MODUL KOMPETENSI KONSELOR KELUARGA (Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Bimbingan dan Konseling Keluarga) Dosen Pengampu: Evi Afiati, M.Pd. Ibrahim Al Hakim, M.Pd. Disusun Oleh : Gita Afriani (2285160013) Rahayu Zulfia (2285160016) Siti Nadiah Fauziah (2285160019) Kharisma Berlianti B (2285160024) Fahma Addini (2285160028) Nida Krissiyana (2285160034) Della Putri Ananda (2285160037) Nita Fikriyanti (2285160047) JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA 2018 DAFTAR ISI DAFTAR ISI....................................................................................................................... 1 A. Definisi Konseling Keluarga ....................................................................................... 3 B. Tujuan Konseling Keluarga ........................................................................................ 6 C. Kompetensi Konselor Keluarga .................................................................................. 9 1. Peran Konseling Keluarga ...................................................................................... 9 2. Kompetensi Konselor Keluarga ............................................................................ 10 3. Contoh Permasalahan dalam Konseling Keluarga ................................................ 14 Langkah-Langkah Konseling Keluarga .................................................................... 15 D. 1. Pengembangan Rapport ........................................................................................ 15 2. Pengembangan Apresiasi Emosional .................................................................... 18 3. Pengembangan Alternatif Modus Perilaku ........................................................... 19 4. Fase Membina Hubungan Konseling .................................................................... 20 5. Memperlancar Tindakan Positif ............................................................................ 21 Teknik-Teknik Konseling Keluarga.......................................................................... 22 E. 1. Teknik Konseling Keluarga dalam Pendekatan Sistem ........................................ 22 2. Kemampuan Individual yang Perlu Dikuasai Konselor ........................................ 24 SOAL LATIHAN DAN JAWABAN ............................................................................... 28 DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 30 Kompetensi Konselor Keluarga | 2 A. Definisi Konseling Keluarga Perez, 1979 (Willis, 2015 : 87) di dalam bukunya mengemukakan pengertian konseling keluarga (family therapy) sebagai berikut. “Family therapy is an interactive process which seeks to aid the family in regaining a homeostatic balance with which all the members are confortable. In pursuing this objective the family therapist operates under certain basic assumptions.” Sejalan dengan pendapat Perez, Willis (2015: 88) dalam bukunya mengemukakan bahwa konseling keluarga adalah suatu proses interaktif untuk membantu keluarga dalam mencapai keseimbangan dimana setiap anggota keluarga merasakan kebahagiaan. Untuk mencapai hal tersebut berikut dikemukakan asumsi-asumsi dasar yang dapat menunjang pencapaian tujuan. a. Sakitnya seorang anggota keluarga (gangguan psikis) bukanlah disebabkan oleh dirinya sendiri akan tetapi oleh karena interaksi dengan anggotaanggota keluarga lainnya yang hidup dalam system keluarga yang telah terganggu. b. Walaupun satu atau lebih anggota keluarga berfungsi baik atau penyesuaian diri baik, akan tetapi jika ada sebagian anggota yang lain mengalami maladjusted maka yang sehat itu akan terpengaruh menjadi maladjusted pula. c. Sistem keluarga menampakkan dorongan untuk mencapai keseimbngan emosional yang diungkapkan dalam konseling. d. Hubungan diantara kedua orang tua mempengaruhi terhadap hubungan antara anggota keluarga. Definisi yang dikemukakan Perez (Willis, 2015: 88) di atas memang dapat diterima, akan tetapi dalam pelaksanaannya kita tidak sepenuhnya menangani kasus keluarga secara murni menurut konsep Perez. Kadangkadang dilakukan konseling individual (kasus) yang mengalami masalah kemudian jika telah terjadi perubahan perilaku yang positif,maka individu ini akan mempengaruhi perilaku anggota keluarga lainnya. Lebih lanjut Willis (2015: 88) mengemukakan bahwa konseling keluarga adalah usaha membantu Kompetensi Konselor Keluarga | 3 individu anggota keluarga untuk mengaktualisasikan potensinya dan mengantisipasi masalah yang dialaminya, melalui sistem kehidupan keluarga, dan mengusahakan agar terajadi perubahan perilaku yang positif pada diri individu yang akan memberi dampak positif pula terhadap anggota keluarga lainnya. Konseling keluarga adalah proses komunikasi antara konselor dengan konseli (keluarga: remaja dan orang tua remaja) dalam hubungan yang membantu, sehingga keluarga dan masing-masing anggota keluarga mampu membuat keputusan, merubah perilaku dan mengembangkan suasana kehidupan keluarga sehingga konstelasi keluarga berfungsi secara keseluruhan, meningkatkan ketahanan keluarga serta mengembangkan potensi masing-masing anggota keluarga sebagai pribadi maupun sebagai anggota keluarga (Yustiana, 2000: 5). Sebagaimana yang telah kita ketahui sebelumnya bahwa secara umum konseling merupakan suatu upaya yang diberikan oleh seorang profesional dalam membantu menemukan solusi dari satu atau lebih permasalahan yang ada dalam kehidupan sehari-hari, dalam hal ini ialah permasalahan keluarga. Keluarga yang berkembang secara optimal tentunya megandung keharmonisan dan kerukunan. Keluarga yang memiliki permasalahan harus diselesaikan agar permasalahan yang terjadi tidak bertahan lama atau bahkan lebih parahnya dapat menghadirkan perpecahan dalam suatu keluarga. Dinamika yang tercipta antara satu keluarga dengan keluarga lainnya tentunya tidaklah sama, setiap keluarga memiliki keunikan tersendiri, sebab setiap orang yang berada dalam keluarga berbeda tidak ada yang sama. Konseling keluarga pada dasarnya dilakukan terhadap individu angggota keluarga sebagai bagian dari sistem keluarga. Implikasinya konseli pada konseling keluarga adalah masing-masing anggota keluarga dan keluarga sebagai satu kesatuan sistem. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan individual dalam arti masalah keluarga dilihat atau dipersepsi, dipahami dari aspek individu serta pendekatan sistem dalam arti masalah keluarga adalah dilihat sebagai masalah sistem keluarga. Hubungan yang membantu adalah Kompetensi Konselor Keluarga | 4 hubungan yang dilandasi oleh kebutuhan untuk memperoleh bantuan dan memberikan bantuan bantuan pada orang lain. Persyaratan yang harus terpenuhi agar terjalin hubungan yang membantu adalah kesiapan dan kesediaan memberikan bantuan, kepercayaan konseli terhadap pemberi bantuan, saling menghargai, saling pengertian dan kerjasama.. Keterlibatan seluruh anggota keluarga untuk terlibatan dalam kegiatan konseling merupakan tujuan yang harus dicapai dalam hubungan yang membantu (Yustiana, 2000: 5). Risdawati (2012) mengemukakan konseling keluarga merupakan suatu strategi yang digunakan pada situasi yang khusus. Situasi khusus yang dimaksud ialah penyelenggaraannya situasi yang melibatkan berhubungan keluarga. dengan konseling keluarga keluarga dan tidak menerapakan untuk mengubah kepribadian, sifat atau karakter yang ada di dalam keluarga agar sesuai dengan sistem keluarga yang dikehendaki namun penerepan konseling keluarga berfokus pada pengubahan perilaku dan perubahan sistem struktur keluarga. Bagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa permasalahan konseling keluarga terkadang menyangkut individu yang disebut Identified Patient yaitu individu yang dianggap bermasalah karena perilakunya tidak dapat ditolerasi oleh seluruh anggota keluarga. Namun Identified Patient bukan orang yang bermasalah tanpa sebab hal itu terkadang terjadi karena adanya gangguan yang berakar dari keluarga dan emosi para anggota keluarga. Lebih lanjut Risdawati (2015) mendefinisikan konseling keluarga sebagai upaya bantuan yang diberikan kepada anggota keluarga dengan penerapan sistem keluarga agar potensi individu tersebut berkembang dan permasalahan dapat diatasi dengan bantuan keluarga. Asumsi bahwa konseling keluarga bertujuan membantu individu didalam anggota keluarga memahami bahwa dinamika dalam keluarga merupakan hasil pengaruh hubungan anggota keluarga dan hubungan tersebut dapat membantu anggota keluarga menyelesaikan permasalahannya. Berdasarkan definisi dan tujuan yang telah dijelaskan dapat diasumsikan bahwa peran konseling keluarga adalah untuk Kompetensi Konselor Keluarga | 5 membantu konseli yang merupakan bagian dari sebuah sistem keluarga dan memahamkan anggota keluarga yang lain untuk saling membantu menyelesaikan permasalahan keluarga baik permasalahan yang berkaitan dengan individu itu sendiri yang nantinya berhubungan dengan keluarga maupun masalah sistem keluarga yang ditetapkan oleh orang tua. Memahami makna dari konseling keluarga maka semakin jelas bahwa konseling keluarga menekankan permasalahan konseli sebagai masalah “sistem” yang ada dalam keluarga sehingga memandang konseli sebagai bagian dari kelompok tunggal atau satu kesatuan dengan keluarganya. Dengan kata lain konseling keluarga sangat dibutuhkan bagi individu yang tidak dapat memecahkan masalah yang sedang dihadapinya, maka perlu bantuan orang lain atau bimbingan konseling keluarga yang berperan membantu mengarahkan ataupun memberikan pandangan kepada individu yang bersangkutan. Apalagi sekarang ini perkembangan masyarakat sangat mempengaruhi pola kehidupan seseorang baik sebagai individu maupun anggota masyarakat. Individu saat ini dihadapkan pada perubahanperubahanyang begitu kompleks, sehingga menimbulkan berbagai macam tantangan atau tuntutan terhadap kebutuhan individu. B. Tujuan Konseling Keluarga Tujuan konseling keluarga merupakan suatu tuntutan tugas atau pekerjaan yang akan membantu menyelesaikan permasalahan yang terdapat didalam keluarga. Tujuan yang ingin dicapai melalui kegiatan konseling keluarga adalah mendorong setiap anggota keluarga agar mampu membuat keputusan, merubah perilaku dan mengembangkan suasana kehidupan keluarga sehingga konstelasi keluarga berfungsi secara keseluruhan, meningkatkan ketahanan keluarga serta mengembangkan potensi baik sebagai pribadi maupun sebagai anggota keluarga. Dibawah ini merupakan tujuan konseling keluarga nmenurut beberapa ahli. Kompetensi Konselor Keluarga | 6 Sayekti (1994) menjelaskan tujuan umum tentang konseling keluarga adalah: a. Membantu keluarga untuk dapat belajar dan memahami bahwa dinamika keluarga merupakan hasil dari pengaruh hubungan antar anggota keluarga. b. Membantu anggota keluarga agar dapat menerima kenyataan bahwa bila salah satu anggota keluarga memiliki permasalahan, mereka dapat memberikan pengaruh tidak baik pada persepsi, harapan dan interaksi anggota keluarga yang lainnya. c. Memperjuangkan dengan gigih untuk mengembangkan keharmonisan keluarga dalam proses konseling, sehingga anggota keluarga dapat tumbuh dan berkembang guna mencapai keseimbangan dan keselarasan di dalam keluarga. d. Mengembangkan rasa penghargaan dari seluruh anggota keluarga kepada anggota keluarga yang lain. Selanjutnya Sayekti (1994) juga mengemukakan mengenai tujuan khusus konseling keluarga yaitu: a. Mendorong anggota keluarga agar memiliki sikap toleransi kepada anggota keluarga yang lain. b. Agar anggota keluarga mampu memberikan motivasi serta dorongan semangat kepada anggota keluarga yang lain. c. Agar orang tua dapat memiliki persepsi yang realistis dan sesuai dengan persepsi anggota keluarga yang lain Sedangkan menurut Willis dalam bukunya yang berjudul “Konseling Keluarga” mengemukakan tujuan umum dan khusus dari pelaksanaan konseling keluarga, yaitu diantaranya sebagai berikut. a. Tujuan Umum Konseling Keluarga 1) Membantu, anggota-anggota keluarga belajar dan menghargai secara emosional baha dinamika keluarga adalah kait mengait diantara anggota keluarga. Kompetensi Konselor Keluarga | 7 2) Untuk membantu anggota keluarga agar menyadari tentang fakta jika satu anggota keluarga bermasalah, maka akan mempengaruhi kepada persepsi, ekspektasi, dan interaksi anggota-anggota lain. 3) Agar tercapai keseimbangan yang akan membuat pertumbuhan dan peningkatan setiap anggota. 4) Untuk mengembangkan penghargaan penuh sebagai pengaruh dari hubungan parental. b. Tujuan Khusus Konseling Keluarga 1) Untuk meningkatkan toleransi dan dorongan anggota-anggota keluarga terhadap cara-cara yang istimewa (idiocyncratic ways) atau keunggulan-keunggulan anggota lain. 2) Mengembangkan toleransi terhadap anggota-anggota keluarga yang mengalami frustasi atau kecewa, kecewa, konflik dan rasa sedih yang terjadi karena faktor sistem keluarga atau di luar sistem keluarga. 3) Mengembangkan motif dan potensi-potensi, setiap anggota keluarga dengan cara mendorong (men-support), memberi semangat, dan mengingatkan anggota tersebut. 