BAB II KAJIAN TEORI A. Deskripsi Teori 1. Temperatur Kerja Mesin a. Definisi Temperatur Kerja Mesin Daryanto (2003:143) dalam bukunya mengatakan “Temperatur adalah suatu penunjukan nilai panas atau nilai dingin yang dapat diperoleh atau diketahui dengan menggunakan suatu alat yang dinamakan termometer. Termometer adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur dan menunjukan besaran temperatur. Tujuan pengukuran temperatur adalah untuk : mencegah kerusakan pada alatalat tersebut, mendapatkan mutu produksi/kondisi operasi yang diinginkan, dan pengontrolan jalannya proses”. Jalius Jama (2008:393) dalam bukunya menjelaskan : “Apabila temperatur mesin terlalu dingin, maka akan terjadi gangguan salah satunya yaitu bahan bakar agak sukar menguap dan campuran bahan bakar dengan udara menjadi gemuk. Hal ini menyebabkan pembakaran menjadi tidak sempurna, untuk mengatasi gangguan tersebut digunakanlah thermostat yang dirancang untuk mempertahankan temperatur cairan pendingin dalam batas yang diinginkan”. Dari beberapa kutipan diatas dapat disimpulkan bahwa temperatur adalah ukuran panas-dinginnya dari suatu benda. Panasdinginnya suatu benda berkaitan dengan energi termis yang terkandung dalam benda tersebut. Makin besar energi termisnya, makin besar temperaturnya, yang pada pembahasan ini di arahkan pada sistem 8 9 pendinginan mesin. Temperatur yang terjadi pada mesin saat operasi sangat tinggi, oleh karena itu dibutuhkan sistem pendinginan untuk menjaga temperatur ideal saat mesin beroperasi. Fathun Muharto, Mahdi (2008:15), mengatakan bahwa panas yang dihasilkan oleh proses pembakaran di dalam motor diubah menjadi tenaga gerak. Namun, kenyataannya hanya sebagian dari panas tersebut yang dimanfaat secara efektif. Panas yang diserap motor harus cepat aus. Untuk itu, pada motor dilengkapi dengan sistem pendingin yang berfungsi untuk mencegah panas yang berlebihan. Pada motor bensin, kira-kira hanya 25% energi panas dari hasil pembakaran bahan bakar dalam silinder yang dimanfaatkan secara efektif sebagai tenaga. Sisanya terbuang dalam beberapa bentuk seperti terlihat pada gambar di bawah ini : Gambar 1. Keseimbangan Panas Sumber: Fathun Muharto dan Mahdi, (2008: 15) Pada gambar di atas tampak bahwa dari total energi yang dihasilkan oleh proses pembakaran hanya 25% yang dimanfaatkan menjadi kerja efektif. Panas yang hilang bersama gas buang kira-kira 10 34%, panas yang terbuang akibat proses pendinginan 32%, akibat pemompaan 3% dan akibat gesekan 6%. b. Faktor yang Mempengaruhi Temperatur Kerja Mesin Menurut Williard W. Pulkrebek (2004:387) mengatakan : “Heat transfer within engines depends on so many different variables that it is difficult to correlate one engine with another. These veriables include the air-fuel ratio, engine size, engine speed, load, spark timing, fuel equivalence ratio, evaporative cooling-water injection, inlet air temperature, coolant temperature, engine materials, compression ratio, knock, swirl and squish”. Pernyataan di atas dapat diartikan bahwa perpindahan panas dalam mesin tergantung pada banyak variabel yang berbeda sehingga sulit untuk mengkorelasikan satu mesin dengan yang lainnya. Variabel-variabel tersebut meliputi rasio udara-bahan bakar, ukuran mesin, kecepatan mesin beban, waktu pengapian, rasio kesetaraan bahan bakar, injeksi air cooling-evaporasi, suhu udara masuk, suhu pendingin, bahan mesin, rasio kompresi, knocking, perputaran dan pemampatan. Sedangkan menurut V Ganesan (2004:76) dalam bukunya mengatakan : “...it may be noted that engine heat transfer depends upon many parameters. Unless the effect of these parameters is known, the design of a proper cooling system will be difficult. In this section, the effect of various parameters on engine heat transfer is briefly discussed : fuel-air ratio, compression ratio, spark advance, preignition and knocking, engine output, cylinder wall temperature”. 11 Dari pernyataan diatas dapat diartikan bahwa perpindahan panas mesin tergantung pada banyak parameter. Kecuali efek parameter ini diketahui, desain sistem pendingin yang tepat akan sulit. Pada bagian ini, pengaruh berbagai parameter pada mesin perpindahan panas dibahas secara singkat : rasio bahan bakar-udara, rasio kompresi, waktu pengapian, preignition dan ketukan, output mesin, temperatur dinding silinder. Dari beberapa kutipan diatas, maka penulis akan menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi temperatur kerja mesin tersebut dalam beberapa bagian diantaranya : 1) Waktu Pengapian Williard W. Pulkrabek (2004:390) mengatakan : “more power and higher temperatures are generated when the spark setting is set to give maximum pressure and temperature at about 5o to 10o aTDC. These higher peak temperatures will create a higher momentary heat loss, but this will occur over a shorter lenght of time. With spark timing set either too early or too late, combustion efficiency and average temperatures will be lower. These lower temperatures will give less peak heat loss, but the heat losses will last over a longer lenght of time and the overall energy loss will be greater. Higher power output is thus gained with correct ignition timing. Late ignition timing extends the combustion process longer into the expansion stroke, resulting in higher exhaust temperature and hotter exhaust valves and port.” Dari pernyataan diatas