Uploaded by vitasponge

Makalah Pancasila Ketuhanan yang Maha Esa

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pancasila merupakan pandangan hidup, dasar negara, dan pemersatu
bangsa Indonesia yang majemuk. Begitu besar pengaruh Pancasila terhadap
bangsa dan negara Indonesia. Kondisi ini dapat terjadi karena perjalanan sejarah
dan kompleksitas keberadaan bangsa Indonesia seperti keragaman suku,
agama, bahasa daerah, pulau, adat istiadat, serta kebiasaan budaya, tetapi mutlak
harus dipersatukan.
Sila pertama Pancasila, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, mengandung
makna adanya keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, yang menciptakan alam
semesta beserta isinya. Di antara makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang
berkaitan dengan sila ini ialah manusia. Sebagai Maha Pencipta, kekuasaan Tuhan
tidaklah terbatas, sedangkan selain-Nya adalah terbatas.
Negara
Indonesia
yang
didirikan
atas
landasan
moral
luhur,
yaitu berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa berkonsekuensi untuk menjamin
kepada warga negara dan penduduknya memeluk dan untuk beribadah sesuai
dengan agama dan kepercayaannya.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan di uraikan dalam makalah ini, yaitu:
1. Apa arti dari sila Ketuhanan Yang Maha Esa?
2. Apakah makna lambang sila pertama?
3. Apa saja nilai-nilai yang terkandung dalam sila pertama?
4. Apa butir-butir yang tertuang dalam sila Ketuhanan Yang Maha Esa?
5. Bagaimana realitas yang terjadi pada pengimplementasian sila pertama?
6. Apa masalah yang timbul dalam pengimplementasian sila pertama?
1
7. Bagaimana solusi menghadapi tantangan dalam pengimplementasian sila
pertama?
1.3 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui arti dari sila pertama.
2. Untuk mengetahui makna dari lambang dalam sila pertama.
3. Untuk mengetahui nilai-nilai yang terkandung dalam sila pertama.
4. Untuk mengetahui butir-butir yang terkandung dalam sila pertama.
5. Untuk mengetahui realitas penerapan sila pertama dalam kehidupan
masyarakat.
6. Untuk mengetahui masalah yang terjadi dalam penerapan Sila Pertama.
7. Untuk mengetahui cara penyelesaian terhadap masalah penerapan sila
pertama dalam kehidupan sehari hari.
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Arti Sila Ketuhanan Yang Maha Esa
Sila pertama dari Pancasila Dasar Negara NKRI adalah Ketuhanan Yang
Maha Esa. Kalimat pada sila pertama ini tidak lain menggunakan istilah dalam
bahasa Sanskerta ataupun bahasa Pali. Banyak di antara kita yang salah paham
mengartikan makna dari sila pertama ini.
Ketuhanan berasal dari kata Tuhan yang diberi imbuhan berupa awalan kedan akhiran –an. Penggunaan awalan ke- dan akhiran –an pada suatu kata dapat
mengubah makna dari kata itu dan membentuk makna baru. Penambahan awalan
ke- dan akhiran –an dapat memberi makna perubahan menjadi antara lain:
mengalami hal….sifat-sifat…bersifat.
Kata Ketuhanan yang berasal dari kata Tuhan yang diberi imbuhan ke- dan
–an bermakna memiliki sifat-sifat seperti Tuhan. Dengan kata lain Sila Ketuhanan
berarti bahwa negeri hendak mengembangkan kehidupan bermasyarakat dan
bernegara sesuai dengan sifat-sifat Tuhan dalam Dia menata dan mengatur alam
semesta ini.
Kata Maha berasal dari bahasa Sanskerta atau Pali yang bisa berarti mulia
atau besar (bukan dalam pengertian bentuk). Kata Maha bukan berarti sangat.
Maha berarti sesuatu yang di luar dari dunia ini (beyond this world). Kata “Esa”
juga berasal dari bahasa Sanskerta atau Pali. Kata “Esa” bukan berarti satu atau
tunggal dalam jumlah. Kata “Esa” berasal dari kata “Etad” yang lebih mengacu
pada
pengertian
keberadaan
yang
mutlak
atau
mengacu
pada
kata
“kesedemikianan” (thusness- Inggris). Sedangkan kata “satu” dalam pengertian
jumlah dalam bahasa Sansekerta atau bahasa Pali adalah kata “eka”. Jika yang
dimaksud dalam sila pertama adalah jumlah Tuhan yang satu, maka kata yang
seharusnya digunakan adalah “eka” bukan kata “Esa”.
