Uploaded by Karina Kurnia Maharani

Bab II Kegagalan Konstruksi

advertisement
4
BAB II
KEGAGALAN KONSTRUKSI
2.1 Deskripsi Singkat
Dalam pertemuan ini akan dipelajari materi kegagalan yang terjadi pada
konstruksi. Materi dalam bab ini antra diambil dari makalah dengan judul Latar
Belakang dan Kriteria dalam Menentukan “Tolok Ukur” Kegagalan Bangunan (Steffie
Tumilar-HAKI, Jakarta, Mei 2006), http://wwwjalanjembatan.blogspot.com/2009/04/
penyebab-indikator-kegagalan-bangunan.html untuk kegagalan pada bangunan jalan
dan
jembatan,
http://edypatrawijaya.blogspot.com/2010/07/kegagalan-struktur-
bangunan-gedung.html untuk kegagalan pada bangunan gedung. Pada akhir materi
diberikan contoh laporan identifikasi kegagalan konstruksi pada pasar X yang terjadi
pada masa pelaksanaan.
2.2 Sub Kompetensi
Pada akhir pertemuan ini mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan
pengertian kegagalan konstruksi, contoh-contoh kegagalan konstruksi, penyebab dan
cara penanganannya.
2.3 Materi Belajar
2.3.1 Pendahuluan.
Dengan
dikeluarkannya
UU-RI
No.18
Tahun
1999
Tentang
Jasa
Konstruksi dan Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Jasa Konstruksi, Peraturan
Pemerintah No.29 Tahun 2000, maka timbul berbagai komentar dari berbagai
Asosiasi Profesi terutama perihal definisi dari “Kegagalan Bangunan” (“Building
Failure”) serta penerapan dari Undang-Undang tersebut. Dampak ini melanda
pengguna Jasa Konstruksi dan pihak Asuransi, karena definisi yang ditentukan
dalam
Undang-Undang
tersebut spektrumnya sangat luas sehingga sulit untuk
diterapkan.
Sejak tahun 2000 telah dilakukan pembahasan mengenai “Kegagalan
Bangunan” khususnya perihal definisinya dengan berbagai Asosiasi Profesi dan pihak
Sekber Jasa Asuransi, dan HAKI (Himpunan Akhli Konstruksi Indonesia)
5
berpartisipasi dalam aktivitas tersebut. Tetapi setelah berlangsung sekian lama,
pembahasan tidak dapat menghasilkan sesuatu yang konkrit karena pembahasan
masih
berputar
disekitar definisi “Kegagalan Bangunan” yang ternyata sangat
kompleks dan tidak sesederhana seperti yang diungkapkan dalam Undang-Undang.
Untuk memungkinkan terlaksananya Undang-Undang tersebut maka perlu dibuat
rambu-rambu mengenai kriteria dan Tolok Ukur Kegagalan Bangunan yang lebih
realistis dan spesifik.
1) Apa yang dimaksudkan dengan “Kegagalan” (Failure)?
a) UU-RI No.18 Tahun 1999 Tentang Jasa Konstruksi, Bab 1, Pasal 1
ayat
6
adalah: Kegagalan bangunan adalah keadaan bangunan, yang setelah diserah
terimakan oleh penyedia jasa kepada penguasa jasa, menjadi tidak berfungsi
baik secara keseluruhan maupun sebagian dan/atau tidak sesuai dengan
ketentuan yang tercantum dalam kontrak kerja konstruksi atau pemanfaatannya
yang menyimpang sebagai akibat kesalahan penyedia jasa dan/atau pengguna jasa.
Menurut Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Jasa Konstruksi, Peraturan
Pemerintah No.29 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi, Bab V
Pasal 34 adalah: Kegagalan bangunan merupakan keadaan bangunan yang
tidak
berfungsi, baik secara keseluruhan maupun sebagian dari segi teknis,
manfaat, keselamatan dan kesehatan kerja, dan atau keselamatan umum sebagai
akibat kesalahan Penyedia jasa dan atau Pengguna jasa setelah penyerahan akhir
pekerjaan konstruksi. Catatan: Perihal tanggung jawab, jangka waktu tanggung
jawab, Pihak Ketiga selaku penilai dan ganti rugi dapat dilihat pada Bab V, Pasal
35s/d 48.
b) Dov Kaminetzky,”Design and Construction Failures”-Lessons from Forensic
Investigation, McGraw-Hill,Inc,1991 menyatakan, “failure” is human act and is
defined as:
omission of
occurrence or
performance; lack of
success;
nonperformance; insufficiency; loss of strength; and cessation of proper
functioning or performance.
c) N
Ananda
Coomarasamy,
Senior
Civil
Engineer,
Construction
&
Maintenance Department Port of Singapore Authority, “Construction Related
Structural Failures”, International Conference on Structural Failure, ICSF 87,
Singapore, 30-31 March 1987 mengemukakan, Structural failure may be defined
as the behaviour or performance of a structure not in agreement with the expected
condition of stability and desired service. Failure can also refer to total collapse
6
and defects of such nature that are irrepairable or uneconomical to repair for
proper usage.
d) HAKI pada tahun 2001 coba mengkaitkan dengan UU-RI No.18 Tahun
1999
Tentang Jasa Konstruksi, dan memberikan usulan definisi sebagai berikut:

Definisi Umum:
Suatu bangunan baik sebagian maupun keseluruhan dinyatakan mengalami
kegagalan bila tidak mencapai atau melampaui nilai-nilai kinerja tertentu
(persyaratan minimum , maksimum dan toleransi) yang ditentukan oleh
Peraturan, Standar dan Spesifikasi yang berlaku saat itu sehingga bangunan
tidak berfungsi dengan baik.

Definisi Kegagalan Bangunan akibat Struktur.
Suatu bangunan baik sebagian maupun keseluruhan dinyatakan mengalami
kegagalan struktur bila tidak mencapai atau melampaui nilai-nilai kinerja
tertentu (persyaratan minimum , maksimum dan toleransi) yang ditentukan
oleh Peraturan, Standar dan Spesifikasi yang berlaku saat itu sehingga
mengakibatkan struktur bangunan tidak memenuhi unsur-unsur kekuatan
(strength), stabilitas (stability) dan kenyamanan laik pakai (serviceability)
yang disyaratkan.
e) Dr. Jack E. Snell, Director, Building and Fire Research Laboratory, NIST
Investigation Authorities, minutes of April 29, 2003, meeting - Gaithersburg,
Maryland, The National Construction Safety Team Advisory Committee National
Institute of Standards and Technology: All the law says is that significant loss of
life or the potential for significant loss of life within buildings would constitute a
building failure. Pernyataan ini dikemukakan pada saat ada peserta meeting
menanyakan apa definisi dari “Building Failure”.
Tentunya masih banyak lagi definisi-definisi yang dapat dikemukakan berbagai
pihak, sehingga kelihatannya sampai saat ini belum ditemukan satu kesepakatan
yang universal sebagaimana yang terlihat pada pernyataan-pernyataan berikut.
Prof. Briant Clancy, President, Institution of Structural Engineers dalam Keynote
Address pada International Conference on Foundation Failures, 12-13 May 1997,
Singapore mengatakan: ……..I have attended many Conferences over the years
but few speakers have attempted to address the question of “what is a failure?”
7
and I will be interested to see what contributors to this Conference decide
constitutes a failure and why?
Hal yang serupa juga dipertanyakan pada meeting yang lalu yang diadakan di
Gaithersburg, Maryland, The National Construction Safety Team Advisory
Committee National Institute of Standards and Technology, April 29,2003.
2) Beberapa pengertian dan penjelasan dibalik “Kegagalan” (Failure)
“All failures are caused by human errors and we cannot design for zero
probability of failure”. We must not forget that risk cannot be entirely eliminated,
but only reduced to an acceptable level. Dengan demikian maka asuransi
diperlukan. Walaupun demikian konsultan perlu merencanakan segalanya
dengan baik, oleh karenanya dalam setiap design akan ada suatu safety factor.
Safety factor ~ assumed strength/assumed load
Bila Actual load > Actual strength , the result is failure.
Safety can be defined as the state of being safe or freedom from risk of
injury or danger.
a) Errors, mistakes, and blunders.

