Analisis Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pengambilan Keputusan Pembelian Generasi Y Terhadap Fashion Mewah Baru dan Bekas DISUSUN OLEH: Jeremy Kenny / 111610038 PROGRAM STUDI MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS MA CHUNG 2019 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era modern sekarang banyak orang yang lebih mengutamakan penampilan dirinya dibandingkan hal-hal lainnya. Seseorang lebih mengutamakan untuk membangun identitas dirinya pada lingkungan sosial. Hal ini tentunya membuat gaya hidup seseorang akan terus mengalami peningkatan di setiap waktunya. Peningkatan gaya hidup di Indonesia sendiri terus mengalami peningkatan yang dapat dilihat dari meningkatnya pusat pembelanjaan yang ada di kota-kota yang ada di Indonesia (William, 2017). Meskipun sudah banyak beredarnya pusat pembelanjaan yang menjual barang-barang mewah, namun tentunya dengan tingginya harga yang juga ditawarkan oleh pusat pembelanjaan tersebut membuat tidak semua masyarakat mau untuk membeli produk tersebut. Bahkan orang-orang yang mempunyai finansial yang terpenuhi juga terkadang lebih memilih untuk mengonsumsi barang bekas mewah ketimbang membelinya secara baru yang tentunya memiliki harga yang jauh lebih tinggi. Pada zaman sekarang setiap orang cenderung ingin tampil menarik dan berbeda dari yang lain. Biasanya remaja juga tidak segan – segan untuk membeli barang yang menarik dan mengikuti trend yang sedang ramai dipasaran, jika mereka tidak mengikuti maka cenderung mereka dianggap ketinggalan zaman. Para remaja biasanya membeli barang yang diinginkan bukan yang dibutuhkan. Oleh karena itu mereka terkadang menurunkan gengsinya untuk membeli produk preloved agar mereka dianggap orang yang berkelas oleh kerabatnya atau teman sebayanya. Semakin canggihnya teknologi yang ada pada saat ini semakin membantu setiap orang untuk membeli barang bekas melalui sosial media. (Daniel H, 2016) Generasi Y adalah generasi yang lahir di tahun 1977-1997, Gen ini populer dengan sebutan generasi milenial. Generasi ini percaya bahwa pendidikan adalah kunci untuk sukses dan mereka siap untuk menjadi pembelajar seumur hidup. Gen Y memiliki tingkat harga diri dan narsisme (menganggap diri lebih baik) lebih besar dari generasi sebelumnya, hal ini berdampak bagi ekspektasi besar mereka di tempat kerja (terkait dengan penghargaan dan kondisi kerja). Karena lahir di era kemajuan teknologi, perilaku Gen Y ini amat sangat bergantung dengan teknologi. Mereka bergantung pada internet untuk mencari beragam informasi termasuk mengumpulkan informasi sebelum mengambil keputusan pembelian suatu produk. Disamping itu generasi ini juga lebih konsumtif dari generasi sebelumnya, mereka senang menghabiskan uang untuk membeli gadget terbaru, kendaraan, jalan-jalan dan kumpul-kumpul dengan komunitasnya. Barang mewah baru merupakan barang-barang mahal yang dianggap masyarakat memiliki kualitas yang tinggi, ekslusif, dan menawarkan fasilitas atau fitur-fitur yang lebih. Barang mewah baru banyak dibeli oleh masyarakat yang tentunya memiliki keuangan yang bagus. Menurut Michael (Kompas.com, 2017), mengatakan bahwa masyarakat membeli barang mewah tersebut terdapat kepuasan tersendiri jika membeli barang mewah baru. Sedangkan menurut Cartu (Kompas.com,2017) mengatakan bahwa seseorang yang membeli barang mewah baru tentunya ingin menunjukkan bahwa dia telah menjadi orang sukses. Menurut Norton (Kompas.com, 2017) membeli barang mewah baru hanya untuk meningkatkan kesenangan orang tersebut hanya untuk jangka waktu yang pendek yang berarti hanya ditujukan untuk kesenangan orang tersebut sesaat pula. Barang mewah bekas atau barang preloved, merupakan alternatif yang dipilih konsumen ketika ingin produk berkualitas dengan harga lebih terjangkau oleh kalangan kelas menengah Indonesia. Barang preloved adalah barang bermerek yang belum pernah dipakai sama sekali, atau hanya dipakai sekali, harga jualnya rata-rata di bawah harga barang baru. Permintaan akan barang preloved dari merek prestisius (blue-chip brands) meroket dari tahun ke tahun, khususnya di tataran e-commerce. Tahun 2015, total transaksi barang fashion preloved branded sejenis (Channel, Gucci, Louis Vuitton) naik 37% dibandingkan periode sebelumnya, sedangkan pada tahun 2016 total pembelanjaannya melesat 50% (Wiwin Yulia, 2015). Dilansir dari Asia Luxury Index 2017, millennial tidak memiliki uang sebanyak generasi pendahulunya. Untuk dapatkan barang fashion kualitas terbaik, biasanya mereka membeli barangbarang branded secondhand dengan harga serendah mungkin, yang pastinya jauh lebih mudah dijangkau dibanding beli baru. Beli barang preloved juga pada dasarnya bukan tanpa pertimbangan. "Ketika seseorang baru menaikkan standar gaya hidupnya, mereka ingin memiliki barang bermerek namun sebisa mungkin tidak terlalu mahal. Tidak perlu keluaran terbaru karena yang paling penting adalah mereknya (Lia Kurtz,2015). Di lain pihak, banyak pula individu yang dengan giat berburu koleksi pre-loved karena barang yang diinginkan telah lewat