Uploaded by Jetmanyanto Kirik Allo

PHT-08

advertisement
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10
PERAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA
13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA
KARAKTERISTIK GEOLOGI TEKNIK DAN ZONA KEMAMPUAN GEOLOGI
TEKNIK UNTUK PEMUKIMAN DESA PAGERHARJO DAN DESA NGARGOSARI,
KECAMATAN SAMIGALUH, KABUPATEN KULON PROGO, PROVINSI DAERAH
ISTIMEWA YOGYAKARTA
Gea Aryo Wijanarko1*
I Gde Budi Indrawan2
1
Departemen Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada
Jl. Grafika No. 2 Kampus UGM, Yogyakarta 55281
*[email protected]
*[email protected]
ABSTRAK
Peningkatan jumlah penduduk Desa Pagerharjo dan Desa Ngargosari, Kecamatan Samigaluh,
Kabupaten Kulon Progo tiap tahunnya (0,01%, BPS Kulon Progo, 2014 dan 2015) menuntut
peningkatan kebutuhan pemukiman, namun Desa Pagerharjo dan Desa Ngargosari termasuk dalam
daerah yang memiliki indeks bahaya tanah longsor sedang hingga tinggi (BPBD, 2015). Data geologi
teknik yang tersedia untuk wilayah Kulon Progo saat ini hanya terbatas pada peta geologi teknik
regional dengan skala 1:100.000 yang kurang detail untuk suatu rencana pembangunan pemukiman
pada kondisi geologi yang cukup kompleks. Metode penelitian yang digunakan yaitu penyelidikan
sifat fisik dan keteknikan batuan dan tanah, analisis kerentanan bencana geologi, kemiringan lereng
dan pengukuran kedalaman muka airtanah. Satuan geologi teknik daerah penelitian yaitu tersusun oleh
Satuan Andesit, Satuan Batugamping dan Satuan Breksi. Daya dukung batuan dan tanah dibedakan
menjadi zona batuan pada perbukitan dan zona tanah keras pada dataran. Kedalaman muka airtanah
dibagi menjadi 3 yaitu muka airtanah dangkal (<1 m), muka airtanah sedang (1 – 3 meter) dan muka
airtanah dalam (>3 m). Kemiringan lereng daerah penelitian yaitu kemiringan sangat rendah (0 o – 8o),
rendah (8o – 30o) dan menengah (30o – 70o). Berdasarkan hasil proses overlay, parameter zona
kemampuan geologi teknik dibedakan menjadi zona kemampuan geologi teknik tinggi, zona
kemampuan geologi teknik sedang dan zona kemampuan geologi teknik rendah. Parameter kerentanan
bencana geologi memberikan pengaruh yang signifikan dalam pembagian zona kemampuan geologi
teknik. Hasil penyelidikan menunjukkan bahwa beberapa wilayah di daerah penelitian memiliki
kemampuan geologi teknik tinggi untuk dapat dikembangkan menjadi wilayah pemukiman.
1.
Pendahuluan
Desa Pagerharjo dan Desa Ngargosari berada di daerah perbukitan yang memiliki
ketinggian antara 262 meter hingga 937 meter diatas permukaan laut. Menurut Novianto dkk.
(1997) Desa Pagerharjo dan Desa Ngargosari termasuk dalam Satuan Geomorfologi
Perbukitan Tinggi dengan kemiringan lereng yang sedang hingga curam. Batuan yang
menyusun Desa Pagerharjo dan Desa Ngargosari didominasi oleh Formasi Jonggrangan,
Formasi Kebobutak serta batuan intrusi Andesit (Rahardjo dkk. 1995).