Errors: Deviation from the true value, lack of precision, variation in
measurement because of lack of human and mechanical perfection. Errors
dapat dibagi dalam 2 kelompok: accidental errors dan systematic errors.
Accidental errors, on the other hand, will be distributed at random in
accordance with the laws of probability. Systematic errors are errors which
are always of approximately the same magnitude. Ada 3 jenis dasar dari
human errors:
- Errors of knowledge (ignorance).
Ignorance: ignorance is often the result of insufficient education,
training and experience.
- Errors of performance (carelessness and negligence).
Carelessness and negligence include errors in calculations and
detailing, incorrect reading of drawings and specifications, and
defective construction and workmanship. These are errors of
execution, and are the result of lack of care.
- Errors of intent (greed).
8
Greed, on the other hand, is an error of intent which is done with full
knowledge.

Mistakes: Mistakes result from lack of judgment, caused by a
misconception or misapprehension-that is, by conceiving or understanding
wrongly. Lack of judgment may be divided into two categories: mistakes
due to acceptance of wrong data and mistakes due to lack of experience.

Blunders: Blunders are the result of lack of care.
b) Unsur-unsur kegagalan (ingredients of failure).

Collapse: When all the built-in resistances in a structure are no longer
available, the unfortunate result is a total collapse.

Progressive collapse are usually very severe since they take the form
of swift, “domino effect” failures.

Nonperformance.
Semua construction projects bergerak secara bertahap sesuai dengan daur
hidupnya (life cycle), yang umumnya terdiri dari 4 tahapan. “If one phase is
faulty, no grade of excellence on the part of the other phases will prevent
nonperformance or failure of the facility”. Tahapan yang dimaksud adalah:
a) Concept and feasibility.
b) Design, details, and specifications-contract documents.
c) Performance of the work, actual construction, control, guidance, and
supervisory inspection.
d) Owner and public use of the completed facility.
3) Penyebab “Kegagalan” (Cause of Failure).
Penyebab kegagalan dapat dibagi dalam dua klasifikasi.
a) Predictable (controlled by humans) mencakup:

Design (we must not forget that risk cannot be entirely eliminated, but
only reduced to an acceptable level).

Detailing and drafting

Material (material failure is either a failure of selection or a failure in the
manufacture process. Material themselves never fail. They follow the
laws of nature and physics).
9

Workmanship

Inspection
b) Unpredictable, “act of God”.
4) Jenis Kegagalan (Types of Failures).
Kegagalan (failures) dapat diklasifikasikan dalam:
a) Construction failures
Construction failures occur prior to and during construction. Prior to
construction, errors occur in concept and in design.
b) Service failures
c) Maintenance failures.
5) Failure Range.
R J M. Sutherland Partner Harris & Sutherland, London, England, “ Structural
safety and Failure – An Overview”, International Conference on Structural
Failure, ICSF 87, Singapore, 30-31 March 1987:
Failure range from total collapses, local fractures, excessive deflections
and uncomfortable vibration to premature decay and unexpectedly high
maintenance.
Dari uraian tersebut diatas dapat dilihat betapa kompleks permasalahan
yang dihadapi dalam menentukan definisi dari
Failure) karena terdapat
sebelum
banyak
istilah
“Kegagalan Bangunan” (Building
yang
harus
didefinisikan
juga
mendefinisikan “Kegagalan Bangunan” itu sendiri. Oleh karena itu
maka pada rapat-rapat dengan berbagai Asosiasi Profesi yang diadakan di LPJKN
(Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Nasional) pada tahun 2005 yang lalu
disepakati bahwa pembahasan selanjutnya harus bertolak dari definisi yang telah
ditentukan dalam UU-RI No.18 Tahun
1999 Tentang Jasa Konstruksi, karena merubah Undang Undang bukan hal yang
mudah
disamping
membutuhkan
waktu
yang
panjang.
Untuk
mengatasi
permasalahan yang sangat kompleks tersebut maka banyak negara berlindung dibalik
“Code and Standards”.
10
2.3.2 Investigasi dan Analisis Kegagalan Bangunan Gedung
Tujuan dari investigasi dan analisis kegagalan struktur bangunan:
1) Mengidentifikasi kegagalan struktur
a) Pengamatan visual,dilakukan pada tahap awal dari seluruh rangkaian kegiatan
di lapangan.
b) Gambaran secara umum tentang tingkat kerusakan.
c) Kategori kerusakan ( kerusakan berat,kerusakan sedang,kerusakan ringan ).
d) Kerusakan beton secara visual dapat berupa retak- retak halus,retakan
besar,meletusnya (spalling) beton di titik- titik tertentu, perubahan warna
elemen, maupun pengelupasan beton.
2) Pengukuran dimensi
a) Mengukur
dan
memeriksa
dimensi
elemen-
elemen
struktur
yaitu
kolom,balok,plat lantai termasuk jarak kolom dan tinggi lantai.
b) Pengukuran dilakukan pada setiap lantai.
c) Hasil pengukuran beserta sifat bahan merupakan bahan masukan untuk
analisis ulang struktur pasca kegagalan.
Penyebab kegagalan dari struktur bangunan gedung :
1) Perencanaan
Pada waktu perencanaan struktur ini harus memperhitungkan mutu beton dan
mutu baja yang digunakan. Agar dikemudian hari tidak terjadi permasalahan
struktur karena dapat berakibat pada keamanan dan fungsi dari bangunan tersebut.
Mutu yang rendah akan mengkibatkan beton tersebut tidak kedap terhadap air.
Walaupun beton bertulang sulit untuk dapat kedap air secara sempurna.
Kesalahan perencanaan dapat berupa kesalahan hitung, pendetailan dan kesalahan
lainnya.
a) Kesalahan hitung yang berasal dari :

Sistem mekanika yang salah

Pembebanan kombinasi

Lendutan yang terlalu besar
b) Kesalahan pendetailan :

Kekurangan tulangan

Tulangan terlalu rapat
11

Persyaratan selimut tidak terpenuhi

Toleransi pendetailan tidak terpenuhi

Pendetailan yang tidak jelas, sulit bahkan tidak mungkin dilaksanakan
c) Kesalahan lainnya,misalnya :

Serangan fisik/ kimia yang tidak diperkirakan

Investigasi tanah yang minim

Akibat deformasi struktur yang tidak diperkirakan.

Dan perencanapun harus memperhatikan daerah beton yang akan terkena
air, sehingga dapat direncanakan untuk memberi pelindung berupa water
proofing. Hal ini dapat memperkecil merembesnya air kedalam struktur
beton bertulang.
2) Pelaksanaan Konstruksi
Pelaksanaan konstruksi sangat menentukan dalam keberhasilan suatu proyek
pembangunan fisik, walaupun perencanaannya telah sesuai dengan standar dan
melalui proses perhitungan yang tepat. Kesalahan pelaksanaan dapat berupa :
a) Bahan dan komposisinya

Semen yang tidak memadai (kurang atau berlebih)

Agregat yang reaktif, yang peka terhadap alkali

Bahan yang mengandung sulfat, bahan organik dsb

Faktor air semen terlalu tinggi
b) Acuan

Kurang stabil dan deformasi besar

Kurang pembasahan

Kebocoran

Penyambungan yang buruk
c) Pengerjaan

Kurang pemadatan ( sarang kerikil, gelembung udara )

Segregasi (tinggi jatuh)

Bleeding, penurunan setting
d) Perawatan pasca

Kurang perawatan (retak susut)

