Uploaded by User11951

tugas GI cekungan kutai dan cekungan arafuru

advertisement
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS GADJAH MADA
FAKULTAS TEKNIK
DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI
TUGAS GEOLOGI INDONESIA
CEKUNGAN INDONESIA BARAT DAN INDONESIA TIMUR
“CEKUNGAN KUTAI DAN CEKUNGAN ARAFURU
Disusun oleh :
ETI RAHAYU
16/395072/TK/44364
INTANIA NURMARA
16/400042/TK/45056
DOSEN PENGAMPU :
SALAHUDDIN HUSEIN, S.T., M.Sc.,PH.D
YOGYAKARTA
201
I. CEKUNGAN KUTAI (INDONESIA BAGIAN BARAT)
Cekungan Kutai terdapat di timur Kalimantan yang termasuk dalam Indonesia bagian
barat. Cekungan Kutai dibatasi oleh Mangkalihat High di bagian utara, sebelah selatan
dibatasi oleh Adang-Pateosfer fault, sebelah barat dibatasi oleh Kuching High dan terbuka
pada bagian timur yaitu Selat Makasar. Cekungan Kutai terbentuk sebagai bagian dari
bagian tenggara dari Kraton Sunda yang dipengaruhi oleh tiga lempeng utama yakni Eurasia,
Indo-Australia, dan Pasifik.
Stratigrafi Cekungan Kutai
Urutan stratigrafi Cekungan Kutai secara singkat adalah berikut :
1. Basement tersusun atas asosiasi batuan mafik dan sedimen dengan tingkat
metamorfisme yang berbeda. Dari data pemboran, terdapat basement vulkanik berusia
sekitar Kapur.
2. Formasi Boh, adalah batuan sedimen tersier tertua pada stratigrafi Cekungan Kutai yang
terdiri dari batu serpih, lanau, dan batupasir sangat halus. Pada beberapa lokasi,formasi
ini berasosiasi dengan batuan volkaniklastik (daerah Mangkalihat) dan aliran lava.
3. Formasi Keham Halo terdiri dari batupasir dan konglomerat berusia Eosen TengahEosen Akhir dengan ketebalan 1400 – 2000 m.
4. Formasi Atan mengandung shale dan mudstone, kadang gampingan yang berusia
Oligosen Awal hingga Oligosen Akhir. Pengendapan Formasi Atan terputus karena
fase regresif, ditandai dengan klastik kasar berusia Oligosen Akhir (Formasi Marah).
5. Formasi Marah terdiri dari batupasir, konglomerat dan vulkaniklastik, kadang muncul
perselingan shale dan batubara secara tidak selaras. Ketidakselarasan ini diakibatkan
proses tektonik yang menutup formasi lebih tua
6. Formasi Pamaluan didominasi sikuen shale-siltstone diendapkan secara selaras
di
atas
Formasi
Atan dan
mencapai
ketebalan
hingga
1000m.Terdapat fosil
yang berusia N3 sampai N5
7. Formasi Pulaubalang mengandung batugamping Bebulu, unit mudstone-shale yang
berselingan dengan batugamping dan batupasir. Umur formasi berdasar penemuan fosil
sekitar N8 – N9
8. Formasi Mentawir terdiri dari batupasir masif, berbutir halus hingga sedang,
berselingan dengan lapisan shale, silt dan batubara.
9. Formasi Klandasan terdiri dari batupasir basal yang bertahap berubah menjadi silt dan
akhirnya hilang.
10. Formasi Kampung Baru terdiri dari batupasir, silt, dan shale dan kaya akan
batubara.
Klastik
kasar dominan
terdapat
di
dasar
formasi. Berusia Miosen
Tengah hingga Miosen Akhir.
