TUGAS PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER EVALUASI WAKTU TUNGGU PENGADAAN OBAT RSUD Prof. Dr. MARGONO SOEKARJO PERIODE APRIL-MEI 2019 Disusun Oleh: Kelompok III Aulia Nurwidyawati (STIFAR/1061811019) Ilma Nurhidayati (UAD/1807062005) Miraziza Amanda (USB/1820364035) Rezky Fajriyati Mujahidah (UII/18811130) Wiwin Fujiati Aswa (UMP/1808020131) Yulisma Sudarsi (UMP/ 1808020215) PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO APRIL-MEI 2019 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ............................................................................................................... i DAFTAR ISI ........................................................................................................................ vii DAFTAR LAMPIRAN ...........................................................................................................x BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................................1 1.1 Latar Belakang Masalah..................................................................................................1 1.2 Tujuan .............................................................................................................................2 1.3 Manfaat ...........................................................................................................................2 BAB II STUDI PUSTAKA .....................................................................................................3 2.1 Pengadaan Obat di Rumah Sakit .....................................................................................3 2.2 Lead Time........................................................................................................................5 BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................................6 3.1 Hasil ................................................................................................................................6 BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................................7 4.1 Kesimpulan ...................................................................................................................12 4.2 Saran..............................................................................................................................12 DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................13 ii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manajemen logistik terdiri dari delapan fungsi, yaitu fungsi perencanaan dan penentuan kebutuhan, fungsi penganggaran, fungsi pengadaan, fungsi pengendalian, fungsi penyimpanan dan penyaluran, fungsi pemeliharaan, fungsi pemusnahan, dan fungsi pengawasan (Seto, dkk. 2012). Manajemen logistik obat merupakan hal yang sangat penting bagi rumah sakit karena persediaan obat yang terlalu besar maupun terlalu sedikit akan membuat instalasi farmasi rumah sakit mengalami kerugiaan. Kerugiaan yang diperoleh berupa biaya persediaan obat yang membesar serta terganggunya kegiatan operasional pelayanan (Verawaty dkk, 2010). Dampak negatif secara medis maupun ekonomis akan dirasakan rumah sakit jika terjadi ketidakefektifan dalam melakukan menajemen obat (Anshari, 2009). Tingkat kualitas pengelolaan obat di farmasi Rumah Sakit perlu dinilai dan salah satu tolok ukur yang digunakan untuk menilai adalah indikator (Dirjen Binfar dan Alkes, 2008).Indikator-indikator pengelolaan obat meliputi persentase ketersediaan dana, persentase penyimpangan perencanaan, frekuensi pengadaan tiap item obat, kecocokan antara laporan persediaan dan kartu stok obat, persentase obat kadaluarsa dan atau rusak, persentase rata-rata waktu kekosongan obat dari set indikator, persentase obat yang dilayani, persentase ketepatan waktu pengiriman, dan kecocokan antara stok opname dengan kartu stok obat (Azis. S dkk, 2005). Salah satu kegiatan