Pembongkaran acuan yang terlalu cepat

Perbaikan yang tidak baik
12
3) Kesalahan Penggunaan
Saat bangunan mulai beroperasi, dapat terjadi kesalahan dalam penggunaan, yang
disebabkan antara lain karena bangunan dibebani pengaruh yang dalam tahap
perencanaan tidak diperhitungkan, misalnya :
a) Beban yang lebih tinggi
b) Pembuatan lobang / bukaan
c) Penambahan struktur
Pada dasarnya suatu bangunan tidak terlepas dari kerusakan- kerusakan yang
terjadi, baik yang disebabkan oleh karena kesalahan- kesalahan perencanaan,
pelaksanaan, penggunaan maupun pengaruh eksternal / lingkungan dan waktu.
Kerusakan,baik jenis maupun penyebabnya perlu diketahui secara dini dan tepat.
Banyak jenis dan penyebab kerusakan yang dapat diketahui secara visual dengan mata
langsung maupun dengan peralatan. Dengan diketahuinya jenis dan penyebab
kerusakan akan dapat ditangani perbaikannya dengan metode yang tepat dan waktu
yang tidak terlambat. Di dalam pelaksanaan konstruksi beton bertulang harus ketat
dalam pengawasan material dan metoda pelaksannan yang diterapkan harus sesuai
dengan ketentuan teknik sipil yang telah dituangkan oleh perencana dalam dokumen
perencanaan. Material yang jelek dapat menurunkan kualitas bangunan sehingga
bangunan tidak layak fungsi selama umur rencana.
Untuk melakukan pemeriksaan terhadap struktur secara detail perlunya alat
investigasi. Peralatan investigasi terbagi 2 ( dua ) :
1) Non destructive apparatus ( alat uji tidak merusak )
Mekanik, optik, kimia, elektronik, dinamik, termik, suara.
2) Destructive apparatus ( alat uji merusak )
Mekanik, optik, kimia, elektronik, dinamik, termik
Secara umum, semua bangunan sipil dirancang untuk sesuai dengan fungsi/
tujuan dengan mengindahkan persyaratan- persyaratan kekuatan, kekakuan,
kestabilan, daktalitas dan ketahanan terhadap kondisi lingkungan. Namun setelah
bangunan berdiri, terjadi kerusakan yang berakibat persyaratan- persyaratan tersebut
tidak terpenuhi lagi. Jika bangunan tidak segera ditangani perbaikan atau
perkuatannya, kerusakan dapat berlanjut lebih parah lagi.
Agar bangunan yang sudah rusak dapat terus difungsikan, diperlukan tindakan
rehabilitasi yang dapat berupa perbaikan ( retrofit ) atau perkuatan( strengthening ).
13
Dengan dilaksanakannya repair pada bangunan tersebut diharapkan bangunan dapat
berfungsi dengan baik selama umur layanan dan dapat bertahan untuk waktu yang
relatif lama, dengan catatan bangunan harus selalu diperhatikan dan dipelihara dengan
baik termasuk pemeliharaan lingkungan disekitarnya.
2.3.3 Kegagalan Bangunan Jalan dan Jembatan
1) Pendahuluan
Tuntutan masyarakat akan layanan transportasi semakin meningkat terus
sebagai akibat langsung dari mobilitas manusia dan barang yang meningkat hari demi
hari, efektifitas layanan transportasi sangat dipengaruhi oleh kualitas sarana dan
prasarana transportasi itu sendiri. Prasarana transportasi (jalan dan jembatan)
merupakan salah satu produk dari kegiatan jasa konstruksi sehingga proses
pembangunan prasarana transportasi harus mengacu Undang-Undang yang berlaku.
Kegagalan bangunan jalan dan jembatan akan menghambat pelayanan
transportasi sehingga keempat unsur yang terkait dengan pembangunan (perencana,
pengawas, pelaksana dan pengguna) harus dapat diminta pertanggung jawabnya
sesuai dengan tugas dan kewenangannya, maka untuk itu perlindungan terhadap
kegagalan bangunan sangatlah diperlukan.
2) Definisi Kegagalan Bangunan
Menurut Undang-Undang no.18 tahun 1999 dan PP 29 tahun 2000, Definisi
Kegagalan Bangunan secara umum adalah merupakan keadaan bangunan yang tidak
berfungsi, baik sacara keseluruhan maupun sebagian dari segi teknis, manfaat,
keselamatan dan kesehatan kerja dan/atau keselamatan umum, sebagai akibat
kesalahan penyedia jasa dan atau pengguna jasa setelah penyerahan akhir pekerjaan
konstruksi.
Jalan dan jembatan berfungsi sebagai prasarana untuk pergerakan arus lalu
lintas. Dengan demikian jalan dan jembatan direncanakan agar dapat memberi
pelayanan terhadap perpindahan kendaraan dari suatu tempat ketempat lain dengan
waktu yang sesingkat mungkin dengan persyaratan nyaman dan aman (comfortable
and safe). Sehingga dapat dikatakan bahwa kecepatan (speed) adalah merupakan
faktor yang dapat dipakai sebagai indikator untuk menilai apakah suatu
jalan/jembatan mengalami kegagalan fungsi bangunan atau tidak.
14
Secara khusus definisi kegagalan bangunan untuk jalan dan jembatan adalah
suatu kondisi dimana bangunan jalan dan jembatan tidak mampu melayani pengguna
jalan sesuai dengan kecepatan rencana secara nyaman dan aman.
3) Penanggung Jawab Kegagalan Bangunan
Kegagalan bangunan dari segi tanggung jawab dapat dikenakan kepada
institusi maupun orang perseorangan, yang melibatkan keempat unsur yang terkait
yaitu :
a) Menurut Undang-undang No. 18 tahun 1999, pasal 26, ketiga unsur utama proyek
yaitu: Perencana, Pengawas dan Kontraktor (pembangun).
b) Menurut pasal 27, jika disebabkan karena kesalahan pengguna jasa/bangunan
dalam pengelolaan dan menyebabkan kerugian pihak lain, maka pengguna
jasa/bangunan wajib bertanggung-jawab dan dikenai ganti rugi.
Penyebab kegagalan perencana umumnya disebabkan oleh :
a) Tidak mengikuti TOR,
b) Terjadi penyimpangan dari prosedur baku, manual atau peraturan yang berlaku,
c) Terjadi kesalahan dalam penulisan spesifikasi teknik,
d) Kesalahan atau kurang profesionalnya perencana dalam menafsirkan data
perencanaan dan dalam menghitung kekuatan rencana suatu komponen
konstruksi,
e) Perencanaan dilakukan tanpa dukungan data penunjang perencanaan yang cukup
dan akurat,
f) Terjadi kesalahan dalam pengambilan asumsi besaran rencana (misalnya beban
rencana) dalam perencanaan,
g) Terjadi kesalahan perhitungan arithmatik
h) Kesalahan gambar rencana.
Penyebab kegagalan pengawas umumnya disebabkan oleh :
a) Tidak melakukan prosedur pengawasan dengan benar,
b) Tidak mengikuti TOR,
c) Menyetujui proposal tahapan pembangunan yang tidak sesuai dengan spesifikasi,
d) Menyetujui proposal tahapan pembangunan yang tidak didukung oleh metode
konstruksi yang benar,
e) Menyetujui gambar rencana kerja yang tidak didukung perhitungan teknis.
15
Penyebab kegagalan pelaksana umumnya disebabkan oleh:
a) Tidak mengikuti spesifikasi sesuai kontrak,
b) Salah mengartikan spesifikasi,
c) Tidak melaksanakan pengujian mutu dengan benar,
d) Tidak menggunakan material yang benar,
e) Salah membuat metode kerja,
f) Salah membuat gambar kerja,
g) Pemalsuan data profesi,
h) Merekomendasikan penggunaan peralatan yang salah.
Penyebab kegagalan pengguna bangunan umumnya disebabkan oleh :
a) Penggunaan bangunanan yang melebihi kapasitas rencana,
b) Penggunaan bangunan di luar dari peruntukan rencana,
c) Penggunaan bangunan yang tidak didukung dengan program pemeliharaan yang
sudah ditetapkan,
d) Penggunaan bangunan yang sudah habis umur rencananya.
4) Elemen-lemen Bangunan Yang Potensial Memberi Kontribusi Terhadap
Kegagalan Bangunan
Kekurang memadainya elemen-elemen dari jalan dan jembatan yang secara
langsung akan mempengaruhi mutu pelayanan dan kinerja dari prasarana tranportasi
yang akan mememberi konstribusi terhadap kegagalan bangunan. Secara umum
konstruksi dari Jalan sedikit berbeda dengan Jembatan, sehingga pengelompokan
elemen elemen yang berpengaruh terhadap kecepatan berbeda pula.
5) Kegagalan Bangunan Jalan
a) Geoteknik
Kegiatan di bidang geoteknik mencakup mulai dari pemilihan trace jalan,
penyiapan badan jalan, timbunan, galian sampai pada penyiapan tanah dasar
(subgrade). Dengan demikian kegagalan di bidang ini dapat berupa :