11. Formasi Sepingan merupakan fasies karbonat berisi batugamping yang menjari dengan
Formasi Kampung Baru
Kolom Stratigrafi Cekungan Kutai
Umur
Formasi
Cretaceous
Basement
Litologi
Lingkungan
Peristiwa
Sedimentasi
Tektonik
Batuan mafik dan
Pre-Rift
sedimen yang
termetamorfisme
Paleogen
Paleosen
Eosen
Syn-Rift
Awal
Tengah
Boh
Batu serpih, lanau
Delta
dan batupasir sangat
halus
Keham Halo
Batupasir dan
konglomerat
Akhir
Oligosen
Atan
Syn-rift 1
kadang gampingan
Awal
Akhir
Shale dan mudstone,
Marah
Batupasir,
Delta-Laut
konglomerat dan
dangkal
vulkaniklastik,
perselingan shale dan
batubara secara tidak
selaras
Neogen
Miosen
Awal
Pamaluan
Shale-siltstone
Pulau Balang
Mudstone-shale yang
Delta
Syn-rift 1
berselingan dengan
batugamping dan
batupasir
Tengah
Mentawir
Batupasir masif,
Prograding
berbutir halus
Delta
hingga sedang,
berselingan dengan
lapisan shale, silt dan
batubara.
Akhir
Klandasan
Batupasir yang
bertahap berubah
menjadi silt
Pliosen
Kuarter
Awal
Kampung
Batupasir, silt, dan
Delta
Syn-
Akhir
Baru
shale dan kaya
hingga laut
Orogenic
akan batubara
dangkal
Uplift
Pleistosen
Attaka
Batupasir,
Post Uplift
batulempung, dan
kalkarenit bioklastik
Handil Dua
Batupasir
Endapan
Pasir, kerikil, lumpur,
Delta
dan endapan pantai
Mahakam
Tektonostratigrafi Cekungan Kutai
Cekungan Kutai terbentuk dari interaksi tiga lempeng yaitu Eurasia, Indo-Australia dan Pasifik
yang melibatkan struktur batuan hasil tektonik akhir Mesozoikum hingga awal tersier. Wilayah
ini mengalami pengangkatan dan juga erosi pada Paleosen hingga Eosen Awal pada dari
Paparan Sunda dilanjutkan dengan peregangan dan penipisan kerak pada tepian benua dan
pemekaran lantai samudra di Laut Sulawesi. Episode ini membentuk terban-terban rift terisi
sedimen sungai dan danau, pensesaran bongkah pada tepi bukaan, serta intrusi gunungapi pada
bagian tengah bukaan. Setelah tektonik ekstensi di sepanjang Selat Makasar, terbentuk
rendahan pada Cekungan Kutai. Proses penurunan suhu (thermal) pada tepi benua dan poros
cekungan tersebut juga berakibat pada pengendapan “post-rift-sag”. Pada saat ini, terjadi suatu
transgresi besar yang menghasilkan lautan luas epikontinental, pertumbuhankarbonat pada
paparan dan juga pengendapan suspensif dan “massflow” pada rendahan cekungan.
1. Fase Pre-Rift
Pulau Kalimantan merupakan tempat terjadinya kolisi dengan mikrokontinen, busur
kepulauan, penjebakan lempeng oceanic dan intrusi granit, membentuk batuan menjadi
dasar Cekungan Kutai selama Kapur Tengah sampai Eosen Awal (Moss, 1998 op.cit
Chambers & Moss, 2000).
2. Fase Syn-Rift
Pada Eosen Tengah, Cekungan Kutai terbentuk oleh proses pemekaran yang melibatkan
pemekaran selat Makasar bagian utara dan Laut Sulawesi (Chambers & Moss, 2000). Pada
Eosen Akhir, sejumlah half graben terbentuk sebagai respon dari terjadinya fasa ekstensi
regional. Half graben ini terisi dengan cepat oleh endapan syn-rift pada Eosen TengahEosen Akhir dengan variasi dari beberapa fasies litologi.
Cekungan Kutai dapat dibagi menjadi fase pengendapan transgresif Paleogen
dan
pengendapan regresif Neogen. Fase Paleogen dimulai dengan ekstensi tektonik (rifting)
dan pengisian cekungan selama Eosen dengan diendapkannya serpih laut dangkal dan
karbonat selama Oligosen akhir. Fase Neogen dimulai sejak Miosen Bawah sampai
sekarang, menghasilkan progradasi delta dari Cekungan Kutai sampai lapisan Paleogen.
Pada Miosen Tengah dan lapisan yang lebih muda di bagian pantai dan sekitarnya berupa
sedimen klastik regresif yang mengalami progradasi ke bagian timur dari Delta Mahakam.