4) Mengembangkan keberhasilan persepsi diri orang tua secara realistik dan sesuai dengan anggota-anggota lain. Selain dari pendapat ahli sebelumnya, berikut tujuan umum Konseling Keluarga menurut pendapat Glick dan Kessler (Hamindiah, 2015: 9) yaitu: a. Menfasilitasi komunikasi pikiran dan perasaan antar anggota keluarga. Konseling keluarga merupakan salah satu yang dapat menjadi jembatan atau penghubung antara anggota keluarga yang memiliki konflik atau permasalahan. Karena permasalahan yan berkaitan dengan orang lain cara yang dapat menyelesaikannya ialah komunikasi. Segala sesuatu yang menjadi masalah jika tidak dikomunikasikan akan tetap menjadi masalah. b. Mengubah gangguan dan ketidakfleksibelan peran dan kondisi. Setelah menjalin komunikasi yang baik dan efektif antara anggota keluarga, maka ketidakfleksibelan keluarga dapat dengan mudah teratasi. Kompetensi Konselor Keluarga | 8 c. Memberikan pelayanan sebagai model dan pendidikan peran tertentu yang ditunjukan kepada anggota keluarga. Dalam konseling keluarga tentunya disertai dengan pemberian pemahaman, pembelajaran maupun pendidikan, yang mana hal tersebut ditujukan kepada setiap anggota keluarga dengan porsi dan konten yang berbeda tentuya. C. Kompetensi Konselor Keluarga 1. Peran Konseling Keluarga Peran konseling keluarga berbeda dengan konseling individu maupun konseling kelompok, Gladding (2015) memberikan penjelasan bahwa meskipun tahapan pada konseling kelompok dapat dikatakan mirip tapi bagaimana pun juga keluarga bukan jenis kelompok yang tipikal. Penekanan konseling keluarga pada dasarnya terletak pada dinamika dibanding penyebab linear permasalahan yang terjadi. Konselor harus mampu memberikan pertanyaan spesifik agar mampu memahami fungsi dan dinamika keluarga yang terjadi pada keluarga konseli. Konseling keluarga merupakan suatu bentuk intervensi dalam penyelesaian masalah keluarga. Hasnida (2002) memberikan beberapa peran intervensi pada konseling keluarga, sebagai berikut : a. Sebagai penilai mengenai; masalah, sasaran intervensi, kekuatan dan strategi keluarga, kepercayaan dan etnik keluarga. Eksplorasi pada: reaksi emosi keluarga terhadap trauma dan transisi, komposisi, kekuatan dan kelemahan, informasi yang dimiliki, kebutuhan-kebutuhan keluarga, kesiapan untuk intervensi dan dirujuk pada ahli lain. b. Pendidik atau pemberi informasi agar keluarga siap beradaptasi terhadap perubahan-perubahan. Sebab konseling merupakan salah satu upaya menyampaikan pendidikan dalam lingkup keluarga. c. Pengembang sistem support, mengajarkan support dan selalu siap dihubungi. Dalam keluarga antara satu dengan yang lainnya harus saling memberikan dukungan maupun dorongan, karena dinamika keharmonisan keluarga akan terbentuk dengan begitu. Kompetensi Konselor Keluarga | 9 d. Pemberi tantangan. Konselor keluarga juga sebagai pemberi tantangan, yang dimaksud disini ialah konselor harus dapat menemukan titik dimana setiap anggota keluarga merasa permaslahan yang terjadi dalam keluarga harus dihadapi bagaimanapun caranya. e. Pemberi fasilitas prevensi (pencegahan) dengan mempersiapkan keluarga dalam menghadapi stress. Konseling sifatnya ialah penanganan masalah atau diberikan saat terjadi suatu permasalahan, singkatnya konseling merupakan langkah kuratif dalam suatu permasalahan. Akan tetapi dalam proses konseling keluarga, konselor sebagai fasilitator yang dapat menjadi penengah atau mencegah agar tidak lepas kendali, melainkan konselor sebagai pemberi fasilitas prevensi atau pencegahan dengan cara mempersiapkan anggota keluarga menghadapi stress. Risdawati (2012) mengemukakan konseling keluarga suatu strategi yang digunakan pada situasi yang khusus. Situasi khusus yang dimaksud ialah situasi yang berhubungan dengan keluarga dan penyelenggaraannya melibatkan keluarga. konseling keluarga tidak menerapakan untuk mengubah kepribadian, sifat atau karakter yang ada didalam keluarga agar sesuai dengan sistem keluarga yang dikehendaki namun penerepan konseling keluarga berfokus pada pengubahan perilaku dan perubahan sistem struktur keluarga. Bagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa permasalahan konseling keluarga terkadang menyangkut individu yang disebut Identified Patient yaitu individu yang dianggap bermasalah karena perilakunya tidak dapat ditolerasi oleh seluruh anggota keluarga. Namun Identified Patient bukan orang yang bermasalah tanpa sebab hal itu terkadang terjadi karena adanya gangguan yang berakar dari keluarga dan emosi para anggota keluarga. 2. Kompetensi Konselor Keluarga Berbicara tentang kompetensi konselor keluarga hal tersebut dapat dikaitkan dengan bagaimana seseorang mendapatkan edukasi tentang menjadi konselor keluarga yang profesional. American Association for Marriage and Family therapy (AAMFT) yang didirikan tahun 1942 dan International Association of Marriage and Family Counselors (IAMFC) yang diresmikan Kompetensi Konselor Keluarga | 10 tahun 1986 telah menetapkan panduan untuk pelatihan profesional bagi konselor yang bekerja dengan fokus pada pasangan dan keluarga (Gladding,2015). Standar AAMFT diatur dan diselenggarakan oleh Commission on Accredition for Marriage and Family Therapy Education. Sedangkan IAMFC ditangai melalui Council for Acreditation of Counseling and Related Educational Programs. Untuk menjadi seorang konselor keluarga dijelaskan bahwa setidaknya dibutuhkan tingkat master. Profesi profesional atau ahli dalam konseling keluarga atau konselor keluarga , perkawinan, atau pasangan banyak yang tertarik karena adanya kebutuhan sosial atas spesialisasi ini dan semakin banyaknya penelitian yang mendasarinya. Menurut Wilcoxon (dalam Gladding, 2015) konselor perkawinan, pasangan dan keluarga perlu menyadari tahap-tahap yang berbeda didalam keluarga, tahap-tahap yang dimaksud adalah tahap-tahap siklus hidup keluarga yang memiliki sembilan tahap dengan masing-masing tahap memiliki tugas kritikal tiap tahap. Tahap tersebut dimulai dari dewasa lajang, pengantin baru, mengandung anak, anak usia prasekolah, anak remaja, masa melepaskan, dewasa paruh baya dan berhenti bekerja. Jika konselor peka terhadaap anggota keluarga dan keluarga secara keseluruhan, mereka dapat menyadari bahwa beberapa manifestasi individual seperti depresi karir yang tidak menentu , penyalahgunaan obat, berhubungan dengan struktur keluarga dan fungsinya. Aspek penting yang harus dimiliki dan diperhatikan oleh atau dari seorang konselor adalah kepribadian dan keterampilan. Keduanya harus seimbang dan harus terintegrasi sebagai suatu kesatuan yang tidak terpisahkan (Yustiana, 2000: 11). 