1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stasiun meteorologi pertanian adalah suatu tempat yang mengadakan pengamatan secara terus – menerus mengenai keadaan fisik dan lingkungan (atmosfer) serta pengamatan tentang keadaan biologi dari tanaman dan objek pertanian lainnya. Dalam persetujuan internasional, suatu stasiun meteorologi paling sedikit mengamati keadaan iklim selama 10 tahun berturut – turut hingga akan mendapatkan gambaran umum tentang rerata keadaan iklimnya, batas – batas ekstrim dan juga pola siklusnya. Peralatan yang digunakan dalam pengamatan cuaca sangat banyak jumlah dan jenisnya. Peralatan – peralatan tersebut terdiri atas alat pengukur curah hujan, pengukur kelembaban udara, pengukur suhu udara, pengukur suhu tanah, pengukur hujan, pengukur panjang penyinaran matahari, pengukur kecepatan angin, dan pengukur evaporasi. Seringnya terjadi kesalahan dalam pendataan hasil klimatologi, menjadikan pentingnya pengetahuan tentang klimatologi dalam hal ini di bidang pertanian. Oleh sebab itu di adakannya praktikum agroklimatologi ini. 1.2 Tujuan Adapun tujuan dari praktikum Pengenalan Alat Agroklimatologi ini yaitu untuk mempelajari dan memahami macam penggunaan serta cara kerja beberapa peralatan ukur klimatologi. 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada pengamatan keadaan atmosfer kita di stasiun cuaca atau stasiun meteorologi digunakan beberapa alat yang mempunyai sifat-sifat yang hampir sama dengan alat-alat ilmiah lainnya yang digunakan untuk penelitian di dalam laboratorium, misalnya bersifat peka dan teliti. Perbedaannya terletak pada penempatannya dan para pemakainya. Alat-alat laboratorium umumnya dipakai pada ruang tertutup, terlindung dari hujan dan debu-debu, angin dan lain sebagainya serta digunakan oleh observer. Dengan demikian sifat alat-alat meteorologi disesuaikan dengan tempat pemasangannya dan para petugas yang menggunakannya (Anonim, 2008). Pada proses pengamatan keadaan amosfer kita ini, digunakan beberapa alat. Sebelum ditemukan satelit meteorologi, satu-satunya cara untuk mendapatkan gambaran menyeluruh mengenai keadaan atmosfer adalah dengan memasukkan keadaan yang diamati pada stasiun cuaca di seluruh dunia ke dalam peta cuaca (Neiburger, 1982). Adapun alat-alat meteorologi yang ada di Stasiun Meteorologi Pertanian diantaranya alat pengukur curah hujan (Ombrometer tipe Observatorium dan Ombrograf), Alat pengukur kelembaban relatif udara (Psikometer Assman, Psikometer Sangkar, Higrograf, Higrometer, Sling Psikometer), alat pengukur suhu udara (Termometer Biasa, Termometer Maksimum, Termometer Minimum, dan Termometer Maximum-Minimum Six Bellani), alat pengukur suhu air (Termometer Maksimum-Minimum Permukaan Air), alat pengukur panjang penyinaran matahari (Solarimeter tipe Jordan, Solarimeter tipe Combell Stokes), alat pengukur suhu tanah (Termometer Permukaan Tanah, Termometer Selubung Kayu, Termometer Bengkok, Termometer Maksimum-Minimum tanah, Termometer Simons, Stick Termometer), alat pengukur intensitas penyinaran matahari (Aktinograf), alat pengukur evaporasi (Panci Evaporasi Kelas A, Piche Evaporimeter) dan alat pengukur kecepatan angin (Cup Anemometer, Hand Anemometer, Biram Anemometer) (Prawirowardoyo, 1996). Stasiun meteorologi mengadakan contoh penginderaan setiap 30 detik dan mengirimkan kutipan statistik (sebagai contoh, rata-rata dan maksimum). Untuk yang keras menyimpan 3 modul-modul setiap 15 menit. Hal ini dapat menghasilkan kira-kira 20 nilai dari hasil rekaman untuk penyimpanan akhir disetiap interval keluaran. Ukuran utama dibuat di stasiun meteorologi danau vida, pemakaian alat untuk temperatur udara, kelembaban relatif, temperatur tanah (Fontain, 2002). Hasil yang didapat setelah dilakukannya suatu pengamatan di stasiun cuaca atau stasiun meteorologi yakni data-data mengenai iklim. Di indonesia, berdasarkan ketersediaan data