2. Analisis Puisi Hanya karya Sapardi Djoko Damono HANYA hanya suara burung yang kaudengar dan tak pernah kaulihat burung itu tapi tahu burung itu ada di sana hanya desir angin yang kaurasa dan tak pernah kaulihat angin itu tapi percaya angin itu di sekitarmu hanya doaku yang bergetar malam ini dan tak pernah kaulihat siapa aku tapi yakin aku ada dalam dirimu A. Jenis Puisi Penggunaan bahasa yang sederhana dan bernas memudahkan orang awam dalam membaca ataupun mengartikan puisi beliau sehingga banyak puisi-puisinya yang populer. Keunikan ini dapat kita lihat dalam puisi Hanya. Puisi ini mudah dipahami isinya sebab hampir semua kata-katanya terbuka serta tidak banyak menggunakan lambang dan metafora sehingga tergolong ke dalam puisi diafan. B. Gaya Bahasa Seperti yang telah disebutkan dalam jenis puisi, penggunaan lambang dan metafora dalam puisi diafan umumnya sedikit atau bahkan nyaris tidak ada. Dalam puisi ini, penggunaan kata-kata yang ditemui cukup lugas dan gampang dimengerti sehingga sedikit ditemukan adanya gaya bahasa. Adapun gaya bahasa yang dapat ditemukan dalam puisi ini adalah personifikasi yang terdapat pada bait ketiga baris pertama yang menjadikan sebuah benda mati, yaitu doa, seolah-olah mahluk hidup yang dapat bergetar dan bergerak. penggalannya; “hanya doaku yang bergetar malam ini” Berikut C. Citraan Menurut Rachmat Djoko Pradopo, dalam bukunya Pengkajian Puisi (1990) citraan adalah sarana puitik untuk memberi gambaran yang jelas, untuk menimbulkan suasana yang khusus, untuk membuat (lebih) hidup gambaran dalam pikiran dan penginderaan dan juga untuk menarik perhatian. Gambaran ini adalah sebuah efek dalam pikiran yang sangat menyerupai gambaran yang dihasilkan oleh penangkapan kita terhadap sebuah objek. Penggolongan jenis citraan berbeda-beda tergantung opini dari ahli sastra. Adapun pendapat yang digunakan pada makalah ini ialah pendapat Rahmat Djoko Pradopo dalam bukunya yang berjudul Pengkajian Puisi: Analisis Strata Norma dan Analisis Struktural dan Semiotik (1990). Dalam bukunya, beliau membagi citraan ke dalam 7 jenis, yaitu penglihatan, pendengaran, perabaan, pengecapan, penciuman, pemikiran dan gerakan. Dari 7 jenis tersebut, citraan yang ditemukan dalam puisi ada 5 yaitu, citraan penglihatan, pendengaran, dan perabaan, pemikiran dan gerakan. Citraan Penglihatan Citraan Penglihatan merupakan Citraan yang bersentuhan dengan indra penglihatan. Citraan penglihatan merupakan jenis yang paling banyak ditemukan dalam puisi. Rangsangan yang dirangsang oleh citraan penglihatan kepada indra penglihatan akan menjadikan bayangan imajinasi yang tidak terlihat seolah-olah nyata. Berikut penggalan yang menunjukkan citraan penglihatan dalam puisi. dan tak pernah kaulihat burung itu dan tak pernah kaulihat angin itu dan tak pernah kaulihat siapa aku Citraan Pendengaran Citraan Pendengaran merupakan citraan yang dihadirkan dengan mengurai atau mendeskripsikan bunyi. Berikut penggalan yang menunjukkan citraan pendengaran dalam puisi. hanya suara burung yang kaudengar hanya desir angin yang kaurasa Penggunaan kata desir juga memiliki unsur bunyi sebab memiliki arti tiruan tiupan bunyi angin. Citraan Perabaan Citraan Perabaan berkenaan dengan aktivitas perabaan. Citraan perabaan berkenaan dengan citraan gerak bahwa melalui citraan ini, kita seolah-olah dihadapakan dengan sebuah benda padat dan selanjutnya dapat dipegang. hanya desir angin yang kaurasa Dalam satu bait dapat terdapat lebih dari satu citraan. Berdasarkan definisi kata desir memang berarti tiruan tiupan bunyi, namun dalam konteks keseluruhan, dapat dipahami bahwa angin tersebut dirasakan oleh kulit sehingga dapat sekaligus memiliki citraan perabaan pula. Citraan Pemikiran Citraan pemikiran jarang disebutkan maupun dibahas dalam pengelompokkan di teori-teori pengkajian lainnya, namun citraan ini disebutkan dalam buku Pengkajian Puisi karya Rahmat Djoko Pradopo. Adapun definisinya tidak disebutkan secara gamblang, tetapi dapat dimengerti sebagai citraan yang sifatnya abstrak dan berwujud dalam pemikiran manusia. Citraan ini sering disamakan dengan citraan penglihatan meski fungsinya tidak sama betul. Berikut penggalan yang menunjukkan citraan pemikiran dalam puisi. tapi tahu burung itu ada di sana tapi percaya angin itu di sekitarmu tapi yakin aku ada dalam dirimu Citraan Gerakan Citraan ini menggambarkan sesuatu yang sesungguhnya tidak bergerak, tetapi dilukiskan sebagai dapat bergerak, ataupun gambaran gerak pada umumnya. Berikut penggalan yang menunjukkan citraan gerakan dalam puisi. hanya doaku yang bergetar malam ini Citraan Pengecapan Citraan pengecapan merupakan citraan yang berkenaan dengan indra pengecapan. Tidak ditemukan jenis citraan ini dalam puisi Hanya. Citraan Penciuman Citraan ini merupakan citraan yang menonjolkan peran indra pembau. Citraan ini merupakan jenis citraan yang paling jarang digunakan. Tidak ditemukan jenis citraan ini dalam puisi Hanya. D. Nada Nada memiliki pengertian sebagai sikap penyair terhadap apa yang diungkapkan melalui sebuah cipta sastra (Effendi, 1982:133). Suatu nada biasanya selalu bertalian erat dengan suasana (Suharianto, 1981:53—56). Nada sajak-sajak Sapardi Djoko Damono lebih banyak menyiratkan sikap pesimisme, ironis, dan sedikit nada menggurui. Lahirnya nada-nada yang demikian dikarenakan adanya dukungan dari suasana sepi, resah, galau, duka, dan mitis. Keadaan demikian dimulai dari sajak-sajaknya yang terkumpul pada bunga rampai Angkatan 66: Prosa dan Puisi (H.B. Jassin, 1968) sampai pada Sihir Hujan (1984). Beliau memang lebih setia dengan nada-nada demikian dalam kepenyairannya. Meski sering menggunakan nada pesimis dalam karyanya, nada yang digunakan dalam puisi Hanya cenderung optimis, khidmat, dan serius. Hal ini berkaitan dengan tema kepercayaan pada tuhan dan hubungan antara tuhan dan hambanya yang bernada sufistik. Adapun sastra sufistik cenderung memang berciri khas memiliki nada optimis dan khidmat.