3
Dari penjelasan yang disampaikan di atas dapat disimpulkan bahwa arti
dari Ketuhanan Yang Maha Esa bukanlah berarti Tuhan Yang Hanya Satu, bukan
mengacu pada suatu individual yang kita sebut Tuhan atau nominalisasi Tuhan
sebagai entitas yang terhitung bilangan satu. Tetapi sesungguhnya Ketuhanan
Yang Maha Demikian. Bagaimana "demikian" itu? Artinya adalah demikian di
luar campur tangan manusia. Manusia tidak berhak merumuskannya menurut
keterbatasan pikiran dan wawasannya sendiri.
Yang artinya sifat-sifat Luhur atau Mulia Tuhan yang mutlak harus ada.
Jadi yang ditekankan pada sila pertama dari Panca Sila ini adalah penerimaan sifatsifat UNIVERSAL dari Tuhan.
2.2 Makna Lambang Sila Ketuhanan Yang Maha Esa
Ketuhanan Yang Maha Esa dilambangkan dengan Perisai hitam dengan
sebuah bintang emas berkepala lima. Bintang dimaksudkan sebagai sebuah cahaya
yang mengandung makna nur cahyo. Bintangnya memiliki 5 sudut maksudnya
untuk menerangi dasar Negara yang lima dan tujuan Negara yang lima. Sedangkan
warna hitam melambangkan warna alam atau warna asli.
4
2.3 Nilai - Nilai yang Terkandung Dalam Sila Ketuhanan Yang Maha Esa
Sila pertama dalam Pancasila yang berbunyi Ketuhanan Yang Maha Esa
sangat terlihat memiliki makna kemerdekaan beragama bagi bangsa Indonesia di
dalamnya. Sila ini menjadikan setiap warga negara Indonesia bebas menganut dan
menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing. Secara
lebih lanjut, berikut ini adalah nilai-nilai yang terkandung pada sila pertama
Pancasila:
1. Keyakinan Adanya Tuhan
Keyakinan bangsa ini akan hadirnya Tuhan Yang Maha Esa beserta
sifat-sifat ketuhanan yang menyertainya. Misalnya, Maha Kuasa, Maha
Bijaksana, Maha Adil, Maha Pengasih, Maha Pengampun, Maha Penyayang,
dan sifat suci lainnya yang hanya dimiliki oleh Tuhan. Keyakinan ini menjadi
penting karena apabila kita melihat pada sejarah yang dimiliki oleh Indonesia
terhitung sejak masa prasejarah, maka sudah sangat lama bangsa ini percaya
akan hadirnya Tuhan. Dan menjadi sesuatu yang bertentangan dengan Pancasila
apabila terdapat warga negara yang tidak mempercayai adanya Tuhan.
2. Ketakwaan Pada Tuhan
Setiap keyakinan sudah seharusnya beriringan dengan ketakwaan.
Takwa dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki arti yaitu suatu
kesadaran diri yang diikuti dengan kemauan untuk menaati segala perintah
Tuhan dan menjauhi segala larangan-Nya. Dengan bertakwa, maka seseorang
akan tenang hidupnya. Ketakwaan yang sejati akan menghadirkan suasana
religius yang damai di Indonesia.
3. Toleransi Antar Umat Beragama
Saat ini terdapat enam agama yang diakui oleh hukum dan peraturan
perundang-undangan di Indonesia, yaitu Islam, Kristen Katolik, Kristen
Protestan, Hindu, Budha, dan Kong Hu Chu. Perbedaan di antara agama dan
5
keyakinan ini dijembatani oleh nilai toleransi antar umat beragama yang dibawa
oleh sila ketuhanan Yang Maha Esa. Apabila tidak ada toleransi, maka bukan
tidak mungkin jika terjadi perpecahan di antara penduduk Indonesia. Toleransi
mengajarkan kita untuk saling hormat menghormati di antara umat beragama
yang nantinya akan menjadikan persatuan dan kesatuan di Indonesia.