dari musimnya dan sudah tidak tersedia lagi di butik, atau merupakan koleksi langka yang sangat sulit untuk didapatkan. Sehingga label “brand new” pun tidak lagi menjadi faktor utama yang menentukan seberapa bernilai suatu barang. Dalam pengambilan keputusan pembelian generasi Y terhadap fashion mewah baru dan bekas di Indonesia sendiri, produk fashion mewah bekas lebih banyak dilirik oleh masyarakat Indonesia. Hal ini cukup wajar terjadi dikarenakan negara Indonesia merupakan negara berkembang yang tentunya dengan membeli barang preloved bekas dapat memperoleh harga yang lebih murah. Selain harganya yang murah tentu kualitas barang preloved bekas dapat terjamin sehingga pembelian barang preloved bekas di Indonesia sendiri terus mengalami peningkatan. 1.2 Rumusan Masalah 1) Bagaimana pengaruh faktor budaya, sosial, pribadi, dan psikologis secara bersama-sama terhadap pengambilan keputusan pembelian generasi Y terhadap barang mewah baru dan barang mewah bekas? 2) Bagaimana pengaruh dari masing-masing faktor budaya, sosial, pribadi dan psikologis terhadap pengambilan keputusan pembelian generasi Y terhadap barang mewah baru dan barang mewah bekas? 1.3 Tujuan Penelitian 1. Untuk memahami pengaruh faktor budaya, sosial, pribadi dan psikologis secara bersama-sama terhadap pengambilan keputusan pembelian generasi Y terhadap barang mewah baru dan barang mewah bekas. 2. Untuk memahami pengaruh dari masing-masing faktor budaya, sosial, pribadi dan psikologis terhadap pengambilan keputusan pembelian generasi Y terhadap barang mewah baru dan barang mewah bekas. 1.4 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yang bersifat teoritis dan manfaat praktis sebagai berikut: a. Manfaat Teoritis, yaitu penelitian ini diharapkan dapat memberikan landasan pemikiran terkait dengan pengambilan keputusan pembelian generasi Y terhadap fashion mewah baru dan bekas. b. Manfaat Praktis, penelitian ini diharapkan dapat mengupayakan cara-cara bagi perusahaan dalam memberikan pelayanan yang tepat dan sesuai bagi konsumen Konsumen Generasi Y Dalam Pembelian Fashion Mewah Baru dan Bekas. Dengan memperhatikan faktor yang dapat mempengaruhi konsumen dalam melakukan proses pemilihan tipe merek, pemasar dapat memenuhi kebutuhan dan kepentingan konsumen terutama dalam kepentingan sosial mereka. Dengan demikian, pengusaha juga mendapat keunggulan kompetitif di tengah persaingan yang ada. BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Perilaku Konsumen Menurut Wardana (2011) perilaku konsumen merupakan gambaran pola perilaku konsumen dalam mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi dan membuang produk ataupun layanan yang mereka harapkan akan memuaskan kebutuhan mereka. Adapun pendapat Kotler dan Keller (2008), perilaku konsumen adalah pembelajaran mengenai bagaimana individu, kelompok dan organisasi memilih, membeli, menggunakan barang, jasa, ide,maupun pengalaman untuk memuaskan kebutuhan dan keinginannya. Sedangkan, menurut Suprapti (2010) berpendapat bahwa perilaku konsumen menunjukkan sebuah proses yang berkesinambungan, mulai dari sebelum konsumen melakukan tindakan pembelian, ketika pembelian, hingga setelah terjadinya pembelian. Pembelajaran mengenai perilaku konsumen juga tidak hanya berfokus pada saat konsumen bertransaksi dengan penjual, tetapi juga membahas aktivitas sebelum dan sesudah terjadinya transaksi antara pembeli dan penjual. Berdasarkan definisi-definisi di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa perilaku konsumen adalah sebuah pola atas tindakan konsumen dalam melakukan konsumsi produk melalui cara membeli, menggunakan, mengevaluasi, dan membuang produk yang dapat berupa barang maupun jasa. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen, Noviyarto (2010) menjelaskan bahwa factor-faktor penentu tersebut adalah: Usia Setiap konsumen memiliki kebutuhan yang berbeda-beda sesuai dengan usia mereka. Siklus hidup Siklus kehidupan setiap konsumen juga mempengaruhi pola konsumsi mereka. Dalam hal ini siklus hidup yang dimaksud adalah suatu urutan perkembangan perilaku konsumen melalui berbagai tahap, seperti pendewasaan diri, pengalaman pribadi, dan perubahan pendapatan serta status. Misalnya saat seorang individu sudah berkeluarga dan memiliki anak maka individu tersebut akan mengonsumsi asuransi untuk anaknya tersebut. Pekerjaan Pekerjaan seorang individu akan menggambarkan pola konsumsi tersendiri yang berbeda antar yang satu dengan yang lainnya. Lingkungan ekonomi Dalam hal ini, lingkungan ekonomi dapat diartikan sebagai penghasilan seorang individu. Pada umumnya, konsumen akan mengonsumsi produk berdasarkan kondisi ekonominya. Kepribadian dan konsep diri Kepribadian dan konsep diri seorang mempengaruhi pola konsumsinya. Mereka hanya akan mengonsumsi produk yang sesuai dengan konsep diri mereka, sangat kecil kemungkinan bagi konsumen untuk mengonsumsi produk yang tidak sesuai dengan kepribadian maupun konsep diri mereka. Gaya hidup dan nilai Gaya hidup (life style) adalah cara hidup konsumen, yang diidentifikasikan melalui aktivitas sehari-hari konsumen dan minat konsumen terhadap sesuatu. 