dapat diartikan bahwa power yang besar dan temperatur yang tinggi dihasilkan ketika pengaturan percikan busi diatur untuk memberikan tekanan dan temperatur 12 maksimum sekitar 5o sampai 10o aTDC. Suhu puncak ini akan menghasilkan kehilangan panas sesaat yang lebih tinggi, tapi hal ini akan terjadi melebihi lama waktu yang lebih singkat. Dengan pengaturan waktu percikan busi yang terlalu dini atau terlalu lambat, efisiensi pembakaran dan temperatur rata-rata akan menjadi lebih rendah. Temperatur yang lebih rendah ini akan mengakibatkan pengurangan panas lebih sedikit, tetapi kehilangan panas akan berlangsung dalam waktu yang lebih lama dan keseluruhan energi yang hilang akan lebih besar. Dengan demikian output daya yang lebih tinggi diperoleh pada waktu pengapian yang tepat. Waktu pengapian yang terlambat memperpanjang proses pembakaran yang lebih lama sampai langkah ekspansi, mengakibatkan suhu exhaust yang lebih tinggi dan lebih panasnya katup serta port pada exhaust. Sedangkan menurut V Ganesan (2004:477) dalam bukunya mengatakan : “A spark advance more than the optimum as well as less than the optimum will result in increased heat rejection to cooling system. This is mainly due to the fact that the spark timing other than MBT value (Minimum Spark Advance for Best Torque) will reduce the power output and thereby more heat is rejected”. Dari kutipan diatas dapat diartikan bahwa pamajuan saat pengapian melebihi dari optimal serta kurang optimal akan mengakibatkan penigkatan penolakan panas ke sistem pendingin. Hal ini disebabkan terutama oleh fakta bahwa waktu pengapian 13 yang berbeda dengan nilai MBT (kenaikan saat pengapian minimum untuk Torsi Terbaik) akan mengurangi output daya dan dengan demikian lebih banyak panas yang ditolak. Dari beberapa kutipan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa pengaturan sudut pembukaan sistem pengapian sangat berpengaruh terhadap temperatur kerja mesin dalam pengoperasiannya. Jika pengapiannya tidak sesuai maka akan berdampak pada pembakaran didalam ruang bakar dan berpengaruh terhadap panas mesin. 2) Rasio Kesetaraan Bahan Bakar Williard W. Pulkrabek (2004:390) mengatakan : “In an SI engine, maksimum power is obtained with an equivalence ratio of about ϕ = 1.1. this is also when the greatest heat losses will occur, with lower losses when the engine run either leaner or richer. The greatest heat loss as a percentage of energy in mfQhv will occur at stoichiometric condition ϕ = 1.0. An engine requires the highest fuel octane number when operating at stoichiometric condition. Lower octane can be tolerated when the engine is running rich”. Dari pernyataan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa dalam sebuah mesin SI, daya maksimum diperoleh dengan rasio kesetaraan ϕ = 1.1. Hal ini juga terjadi ketika kerugian panas terbesar akan terjadi, dengan kerugian yang lebih rendah saat mesin beroperasi pada keadaan yang lebih kurus atau lebih kaya. Kehilangan panas terbesar sebagai persentase dari dalam mfQhv akan terjadi pada kondisi stoikiometri ϕ = 1.0. Sebuah mesin 14 membutuhkan angka oktan bahan bakar tertinggi ketika beroperasi pada kondisi stoikiometri. Oktan yang lebih rendah dapat ditoleransi ketika mesin sedang berjalan dengan bahan bakar yang banyak. Sedangkan menurut V Ganesan (2004:476) dalam bukunya mengatakan : “A change in fuel-air ratio will change the temperature of the cylinder gases an effect the flame speed. The maximum gas temperature will occur at an equivalence ratio of abaout 1.12 i.e., at a fuel-air ratio about 0,075. At this fuel-air ratio ΔT will be maximum. However, from experimental observation the maximum heat rejection is found too occur for a mixture, slightly leaner than this value”. Pernyataan diatas dapat diartikan bahwa perubahan rasio udara-bahan bakar akan mengubah temperatur gas silinder dan mempengaruhi kecepatan nyala api. Suhu gas maksimum akan terjadi pada rasio kesetaraan sekitar 0,075. Pada rasio udara-bahan bakar ini ΔT akan maksimal. Namun, berdasarkan pengamatan eksperimental dapat diperoleh bahwa penolakan panas maksimum ditemukan terjadi karena campuran bahan bakar-udara sedikit lebih kurus dari nilai ini. Dari beberapa kutipan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa perbandingan antara bahan bakar dan udara sangat berperan penting pada pembakaran, karena perbandingan itu juga akan berpengaruh pada temperatur kerja mesin. 15 3) Rasio Kompresi Menurut V Ganesan (2004:477) dalam bukunya mengatakan : “An increase in compression ratio causes only a slight increase in gas temperature near the top dead center but, because of greater expansion of the gases, there will be a considerable reduction in tempereture near bottom dead center where a large cylinder wall is exposed. The exhaust gas tempereture will also be much lower because of greater expansion so that the heat rejected during blowdown will be less. In general, as compression ratio increase there tend to be a marginal reduction in heat rejection”. Dari pernyataan diatas dapat diartikan bahwa peningkatan rasio kompresi hanya menyebabkan sedikit peningkatan suhu gas di dekat titik mati atas, akan tetapi, karena ekspansi yang lebih besar dari gas, akan ada pengurangan yang signifikan pada suhu gas di dekat titik mati bawah dimana dinding silinder yang luas di tunjukkan. Suhu gas buang juga akan jauh