4. Kebebasan Memeluk dan Menjalankan Agama
Sila ketuhanan yang Maha Esa memberikan suatu kebebasan yang
bertanggung jawab bagi setiap warga negara Indonesia untuk memeluk agama
yang sesuai dengan dirinya masing-masing. Tidak boleh terjadi pemaksaan
dalam hal agama seseorang. Agama merupakan salah satu hak asasi manusia
yang keberadaannya dilindungi oleh hukum dan peraturan perundangundangan yang berlaku. Maka, menjaga kedamaian dalam hal agama dan
ibadah merupakan salah satu kewajiban pemerintah dan segenap rakyat
Indonesia.
5. Meliputi Nilai - Nilai Sila Kedua Hingga Sila Kelima
Alasan sila ketuhanan yang Maha Esa menjadi sila yang pertama dalam
urutan kelima sila yaitu sila pertama ini yaitu karena nilai-nilai pada sila
pertama meliputi seluruh sila setelahnya. Keempat sila tersebut merupakan
penjabaran lebih lanjut dari sila ketuhanan Yang Maha Esa. Empat sila terakhir
memang merupakan dasar dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang
bersumber dari sila pertama.
Kelima nilai ini mencerminkan isi dari sila pertama Pancasila, dan
nantinya nilai-nilai ini menjadi dasar bagi setiap peraturan perundang-undangan
yang merupakan bagian dari nilai instrumental Pancasila. Nilai instrumental
tersebut nantinya diwujudkan dengan nilai-nilai praktis yang diamalkan oleh
segenap warga negara Indonesia.
6
2.4 Butir - Butir Pancasila Sila Ketuhanan Yang Maha Esa
Agar Pancasila lebih mudah dipahami dan diamalkan oleh masyarakat,
maka pada tahun 1978 pemerintah menyusun 36 butir-butir Pancasila berdasarkan
Tap MPR No. II/MPR/1978 tentang Ekaprasetia Pancakarsa atau Pedoman
Penghayatan dan Pengalaman Pancasila (P4).
Namun dalam perkembangannya ke 36 butir pedoman tersebut
diperbaharui, tepatnya sejak tahun 2003 berdasarkan Tap MPR No. I/MPR/2003,
36 butir pedoman pengamalan Pancasila telah diperbaharui menjadi 45 butirbutir Pancasila.
1. Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaannya dan ketakwaannya terhadap
Tuhan Yang Maha Esa.
2. Manusia Indonesia percaya dan takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa,
sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar
kemanusiaan yang adil dan beradab.
3. Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerja sama antara
pemeluk agama dengan penganut kepercayaan yang berbeda-beda terhadap
Tuhan Yang Maha Esa.
4. Membina kerukunan hidup di antara sesama umat beragama dan
kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
5. Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah masalah
yang menyangkut hubungan pribadi manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa.
6. Mengembangkan sikap saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah
sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing.
7. Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang
Maha Esa kepada orang lain.
Dari butir-butir yang telah disebutkan di atas, telah disebutkan bahwa
dalam kehidupan beragam itu tidak diperbolehkan adanya suatu paksaan. Manusia
selain merupakan makhluk ciptaan Tuhan juga merupakan makhluk sosial, yang
7
berarti bahwa manusia memerlukan pergaulan dengan manusia lainnya. Setiap
manusia perlu bersosialisasi dengan anggota masyarakat lainnya. Bangsa
Indonesia yang beraneka agama, menjalankan ibadahnya masing-masing di
mana pemeluk melaksanakan ajaran agama sesuai dengan norma agamanya. Agar
tidak terjadi pertentangan antara pemeluk agama yang berbeda, maka hendaknya
dikembangkan sikap toleransi beragama, yaitu sikap hormat menghormati
sesama pemeluk agama yang berbeda, sikap menghormati kebebasan menjalankan
ibadah sesuai ajaran agama masing-masing, dan tidak boleh memaksakan suatu
agama kepada orang lain. Toleransi beragama tidak berarti bahwa ajaran agama
yang satu bercampur aduk dengan ajaran agama lainnya.
Dasar pemikiran kenapa Ketuhanan Yang Maha Esa dijadikan sila pertama
dari Pancasila dikarenakan pencetus ide Pancasila yaitu Bung Karno mempunyai
keyakinan bahwa masyarakat bangsa Indonesia adalah bangsa yang religius,
mayoritas bangsa Indonesia dari Sabang sampai Merauke dengan satu dan lain cara
menghayati kehidupan beragama sejak dia masih lahir sampai dewasa yang
merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan keseharian mereka.