2.2 Keputusan Pembelian 2.2.1 Definisi Keputusan Pembelian Proses keputusan untuk membeli dipengaruhi oleh bermacam-macam dorongan. Walaupun keputusan untuk membeli sama sekali tidak bisa dipaksakan oleh produsen, akan tetapi adanya motif-motif pembelian itu maka para produsen dapat mempengaruhi atau memperbesar kecenderungan para konsumen tersebut untuk membeli dengan berbagai cara diantaranya dengan mengadakan promosi untuk mengkomunikasikan keunggulan-keunggulan produk yang dihasilkan agar calon pembeli tertarik. Pengambilan keputusan adalah serangkaian proses pemilihan alternatif (Schiffman dan Kanuk,2009). Menurut Kotler dan Amstrong (2012) keputusan pembelian merupakan hasil dari suatu proses yang terdiri dari lima tahap: pengenalan kebutuhan, pencarian informasi, evaluasi alternatif, keputusan pembelian dan perilaku pasca pembelian. Setiadi (2010) mengatakan bahwa keputusan pembelian adalah proses pengintegrasian yang mengkombinasikan pengetahuan untuk mengevaluasi dua atau lebih perilaku alternatif, dan memilih salah satu diantaranya. Tahapan keputusan pembelian menurut Kotler dan Amstrong (2012) jika dijabarkan adalah: 1. Pengenalan Masalah Proses membeli diawali saat pembeli menyadari adanya masalah kebutuhan. Pembeli menyadari terdapat perbedaan antara kondisi sesungguhnya dengan kondisi yang diinginkannya. Kebutuhan ini dapat disebabkan oleh rangsangan internal dalam kasus pertama dari kebutuhan normal seseorang atau rangsangan eksternal seseorang. Munculnya kebutuhan seringkali terjadi secara spontan atau pada saat kebutuhan disadari. Pengembangan media suasana di mal atau pusat perbelanjaan sering menimbulkan pembelian spontan, tanpa perencanaan sebelumnya. Orang yang sebelumnya tidak menyadari kebutuhan dan tidak berencana membeli, menjadi tiba-tiba membeli. 2. Pencarian Informasi Informasi adalah hal utama yang akan digunakan konsumen dalam mengambil keputusan membeli atau tidak membeli suatu produk. Seseorang konsumen yang mulai timbul minatnya akan terdorong untuk mencari informasi yang lebih banyak. Salah satu factor kunci bagi pemasar adalah sumber-sumber informasi utama yang dipertimbangkan oleh konsumen dan pengaruh relatif dari masinng-masing sumber terhadap keputusan pembelian 3. Evaluasi Alternatif Evaluasi alternatif merupakan tahap proses keputusan pembelian dimana konsumen menggunakan informasi untuk mengevaluasi merek alternatif dalam sekelompok pilihan. Dalam tahap ini pembeli telah memiliki beberapa pilihan, dan membandingkan diantara pilihan tersebut dengan kriteria yang ditentukan secara pribadi. Kriteria perbandingan menyangkut manfaat yang diperolah dari masing-masing pilihan misalnya: kesesuaian ukuran, keawetan, fungsi, gengsi, kemudahan perawatan, harga pasca pembelian, kualitas dan warna. Harga yang mereka harus bayarkan juga menjadi kriteria pada masing-masing pilihan dan dibandingkan 4. Keputusan Membeli Tahap ini adalah tahap dimana pembeli telah menentukan pilihannya dan melakukan pembelian produk. Pembelian sendiri secara fisik bisa dilakukan oleh konsumen, namun bisa juga oleh orang lain. Terdapat perbedaan antara konsumen dan pembeli. Misalnya pada pembelian sabun mandi keluarga, bisa jadi yang membeli adalah pembantu, sedangkan yang mengkonsumsi. Dalam hal ini, konsumen juga melakukan konsumsi produk yang dibelinya, dan mulai bisa merasakan manfaat yang diterima, dan mulai bisa membandingkan dengan harapan yang sebelumnya dimiliki. Pada saat ini pula konsumen akan merasakan kepuasan atau ketidakpuasan 5. Perilaku Pasca Pembelian Tahap ini merupakan tahap proses keputusan pembeli dimana konsumen mengambil tindakan selanjutnya setelah pembeliaan dan konsumsi dilakukan dan berdasarkan kepuasan atau ketidakpuasan yang mereka rasakan. Konsumen tersebut juga akan terlibat dalam tindakan-tindakan sesudah pembelian dan penggunaan produk yang akan menarik minat pemasar. Pekerjaan pemasar tidak akan berakhir pada saat suatu produk dibeli, tetapi akan terus berlangsung hingga periode sesudah pembelian. Kepuasan pembeli merupakan fungsi dari seberapa dekat harapan pembeli atas produk tersebut dengan daya guna produk produk tersebut dibawah harapan pelanggan, pelanggan tersebut akan merasa dikecewakan. Tetapi, jika memenuhi harapan, pelanggan tersebut akan merasa puas, dan jika melebihi harapan, maka pelanggan tersebut akan merasa sangat puas. 2.3 Faktor Yang Mempengaruhi Keputusan Pembelian Menurut Kotler (2008), keputusan pembelian pada konsumen dipengaruhi oleh beberapa factor yaitu factor kebudayaan, sosial, pribadi dan psikologi dari konsumen. Sebagian besar faktor-faktor tersebut adalah factor yang tidak dapat dikendalikan (uncontrollable) oleh perusahaan, akan tetapi untuk mengkaji pengaruh-pengaruh terhadap perilaku pembelian hal ini harus benar-benar diperhitungkan. Pada penelitian Urfana (2013) tentang analisis pengaruh factor kebudayaan, sosial, pribadi dan psikologis terhadap keputusan pembelian makanan cepat saji pada konsumen KFC di jalan Walikota