3. Fase Post Rift
Fase post rift diidentikan dengan fase tektonik yang cukup stabil. Fase ini terjadi setelah
subduksi
lempeng samudra
Indo-Australia
terhadap
lempeng benua Sundaland
menghasilkan komplek subduksi Meratus dan Subduksi Lupar pada yang memicu
terjadinya proses pemekaran (spreading) menyebabkan rotasi dari Kalimantan (Miosen
Tengah) dan terjadinya pengangkatan Tinggian Kucing dan pengangkatan Pegunungan
Meratus pada Miosen Tengah. Pada masa ini, Cekungan Kutai Atas (Upper Kutai basin)
merupakan busur magmatik dan Cekungan Kutai Bawah (Lower Kutai basin) merupakan
suatu back arc basin.
II. CEKUNGAN ARAFURU (INDONESIA BAGIAN TIMUR)
Cekungan Arafura merupakan salah satu cekungan yang terdapat di Indonesia bagian
timur dan memiliki banyak kemungkinan potensi untuk dikembangkan. Laut Papua dan Laut
Arafura sendiri terletak di sebelah utara dari tepi benua australia yang dikelilingi oleh Zona
Kolisi Tesier diantara Benua Australia dan busur kepulauan Papua bagaian utara. Pengaruh
Batuan dasar Cekungan Arafura umumnya berupa batuan sedimen berumur pre-kambrian yang
telah mengalami metamorfisme. Tektonisme berperan aktif dalam mempengaruhi sedimentasi
di cekungan ini akibat pergerakan lempeng benua Australia sejak Neo-Proterozoikum hingga
saat ini.
Lokasi Cekungan Arafura
Stratigrafi Cekungan Arafuru
Batuan penyusun Cekungan Arafura tersusun atas runtuhan-runutuhan batuan berumur
Fanerozoikum yang pada umumnya diendapkan id tepi benua pasif (benua Australia).
Batuan dasarnya berupa batuan metamorf berumur Kambrium-Silur—Devon yang terdiri
atas Formasi Tuaba, Lariem, Awitagoh, dan Kemum serta Dolomit Modio yang
menunjukkan fase pemekaran. Proses tektonik yang terjadi (Pemekaran) memicu banyaknya
terjadi intrusi granitioid Permian Akhir-Trias Tengah dan Granit Karbon pada batuan-batuan
tersebut yang kemudian ditindih secara tidak selaras oleh unit batuan dengan kandungan
kaya silika yang berumur Karbon Akhir-Kapur, yaitu kelompok Aifan dan Formasi Tipuma
(menunjukkan fase pemekaran) serta Kelompok Kembelangan (menunjukkan fase tepian
pasif-Mesozoikum). Kelompok Aifan dan Formasi Tipuma dipisahkan oleh batas bentang
regional. Formasi ini terdiri dari lapisan merah yang mengisi subcekungan lembah
pemekaran (lembah rifting) sebagai endapan benua pada tahap pemekaran. Erosi permukaan
berkembang secara intensif membentuk ketidakselarasan yang memisahkan lapisan merah
tersebut dari endapan transgresif pasca pemekaran yang pada umumnya terdiri dari endapan
laut (Kelompoak Kembelangan Jura-kapur). Kelompok sedimen transgresif tersebut terdiri
atas batupasir dan serpih glaukonitan yang diendapkan pada lingkungan pantai-laut dangkal,
dan menerus ke atas menjadi batulumpur paparan. Perurunan muka air relative laut yang erat
hubungannya dengan stabilitas tektonik daerah tersebut menyebabkan perkembangan
paparan karbonat berumur eosin-miosen akhir dari Grup Batugamping Nugini yang
terbentuk di seluruh Pulau Papua dan di selatan Arafura yang kemudian menutupi unit bukan
karbonat yang terbentuk sebelumnya. Unit ini terpisah dari paket batuan kaya siliklastika
oleh pembatas Tersier-Pra-Tersier. Fluktuasi permukaan laut dalam grup ini terekam selama
pembentukan lapisan lensa-lensa batupasir tipis yang tidak menerus pada Formasi Sirga dan
Anggota Adi ayng berumur Oligosen (sudah merupakan Fase Konvergen). Batuan sedimen
turbidit Formasi Klasafet berumur Miosen diendapkan pada lingkungan laut dalam
bersamaan dengan erupsi Plistosen (hasil Orogenesa Melanesiaa) dan endapan detritus
terigenus mulai terendapkan dalam cekungan sebagai sedimen tipe molase di lingkungan laut
secara setempat (Formasi Buru dan Formasi Steenkool). Munculny orogenesa Melanesia
tersebut juga memicu terbentuknya sabuk perlipatan di sepanjang zona orogenesanya.