Longsoran badan jalan sebagai akibat salah pemilihan trase jalan pada daerah
yang labil dari segi geologi,

Longsoran lereng timbunan (embankment slope),

Longsoran tebing galian (cutting slope),
16

Penurunan atau kegagalan daya dukung tanah dasar,

dan sebagainya.
b) Geometrik
Kegiatan di bidang geometrik mencakup perencanaan alinyemen baik vertikal
maupun horizontal. Semua besaran dari elemen elemen geometrik sangat
tergantung dari kelas jalan tersebut yang akan mempengaruhi besaran kecepatan
rencana (design speed). Dengan demikian kegagalan di bidang ini dapat berupa :

Lebar lajur lalu lintas yang terlalu sempit,

Jari jari tikungan yang terlalu kecil,

Jarak pandang (henti dan menyiap) terlalu pendek,

Superelevasi yang tidak memadai,

Landai kritis yang terlalu besar,

Cross fall yang tidak memenuhi syarat,

Bahu yang terlalu sempit,

dan sebagainya.
c) Perkerasan
Kegiatan di bidang perkerasan mencakup mulai dari pemilihan bahan lapis
pondasi bawah, lapis pondasi atas dan lapis penutup (sub base, base and wearing
course), juga mencakup perhitungan tebal perkerasan (tebal masing masing
lapisan) berdasarkan perkiraan beban rencana untuk suatu umur rencana tertentu.
Dengan demikian kegagalan di bidang ini dapat berupa :

Stripping,

Differential settlement,

Pothole,

Permanent deformation,

Cracks,

Polishing,

Rutting,

dan sebagainya.
17
Besaran dari semua faktor diatas adalah mutu dari permukaan jalan (riding
quality) dalam bentuk parameter “Kekasaran” (Roughness) dan “Kekesatan” (Skid
Resistance).
d) Drainase dan Perlengkapan Jalan
Kegiatan di bidang drainase dan meliputi pembuatan saluran samping, gorong
gorong, guide post, guard rail, rambu lalu-lintas dll. Dengan demikian kegagalan
bangunan di bidang ini dapat berupa :

Saluran samping tidak mampu memuat debit air sehingga jalan terendam air
untuk suatu perioda tertentu,

Gorong gorong terlalu kecil sehingga air melimpas lewat perkerasan

Guard rail yang tidak memadai atau tidak ada pada tempat yang
membutuhkan,

Guide post yang tidak memadai atau tidak pada tempat yang membutuhkan,

Rambu lalu lintas yang tidak memadai baik dari segi jumlah maupun dari segi
ketepatan jenis rambu lalu lintas yang dibutuhkan,

dan sebagainya.
6) Kegagalan Bangunan Jembatan
a) Bangunan Bawah
Pondasi adalah merupakan bagian yang paling penting dari bangunan bawah
struktur jembatan yang harus meneruskan beban kendaraan serta bagian-bagian
diatasnya ke lapisan tanah. Kegagalan bangunan bawah (pilar atau abutmen)
terjadi apabila keruntuhan atau amblasnya bangunan bawah tersebut dan atau
terjadi keretakan struktural yang berpengaruh terhadap fungsi struktur bangunan
atas. Kegagalan pondasi dibagi sesuai dengan jenis pondasi yaitu:

Pondasi Langsung, kegagalan pada pondasi langsung secara fisik dapat terjadi
apabila struktur tersebut mengalami:
- Amblas, berarti elevasi pondasi berada pada level yang lebih rendah
daripada elevasi rencana.
- Miring, berarti posisi pondasi langsung tersebut tidak sesuai dengan posisi
vertikal rencana.
18
- Puntir, berarti terjadinya suatu amblas yang disertai posisi miring yang
tidak beraturan .

Pondasi sumuran, kegagalan pondasi sumuran secara fisik sama dengan
Pondasi Langsung.

Pondasi Tiang Pancang Beton/ Baja, kegagalan pondasi tiang pancang beton/
baja secara fisik dapat terjadi apabila struktur tersebut mengalami:
 Amblas, berarti elevasi pondasi berada pada level yang lebih rendah
daripada elevasi rencana.
 Patah, yaitu kondisi dimana tidak ada kesatuan antara tiang dan poor
bangunan bawah yang mengakibatkan tiang pancang tidak berfungsi, atau
tiang pancang beton mengalami retak struktural.
b) Bangunan Atas
Kegagalan Bangunan Atas Jembatan dapat dibagi sesuai dengan jenis bangunan
atas yaitu:

Retak Struktural
Unsur retak akan mempengaruhi kekuatan struktur adalah lebarnya dan
kedalaman retak yang terjadi. Lebar retak yang berlebihan, disamping akan
secara langsung mengurangi kekuatan struktur juga akan memberikan peluang
udara dan air yang akan mengakibatkan terjadinya korosi yang pada akhirnya
juga mengurangi kekuatan struktrur. Maka oleh karena itu lebar maksimum
dan kedalaman retak harus dibatasi. Besarnya kedalaman maksimum retak
yang diizinkan adalah proporsional dengan tebal struktur itu sendiri.

Lendutan
Lendutan yang berlebihan, disamping akan mempengaruhi kekuatan struktur
juga mempunyai dampak psikologis bagi sipengendara. Besarnya lendutan
maksimum yang diizinkan adalah proporsional dengan bentang jembatan yang
bersangkutan.

Getaran/ Goyangan
Amplitudo getaran harus dibatasi sedemikian rupa, baik akibat angin maupun
pergerakan lalu lintas disamping sehingga masih memenuhi persyaratan baik
dari segi stabilitas struktur maupun dari dari kenyamanan sipengendara.
19
Besarnya amplitudo getaran maksimum yang diizinkan adalah proporsional
dengan bentang jembatan yang bersangkutan.

Kerusakan Lantai Kendaraan
Kerusakan lantai kendaran berupa retak, terkelupas dan atau pecah akan
berpengaruh secara langsung terhadap riding quality lantai kendaraan yang
menyebabkan kenyaman sipengendara akan berkurang. Maka. luas kerusakan
dibatasi tidak boleh melebihi angka yang dipersyaratkan yaitu persentase luas
yang rusak terhadap suatu luas segmen yang ditinjau.

Tumpuan (Bearing)
Kerusakan tumpuan pada derajat tertentu akan mempengaruhi sistem
pendukungan tumpuan terhadap beban yang pada akhirnya sistem distribusi
beban berubah. Oleh sebab itu tingkat kerusakan tumpuan ini harus dibatasi
sehinga tidak sampai merubah sistem pembebanan original. Besarnya tingkat
kerusakan maksimum yang diizinkan tergantung dari jenis tumpuan itu
sendiri.