Medan, diketahui bahwa terdapat 4 faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen dalam keputusan pembelian pada konsumen. Selain itu pada penelitian Maltum (2013) yang meneliti mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan konsumen dalam membeli minyak goreng kemasan di kota Bangkalan, dikatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan konsumen dalam pembelian adalah faktor produk, harga, promosi, distribusi, usia, pendidikan, pendapatan dan jumlah anggota keluarga. Kemudian dari penelitian Haliana (2007) yang menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi konsumen dalam pengambilan keputusan pembelian produk mie instan merek indomie, faktor yang berpengaruh adalah faktor kebudayaan, sosial, pribadi, dan psikologis. Keempat faktor tersebut berpengaruh secara signifikan terhadap keputusan pembelian yang akan diambil oleh konsumen dalam pembelian Mie Instan Merek Indomie. Pada penelitian ini, faktor-faktor yang dipilih oleh penulis adalah faktor budaya, sosial, pribadi dan psikologis karena pada penelitian terdahulu dinyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara keempat faktor tersebut dengan keputusan pembelian. Maka dari itu peneliti memilih faktor budaya, sosial, pribadi, psikologis sebagai faktor yang berhubungan dengan keputusan pembelian pada konsumen. Faktor Budaya Faktor-faktor budaya memiliki pengaruh yang paling luas dalam perilaku konsumen, karena kebudayaan merupakan faktor penentu keinginan dan perilaku seseorang yang paling mendasar dimana kebudayaan sendiri merupakan nilai, persepsi, keinginan, dan perilaku dasar yang dipelajari seseorang dari keluarga dan lembaga kemasyarakatan penting lainnya dimana ia tinggal dan pengaruh ini akan terus ada dan terus berubah mengikuti perkembangan zaman. Menurut Kotler dan Amstrong (2008), faktor budaya terdiri dari: a. Budaya Merupakan serangkaian nilai, persepsi, keinginan, serta perilaku dasar yang dipelajari dari keluarga maupun instansi penting lainnya oleh anggota masyarakat. Menurut Destriana (2011) budaya adalah susunan nilai-nilai dasar seperti persepsi, keinginan dan perilaku yang dipelajari dari anggota suatu masyarakat, keluarga dan institusi lainnya. Setiap kebudayaan secara berangsur-angsur menghasilkan acuan-acuan perilaku sosial yang unik. Sedangkan kebudayaan adalah kompleks, yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan lain kemampuan-kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat. 1. Persepsi Proses mengartikan kesan yang diperoleh atau dipelajari dari keluarga maupun anggota lain yang ada di lingkungan masyarakat. 2. Keinginan Harapan akan terpenuhinya keinginan seseorang agar dapat mencapai perasaan puas. 3. Perilaku dasar Merupakan perilaku yang dipelajari oleh individu yang berasal dari keluarga maupun instansi penting lainnya. b. Sub-budaya Merupakan sekelompok orang yang mempunyai sistem nilai yang sama berdasarkan pada pengalaman dan situasi kehidupan yang serupa. Sub-budaya menurut Destriana (2011) yaitu setiap kebudayaan yang mengandung sub-budaya yang lebih kecil, atau sekelompok orangorang yang mempunyai sistem nilai yang sama berdasarkan pengalaman dan situasi kehidupan yang sama. Sub-budaya meliputi kewarganegaraan, agama, kelompok ras, dan daerah geografis. Sub-budaya juga dapat diartikan sebagai sistem nilai yang fungsinya adalah mendorong dan membimbing masyarakatnya menjawab tantangan yang mereka hadapi sepanjang masa, sistem nilai tersebut merupakan ciri identitas sebuah kelompok masyarakat budaya. c. Kelas Sosial Kelas sosial dapat diartikan sebagai pembagian kelompok masyarakat yang relative permanen dan relative teratur karena setiap anggota memiliki minat, nilai serta perilaku yang serupa. Destriana (2011) mengartikan kelas sosial sebagai bagian-bagian masyarakat yang relative permanen dan tersusun rapi yang anggota-anggotanya memiliki nilai, kepentingan dan perilaku yang serupa. Ukuran atau kriteria biasanya dipakai untuk menggolong-golongkan anggota-anggota masyarakat ke dalam kelas-kelas tertentu ialah, kekayaan, kekuasaan,kehormatan, dan ilmu pengetahuan. Begitu pula dengan penelitian Darmawati dan Subekti (2007) dikatakan bahwa faktor budaya meliputi budaya, sub-budaya, dan kelas sosial. Pada penelitian ini faktor budaya berperan sebagai faktor yang mempengaruhi keputusan pembelia para konsumen, sebagai faktor yang terdiri dari nilai-nilai yanag diperoleh individu di keluarga maupun kelompok masyarakat yang ada disekitarnya maka keputusan setiap individu dapat berbeda-beda sesuai dengan seberapa besar pengaruh dari faktor budaya yang mempengaruhinya. Faktor Sosial Perilaku konsumen juga dapat dipengaruhi oleh faktor sosial yang berpengaruh terhadap keputusan pembelian konsumen, dimana faktor-faktor sosial ini terdiri dari (Kotler dan Amstrong, 2008): a. Kelompok Perilaku konsumen umumnya dipengaruhi oleh individu yang lainnya, individu yang mempengaruhi tersebut dapat dimasukkan sebagai kelompok primer yang terdiri atas kelompok terdekat dari individu tersebut missal keluarga, teman