Inversi terjadi pada Aru Graben yang terbentuk dari Pemekaran di Trias-Akhir Jura (Peck
dan Sauhol, 1986) muncul selama kolisi terjadi antara Laut Banda dan Lempeng Benua
Australia di Plio-Pleistosen
Deskripsi Formasi secara singkat dari tua ke muda yaitu sebagai berikut:
1. Formasi Kemum
Formasi Kemum yang tersusun oleh batusabak, filit dan kuarsit. Formasi ini di sekitar
Kepala Burung dintrusi oleh bitit Granit yang berumur Karbon yang disebut sebagai
Anggi Granit pada Trias. Oleh sebab itu Formasi Kemum ditafsirkan terbentuk pada
sekitar Devon sampai Awal Karbon. Selanjutnya Formasi Kemum ditindih secara tidak
selaras oleh Group Aifam. Di sekitar Kepala Burung group ini dibagi menjadi 3 Formasi
yaitu Formasi Aimau, Aifat dan Ainim. Group ini terdiri dari suatu seri batuan sedimen
yang tak termalihkan dan terbentuk di lingkungan laut dangkal sampai fluvio-delataik.
Satuan ini di daerah Bintuni ditutupi secara tidak selaras oleh Formasi Tipuma yang
berumur Trias
2. Formasi Awigatoh
Formasi ini berumur pre-kambrium, serng juga disebut sebagai Formasi Nerewip dalam
Peta Lembar Timik Formasi ini terdiri dari batuan metabasalt, metavulkanik dengan
sebagian kecil batugamping, batuserpih dan batulempung. Formasi Awigatoh ini
ditindih secara tidak selaras oleh Formasi Kariem.
3. Formasi Kariem
Formasi Kariem tersusun oleh perulangan batupasir kuarsa berbutir halus dengan
batuserpih dan batulempung. Umur formasi ini ditafsirkan sekitar Awal Paleozoikum
atau pre-Kambrium yang didasarkan pada posisi stratigrafinya yang berada di bawah
Formasi Modio yang berumum ilur Devon. Didaerah Gunung Bijih Mining Access
(GBMA) dijumpai singkapan Formasi Kariem yang ditutupi secara disconformable oleh
Formasi Tuaba
4. Formasi Tuaba
Formasi Tuaba tersusun oleh batupasir kuarsa berlapis sedang dengan sisipan
konglomerat dan batuserpih yang diperkirakan berumur Awal Paleozoikum atau preKambrium
5. Dolomit Modio
Formasi Modio yang dibagi menjadi 2 bagian yaitu bagian bawah Anggota A yang
didominasi oleh batuan karbonat yaitu stromatolitik dolostone berlapis baik. Sedangkan
dibagian atasnya ditempati oleh Anggota B yang terdiri dari batupasir berbutir halus
dengan internal struktur seperti planar dan silang siur, serta laminasi sejajar. Umur
formasi ini ditentukan berdasarkan kandungan koral dan fission track yang
menghasilkan Silur-Devon.
6. Formasi Tipuma
Formasi Tipuma terdiri dari batulempung yang berwarna merah-kehijauan dan
batupasir kasar sampai halus yang berwarna abu-abu kehijauan dengan ketebalan sekitar
550 meter. Umur formasi ini diperkirakan sekitar Trias Tengah sampai Atas dan
diendapkan dilingkungan supratidal.
Di daerah Kepala Burung, Formasi Tipuma ditutupi secara tidak selaras oleh
Kembelangan Grup yang tak terpisahkan, dimana pada bagian atasnya di sebut Formasi
Jass terdiri dari batupasir kuarsa dan batulempung karbonatan
7. Kelompok Kembelangan
Kelompok ini diketahui terbentang mulai dari Papua Barat hingga Arafura Platform.
Bagian atas dari kelompok ini disebut formasi Jass. Kelompok Kembelangan terdiri atas
lapis batu debu dan batu lumpur karboniferus pada lapisan bawah batu pasir kuarsa
glaukonitik butiran-halus serta sedikit shale pada lapisan atas. Kelompok ini
berhubungan dengan formasi Waripi dari kelompok Batuan Gamping New Guinea atau
New Guinea Limestone Group (NGLG).