untuk menjamin ketersediaan obat yakni dapat memaksimalkan pengadaan dengan memastikan memenuhi 3 syarat penting pengadaan yaitu sesuai rencana, sesuai kemampuan, system atau cara pengadaan sesuai ketentuan (Seto dkk, 2012). Penundaan pengadaan obat dapat menyebabkan efek kekosongan obat yang dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas pasien. Salah satu faktor yang dapat mendorong keefektifan pengadaan obat yakni dengan mengoptimalkan waktu tunggu (Lead Time) pengadaan obat. Lead time adalah waktu tunggu obat mulai direncanakan hingga obat diterima. Variabilitas dapat menyebabkan terjadinya dua hal yakni kekosongan stok dan kelebihan stok yang dapat meningkatkan biaya simpan (Anand, H., et al., 2016). Oleh karena itu perlu dilakukan evaluasi waktu lead Time pengadaan obat mulai dari direncanakan sampai barang sampai digudang farmasi Rumah Sakit 1.2 Tujuan Mengevaluasi waktu tunggu (lead time) pengadaan obat e-katalog sitostatik, obat non e-katalog non sitostatika, dan alkes baikE-catalogue maupun non E-cataloguedi gudang farmasi RSUD Prof. Margono Soekarjo Purwokerto. 1.3 Manfaat 1. Memberikan gambaran rata-rata waktu tunggu (lead time) pengadaan obat ekatalog sitostatik, obat non e-katalog non sitostatika, dan alkes baik E-catalogue maupun non E-cataloguedi RSUD Prof. Margono Soekarjo Purwokerto 2. Memberikan gambaran supplier tercepat dan supplier terlama dalam pengadaan obat 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengadaan Obat di Rumah Sakit Pengadaan barang dan jasa adalah kegiatan untuk memperoleh barang dan jasa oleh kementrian/Lembaga atau satuan kerja perangkat daerah atau institusi yang prosesnya dimulai dari perencanaan sampai diselesaikannya seluruh kegiatan untuk memperoleh barang dan jasa (Satibi,2016). Pengadaan merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang telah direncanakan yang disetujui melalui pembelian produksi atau pembuatan sediaan farmasi, dan sumbangan/hibah. Tujuan pengadaan adalah untuk mendapatkan perbekalan farmasi dengan harga yang layak, mutu yang baik, pengiriman barang yang terjamin tepat waktu, proses berjalan lancer dan tidak memerlukan tenaga serta waktu yang berlebihan. Dalam menentukan jumlah pengadaan perlu diketahui adanya stock minimum dan maksimum, stok rata-rata, stock pengaman, reordering level, economic order quantity, waktu tunggu dan batas kadaluwarsa. Beberapa jenis obat dan bahan aktif yang mempunyai kadaluwarsa relative pendek harus diperhatikan waktu pengadaannya, untuk itu harus dihindari pengadaan dalam jumlah besar (Depkes RI,2004). 1. Kriteria atau Persyaratan Pemasok Untuk Pemilihan pemasok perlu diperhatikan atau dibatasi dengan hal-hal sebagai berikut : 1. Memiliki izin pedagang besar farmasi/industry farmasi 2. Bagi pedagang besar farmasi (PBF) harus mendapat dukungan dari industry farmasi yang memiliki sertifikat CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik) atau c-GMP 3. Bagi industi farmasi yang telah memiliki sertifikat CPOB 4. Pedagang besar farmasi sebagai supplier harus memiliki reputasi yang baik dalam bidang pengadaan obat. 5. Pemilik dan atau apoteker penanggung jawab PBF, apoteker penanggung jawab produksi dan quality control industry farmasi tidak dalam proses pengadilan atau tindakan yang berkaitan dengan profesi kefarmasian. 3 2. Penentuan Waktu Pengadaan dan Kedatangan Obat Waktu pengadaan dan waktu kedatang obat dari berbagai sumber anggaran perlu ditetapkan atau diusulkan oleh unit pengelola obat (UPO) atau Gudang farmasi, berdasarkan hasil analisis data : a. sisa stok b. jumlah obat yang akan diterima sampai dengan akhir tahun ajaran c. frekuaensi pemakaian/indeks musiman d. waktu tunggu atau lead time Berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia No 16 Tahun 2018, terdapat 5 metode pengadaan: 1. E-Purchasing E-Purchasing adalah tata cara pembelian Barang/Jasa melalui sistem katalog