dan tetangga. Sedangkan kelompok kedua adalah kelompok sekunder yang mempunyai interaksi yang lebih formal dan memiliki sedikit interaksi. Kelompok sekunder meliputi kelompok keagamaan, serikat buruh dan asosiasi professional. Kelompok yang terdiri dari kelompok-kelompok yang ada disekitar lingkungan seseorang tersebut dapat memiliki pengaruh langsung dan tidak langsung terhadap perilaku pada individu. b. Keluarga Keluarga merupakan sumber orientasi dalam perilaku karena anak akan cenderung memiliki perilaku yang sama dengan orang tuanya ketika anak melihat manfaat dan keuntungan yang dapat diperoleh dari perilaku orang tua. Selain itu, keluarga dapat diidentifikasikan sebagai suatu unit masyarakat yang terkecil yang perilakunya sangat mempengaruhi dan menentukan dalam pengambilan keputusan membeli (Destriana, 2011). Anggota keluarga terdiri dari dua atau lebih orang yang berhubungan melalui darah, perkawinan, atau adopsi dan tinggal Bersama. Anggota keluarga dapat sangat mempengaruhi dalam pengambilan keputusan pembelian terhadapa individu, keluarga mempunyai selera dan keinginan yang berbeda karena keluarga akan membentuk sebuah referensi yang sangat berpengaruh terhadap perilaku konsumen. c. Peran dan status dalam masyarakat Peranan merupakan kegiatan yang dilakukan dengan harapan dapat mengacu pada orangorang disekelilingnya. Sedangkan status adalah pengakuan umum masyarakat sesuai dengan peran yang dijalankan. Setiap peran dan status yang dimiliki oleh seseorang dapat berpengaruh pada perilakunya. Pada penelitian ini pembelian dapat dipengaruhi oleh keluarga, orang tua, teman serta orang-orang yang berada di lingkungannya, maka semakin tinggi pengaruh tersebut maka dapat semakin besar pula keputusan konsumen dalam melakukan pembelian. Faktor Pribadi Keputusan seseorang dalam melakukan pembelian dapat berpengaruh dari faktor-faktor pribadi yang berbeda-beda antara orang yang satu dengan lainnya yang disebabkan oleh faktor usia/tahap siklus hidup, pekerjaan, situasi ekonomi, gaya hidup, serta kepribadian dan konsep (Kotler dan Amstrong, 2008). 1. Usia/Tahap Siklus Hidup Selera masing-masing individu berbeda seiring dengan usianya, begitu pula dengan kegiatan konsumsi yang dibentuk oleh siklus hidup keluarga dan jumlah, usia, serta jenis kelamin. 2. Pekerjaan Berbedanya pekerjaan tiap individu menimbulkan pola konsumsi yang berbeda pula. 3. Situasi Ekonomi Pembelian produk juga sangat dipengaruhi oleh keadaan ekonomi seseorang karena kondisi ekonomi dipengaruhi oleh faktor-faktor ekonomi lain seperti tingkat bunga, inflasi harga, suplai uang, tingkat pengangguran serta tingkat pendapatan masyarakat yang dapat dibelanjakan. 4. Gaya Hidup Gaya hidup adalah pola kehidupan seseorang seperti yang diperlihatkannya dalam kegiatan, minat, dan pendapat-pendapatnya. Gaya hidup ini menggambarkan seseorang secara keseluruhan yang berinteraksi dengan lingkungan, disamping itu juga dapat mencerminkan sesuatu dibalik kelas sosial seseorang, misalnya kepribadian. Pola hidup seseorang dapat tergambar pada activity, interest,dan option (AIO) yang ada pada masingmasing individu. 5. Kepribadian dan Konsep Diri Kepribadian merupakan psikologis yang membedakan setiap individu yang menghasilkan tanggapan secara terus menerus dan konsisten terhadap lingkungannya. Selain itu, kepribadian adalah karakteristik psikologis unik seseorang yang menghasilkan tanggapantanggapan yang relatif konsisten dan menetap terhadap lingkungannya. Kepribadian biasanya dijelaskan dngan menggunakan ciri-ciri seperti kepercayaan diri, dominasi, ketaatan, kemampuan bersosialisasi, daya tahan, dan kemampuan beradaptasi. Sedangkan konsep diri adalah kepemilikan seseorang yang dapat mencerminkan identitas diri orang tersebut. Faktor pribadi termasuk kedalam reaksi individu terhadap situasi yang ada pada dirinya sendiri, dimana faktor pribadi ini berasal dari dalam diri masing-masing individu. Ketika konsumen akan membeli sebuah produk maupun jasa maka konsumen akan menyesuaikan produk/jasa tersebut dengan situasi dirinya. Maka dari itu dapat dikatakan bahwa faktor pribadi dapat mempengaruhi keputusan konsumen dalam pembelian. Faktor Psikologis Setiap individu ketika memiliki kebutuhan yang perlu dipenuhi maka akan muncul dorongan untuk melakukan kegiatan pembelian, hal inilah yang dimaksud dengan faktor psikologis yang mempengaruhi keputusan pembeian seseorang. Pilihan seseorang dalam pembelian juga dipengaruhi oleh empat faktor psikologi dari setiap individu antara lain (Kotler dan Amstrong, 2008). a. Motivasi Merupakan kebutuhan yang mendorong kuat seseorang untuk mencari kepuasan atas kebutuhannya. Motivasi individu dapat menjadi faktor yang terpenting dalam memulai dan mengatur keterlibatan dalam suatu kegiatannya karena seorang individu dalam kehidupan bermasyarakat juga memerlukan motivasi untuk menjalani hidupnya, motivasi sendiri juga dapat mempengaruhi seorang individu dalam melakukan pembelian. Motivasi ini pula yang membangun seseorang untuk melakukan perilaku pembelian. Maka dari itu motivasi