Expansion Joint
Kerusakan expansion joint yang berupa robek atau terkelupasnya joint
sealantnya tidak terlalu berpengaruh terhadap kekuatan struktur. Namun akan
sangat berbahaya jika lubang yang yang terjadi cukup besar yang dapat
mengakibatkan bahaya bagi kendaraan yang melaju dengan kecepatan tinggi.
Oleh karena itu tingkat kerusakan expansion joint ini harus sedemikian rupa
sehingga tidak membahayakan kepada pengendara kendaraan.
7) Acuan Standar
Standar yang dipergunakan adalah standar yang telah dikeluarkan oleh pemerintah
Republik Indonesia yang sudah mendapat status “Standar Nasional Indonesia”
(SNI), Rancangan Standar Nasional Indonesia (RSNI) dan Standar standar yang
telah dikeluarkan oleh Dit.Jen. Prasarana Wilaya (Dit.Jen. Binamarga) yang masih
dalam proses menuju RSNI dan SNI. Khusus untuk pekerjaan Jalan dan Jembatan,
SNI maupun RSNI yang sudah ada sebagian besar merujuk kepada Standarstandar yang sudah dikenal secara internasional (world wide) mis. AASHTO,
ASTM , BS, NAASRA dll. Standar standar tersebut dapat berupa “Metoda”, “Tata
Cara” dan “Spesifikasi”.
20
8) Parameter Yang Diukur dan Persyaratannya
Persyaratan (spesifikasi) yang diperlukan oleh parameter-parameter dari elemen
elemen yang potensial terhadap kegagalan bangunan dapat bersifat sangat relatif,
untuk jalan tergantung dari kecepatan rencana dan volume kendaraan yang lewat
(LHR) yang akan menentukan kelas jalan tersebut, dan untuk jembatan tergantung
dari jenis dan tipe jembatan, dimana jenis dan tipe ini dapat dipengaruhi oleh
panjang bentang jembatan tersebut.
Persyaratan dalam bentuk nilai nominal parameter parameter dari Elemen Elemen
Bangunan Jalan dan Jembatan yang potensial memberi kontribusi terhadap
Kegagalan Bangunan beserta Acuan Standar sedang dalam proses penyusunan.
2.3.4 Contoh Kasus
Berikut disajikan contoh laporan identifikasi kegagalan konstruksi pada pasar
X yang terjadi pada masa pelaksanaan.
1) Ringkasan Eksekutif
Keruntuhan pada sebagian Struktur Beton Lantai 2 Proyek Pembangunan dan
Rehabilitasi Pasar X terjadi pada tanggal 13 Oktober 2009 sekitar pukul 13.00
WITA pada saat terjadi hujan deras dan angin kencang.
Keruntuhan pada area lantai 2 yang dibatasi as D,G, 5 dan 9 merupakan
keruntuhan akibat efek domino yang diawali runtuhnya balok as F7-F8 pada
tengah bentang.
Keruntuhan diduga karena lemahnya aksi komposit beton dan besi tulangan serta
detailing penulangan yang salah pada sebagian elemen struktur. Lemahnya aksi
komposit diduga karena rendahnya mutu beton yang diakibatkan keluarnya air
semen.
Rencana tindakan yang harus segera dilakukan adalah pekerjaan perkuatan
sementara, pekerjaan pembongkaran dan pembersihan, pekerjaan perkuatan
struktur yang terkena efek keruntuhan, pekerjaan ulang (rework) struktur yang
mengalami keruntuhan dan pekerjaan perbaikan dan perkuatan pada beberapa
elemen struktur beton yang tidak memenuhi persyaratan.
Hal lain yang perlu mendapat perhatian adalah masalah selimut beton. Karena
lokasi Pasar X berdekatan dengan lingkungan laut maka perlu ada jaminan agar
tidak terjadai korosi pada besi tulangan, karena hal ini sangat mempengaruhi
terhadap kekuatan struktur beton.
21
Identifikasi lebih lanjut terhadap kelayakan struktur beton perlu dilakukan oleh
kontraktor dan pihak-pihak yang terkait. Karena Pasar X merupakan bangunan
publik maka perbaikan dan perkuatan perlu dilakukan secara teliti dan sesuai
dengan Standar yang ada sehingga Pasar X dapat berfungsi sesuai dengan umur
rencana.
2) Latar Belakang
Memenuhi permintaan pelaksana Proyek Pembangunan dan Rehabilitasi Pasar X,
maka dilakukan kegiatan kajian teknis sehubungan dengan terjadinya keruntuhan
pada sebagian Struktur Beton Lantai 2 Proyek Pembangunan dan Rehabilitasi
Pasar X. Kegiatan dilakukan tanggal 14 Oktober 2009 s/d 16 Oktober 2009.
3) Metodologi
Metodologi yang digunakan untuk kajian teknis ini adalah dengan melakukan
rekonstruksi pada keruntuhan yang terjadi berdasarkan data-data yang ada dan
kondisi lapangan.
Dalam rangka kajian teknis tersebut telah dilakukan serangkaian kegiatan sebagai
berikut:
a) Review dokumen kontrak : gambar rencana dan dokumen pelaksanaan
lapangan
b) Survey kondisi struktur beton (balok, plat dan kolom) yang runtuh dan yang
masih berdiri, yang terdiri dari:
 Pengamatan secara visual
 Uji hammer test
c) Wawancara dengan pelaksana lapangan dan pihak-pihak terkait
4) Output yang diharapkan
Output yang diharapkan dari kajian teknis adalah sebagai berikut:
a) Mengetahui pola keruntuhan yang terjadi
b) Mengidentifikasikan faktor penyebab keruntuhan
c) Usulan perbaikan (remedial work) bagian struktur beton yang runtuh,