Desa Pagerharjo dan Desa Ngargosari termasuk dalam daerah yang memiliki indeks
bahaya tanah longsor sedang hingga tinggi (BPBD, 2015), namun sebagian penduduknya
memilih untuk tetap tinggal walaupun longros terjadi di beberapa tempat yang juga memakan
korban jiwa. Pertambahan jumlah penduduk di kedua desa tersebut membuktikan sebagian
penduduknya memilih untuk tetap tinggal dimana total jumlah penduduk Desa Pagerharjo dan
Desa Ngargosari pada tahun 2015 sebesar 8307 mengalami kenaikan dari yang sebelumnya
pada tahun 2014 hanya berjumlah 8248 penduduk atau bertambah 0,01% (BPS Kulon Progo,
2014 dan 2015). Seiring dengan bertambahnya penduduk maka akan bertambah pula
290
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10
PERAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA
13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA
kebutuhan akan pembangunan untuk pemukiman, oleh karena itu pengembangan kawasan
pemukiman di kedua desa tersebut harus mempertimbangkan kemampuan geologi teknik
untuk menjamin keberlangsungan konstruksi pemukiman serta mencegah kerugian harta
maupun kehilangan nyawa.
Data geologi teknik yang tersedia untuk wilayah Kulon Progo saat ini hanya terbatas
pada peta geologi teknik regional dengan skala 1:100.000. Peta geologi teknik dengan skala
tersebut kurang detail untuk suatu rencana pembangunan yang memiliki kondisi geologi yang
cukup kompleks, sehingga kemudian pemetaan geologi teknik dengan skala yang lebih
mendetail akan lebih bermanfaat untuk rencana pembangunan.
Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui karakteristik geologi teknik Desa
Pagerharjo dan Desa Ngargosari dengan hasil berupa peta geologi teknik dengan skala
1:25.000 yang kemudian dari peta geologi teknik tersebut dapat dikembangkan untuk
pembuatan zona kemampuan geologi teknik Desa Pagerharjo dan Desa Ngargosari.
2.
Metode Penelitian
Pemetaan geologi teknik skala 1:25.000 dilakukan untuk memperoleh parameter –
parameter yang digunakan dalam zonasi kemampuan geologi teknik untuk pemukiman,
meliputi kemiringan leren, daya dukung batuan dan tanah, kemudahan penggalian batuan dan
tanah, kedalaman muka airtanah dan kerentanan bencana geologi. Masing – masing parameter
tersebut diberikan bobot menggunakan analytical hierarchy process (AHP). Bobot tertinggi
diberikan pada parameter kerentanan bencana geologi berdasarkan pertimbangan bahwa
kerentanan tinggi terhadap salah satu atau lebih bencana geologi mengurangi kemampuan
wilayah untuk dijadikan pemukiman secara signifikan, sebaik apapun kondisi parameter
lainnya. Biaya pekerjaan rekayasa mitigasi bencana geologi diperkirakan jauh lebih tinggi
dibandingkan biaya pekerjaan rekayasa untuk memperbaiki kondisi buruk parameter lainnya.
Masing – masing parameter diklasifikan menjadi tiga sub parameter, dengan nilai 1 untuk
kondisi sub parameter terburuk hingga 3 untuk kondisi sub parameter terbaik. Skor tiap sub
parameter diperoleh dari perkalian nilai sub parameter dan bobot parameter.
Kemiringan lereng terkait dengan kemudahan pengerjaan konstruksi dan dikelompokkan
menurut klasifikasi kemiringan lereng berdasarkan tingkat kemudahan pekerjaan keteknikan
yang diusulkan oleh Novianto dkk (1997).
Besarnya beban tiap meter persegi bangunan rumah sederhana menurut Pedoman
Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan Gedung (Departemen Pekerjaan Umum, 1987)
adalah sekitar 20 kPa. Batuan dan tanah umumnya (kecuali jenis tanah lempung atau lanau
sangat lunak, gambut, tanah organik, dan tanah urugan) memiliki kisaran nilai daya dukung
izin lebih tinggi daripada beban bangunan rumah sederhana (Bienawski, 1993 dalam Singh
dan Goel, 2011; BSI, 1986). Dengan demikian, parameter daya dukung batuan dan tanah
untuk pemukiman dikelompokkan menjadi batuan, tanah keras dengan daya dukung izin > 20
kPa, dan tanah sangat lunak dengan daya dukung izin < 20 kPa. Daya dukung izin tanah di
daerah penelitian dihitung dengan persamaan yang diusulkan oleh Terzaghi (1943; dalam
Budhu, 2010) menggunakan nilai sudut fraksi dalam (φ) tanah yang diperoleh melalui uji
dynamic cone penetrometer (DCP) hingga kedalaman 1 meter.