dapat disebut sebagai suatu kebutuhan yang secara cukup dirangsang untuk membuat seseorang mencari keputusan atas kebutuhannya. b. Persepsi Proses menyeleksi, mengatur. Serta menginterpretasikan informasi guna membentuk gambaran yang memiliki arti. Terdapatnya perbedaan sifat dari masing-masing individu cenderung menyebabkan setiap orang memandang dunia dengan cara pandangnya sendiri. Beberapa orang yang menyaksikan suatu peristiwa yang sama akan memiliki pendapat dan penyampaian mengenai peristiwa tersebut dengan cara yang berbeda karena individu bertindak dan bereaksi berdasarkan persepsinya, bukan berdasarkan realita obyektif (Suprapti, 2010). Apabila konsumen berpikir mengenai sebuah realita maka hal tersebut bukanlah tentang realita yang sebenarnya, melainkan mengenai apa yang terjadi sesuai dengan yang ada pada pikirannya. Persepsi tersebutlah yang akan mempengaruhi tindakan, sikap, kebiasaan membeli, cara mengisi waktu luang dan lain-lain pada individu. c. Pembelajaran Meliputi perubahan perilaku pada seseorang yang berasal dari pengalaman sebelumnya. d. Keyakinan dan Sikap Keyakinan merupakan pemikiran deskriptif yang dipertahankan seseorang, sedangkan sikap merupakan perasaan, evaluasi, dan kecenderungan yang konsisten mengenai suka atau tidak seseorang terhadap suatu ide atau obyek. Kepercayaan/keyakinan ini akan membentuk citra produk dan merek, serta orang akan bertindak berdasarkan citra tersebut. Sedangkan sikap akan mengarahkan seseorang untuk berperilaku yang relative konsisten terhadap objek-objek yang sama. Maka dari itu keyakinan (belief) diartikan sebagai pemikiran deskriptif seseorang mengenai sesuatu. Sedangkan sikap (attitude) adalah evaluasi, perasaan, dan kecenderungan seseorang terhadap suatu obyek atau gagasan. Seorang pemasar biasanya memperhatikan keyakinan konsumennya akan produknya, seringkali seorang pemasar harus merubah iklannya untuk membentuk keyakinan seorang individu dalam penelitian suatu produk. 2.4 Generasi Y Milenial (juga dikenal sebagai Generasi Y, Gen Y atau Generasi Langgas) adalah kelompok demografi setelah Generasi X (Gen-X). Tidak ada batas waktu yang pasti untuk awal dan akhir dari kelompok ini. Para ahli dan peneliti biasanya menggunakan awal 1980-an sebagai awal kelahiran kelompok ini dan pertengahan tahun 1990-an hingga awal 2000-an sebagai akhir kelahiran. Milenial pada umumnya adalah anak-anak dari generasi Baby Boomers dan Gen-X yang tua. Milenial kadang-kadang disebut sebagai "Echo Boomers" karena adanya 'booming' (peningkatan besar), tingkat kelahiran pada tahun 1980-an dan 1990-an. Untungnya di abad ke 20 tren menuju keluarga yang lebih kecil di negara-negara maju terus berkembang, sehingga dampak relatif dari "baby boom echo" umumnya tidak sebesar dari masa ledakan populasi pasca Perang Dunia II. Karakteristik Generasi Y Karakteristik Milenial berbeda-beda berdasarkan wilayah dan kondisi sosial-ekonomi. Namun, generasi ini umumnya ditandai oleh peningkatan penggunaan dan keakraban dengan komunikasi, media, dan teknologi digital. Di sebagian besar belahan dunia, pengaruh mereka ditandai dengan peningkatan liberalisasi politik dan ekonomi; meskipun pengaruhnya masih diperdebatkan. Masa Resesi Besar (The Great Recession) memiliki dampak yang besar pada generasi ini yang mengakibatkan tingkat pengangguran yang tinggi di kalangan anak muda, dan menimbulkan spekulasi tentang kemungkinan krisis sosial-ekonomi jangka panjang yang merusak generasi ini 2.5 Product Fashion Menurut Karlyle (2014) mengatakan pakaian adalah perlambang dari jiwa, pakaian tidak dapat dipisahkan dari perkembangan sejarah kehidupan dan budaya manusia. Dengan kata lain, fashion dapat diartikan sebagai kulit segi sosial yang mengandung pesan dan juga cara hidup individu maupun komunitas tertentu yang menjadi bagian dari kultur sosial. Di samping itu, fashion juga bisa menunjukan identitas dari pemakainya. Oleh karena itu, wajar jika banyak kalangan yang menjadi sangat peduli dengan mode yang mereka kenakan. Sebab hal ini dianggap bisa berdampak pada nilai diri mereka dihadapan publik. Hal tersebut tentunya menjadi salah satu alasan mengapa fashion menjadi sangat penting dalam perkembangan kehidupan manusia. Kelebihan dan Kekurangan Fashion Mewah Baru dan Fashion Mewah Bekas Tidak dapat dipungkiri bahwa fashion merupakan kebutuhan setiap manusia, fashion berkembang menjadi beragam jenis, bahkan sekarang fashion digunakan untuk menunjang status setiap orang. Fashion mewah menjadi pilihan mudah bagi mereka untuk menunjukkan status dan mengikuti tren dunia, tapi harganya yang mahal terkadang membuat orang jadi berpikir lagi untuk membelinya. Sekarang ada juga yang menjual fashion mewah dengan kondisi bekas, hal ini memungkinkan bagi pecinta tren untuk membeli fashion mewah bekas ini dengan harga lebih murah daripada beli fashion mewah baru. Dari masing-masing kondisi fashion mewah (baru dan bekas) terdapat kelebihan dan kekurangan antara lain, yaitu: Fashion Mewah Baru a. Kelebihan Dapat dibeli langsung saat baru peluncuran produk, mengikuti tren sesuai waktunya, barang baru dilihat lebih keren dibanding barang bekas. b. Kekurangan Harga yang lebih mahal dibanding barang bekas. Fashion Mewah Bekas a. Kelebihan Harga yang lebih murah dibanding barang baru, barang tetap asli. b. Kekurangan Harus menunggu ada yang menjual barangnya dahulu, terlambat mengikuti tren karena tidak dapat dibeli pada saat peluncuran, kondisi barang tidak pasti 100% mulus seperti dari pabrik. 