Bahkan sebelum kedatangan agama Hindu dan Budha ke Indonesia, bangsa
Indonesia sudah beragama secara tradisional yang sudah mengenal Tuhan Yang
Maha Esa walaupun dengan sebutan yang beraneka ragam. Kemudian kedatangan
Islam dan Kristen makin membuat keanekaragaman agama bangsa Indonesia.
Pada umumnya bangsa Indonesia menerima kedatangan agama-agama
dengan damai baik itu Hindu, Budha, Islam dan Kristen bahkan budaya yang
dikembangkan cenderung budaya sinkretis yang merupakan perpaduan budaya
lokal yang berumur sangat tua berbaur dengan budaya yang dibawa oleh pengaruh
agama Hindu, Budha, Islam dan Kristen.
Oleh karena itu berkembang adanya aliran kepercayaan yang sebetulnya
berasal dari kepercayaan lama sebelum kedatangan agama besar Hindu, Budha,
Islam, dan Kristen. Sebagai contoh ketika seorang anak masih kecil pernah
diajarkan oleh almarhumah ibunya tentang doa-doa yang sepenuhnya dalam
8
bahasa Jawa (bukan terjemahan doa-doa dari agama yang ada kemudian Hindu,
Budha, Islam atau Kristen), seperti doa mau tidur, doa mau pergi, doa mau makan
dsb. Tuhan disebut sebagai Gusti Pangeran kemudian dengan pengaruh Islam
menjadi Gusti Allah. Ketuhanan Yang Maha Esa dijadikan sila pertama dari
Pancasila adalah disarikan dari hakikat kehidupan bangsa Indonesia dari Sabang
sampai Merauke bahwa bangsa Indonesia pada hakikatnya adalah bangsa yang
religius apa pun agamanya, apa pun kepercayaannya semua mengakui adanya
Tuhan Yang Maha Esa.
2.5 Realitas yang Terjadi pada Pengimplementasian Sila Pertama
Nilai ketuhanan yang ada dalam Pancasila membenarkan bahwa semua
warga Negara Indonesia memiliki agama, dan semua agama mengajarkan tentang
suatu kebaikan. Namun pertanyaannya pada era modern ini apakah semua warga
Negara taat beragama sebagai bentuk pengakuannya akan kebesaran Tuhan?
Berdasarkan apa yang terlihat setiap hari di media-media elektronik dan cetak
memberitakan tentang pengingkaran warga Negara terhadap nilai ketuhanan yang
ada pada Pancasila, seperti perilaku kriminal, pelecehan seksual, korupsi dan
sebagainya menunjukkan bahwa betapa lunturnya nilai ketuhanan ini dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia. Begitulah yang terjadi, realitas
yang tidak bisa tersembunyi karena kita ketahui bersama dan mengalami fenomena
itu bahwa sebagian besar warga Negara Indonesia mengakui adanya Tuhan namun
tidak menunjukkan ke-Esa-an Tuhan.
Rakyat Indonesia seharusnya percaya agar Indonesia bermoral dan tetap
saling menghargai serta menghormati sesama manusia meskipun berbeda agama.
Kebebasan beragama, saling menghormati penganut kepercayaan yang berbeda
dan tidak memaksakan suatu kepercayaan kepada orang lain atau dengan kata lain
toleransi dalam beragama sangat ditekankan pada sila pertama ini. Namun, realitas
penerapan saat ini belum sesuai harapan karena masih banyak rakyat yang saling
9
menyalahkan antar agama satu dengan yang lain, saling membunuh sampai esensi
dari beragama pun hilang.