1) Kepribadian : a) Menerima konseli apa adanya, artinya konselor harus siap menerima konseli bagaimanapun kondisi dan latar belakangnya. Menerima dan menghargainya sebagai menusia yang utuh tanpa label-label yang lebih bersifat negatif tentang dirinya, tetapi melihat sesuatu yang positif pada konseli. Kompetensi Konselor Keluarga | 11 b) Hangat, seseorang akan memiliki keberanian untuk menyampaikan sesuatu jika orang yang dihadapinya bersikap hangat dan penuh perhatian. Menyapa konseli dengan ketulusan hati untuk membantu membuat komunikasi menjadi menyenangkan. Kehangatan tertampilkan melalui intonasi suara, ekspresi mata, postur (sikap tubuh) dan gesture (mimik muka serta gerakangerakan fisik). Tingkatan emosional konselor maupun konseli dapat dilihat dari keempat dimensi tersebut. c) Respect, menghormati konseli dengan memperlakukan konseli sebagai teman dan tamu yang diharapkan kehadirannya. Menghargai perbedaan dan kemampuan yang dimiliki konseli. d) Empati (pemahaman), menunjukkan sikap menghargai dan memahami apa yang difikirkan dan dirasakan oleh konseli. Mencoba menempatkan diri melalui suatu kesadaran dan pemahaman tentang sesuatu yang terjadi pada diri konseli, serta sebagai orang yang siap untuk mendengarkan apa yang ingin disampaikan oleh konseli. e) Ramah, konseli akan merasa terganggu dan kehilangan kepercayaan diri jika merasa dirinya di tolak. Konselor harus mampu menggunakan kata-kata serta mimik muka yang menentramkan konseli. f) Berteman atau bersahabat, sikap bahwa konselor peduli akan apa yang difikirkan dan dirasakan oleh konseli. Kehadiran konselor sebagai teman atau sahabat yang siap untuk membantu. g) Mampu menjaga rahasia, kunci memperoleh kepercayaan dari konseli adalah kemampuan menjaga rahasia, konselor tidak boleh menceritakan apa yang disampaikan oleh konseli tanpa seizin konseli atau dianggap membahayakan jiwa. Konselor harus memiliki kualiatas pribadi yang membuat orang lain percaya pada dirinya dengan berkomunikasi secara confidential, menjamin kebebasan pribadi dan jujur. h) Kejujuran, konselor merupakan orang yang transparan, otentik dan asli Kompetensi Konselor Keluarga | 12 i) Kekongkritan, konselor merespon apa yang disampaikan konseli sesuai dengan kebutuhan, tanpa banyak basa-basi. j) Sensitif, memiliki kepekaan yang tajam terhadap kondisi-kondisi sosial psikologis yang dialami konseli, sehingga mampu melihat permasalahan secara lebih tajam buka hanya gejala-gejala yang nampak saja. 2) Konselor yang efektif adalah konselor yang memiliki : a) Rasa percaya diri. Sulit bagi konseli untuk mempercayai dan memperoleh jaminan konselor dapat membantu jika konselor tidak percaya diri. Percaya diri artinya siap untuk menghadapi orang lain dan percaya bahwa dirinya mampu untuk menyelesaikan apa yang dihadapi b) Berpengetahuan. Konselor harus memiliki pengetahuan yang cukup tentang nafza dan berbagai upaya yang dapat dilakukan untuk menghindari dan melepaskan diri dari ketergantungan terhadap nafza. Konselor juga harus memiliki pengetahuan yang luas tentang perilaku manusia, kondisi sosial budaya, norma dan aturan agama, komunikasi dan menjalin relasi sosial, upaya mengemas informasi serta penggunkan media komunikasi. c) Memiliki keterampilan komunikasi yang baik. Bagaimana menyapa seseorang, kalimat apa yang harus digunakan, kapan waktu yang tepat untuk menyampaikan sesuatu, sikap dan bahasa tubuh apa yang harus tertampilkan adalah hal-hal yang harus diperhatikan oleh seorang konsulatan pada saat memberikan konseling. d) Mampu memahami persepsi konseli, konselor perlu memahami kerangka pikir konseli tentang apa yang sedang dihadapinya. Apa landasan yang digunakan konseli, prasangka-prasangka apa yang difikirkan konseli, kecemasan, ketakutan apa yang dialami oleh konseli, bagaimana konseli memandang permasahannya serta apa makna permasalahan bagi dirinya. Kompetensi Konselor Keluarga | 13 e) Menciptakan suasana yang bersahabat, relasi akan berjalan lancar jika tercipta atmosfir yang bersahabat diantara konselor dengan konseli. Pemilihan tempat, pakaian, waktu serta alat bantu yang digunakan akan membantu penciptaan suasana. f) Memahami prinsip dan konsep tentang keluarga, sikap atau perlakuan orang tua dan dampaknya terhadap kepribadian anak, perkembangan anak, serta upaya-upaya mensejahterakan keluarga (Yustiana, 2000: 13). 3. Contoh Permasalahan dalam Konseling Keluarga Keluarga sebagai suatu sistem dimana antara satu dan yang lain anggota keluarga adanya keterikatan dan saling membutuhkan satu sama lain. Keluarga memiliki anggota dengan masing-masing keunikan satu sama lain, keunikan-keunikan tersebut jika tidak dipahami dan diatasi dengan baik oleh masing-masing anggota keluarga akan menimbulkan permasalahan yang serius. Individu yang bermasalah baik dalam kasus sekolah, sosial atau kasus lainnya sangat erat hubungan dengan keluarga sebagai tempat individu tersebut berkembang pertama kalinya. Permasalahan keluarga merupakan permasalahan interpersonal, konseling keluarga berperan mengatasi hubungan interpersonal antara anggota keluarga. Hasnida (2002) mengemukakan meskipun masalah konseli bukan masalah yang menyangkut keluarganya atau adanya disfungsi dalam keluarga, keluarga menjadi tempat yang penting dalam proses konseling. Jadi, konselor perlu memberikan gambaran tentang motivasi anggota keluarga jika individu ingin keluar dari permasalahannya melalui konseling keluarga. Tujuannya agar setiap anggota keluarga memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan, merubah perilaku dan mengembangkan suasana kehidupan keluarga sehingga ketahanan kelurga serta pengembangan potensi baik keluarga dan anggota keluarga dapat ditingatkan. Konseling merupakan terapi yang membantu konseli menyelesaikan permasalahannya, begitu pula konseling keluarga penerapan konseling keluarga dalam mengatasi permasalahan dapat dilihat dari banyak hal. Artinya Kompetensi Konselor Keluarga | 14 konseling keluarga tidak terfokus pada masalah tertentu seperti hanya masalah sosial dalam hubungan keluarga ataupun masalah perceraian. Pada intinya penerapan konseling keluarga dapat diterapkan pada beberapa aspek terpenting permasalahan tersebut bersumber dari keluarga, dinamika keluarga dan sistem yang diterapkan pada keluaga. Contoh yang dapat diberikan pada permasalahan konseling keluarga adalah anggota keluarga sering memegang mitos satu sama lain, sementara kelompok pada awalnya lebih obyektif dalam menghadapi peristiwa-peristiwa yang terjadi. Beban emosional yang dibebankan anggota keluarga juga lebih besar dari anggota tipe kelompok lain karena susunan dalam anggota keluarga tidak terbatas waktu an berhubungan dengan peran jenis kelamin dan ikatan afektif yang