2.6 Penelitian Terdahulu Sasangka (2010) dalam penelitiannya yang bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh perilaku konsumen yang terdiri dari faktor budaya, sosial, pribadi dan psikologis terhadap keputusan untuk membeli produk minuman energi merek Extra Joss menggunakan Teknik analisis regresi linier berganda dengan jumlah responden 50 orang. Sasangka menyimpulkan bahwa faktor budaya, sosial, pribadi dan psikologis secara Bersama-sama berpengaruh terhadap keputusan pembelian produk minuman energi Extra Joss Bahar (2012) dalam penelitiannya yang bertujuan untuk mengetahui apakah faktor kebudayaan, sosial, pribadi dan psikologis secara simultan berpengaruh terhadap keputusan pembelian motor scuter matic Yamaha menggunakan Teknik analisis regresi linier berganda dengan jumlah responden 100 orang. Bahar menyimpulkan bahwa semua variable faktor budaya, sosial, pribadi, dan psikologis berpengaruh terhadap keputusan pembelian motor scuter matic Yamaha dan nilainya positif. Buwono (2010) dalam penelitiannya yang bertujuan untuk menganalisis pengaruh perilaku konsumen yang terdiri dari faktor budaya, sosial, pribadi dan psikologis terhadap keputusan dalam membeli produk kartu seluler menggunakan analisis statistic deskriptif dan inferensif dengan jumlah responden 120 orang. Buwono menyimpulkan bahwa faktor budaya, sosial, pribadi dan psikologis secara simultan atau Bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap pengambilan keputusan pembelian konsumen terhadap ketiga jenis produk kartu ponsel prabayar XL, Simpati dan IM3. Sari (2013) dalam penelitiannya yang bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan pembelian konsumen dalam membeli produk industry garment menggunakan teknik analisis faktor dengan jumlah responden 145 orang. Sari menyimpulkan bahwa hasil analisis faktor dari 8 variabel bebas yang dianalisis yaitu faktor produk, harga, saluran distribusi, promosi, budaya, sosial, pribadi dan psikologis, semuanya berpengaruh terhadap keputusan pembelian karena nilai Kaiser Meyer Olkin (KMO) Measure of Sampling Adequacy > 0,5. 2.7 Kerangka Berpikir Fashion Mewah Baru Fashion Mewah Bekas Faktor: 1. 2. 3. 4. Budaya Sosial Pribadi Psikologis Keputusan Pembelian Mempengaruhi Tidak Mempengaruhi 2.8 Model Penelitian Dari penelitian Haliana terdapat hubungan yang signifikan antara faktor budaya dengan keputusan pembelian dan Veterinawati (2013) mengatakan bahwa terdapat pengaruh faktor sosial terhadap keputusan pembelian. Kemudian, pada penelitian Urfana dan Sembiring (2012) dinyatakan bahwa faktor pribadi berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap keputusan pembelian dan faktor psikologis juga berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap keputusan pembelian. Penelitian ini menganalisis faktor-faktor yang menjadi pertimbangan generasi Y dalam keputusan pembelian fashion mewah baru dan fashion mewah bekas. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan pembelian terbagi dalam beberapa faktor yaitu faktor budaya, faktor sosial, faktor pribadi dan faktor psikologis. Berikut adalah model penelitian dari penelitian ini: Faktor Budaya (X1) Faktor Sosial (X2) Keputusan Pembelian (Y) Faktor Pribadi (X3) Faktor Psikologis (X4) 2.9 Hipotesis Penelitian Berdasarkan kajian teori penelitian terdahulu dan model penelitian ini, maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut: H1: Faktor budaya, sosial, pribadi dan psikologis berpengaruh positif secara simultan terhadap pengambilan keputusan pembelian generasi Y terhadap fashion mewah baru dan fashion mewah bekas. H2: Faktor budaya memiliki pengaruh positif terhadap pengambilan keputusan pembelian generasi Y terhadap fashion mewah baru dan fashion mewah bekas. H3: Faktor sosial memiliki pengaruh positif terhadap pengambilan keputusan pembelian generasi Y terhadap fashion mewah baru dan fashion mewah bekas. H4: Faktor pribadi memiliki pengaruh positif terhadap pengambilan keputusan pembelian generasi Y terhadap fashion mewah baru dan fashion mewah bekas. H5: Faktor psikologis memiliki pengaruh positif terhadap pengambilan keputusan pembelian generasi Y terhadap fashion mewah baru dan fashion mewah bekas. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kausal. Penelitian kausal adalah penelitian yang bersifat sebab akibat dimana terdapat variable independen (variable yang mempengaruhi) dan variable dependen (dipengaruhi) (Sugiyono, 2013). Metode penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yang banyak menggunakan angka, mulai dari pengumpulan data, penafsiran pada data yang diperoleh, hingga penampilan dari hasil penelitian yang lebih baik jika disertakan table, grafik maupun bagan (Arikunto, 2002). 