Penciptaan kerukunan antar umat beragama dan berkepercayaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa dalam masyarakat, dalam kenyataannya, tidak selalu
berjalan mulus seperti yang dicita-citakan. Ternyata masih banyak terdapat
hambatan-hambatan yang muncul baik dari campur tangan pemerintah maupun
dari golongan penganut agama dan kepercayaan itu sendiri. Hal ini bisa saja
disebabkan karena penghayatan terhadap Pancasila, khususnya sila Ketuhanan,
tidak dapat dipahami dan dihayati secara mendalam dan menyeluruh. Akibatnya
muncul ideologi-ideologi atau paham-paham yang berbasiskan ajaran agama
tertentu. Sehingga seakan-akan bahwa sila pertama dari Pancasila itu hanya
dimiliki oleh salah satu agama tertentu saja. Dengan kata lain bahwa toleransi dan
sikap menghargai agama atau umat kepercayaan lain ternyata belum sepenuhnya
dapat disadari dan diwujudkan. Tentu saja karena adanya golongan-golongan
tertentu yang memiliki paham bahwa hanya kepercayaannya atau hanya ajaran
agamanya sajalah yang paling baik dan benar. Pandangan atau paham yang sempit
mengenai pemahaman terhadap agama dan kepercayaan yang seperti ini dapat
menimbulkan atau mengundang konflik serta gejolak dalam hidup bermasyarakat
dan bernegara.
Konflik antar kelompok agama terkadang juga dapat dipicu karena
kebijakan atau peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah (departemen agama).
Seharusnya, departemen agama adalah lembaga yang bersifat netral, yang
membawahi seluruh unsur-unsur agama yang ada atau kepercayaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa, dan memegang teguh nilai-nilai dasar yang terdapat dalam
Pancasila. Jangan malah mengeluarkan suatu kebijakan yang merugikan ataupun
menguntungkan agama-agama tertentu, yang dapat menimbulkan konflik atau
ketegangan antar umat beragama yang tentu saja berbeda agama dan
kepercayaannya. Dalam hal ini Kementerian agama tidak boleh mengurusi
ataupun ikut campur tangan terhadap kedaulatan suatu agama. Namun, hanya
10
bertindak sebagai pengontrol dan penjamin. Aturan-aturan atau kebijakankebijakan yang dikeluarkan pun hanya sebatas untuk menjaga ketertiban dan
keamanan antar umat beragama, demi tercapainya kerukunan dan kerja sama antar
umat beragama.
Adapun beberapa contoh kasus yang berkaitan dengan sila pertama
Pancasila yakni:
Konflik Poso : Saat itu, Indonesia sangat rentan dengan perpecahan.
Terjadi berbagai gejolak konflik di berbagai daerah. Salah satunya konflik yang
terjadi di Poso yang disinyalir oleh banyak kalangan adalah konflik bernuansa
SARA, yaitu pertikaian antara suku dan pemeluk agama Islam dan Kristen.
Peristiwa kerusuhan diawali dengan pertikaian antar dua pemuda yang berbeda
agama sehingga berlarut dan berujung dengan terjadinya kerusuhan. Implikasiimplikasi tentang kepentingan politik elite Nasional, elite lokal dan militer juga
diduga menyulut terjadinya konflik horizontal sehingga sulit mencari penyelesaian
yang lebih tepat. Bahkan, terkesan pihak keamanan Polri lamban menengahi
konflik tersebut. Sehingga konflik terjadi berlarut-larut yang memakan korban
jiwa dan harta.
Secara umum konflik di Poso sudah berlangsung beberapa kali. Peristiwa
pertama terjadi pada akhir tahun 1998, kerusuhan pertama ini dengan cepat
diatasi oleh pihak keamanan setempat kemudian di ikuti oleh komitmen kedua
belah pihak yang berseteru agar tidak terulang lagi. Kendati sudah ada
kesepakatan Malino, nampaknya tak kunjung usai.
Berbagai aksi teror bom dan letusan senjata api masih terjadi. Kecemasan
warga Poso pun kembali menyeruak, berselang kurang lebih 17 bulan kemudian
tepatnya pada 16 April 2000, dalam kerusuhan tersebut terjadilah saling serang
antar desa Nasrani dan desa Islam. Menurut data Polri, kerusuhan tersebut
memakan korban 137 orang meninggal, sedangkan menurut militer 237 orang
meninggal, 27 luka-luka, puluhan rumah rusak dan dibakar, 1 bus dibom, beberapa
gereja di rusak, dibakar, dan dibom (Anonim D, 2009).