elektronik.Katalog elektronik atau E-Catalogue adalah sistem informasi elektronik yang memuat daftar, jenis, spesifikasi teknis dan harga barang tertentu dari berbagai Penyedia Barang/Jasa Pemerintah. E-purchasing dilaksanakan untuk Barang/ Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang sudah tercantum dalam katalog elektronik. Kendala dalam e-purchasing: a. Waktu tunggu lama (30 – 60 hari) b. Stok barang belum tersedia dalam jumlah besar untuk memenuhi permintaan nasional (sering kosong dan tidak ada kepastian ketersediaanbarang) c. Kesulitan untuk masuk ke dalam sistem d. Apabila data hilang setelah masuk ke dalam sistem, jika diketik ulang maka akan tercatat sebagai permintaan dua kali (Perpres No 70 tahun 2012). 2. Pengadaan Langsung Pengadaan Langsung adalah Pengadaan Barang/Jasa Langsung kepada Penyedia Barang/Jasa, tanpa melalui Pelelangan / Seleksi/Penunjukan Langsung dan paling banyak Rp. 200.000.000,00. 3. Penunjukan Langsung Metode pemilihan penyedia barang/jasa dengan cara menunjuk langsung 1 (satu) penyedia barang/ jasa dalam keadaan tertentu.Pekerjaan Pengadaan dan distribusi bahan 4 obat, obat dan alat kesehatan habis pakai dalam rangka menjamin ketersediaan obat untuk pelaksanaan peningkatan pelayanan kesehatan masyarakat yang jenis dan harganya telah ditetapkan oleh Menteri yang bertanggung jawab di bidang kesehatan. 4. Tender cepat Tender cepat dilaksanakan dalam hal spesifikasi, volume dan pekerjaan yang sudah dapat ditentukan secara rinci, pelaku usaha telah terkualifikasi dam system informasi kinerja penyedia. Pelaksanaan pemilihan melalui Tender Cepat dengan ketentuan sebagai berikut: Peserta telah terkualifikasi dalam Sistem Informasi Kinerja Penyedia; Peserta hanya memasukan penawaran harga; Evaluasi penawaran harga dilakukan melalui aplikasi; Penetapan pemenang berdasarkan harga penawaran terendah. 5. Tender Tender dilaksanakan dalam hal tidak dapat menggunakan metode pemilihan penyedia E-purchasing, pengadaan langsung, penunjukan langsung dan tender cepat. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No 72 Tahun 2016, Pengadaan dapat dilakukan melalui: 1) Pembelian Untuk Rumah Sakit Pemerintah pembelian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai harus sesuai dengan kekentuan pengadaan baran dan jasa yang berlaku Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembelian adalah: Kriteria Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai, yang meliputi kriteria umum dan kriteria mutu obat Persyaratan pemasok Penentuan waktu pengadaan dan kedatangan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai Pemantauan rencana pengadaan sesuai jenis, jumlahdan waktu. 2) Produksi Sediaan Farmasi Instalasi Farmasi dapat memproduksi sediaan tertentu apabila: Sediaan Farmasi tidak ada di pasaran; Sediaan Farmasi lebih murah jika diproduksi sendiri; 5 Sediaan Farmasi dengan formula khusus; Sedian Farmasi dengan kemasan yang lebih kecil (Repacking) ; Sediaan Farmasi untuk penelitian; dan Sediaan Farmasi yang tidak stabil dalam penyimpanan atau harus dibuat baru (recenter paratus) Sediaan yang dibuat di Rumah Sakit harus memenuhipersyaratan mutu danterbatas hanya untuk memenuhikebutuhan pelayanan di Rumah Sakit tersebut. 3) Sumbangan/Dropping/Hibah Instalasi Farmasi harus melakukan pencatatan dan pelaporan terhadap penerimaan dan penggunaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Habis Pakai sumbangan/dropping/ hibah. Seluruh kegiatan penerimaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dengan cara sumbangan/dropping/hibah harus disertai dokumen administrasi yang lengkap dan jelas. Agar penyediaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan,dan Bahan Medis Habis Pakai dapat membantu pelayanan kesehatan, maka jenis Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai harus sesuai dengan kebutuhan pasien di Rumah Sakit. Instalasi Farmasi dapat memberikan rekomendasi kepada pimpinan Rumah Sakit untuk mengembalikan/menolak sumbangan/dropping/hibah SediaanFarmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang tidak bermanfaat bagi kepentingan pasien Rumah Sakit. 