perkuatan struktur yang terkena efek keruntuhan serta perbaikan dan
perkuatan pada beberapa elemen struktur beton yang tidak memenuhi
persyaratan.
22
5) Hasil Kajian
a) Kronologi Kejadian
Pada hari Selasa tanggal 13 Oktober 2009, telah terjadi keruntuhan pada
Struktur Beton Lantai 2 pada area yang dibatasi as D, G, 5 dan 9, sebagaimana
Gambar 2.1. Keruntuhan terjadi sekitar pukul 13.00 WITA pada saat terjadi
hujan deras dan angin kencang. Pada saat kejadian umur beton telah mencapai
21 hari, sehingga telah dilakukan perancah dan bekisting.
1
15/40
30/45
15/40
30/45
30/40
50/70
30/45
30/45
15/60
30/40
30/40
30/45
30/40
30/40
30/45
50/70
30/45
15/40
15/40
15/60
30/40
30/40
30/40
30/45
30/45
30/45
30/45
30/40
15/60
30/45
30/45
15/60
50/70
30/40
30/45
30/45
30/40
30/45
50/70
30/45
15/60
30/45
15/40
30/40
30/40
50/70
30/45
30/45
50/70
50/70
30/40
30/40
30/40
50/70
30/45
15/40
30/45
50/70
30/45
50/70
30/40
30/40
30/45
30/45
30/45
50/70
30/45
50/70
30/45
50/70
30/45
30/40
50/70
30/40
30/40
50/70
50/70
50/70
30/40
30/40
30/45
30/40
30/40
50/70
50/70
30/40
30/40
50/70
30/40
30/40
30/40
50/70
30/40
50/70
30/40
30/40
50/70
30/40
30/40
30/40
30/40
30/40
50/70
50/70
30/40
30/40
50/70
50/70
15/40
30/40
30/45
50/70
30/40
30/45
30/45
50/70
30/40
30/40
50/70
50/70
30/40
30/40
50/70
50/70
30/40
30/40
30/40
50/70
15/60
9
30/45
30/45
30/45 30/45 30/45 30/45 30/45 30/45 30/45 30/45 30/45 30/45 30/45
30/40
30/40
50/70
50/70
30/40
30/40
30/40
30/45
50/70
30/40
50/70
30/45
30/45
50/70
50/70
30/40
30/45
30/45
30/45
8
30/45
30/40
15/60
30/45
50/70
30/45
15/60
30/40
50/70
30/45
30/45
30/45
50/70
50/70
30/40
30/45
30/45
50/70
30/40
30/40
30/45
30/40
15/60
50/70
30/45
30/45
30/45
50/70
30/40
30/45
30/40
50/70
30/40
30/40
50/70
50/70
30/40
30/45
30/40
50/70
30/40
30/40
50/70
50/70
30/40
30/45
30/40
50/70
30/40
30/40
30/40
50/70
50/70
30/40
50/70
30/40
30/40
30/40
50/70
30/45
50/70
30/40
50/70
30/40
30/40
50/70
30/45
50/70
30/40
50/70
30/40
30/40
50/70
30/45
50/70
30/40
30/40
30/40
30/45
30/45
7
30/45
30/45
30/45
30/45
30/45
50/70
30/45
6
30/45
30/45
50/70
15/60
30/45
30/45
15/60
30/45
30/40
30/40
50/70
50/70
30/40
30/40
50/70
50/70
30/40
30/40
30/45
30/40
30/40
50/70
50/70
30/40
30/40
50/70
50/70
30/40
30/40
30/40
30/45
50/70
30/45
30/40
30/40
30/40
50/70
30/40
30/40
30/40
50/70
50/70
30/40
30/40
50/70
50/70
30/40
30/40
30/40
30/40
50/70
50/70
30/40
30/40
50/70
30/45
50/70
Area Keruntuhan
30/45
30/45 30/45 30/45 30/45 30/45 30/45 30/45
50/70
50/70
30/40
30/40
30/40
30/40
50/70
50/70
30/40
30/40
30/40
30/45
50/70
30/40
50/70
50/70
50/70
50/70
30/40
30/40
50/70
30/40
30/40
50/70
30/40
30/40
15/60
50/70
5
30/45
50/70
30/40
30/45
30/45
30/45
30/40
50/70
50/70
50/70
30/45
30/40
15/60
30/45
30/45
30/45 30/45 30/45 30/45 30/45 30/45 30/45
30/45
30/40
30/45
4
50/70
30/45
15/60
30/45
15/60
50/70
30/40
50/70
30/45
50/70
30/40
30/45
30/45
50/70
30/40
50/70
30/45 30/45 30/45
30/45
30/40
30/40
30/40
50/70
50/70
50/70
50/70
50/70
15/40
15/40
50/70
30/40
30/40
50/70
50/70
30/45
3
30/45
30/45
15/60
30/40
15/40
30/45
30/45
15/40
50/70
50/70
30/45
15/40
30/45
30/45
2
30/45
15/40
15/40
RENCANA BALOK LT. 2
10
SKALA 1 : 300
A
B
C
D
E
F
G
H
I
J
Gambar 2.1 Area Keruntuhan pada Lantai 2
b) Pola Keruntuhan
Keruntuhan pada area yang dibatasi as D,G, 5 dan 9 merupakan keruntuhan
akibat efek domino, dengan dugaan urutan sebagai berikut:
1. Balok as F7-F8 runtuh pada tengah bentang
2. Kolom F8 roboh ke arah kolom G9 (adanya bukaan pada plat as F, G, 8
dan 9 menyebabkan kolom cenderung bergerak ke arah G9)
3. Robohnya kolom F8 menyebabkan balok F8-E8 putus
4. Putusnya balok F8-E8 diikuti runtuhnya kolom E8 ke arah kolom D9
5. Selanjutnya diikuti runtuhnya balok dan plat lainnya seluas area yang
dibatasi D, G, 5 dan 9 sebagai efek domino
23
Sketsa dugaan urutan keruntuhan sebagaimana Gambar 2.2 berikut
2. Balok as F7-F8
runtuh pada tengah
bentang
3. Kolom F8
1
2
roboh kearah
kolom G9
3
4
5
15/4
30/
40
45
30/
45
50/
30/
15/
45
40
30/
45
30/
15/6
45
60
50/
50/
70
30/
45
30/
30/
4545
30/50/
40 70
50/
70
30/ 70
40
30/ 50/
70
40 70
30/
30/
50/ 45
40
70
30/
45
50/
30/ 70
40
30/
45
30/
50/30/
30/
40
50/
40
40 70
40 70
70
50/
30/
30/ 50/
30/50/
45
30/
30/
30/
30/
30/
45 50/ 45
45
40
40
70
40
40
40
Arah
70 45
45
runtuh
50/
kolom
F8 30/ 50/
30/
30/50/
30/
30/
30/
30/
45
45
40
30/ 70
15/4
0
a
45
15/6
30/
60
45
30/
15/4
40 70
40
70
30/
30/
30/
30/
45 50/ 45
40
40
70
50/
30/50/
40 70
30/ 70
30/50/
30/ 70
40
40 70
40
30/
50/
40
70
30/
30/
50/
40
70
30/
30/50/
40 70
30/
50/
40
70
40
30/
45
50/
30/ 70
40
30/
40
30/
45
30/50/
40 70
30/
50/
40
70
50/
70
30/50/
40 70
40
30/
45
50/
30/ 70
40
30/
40
30/
45
50/