11
Cerita Takmir Masjid Kenapa Lurah Susan Ditolak : contoh kasus
pada tahun 2013 Masalah intoleransi di Indonesia masih terus terjadi, bahkan
ketika negara ini baru saja merayakan ulang tahunnya yang ke-68 pada Sabtu
(17/8) lalu. Dirilis The Jakarta Post, Senin (19/8) kemarin, beberapa warga
Lenteng Agung Jakarta Selatan menuntut pemerintah Jakarta untuk mengganti
lurah mereka yang baru. Alasan warga adalah karena lurah baru itu non-Muslim,
sedangkan kecamatan yang dipimpinnya mayoritas adalah umat Muslim. Jadi
adalah sebuah keanehan jika lurah non-Muslim akan menghadiri berbagai aktivitas
keagamaan. Lurah yang baru terpilih dan dilantik pada Juni lalu itu sendiri adalah
Susan Jasmine Zulkifli dan beragama Kristen Protestan dan lain sebagainya.
Saling toleransi antar agama, terutama saat hari–hari besar
keagamaan: Tidak dipungkiri bahwa secara tidak sadar sila Ketuhanan Yang
Maha Esa telah di terapkan di kehidupan sehari-hari, contohnya toleransi antar
umat beragama ketika hari-hari besar keagamaan diselenggarakan. Seperti
himbauan warung makan untuk menutup sementara jam kerja ketika waktu
berpuasa umat Islam, ditutupnya Bandara Internasional Ngurah Rai untuk
menghormati orang-orang Hindu merayakan Hari Nyepi, dijadikannya libur ketika
Hari Raya Natal yang diselenggarakan oleh masyarakat kristiani dan diliburkannya
Hari Minggu untuk memberikan kesempatan umat kristiani untuk beribadah
merupakan beberapa contoh realitas bahwasanya negara sangat menjunjung
beberapa contoh realitas bahwasanya negara sangat menjunjung tinggi hak warga
negara untuk melaksanakan ibadah mereka kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Selain yang disebutkan sebelumnya juga terdapat kasus – kasus lain
seperti: anarkisme atas nama agama, isu rasisme yang menyelimuti Pilkada DKI
Jakarta, Pelecehan agama, aksi terorisme mengatasnamakan agama, tindakan
korupsi, Gotong royong dalam pembangunan rumah ibadah, dan masih banyak
lagi.
12
2.6 Masalah yang Timbul dalam Pengimplementasian Sila Pertama
Penciptaan kerukunan antar umat beragama dan berkepercayaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa dalam masyarakat, dalam kenyataannya, tidak selalu
berjalan mulus seperti yang dicita-citakan. Ternyata masih banyak terdapat
hambatan-hambatan yang muncul baik dari campur tangan pemerintah maupun
dari golongan penganut agama dan kepercayaan itu sendiri. Hal ini bisa saja
disebabkan karena penghayatan terhadap Pancasila, khususnya sila Ketuhanan,
tidak dapat dipahami dan dihayati secara mendalam dan menyeluruh. Akibatnya
muncul ideologi-ideologi atau paham-paham yang berbasiskan ajaran agama
tertentu. Sehingga seakan-akan bahwa sila pertama dari Pancasila itu hanya
dimiliki oleh salah satu agama tertentu saja. Dengan kata lain bahwa toleransi dan
sikap menghargai agama atau umat kepercayaan lain ternyata belum sepenuhnya
dapat disadari dan diwujudkan. Tentu saja karena adanya golongan-golongan
tertentu yang memiliki paham bahwa hanya kepercayaannya atau hanya ajaran
agamanya sajalah yang paling baik dan benar. Pandangan atau paham yang sempit
mengenai pemahaman terhadap agama dan kepercayaan yang seperti ini dapat
menimbulkan atau mengundang konflik serta gejolak dalam hidup bermasyarakat
dan bernegara.
Konflik antar kelompok agama terkadang juga dapat dipicu karena
kebijakan atau peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah (departemen agama).
Seharusnya, departemen agama adalah lembaga yang bersifat netral, yang
membawahi seluruh unsur-unsur agama yang ada atau kepercayaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa, dan memegang teguh nilai-nilai dasar yang terdapat dalam
Pancasila. Jangan malah mengeluarkan suatu kebijakan yang merugikan ataupun
menguntungkan agama-agama tertentu, yang dapat menimbulkan konflik atau
ketegangan antar umat beragama yang tentu saja berbeda agama dan
kepercayaannya.
Departemen agama tidak boleh mengurusi ataupun ikut campur tangan
terhadap kedaulatan suatu agama. Namun, hanya bertindak sebagai pengontrol dan
13
penjamin. Aturan-aturan atau kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan pun hanya
sebatas untuk menjaga ketertiban dan keamanan antar umat beragama, demi
tercapainya kerukunan dan kerja sama antar umat beragama.