8. Batugamping Nugini
Grup Batugamping New Guinea, Grup ini dibagi menjadi 4 formasi dari tua ke muada
adalah sebagai berikut : Formasi Waripi, Formasi Faumai, Formasi Sirga dan Formasi
Kais. Formasi Waripi terutama tersusun oleh karbonat dolomitik, dan batupsir kuarsa
diendapkan di lingkungan laut dangkal yang berumur Paleosen sampai Eosen. Di atas
formasi ini diendapkan Formasi Faumai secara selaras dan terdiri dari batugamping
berlapis tebal (sampai 15 meter) yang kaya fosil foraminifera, batugamping lanauan dan
perlapisan batupasir kuarasa dengan ketebalan sampai 5 meter, tebal seluruh formasi ini
sekitar 500 meter. Formasi Faumai terletak secara selaras di atas Formasi Waripi yang
juga merupakan sedimen yang diendapkan di lingkungan laut dangkal. Formasi ini
terdiri dari batuan karbonat berbutir halus atau kalsilutit dan kaya akan fosil
foraminifera (miliolid) yang menunjukkan umur Eosen. Formasi sirga dijumpai terletak
secara selaras di atas Formasi Faumai, terdiri dari batupasir kuarsa berbutir kasar sampai
sedang mengnadung fosil foraminifera, dan batuserpih yang setempat kerikilan. Formasi
Sirga ditafsirkan sebagai endapan fluvial sampai laut dangkal dan berumur Oligosen
Awal.
Formasi Kais terletak secara selaras di atas Formasi Sirga. Formasi Kais
terutama tersusun oleh batugamping yang kaya foraminifera yang berselingan dengan
lanau, batuserpih karbonatan dan batubara. Umur formasi ini berkisar antara Awal
Miosen sampai Pertengahan Miosen dengan ketebalan sekitar 400 sampai 500 meter
9. Formasi Sirga
Formasi sirga dijumpai terletak secara selaras di atas Formasi Faumai, terdiri dari
batupasir kuarsa berbutir kasar sampai sedang mengandung fosil foraminifera, dan batu
serpih yang setempat kerikilan. Formasi Sirga ditafsirkan sebagai endapan fluvial
sampai laut dangkal dan berumur Oligosen Awal
10. Formasi Klasafet, Buru, dan Steenkool
Pada Miosen sampai recent, di Papua dijumpai adanya 3 formasi yang dikenal sebagai
Formasi Klasaman, Steenkool dan Buru yang hampir seumur dan mempunyai kesamaan
litologi, yaitu batuan silisiklastik dengan ketebalan sekitar 1000 meter. Ketiga formasi
tersebut di atas mempunyai hubungan menjari, Namun Formasi Buru yang dijumpai di
daerah Badan Burung pada bagian bawahnya menjemari dengan Formasi Klasafat.
Formasi Klasafat yang berumur Mio-Pliosen dan terdiri dari batu pasir lempungan dan
batu lanau secara selaras ditindih oleh Formasi Klasaman dan Steenkool. Endapan
aluvial dijumpai terutama di sekitar sungai besar sebagai endapan bajir, terutama terdiri
dari bongkah, kerakal, kerikil, pasir dan lempung dari rombakan batuan yang lebih tua.
Formasi Klasafat yang berumur Mio-Pliosen dan terdiri dari batu pasir lempungan dan
batu lanau secara selaras ditindih oleh Steenkool
Kolom Stratigrafi Cekungan Kutai
UMUR
Kambrian
FORMASI
LITOLOGI
LINGKUNGAN
PERISTIWA
SEDIMENTASI
TEKTONIK
Formasi Kariem,
Batupasir kuarsa,
Continental
Formasi Tuaba/
Batuserpih,
Margin (Shelf)
Batulempung
Ordovisian
Silurian
Formasi Modio
Batugamping
Devon
Dolomite dan
stromatolit,
Menjari dengan
Batudolomit,
Formasi Kemun
Batupasir
Laut Dangkal
berstruktur
Batuan dasar
silang-siur,
(Basement)
sebagian
termetamorfisme
menjadi filit,
kuarsit, dan
batusabak
Karboniferus
Intrusi Granit
Granit
-
Karbon
Permian
Formasi
Laut dangkal,
Batugamping
Carbonate
Aiduna, Aiduna
Platform
Mudstone, Bagian
Bawah Formasi
Tipuma (ketiganya
meurpakan
AIFAM Grup)
Triass
Tipuma Sandstone
Batulempung
Supratidal
Jurasic
dan Tipuma
berwarna merah,
(Transisi)
Pre-Rift
Mudstone
batulempung
(Keduaya
glaukonitan
merupakan Grup
Tipuma Formation)
Cretaceous
Klembengan
Batulanau,
Transisi (Tidal
Pasive Margin
Group
Batulempung,
Flat)
Fase 1 Thermal
Batupasir kuarsa
Saging
gleukonitan, dan
sedikit shale di
bagian atas
Paleogen
Buru, Steenkool
Batupasir
Fluvio-Deltaic
Pasive Margin
lempungan,
System
Fase 2 Thermal
Batulanau
Saging
hingga Endapan
Konvergen
Aluvial
Neogen
Tektonik
Quartenary
Sedimen Pelagik
-
Laut
Kompresi
(Orogenesa
Melaneasia)
Tektonostratigrafi Cekungan Arafuru
Evolusi tektonik di papua sangat melibatkan interaksi kompleks antara Lempeng Pasifik,
Indo-Australian, dan Eurasia yang memisahkan statigrafinya menjadi beberapa megasekuen.
Peristiwa ini termasuk juga rifting yang terjadi di Benua Australia saat Paleozoik dan
Mesozoik. Pembentukan passive margin Kerak Benua Australia segera terggantikan oleh kerak
samudra saat rifting. Pada Oligosen akhir hingga saat ini tektonisme utama yang berkembang
berasosiasi dengan interaksi diantara tiga kerak utama pada daerah tersebut. Tektonostatigrafi
Cekungan Arafura dapat dibagi menjadi: Fase pre-rift, Fase Syn-rift, Fase Post-rift, Fase
Konvergen, dan Orogenesa Melanesia.
1. Fase Pre-Rift
Fase ini mencerminkan evolusi tepi Benua Australia bagian utara yang dimulai sejak
Pre-Cambiran hingga Carboniferous yang merepresentasikan evolusi dari Benua Australia
ketika tiga benua utama (Australia, Antartica, dan India) menyatu menjadi datu benua besar
yang disebut Gondgowana. Pada fase ini terbentuklah Formasi Kariem dan Formasi
Tuaba/Otomona yang mengendapkan sedimen transgresive secara luas pada cekungan
tengah benua. Banyaknya sesar turun yang diperkirakan terjadi di pre-kambrian menjadi
sumber erosi dan menyediakan endapan pasir yang melimpah di Laut Arafura. Ketika saat
itu, secara bersaamaan di Pulau Papua juga terendapkan Formasi Modio Dolomite (SilurDevon), Formasi Kemun, dan Formasi Kora. Non- deposisi dan erosi terjadi di awal Devon
yang diikuti dengan kenaikan muka air laut relative yang menyebabkan transgresi hingga
membentuk batupasir laut dangkal dan batuan karbonat. Formasi Kemun kemudian terlipat
secara isoklinal, termetamofisme rendah, dan terangkat selama Devon Akhir-Awal Karbon.
2. Fase Syn-Rift
Fase Syn-rift menjelaskan perubahan yang terjadi di Australia bagian utara selama
perubahan fase passive margin menjadi fase rifting (Jurasic Akhir-Awal Tersier). Fase ini
merepresentasikan perkembangan pemekaran lantai samudra dan menyebabkan pergerakan
ke utara dari benua Australia. Pada fase ini, lingkungan pengendapan laut dangkal-shelf
terbentuk karena ekstensi dari benua yang besar dan terpecah/rift yang muncul di Karbonpermian. Saat Trias, iklim gurun yang kering terjadi dan diperkirakan terjadi aktivitas
vulkanik dengan sifat asam sedang berlangsung. Pada
kondisi ini, Formasi Tipuma
kemungkinan terbentuk di lo-relief dekat garis pantai dengan lingkungan pengendapan
sungai, terakumulasi pada Formasi Aiduna dan batuan dasar yang tersesarkan. Mungkin
telah terjadi erosi pada lapisan tanah merah Formasi Tipuma selama periode low sea level
di jurasic awal. Grabben ekstensional dengan sesar anjak dan perlipatan terbentuk selama
jurasic dengan deposisi sedimen yang menghasilkkan batuan klastika berbutir kasar, coal,
dan karbonat pada beberapa bagian area. Pada tengah jurasic terjadi kenaikan muka air laut
dan menghasilkan endapan transgressive sequence diatas Formasi Tipuma.
3. Fase Post-Rift
Setelah Rifting yang terjadi di Jurasic, daerah tersebut dikarakterisasi/ dicirikasn
dengan adanya tektonik yang lebih tenang dengan wilayah benua yang luas dan laut lepas
pantai yang dangkal. Deposisi laut tersebut menghasilkan sebagian besar batuan
silisiklastik ( Kembelangan grup) yang berasal dari erosi kraton /(Formasi Aru dan Kemun
bagian atas). Kenaikan muka air laut juga terjadi pada bagian yang lebih muda dari
Kelembengan Grup menghasilkan Pinya Mudstone dan batupasir Formasi Ekmai yang
diikuti oleh bagian termuda dari Batugamping Imskin. Saat tersier (Fase rifting) aktivitas
vulkanisme meningkat di beberapa tempat. Batuan karbonat diendapkan di area platform
menggantikan batuan klastika hasil pengendapan Kapur Akhi. Selama waktu ini, arah
lempeng berubah dan menginisiasi adanya kolisi diantara India dan Asia, menghasilkan
ketidakselarasan basal besar di Birds Head (Bagian pulau papua). Pada waktu ini
Batugamping Nugini terendapkan secara tidak selaras pada sedimen Permian
4. Fase Konvergen
Fase ini terjadi selama Oligosen-Miosen Tengah dan menghasilkan uplift yang
gradual dari Papua yang kemudian juga diikuti dengan proses erosi dan deposisi klastik di
bagian foreland
menghasilkan Formasi Sirga. Fase Kompresi meliputi reorganisasi
sejumlah fragmen benua di Indonesia Timur dan tabrakan antara Lempeng Papua dan
Pasifik, menghasilkan kolisi dan metamorfisme. Di Oligosen, turunnya muka air laur
menginisiasi adanya erosi dan re-deposisi lokasl dari sekuen batuan sedimen klastik
(Formasi Sirga dan Anggota Adi) Oligosen akhir-MIosen awal, bagian baratlaut margin
Lempeng Australia mulai bertabrakan dengan Asia tenggara.
Miosen merupakan masa erupsi busur vulkanik yang intens dan menghasilkan Moon
Volcanics, Diorite Lembai, dan Diorite Utawa. Lempeng Australia bersatu dengan
Lempeng Pasifik dan Lempeng Filipina yang bergerak ke barat, menghasilkan CretaceousEocene Island Arc (Sepic Arc) yang saat ini menjadi batas Timurlaut dari Papua Nugini.
Sedimenn dari Formasi Klasafet terendapkan di lingkungan laut dalam dengan pengendapa
arus turbidit dan penendapan batugamping (Yawee Limestone)
5. Orogenesa Melanesia
Orogenesa Melanesia terjadi di Miosen Akhir- Pleistosen, menghasilkan tekanan kompresi
yang sangat besar dan menghasilkan pola kerak yang sangat kompleks. Pertumbuhan sabuk
lipatan dibarengi dengan penumpahan material yang menghasilkan endapan foreland basin
(melange). Pulau utama terakngkat dan terkespose ke permukaan saat ini dan secara
keseluruhan terjadi gerakan menuju deposisi detritus terigenus (Formasi Buru dan
Steenkool)
III. Perbedaan Cekungan Kutai dan Cekungan Arafuru
Perbedaan
Stratigrafi
Cekungan Kutai
Pengendapan
awal
Cekungan Arafuru
diawali
pada Terbentuknya
cekungan
diawali
oleh
zaman Kapur dengan diendapkannya rifting di benua Australia di Zaman Permbatuan
vulkanik
dilanjutkan
Pra-Tersier Devon yang merupakan Fase Pre-Rifting.
dengan
proses Karena merupakan kerak benua yang
pengendapan yang mengalami 2 fase, cukup tua maka sejarah ppembentukan
yaitu :
Arafuru jauh lebih panjang dibandingkan
1) Fase Transgresi Paleogen dimulai Cekungan kutai. Secara keseluruhan peda
saat fasa tektonik ekstensional Cekungan Arfauru, Tektonisme lebih
dan pengisian rift pada kala banyak
mengambil
Eosen. Fasa ini mencapai puncak pembentukan
alih
cekungan
pengisian pada saat cekungan sedimentasinya,
terhadap
dan
proses
dibandingkan
dengan
tidak mengalami pergerakan yang proses statigrafis. Pernah terjadi proses
signifikan,
sehingga transgresi. Yaitu saat
mengendapkan serpih laut dalam menghasilkan
dan
batuan
karbonat
sekarang
yang
Formasi
Ketidakselarasan terbentuk pada fase
2) Fase Regresi Neogen dimulai
Miosen
sedimentasi
pada Kembelangan dan Formasi Waripi.