Kemudahan penggalian batuan dan tanah untuk pemasangan pondasi konstruksi
ditentukan berdasarkan kekuatan batuan utuh (hasil uji point load) dan jarak rata – rata antar
diskontinuitas yang diusulkan oleh Pettifer dan Fookes (1994) dalam Gurocak dkk. (2007).
291
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10
PERAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA
13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA
Kedalaman muka airtanah terkait dengan kedalaman pondasi konstruksi dan tangki septik
yang umumnya berada pada kedalaman 1 meter. SNI no. 03.2398 (2002) (Badan Standarisasi
Nasional, 2002) mensyaratkan kedalaman muka airtanah yang aman untuk konstruksi tangki
septik ukuran kecil (untuk melayani satu keluarga) minimum 1,5 meter. Semakin dalam
kedudukan muka airtanah, semakin baik daya dukung tanah dalam menopang pondasi
konstruksi dan semakin mudah pemasangan atau pembangunan pondasi konstruksi. Selain itu,
semakin dalam kedudukan muka airtanah, semakin kecil kemungkinan pencemaran airtanah
oleh limbah dalam tangki septik. Parameter kedalaman muka airtanah dalam penelitian ini
dikelompokkan menurut klasifikasi yang disusun oleh Umi dan Sutarjan (2000).
Menurut syarief (2013), informasi bencana geologi digunakan untuk memperkirakan
bencana geologi yang bisa menjadi kendala pada rekayasa teknik dan wilayah yang mungkin
terdampak. Parameter kerentanan bencana geologi dalam penelitian ini didasarkan pada peta
kerentanan bencana geologi longsoran dan gempa bumi yang telah disusun oleh Badan
Perencanaan Daerah (BAPEDA) Provinsi Darah Istimewa Yogyakarta (2008). Kedua bencana
geologi tersebut dianggap paling berpotensi terjadi di daerah penelitian. Kedua peta
kerentanan bencana geologi diberi nilai dan bobot sesuai dengan tingkat kerentanannya di
daerah penelitian (kerentanan sedang hingga tinggi terhadap bencana longsor dan kerentanan
rendah hingga sedang terhadap gempabumi) dan selanjutnya dilakukan proses overlay.
Kerentanan bencana tertinggi (nilai terendah) dipilih pada zona dimana terdapat dua atau
lebih kerentanan bencana yang bertampalan. Dengan menggunakan metode ini, bobot
kerentanan bencana geologi tidak perlu mengalami perubahan untuk daerah lain dengan jenis
atau jumlah kerentanan bencana berbeda.
Interval kelas zona kemampuan geologi teknik dibagi terutama mempertimbangkan
parameter kerentanan bencana geologi karena diberikan bobot tertinggi (39%). Zona
kemampuan geologi teknik (ZKGTT) memiliki interval kelas 2,61 – 3,00. Mengacu pada
definisi yang diusulkan oleh Novianto dkk. (1997), ZKGTT merupakan zona dengan tingkat
kerentanan bencana geologi rendah dan diizinkan untuk dilakukan pembangunan konstruksi
pemukiman. Pada ZKGTT dapat dilakukan rekayasa keteknikan bila diperlukan namun lebih
sedikit, karena keadaan geologi teknik yang memadai. Zona kemampuan geologi teknik
sedang (ZKGTS) memiliki interval kelas 2,22 – 2,61. ZKGTS merupakan zona dengan
tingkat kerentanan bencana geologi sedang (meskipun parameter daya dukung batuan dan
tanah, kedalaman muka airtanah, kemiringan lereng, kemudahan penggalian tanah dapat
bernilai tinggi) sehingga dapat dilakukan pembangunan konstruksi pemukiman namun
membutuhkan penyelidikan lebih detail dan rekayasa keteknikan pada lokasi yang akan
dibangun konstruksi. Zona kemampuan geologi teknik rendah (ZKGTR) memiliki interval kelas
1,00 – 2,22. ZKGTR merupakan zona dengan tingkat kerentanan bencana geologi tinggi dan
membutuhkan rekayasa keteknikan yang tinggi sehingga tidak direkomendasikan dibangun konstruksi.