Namun kenyataannya, lembaga keagamaan di Indonesia sering kali masih
menguntungkan agama-agama tertentu. Salah satu contohnya adalah kasus Surat
Keputusan Bersama antara Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri (SKB 2
Menteri), terutama mengenai perijinan pembangunan rumah ibadah. Di mana
disebutkan bahwa syarat untuk mendirikan rumah/ tempat ibadah sedikitnya atau
batas minimalnya jika ada 100 orang dalam satu wilayah yang beragama sama.
SKB dua menteri tersebut sangat tidak relevan dan cenderung diskriminatif
terhadap agama tertentu, bahkan berpotensi memecah belah kerukunan antar umat
beragama melalui isu-isu agama, dan membatasi ruang gerak umat beragama
untuk melaksanakan ibadahnya. SKB 2 Menteri tersebut dapat dikatakan telah
melanggar hak asasi manusia dalam hal menjalankan ibadah, dan tidak sesuai
dengan Pancasila. Surat keputusan tersebut juga menimbulkan dampak yang
cukup serius, yakni tercatat ada lebih dari 1.000 gereja di Indonesia rusak dan
hancur akibat dirusak massa karena keberadaannya tidak sesuai syarat yang
tertuang dalam SKB dua menteri tersebut. SKB 2 Menteri itu pun ada yang pro
dan kontra. Tetapi, juga menimbulkan berbagai macam kecaman, bahkan dapat
menimbulkan suatu konflik yang menuju pada perpecahan.
Jika kita mencoba menganalisis dari isi kebijakan surat keputusan tersebut,
terutama yang menyangkut masalah syarat pendirian tempat ibadah, maka di
daerah atau di provinsi-provinsi tertentu banyak umat-umat beragama yang tidak
dapat membangun tempat ibadah untuk menjalankan dan menyebarkan ajaran
agamanya. Misalnya saja, di Pulau Bali, berarti di pulau ini hanya Pura-Pura
sajalah yang boleh didirikan, karena hampir seluruh penduduk Bali menganut
agama Hindu. Begitu pula seperti di Papua (mayoritas Kristen), Madura (Islam),
dan tempat-tempat lain yang terdapat mayoritas beragama sama. Bukankah hanya
14
akan menimbulkan konflik antar umat beragama. Bahkan menjurus pada
perpecahan.
Dampak dari realitas penerapan Pancasila yang tidak sesuai dengan tujuan
dari sila pertama mengakibatkan munculnya berbagai permasalahan. Penerapan
sila pertama tidak hanya sebatas bahwa setiap rakyat Indonesia harus
mempercayai adanya Tuhan dan kebebasan dalam memilih kepercayaan tersebut,
akan tetapi penerapan sila pertama lebih dari itu. Kita tahu bahwa sila pertama
mengimplementasikan bahwa setiap warga negara harus memiliki kepercayaan, di
mana setiap kepercayaan itu memiliki nilai - nilai yang dapat membimbing setiap
warga negara kepada kebaikan, tetapi pada realitasnya penerapan nilai sila pertama
atau nilai ketuhanan di masyarakat sangat kurang. Ketika realitas dimasyarakat
penerapannya tidak sesuai dengan yang diinginkan seperti permasalahan bom bali,
pembakaran rumah ibadah dan lainnya. Realitas ini kemudian memberikan
gambaran bahwasanya ada kesalahan yang terjadi pada penerapan sila pertama,
permasalahan yang muncul bukan hanya permasalahan pada sikap toleransi tetapi
nilai ketuhanan pada sila pertama dapat membuat perilaku bermoral setiap warga
negara dan realitasnya tidak sesuai dengan tujuan dan nilai yang terkandung dalam
Pancasila itu sendiri.
2.7 Solusi Menghadapi Tantangan dalam Pengimplementasian Sila Pertama
Solusi dari masalah yang timbul akibat kesalahan penerapan pada nilai
ketuhanan Pancasila adalah dengan cara:

Menanamkan sikap saling menghormati antara pemeluk agama yang berbeda.

Membangun kerukunan antar pemeluk agama baik yang seagama maupun
bukan.

Menanamkan toleransi beragama dalam menjalankan ibadah sesuai dengan
agama dan kepercayaan masing-masing.
