45 30/45 30/45 8 30/45 30/45 15/60 30/45 50/70 30/45 15/60 30/40 50/70 30/45 30/45 30/45 50/70 50/70 30/40 30/45 30/45 50/70 30/40 30/40 30/45 30/40 15/60 50/70 30/45 30/45 30/45 50/70 30/40 30/45 30/40 50/70 30/40 30/40 50/70 50/70 30/40 50/70 30/45 30/40 30/40 50/70 50/70 30/40 30/40 50/70 30/45 30/40 30/40 30/40 50/70 50/70 30/40 30/40 50/70 30/40 30/40 30/40 50/70 30/45 50/70 30/40 50/70 30/40 30/40 50/70 30/45 50/70 30/40 50/70 30/40 30/40 50/70 30/45 50/70 30/40 30/40 30/40 30/45 30/45 7 30/45 30/45 30/45 30/45 30/45 50/70 30/45 6 30/45 30/45 30/45 15/60 30/45 30/40 30/40 50/70 50/70 30/40 30/40 50/70 30/40 30/40 50/70 50/70 50/70 30/45 30/45 30/40 30/40 50/70 30/40 50/70 30/45 50/70 30/40 30/40 30/40 30/45 50/70 30/40 30/40 30/40 50/70 30/40 50/70 50/70 50/70 30/45 30/45 30/45 30/45 30/45 50/70 50/70 50/70 30/40 30/40 30/40 30/40 30/40 30/40 30/45 30/40 30/40 50/70 30/40 30/40 30/40 50/70 50/70 30/40 30/40 30/40 50/70 30/45 30/45 50/70 50/70 30/40 30/40 30/45 30/40 30/40 50/70 50/70 30/40 30/40 50/70 50/70 30/40 50/70 30/45 30/45 50/70 30/40 30/40 50/70 30/40 30/40 30/40 50/70 30/45 30/40 50/70 5 30/45 50/70 30/40 30/45 30/40 50/70 30/45 50/70 30/45 30/40 15/60 50/70 30/45 30/45 30/45 30/45 50/70 15/60 15/60 4 30/45 30/45 30/45 30/45 30/45 30/45 15/60 30/45 30/45 Area yang harus dibongkar 30/45 50/70 15/60 30/45 30/40 50/70 30/40 30/45 30/45 50/70 30/45 30/40 50/70 30/45 30/40 30/40 30/40 50/70 30/45 30/45 50/70 50/70 50/70 15/40 15/40 50/70 50/70 30/40 30/40 50/70 50/70 30/45 3 30/45 30/45 15/60 30/40 15/40 30/45 30/45 15/40 50/70 50/70 30/45 15/40 30/45 30/45 2 30/45 15/40 15/40 RENCANA BALOK LT. 2 10 SKALA 1 : 300 A B C D E F G H I J Gambar 2.5 Area Lantai 2 yang Perlu Dibongkar sebelum Rework 28 Pekerjaan perkuatan struktur yang terkena efek keruntuhan Akibat runtuhnya sebagian struktur pada lantai 2, menyebabkan beberapa balok pada lantai 1 mengalami retak. Gambar 2.6 Balok Anak 30/45 Lantai 1, Retak pada Tumpuan Gambar 2.7 Balok Anak 30/45 Lantai , Retak pada Lapangan Gambar 2.8 Balok Induk 50/70 Lantai 1, Retak pada lapangan 29 Alternatif perkuatan yang bisa digunakan antara lain dengan menambah plat baja pada bagian yang retak (bonded steel plate) sebagaimana sketsa Gambar. Perlu dilakukan kajian lebih lanjut untuk menentukan solusi yang optimal. Gambar 2.9 Alternatif Metode Perbaikan Balok Beton yang Retak Pekerjaan ulang (rework) struktur yang mengalami keruntuhan Pekerjaan ulang dilakukan pada lantai 2 yang mengalami keruntuhan yaitu pada area yang dibatasi as D, G, 6 dan 9, yaitu terdiri dari pekerjaan ulang balok, kolom dan pelat yang runtuh. Dalam pekerjaan ulang perlu diperhatikan pekerjaan detailing penulangan dan kontrol kualitas pekerjaan beton. Contoh pendetailan tulangan yang salah dijumpai pada tulangan tumpuan plat. Gambar 2.10 .Detail Penulangan Pelat yang Salah, Tulangan Tumpuan di atas Seharusnya Ada 30 Tulangan tumpuan tidak terpasang Gambar 2.11 Sketsa Penulangan Plat Terpasang Gambar 2.12 Sketsa Penulangan plat yang seharusnya Pekerjaan perbaikan pada elemen struktur beton yang tidak memenuhi persyaratan Disamping pekerjaan ulang pada struktur yang mengalami keruntuhan, perlu dilakukan pengecekan dan perbaikan terhadap beberapa elemen struktur beton yang tidak memenuhi persyaratan, antara lain: Terdapat beberapa struktur balok dan plat yang tidak kedap air Gambar 2.13 Balok dan Plat Beton Tidak Kedap Air 31 Kondisi ini perlu mendapat perhatian karena lokasi proyek berdekatan dengan laut yang sangat rawan terhadap korosi besi tulangan. Terdapat beberapa balok dengan selimut beton belum memenuhi persyaratan Gambar 2.14. Penutup Beton Balok Tidak Ada Beton spailling Gambar 2.15 Selimut Beton Balok Lantai 1 Spailling, sebagai Efek keruntuhan Lantai 2 Kondisi ini perlu mendapat perhatian karena lokasi proyek berdekatan dengan laut yang sangat rawan terhadap korosi besi tulangan. 32 Perbaikan dilakukan dengan penambahan penutup beton sesuai persyaratan. Balok pada tangga tidak kontinyu Balok tidak kontiyu Gambar 2.16 Sambungan Balok Tangga Seharusnya Menerus Perbaikan dilakukan dengan penambahan kolom pedestal yang menumpu balok yang tidak kontinyu. Diduga terdapat detail penulangan yang salah pada beberapa elemen struktur beton, antara lain tidak terpasangnya tulangan tumpuan plat dan detail sambungan tulangan utama balok. Untuk itu perlu dilakukan investigasi lebih lanjut, untuk memastikan dugaan tersebut. Jika dugaan tersebut benar maka perlu dilakukan perbaikan dengan penambahan tulangan tumpuan plat dan perkuatan pada balok menggunakan steel plate. Gambar 2.17 Usulan Rencana Perbaikan Plat yang Belum Terpasang Tulangan Tumpuan 33 Gambar 2.18 Usulan Rencana Perbaikan Balok dengan Detail Sambungan yang Salah 2.4 Pertanyaan 1) Dari siklus hidup sebuah proyek, jelaskan peluang terjadinya kegagalan konstruksi! 2) Jelaskan penyebab terjadinya kegagalan konstruksi pada setiap tahap siklus sebuah proyek! 3) Bagaimana cara meminimalkan peluang terjadinya kegagalan konstruksi pada setiap tahap siklus sebuah proyek? 2.5 Tugas 1) Buatlah makalah tentang cacat dan kegagalan pada beton bertulang beserta cara penanganannya 2) Buatlah makalah tentang cacat dan kegagalan konstruksi yang terjadi pada bangunan air