30/ 70
40
15/4
40
30/50/
40 70
30/50/
45 70
30/
45
50/
30/
70
40
30/
7
45
8
30/50/ 30/
40 70 45
40
45
15/4
30/4
45
40
A
B
C
D
PEKERJ A
AN
PER ENCAN AAN
PEM BAN
GUNAN DAN
PASAR
TEKN
IS X
REHABILIT ASI
NAMA
GAM BAR
RENCAN A
BALOK LT.1
Disiapkan
oleh :
SUPR AYITN
Ketua
O, ST
Tim ks a
Diperi
oleh :Pembuat
Pej abat
Komitmen
5
30/4 50/
15/
30/4
15/
40
7030/4 60
45
40
30/ 30/4
45
45 5
50/7
50/7
50/
30/4
70
0
70
15/45
RENCA NA BALOK
40
SKALA 1 :
LT. 1
50/7
300
70
30/4 30/4
50/
30/4
70
15/
30/ 4045 40
40
45 30/4 30/4
45 50/7
45
50/7
30/4 70
70
45
15/4
0
30/
30/
E
50/
70
F
G
H
I
Drs. AKHMAD
NIP. 380 053
SYAR WANI
532
Disetujui
oleh :
Kepal a Kantor Pengel olaan Pas ar dan
Kebersi han
J
Drs. AHM AD
NIP. 170
FARHAN
, Msi 012
Skal790
No.
Gambar
3
45
40
30/
50/ 45
40
70
30/
45
30/50/
40 70
30/
40
50/
70
50/
30/50/
40 70
30/ 70
30/
50/
40
70
30/
40
40
30/
45
50/
30/ 70
40
30/
40
30/
45
1
30/
50/
30/50/
40 70
9
1
30/
30/
30/
30/
30/
45
45 50/45
40
40
70
30/
50/
40
70
60
40
30/
30/
30/
30/
30/
45 50/45
45
40
40
70
30/50/
40 70
15/6
BERSUJUD
1a:
50
40
Arah
runtuh
50/
30/50/kolom
30/ 70E8
40 70
15/4
6
50/7
30/4 30/4
30/4 30/4
70
45
4550/
45
50/7 45 15/4
15/415/4
15/
7050/
7030/
30/4
30/4
50/7
4030/40
50/7 50/ 50/7
50/7
40
40
70 70
40
407030/4
70
040 70
45
45
30/4 30/4
30/4
50/7
50/730/4 30/4
50/ 30/
50/
30/4
30/4
30/
30/430/4 30/4
30/4 40
4070 40
4070 40
407030/430/430/ 30/4
70
45 45
45
45
45
45
45
45 45 45 45
15/6
15/6
15/ 50/7
30/4 30/4
30/4 30/4 30/4 30/
30/4
50/730/4
50/730/4 30/
50/7 15/6
50/7 50/ 50/7 50/ 50/
6050/7
0
60
60
30/4
0 4070 4070 4070 4070 4070 4070 4070 4070 4050/7407030/4
45
45
70 30/
30/4 30/4
30/4
30/4
30/4
30/4
30/
30/4
50/7
50/7
50/
50/ 30/4
50/7
30/4
30/430/430/430/4
30/4
30/4
30/4
30/
30/4
30/430/430/4
40
4070 40
4070 40
4070 40
4070 40
4070
45 45 45 45
45
45
45
45
45
45
45 45 45
15/6
15/6
30/4
30/4 30/4
30/4
30/4
30/4
50/7
30/4
30/4
50/7
30/4
30/4
50/
50/
30/
30/4
50/7
30/4
30/
50/730/4 30/4
50/7
60
30/4
45
50/7
50/7
4030/430/4
40
50/
50/7
60
45
15/
15/6
30/4 0 50/ 4070 4070 4070 4070 4070 40 50/
30/4
40 40 704070 4070 4070 4070 4050/70
60 70
60
30/4
70 30/4 30/4 30/4 30/4 30/4 30/4
70
45
70 30/445
30/4
30/4
30/4
30/4
50/7
50/7
50/7
30/4
50/ 30/
50/ 30/4 30/
50/730/4
30/4
30/4
40 30/4
30/4
30/4
30/4
30/
30/4
30/4
30/4
0
4070 40
4070 40
407040
4030/440
4070 40
4070 40
0
4070 40
45
45
5
45
45
45
45
45
45 45 45
15/
30/4
30/4
15/6
30/4 30/4
30/4 30/4 30/4 30/4 30/4 30/4 30/
30/4
30/ 30/4 30/4
50/730/4
50/760
50/7 50/7 50/7 50/7 50/7 50/ 50/7 50/ 50/
50/7 50/7 50/7
45
45 6050/7
4070 40
4070 40
4070 40
4070 40
4070 40
4070 40
0
50/
50/7 70
50/70 0
50/770
70
70
70
70
70
70
15/6
15/
70
70
70 30/4 30/4
30/4
50/730/4 30/4
50/730/4 30/4
50/730/4 30/4
50/ 30/
50/ 30/4 30/
50/730/4 30/470
60 15/6
60
30/4
30/4
30/4
30/
30/
30/4
30/4
15/6
0
4070 40
4070 40
4070 40
4070 40
4070 40
4070 40
0
5
45
45
45
45
45
45
60
60
15/
30/4 30/4 30/4 30/4 30/4 30/4 30/4 30/4 30/
30/4
30/ 30/4 30/415/
50/730/4
50/7 60 50/750/7 50/7 50/7 50/7 50/7 50/ 50/7 50/ 50/
50/7 50/7 50/7
50/7
0
40
40
40
40
40
40
40
40
40
40
40
40
0
60
70
70
70
70
70
70
70 0
70
70
70
70
70
70
70
70
15/6
15/6
30/4 30/4 30/4 30/4 30/4
30/
30/4
30/ 30/4 30/4 60
6030/ 30/4
50/7
50/ 30/4
30/4
30/4 50/7 30/4 50/7 30/4 50/7
30/
30/4 50/7 30/4
0
4070 40
4070 40
407030/430/430/47040
4070 40
4070 40
0
45
5
45
45
45
45
45
45
5
530/445
30/4
30/
30/430/430/4
30/430/430/4
30/4
30/4
30/4 30/4 30/4 30/44030/4
30/
30/
30/
50/730/4
40 30/4
40 50/
50/745 50/750/7 50/7 50/7 50/
50/7
50/
50/7 50/7 5
45 45 45
45 45
45
30/4
40
4070 40
4070 40
704070 4070 4070 4070
30/4
0
70 70
70
30/470
30/440
30/
45
45
30/4 30/4
30/4 30/44030/4
30/
30/ 30/4 30/
15/6
40 30/4
40
50/7
15/6 15/6
30/4
15/6
30/4 50/7 30/4 50/7 30/4 50/ 30/4 50/ 30/
30/4
40
40
40
40
40
4070 40
40
40
40
60
70
70
70
7045 60 60
60
45
45
45
45
45
45
30/430/430/4
30/430/30/4
30/4
30/4
30/4 30/4
30/4 30/ 30/4 30/4
50/7 50/ 50/7 50/ 50/7 50/7 45
50/ 45 455
45 45 550/745
40
4070 40
4070 40
4070
30/4
30/4
70
70
70
70
70
15/6
30/
60
45
30/
45
30/50/ 30/
40 70 45
15/6
60
30/
30/
30/
45
45 50/
40
70
30/
30/
45
45
30/50/
40 70
30/ 70
30/50/
30/
40
40 70
40
30/
50/
40
70
30/
30/50/
40 70
30/
50/
40
70
40
30/
45
50/
30/ 70
30/
40
40
30/
40
30/
45
1. Putusnya balok F8-E8
30/
50/
40
70
diikuti runtuhnya kolom
E8 ke arah kolom D9
4. Robohnya kolom F8
menyebabkan balok F8-E8
putus
50/
30/ 70
40
Gambar 2.2 Sketsa Dugaan Urutan Keruntuhan
24
c) Identifikasi Faktor Penyebab
Berdasarkan pola keruntuhan yang terjadi, maka dapat dikemukakan dugaan
faktor-faktor penyebab keruntuhan sebagai berikut:
No
1
Effect
/Akibat
Balok as F7F8 runtuh
pada tengah
bentang
Cause/Penyebab