3.2 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel Variable-variabel yang digunakan dalam penelitian adalah: X1 : Faktor Budaya X2 : Faktor Sosial X3 : Faktor Pribadi X4 : Faktor Psikologis Y : Keputusan Pembelian Penelitian ini dalam pengukuran variable menggunakan skala likert. Variabel Penelitian Definisi Variabel Faktor Budaya budaya adalah suatu cara hidup yang terdapat pada sekelompok manusia, yang berkembang dan diwariskan secara turun-temurun dari generasi ke generasi berikutnya. Faktor yang dipengaruhi oleh orang-orang disekitar kita Kepercayaan terhadap produk, kebiasaan mendengar tentang produk Skala Likert Keberadaan teman untuk memilih produk. Keberadaan Keluarga untuk memilih produk Skala Likert perilaku yang ditunjukkan melalui pencarian, pembelian, penggunaan, pengevaluasian dan penentuan produk atau jasa yang mereka harapkan dapat memuaskan kebutuhan mereka (Anoraga, 2004:223). Kotler & Armstrong (2004:215) mengatakan bahwa: “pilihan atau keputusan pembelian konsumen dipengaruhi oleh empat faktor psikologis utama: yaitu motivasi, persepsi, pembelajaran, serta kepercayaan dan sikap”. Pekerjaan, situasi/keadaan ekonomi, gaya hidup sehari-hari Skala Likert Motivasi untuk memilih produk, Persepsi untuk memilih produk, keyakinan terhadap produk. Skala Likert (X1) Faktor Sosial (X2) Faktor Pribadi (X3) Faktor Psikologis (X4) Indikator Skala Keputusan Pembelian (Y) Keputusan Pembelian adalah tahap dimana pembeli telah menentukan pilihannya, membeli produk, dan mengonsumsinya. Mencari informasi lebih lanjut mengenai produk. Memilih menggunakan produk Skala Likert 3.3 Populasi, Sampel dan Teknik Sampling 3.3.1 Populasi Menurut Sugiyono (2013), populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari obyek/subyek yang memiliki kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi dalam penelitian ini adalah para generasi Y yang menggunakan fashion mewah baru dan fashion mewah bekas. 3.3.2 Sample dan Teknik Sampling Sample merupakan bagian dari jumlah dan karakteristik yang dipunyai oleh populasi tersebut. Pada penelitian ini jenis Teknik sampling adalah non-probability sampling yaitu teknik pengambilan sampel yang tidak memberikan peluang/kesempatan yang sama pada setiap unsur dalam populasi untuk dipilih menjadi sampel. Jenis non-probability sampling yang digunakan pada penelitian ini adalah sampling incidental dimana peneliti memilih sampel berdasarkan kebetulan yaitu siapa saja yang secara kebetulan bertemu dengan peneliti dan dapat digunakan sebagai sampel karena orang tersebut sesuai dengan kriteria sumber data penelitian. Peneliti menggunakan ukuran sampel dengan rumus metode Slovin, yaitu: 𝑛= 𝑁 1 + 𝑁𝑒 2 Keterangan: 𝑛= jumlah sampel 𝑁= jumlah total populasi 𝑒= batas toleransi error sebesar 10% Perhitungan: 𝑛= 𝑁 1 + 𝑁𝑒 2 = 1000 1 + 1000(10%)2 = 1000 1 + 1000(0,1)2 = 1000 1 + 10 = 1000 11 = 90,9 Maka berdasarkan penghitungan diatas, sampel minimal adalah 90,9 dibulatkan menjadi 91 responden. 3.4 Data, Sumber Data dan Teknik Pengumpulan Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif. Data kuantitatif adalah data yang berbentuk angka atau data kuantitatif yang diangkakan (Sugiyono,2007). Sedangkan seumber data pada penelitian ini adalah data primer yang berasal dari jawaban responden terhadap angket yang disebarkan oleh peneliti. Pada penelitian ini, Teknik pengumpulan data yang digunakan berupa survei dengan menggunakan angket yang disebarkan kepada responden. Angket digunakan apabila jumlah responden besar sehingga peneliti dapat membaca dengan baik (Sugiyono, 2013) dan pada penelitian ini angket berisikan pertanyaan pendahuluan untuk mengetahui karakteristik responden dan pertanyaan tertutup (closed questionnaire), dimana para responden diminta untuk memilih salah satu jawaban yang tersedia dari setiap pertanyaan. 3.5 Uji Validitas dan Reliabilitas 3.5.1 Uji Validitas Uji validitas digunakan untuk mengukur valid atau tidaknya suatu butir kuisioner. Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan bahwa variable yang diukur benarbenar variable yang hendak diteliti oleh peneliti (Cooper, Schindler dan Zulganef, 2006). Validitas menunjukkan sejauh mana alat pengukur dapat mengukur apa yang akan diukur (Effenfi, 2006). 3.5.2 Uji Reliabilitas Realibilitas adalah alat untuk mengukur suatu kuesioner yang merupakan indicator dari suatu variable. Realibilitas menunjuk pada pengertian bahwa instrument yang digunakandalam penelitian memperoleh informasi yang sebenarnya di lapangan (Sugiharto dan Situnjak, 2006). Realibilitas artinya dapat dipercaya, dimana instrument dapat memberikan hasil yang tepat (Suganda dan Trisilia, 2017). 3.6 Teknik Analisis Data Setelah memperoleh data maka dilakukan analisis data dan memberikan interpretasi terhadap hasil yang diperoleh. Analisis data adalah proses penyederhanaan data kedalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan. Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah: