Uploaded by User12006

bab 2..

advertisement
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Deskripsi Teori
1. Temperatur Kerja Mesin
a. Definisi Temperatur Kerja Mesin
Daryanto (2003:143) dalam bukunya mengatakan “Temperatur
adalah suatu penunjukan nilai panas atau nilai dingin yang dapat
diperoleh atau diketahui dengan menggunakan suatu alat yang
dinamakan termometer. Termometer adalah suatu alat yang digunakan
untuk mengukur dan menunjukan besaran temperatur. Tujuan
pengukuran temperatur adalah untuk : mencegah kerusakan pada alatalat tersebut, mendapatkan mutu produksi/kondisi operasi yang
diinginkan, dan pengontrolan jalannya proses”.
Jalius Jama (2008:393) dalam bukunya menjelaskan :
“Apabila temperatur mesin terlalu dingin, maka akan terjadi
gangguan salah satunya yaitu bahan bakar agak sukar menguap
dan campuran bahan bakar dengan udara menjadi gemuk. Hal
ini menyebabkan pembakaran menjadi tidak sempurna, untuk
mengatasi gangguan tersebut digunakanlah thermostat yang
dirancang untuk mempertahankan temperatur cairan pendingin
dalam batas yang diinginkan”.
Dari beberapa kutipan diatas dapat disimpulkan bahwa
temperatur adalah ukuran panas-dinginnya dari suatu benda. Panasdinginnya suatu benda berkaitan dengan energi termis yang terkandung
dalam benda tersebut. Makin besar energi termisnya, makin besar
temperaturnya, yang pada pembahasan ini di arahkan pada sistem
8
9
pendinginan mesin. Temperatur yang terjadi pada mesin saat operasi
sangat tinggi, oleh karena itu dibutuhkan sistem pendinginan untuk
menjaga temperatur ideal saat mesin beroperasi.
Fathun Muharto, Mahdi (2008:15), mengatakan bahwa panas
yang dihasilkan oleh proses pembakaran di dalam motor diubah
menjadi tenaga gerak. Namun, kenyataannya hanya sebagian dari
panas tersebut yang dimanfaat secara efektif. Panas yang diserap motor
harus cepat aus. Untuk itu, pada motor dilengkapi dengan sistem
pendingin yang berfungsi untuk mencegah panas yang berlebihan.
Pada motor bensin, kira-kira hanya 25% energi panas dari hasil
pembakaran bahan bakar dalam silinder yang dimanfaatkan secara
efektif sebagai tenaga. Sisanya terbuang dalam beberapa bentuk seperti
terlihat pada gambar di bawah ini :
Gambar 1. Keseimbangan Panas
Sumber: Fathun Muharto dan Mahdi, (2008: 15)
Pada gambar di atas tampak bahwa dari total energi yang
dihasilkan oleh proses pembakaran hanya 25% yang dimanfaatkan
menjadi kerja efektif. Panas yang hilang bersama gas buang kira-kira
10
34%, panas yang terbuang akibat proses pendinginan 32%, akibat
pemompaan 3% dan akibat gesekan 6%.
b. Faktor yang Mempengaruhi Temperatur Kerja Mesin
Menurut Williard W. Pulkrebek (2004:387) mengatakan :
“Heat transfer within engines depends on so many different
variables that it is difficult to correlate one engine with
another. These veriables include the air-fuel ratio, engine size,
engine speed, load, spark timing, fuel equivalence ratio,
evaporative cooling-water injection, inlet air temperature,
coolant temperature, engine materials, compression ratio,
knock, swirl and squish”.
Pernyataan di atas dapat diartikan bahwa perpindahan panas
dalam mesin tergantung pada banyak variabel yang berbeda sehingga
sulit untuk mengkorelasikan satu mesin dengan yang lainnya.
Variabel-variabel tersebut meliputi rasio udara-bahan bakar, ukuran
mesin, kecepatan mesin beban, waktu pengapian, rasio kesetaraan
bahan bakar, injeksi air cooling-evaporasi, suhu udara masuk, suhu
pendingin, bahan mesin, rasio kompresi, knocking, perputaran dan
pemampatan.
Sedangkan menurut V Ganesan (2004:76) dalam bukunya
mengatakan :
“...it may be noted that engine heat transfer depends upon
many parameters. Unless the effect of these parameters is
known, the design of a proper cooling system will be difficult.
In this section, the effect of various parameters on engine heat
transfer is briefly discussed : fuel-air ratio, compression ratio,
spark advance, preignition and knocking, engine output,
cylinder wall temperature”.
11
Dari pernyataan diatas dapat diartikan bahwa perpindahan
panas mesin tergantung pada banyak parameter. Kecuali efek
parameter ini diketahui, desain sistem pendingin yang tepat akan sulit.
Pada bagian ini, pengaruh berbagai parameter pada mesin perpindahan
panas dibahas secara singkat : rasio bahan bakar-udara, rasio kompresi,
waktu pengapian, preignition dan ketukan, output mesin, temperatur
dinding silinder.
Dari beberapa kutipan diatas, maka penulis akan menjelaskan
faktor-faktor yang mempengaruhi temperatur kerja mesin tersebut
dalam beberapa bagian diantaranya :
1) Waktu Pengapian
Williard W. Pulkrabek (2004:390) mengatakan :
“more power and higher temperatures are generated when
the spark setting is set to give maximum pressure and
temperature at about 5o to 10o aTDC. These higher peak
temperatures will create a higher momentary heat loss, but
this will occur over a shorter lenght of time. With spark
timing set either too early or too late, combustion efficiency
and average temperatures will be lower. These lower
temperatures will give less peak heat loss, but the heat
losses will last over a longer lenght of time and the overall
energy loss will be greater. Higher power output is thus
gained with correct ignition timing. Late ignition timing
extends the combustion process longer into the expansion
stroke, resulting in higher exhaust temperature and hotter
exhaust valves and port.”
Dari pernyataan diatas dapat diartikan bahwa power yang
besar dan temperatur yang tinggi dihasilkan ketika pengaturan
percikan busi diatur untuk memberikan tekanan dan temperatur
12
maksimum sekitar 5o sampai 10o aTDC. Suhu puncak ini akan
menghasilkan kehilangan panas sesaat yang lebih tinggi, tapi hal
ini akan terjadi melebihi lama waktu yang lebih singkat. Dengan
pengaturan waktu percikan busi yang terlalu dini atau terlalu
lambat, efisiensi pembakaran dan temperatur rata-rata akan
menjadi lebih rendah. Temperatur yang lebih rendah ini akan
mengakibatkan pengurangan panas lebih sedikit, tetapi kehilangan
panas akan berlangsung dalam waktu yang lebih lama dan
keseluruhan energi yang hilang akan lebih besar. Dengan demikian
output daya yang lebih tinggi diperoleh pada waktu pengapian
yang tepat. Waktu pengapian yang terlambat memperpanjang
proses pembakaran yang lebih lama sampai langkah ekspansi,
mengakibatkan suhu exhaust yang lebih tinggi dan lebih panasnya
katup serta port pada exhaust.
Sedangkan menurut V Ganesan (2004:477) dalam bukunya
mengatakan :
“A spark advance more than the optimum as well as less
than the optimum will result in increased heat rejection to
cooling system. This is mainly due to the fact that the spark
timing other than MBT value (Minimum Spark Advance for
Best Torque) will reduce the power output and thereby
more heat is rejected”.
Dari kutipan diatas dapat diartikan bahwa pamajuan saat
pengapian melebihi dari optimal serta kurang optimal akan
mengakibatkan penigkatan penolakan panas ke sistem pendingin.
Hal ini disebabkan terutama oleh fakta bahwa waktu pengapian
13
yang berbeda dengan nilai MBT (kenaikan saat pengapian
minimum untuk Torsi Terbaik) akan mengurangi output daya dan
dengan demikian lebih banyak panas yang ditolak.
Dari beberapa kutipan diatas dapat diambil kesimpulan
bahwa pengaturan sudut pembukaan sistem pengapian sangat
berpengaruh
terhadap
temperatur
kerja
mesin
dalam
pengoperasiannya. Jika pengapiannya tidak sesuai maka akan
berdampak
pada
pembakaran
didalam
ruang
bakar
dan
berpengaruh terhadap panas mesin.
2) Rasio Kesetaraan Bahan Bakar
Williard W. Pulkrabek (2004:390) mengatakan :
“In an SI engine, maksimum power is obtained with an
equivalence ratio of about ϕ = 1.1. this is also when the
greatest heat losses will occur, with lower losses when the
engine run either leaner or richer. The greatest heat loss as
a percentage of energy in mfQhv will occur at stoichiometric
condition ϕ = 1.0. An engine requires the highest fuel
octane number when operating at stoichiometric condition.
Lower octane can be tolerated when the engine is running
rich”.
Dari pernyataan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa
dalam sebuah mesin SI, daya maksimum diperoleh dengan rasio
kesetaraan ϕ = 1.1. Hal ini juga terjadi ketika kerugian panas
terbesar akan terjadi, dengan kerugian yang lebih rendah saat
mesin beroperasi pada keadaan yang lebih kurus atau lebih kaya.
Kehilangan panas terbesar sebagai persentase dari dalam mfQhv
akan terjadi pada kondisi stoikiometri ϕ = 1.0. Sebuah mesin
14
membutuhkan angka oktan bahan bakar tertinggi ketika beroperasi
pada kondisi stoikiometri. Oktan yang lebih rendah dapat
ditoleransi ketika mesin sedang berjalan dengan bahan bakar yang
banyak.
Sedangkan menurut V Ganesan (2004:476) dalam bukunya
mengatakan :
“A change in fuel-air ratio will change the temperature
of the cylinder gases an effect the flame speed. The
maximum gas temperature will occur at an equivalence
ratio of abaout 1.12 i.e., at a fuel-air ratio about 0,075.
At this fuel-air ratio ΔT will be maximum. However, from
experimental observation the maximum heat rejection is
found too occur for a mixture, slightly leaner than this
value”.
Pernyataan diatas dapat diartikan bahwa perubahan rasio
udara-bahan bakar akan mengubah temperatur gas silinder dan
mempengaruhi kecepatan nyala api. Suhu gas maksimum akan
terjadi pada rasio kesetaraan sekitar 0,075. Pada rasio udara-bahan
bakar ini ΔT akan maksimal. Namun, berdasarkan pengamatan
eksperimental dapat diperoleh bahwa penolakan panas maksimum
ditemukan terjadi karena campuran bahan bakar-udara sedikit lebih
kurus dari nilai ini.
Dari beberapa kutipan diatas dapat diambil kesimpulan
bahwa perbandingan antara bahan bakar dan udara sangat berperan
penting pada pembakaran, karena perbandingan itu juga akan
berpengaruh pada temperatur kerja mesin.
15
3) Rasio Kompresi
Menurut V Ganesan (2004:477) dalam bukunya mengatakan :
“An increase in compression ratio causes only a slight
increase in gas temperature near the top dead center but,
because of greater expansion of the gases, there will be a
considerable reduction in tempereture near bottom dead
center where a large cylinder wall is exposed. The exhaust
gas tempereture will also be much lower because of greater
expansion so that the heat rejected during blowdown will
be less. In general, as compression ratio increase there
tend to be a marginal reduction in heat rejection”.
Dari pernyataan diatas dapat diartikan bahwa peningkatan
rasio kompresi hanya menyebabkan sedikit peningkatan suhu gas
di dekat titik mati atas, akan tetapi, karena ekspansi yang lebih
besar dari gas, akan ada pengurangan yang signifikan pada suhu
gas di dekat titik mati bawah dimana dinding silinder yang luas di
tunjukkan. Suhu gas buang juga akan jauh lebih rendah karena
ekspansi yang lebih besar sehingga panas yang di buang selama
blowdown akan berkurang. Secara umum, selama rasio kompresi
meningkat
ada
kecenderungan
penurunan
marjinal
dalam
penolakan panas.