Aksi komposit
beton dan besi
tulangan tidak
bekerja optimal,
karena mutu beton
rendah

Detail sambungan
tulangan lentur
lapangan tidak
memenuhi
persyaratan
Keterangan
Gambar Detail Sambungan
Tulangan Lapangan pada Balok
F7-F8
2
Kolom F8
roboh ke
arah kolom
G9

Aksi komposit
beton dan besi
tulangan tidak
bekerja optimal ,
karena mutu beton
rendah.

Detail sambungan
antar kolom lemah
Gambar Detail Sambungan antar
Kolom yang Lemah
25
3
4
Balok as F8E8 runtuh
Kolom E8
roboh ke
arah kolom
D9

Aksi komposit
beton dan besi
tulangan tidak
bekerja optimal,
karena mutu beton
rendah

Detail sambungan
tulangan lentur
lapangan tidak
memenuhi
persyaratan

Aksi komposit
beton dan besi
tulangan tidak
bekerja optimal ,
karena mutu beton
rendah.

Detail sambungan
antar kolom lemah
Gambar Balok as F8-E8 Runtuh
Gambar Kolom E8 Roboh ke
Arah Kolom D9
4
Runtuhnya

balok dan
plat lainnya
seluas area
yang dibatasi
as D, G, 5
dan 9 sebagai
efek domino 
Aksi komposit
beton dan besi
tulangan tidak
bekerja optimal,
karena mutu beton
rendah
Detail penulangan
plat tidak memenuhi
persayaratan
Gambar Efek Domino terhadap
Bagian Struktur Lainnya
26
Secara garis besar dugaan penyebab utama keruntuhan adalah mutu beton
yang rendah dan pendetailan penulangan yang salah khususnya pada area
keruntuhan. Hasil Hammer Test sebagaimana terlampir.
Rendahnya mutu beton pada area keruntuhan kemungkinan disebabkan
keluarnya sebagian air semen. Pengecoran pada area yang runtuh dilakukan
pada tanggal 18 September 2009 selesai jam 1 malam, sekitar jam 10 tanggal
19 September 2009 terjadi hujan.
d) Proposal Rencana Tindakan (Action Plan) Penanganan Keruntuhan
Proposal rencana tindakan penanganan keruntuhan terdiri dari:
1. Pekerjaan perkuatan sementara
2. Pekerjaan pembongkaran dan pembersihan
3. Pekerjaan perkuatan struktur yang terkena efek keruntuhan
4. Pekerjaan ulang (rework) struktur yang mengalami keruntuhan
5. Pekerjaan perbaikan pada elemen struktur beton yang tidak memenuhi
persyaratan.
Pekerjaan perkuatan sementara
Pekerjaan perkuatan sementara perlu segera dilakukan dengan tujuan untuk
melokalisir keruntuhan agar tidak berlanjut ke bagian struktur lainnya.
Perkuatan sementara dilakukan dengan memasang perancah pada balok-balok
utama dan bagian struktur yang terpengaruh akibat keruntuhan. Dengan
adanya perkuatan sementara diharapkan pekerja dapat bekerja dengan aman.
Gambar 2.3 Sisa Reruntuhan yang Perlu Segera Perkuatan Sementara
Sebelum Pembongkaran
27
Retak
Gambar 2.4 Balok 50/70 Lantai 1 yang retak akibat keruntuhan (perlu segera
perkuatan sementara sebelum remedial work)
Pekerjaan pembongkaran dan pembersihan
Pekerjaan pembongkaran dan pembersihan dilakukan menggunakan dua
metode, yaitu secara manual dan menggunakan mobile crane. Pekerjaan
pembongkaran dan pembersihan secara manual dilakukan pada bagian-bagian
reruntuhan yang bisa dilakukan secara manual dan sambil menunggu
mobilisasi mobile crane.
Pekerjaan pembongkaran dilakukan pada lantai 2 yang mengalami keruntuhan
yaitu pada area yang dibatasi as D, G, 6 dan 9.
1
15/40
30/45
15/40
30/45
15/60
30/45
30/40
50/70
30/40
30/45
30/40
30/40
30/45
50/70
30/45
30/40
30/45
15/60
30/40
30/40
30/40
30/40
50/70
50/70
30/40
30/45
30/45
30/45
30/45
15/60
30/45
30/45
15/60
30/40
30/40
30/45
30/45
30/40
30/45
50/70
50/70
30/45 30/45
50/70
50/70
30/45
15/60
30/45
15/40
50/70
30/45
30/45
50/70
30/40
30/40
50/70
50/70
50/70
30/40
30/40
30/40
30/40
30/40
30/45
15/40
50/70
50/70
30/40
30/40
30/40
30/40
30/40
30/40
50/70
50/70
50/70
15/40
30/45
15/40
30/40
50/70
50/70
50/70
30/40
30/40
30/40
30/40
30/40
30/40
30/45
30/45
30/45
30/45 30/45
50/70
30/45
50/70
30/45
30/45
30/40
30/40
30/40
50/70
30/45
50/70
30/45
50/70
30/45 30/45 30/45 30/45
50/70
50/70
30/40
30/40
30/40
15/40
50/70
30/45
30/45
30/40
30/40
50/70
30/40
30/40
30/40
50/70
30/40
30/40
30/40
15/60
9
50/70
30/40
50/70
30/40
30/40
50/70
50/70
30/45
30/45
50/70
30/45 30/45 30/45
30/40
30/45
50/70
30/40
30/40
50/70
30/45
50/70
50/70
30/40
30/40
30/40
30/45
30/45
30/45
8
30/45
30/45
15/60
30/45
50/70
30/45
15/60
30/40
50/70
30/45
30/45
30/45
50/70
50/70
30/40
30/45
30/45
50/70
30/40
30/40
30/45
30/40
15/60
50/70
30/45
30/45
30/45
50/70
30/40
30/45
30/40
50/70
30/40
30/40
50/70
50/70
30/40
50/70
30/45
30/40
30/40
50/70
50/70
30/40
30/40
50/70
30/45
30/40
30/40
30/40
50/70
50/70
30/40
30/40
50/70
30/40
30/40
30/40
50/70
30/45
50/70
30/40
50/70
30/40
30/40
50/70
30/45
50/70
30/40
50/70
30/40
30/40
50/70
30/45
50/70
30/40
30/40
30/40
30/45
30/45
7
30/45
30/45
30/45
30/45
30/45
50/70
30/45
6
30/45
30/45
30/45
15/60
30/45
30/40
30/40
50/70
50/70
30/40
30/40
50/70
30/40
30/40
50/70
50/70
50/70
30/45
30/45
30/40
30/40
50/70
30/40
50/70
30/45
50/70
30/40
30/40
30/40
30/45
50/70
30/40
30/40
30/40
50/70
30/40
50/70
50/70
50/70
30/45 30/45 30/45 30/45 30/45
50/70
50/70
50/70
30/40
30/40
30/40
30/40
30/40
30/40
30/45
30/40
30/40
50/70
30/40
30/40
30/40
50/70
50/70
30/40
30/40
30/40
50/70
30/45 30/45
50/70
50/70
30/40
30/40
30/45
30/40
30/40
50/70
50/70
30/40
30/40
50/70
50/70
30/40
50/70
30/45 30/45
50/70
30/40
30/40
50/70
30/40
30/40
30/40
50/70
30/45
30/40
50/70
5
30/45
50/70
30/40
30/45
30/40
50/70
30/45
50/70
30/45
30/40
15/60
50/70
30/45
30/45
30/45
30/45
50/70
15/60
15/60
4
30/45 30/45 30/45 30/45 30/45
30/45
15/60
30/45
30/45
Area yang
harus
dibongkar
30/45
50/70
15/60
30/45
30/40
50/70
30/40
30/45
30/45
50/70
30/45
30/40
50/70
30/45
30/40
30/40
30/40
50/70
30/45 30/45
50/70
50/70
50/70
15/40
15/40
50/70
50/70
30/40
30/40
50/70
50/70
30/45
3
30/45
30/45
15/60
30/40
15/40
30/45
30/45
15/40
50/70
50/70
30/45
15/40
30/45
30/45
2
30/45
15/40
15/40
RENCANA BALOK LT. 2
10
SKALA 1 : 300
A
B
C
D
E
F
G
H
I
J
Gambar 2.5 Area Lantai 2 yang Perlu Dibongkar sebelum Rework
28
Pekerjaan perkuatan struktur yang terkena efek keruntuhan
Akibat runtuhnya sebagian struktur pada lantai 2, menyebabkan beberapa
balok pada lantai 1 mengalami retak.
Gambar 2.6 Balok Anak 30/45 Lantai 1, Retak pada Tumpuan
Gambar 2.7 Balok Anak 30/45 Lantai , Retak pada Lapangan
Gambar 2.8 Balok Induk 50/70 Lantai 1, Retak pada lapangan
29
Alternatif perkuatan yang bisa digunakan antara lain dengan menambah plat
baja pada bagian yang retak (bonded steel plate) sebagaimana sketsa Gambar.
Perlu dilakukan kajian lebih lanjut untuk menentukan solusi yang optimal.
Gambar 2.9 Alternatif Metode Perbaikan Balok Beton yang Retak
Pekerjaan ulang (rework) struktur yang mengalami keruntuhan
Pekerjaan ulang dilakukan pada lantai 2 yang mengalami keruntuhan yaitu
pada area yang dibatasi as D, G, 6 dan 9, yaitu terdiri dari pekerjaan ulang
balok, kolom dan pelat yang runtuh. Dalam pekerjaan ulang perlu diperhatikan
pekerjaan detailing penulangan dan kontrol kualitas pekerjaan beton.
Contoh pendetailan tulangan yang salah dijumpai pada tulangan tumpuan plat.
Gambar 2.10 .Detail Penulangan Pelat yang Salah, Tulangan Tumpuan di atas
Seharusnya Ada
30
Tulangan tumpuan tidak
terpasang
Gambar 2.11 Sketsa Penulangan Plat Terpasang
Gambar 2.12 Sketsa Penulangan plat yang seharusnya
Pekerjaan perbaikan pada elemen struktur beton yang tidak memenuhi
persyaratan
Disamping pekerjaan ulang pada struktur yang mengalami keruntuhan, perlu
dilakukan pengecekan dan perbaikan terhadap beberapa elemen struktur beton
yang tidak memenuhi persyaratan, antara lain:

Terdapat beberapa struktur balok dan plat yang tidak kedap air
Gambar 2.13 Balok dan Plat Beton Tidak Kedap Air
31
Kondisi ini perlu mendapat perhatian karena lokasi proyek berdekatan
dengan laut yang sangat rawan terhadap korosi besi tulangan.

Terdapat beberapa balok dengan selimut beton belum memenuhi
persyaratan
Gambar 2.14. Penutup Beton Balok Tidak Ada
Beton spailling
Gambar 2.15 Selimut Beton Balok Lantai 1 Spailling, sebagai Efek
keruntuhan Lantai 2
Kondisi ini perlu mendapat perhatian karena lokasi proyek berdekatan
dengan laut yang sangat rawan terhadap korosi besi tulangan.
32
Perbaikan dilakukan dengan penambahan penutup beton sesuai
persyaratan.

Balok pada tangga tidak kontinyu
Balok tidak kontiyu
Gambar 2.16 Sambungan Balok Tangga Seharusnya Menerus
Perbaikan dilakukan dengan penambahan kolom pedestal yang menumpu
balok yang tidak kontinyu.

Diduga terdapat detail penulangan yang salah pada beberapa elemen
struktur beton, antara lain tidak terpasangnya tulangan tumpuan plat dan
detail sambungan tulangan utama balok. Untuk itu perlu dilakukan
investigasi lebih lanjut, untuk memastikan dugaan tersebut. Jika dugaan
tersebut benar maka perlu dilakukan perbaikan dengan penambahan
tulangan tumpuan plat dan perkuatan pada balok menggunakan steel plate.
Gambar 2.17 Usulan Rencana Perbaikan Plat yang Belum Terpasang Tulangan
Tumpuan
33
Gambar 2.18 Usulan Rencana Perbaikan Balok dengan Detail Sambungan
yang Salah
2.4 Pertanyaan
1) Dari siklus hidup sebuah proyek, jelaskan peluang terjadinya kegagalan
konstruksi!
2) Jelaskan penyebab terjadinya kegagalan konstruksi pada setiap tahap siklus
sebuah proyek!
3) Bagaimana cara meminimalkan peluang terjadinya kegagalan konstruksi pada
setiap tahap siklus sebuah proyek?
2.5 Tugas
1) Buatlah makalah tentang cacat dan kegagalan pada beton bertulang beserta cara
penanganannya
2) Buatlah makalah tentang cacat dan kegagalan konstruksi yang terjadi pada
bangunan air
Download