3.
Karakteristik Geologi Teknik
3.1 Kondisi Geomorfologi
Morfologi Desa Pagerharjo dan Ngargosari secara umum berupa perbukitan dan dataran.
Proses geomorfik yang berlangsung berupa pelapukan dan erosi batuan di lereng perbukitan
dan pengendapan material terutama pada daerah dataran. Berdasarkan tingkat kemudahan
pekerjaan rekayasa, kemiringan lereng di daerah penelitian dapat diklasifikasikan menjadi tiga
kelas kemiringan lereng yaitu sangat rendah (0 – 8o), rendah (8 – 30o) dan menengah (30 –
70o) seperti terdapat di Gambar 2. Pelamparan dari kelas kemiringan lereng sangat rendah
memiliki luas sebesar 4,03 km2 atau 23,98%, kemiringan rendah memiliki luas sebesar 2,56
292
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10
PERAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA
13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA
km2 atau 15.36% dan kelas kemiringan menengah memiliki luas 10,19 km2 atau dengan
prosesntase sebesar 60,66% dari luas Desa Pagerharjo dan Ngargosari.
3.2 Karakteristik Batuan dan Tanah
Desa Pagerharjo dan Ngargosari tersusun oleh 3 satuan geologi teknik seperti dapat
dilihat di Gambar 1 yaitu Satuan Batugamping, Satuan Andesit dan Satuan Breksi Andesit.
Satuan Breksi Andesit merupakan anggota dari Formasi Andesit Tua. Pada bagian permukaan
teramati diskontinuitas berupa rekahan dengan jarak antar diskontinuitas sekitar 1,5 m hingga
2 m. Kekuatan batuan (UCS) pada satuan batuan ini berkisar antara 0,67 Mpa hingga 1,37
Mpa dengan densitas sekitar 1,7 g/cm3. Tingkat kemudahan penggalian pada satuan ini
berkisar dari sulit hingga sangat baik.
Satuan Andesit merupakan anggota Formasi Andesit Tua (Rahardjo dkk.m 1977;
Novianto dkk., 1997) dan tersusun oleh batuan andesit berwarna abu – abu, sedikit lapuk
hingga lapuk sedang. Kekuatan batuan (UCS) pada satuan Andesit berkisar antara 525 Mpa
hingga 775 Mpadengan densitas rata – rata 3,08 gr/cm3. Tingkat kemudahan penggalian pada
satuan Andesit ini berkisar dari Sangat Sulit Dibajak hingga Perlu Peledakan.
Satuan Batugamping termasuk dalam Formasi Jonggrangan yang tersusun atas
batugamping berwarna putih hingga putih keabu – abuan, ukuran butir halus, umumnya telah
terkristalisasi dan telah mengalami pelarutan sehingga terbentuk lubang – lubang.
Batugamping pada satuan ini berstruktur masif, memiliki kekuatan batuan sekitar 60,4 Mpa
dengan densitas 2,3 g/cm3. Tingkat kemudahan penggalian pada satuan ini merupakan perlu
peledakan.
Hasil pengukuran Dynamic Cone Penetrometer (DCP) pada tanah hingga kedalaman 1 m
menunjukan daya dukung izin tanah di daerah penelitian berkisar antara 106,17 kPa hingga
379,13 kPa. Dengan demikian daya dukung izin tanah di daerah penelitian lebih dari beban
rumah sederhana (beban >20 kPa).