Oligosen Akhir.
pada
Kapur-Eosen
Awal
hingga
menghasilkan
progradasi delta. Sedimen regresi
ini terdiri dari lapisan-lapisan
sedimen klastik delta hingga laut
transgersive
menjelang
pada
Kapur
pengendapan
Akhir
Formasi
Waripi. Kelompok sedimen transgresif
tersebut terdiri atas batupasir dan
serpih glaukonitan yang diendapkan
dangkal dengan progradasi dari pada lingkungan pantai-laut dangkal,
barat kearah timur dan banyak dan
dijumpai
lapisan
menerus
ke
atas
menjadi
batubara batulumpur paparan. Perurunan muka
(lignite).
air relative laut yang erat hubungannya
dengan
stabilitas
tektonik
daerah
tersebut menyebabkan perkembangan
paparan
karbonat
berumur
eosin-
miosen akhir dari Grup Batugamping
Nugini yang terbentuk di seluruh
Pulau Papua dan di selatan Arafura
yang kemudian menutupi unit bukan
karbonat yang terbentuk sebelumnya.
Tektonik
Cekungan
Kutai
terbentuk
oleh Sudah mengalami satu siklus Wilson,
proses pemekaran yang melibatkan dimana dari rifting hingga konvergen
pemekaran selat Makasar bagian yaitu terbentuknya Orogenesa Melanesia.
utara dan Laut Sulawesi pada Eosen Lempeng terdiri dari lempeng tepi benua
Tengah (Chambers & Moss, 2000). pasif yang rifting dan menubruk lempeng
Pada Eosen Akhir, sejumlah half lain yaitu lempeng Filipina dan lempeng
graben terbentuk sebagai respon dari pasifik. Fase tektonik pre rift-rift-sagingterjadinya fasa ekstensi regional. post rift dapat ditemui dengan litologi
Half graben ini terisi dengan cepat terdapat
seperti
di
tabel.
Tektonik
oleh endapan syn-rift pada Eosen dikontrol oleh rifting benua Australia yang
Tengah-Eosen Akhir dengan variasi kemudian menubruk lempeng Filipina dan
dari
beberapa
fasies
litologi. lempeng pasifik. Terdapat dua periode
Kemudian terjadi tektonik subduksi tensional tectonics, yaitu infra rift episode
pada Miosen Awal, menyebabkan pada Paleozoik Awal dan rift episode pada
pengangkatan pusat Tinggian Kucing Paleozoik Akhir—Paleogen. Hal ini sama
dan Pegunungan Meratus.
dengan evolusi cekungan yang terjadi di
Cekungan Arafura, Australia Namun,
sejak
Neogen,
batuan
sedimen
di
Indonesia bagian timur mengindikasikan
produk subduksi dan kolisi
DAFTAR PUSTAKA
Allen, G.P. & Chamber, J.L.C., 1998, Sedimentation in the modern and miocene
Mahakan Delta, Indoensian Petroleum Association, Jakarta.
Cloke, I.R., Moss, S.J., Craig, J., 1998, Structural Controls on the Evolution of The Kutai
Basin, East Kalimantan, Journal of Asian Earth Sciences 17 (1999) 137-156.
Darman, H. & Hasan Sidi, F., 2000, An outline The Geology Of Indonesia, Ikatan Ahli
Geologi Indonesia.
Satyana, A.H., Nugroho, D., Surontoko, I., 1999, Tectonic Controls On The Hydrocarbon
Habitats Of The Barito, Kutai And Tarakan Basin, East Kalimantan, Indonesia, Journal
Of Asian Earth Sciences Special Issue Volume 17, hal 99 – 122.
Satyana, A.H., 2000, Kalimantan, An Outline of The Geology of Indonesia, Indonesian
Association of Geologists, p.69-89.
Download