mempunyai sejarah panjang (Gladding, 2015). Contoh lainnya penerapan konseling keluarga untuk mengurangi kecanduan game online pada anak, dengan menggunakan genogram untuk melihat penyebab konseli kecanduan dan konseling untuk mmperbaiki cara berfikir konseli terhadap dampak bagi dirinya dan keluarganya. D. Langkah-Langkah Konseling Keluarga Willis dalam bukunya mengemukakan secara umum tahapan konseling yaitu: 1. Pengembangan Rapport Tahap untuk membentuk suasana hubungan konseling yang akrab, jujur, saling percaya sehingga terjadi keterbukaan diri konseli untuk menyampaikan isi, perasaan konseli kepada konselor. Pengembangan raport dimulai sejak konseli memasuki ruang konseling. Upaya yang dilakukan konselor untuk menyambut konseli dengan cara tersenyum, ramah, kontak mata, menerima, akrab, bersahabat dan penuh perhatian. Hubungan konseling pada tahap awal seharusnya diupayakan pengembangan rapport merupakan suasana hubungan konseling yang akrab, jujur, saling percaya, sehingga menimbulkan keterbukaan diri Kompetensi Konselor Keluarga | 15 konseli. Upaya pengembangan rapport seyogiyanya telah dimulai begitu konseli memasuki ruang konseling. Hal ini dapat dilakukan jika konselor mamiliki kemampuan untuk mengembangkannya. Upaya itu ditentukan oleh aspek-aspek diri konselor yakni: a. Kontak mata b. Perilaku non-verbal (perilaku attending, bersahabat/akrab, hangat, luwes, keramahan, senyum, menerima, jujur/asli, penuh perhatian, dan terbuka), dan c. Bahasa lisan / verbal (sapaan sesuai dengan teknik-teknik konseling). seperti ramah menyapa, senyum, dan bahasa lisan yang halus.adalah agar suasana konseling itu merupakan suasana yan memberikan keberanian dan kepercayaan diri konseli menyampaikan isi hati, perasaan, kesulitan dan bahkan rahasia batinnya kepada konselor. Tujuan menciptakan suasana rapport dalam hubungan konseling tidaklah begitu mudah karena sering mengalami berbagai kendala. Kendala-kendala itu diungkapkan oleh Perez (dalam Willis, 2015) sebagai berikut a. Konselor kurang mampu menstabilkan emosinya sehubung Akan tetapi menciptakan rapport di dalam hubungan konseling dengan latar belakang kehidupannya yang banyak masalah. Sebab manusia, sering konselor terpengaruh suasana sosial psikoligis dan emosional di sekelilingnya, misalnya suasana keluarga, iklim tempat kerja, dan jabatan yang dipegangnya terutama jika konselor itu seorang guru. Guru mengharuskan dirinya senang mengatur bahkan mendikte siswa. Ciri atau sikap seperti itu menyulitkan dalam menciptakan rapport. Jika konselor tidak dapat menguasai emosi egonya, dan jika selalu dalam ketidakstabilan emosi, maka konselor seperti itu tidak akan efektif, bahkan mungkin dapat lebih merusak konseli. b. Konselor yang terikat dengan sistem nilai yang dianutnya secara sadar atau tidak mampu mempengaruhi sistem nilai konseli. Jika sistem nilai Kompetensi Konselor Keluarga | 16 konselor dan konseli memang sama, misalnya sesama agama Islam, memberikan nasihat peluang yang sangat baik bagi konselor memberi bantuan secara agama, atau nasehat sesuai dengan ajaran agama. Akan tetapi jika konselor dan kien jelas-jelas beda sistem nilai, maka kurang pantas memaksakan atau "mengkampanyekan" sistem nilainya terhadap konseli. Demikian pula dalam hal-hal seperti nila budaya tertentu yang dianut demikian kokoh oleh konseli, maka konselor harus berhati-ha sebab jika ia menilai, maka hubungan konseling tidak akan memberikan hasil yang efektif konselor. c. Konselor dihantui oleh kelemahan teori dan teknik konseling yang ia miliki. Sebaliknya ada lagi konselor yang fanatik satu aliran konseling dan menganggap aliran yang lain jelek. Konselor pemula memang sering dihantui oleh masalah teori dan teknik konseling yang sesuai dalam setiap fase konseling atau dalam memberi respon yang akurat sesuai dengan pernyataan konseli. Masalah dapat teratasi jika calon konselor sering mengadakan wawancara konseling, baik bersama teman maupun dengan konseli yang sebenarnya. Di samping itu, pendirian yang kaku dengan satu konselor memang sering menyulitkan konselor. Kesulitan lain berada pada pihak eksternal atau pihak konseli yaitu sebagai berikut: 1) Jika ada anggota keluarga (seorang atau beberapa orang) tidak mempunyai motivasi untuk mengikuti konseling. Mereka akan menghambat jalannya konseling, betapapun konselor menguasai teori atau teknik, karena mereka enggan untuk melibatkan diri dalam pembicaraan. 2) Ada konseli yang enggan disebabkan dipaksa oleh orang tua, suami/istri, polisi, atau pihak lain. Jadi dia hadir kepada konseling keluarga tanpa suka rela atau keinginan sendiri. Biasanya konseli ini ada yang berpura-pura, defensif, dan ada pula yang menutup diri sama Kompetensi Konselor Keluarga | 17 sekali tehadap konselor, sehingga sulit bagi konselor untuk mengungkap perasaannya. 3) Ada lagi konseli yang sudah berpengalaman mengikuti berbagai konseling dari konselor, sehingga seakan-akan dia sudah "kecanduan" untuk mengobrol, dan bukan untuk meminta bantuan dalam pemecahan masalah yang dihadapinya. Menurut Perez (1979) kendala dalam tahap pengembangan raport yaitu konselor kurang mampu menstabilkan emosi sehubungan dengan latar belakang kehidupannya yang banyak masalah, konselor yang terikat dengan sisitem yang dianutnya secara sadar atau tidak mampu mempengaruhi sistem nilai konseli, dan konselor ditakutkan oleh kelemahan teori yang dimilikinya. 2. Pengembangan Apresiasi Emosional Anggota keluarga yang sedang terlibat dalam mengikuti konseling keluarga maka akan terjadi sebuah interaksi diantara mereka, semua anggota keluarga mempunyai keinginan untuk memecahkan permasalahan mereka, mereka mulai mampu menghargai perasaan masing-masing agar masalah mereka terselesaikan. Konselor memberikan peluang bagi pernyataan-pernyataan emosi dan penghargaan bagi luapan emosi dari anggota keluarga. Pada saat ini masing-masing anggota keluarga yang tadinya dalam keadaan terganggu komunikasi atau bahkan dalam keadaan "sakit", mulai terlihat berinteraksi diantara mereka dan dengan konselor. Mereka mulai mampu menghargai perasaan masing-masing, dan dengan keinginan agar masalah yang mereka hadapi dapat mereka selesaikan dihadapan konselor. Hal yang menggembirakan itu adalah karena kemampuan teknik, penguasaan ilmu, serta kepribadian yang handal dari konselor. Ada dua teknik konseling keluarga yang efektif yaitu sculpting dan role playing. Kedua teknik ini memberikan peluang bagi pernyataanpernyataan emosi tertekan, dan penghargaan terhadap luapan emosi anggota keluarga. Dengan demikian, segala kecemasan dan ketegangan Kompetensi Konselor Keluarga | 18 psikis dapat mereda, sehingga memudahkan untuk treatmenr konselor dan rencana anggota keluarga. 3. Pengembangan Alternatif Modus Perilaku Konselor memberikan daftar perilaku baru untuk dipraktikkan dirumah dengan memberikan home assignment (pekerjaan rumah) dan melaporkan hasil home assignment kepada konselor dalam sesi selanjutnya. Pada pengembangan alternatif ini yaitu mempraktikan temuan baru dari semua anggota keluarga, yang bisa dijadikan alternatif perilaku yang baru di keluarga. Proses konseling dapat terhambat karena keadaan ruang konseli yang kecil, sumpek, dan tidak menarik. Selain itu, konselor mencatat ketika wawancara pun akan menjadi faktor penghambat dalam proses konseling. Sebaiknya tata ruang ruangan konseling di tata hingga menjadi nyaman, dan menarik, meja yang ada di ruangan sebaiknya meja tamu yang santai bukan seperti meja dokter. Kedekatan (nearness) antara konselor dengan konseli lebih kurang 75 cm. penggunaan rekaman suara juga bisa menghambat jalannya konsleing, karena konselor merekam tanpa izin konseli sehingga timbul keraguan kalau-kalau rahasianya terbuka. Juga ketidakpercayaan konseli terhadap konselor, hal mana yang aat penting dalam proses konseling. Setidaknya jika konselor hendak merekam dengan alat perekam dan video jalannya wawancara konseling itu, harus meminta izin terlebih dahulu kepada konseli, dan konseli dapat mendengarkan kembali responnya, kemungkinan ada yang sesuai da nada yang kurang sesuai dengan tujuan konseling, kemudian konselor dan konseli dapat mendiskusikan hasil rekaman tersebut. Dalam proses konseling yang menjadi fokus perhatian konselor adalah konseli, konselor tidak boleh mendengarkan sambil fokus mencatat apa yang dikatakan konseli, karena dalam proses konseling kontak mata merupakan bagian dalam keterampilan dasar melakukan konseling. Sekalipun jika dikatakan perlu untuk mencatat, upayakan tidak menjadikan catatan adalah fokus utama Kompetensi Konselor Keluarga | 19 kontak mata konselor dan sebelumnya telah mendapatkan izin terlebih dahulu dari konseli bahwa apa yang ia katakana saat itu akan dicatat oleh konselor. Menurut Bramer (Willis, 2015: 137) pada prinsipnya proses konseling itu terdiri atas dua fase dasar yakni (1) fase membina hubungan konseling, dan (2) memperlancar tindakan posistif. 4. Fase Membina Hubungan Konseling Fase ini sangatlah penting di dalam proses konseling, dan keberhasilan tujuan konseling secara efektif ditentukan oleh keberhasilan konselor dalam membina hubungan konseling itu. Fase ini harus terjadi di tahap awal dan tahap berikutnya dalam proses konseling yang ditandai dengan adanya rapport sebagai kunci berjalan lancarnya kegiatan konseling. Di samping itu, sikap konselor amat penting selain eknik konseling. Sikap-sikap yang penting dari konselor adalah sebagai berikut. Tahap ini keberhasilan tujuan konseling secara efektif dapat ditentukan oleh keberhasilan seorang konselor dalam membina hubungan konseling. Sikap yang penting dari konselor seperti: a. Acceptance, yaitu menerima konseli secara ikhlas tanpa mempertimbangkan jenis kelamin, derajat, kekayaandan perbedaan agama. Disamping itu konseli diterima dengan segala masalahnya, kesulitan, dan keluhan serta sikap-sikapnya baik yang positif maupun yang negatif. b. Unconditional positive regard, artinya menghargai konseli tanpa syarat, menerima konseli apa adanya, tanpa dicampuri sikap menilai, mengejek atau mengkritik. c. Understanding, yaitu konselor dapat memahami keadaan konseli sebagaimana adanya. d. Genuine, yaitu bahwa konselor itu asli dan jujur dengan dirinya sendiri, wajar dalam perbuatan dan ucapannya. e. Empati, artinya dapat merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain (konseli). Kompetensi Konselor Keluarga | 20 Secara berurutan, proses hubungan konseling dapat dijabarkan sebagai berikut : a. Konseli memasuki ruang konseling, konselor mempersiapkan konseli supaya siap dibimbing, dibantu. Berarti hubungan konseling telah dimulai. b. Tahap klarifikasi, konseli menyatakan alasan kedatangannya mengungkap pengalaman konseli tantang konseling sebelumnya, mengungkap harapan-harapan konseli dalam wawancara konseling yang akan dilaksanakan, menyatakan makna konseling. c. Tahap struktur, konselor mengadakan kontrak dengan konseli tentang lamanya waktu yang akan digunakan, tentang biaya konseling, tentang kerahasiaan, tentang boleh tidaknya direkam. d. Tahap meningkatkan relasi atau hubungan konseling, pada tahap ini konselor membangun hubungan konseling untuk memudahkan bagi pemberian bantuan kepada konseli. 5. Memperlancar Tindakan Positif Fase ini terdiri dari bagian-bagian berikut: a. Eksplorasi, mengeksplorasi dan menelusuri masalah, menetapkan tujuan konseling, menetapkan rencana strategis, mengumpulkan fakta, mengungkapkan perasaan-perasaan konseli yang lebih dalam, mengajarkan keterampilan baru konsolidasi, menjelajah alternatifalternatif, mengungkap perasaan-perasaan, melatih skill yang baru. b. Perencanaan, mengembangkan perencanaan bagi konseli sesuai dengan tujuan untuk memecahkan masalah, mengurangi perasaanperasaan yang menyedihkan/ menyakitkan, terus mengkonsolidasi skill baru atau perilaku baru untuk mencapai aktivitas diri konseli. c. Penutup, mengevaluasi hasil konseling, menutup hubungan konseling. Kompetensi Konselor Keluarga | 21 Secara garis besar, tahapan konseling dapat dibagi atas tiga bagian yaitu : a. Tahap awal konseling, b. Tahap pelaksanaan konseling yaitu dimulainya penjelajahan terhadap masalah konseli, c. Tahap perencanaan dan penutupan. Biasanya kesulitan terjadi pada tahap awal konseling, terutama bagi konselor pemula. Disamping itu, penggunaan respon yang tepat, sesuai dengan isi pernyataan konseli juga merupakan masalah yang merepotkan konselor pemula. Karena itu usaha kea rah pemantapan keterampilan konseling merupakan hal yang perlu dilakukan dengan sungguh-sungguh. (Willis, 2015 : 13) E. Teknik-Teknik Konseling Keluarga Setelah kita mempelajari proses dan tahap konsleing, akan tergambar pada pikiran kita bahwa setiap tahapan itu tentu mempunyai teknik konseling tertentu, yaitu bagaimana cara yang tepat bagi konselor untuk memahami dan merespon keadaan konseli terutama emosinya dan bagaimana melakukan tindakan positif dalam usaha perubahan perilaku konseli ke arah positif. Sesuai dengan pendekatan-pendekatan yang telah dikemukakan, maka ada 2 pendekatan yang akan dikemukakan. Berikut teknik-teknik konseling yang sesuai dengan pendekatan tersebut: 1. Teknik Konseling Keluarga dalam Pendekatan Sistem Pendekatan sistem yang dikemukakan oleh Perez (Willis, 2015: 139-147) mengembangkan 10 teknik konseling keluarga yaitu: a. Sculpting (mematung) Yaitu suatu teknik yang mengizinkan anggota-anggota keluarga untuk menyatakan kepada anggota lain, persepsinya tentang berbagai masalah hubungan diantara anggota-anggota keluarga. Konseli diberi izin menyatakan isi hati dan persepsinya tanpa rasa cemas. Sculpting digunakan konselor untuk mengungkapkan konflik keluarga melalui Kompetensi Konselor Keluarga | 22 verbal untuk mengizinkan anggota keluarga mengungkapkan perasannya melalui verbal, untuk mengizinkan anggota keluarga mengungkapkan perasaannya melalui tindakan atau perbautan. b. Role playing (bermain peran) Yaitu suatu teknik dengan memberikan peran tertentu kepada anggota keluarga. Peran tersebut adalah peran orangg lain di keluarga itu, misalnya anak memainkan peran sebagai ibu. Dengan cara itu anak akan terlepas dan terbebas dari perasaan-perasaan penghukuman, perasaan tertekan dan lainnya. Peran itu kemudian bisa dikembalikan lagi kepada keadaan yang sebenarnya jika ia menghadapi suatu perilaku ibunya yang mungkin kurang ia sukai. c. Silence (diam) Apabila anggota keluarga berada dalam konflik dan frustasi karena ada salah satu angggota keluarga yang lain suka bertindak kejam, maka biasanya mereka datang ke hadapan konselor dengan tutup mulut. Keadaan ini harus dimanfaatkan konselor untuk menunggu suatu gejala perilaku yang akan muncul menunggu munculnya pikiran baru, respon baru atau ungkapan perasan baru. Diam juga digunakan dalam menghadapi konseli yang cerewet, dan banyak omomg. d. Confrontation (konfrontasi) Yaitu suatu mempertentangkan teknik yang pendapat-pendapat digunakan konselor untuk anggota keluarga yang terungkap dalam wawancara konseling keluarga. Tujuannya agar anggota keluarga itu bisa bicara terus terang dan jujur serta akan menyadari perasan masing-masing. Contoh respon konselor: “siapa biasanya yang banyak omong?”, konselor bertanya dalam situasi yang mungkin saling tuding. e. Teaching via Questioning Yaitu suatu teknik mengajar anggota keluarga dengan cara bertanya. “bagaimana kalau sekolahmu gagal?” ; “apakah kau senang kalau ibumu menderita?” Kompetensi Konselor Keluarga | 23 f. Listening (mendengarkan) Yaitu teknik yang digunakan agar pembicaraan seorang anggota keluarga didengarkan dengan sabar oleh yang lain. Konselor menggunakna teknik ini untuk mendengarkan dengan perhatian terhadap konseli. Perhatian tersebut dilihat dari cara duduk konselor yang menghadapkan muka kepada konseli, penuh perhatian terhadap setiap pertanyaan konseli, tidak mnyela selagi konseli berbicara serius. g. Recapitulating (mengikhitisarkan) Yaitu teknik yang dipakai konselor untuk mengikhtisarkan pembicaraan yang bergalau pada setiap anggota keluarga, sehingga pembicaaran akan lebih terarah dan terfokus. h. Summary (menyimpulkan) Yaitu suatu fase kosnseling kemungkinan konselor akan menyimpilkan sementara hasil pembicaraan dengan keluarga itu. Tujuannya agar konseling bisa berlanjut secara progresif. i. Clarification (menjernihkan) Yaitu usaha konselor untuk memperjelas atau menjernihkan suatu pernayataan anggota keluarga karena terkesab samar-samar. Klarifikasi juga terjadi untuk memperjelas perasaan yang diungkap secara samar-samar. Biasanya klarifikasi menekankan pada aspek makna kognitif dari suatu pernyataan verbal konseli j. Reflection (refleksi) Yaitu cara konselor untuk merefleksikan perasaan yang dinyatakan konseli, baik yang berbentuk kata-kata atau ekspresi wajahnya. 2. Kemampuan Individual yang Perlu Dikuasai Konselor Pelaksanaan konseling keluarga jika melalui pendekatan sistem tak mungkin dilakukan, maka usaha konselor adalah melakukan pendekatan individual terhadap konseli yang mengalami kasus keluarga misalnya siswa yang bermasalah bersumber dari keluarga. Berhubung kedua orang tuanya sulit untuk didatangkan ke sekolah maka siswa tersebut diberikan Kompetensi Konselor Keluarga | 24 konseling individual untuk pertama. Berikut ini adalah beberapa teknik konseling individual: 1. Teknik-teknik yang berhubungan dengan pemahaman diri Teknik yang berhuungan dengan pemahaman diri ini dibagi menjadi 7 kelompok yaitu: a. Listening skills (keterampilan mendengarkan) Keterampiloan ini terdiri dari: attending, paraphrasing, clarifying, perception. b. Leading skills (keterampilan memimpin) yang terdiri dari indirect leading, direct leading, focusing, questioning. c. Reflecting skills (keterampilan merefleksi) seperti reflecting feeling (merefleksi perasaan), reflecting experience (merefleksikan pengalaman konseli), reflecting content (mengulang ide-ide konseli dengan bahasa yang lebih segar dan memberikan penekanan). d. Summarizing skills (keterampilan menyimpulkan) e. Confronting skills mengkonfrontasi (keterampilan perasaan-perasaan, mengkofrontasi) pengalaman, seperti pendapat- pendapat, meningkatkan konfrotasi diri, membuka perasaanperasaan dan memudahkan munculnya perasaan-perasaan. f. Interpreting skills (keterampilan menafsirkan) g. Informing skills (keterampilan menginformasikan) 2. Keterampilan untuk Menyenangkan dan Menagani Krisis Keterampilan ini berhubungan dengan konseli atau siapa saja yang mengalami krisis, agar supaya konselor mampu merespons dengan fleksibel, cepat dan aktif, serta mencapai tujuan-tujuan yang terbatas. Skill ini juga berhubungan dengan usah menyenangkan dan konselor sebagai alatnya. a. Contacting skills (keterampilan mengadakan kontak). Kontak tersebut bisa berupa kontak mata, kontak fisik dengan cara memegang bahu konseli agar dia merasa senang dan aman. Akan Kompetensi Konselor Keluarga | 25 tetapi kontak tersebut harus didasari kultur, usia, serta keadaan emosional konseli. b. Reassuring skills (keterampilan menentramkan hati konseli). Keterampilan ini merupakan usaha konselor untuk meyakinkan akibat logis perbuatannya atau pendekatan. Hal itu merupakan hadiah bagi konseli dan mengurangi stress atau konfliknya. c. Relaxing skills (keterampilan untuk memberi relax atau santai), teknik ini berguna untuk menurunkan ketegangan dengan jalan mengendorkan otot-otot. d. Crisis intervening skills: teknik ini bertujuan mengurangi atau meringankan krisis dengan cara mengubah lingkungan konseli. e. Developing action alternatives: teknik ini mengembangkan alternatif-alternatif, dengan persepsi realistik, mengurangi ketegangan, membuat suatu komitmen tantangan. f. Reffering skills (keterampilan merferal konseli). Keterampilan ini berhubungan dengan sulitnya bagi konselor untuk membantu konseli yang krisis. Karena itu konselor harus merefer atau melakukan referral kepada orang yang lebih ahli. 3. Keterampilan untuk mengadakan tindakan positif dan perubahan perilaku konseli Keterampilan ini banyak diwarnai oleh aliran behavioral (terapi perilaku). Tujuannya, agar setelah konseling konseli mengalami perubahan prilaku dan mampu melakukan tindakan positif. Metode ini mempunyai karakteristik seperti: pendekatan empirik objektif terhadap tujuan-tujuan konseli dan perubahan terhadap lingkungan konseli. Adapun keterampilan teknik yang termasuk dalam bagian ini adalah: a. Modelling. Adalah metode belajar dengan cara mengalami atau memperhatikan perilaku orang lain. Tentu model perilaku yang akan ditiru konseli hendaklah yang positif dan sesuai dengan tujuan konseli. Kompetensi Konselor Keluarga | 26 b. Rewarding skills (keterampilan memberikan hadiah (reward) ataupun ganjaran) keterampilan ini bertujuan untuk memberi penguatan (reinforcement) kepada konseli. c. Contracting skills (keterampilan mengadakan persetujuan dengan konseli). Kontrak adalah suatu persetujuan (agreement) dengan konseli tentang tugas-tugas khusus. Peran reward disini amat penting. (Willis, 2015: 147) Kompetensi Konselor Keluarga | 27 SOAL LATIHAN DAN JAWABAN 1. Bagaimana menurut anda peran konselor dalam suatu proses konseling keluarga? Jawaban: a. Sebagai penilai mengenai; masalah, sasaran intervensi, kekuatan dan strategi keluarga, kepercayaan dan etnik keluarga. Eksplorasi pada: reaksi emosi keluarga terhadap trauma dan transisi, komposisi, kekuatan dan kelemahan, informasi yang dimiliki, kebutuhan-kebutuhan keluarga, kesiapan untuk intervensi dan dirujuk pada ahli lain. b. Pendidik atau pemberi informasi agar keluarga siap beradaptasi terhadap perubahan-perubahan. Sebab konseling merupakan salah satu upaya menyampaikan pendidikan dalam lingkup keluarga. c. Pengembang sistem support, mengajarkan support dan selalu siap dihubungi. Dalam keluarga antara satu dengan yang lainnya harus saling memberikan dukungan maupun dorongan, karena dinamika keharmonisan keluarga akan terbentuk dengan begitu. d. Pemberi tantangan. Konselor keluarga juga sebagai pemberi tantangan, yang dimaksud disini ialah konselor harus dapat menemukan titik dimana setiap anggota keluarga merasa permaslahan yang terjadi dalam keluarga harus dihadapi bagaimanapun caranya. e. Pemberi fasilitas prevensi (pencegahan) dengan mempersiapkan keluarga dalam menghadapi stress. 2. Suatu keluarga merupakan kesatuan yang diikat dengan sebuah ikatan darah. Di dalam sebuah keluarga terdapat anggota keluarga serta peran setiap anggota keluarga sesuai kedudukannya masing-masing. Apabila dalam suatu keluarga terdapat salah satu atau lebih anggota keluarga yang belum melakukan tanggungjawab sebagaimana kedudukannya dalam keluarga, apa yang dapat anda lakukan sebagai konselor keluarga? Jawaban: yang dapat dilakukan oleh konselor keluarga ialah menggali latar belakang yang mendasari permasalahan lalu memberikan pemahaman akan Kompetensi Konselor Keluarga | 28 peran setiap anggota keluarga di dalam keluarga. Agar setiap anggota keluarga dapat menjalankan peranan sebagaimana mestinya. 3. Pelaksanaan konseling keluarga tentunya memiliki beberapa tahapan pelaksanaan. Apa yang akan terjadi apabila anda melakukan konseli keluarga namun tidak mengikuti langkah-langkah konseling ? Jawaban: tahapan merupakan salah satu runtutan yang bisa digunakan oleh seseorang dalam melakukan suatu pekerjaan. Tahapan bisa juga disebut pedoman dasar, apabila pedoman dasar tidak diikuti dengan baik maka hasil pencapaian proses konseling juga akan kurang maksimal. Namun, bisa saja jika ingin melakukan pengembangan dari tahapan dasar yang ada sebagai bentuk penyesuaian dengan permasalahan dan objek yang dihadapi. 4. “Hubungan diantara kedua orang tua memperngaruhi hubungan antara anggota keluarga”, jelaskan mengenai asusmsi dasar tersebut! Jawaban: Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat, dimana apabila dalam suatu keluarga memiliki hubungan yang harmonis antara kedua orang tua yaitu ayah dan ibu maka keluarga tersebut akan bahagia, tetapi sebaliknya jika hubungan ayah dan ibu tidak harmonis maka keluarga tersebut tidak bahagia oleh sebab itu orang tua bertanggung jawab kepada tumbuh kembang anak karena untuk menghasilkan individu yang berkualitas baik, hubungan kedua orang tua yang sangat berperan dalam mensosialisasikan nilai-nilai kebaikan kepada anaknya. Sesibuk apapun orang tua, komunikasi antara orang tua dan anak harus lah tetap berjalan agar anak dapat merasa diperhatikan dan anak merasa senang jika diperhatikan oleh orang tuanya. 5. Dalam konseling keluarga, ada salah satu anggota keluarga yang tidak mengemukakan pendapatnya maka upaya apa yang dapat dilakukan oleh konselor dalam menyelesaikan permasalahan tersebut? Jawaban: dengan melaui pendekatan atau relasi kepada salah satu angggota tersebut agar ia bersedia mengungkapkan pendapat untuk menyelesaikan masalah dalam keluarganya. Dalam melakukan pendekatan konselor harus mampu mengeskplorasi klien tersebut hingga ia merasa nyaman sampai ia mampu mengungkapkan pendapatnya. Kompetensi Konselor Keluarga | 29 DAFTAR PUSTAKA Buku Gladding. (2015). Konseling Profesi yang Menyeluruh. Jakarta: Indeks Sayekti, P. (1994). Bimbingan dan Konseling Keluarga. Yogyakarta : Menara Mas Offset Willis, S, S. (2015). Konseling Keluarga (Family Counseling). Edisi 4. Bandung: Alfabeta Jurnal Online Hamindiah, I. R. (2015). Bimbingan Konseling Islam dengan Terapy Rational Emotive dalam Menangani Stress: Studi Kasus Seorang Remaja yang Stress di Desa Kalangsemanding Kec. Perak Kab. Jombang. [Online]. Tersedia: http://digilib.uinsby.ac.id/4093/. [5 November 2018] Hasnida. (2002). Family Counseling. [Online] repository.usu.ac.id. diakses tanggal 5 november 2018 Laili, F. M & Nuryono, W. (2015). Jurnal Penerapan Konseling Keluarga untuk Mengurangi Kecanduan Game Online pada Siswa Kelas VIII SMP N 21 Surabaya. [Online]. Tersedia: Jurnalmahasiswa.unesha.ac.id. [5 november 2018] Ni’mah, U. (2010). Studi Analisis Terhadap Teknik Konseling Keluarga Pada Program Sakinah Mawaddah Warahmah (Samara) Di Radio Dakta 107 Fm. Skripsi Sarjana Komunikasi Islam pada UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Risdawati, S. (2015). Urgensi Konseling Keluarga Dalam Menciptkan Keluarga Sakinah. [Online]. Tersedia: Ejournal.perpustakaanstainpsp.net. [5 November 2018] Yustiana, Y. R. (2000). Pedoman dan Materi Konseling Keluarga Penanggulangan NAFZA. Jawa Barat. [Online]. Tersedia: file.upi.edu. [27 November 2018] Kompetensi Konselor Keluarga | 30