3.3 Kondisi Struktur Geologi
Tidak ditemukan struktur geologi pada daerah ini baik itu struktur geologi berskala
mayor maupun struktur geologi berskala minor.
3.4 Kondisi Hidrogeologi
Kedalaman muka airtanah pada daerah penelitian dibagi menjadi tiga, yaitu dangkal (<1
m), menengah (1 – 3 m), dan dalam (>3 m) (Gambar 4). Menurut PokJa Sanitasi Kabupaten
Kulon Progo (2012), airtanah di wilayah perbukitan di daerah penelitian terdapat pada
kedalaman lebih dari 25 m dan hanya ditemukan pada rekahan – rekahan batuan. Kemiringan
lereng terjal pada wilayah ini menyebabkan air hujan yang jatuh di saluran – saluran sungai
dan mengalir ke daerah hilir, sehingga wilayah ini memiliki potensi airtanah yang rendah.
Sesuai hasil penelitian kedalaman muka airtanah dangkal pada daerah ini memiliki luas
sekitar 0,12 km2 atau 0,73%, kedalaman muka airtanah menengah memiliki luas sekitar 2,2
km2 atau 13,1% dan kedalaman muka airtanah dalam memiliki luas 14,47 km2 atau 86,17%
dari luas desa Pagerharjo dan Ngargosari.
3.5 Kerentanan Bencana Geologi
Peta kerentanan bencana geologi didapatkan hanya dari peta kerentanan bencana longsor
saja dikarenakan hanya faktor bencana berupa longsor saja yang memiliki kerawanan bencana
tingkat sedang hingga tinggi. Kerentanan bencana gempabumi, bencana banjir, bencana
gunungapi serta bencana tsunami hanya memiliki tingkat kerawanan rendah pada daerah ini
sehingga hanya kerawanan bencana longsor saja yang digunakan. Terdapat 3 tingkat kerawan
293
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10
PERAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA
13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA
bencana longsor pada daerah ini yaitu rendah, sedang dan tinggi yang dapat dilihat di Gambar
3.
4.
Hasil dan Pembahasan
Zonasi kemampuan geologi teknik untuk pemukiman di daerah penelitian terdiri dari
zona kemampuan geologi teknik tinggi (ZKGTT), zona kemampuan geologi teknik sedang
(ZKGTS) dan zona kemampuan geologi teknik rendah (ZKGTR). ZKGTS memiliki luas
paling dominan dengan prosentase sebesar 62,76% karena kondisi geologi teknik daerah
penelitian yang umumnya tersusun oleh batuan yang memiliki daya dukung tinggi dan
kedalaman muka airtanah yang dalam yang aman untuk pembuatan pondasi walaupun
memiliki kemiringan lereng yang menengah hingga tinggi yang dapat menyulitkan pengerjaan
konstruksi dan memiliki potensi bencana longsor.
ZKGTT merupakan daerah dengan faktor geologi yang baik untuk pembangunan rumah
sederhana. Faktor geologi teknik yang menyebabkan zona ini memiliki kemampuan tinggi
antara lain kemiringan lerengnya yang berkisar dari rendah hingga menengah sehingga
pembangunan konstruksi relatif mudah dilakukan. Daya dukung izin pada zona ini pada
umumnya sangat tinggi karena hampir seluruh wilayah zona ini tersusun oleh batuan. Tingkat
kemudahan penggalian pada zona ini yaitu sulit digali sehingga penggalian pada zona ini
dapat dilakukan dengan menggunakan alat berat berspesifikasi rendah. Kedalaman muka
airtanah pada zona ini yaitu sedang (1 – 3m) hingga dalam (>3m) sehingga zona ini relatif
aman utuk konstruksi pondasi dangkal dan relatif rendah kemungkinan terjadinya pencemaran
airtanah oleh limbah tangki septik. Bencana geologi pada zona ini memiliki tingkat
kerawanan rendah. Sebagian besar faktor geologi yang menjadi parameter dalam zonasi
kemampuan lahan untuk wilayah permukiman pada zona ini sangat mendukung untuk
pembangunan rumah sederhana sehingga relatif tidak memerlukan atau hanya sedikit
memerlukan upaya dan biaya rekayasa. Dengan demikian zona ini sangat disarankan dan
direkomendasikan untuk dijadikan wilayah pemukiman.