2.2 Lead Time Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1121/Menkes/Sk/Xii/2008, Waktu Tunggu adalah waktu yang dihitung mulai dari permintaan obat oleh unit pengelola obat sampai dengan penerimaan obat. Pada umumnya waktu tunggu berkisar antara 3 s/d 6 bulan. Lead Time adalah waktu yang dibutuhkan sejak rencana diajukan sampai dengan obat diterima. Cara menghitung kebutuhan lead time adalah dengan cara menghitung pemakain rata-rata dikali waktu tunggu (bulan) sejak perencanaan obat diajukan sampai obat diterima (Anand, H., et al.,2016) 6 BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Tabel 1.Lead Time Keseluruhan Masing-masing Jenis Pengadaan No. 1. Jenis Pengadaan Waktu Tunggu Obat E-Katalog Sitostatika Industri/Distributor dengan lead time terpendek Nama Lead time Distributor (hari) Industri/Distributor dengan lead time terpanjang Nama Distributor Aventis Pharma dan Corsa Lead time (hari) Molex Ayus 13 PT. Marga Nusantara Jaya 10 PT. Rajawali Nusindo 55 3. Waktu Tunggu Alkes non E-Katalog Perdagangan Farmasi Nitra 16 Bumi Karya 59 4. Waktu Tunggu Alkes E-Katalog Stardec 9 3M 67 2. Waktu Tunggu Obat non E-Katalog nonSitostatika 69 3.2 Pembahasan Aspek yang perlu dipertimbangkan dalam perencanaan obat di Rumah Sakit yaitu standarisasi obat atau formularium, anggaran, pemakaian periode sebelumnya, stok akhir dan kapasitas gudang, lead time dan stok pengaman, jumlah kunjungan dan pola penyakit, standar terapi, dan penetapan kebutuhan obat. Salah satu parameter yang turut menentukan proses distribusi perbekalan farmasi dan bahan medis habis pakai adalah waktu tunggu pengadaan obat (lead time) di gudang farmasi. Lead time adalah waktu tunggu pemesanan obat atau waktu yang dibutuhkan dari mulai perencanaan sampai obat diterima secara utuh beserta dokumennya di gudang farmasi RS. Salah satu parameter yang turut menentukan proses distribusi perbekalan farmasi dan bahan medis habis pakai adalah waktu tunggu pengadaan obat (lead time) di gudang farmasi. Lead time adalah waktu tunggu pemesanan 7 obat atau waktu yang dibutuhkan dari mulai perencanaan sampai obat diterima secara utuh beserta dokumennya di gudang farmasi RS. Lead time merupakan salah satu indikator penting yang berpengaruh terhadap perencanaan serta pegendalian persediaan obat. Evaluasi waktu tunggu pengadaan obat (lead time) berfungsi untuk membantu menentukan distributor mana yang memiliki waktu tunggu yang cepat maupun yang lambat, sehingga unit layanan pengadaan dapat mempertimbangkan pemilihan distributor, sedangkan pihak manajemen gudang farmasi dapat menentukan jumlah pesanan tetap (EOQ), reorder point (ROP) serta menyesuaikan jumlah stok aman (safety stock) sehingga dapat mencegah terjadinya kekosongan stok di gudang. Berdasarkan data yang diperoleh dari gudang farmasi Rumah Sakit Margono Soekardjo, dapat dilakukan perhitungan lead time keseluruhan, lead time PBF, dan lead time Surat Pesan (SP). Lead time keseluruhan adalah lead time dari usulan perencanaan sampai barang datang. Lead time PBF adalah lead time keseluruhan dikurangi lead time SP. Lead time SP adalah waktu menunggu dari usulan perencanaan sampai pemesanan. Berdasarkan data yang diperoleh dari industri dan distributor (PBF) untuk masing-masing jenis pengadaan, yaitu untuk obat-obat e-katalog sitostatika, obat-obat non e-katalog non-sitostatika, alkes non ekatalog dan alkes e-katalog yang terlampir pada tabel 1. Lampiran tersebut menunjukkan lead time keseluruhan dari masing-masing item. Berdasarkan hasil perhitungan lead time keseluruhan, industri yang memiliki lead time terpendek selama 13 hari pada jenis pengadaan obat e-katalog sitostatika adalah Molex Ayus dengan item obat Metilprednisolon tablet 4 mg dan Natrium fusidat krim 20% (20 mg/g), sedangkan yang memiliki lead time terpanjang selama 69 hari adalah item Analog insulin long acting injeksi 100 IU/mL, vial/cartridge disposible/penfill cartridge dari Aventis Pharma dan Asam traneksamat tablet 500 mg dari Corsa. Lead time sp pada obat e-katalog sitostatika memiliki rata-rata selama 14,7 hari, lead time distributor memiliki rata-rata selama , dan lead time keseluruhan memiliki rata-rata 33,5 hari. Hasil perhitungan lead time keseluruhan untuk obat non ekatalog non-sitostatika, distributor yang memiliki lead time terpendek selama 10 hari adalah PT. Marga Nusantara Jaya dengan item obat Curcuma sirup 60 mL dan Curcuma tablet salut selaput 20 mg, sedangkan yang memiliki lead time terpanjang selama 55 hari adalah PT. 8 Rajawali Nusindo dengan item kombinasi Lidokain HCl 20 mg + Epinefrin 12,5 mcg Injeksi, Albumin tablet 500 mg, Vitamin B1 Injeksi, dan Iopamidol 30 mL. Lead time sp pada obat non e-katalog non-sitostatika memiliki rata-rata selama 12,8 hari, lead time distributor memiliki rata-rata selama 10,7, dan lead time keseluruhan memiliki rata-rata 23,6 hari. Hasil perhitungan lead time keseluruhan untuk alkes non e-katalog, distributor yang memiliki lead time terpendek selama 16 hari adalah Perdagangan Farmasi Nitra dengan item vp flushing device standart, vp peritoneal tube high pressure, vp peritoneal tube medium, dan vp ventricular tube standart, sedangkan yang memiliki lead time terpanjang selama 59 hari adalah Bumi Karya dengan item plastik klip 10x15, plastik klip 12x20, plastik klip 15x25, plastik klip 7x10, plastik klip warna biru 10x15 cm, plastik klip warna biru 7x10 cm, plastik klip warna hijau 10x15 cm, plastik klip warna hijau 7x110 cm, plastik klip warna kuning 10x15 cm, plastik klip warna kuning 7x10 cm, tas kresek kecil, dan tas kresek tanggung. Lead time sp pada alkes non e-katalog memiliki rata-rata selama 33 hari, lead time distributor memiliki rata-rata selama 11,5, dan lead time keseluruhan memiliki rata-rata 43 hari. Hasil perhitungan lead time keseluruhan untuk alkes e-katalog, industri yang memiliki lead time terpendek selama 9 hari adalah Stardec dengan item sarung tangan non steril nitrile M, sedangkan yang memiliki lead time terpanjang selama 67 hari adalah 3M dengan item masker N 95, tegaderm wound dressing 9 x 10, dan tegaderm wound dressing 9 x 25. Lead time sp pada alkes e-katalog memiliki rata-rata selama 34 hari Berdasarkan Tabel 1 menunjukkan bahwa lead time terpanjang mencapai lebih dari 30 hari. Untuk mencegah agar kedatangan barang yang lama tidak memberikan dampak buruk pada distribusi obat di Rumah Sakit margono Soekarjo, maka diperlukan pengendalian persediaan yang baik. Pengendalian persediaan yang baik antara lain meliputi: 1. Menentukan perhitungan safety stock yang tepat Dalam menghadapi ketidakpastian dalam pengiriman barang maka gudang harus memiliki persediaan pengaman (Safety Stock) untuk menghindari kekosongan obat. Safety stock bertujuan untuk menentukan berapa besar stok yang dibutuhkan selama masa tunggu sampai barang datang yang digunakan untuk memenuhi besarnya permintaan. Safety stock dihitung dengan menggunakan rumus berikut: SS = LT x CA 9 Keterangan: SS : Safety stock LT : Lead time CA : Consumption average (rata-rata penggunaan sehari atau sebulan) 2. Menentukan stok minimum Stok minimum merupakan minimal persediaan yang diatur untuk mencegah persediaan habis. Level persediaan minimal harus juga dikendalikan dengan dasar perhitungan stok minimal dalam upaya keberlanjutan persediaan obat. Rumus stok minimal: Smin = (LT x CA) + SS = 2 x SS Smin = 2 x Safety stock Berdasarkan data diatas dapat diambil kesimpulan bahwa masih terdapat distributor yang memiliki lead time cukup panjang hingga melebihi 2 bulan. Panjangnya lead time diduga karena alasan-alasan sebagai berikut: a. Kendala transportasi seperti jarak distributor yang jauh b. Kendala administrasi, contoh: belum ada faktur c. Kendala obat ED dekat, sehingga PBF menunda/tidak berani mengirim karena khawatir ditolak oleh RS d. Keterlambatan dalam pengiriman dari industri/pabrik obat e. Terjadi kelangkaan obat di pabrik / PBF f. Hambatan internal berupa anggaran yang belum turun atau birokrasi pengadaan yang rumit sehingga menyebabkan pembuatan SP terhambat. 10 BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan 1. Waktu tunggu kedatangan barang terpendek antara lain : Obat e-katalog sitostatika adalah industri Molex Ayus dengan rata-rata selama 13 hari. Obat non e-katalog non sitostatika adalah distributor PT. Marga Nusantara Jaya dengan rata-rata selama 10 hari Alkes non e-katalog adalah distributor Perdagangan Farmasi Nitra dengan rata-rata selama 16 hari 2. Alkes e-katalog adalah industri Stardec dengan rata-rata selama 9 hari. Waktu tunggu kedatangan barang terpanjang antara lain: Obat e-katalog sitostatika adalah industri Aventis Pharma dan Corsa dengan ratarata selama 69 hari. Obat non e-katalog non-sitostatika adalah distributor Rajawali Nusindo selama 55 hari. Alkes non e-katalog adalah distributor Bumi Karya selama 59 hari. Alkes e-katalog adalah industri 3M selama 67 hari. 3. Lamanya waktu obat datang disebabkan karena terjadinya kelangkaan obat yang diminta dipabrik dan di PBF; kendala transportasi seperti jarak distributor yang jauh; kendala administrasi, contoh: belum ada faktur; kendala obat ED dekat, sehingga PBF menunda/tidak berani mengirim karena khawatir ditolak oleh RS; keterlambatan dalam pengiriman dari industri/pabrik obat; hambatan internal berupa anggaran yang belum turun atau birokrasi pengadaan yang rumit sehingga menyebabkan pembuatan SP terhambat. 11 4.2 Saran Saran yang dapat diberikan dari hasil evaluasi waktu tunggu pengadaan obat ini adalah adanya koordinasi dengan pejabat pengadaan mengenai hasil evaluasi waktu tunggu pengadaan obat di setiap periode nya sehingga ditemukan kesepakatan atau kebijakan yang akan dilakukan untuk menyelesaikan masalah dan dilakukan perencanaan khusus bagi item obat yang memiliki waktu tunggu paling lama dengan menambahkan jumlah permintaan obat agar tidak terjadi kekosongan obat, khususnya obat fast moving dan obat kategori vital (tidak bisa diganti) 12 DAFTAR PUSTAKA Anshari, M.(2009). Aplikasi Manajemen Pengelolaan Obat dan Makanan, Yogyakarta: Nuha Litera Offset. Azis, S., Herman, M.J., dan Mun’im, A. Kemampuan Petugas Menggunakan Pedoman Evaluasi Pengelolaan dan pembiayaan obat. Majalah Ilmu Kefarmasian, Vol. II, No.2, Agustus 2005. Hal 63. Departemen Kesehatan Republik Indonesia.2004. Keputusan Mentri Kesehatan Republik Indonesia tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah sakit dan Apotek. Jakarta. Menkes RI. 2016. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 72 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit. Jakarta :Departemen Kesehatan Republik Indonesia Menkes RI. 2008. Keputusan Menteri Kesehatan No. 1121/Menkes/Sk/Xii/2008 tentang Pedoman Teknis Pengadaan Obat Publik Dan Perbekalan Kesehatan Untuk Pelayanan Kesehatan Dasar. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia Presiden RI. 2018. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2018 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Jakarta : Presiden Republik Indonesia Seto, S., Nita.& Triana, L. 2012. Manajemen Farmasi, Lingkup: Apotek, Farmasi Rumah Sakit, Pedagang Besar Farmasi, Industri Farmasi. Surabaya: Airlang University Press. Satibi. 2016. Manajemen Obat di Rumah Sakit. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Verawaty, D.M., Damayanti, D.D., dan Santosa, B., (2010), Perencanaan Kebijakan Persediaan Obat Dengan Menggunakan Metode Probabilistik Continous Review (S,S) System Pada Bagian Instalasi Farmasi RS AMC, Teknik Industri Universitas Telkom, pp. 1-6. 13