Sedangkan menurut Willard W. Pulkrabek (2004:393)
dalam bukunya mengatakan :
”Changing the compression ratio of an engine changes the
transfer to the coolant very litle. Increasing the
compression ratio decreases heat transfer slightly up to
about rc = 10. Increasing the compression ratio above this
value increases heat transfer slightly. There is about a 10%
decrease in heat transfer as the compression ratio is raised
from 7 to 10. Theses changes in heat transfer occur mainly
because of the combustion characteristics that change as
16
the compression ratio is raised (e.g., flame speed, gas
motion, etc.). the higher the compression ratio, the more
expansion cooling will occur during the power stroke,
resulting in cooler exhaust. CI engines, with their high
compression ratios, generally have lower exhaust
temperature than SI engine. Piston temperature generally
increase slightly with increasing cmopression ratio”.
Dari pernyataan diatas dapat diartikan bahwa perubahan
rasio kompresi mesin dapat mengubah perpindahan panas ke
pendingin (coolant) dengan sangat sedikit. Peningkatan rasio
kompresi dapat menurunkan sedikit perpindahan panas sampai
sekitar rc = 10. Meningkatkan rasio kompresi diatas nilai ini dapat
meningkatkan sedikit perpindahan panas. Ada sekitar 10%
penurunan dalam perpindahan panas selama rasio kompresi
dinaikkan dari 7 sampai 10. Perubahan-perubahan dalam transfer
panas ini terjadi terutama karena karakteristik pembakaran yang
berubah selama rasio kompresi dinaikkan (misalnya, kecepatan
nyala, gerak gas, dll). Semakin tinggi rasio kompresi, semakin
banyak/besar ekspansi pendinginan yang akan terjadi selama
langkah usaha, sehingga mengakibatkan exhaust mendingin. Mesin
CI, dengan kompresi yang tinggi, umumnya memiliki suhu exhaust
yang lebih rendah daripada mesin SI. Suhu piston biasanya akan
sedikit meningkat dengan meningkatnya rasio kompresi.
Dari beberapa kutipan diatas, dapat diambail kesimpulan
bahwa rasio kompresi sangat berpengaruh terhadap panas mesin.
17
Semakin besar rasio kompresinya maka semakin besar proses
pendinginannya, begitupun sebaliknya.
4) Ketukan
Willard W. Pulkrabek (2004:393) dalam bukunya mengatakan :
“When knock occur, the temperature and pressure are
raised in very localized spots within the combustion
chamber. This rise in local temperature can be very severe
and in extreme case, can cause surface demage to pistons
and valves”.
Dapat diartikan dari pernyataan diatas bahwa ketika
ketukan (knocking) terjadi, suhu dan tekanan meningkat di titiktitik tertentu (lokal) pada ruang pembakaran. Kenaikan temperatur
lokal bisa sangat parah dan dalam kasus yang ekstrim, dapat
menyebabkan kerusakan permukaan piston dan katup.
Sedangkan menurut V Ganesan (2004:477) dalam bukunya
mengatakan :
“effect of preignition is the same as advancing the ignition
timing. Large spark advance might lead to erratic running
and knocking. Though knocking causes large changes in
local heat transfer conditions, the over-all effect on heat
transfer due to knocking appears to be negligible. However,
no quantitative information is available regarding the effect
of preignition and knocking on engine heat transfer”.
Dari pernyataan diatas dapat diartikan bahwa efek
preignition sama dengan efek pemajuan waktu pengapian.
Peningkatan
pengapian
yang
besar
dapat
mengakibatkan
perpindahan yang tidak menentu dan ketukan. Meskipun ketukan
menyebabkan perubahan besar dalam kondisi perpindahan panas,
18
efek keseluruhan pada perpindahan panas karena munculnya
knocking akan diabaikan. Namun, tidak ada informasi kuantitatif
yang tersedia mengenai efek preignition dan ketukan pada transfer
panas mesin.
Dari beberapa kutipan diatas, dapat diambil kesimpulan
bahwa ketukan sangat berpengaruh terhadap temperatur kerja
mesin. Semakin besar ketukan yang terjadi maka semakin tinggi
panas mesin tersebut.
5) Coolant Temperature
Willard W. Pulkrabek (2004:393) dalam bukunya mengatakan :
“Increasing the coolant temperature of an engine (hotter
thermostat) results in higher temperature of all cooled
component. There is little change in the temperature of the
spark plugs and exhaust valves. Indicated thermal
efficiency would be higher, but there is a potential for a
greater knock problem in hotter engine”.
Dari pernyataan diatas dapat diartikan bahwa, peningkatan
suhu pendingin dari mesin (panas thermostat) menghasilkan
temperatur yang lebih tinggi pada semua komponen yang di
dinginkan. Ada sedikit perubahan pada suhu busi dan katup buang.
Efisiensi termal terindikasi akan lebih tinggi, tetapi terhadap suatu
potensi/kemungkinan masalah ketukan yang lebih besar pada
mesin yang panas.
19
Sedangkan menurut V Ganesan (2004:477) dalam bukunya
mengatakan :
“The average cylinder gas temperature is much higher in
comparison to the cylinder wall temperature. Hence, any
marginal change in cylinder gas temperature will have
very little effect on the temperature difference and thus on
heat rejection”.
Dapat diartikan bahwa, rata-rata suhu gas silinder jauh
lebih tinggi dibandingkan dengan temperatur dinding silinder. Oleh
karena itu, setiap perubahan marjinal dalam suhu gas silinder akan
memiliki efek yang sangat sedikit pada perbedaan suhu dan
demikian pada penolakan panas (heat rejection).
Dari beberapa kutipan diatas dapat diambil kesimpulan
bahwa temperatur air pendingin sangat berpengaruh terhadap
kemampuan mendinginkan panas pada mesin.
6) Ukuran Mesin
Willard W. Pulkrabek (2004:387) dalam bukunya mengatakan :
“If two geometrically similar engines of different size
(displacement) are run at the same speed and all other
variables (temperature, AF, fuel, etc.) are kept as close to
the same as possible, the larger engine will have greater
absolute heat loss but will be more thermalli efficient. If the
temperature and materials of both engine are the same,
heat loss fluxes to the surrounding per unit area will be
about tha same, but the absolute heat loss of the larger
engine will be greater due to its larger surface areas”.
Dapat diambil kesimpulan bahwa, jika ada dua mesin
geometris yang sama dengan ukuran yang berbeda (perpindahan)
20
dijalankan pada kecepatan yang sama dan semua variabel lain
(suhu, AF, bahan bakar, dll) disamakan, maka mesin yang lebih
besar akan memiliki kehilangan panas mutlak yang lebih besar tapi
akan lebih efisien secara termal. Jika suhu dan bahan dari kedua
mesin itu sama, maka kehilangan aliran panas ke lingkungan per
satuan luas akan hampir sama, tetapi kehilangan panas absolut
pada mesin yang lebih besar akan lebih besar karena luas
permukaannya yang lebih besar.
7) Bahan Mesin
Willard W. Pulkrabek (2004:393) dalam bukunya mengatakan :
“Different materials used in the manufacture of cylinder
and piston component results in different operating
temperature. Aluminium piston, with their higher thermal
conductivity, generally operate about 30o – 80oC cooler
than equivalent cast-iron pistons. Ceramic-faced piston
have poor thermal conductivity, resulting in very high
temperature. This is by design, with the ceramic being able
to tolerate the higher temperature. Cereamic exhaust valve
are sometimes used because of their lower mass inertia and
high temperature tolerance”.
Dapat diambil kesimpulan bahwa, penggunaan bahan
berbeda dalam pembuatan silinder dan komponen piston
menghasilkan suhu operasi yang berbeda pula. Piston aluminium,
dengan konduktivitas panas tingginya, umumnya beroperasi sekitar
30o – 80oC lebih dingin dari pada piston besi tuang. Piston
berdinding keramik memiliki konduktivitas panas yang sedikit,
sehingga memiliki
temperatur yang sangat tinggi. Hal ini di
desain, dengan keramik mampu mentolerir temperatur yang lebih
21
tinggi. Keramik katup buang kadang-kadang juga digunakan
karena massa inersia yang rendah dan suhu tinggi dengan toleransi
yang lebih rendah.
8) Beban
Willard W. Pulkrabek (2004:389) dalam bukunya mengatakan :
“As the load on an engine is increased (going uphill,
pullling a trailer), the throtel must be opened further to
keep the engine speed constant. This cause less pressure
drop across the throtle and higher pressure and density in
the intake system. Mass flow rate of air and fuel, therefore,
goes up with load at a given engine speed. Heat transfer
with in the engine also goes up by
Q = hAΔT
Where:
H
= convection heat transfer coefficent
A
= surface area at any point
ΔT
= temperature difference at the point
Dapat diambil kesimpulan dari pernyataan diatas bahwa,
selama beban pada mesin meningkat (ketika menanjak, menarik
sebuah trailer), throtel harus dibuka lebih besar untuk menjaga
kecepatan konstan mesin. Ini menyebabkan penurunan tekanan
jatuh pada throtel dan tekanan serta kepadatan yang lebih tinggi
dalam sistem intake. Sehingga tingkat aliran massa udara dan
bahan bakar naik dengan beban pada kecepatan mesin yang
diberikan. Transfer panas di mesin juga naik sebesar
Q = hAΔT
Dimana:
H
= koefisien perpindahan panas konveksi
A
= luas permukaan pada setiap titik
ΔT
= perbedaan temperatur pada saat itu
22
9) Kecepatan Mesin
Willard W. Pulkrabek (2004:387) dalam bukunya mengatakan :
“As engine speed is increased, gas flow velocity into and
out of the engine goes up, with a resulting rise in
turbulance and convection heat transfer coefficient. This
increases heat transfer occuring during the intake and
exhaust strokes and even during the early part of the
compression strokes. Heat transfer to the engine coolant
increases with higher speed
Q = h A (Tw – Tc)
Where:
h
= convection heat transfer coefficient, which
remains about constant
A
= surface area which remains constat
Selama kecepatan mesin ditingkatkan, kecepatan aliran gas
didalam
dan
diluar
mesin
akan
meningkat.
Sehingga
mengakibatkan kenaikan turbulensi dan koefisien perpindahan
panas konveksi. Peningkatan perpindahan panas ini terjadi selama
langkah isap dan langkah buang dan bahkan selama bagian awal
dari langkah kompresi. Perpindahan panas ke pendingin mesin
meningkat dengan kecepatan :
Q = h A (Tw - Tc)
Dimana :
h
= koefisien perpindahan panas konveksi yang tetap
A
= area permukaan yang tetap
2. Emisi Gas Buang
Emisi gas buang adalah polutan yang mengotori udara yang
dihasilkan oleh gas buang kendaraan bermotor. Polutan yang lazim
23
terdapat pada gas buang yaitu carbon monoksida (CO), hydrocarbon
(HC), dan nitrogen oksida (NOx) serta partikel-partikel lainnya.
a. CO (carbon monoksida)
CO adalah gas yang tidak berbau, tidak berasa, dan sukar larut
dalam air. Gas CO dihasilkan dari proses pembakaran bahan bakar
yang terjadi akibat kekurangan oksigen atau udara dari jumlah yang
diperlukan. Gas CO ini bersifat racun bagi tubuh karena bisa masuk
kedalam darah, CO dapat bereaksi dengan Hemoglobin (Hb) untuk
membentuk karboksihemoglobin (COHb). Bila reaksi tersebut terjadi,
maka
kemampuan
darah
mengangkut
O2
untuk
kepentingan
pembakaran dalam tubuh akan menjadi berkurang. Hal ini disebabkan
kemampuan Hb untuk mengikat CO jauh lebih besar dibandingkan
kemampuan Hb untuk mengikat O2. Presentase CO sebanyak 0,3%
sudah merupakan racun yang sangat berbahaya karena apabila terhirup
selama setengah jam secara terus menerus dapat mengakibatkan
kematian.
Selain
itu
kandungan
COHb
dalam
darah
dapat
mengakibatkan terganggunya sistem urat syaraf dan fungsi tubuh pada
kosentrasi rendah (2 – 10 %) antara lain : penampilan agak tidak
normal, mempengaruhi sistem syaraf sentral, reaksi panca indera tidak
normal, benda kelihatan agak kabur, perubahan fungsi jantung dan
pulmonari. Jika terdapat konsentrasi tinggi COHb dalam darah (> 10
%) dapat mengakibatkan kematian. Pengaruh konsentrasi gas CO di
udara sampai dengan 100 ppm terhadap tanaman hampir tidak ada,
24
khususnya pada tanaman tingkat tinggi. Bila konsentrasi gas CO di
udara mencapai 2000 ppm dan waktu kontak lebih dari 24 jam, akan
mempengaruhi fiksasi nitrogen oleh bakteri bebas yang ada pada
lingkungan terutama yang terdapat pada akar tanaman. Besarnya emisi
gas CO untuk mesin bensin yang menggunakan karburator berkisar
antara 1,5% - 3,5% dan untuk mesin yang menggunakan EFI
(Electronic Fuel Injection) berkisar antara 0,5% - 1,5%.
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : KEP35/MENLH/10/1993
yang
diperbaharui
dengan
PERATURAN
LINGKUNGAN HIDUP NO.05 TAHUN 2016 menyatakan nilai
ambang batas kandungan CO gas buang pada kendaraan bermotor
selain sepeda motor dengan bahan bakar premium ditentukan
maksimal 4,5%.
Tabel 2. Ambang Batas Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor
Sumber.Peraturan Menteri Negara lingkungan Hidup No. 05 Th. 2006
Ttg. Ambang Batas Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Lama
Parameter
Metoda
Tahun
Kategori
HC
Opasitas
Uji
Pembuatan
CO (%)
(ppm) (% HSU)
Berpenggerak
< 2007
4.5
1200
Idle
motor bakar cetus
≥ 2007
1.5
200
api (bensin)
Percepa
Berpenggearak
tan
motor bakar
Bebas
penyalaan
kompresi (diesel)
- GVW ≤ 3.5 ton
< 2010
70
- GVW > 3.5 ton
≥ 2010
40
< 2010
70
25
≥ 2010
50
Catatan :
Untuk kendaraan bermotor penggerak motor bakar cetus
api kategori M, N dan O
- <2007 : berlaku sampai dengan 31 Desember 2006
- ≥2007 : berlaku mula tanggal 1 Januari 2007
Gas ini akan dihasilkan bila karbon yang terdapat dalam bensin
terbakar tidak sempurna karena kekurangan oksigen. Hal ini terjadi
apabila campuran udara dan bahan bakar lebih gemuk dari campuran
stoichiometric, dan dapat terjadi selama idling, pada beban rendah dan
output maksimum.
Gambar 2. Dampak perbandingan campuran terhadap gas polusi
b. HC (Hydrocarbon)
HC adalah gas yang merupakan ikatan unsur dari carbon dan
hydrogen. Sumber penghasil utama gas HC pada kendaraan bermotor
adalah uap bahan bakar yang belum terbakar sempurna dan
hidrokarbon yang hanya bereaksi sedikit dengan oksigen yang ikut
26
keluar bersama dengan gas buang. Jika campuran udara bahan bakar
tidak terbakar sempurna didekat dinding silinder dimana apinya lemah
dan suhunya rendah. Hidrokarbon dapat keluar tidak hanya kalau
campuran bahan bakarnya gemuk, tetapi bisa saja kalau campurannya
kurus seperti grafik diatas. Kepekatan gas buang yang sangat tinggi
dapat merusak system pernapasan manusia.
c. NOx (Nitrogen Oksida)
NOx adalah emisi yang dihasilkan oleh pembakaran yang
terjadi pada temperatur tinggi. NOx akan bertambah pada motor
dengan perbandingan kompresi tinggi dan campuran bahan bakar
dengan udara yang kurus. NOx dapat menyebakan kerusakan pada
paru-paru.
3. Media Pendingin
a. Definisi Media Pendingin
Pendingin dalam kamus besar bahasa indonesia adalah alat
untuk mendinginkan sesuatu. Dalam hal ini mempunyai pengertian,
yaitu media atau alat pendingin untuk menurunkan temperatur bahan
yang temperaturnya tinggi.
H.N. Gupta (2006: 444) dalam bukunya mengatakan “in liquid
cooled system, water is generalli used as a cooling medium. However,
other liquid or mixture of water and other liquids may also be used in
the system to prevent freezing of the coolant at lower temperatures”.
27
Dari kutipan diatas dapat diartikan bahwa, dalam sistem cairan
pendingin, air umumnya digunakan sebagai media pendingin. Namun,
cairan lain atau campuran air lainnya juga dapat digunakan dalam
sistem untuk mencegah pembekuan pendingin pada suhu yang lebih
rendah.
Media pendingin adalah cairan yang digunakan dalam proses
produksi yang fungsinya untuk pendingin panas yang tinggi akibat
gesekan dua benda. Secara umum dapat dikatakan bahwa peran utama
cairan pendingin adalah untuk mendinginkan dan melumasi.
Dari beberapa kutipan diatas, dapat disimpulkan dalam hal ini
media pada sistem pendingin merupakan suatu zat fluida yang
mengalir dan memiliki fungsi untuk menjaga temperatur kerja mesin
pada saat beroperasi.
b. Jenis-jenis Media Pendingin Radiator
1) Air
Air berfungsi sebagai media pembawa panas dari dalam
mantel air ke radiator. Penggunaan air pendingin pada sistem
pendingin air seringkali tanpa diperiksa terlebih dahulu, sehingga
kadang kala air yang dipergunakan banyak mengandung mineral
atau bahan polutan lainnya dalam bentuk padatan yang dapat
bereaksi dan terurai pada waktu proses pemanasan. Padatan terlarut
adalah padatan-padatan yang mempunyai ukuran lebih kecil
daripada padatan tersuspensi. Padatan ini terdiri dari senyawa-
28
senyawa an-organik dan organik yang terlarut air, mineral dan
garam-garamnya. Sebagai contoh, air buangan pabrik gula
biasanya mengandung berbagai jenis gula yang terlarut, sedangkan
air buangan industri kimia sering mengandung mineral-mineral
seperti merkuri (Hg), timbal (Pb), arsenik (As), cadmium (Cd),
chromium (Cr), nikel (Ni), Cl2, serta garam-garam kalsium dan
magnesium yang mempengaruhi kesadahan air.
Selain itu air buangan sering mengandung sabun, deterjen
dan surfaktan yang larut air, misalnya pada buangan air rumah
tangga dan industri pencucian. Beberapa polutan logam berat yang
sering mencemari air buangan dan sangat berbahaya bagi
kehidupan dan sekitarnya, misalnya merkuri dan timbal.
Adanya ion kalsium (Ca) dan magnesium (Mg) didalam air
akan menyebabkan sifat kesadahan terhadap air tesebut. Air yang
memiliki tingkat kesadahan yang terlalu tinggi dapat menyebabkan
kerugian karena ada beberapa hal diantaranya dapat menimbulkan
karat atau korosi pada alat-alat yang terbuat dari besi.
Kesadahan air dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu :
kesadahan sementara (temporer) dan kesadahan tetap (permanent).
Kesadahan sementara disebabkan oleh garam-garam karbonat
(CO3=) dan bikarbonat (HCO3-) dari kalsium (Ca) dan magnesium
(Mg). Garam karbonat merupakan garam yang larut. Oleh karena
29
itu semakin tinggi kadar CO2 di udara semakin tinggi kelarutannya.
Dengan reaksi sebagai berikut :
CaCO3 + CO2 + H2O menjadi Ca (HCO3)2
Kesadahan tetap disebabkan oleh adanya garam-garam
klorida (CL-) dan sulfat (SO4) dari kalsium dan magnesium.
Kesadahan karena garam-garam tersebut bersifat tetap dan sangat
sukar dihilangkan. Berdasarkan tingkat kesadahannya, air dapat
dibedakan atas beberapa macam yaitu air lunak, air agak sadah, air
sadah dan air sangat sadah. Berikut tabel derajat kesadahan air
berdasarkan kandungan kalsium karbonat.
Tabel 3. Derajat Kesadahan Air
Kelas
1
2
3
4
Kesadahan,
mg/lt
0-55
56-100
101-200
201-500
Derajat
kesadahan
Lunak
Sedikit
sadah
Moderat
sadah
Sangat
sadah
Sumber : Buku Pelestarian Sumber Daya Air 2002
2) Water Coolant
Made Ricki Murti (Jurnal Ilmiah teknik mesin Cakra.M
Vol.3
No.2.Oktober
2009)
mengatakan
“Radiator
coolant
merupakan zat aditif untuk fluida radiator. Fungsinya adalah untuk
memperbesar koefisien perpindahan panas konveksi pada fluida
kerja radiator sehingga laju pembuangan panas meningkat
(penyerapan panas oleh fluida di water jacket lebih besar).
Disamping itu untuk memperbesar laju perpindahan panas
30
konveksi dari fluida ke permukaan luar radiator, kemudian
menigkatnya konveksi ke udara luar sehingga panas yang terbuang
menjadi lebih besar. Cairan pendingin umumnya berupa air atau
oli. Antifreeze yang dicampurkan dalam coolant bertujuan untuk
menurunkan titik beku. Sehingga coolant terkadang diartikan
sebagai antifreeze, karena pada titik didih 100°C air dianggap
mudah menguap. Sebaliknya pada titik beku 0°C, air mudah
membeku selain itu air membuat logam berkarat dan meninggalkan
bekas mineral yang mengurangi kemampuan pendinginannya.
Untuk itu beberapa bahan kimia ditambahkan pada coolan”.
Gatot Soebiyakto (Widya Teknika Vol.20 No.1;Maret
2012) mengatakan,
“Sebetulnya kunci dari keiritan mesin bensin,
disampingdriving style dari driver, juga dipengaruhi oleh
engine efficiency yang berkolerasi positif dengan
kebersihan ruang bakar dan mutu bahan bakar serta water
coolant. Salah satu merk water coolant adalah prestone
yang mana didalam water coolant tersebut mengandung zat
aditif ethelyn glycol dan silicate yang membantu
memperpanjang daripada umur komponen sistem
pendingin”.
Dari kutipan diatas dapat disimpulkan bahwa radiator
coolant atau cairan pendingin merupakan bahan tambah air pada
radiator dengan beberapa fungsi. Fungsi radiator coolant antara
lain untuk mencegah karat, membantu proses pendinginan agar
suhu mesin selalu dalam keadaan stabil (suhu kerja). Oleh karena
itu air pada radiator harus ditambah dengan cairan pendingin agar
31
pada radiator tidak mudah berkarat yang akhirnya akan
mengurangi kinerja dari radiator itu sendiri dalam menstabilkan
suhu mesin.
a) Dex Cool Coolant
Merek Dex Cool dikeluarkan oleh General Motor
(Amerika Serikat) yang menjamin cairan pendinginnya akan
dapat digunakan untuk 160.000 km atau 5 tahun pemakaian.
Cairan ini sengaja diberi warna jingga untuk membedakan
dengan model lama yang berwarna hijau.
Tabel 4. Komposisi/kandungan pada bahan
Composition/Information on Ingredients
Compponent
Cas.No
Amount
Ethylene Glycol
107-21-1
45-55 mg/m3
Water
7732-18-5
Balance
Diethylene Glycol
111-46-6
0-5
2-Ethyl Hexanoic
19766-89-3
0-5
Acid, Sodium Salt
Sumber : Prestone Products Corporation
Tabel 5. Pengontrolan Bahan
Exprosure Control/Personal Protection
Chemical
Exprosure Limit
Ethylene Glycol
100 mg/m3 ceiling ACGIH
TLV
Water
Diethylene Glycol
None Established (PEL/TLV)
None Established (PEL/TLV)
2-Ethyl Hexanoic Acid
None Established (PEL/TLV)
Sumber : Prestone Products Corporation
Berdasarkan tabel pengontrolan bahan di atas, dapat
dijelaskan bahwa kandungan Ethylene Glycol sebesar 100
32
mg/m3 Ceiling ACGIH TLV. Sedangkan kandungan air,
Diethylene Glycol, 2-Ethyl Hexanoic Acid tidak ditetapkan.
Tabel 6. Sifat Fisik dan Kimia
Pyhsical and Chemical Properties
Ph
9.0
Boilding Point
2290F (1090C)
Melting Point
-340F (-360C)
Solubulity in Water
Complete
Percent Volatile
None
Flash Point
>2200F
Flammability Limit Lel
Non Determined
Coeficient of Water
Non Determined
Specific Gravity
1.07
Vavor Pressure
<0.1 mmHg @68oF
Vavor Density
Non Determined
Evaporation Rate
Non Determined
Viscosity
Non Determined
Sumber : Prestone Products Corporation
Berdasarkan tabel pada sifat fisik dan kimia di atas,
dapat dijelaskan bahwa watercoolant merk DEX-COOL
memiliki nilai pH sebesar 9.0, memiliki titik didih mencapai
229oF (109oC) dan titik bekunya hingga -34oF (-36oC). Jenis
ini memiliki sifat kelarutan dalam air secara lengkap. Jenis ini
juga memiliki titik nyala lebih besar dari 220oF. Watercoolant
ini memiliki laju penguapan, tekanan uap dan berat jenis yang
tidak ditemukan.
33
b) Top 1 Coolant
Radiator Top 1 Coolant Radiator diproduksi oleh Top 1
(Amerika Serikat) pada tahun 1996. Produsen menjamin cairan
pendinginnya mampu dipergunakan untuk 160.000 km atau 4
tahun pemakaian. Top 1 Coolant Radiator berwarna hijau,
karena cairan ini mengandung phospor yang berguna untuk
mencegah karat pada radiator dan blok mesinnya. Top 1
Coolant Radiator harus dicampur dengan air untk mencapai
umur pemakaian yang dijamin oleh produsen. Fitur dan
keuntungannya : (1) membantu untuk memperpanjang hidup
radiator (2) mencegah karat dan korosi (3) menghilangkan
berbusa (4) cocok untuk mobil ber-AC.
Tabel 7. Spesifikasi Tipe
Freezing Point oC
o
-4
Boiling Point C
115
Ash Content, gm/100 ML
0.05
Color Florescent
Green
Clarity
Clear
Iron Content Ppm
0.8
Specific Gravity
1.007
Product Number 12 x 250 mL
90120-M
Sumber : TOP 1 OIL Products Company
Dari tabel spesifikasi di atas, dapat dijelaskan bahwa
watercoolant merk TOP 1 Coolant memiliki titik beku
mencapai -4oC, titik didih mencapai 115oC, kadar abu 0.05
34
gm/100 ML, memiliki warna hijau, kandungan besi mencapai
0.8 Ppm dan memiliki berat jenis sebesar 1.007.
c) Honda Genuine Long Life Coolant
Honda Genuine Long Life Coolant secara khusus
diformulasikan
untuk
mesin
aluminium
Honda
untuk
menyediakan perlindungan sepanjang tahun hingga 5 tahun
atau 60.000 mil dalam kondisi normal.
Honda Genuine Long Life Coolant diformulasikan
untuk memberikan perlindungan korosi dan karat untuk semua
komponen sistem pendingin, termasuk seal pompa air dan
logam lainnya dan tidak harus menambahkan air.
Tabel 8. Komposisi/kandungan pada bahan HLLC
Composition/Information on Ingredients
Compponent
CAS.No
Nominal
Ethylene Glycol
107-21-1
43 – 49 %
Water
7732-18-5
45 – 55 %
Diethylene Glycol
111-46-6
Less than 3%
Hydrated inorganic
acid, organic acid
propierty
Less than 5%
salts
Bittering agent
propierty
>30mg/kg
Sumber. CCI Manufacturing IL Corporation Safety data sheet
Dari tabel di atas diketahui bahwa campuran Ethylene
glycol sebesar 43-49%, komposisi air pada jenis ini sekitar 4555%.
Tabel 9. Sifat Fisik dan Kimia HLLC
Physical and chemical properties
Appearance
Liquid
Colour
Blue
Odour
Mild
35
Ph
7.9
Freezing Point
Lower than -36oC
Boiling Point
108oC
Flash Point
Does not flash
Evaporation Rate
No data available
Explotion Limits
Not applicable
Vapour Pressure
Estimated 0.05 mmHg at 20oC
Vapour Density
No data available
Viscosity
No data available
Relative Density
1,08 g/cm3 (@20oC)
Water Solubility
Miscible
Sumber : Honda Safety Data Sheet
Dari tabel di atas dijelaskan bahwa Honda Genuine
Long Life Coolant memiliki titik beku kurang dari -36oC,
sedangkan titik didihnya mencapai 108oC. Jenis ini berwarna
biru dan memiliki kadar pH sebesar 7.9. jenis ini tidak
memiliki titik nyala.
4. Hubungan Watercoolant dengan Temperatur Kerja Mesin
Gogineni. Prudhvi, Gada. Vinay, G.Suresh Babu,2013 mengatakan :
“The coolant that course through the engine and associated
plumbing must be able to wishtand temperatures well below zero
without freezing. It must also be able to handle engine
temperatures in excess of 250 degrees without boiling. A tall order
for any fluid, but that is not all. The fluid must also contain run
inhibiters and a lubricant. The coolant in today’s vehicles is a
mixture of ethylene glycol (antifreeze) and water. The recomended
for use ratio is fifty-fifty. In other words, one part antifreeze and
one part water. This is the minimum recommended for use in
automobile engines. Less antifreeze and the boiling point would be
too low. In certain climates where the temperatures can go well
below zero, it is permissible to have as much as 75% antifreeze
and 25% water, but no more than that. Pure antifreeze will not
work properly and can cause a boil over”.(International Journal of
Engineering and Advanced Thecnology (IJEAT) ISSN: 2249-8958,
Volume-2, Issue-4, April 2003).
36
Dari kutipan diatas dapat diartikan bahwa, pendingin yang melalui
mesin dan pipa terkait harus mampu menahan temperatur dibawah nol
tanpa pembekuan. Hal ini juga harus mampu menangani suhu mesin lebih
dari 250 derajat tanpa mendidih. Sesuatu yang tinggi untuk cairan apapun,
tapi tidak semua. Cairan tersebut juga harus berisi inhibiters karat dan
pelumas. Pendingin pada kendaraan saat ini menggunakan campuran etilen
glikol (antibeku) dan air. Rasio yang disarankan adalah 50/50. Dengan
kata lain, satu bagian antibeku dan satu bagian air. Ini adalah nilai
minimum yang disarankan untuk digunakan pada mesin mobil. Jika
antibeku kurang maka titik didih akan telalu rendah. Dalam iklim tertentu
dimana suhu bisa berjalan dengan baik di bawah nol, diperbolehkan untuk
menggunakannya sebanyak 75% antibeku dan 25% air, tapi tidak lebih
dari itu. Antibeku murni tidak akan berfungsi dengan baik dan dapat
menyebabkan mendidih di atas rata-rata.
Tujuan utama pendinginan adalah untuk mengurangi panas dari
mesin untuk mencegah berkurangnya kekuatan mekanik pada komponen,
terutama kekuatan logam. Panas dari komponen tersebut akan diserap
watercoolant dan akan didinginkan oleh radiator dengan bantuan tiupan
angin dari kipas elektrik atau tiupan angin dari luar.
Dari kutipan diatas dapat disimpulkan bahwa kandungan pada
watercoolant sangat berpengaruh terhadap temperatur kerja mesin. Karena
viskositas antara air dan coolant berbeda pada struktur kimianya, oleh
37
karena itu terdapat
perbedaan kemampuan
dalam mendinginkan
temperatur kerja mesin pada saat mesin panas.
5. Hubungan Watercoolant dengan Emisi Gas Buang
Emisi gas buang adalah polutan yang mengotori udara yang
dihasilkan oleh gas buang kendaraan bermotor (Suryanto, 1989:280).
Polutan yang lazim terdapat pada gas buang yaitu carbonmonoksida (CO),
hydrocarbon (HC), dan nitrogen oksida (NOx) serta partikel-partikel
lainnya.
Dadang
Hidayat
(2014)
dalam
penelitiannya
mengatakan
“Penambahan additive coolant pada radiator dengan beberapa variasi
kompisisi relatif mengalami penurunan kadar emisi gas buang yang keluar
ke udara. Penurunan kadar emisi gas buang relatif sama pada setiap
komposisi additive coolant yang ditambahkan pada radiator”.
Dari kutipan diatas dapat disimpulkan bahwa kadar emisi gas
buang dipengaruhi oleh jumlah coolant yang ditambahkan pada sistem
pendingin radiator.
B. Penelitian yang Relevan
Penelitian yang relevan dengan penelitian ini telah dilakukan oleh :
1. Gatot Soebiyakto (2012), Pengaruh Penggunaan Watercoolant Terhadap
Performance Mesin Diesel. Diketahui Efisiensi thermal tertinggi terdapat
pada tanpa campuran water coolant yaitu efisiensi thermal indikasi sebesar
6,61% dan efisiensi thermal efektif sebesar 5,29% sedangkan efisiensi
38
thermal terendah terdapat pada campuran 2,5 water coolant yaitu efisiensi
thermal indikasi sebesar 5,9% dan efisiensi thermal efektif sebesar 4,72%.
Penurunan efisiensi thermal terhadap campuran water coolant dipengaruhi
oleh daya yang didapat dari campuran water coolant, semakin kecil daya
yang diperoleh semakin kecil juga efisiensi yang diperoleh begitu juga
sebaliknya semakin besar daya yang diperoleh semakin besar juga efisiensi
thermal yang diperoleh.
2. Made Ricki Mukti (2008), Laju Pembuangan Panas pada Radiator dengan
Fluida Campuran 80% Air dan 20% RC pada Rpm Konstan. Laju
pembuangan panas rata-rata campuran 80% air dan 20% RC sebesar
8,03784 Watt. Sedangkan laju pembuangan panas rata-rata untuk fluida
kerja 100% air sebesar 6,83426 Watt. Secara numerik dapat diketahui
bahwa pembuangan panas campuran 80% air dan 20% RC lebih besar
daripada laju pembuangan panas fluida kerja 100% air.
3. Alexander Clifford et al. (2014), Analisis Kinerja Coolant Pada Radiator.
Karakteristik beberapa jenis coolant sebagai fluida pendingin radiator
berbeda dengan efek laju massa fluida yang berbeda pula. Semakin besar
nilai laju aliran massa fluida maka kecenderungan untuk melepaskan panas
yang lebih besar pula.
4. Hidayat dan Sudarmata (2014), Studi Eksperimental Pengaruh Penambahan
Additive Coolant Pada Radiator Terhadap Unjuk Kerja dan Emisi Gas
Buang Mesin Sinjai Berbahan Bakar Bi-Fuel. Pada komposisi 50% additive
coolant memiliki nilai unjuk kerja yang paling baik. Banyaknya campuran
39
additive coolant mempengaruhi tempertur mesin, dimana semakin besar
persentase volume cairan pengisi radiator, maka akan semakin besar
penurunan temperatur mesin. Perubahan emisi gas buang dengan variasi
komposisi additive coolant relatif sama yaitu mengalami penurunan pada
masing-masing kandungan emisi gas buang.
C. Kerangka Berpikir
Pada penelitian ini akan dicari perbandingan penggunaan antara
beberapa merk watercoolant terhadap tingkat panas engine dan emisi gas
buang pada mobil Honda Jazz RS 1,5L M/T, diantaranya TOP 1 Coolant, Dex
CoolCoolant, Honda Genuine Long Life Coolant. Untuk lebih jelasnya, maka
dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
Pengujian Temperatur Kerja Mesin dan Emisi Gas Buang
Honda Genuine Long
Life Coolant
Dex CoolCoolant
TOP 1 Coolant
Perbandingan Temperatur Kerja Mesin dan Emisi Gas Buang
Gambar 3. Kerangka Berpikir
40
D. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan kerangka teoritis dan kerangka konseptual di atas, maka
dapat di ajukan pertanyaan penelitian terkait penggunaan beberapa merk
watercoolant yang diterapakan pada mobil Honda Jazz RS 1,5L M/T
diantaranya :
1. Berapa besar temperatur kerja mesin dan emisi gas buang menggunakan
watercoolant merk Honda Genuine Long Life Coolant?
2. Berapa besar temperatur kerja mesin dan emisi gas buang menggunakan
watercoolant merk TOP 1 Coolant?
3. Berapa besar temperatur kerja mesin dan emisi gas buang menggunakan
watercoolant merk Dex Coolcoolant?
4. Berapa besar perbedaan temperatur kerja mesin dan emisi gas buang dari
penggunaan beberapa merk watercoolant pada mobil Honda Jazz RS 1,5L
M/T?
Download