ZKGTS merupakan daerah yang memiliki keseimbangan antara faktor geologi teknik
yang baik dan tidak baik untuk bangunan pemukiman. Faktor geologi teknik yang baik untuk
pembangunan rumah sederhana pada zona ini antara lain sebagian besar wilayah pada zona ini
tersusun oleh batuan yang mampu untuk mendukung bangunan rumah sederhana. Kedalaman
muka airtanah pada zona ini yaitu dangkal (<1m), sedang (1 – 3m) hingga dalam (>3m).
Tingkat kemudahan penggalian pada zona ini berkisar dari sulit digali hingga sangat sulit
dibajak sehingga untuk melakukan penggalian dapat menggunakan alat berat dengan
spesifikasi rendah. Pada zona ini terdapat daerah dengan kemiringan lereng rendah dengan
pelamparan cukup luas.
Faktor geologi teknik yang menjadi kendala pada ZKGTS yaitu tingkat kerawanan
bencana longsor yang tinggi pada sebagian besar wilayah zona ini. Kemiringan lereng
menengah hingga tinggi juga menjadi kendala di zona ini pada saat melakukan pembangunan
konstruksi pada daerah ini. Kedalaman muka airtanah yang dangkal dan menengah juga
menjadi kendala dimana kemungkinan untuk terjadi pencemaran airtanah oleh limbah tangki
septik lebih besar dan tidak terlalu aman untuk konstruksi pondasi. Pembangunan pemukiman
pada zona ini tetap dapat dilakukan namun dibutuhkan penelitian yang lebih merinci yang
juga membutuhkan lebih banyak upaya dan biaya rekayasa keteknikan dibandingkan pada
ZKGTT.
294
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10
PERAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA
13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA
ZKGTR merupakan daerah yang memiliki faktor geologi teknik yang buruk untuk
dijadikan wilayah pemukiman rumah sederhana. Kendala pada zona ini antara lain
kemiringan lereng yang rendah (8o – 30o) hingga menengah (30o – 70o), kerawanan bencana
geologi berupa longsor yang tinggi serta kemudahan penggalian yang berkisar dari sulit digali
hingga butuh peledakan sehingga diperlukan alat berat serta peledak untuk menggali pada
zona ini. Zona ini memiliki kelebihan antara lain tersusun oleh batuan yang umumnya
memiliki kualitas massa bataun baik sehingga mampu untuk mendukung beban bangunan
rumah sederhana, kedalaman muka airtanah juga merupakan salah satu kelebihan dari zona ini
dimana kedalaman muka airtanah pada zona ini termasuk dalam kelompok dalam (>3m).
Kendala pada zona ini lebih banyak daripada kelebihannya sehingga zona ini tidak
direkomendasikan untuk dijadikan wilayah pemukiman.
5. Kesimpulan
Morfologi Desa Pagerharjo dan Ngargosari secara umum berupa perbukitan dan dataran
dengan kemiringan lereng berkisar antara 0o – 70o. Satuan Breksi Andesit, Satuan Andesit dan
Satuan Batugamping menjadi litologi penyusun dari kedua desa. Daya dukung izin tanah di
kedua desa lebih tinggi dari beban rumah sederhana. Tingkat kemudahan penggalian massa
batuan di kedua desa berkisar antara sulit digali hingga perlu peledakan. Struktur geologi
tidak dapat ditemukan di daerah ini. Kedalaman muka airtanah di sebagian besar wilayah
kedua desa ini cukup dalam. Kedua desa rentan terkena bencana geologi berupa longsor.