15

Tidak boleh memaksakan suatu agama atau kepercayaan tertentu terhadap
orang lain.

Menghilangkan sikap diskriminasi di dalam kehidupan bermasyarakat.

Menghayati dan menanamkan nilai-nilai yang terkandung di dalam Pancasila
utamanya sila “Ketuhanan yang Maha Esa”.

Penguatan kembali karakter religius dari setiap warga negara dalam
memahami apa-apa yang diperintahkan oleh agamanya dan membentengi
segala bentuk ideologi yang bertentangan dengan sila pertama seperti komunis
yang tidak percaya dengan Tuhan.
16
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Sila Ketuhanan Yang Maha Esa merupakan sila yang paling mendasar bagi
sila-sila lainnya dalam Pancasila. Ketuhanan yang berkaitan dengan kepercayaan
merupakan hal yang paling hakiki dan tidak bisa diganggu gugat. Sebagai mahkluk
Tuhan, kita wajib menghargai dan menghormati kepercayaan orang lain agar
tercipta kedamaian antar umat beragama, terutama di negara kita tercinta,
Indonesia. Dengan adanya filter tersebut diharapkan budaya-budaya yang tidak
sesuai dengan jati diri bangsa tidak akan meracuni generasi yang ada di
masyarakat.
Sila Ketuhanan Yang Maha Esa ini nilai-nilainya menjiwai keempat sila
lainnya. Dalam sila Ketuhanan Yang Maha Esa terkandung nilai bahwa negara
yang didirikan adalah sebagai pedoman tujuan manusia sebagai mahkluk Tuhan
Yang Maha Esa. Oleh karena itu segala hal yang berkaitan dengan pelaksanaan
dan penyelenggaraan negara bahkan moral negara, moral penyelenggaraan negara,
politik negara, pemerintahan negara, hukum dan peraturan perundang-undanganan
negara, kebebasan dan hak asasi warga negara harus dijiwai nilai-nilai Ketuhanan
Yang Maha Esa.
3.2 Saran
Berdasarkan pembahasan di atas, ada beberapa saran yang perlu untuk
dipertimbangkan untuk lebih meningkatkan pemahaman terhadap nilai Pancasila,
yaitu:
1. Warga Indonesia seharusnya lebih bisa memahami makna sebenarnya dari
Pancasila (di setiap sila, bukan hanya sila pertama saja). Perbedaan agama
juga seharusnya tidak dijadikan penghalang setiap warga Indonesia untuk
17
tetap berinteraksi satu sama lain, saling menghormati, dan saling membantu
antar sesama tanpa mempedulikan perbedaan yang ada.
2. Untuk semakin memperkokoh rasa bangga terhadap Pancasila, maka perlu
adanya peningkatan pengamalan butir-butir Pancasila khususnya sila ke-1.
Salah satunya dengan saling menghargai antar umat beragama.
3. Untuk menjadi sebuah negara Pancasila yang nyaman bagi rakyatnya,
diperlukan adanya jaminan keamanan dan kesejahteraan setiap masyarakat
yang ada di dalamnya. Khususnya jaminan keamanan dalam melaksanakan
kegiatan beribadah.
18
DAFTAR PUSTAKA
Primordial Nature. (2016, 9 Februari). Arti Dan Makna Dari Sila Ketuhanan Yang
Maha Esa. Diakses 22 Maret 2019, dari
http://primordialnature.blogspot.com/2016/02/arti-dan-makna-dari-sila-ketuhananyang.html
GuruPpkn. (2017, 10 Oktober). 22 Nilai-Nilai yang Terkandung dalam Pancasila
Dalam Kehidupan Sehari-hari. Diakses 22 Maret 2019, dari
https://guruppkn.com/nilai-nilai-yang-terkandung-dalam-pancasila
Kompasiana. (2015, 17 Juni). Realita Pancasila Pada Era Modern ini. Diakses 22
Maret 2019, dari
https://www.kompasiana.com/achmadmuhibbularham/552c275d6ea83476768b4595/r
ealita-pancasila-pada-era-modern-ini
UGM. (2017, 9 Mei). Pendidikan Pancasila. Diakses 22 Maret 2019, dari
http://pancasila.filsafat.ugm.ac.id/2017/05/09/e-book-pendidikan-pancasila/
19
Download
Study collections