lebih rendah karena ekspansi yang lebih besar sehingga panas yang di buang selama blowdown akan berkurang. Secara umum, selama rasio kompresi meningkat ada kecenderungan penurunan marjinal dalam penolakan panas. Sedangkan menurut Willard W. Pulkrabek (2004:393) dalam bukunya mengatakan : ”Changing the compression ratio of an engine changes the transfer to the coolant very litle. Increasing the compression ratio decreases heat transfer slightly up to about rc = 10. Increasing the compression ratio above this value increases heat transfer slightly. There is about a 10% decrease in heat transfer as the compression ratio is raised from 7 to 10. Theses changes in heat transfer occur mainly because of the combustion characteristics that change as 16 the compression ratio is raised (e.g., flame speed, gas motion, etc.). the higher the compression ratio, the more expansion cooling will occur during the power stroke, resulting in cooler exhaust. CI engines, with their high compression ratios, generally have lower exhaust temperature than SI engine. Piston temperature generally increase slightly with increasing cmopression ratio”. Dari pernyataan diatas dapat diartikan bahwa perubahan rasio kompresi mesin dapat mengubah perpindahan panas ke pendingin (coolant) dengan sangat sedikit. Peningkatan rasio kompresi dapat menurunkan sedikit perpindahan panas sampai sekitar rc = 10. Meningkatkan rasio kompresi diatas nilai ini dapat meningkatkan sedikit perpindahan panas. Ada sekitar 10% penurunan dalam perpindahan panas selama rasio kompresi dinaikkan dari 7 sampai 10. Perubahan-perubahan dalam transfer panas ini terjadi terutama karena karakteristik pembakaran yang berubah selama rasio kompresi dinaikkan (misalnya, kecepatan nyala, gerak gas, dll). Semakin tinggi rasio kompresi, semakin banyak/besar ekspansi pendinginan yang akan terjadi selama langkah usaha, sehingga mengakibatkan exhaust mendingin. Mesin CI, dengan kompresi yang tinggi, umumnya memiliki suhu exhaust yang lebih rendah daripada mesin SI. Suhu piston biasanya akan sedikit meningkat dengan meningkatnya rasio kompresi. Dari beberapa kutipan diatas, dapat diambail kesimpulan bahwa rasio kompresi sangat berpengaruh terhadap panas mesin. 17 Semakin besar rasio kompresinya maka semakin besar proses pendinginannya, begitupun sebaliknya. 4) Ketukan Willard W. Pulkrabek (2004:393) dalam bukunya mengatakan : “When knock occur, the temperature and pressure are raised in very localized spots within the combustion chamber. This rise in local temperature can be very severe and in extreme case, can cause surface demage to pistons and valves”. Dapat diartikan dari pernyataan diatas bahwa ketika ketukan (knocking) terjadi, suhu dan tekanan meningkat di titiktitik tertentu (lokal) pada ruang pembakaran. Kenaikan temperatur lokal bisa sangat parah dan dalam kasus yang ekstrim, dapat menyebabkan kerusakan permukaan piston dan katup. Sedangkan menurut V Ganesan (2004:477) dalam bukunya mengatakan : “effect of preignition is the same as advancing the ignition timing. Large spark advance might lead to erratic running and knocking. Though knocking causes large changes in local heat transfer conditions, the over-all effect on heat transfer due to knocking appears to be negligible. However, no quantitative information is available regarding the effect of preignition and knocking on engine heat transfer”. Dari pernyataan diatas dapat diartikan bahwa efek preignition sama dengan efek pemajuan waktu pengapian. Peningkatan pengapian yang besar dapat mengakibatkan perpindahan yang tidak menentu dan ketukan. Meskipun ketukan menyebabkan perubahan besar dalam kondisi perpindahan panas, 18 efek keseluruhan pada perpindahan panas karena munculnya knocking akan diabaikan. Namun, tidak ada informasi kuantitatif yang tersedia mengenai efek preignition dan ketukan pada transfer panas mesin. Dari beberapa kutipan diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa ketukan sangat berpengaruh terhadap temperatur kerja mesin. Semakin besar ketukan yang terjadi maka semakin tinggi panas mesin tersebut. 5) Coolant Temperature Willard W. Pulkrabek (2004:393) dalam bukunya mengatakan : “Increasing the coolant temperature of an engine (hotter thermostat) results in higher temperature of all cooled component. There is little change in the temperature of the spark plugs and exhaust valves. Indicated thermal efficiency would be higher, but there is a potential for a greater knock problem in hotter engine”. Dari pernyataan diatas dapat diartikan bahwa, peningkatan suhu pendingin dari mesin (panas thermostat) menghasilkan temperatur yang lebih tinggi pada semua komponen yang di dinginkan. Ada sedikit perubahan pada suhu busi dan katup buang. Efisiensi termal terindikasi akan lebih tinggi, tetapi terhadap suatu potensi/kemungkinan masalah ketukan yang lebih besar pada mesin yang panas. 19 Sedangkan menurut V Ganesan (2004:477) dalam bukunya mengatakan : “The average cylinder gas temperature is much higher in comparison to the cylinder wall temperature. Hence, any marginal change in cylinder gas temperature will have very little effect on the temperature difference and thus on heat rejection”. Dapat diartikan bahwa, rata-rata suhu gas silinder jauh lebih tinggi dibandingkan dengan temperatur dinding silinder. Oleh karena itu, setiap perubahan marjinal dalam suhu gas silinder akan memiliki efek yang sangat sedikit pada perbedaan suhu dan demikian pada penolakan panas (heat rejection). Dari beberapa kutipan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa temperatur air pendingin sangat berpengaruh terhadap kemampuan mendinginkan panas pada mesin. 6) Ukuran Mesin Willard W. Pulkrabek (2004:387) dalam bukunya mengatakan : “If two geometrically similar engines of different size (displacement) are run at the same speed and all other variables (temperature, AF, fuel, etc.) are kept as close to the same as possible, the larger engine will have greater absolute heat loss but will be more thermalli efficient. If the temperature and materials of both engine are the same, heat loss fluxes to the surrounding per unit area will be about tha same, but the absolute heat loss of the larger engine will be greater due to its larger surface areas”. Dapat diambil kesimpulan bahwa, jika ada dua mesin geometris yang sama dengan ukuran yang berbeda (perpindahan) 20 dijalankan pada kecepatan yang sama dan semua variabel lain (suhu, AF, bahan bakar, dll) disamakan, maka mesin yang lebih besar akan memiliki kehilangan panas mutlak yang lebih besar tapi akan lebih efisien secara termal. Jika suhu dan bahan dari kedua mesin itu sama, maka kehilangan aliran panas ke lingkungan per satuan luas akan hampir sama, tetapi kehilangan panas absolut pada mesin yang lebih besar akan lebih besar karena luas permukaannya yang lebih besar. 7) Bahan Mesin Willard W. Pulkrabek (2004:393) dalam bukunya mengatakan : “Different materials used in the manufacture of cylinder and piston component results in different operating temperature. Aluminium piston, with their higher thermal conductivity, generally operate about 30o – 80oC cooler than equivalent cast-iron pistons. Ceramic-faced piston have poor thermal conductivity, resulting in very high temperature. This is by design, with the ceramic being able to tolerate the higher temperature. Cereamic exhaust valve are sometimes used because of their lower mass inertia and high temperature tolerance”. Dapat diambil kesimpulan bahwa, penggunaan bahan berbeda dalam pembuatan silinder dan komponen piston menghasilkan suhu operasi yang berbeda pula. Piston aluminium, dengan konduktivitas panas tingginya, umumnya beroperasi sekitar 30o – 80oC lebih dingin dari pada piston besi tuang. Piston berdinding keramik memiliki konduktivitas panas yang sedikit, sehingga memiliki temperatur yang sangat tinggi. Hal ini di desain, dengan keramik mampu mentolerir temperatur yang lebih 21 tinggi. Keramik katup buang kadang-kadang juga digunakan karena massa inersia yang rendah dan suhu tinggi dengan toleransi yang lebih rendah. 8) Beban Willard W. Pulkrabek (2004:389) dalam bukunya mengatakan : “As the load on an engine is increased (going uphill, pullling a trailer), the throtel must be opened further to keep the engine speed constant. This cause less pressure drop across the throtle and higher pressure and density in the intake system. Mass flow rate of air and fuel, therefore, goes up with load at a given engine speed. Heat transfer with in the engine also goes up by Q = hAΔT Where: H = convection heat transfer coefficent A = surface area at any point ΔT = temperature difference at the point Dapat diambil kesimpulan dari pernyataan diatas bahwa, selama beban pada mesin meningkat (ketika menanjak, menarik sebuah trailer), throtel harus dibuka lebih besar untuk menjaga kecepatan konstan mesin. Ini menyebabkan penurunan tekanan jatuh pada throtel dan tekanan serta kepadatan yang lebih tinggi dalam sistem intake. Sehingga tingkat aliran massa udara dan bahan bakar naik dengan beban pada kecepatan mesin yang diberikan. Transfer panas di mesin juga naik sebesar Q = hAΔT Dimana: H = koefisien perpindahan panas konveksi A = luas permukaan pada setiap titik ΔT = perbedaan temperatur pada saat itu 22 9) Kecepatan Mesin Willard W. Pulkrabek (2004:387) dalam bukunya mengatakan : “As engine speed is increased, gas flow velocity into and out of the engine goes up, with a resulting rise in turbulance and convection heat transfer coefficient. This increases heat transfer occuring during the intake and exhaust strokes and even during the early part of the compression strokes. Heat transfer to the engine coolant increases with higher speed Q = h A (Tw – Tc) Where: h = convection heat transfer coefficient, which remains about constant A = surface area which remains constat Selama kecepatan mesin ditingkatkan, kecepatan aliran gas didalam dan diluar mesin akan meningkat. Sehingga mengakibatkan kenaikan turbulensi dan koefisien perpindahan panas konveksi. Peningkatan perpindahan panas ini terjadi selama langkah isap dan langkah buang dan bahkan selama bagian awal dari langkah kompresi. Perpindahan panas ke pendingin mesin meningkat dengan kecepatan : Q = h A (Tw - Tc) Dimana : h = koefisien perpindahan panas konveksi yang tetap A = area permukaan yang tetap 2. Emisi Gas Buang Emisi gas buang adalah polutan yang mengotori udara yang dihasilkan oleh gas buang kendaraan bermotor. Polutan yang lazim 23 terdapat pada gas buang yaitu carbon monoksida (CO), hydrocarbon (HC), dan nitrogen oksida (NOx) serta partikel-partikel lainnya. a. CO (carbon monoksida) CO adalah gas yang tidak berbau, tidak berasa, dan sukar larut dalam air. Gas CO dihasilkan dari proses pembakaran bahan bakar yang terjadi akibat kekurangan oksigen atau udara dari jumlah yang diperlukan. Gas CO ini bersifat racun bagi tubuh karena bisa masuk kedalam darah, CO dapat bereaksi dengan Hemoglobin (Hb) untuk membentuk karboksihemoglobin (COHb). Bila reaksi tersebut terjadi, maka kemampuan darah mengangkut O2 untuk kepentingan pembakaran dalam tubuh akan menjadi berkurang. Hal ini disebabkan kemampuan Hb untuk mengikat CO jauh lebih besar dibandingkan kemampuan Hb untuk mengikat O2. Presentase CO sebanyak 0,3% sudah merupakan racun yang sangat berbahaya karena apabila terhirup selama setengah jam secara terus menerus dapat mengakibatkan kematian. Selain itu kandungan COHb dalam darah dapat mengakibatkan terganggunya sistem urat syaraf dan fungsi tubuh pada kosentrasi rendah (2 – 10 %) antara lain : penampilan agak tidak normal, mempengaruhi sistem syaraf sentral, reaksi panca indera tidak normal, benda kelihatan agak kabur, perubahan fungsi jantung dan pulmonari. Jika terdapat konsentrasi tinggi COHb dalam darah (> 10 %) dapat mengakibatkan kematian. Pengaruh konsentrasi gas CO di udara sampai dengan 100 ppm terhadap tanaman hampir tidak ada, 24 khususnya pada tanaman tingkat tinggi. Bila konsentrasi gas CO di udara mencapai 2000 ppm dan waktu kontak lebih dari 24 jam, akan mempengaruhi fiksasi nitrogen oleh bakteri bebas yang ada pada lingkungan terutama yang terdapat pada akar tanaman. Besarnya emisi gas CO untuk mesin bensin yang menggunakan karburator berkisar antara 1,5% - 3,5% dan untuk mesin yang menggunakan EFI (Electronic Fuel Injection) berkisar antara 0,5% - 1,5%. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : KEP35/MENLH/10/1993 yang diperbaharui dengan PERATURAN LINGKUNGAN HIDUP NO.05 TAHUN 2016 menyatakan nilai ambang batas kandungan CO gas buang pada kendaraan bermotor selain sepeda motor dengan bahan bakar premium ditentukan maksimal 4,5%. Tabel 2. Ambang Batas Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Sumber.Peraturan Menteri Negara lingkungan Hidup No. 05 Th. 2006 Ttg. Ambang Batas Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Lama Parameter Metoda Tahun Kategori HC Opasitas Uji Pembuatan CO (%) (ppm) (% HSU) Berpenggerak < 2007 4.5 1200 Idle motor bakar cetus ≥ 2007 1.5 200 api (bensin) Percepa Berpenggearak tan motor bakar Bebas penyalaan kompresi (diesel) - GVW ≤ 3.5 ton < 2010 70 - GVW > 3.5 ton ≥ 2010 40 < 2010 70 25 ≥ 2010 50 Catatan : Untuk kendaraan bermotor penggerak motor bakar cetus api kategori M, N dan O - <2007 : berlaku sampai dengan 31 Desember 2006 - ≥2007 : berlaku mula tanggal 1 Januari 2007 Gas ini akan dihasilkan bila karbon yang terdapat dalam bensin terbakar tidak sempurna karena kekurangan oksigen. Hal ini terjadi apabila campuran udara dan bahan bakar lebih gemuk dari campuran stoichiometric, dan dapat terjadi selama idling, pada beban rendah dan output maksimum. Gambar 2. Dampak perbandingan campuran terhadap gas polusi b. HC (Hydrocarbon) HC adalah gas yang merupakan ikatan unsur dari carbon dan hydrogen. Sumber penghasil utama gas HC pada kendaraan bermotor adalah uap bahan bakar yang belum terbakar sempurna dan hidrokarbon yang hanya bereaksi sedikit dengan oksigen yang ikut 26 keluar bersama dengan gas buang. Jika campuran udara bahan bakar tidak terbakar sempurna didekat dinding silinder dimana apinya lemah dan suhunya rendah. Hidrokarbon dapat keluar tidak hanya kalau campuran bahan bakarnya gemuk, tetapi bisa saja kalau campurannya kurus seperti grafik diatas. Kepekatan gas buang yang sangat tinggi dapat merusak system pernapasan manusia. c. NOx (Nitrogen Oksida) NOx adalah emisi yang dihasilkan oleh pembakaran yang terjadi pada temperatur tinggi. NOx akan bertambah pada motor dengan perbandingan kompresi tinggi dan campuran bahan bakar dengan udara yang kurus. NOx dapat menyebakan kerusakan pada paru-paru. 3. Media Pendingin a. Definisi Media Pendingin Pendingin dalam kamus besar bahasa indonesia adalah alat untuk mendinginkan sesuatu. Dalam hal ini mempunyai pengertian, yaitu media atau alat pendingin untuk menurunkan temperatur bahan yang temperaturnya tinggi. H.N. Gupta (2006: 444) dalam bukunya mengatakan “in liquid cooled system, water is generalli used as a cooling medium. However, other liquid or mixture of water and other liquids may also be used in the system to prevent freezing of the coolant at lower temperatures”. 27 Dari kutipan diatas dapat diartikan bahwa, dalam sistem cairan pendingin, air umumnya digunakan sebagai media pendingin. Namun, cairan lain atau campuran air lainnya juga dapat digunakan dalam sistem untuk mencegah pembekuan pendingin pada suhu yang lebih rendah. Media pendingin adalah cairan yang digunakan dalam proses produksi yang fungsinya untuk pendingin panas yang tinggi akibat gesekan dua benda. Secara umum dapat dikatakan bahwa peran utama cairan pendingin adalah untuk mendinginkan dan melumasi. Dari beberapa kutipan diatas, dapat disimpulkan dalam hal ini media pada sistem pendingin merupakan suatu zat fluida yang mengalir dan memiliki fungsi untuk menjaga temperatur kerja mesin pada saat beroperasi. b. Jenis-jenis Media Pendingin Radiator 1) Air Air berfungsi sebagai media pembawa panas dari dalam mantel air ke radiator. Penggunaan air pendingin pada sistem pendingin air seringkali tanpa diperiksa terlebih dahulu, sehingga kadang kala air yang dipergunakan banyak mengandung mineral atau bahan polutan lainnya dalam bentuk padatan yang dapat bereaksi dan terurai pada waktu proses pemanasan. Padatan terlarut adalah padatan-padatan yang mempunyai ukuran lebih kecil daripada padatan tersuspensi. Padatan ini terdiri dari senyawa- 28 senyawa an-organik dan organik yang terlarut air, mineral dan garam-garamnya. Sebagai contoh, air buangan pabrik gula biasanya mengandung berbagai jenis gula yang terlarut, sedangkan air buangan industri kimia sering mengandung mineral-mineral seperti merkuri (Hg), timbal (Pb), arsenik (As), cadmium (Cd), chromium (Cr), nikel (Ni), Cl2, serta garam-garam kalsium dan magnesium yang mempengaruhi kesadahan air. Selain itu air buangan sering mengandung sabun, deterjen dan surfaktan yang larut air, misalnya pada buangan air rumah tangga dan industri pencucian. Beberapa polutan logam berat yang sering mencemari air buangan dan sangat berbahaya bagi kehidupan dan sekitarnya, misalnya merkuri dan timbal. Adanya ion kalsium (Ca) dan magnesium (Mg) didalam air akan menyebabkan sifat kesadahan terhadap air tesebut. Air yang memiliki tingkat kesadahan yang terlalu tinggi dapat menyebabkan kerugian karena ada beberapa hal diantaranya dapat menimbulkan karat atau korosi pada alat-alat yang terbuat dari besi. Kesadahan air dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu : kesadahan sementara (temporer) dan kesadahan tetap (permanent). Kesadahan sementara disebabkan oleh garam-garam karbonat (CO3=) dan bikarbonat (HCO3-) dari kalsium (Ca) dan magnesium (Mg). Garam karbonat merupakan garam yang larut. Oleh karena 29 itu semakin tinggi kadar CO2 di udara semakin tinggi kelarutannya. Dengan reaksi sebagai berikut : CaCO3 + CO2 + H2O menjadi Ca (HCO3)2 Kesadahan tetap disebabkan oleh adanya garam-garam klorida (CL-) dan sulfat (SO4) dari kalsium dan magnesium. Kesadahan karena garam-garam tersebut bersifat tetap dan sangat sukar dihilangkan. Berdasarkan tingkat kesadahannya, air dapat dibedakan atas beberapa macam yaitu air lunak, air agak sadah, air sadah dan air sangat sadah. Berikut tabel derajat kesadahan air berdasarkan kandungan kalsium karbonat. Tabel 3. Derajat Kesadahan Air Kelas 1 2 3 4 Kesadahan, mg/lt 0-55 56-100 101-200 201-500 Derajat kesadahan Lunak Sedikit sadah Moderat sadah Sangat sadah Sumber : Buku Pelestarian Sumber Daya Air 2002 2) Water Coolant Made Ricki Murti (Jurnal Ilmiah teknik mesin Cakra.M Vol.3 No.2.Oktober 2009) mengatakan “Radiator coolant merupakan zat aditif untuk fluida radiator. Fungsinya adalah untuk memperbesar koefisien perpindahan panas konveksi pada fluida kerja radiator sehingga laju pembuangan panas meningkat (penyerapan panas oleh fluida di water jacket lebih besar). Disamping itu untuk memperbesar laju perpindahan panas 30 konveksi dari fluida ke permukaan luar radiator, kemudian menigkatnya konveksi ke udara luar sehingga panas yang terbuang menjadi lebih besar. Cairan pendingin umumnya berupa air atau oli. Antifreeze yang dicampurkan dalam coolant bertujuan untuk menurunkan titik beku. Sehingga coolant terkadang diartikan sebagai antifreeze, karena pada titik didih 100°C air dianggap mudah menguap. Sebaliknya pada titik beku 0°C, air mudah membeku selain itu air membuat logam berkarat dan meninggalkan bekas mineral yang mengurangi kemampuan pendinginannya. Untuk itu beberapa bahan kimia ditambahkan pada coolan”. Gatot Soebiyakto (Widya Teknika Vol.20 No.1;Maret 2012) mengatakan, “Sebetulnya kunci dari keiritan mesin bensin, disampingdriving style dari driver, juga dipengaruhi oleh engine efficiency yang berkolerasi positif dengan kebersihan ruang bakar dan mutu bahan bakar serta water coolant. Salah satu merk water coolant adalah prestone yang mana didalam water coolant tersebut mengandung zat aditif ethelyn glycol dan silicate yang membantu memperpanjang daripada umur komponen sistem pendingin”. Dari kutipan diatas dapat disimpulkan bahwa radiator coolant atau cairan pendingin merupakan bahan tambah air pada radiator dengan beberapa fungsi. Fungsi radiator coolant antara lain untuk mencegah karat, membantu proses pendinginan agar suhu mesin selalu dalam keadaan stabil (suhu kerja). Oleh karena itu air pada radiator harus ditambah dengan cairan pendingin agar 31 pada radiator tidak mudah berkarat yang akhirnya akan mengurangi kinerja dari radiator itu sendiri dalam menstabilkan suhu mesin. a) Dex Cool Coolant Merek Dex Cool dikeluarkan oleh General Motor (Amerika Serikat) yang menjamin cairan pendinginnya akan dapat digunakan untuk 160.000 km atau 5 tahun pemakaian. Cairan ini sengaja diberi warna jingga untuk membedakan dengan model lama yang berwarna hijau. Tabel 4. Komposisi/kandungan pada bahan Composition/Information on Ingredients Compponent Cas.No Amount Ethylene Glycol 107-21-1 45-55 mg/m3 Water 7732-18-5 Balance Diethylene Glycol 111-46-6 0-5 2-Ethyl Hexanoic 19766-89-3 0-5 Acid, Sodium Salt Sumber : Prestone Products Corporation Tabel 5. Pengontrolan Bahan Exprosure Control/Personal Protection Chemical Exprosure Limit Ethylene Glycol 100 mg/m3 ceiling ACGIH TLV Water Diethylene Glycol None Established (PEL/TLV) None Established (PEL/TLV) 2-Ethyl Hexanoic Acid None Established (PEL/TLV) Sumber : Prestone Products Corporation Berdasarkan tabel pengontrolan bahan di atas, dapat dijelaskan bahwa kandungan Ethylene Glycol sebesar 100 32 mg/m3 Ceiling ACGIH TLV. Sedangkan kandungan air, Diethylene Glycol, 2-Ethyl Hexanoic Acid tidak ditetapkan. Tabel 6. Sifat Fisik dan Kimia Pyhsical and Chemical Properties Ph 9.0 Boilding Point 2290F (1090C) Melting Point -340F (-360C) Solubulity in Water Complete Percent Volatile None Flash Point >2200F Flammability Limit Lel Non Determined Coeficient of Water Non Determined Specific Gravity 1.07 Vavor Pressure <0.1 mmHg @68oF Vavor Density Non Determined Evaporation Rate Non Determined Viscosity Non Determined Sumber : Prestone Products Corporation Berdasarkan tabel pada sifat fisik dan kimia di atas, dapat dijelaskan bahwa watercoolant merk DEX-COOL memiliki nilai pH sebesar 9.0, memiliki titik didih mencapai 229oF (109oC) dan titik bekunya hingga -34oF (-36oC). Jenis ini memiliki sifat kelarutan dalam air secara lengkap. Jenis ini juga memiliki titik nyala lebih besar dari 220oF. Watercoolant ini memiliki laju penguapan, tekanan uap dan berat jenis yang tidak ditemukan. 33 b) Top 1 Coolant Radiator Top 1 Coolant Radiator diproduksi oleh Top 1 (Amerika Serikat) pada tahun 1996. Produsen menjamin cairan pendinginnya mampu dipergunakan untuk 160.000 km atau 4 tahun pemakaian. Top 1 Coolant Radiator berwarna hijau, karena cairan ini mengandung phospor yang berguna untuk mencegah karat pada radiator dan blok mesinnya. Top 1 Coolant Radiator harus dicampur dengan air untk mencapai umur pemakaian yang dijamin oleh produsen. Fitur dan keuntungannya : (1) membantu untuk memperpanjang hidup radiator (2) mencegah karat dan korosi (3) menghilangkan berbusa (4) cocok untuk mobil ber-AC. Tabel 7. Spesifikasi Tipe Freezing Point oC o -4 Boiling Point C 115 Ash Content, gm/100 ML 0.05 Color Florescent Green Clarity Clear Iron Content Ppm 0.8 Specific Gravity 1.007 Product Number 12 x 250 mL 90120-M Sumber : TOP 1 OIL Products Company Dari tabel spesifikasi di atas, dapat dijelaskan bahwa watercoolant merk TOP 1 Coolant memiliki titik beku mencapai -4oC, titik didih mencapai 115oC, kadar abu 0.05 34 gm/100 ML, memiliki warna hijau, kandungan besi mencapai 0.8 Ppm dan memiliki berat jenis sebesar 1.007. c) Honda Genuine Long Life Coolant Honda Genuine Long Life Coolant secara khusus diformulasikan untuk mesin aluminium Honda untuk menyediakan perlindungan sepanjang tahun hingga 5 tahun atau 60.000 mil dalam kondisi normal. Honda Genuine Long Life Coolant diformulasikan untuk memberikan perlindungan korosi dan karat untuk semua komponen sistem pendingin, termasuk seal pompa air dan logam lainnya dan tidak harus menambahkan air. Tabel 8. Komposisi/kandungan pada bahan HLLC Composition/Information on Ingredients Compponent CAS.No Nominal Ethylene Glycol 107-21-1 43 – 49 % Water 7732-18-5 45 – 55 % Diethylene Glycol 111-46-6 Less than 3% Hydrated inorganic acid, organic acid propierty Less than 5% salts Bittering agent propierty >30mg/kg Sumber. CCI Manufacturing IL Corporation Safety data sheet Dari tabel di atas diketahui bahwa campuran Ethylene glycol sebesar 43-49%, komposisi air pada jenis ini sekitar 4555%. Tabel 9. Sifat Fisik dan Kimia HLLC Physical and chemical properties Appearance Liquid Colour Blue Odour Mild 35 Ph 7.9 Freezing Point Lower than -36oC Boiling Point 108oC Flash Point Does not flash Evaporation Rate No data available Explotion Limits Not applicable Vapour Pressure Estimated 0.05 mmHg at 20oC Vapour Density No data available Viscosity No data available Relative Density 1,08 g/cm3 (@20oC) Water Solubility Miscible Sumber : Honda Safety Data Sheet Dari tabel di atas dijelaskan bahwa Honda Genuine Long Life Coolant memiliki titik beku kurang dari -36oC, sedangkan titik didihnya mencapai 108oC. Jenis ini berwarna biru dan memiliki kadar pH sebesar 7.9. jenis ini tidak memiliki titik nyala. 4. Hubungan Watercoolant dengan Temperatur Kerja Mesin Gogineni. Prudhvi, Gada. Vinay, G.Suresh Babu,2013 mengatakan : “The coolant that course through the engine and associated plumbing must be able to wishtand temperatures well below zero without freezing. It must also be able to handle engine temperatures in excess of 250 degrees without boiling. A tall order for any fluid, but that is not all. The fluid must also contain run inhibiters and a lubricant. The coolant in today’s vehicles is a mixture of ethylene glycol (antifreeze) and water. The recomended for use ratio is fifty-fifty. In other words, one part antifreeze and one part water. This is the minimum recommended for use in automobile engines. Less antifreeze and the boiling point would be too low. In certain climates where the temperatures can go well below zero, it is permissible to have as much as 75% antifreeze and 25% water, but no more than that. Pure antifreeze will not work properly and can cause a boil over”.(International Journal of Engineering and Advanced Thecnology (IJEAT) ISSN: 2249-8958, Volume-2, Issue-4, April 2003). 36 Dari kutipan diatas dapat diartikan bahwa, pendingin yang melalui mesin dan pipa terkait harus mampu menahan temperatur dibawah nol tanpa pembekuan. Hal ini juga harus mampu menangani suhu mesin lebih dari 250 derajat tanpa mendidih. Sesuatu yang tinggi untuk cairan apapun, tapi tidak semua. Cairan tersebut juga harus berisi inhibiters karat dan pelumas. Pendingin pada kendaraan saat ini menggunakan campuran etilen glikol (antibeku) dan air. Rasio yang disarankan adalah 50/50. Dengan kata lain, satu bagian antibeku dan satu bagian air. Ini adalah nilai minimum yang disarankan untuk digunakan pada mesin mobil. Jika antibeku kurang maka titik didih akan telalu rendah. Dalam iklim tertentu dimana suhu bisa berjalan dengan baik di bawah nol, diperbolehkan untuk menggunakannya sebanyak 75% antibeku dan 25% air, tapi tidak lebih dari itu. Antibeku murni tidak akan berfungsi dengan baik dan dapat menyebabkan mendidih di atas rata-rata. Tujuan utama pendinginan adalah untuk mengurangi panas dari mesin untuk mencegah berkurangnya kekuatan mekanik pada komponen, terutama kekuatan logam. Panas dari komponen tersebut akan diserap watercoolant dan akan didinginkan oleh radiator dengan bantuan tiupan angin dari kipas elektrik atau tiupan angin dari luar. Dari kutipan diatas dapat disimpulkan bahwa kandungan pada watercoolant sangat berpengaruh terhadap temperatur kerja mesin. Karena viskositas antara air dan coolant berbeda pada struktur kimianya, oleh 37 karena itu terdapat perbedaan kemampuan dalam mendinginkan temperatur kerja mesin pada saat mesin panas. 5. Hubungan Watercoolant dengan Emisi Gas Buang Emisi gas buang adalah polutan yang mengotori udara yang dihasilkan oleh gas buang kendaraan bermotor (Suryanto, 1989:280). Polutan yang lazim terdapat pada gas buang yaitu carbonmonoksida (CO), hydrocarbon (HC), dan nitrogen oksida (NOx) serta partikel-partikel lainnya. Dadang Hidayat (2014) dalam penelitiannya mengatakan “Penambahan additive coolant pada radiator dengan beberapa variasi kompisisi relatif mengalami penurunan kadar emisi gas buang yang keluar ke udara. Penurunan kadar emisi gas buang relatif sama pada setiap komposisi additive coolant yang ditambahkan pada radiator”. Dari kutipan diatas dapat disimpulkan bahwa kadar emisi gas buang dipengaruhi oleh jumlah coolant yang ditambahkan pada sistem pendingin radiator. B. Penelitian yang Relevan Penelitian yang relevan dengan penelitian ini telah dilakukan oleh : 1. Gatot Soebiyakto (2012), Pengaruh Penggunaan Watercoolant Terhadap Performance Mesin Diesel. Diketahui Efisiensi thermal tertinggi terdapat pada tanpa campuran water coolant yaitu efisiensi thermal indikasi sebesar 6,61% dan efisiensi thermal efektif sebesar 5,29% sedangkan efisiensi 38 thermal terendah terdapat pada campuran 2,5 water coolant yaitu efisiensi thermal indikasi sebesar 5,9% dan efisiensi thermal efektif sebesar 4,72%. Penurunan efisiensi thermal terhadap campuran water coolant dipengaruhi oleh daya yang didapat dari campuran water coolant, semakin kecil daya yang diperoleh semakin kecil juga efisiensi yang diperoleh begitu juga sebaliknya semakin besar daya yang diperoleh semakin besar juga efisiensi thermal yang diperoleh. 2. Made Ricki Mukti (2008), Laju Pembuangan Panas pada Radiator dengan Fluida Campuran 80% Air dan 20% RC pada Rpm Konstan. Laju pembuangan panas rata-rata campuran 80% air dan 20% RC sebesar 8,03784 Watt. Sedangkan laju pembuangan panas rata-rata untuk fluida kerja 100% air sebesar 6,83426 Watt. Secara numerik dapat diketahui bahwa pembuangan panas campuran 80% air dan 20% RC lebih besar daripada laju pembuangan panas fluida kerja 100% air. 3. Alexander Clifford et al. (2014), Analisis Kinerja Coolant Pada Radiator. Karakteristik beberapa jenis coolant sebagai fluida pendingin radiator berbeda dengan efek laju massa fluida yang berbeda pula. Semakin besar nilai laju aliran massa fluida maka kecenderungan untuk melepaskan panas yang lebih besar pula. 4. Hidayat dan Sudarmata (2014), Studi Eksperimental Pengaruh Penambahan Additive Coolant Pada Radiator Terhadap Unjuk Kerja dan Emisi Gas Buang Mesin Sinjai Berbahan Bakar Bi-Fuel. Pada komposisi 50% additive coolant memiliki nilai unjuk kerja yang paling baik. Banyaknya campuran 39 additive coolant mempengaruhi tempertur mesin, dimana semakin besar persentase volume cairan pengisi radiator, maka akan semakin besar penurunan temperatur mesin. Perubahan emisi gas buang dengan variasi komposisi additive coolant relatif sama yaitu mengalami penurunan pada masing-masing kandungan emisi gas buang. C. Kerangka Berpikir Pada penelitian ini akan dicari perbandingan penggunaan antara beberapa merk watercoolant terhadap tingkat panas engine dan emisi gas buang pada mobil Honda Jazz RS 1,5L M/T, diantaranya TOP 1 Coolant, Dex CoolCoolant, Honda Genuine Long Life Coolant. Untuk lebih jelasnya, maka dapat dilihat pada gambar dibawah ini. Pengujian Temperatur Kerja Mesin dan Emisi Gas Buang Honda Genuine Long Life Coolant Dex CoolCoolant TOP 1 Coolant Perbandingan Temperatur Kerja Mesin dan Emisi Gas Buang Gambar 3. Kerangka Berpikir 40 D. Pertanyaan Penelitian Berdasarkan kerangka teoritis dan kerangka konseptual di atas, maka dapat di ajukan pertanyaan penelitian terkait penggunaan beberapa merk watercoolant yang diterapakan pada mobil Honda Jazz RS 1,5L M/T diantaranya : 1. Berapa besar temperatur kerja mesin dan emisi gas buang menggunakan watercoolant merk Honda Genuine Long Life Coolant? 2. Berapa besar temperatur kerja mesin dan emisi gas buang menggunakan watercoolant merk TOP 1 Coolant? 3. Berapa besar temperatur kerja mesin dan emisi gas buang menggunakan watercoolant merk Dex Coolcoolant? 4. Berapa besar perbedaan temperatur kerja mesin dan emisi gas buang dari penggunaan beberapa merk watercoolant pada mobil Honda Jazz RS 1,5L M/T?