Secara umum Desa Pagerharjo dan Desa Ngargosari didominasi oleh kelompok ZKGTS
dan ZKGTR. Kelompok ZKGTS memiliki luas 10,53 km2dimana pada zona ini agak besar
kemungkinan untuk dikembangkan namun membutuhkan penyelidikan lebih detail,
sedangkanZKGTR yang tidak direkomendasikan untuk dibangun sebagai pemukiman
memiliki luas 6,04 km2, daerah yang termasuk ZKGTT dan disarankan untuk digunakan
untuk pemukiman hanya memiliki luas sekitar 0,21 km2 atau hanya memiliki prosentase sebesar
1,23%,
Acknowledgements
Penelitian ini didanai oleh Departemen Teknik Geologi Fakultas Teknik UGM melalui Hibah
Penelitian Dosen Tahun 2017.
Daftar Pustaka
Bieniawski, Z.T..(1989).Engineering Rock Mass Classifications: A Complete Manual For
Engineers and Geologist in Mining, Civil, and Petroleum Engineering. A WileyInterscience publication, New York, hal.250.
Badan Pusat Statistik Kabupaten Kulon Progo. (2014&2015). Samigaluh Dalam Angka 2015.
BPS Kabupaten Kulon Progo , Yogyakarta.
Dearman, W.R..(1991).Engineering Geological Mapping.Butterworth-Heinemann Ltd.,
Oxford, hal.413.
Fauzian G., Indrawan I.G.B.. (2016). Zona Kemampuan Geologi Teknik Untuk Pemukiman
Desa Purwoharjo dan Gerbosari Yogyakarta. Proceeding, Seminar Nasional Kebumian
Ke-9.
Novianto, M.W.A., Djadja, Wahyudin, dan Hermawan. (1997).Peta Geologi Teknik Lembar
Yogyakarta. skala 1:100.000, 1 lembar.Direktorat Geologi Tata Lingkungan , Bandung.
295
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10
PERAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA
13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA
Rahardjo, W., Sukandarrumidi, Rosidi, H.M.D.. (1995).Peta Geologi Lembar Yogyakarta.
skala 1:100.000, 1 lembar. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi , Bandung.
Gambar 1. Peta Geologi Teknik
296
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10
PERAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA
13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA
Gambar 2. Peta Kemiringan Lereng
297
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10
PERAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA
13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA
Gambar 3. Peta Kerawanan Bencana Geologi
298
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10
PERAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA
13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA
Gambar 4. Peta Kedalaman Muka Airtanah
299
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10
PERAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA
13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA
Gambar 5. Peta Tingkat Kemudahan Penggalian
300
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10
PERAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA
13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA
Gambar 6. Zona Kemampuan Geologi Teknik
301
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10
PERAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA
13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA
Tabel 1. Kriteria penilaian zonasi kemampuan geologi teknik untuk pemukiman
Parameter
Sub-Parameter
Kelas Bobot Skor
Batuan segar-sangat lapuk
3
0,66
Batuan lapuk ekstrim, tanah
Daya dukung batuan dan
2
0,22 0,44
padat
tanah
Tanah lunak
1
0,22
Mudah digali
3
0,24
Kekuatan material
Sulit digali-luar biasa sulit
2
0,08 0,16
terhadap kemudahan
dibajak
penggalian
Perlu peledakan
1
0,08
<8
3
0,42
Kemiringan lereng
0,14 0,28
terhadap kemudahan
8-30
2
pengerjaan konstruksi (°)
>30
1
0,14
>3
3
0,51
Kedalaman muka airtanah
1-3
2
0,17 0,34
terhadap pondasi dan septic
tank (m)
<1
1
0,17
Rendah
3
1,17
Kerentanan bencana
Sedang
2
0,39 0,78
geologi
Tinggi
1
0,39
302
Download