iklim yang ada di sistem database Balitklimat, hanya ada 166 dari 2.679 stasiun yang menangani data iklim. Umumnya hanya data curah hujan dan suhu udara, sehingga walaupun metode Penman merupakan yang terbaik, metode Blaney Criddle akan lebih banyak dipilih karena hanya memerlukan data suhu udara yang relatif mudah didapatkan (Runtunuwu et.al., 2008). Prakiraan cuaca baik harian maupun prakiraan musim, mempunyai arti penting dan banyak dimanfaatkan dalam bidang pertanian. Prakiraan cuaca 24 jam yang dilakukan oleh BMG, mempunyai arti dalam kegiatan harian misalnya untuk pelaksanaan pemupukan dan pemberantasan hama. Misalnya pemupukan dan penyemprotan hama perlu dilakukan pada pagi hari atau ditunda jika menurut prakiraan sore hari akan hujan lebat. Prakiraan permulaan musim hujan mempunyai arti penting dalam menentukan saat tanam di suatu wilayah. Jadi, bidang pertanian ini memanfaatkan informasi tentang cuaca dan iklim mulai dari perencanaan sampai dengan pelaksanaannya ( Setiawan, 2003). 4 BAB III METODELOGI PRAKTIKUM 3.1 Waktu dan Tempat Hari / Tanggal : Rabu, 12 September 2018 Pukul : 07. 30-09.10 WIB Tempat : Stasiun Agroklimatologi Fakultas Pertanian UPN “Veteran” Jawa Timur 3.2 Alat dan Bahan a. Peralatan dasar untuk pengamatan iklim. b. Buku atau lembar deskripsi peralatan. 3.3 Cara kerja 1. Menyiapkan semua perlengkapan ukur klimatologi 2. Mendeskripsikan, dan mencatat setiap fungsi kegunaan masing - masing unit peralatan klimatologi. 5 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengamatan Tabel 4.1 Hasil pengenalan peralatan ukur klimatologi No Nama Alat Gambar Diskripsi fungsi Alat untuk mengukur kecepatan angin dan juga dapat mengukur 1 besarnya tekanan angin yang Anemometer banyak dipakai dalam bidang meteorology dan geofisika atau Gambar 4.1.1 stasiun perkiraan cuaca. Berfungsi sebagai pengukur 2 Campbell stokes waktu dan lama penyinaran sinar matahari dalam satu hari Gambar 4.1.2 Tempat untuk penempatan alatalat ukur suhu, tekanan dan 3 Sangkar stevenson kelembaban Gambar 4.1.3 Sebagai pencatat lama 4 Kertas pias penyinaran matahari Gambar 4.1.4 6 5 Termometer tanah Alat yang di gunakan untuk digital mengukur suhu di dalam tanah Gambar 4.1.5 Alat untuk mengukur suhu 6 Termometer tertinggi dan suhu terendah dan maksimum dan dapat dilakukan secara minimum bersamaan di suatu tempat Gambar 4.1.6 khususnya diudara Alat untuk mengukur 7 Hygrometer digital kelembaban di udara secara elektronik Gambar 4.1.7 Alat untuk mengukur 8 Termometer basah kelembaban nisbi diudara di dan kering suatu tempat dan waktu yang dinyatakandenganpersen (%) Gambar 4.1.8 Alat pengukur curah hujan yang umumnya dinamakan penakar 9 Umbrometer hujan, satuan curah hujan menurut SI adalah millimeter Gambar 4.1.9 (mm) 7 Gelas Ukur 10 Alat untuk mengukur volume cairan Gambar 4.1.10 4.2 Pembahasan Cabang ilmu moteorologi pertanian atau klimatdasi adalah ilmu terapan yang membahas tanggapan (respon) areanisme terhadap lingkungan fisiknya, klimatologi pertanian dapat mengkoji proses fisik dari atmosfer yang membentuk kondisi skala mikro yang berhubungan dengan proses produksi. Sedangkan dalam arti luas sebagai subjek yang mengkoji tanggapan organisme terhadap lingkungan fisik. Agroklimatologi lebih tertuju kearah pengambilan kebijakan untuk pengembangan daerah pertanian( sabaruddin, 2014 ). Jenisalat – alatmeteorologi di tinjau dari cara pembacaannya, di bagi menjadi dua jenis yaitu bersifat recording dan non recordin. Alat yang recording adalah alat yang dapat mencatat data dengan sendirinya secara terus menerus sejak pemasangan pias hingga penggantian pias berikutnya. Dari data yang di peroleh dapat ditentukan harga minimum dan maksimun. Sedangkan alat yang bersifat non recording adalah alat – alat yang harus dibaca pada saat – saat tertentu untuk memperoleh data ( Dasiman, 2006 ). Peralatan ukur klimatologi ini umumnya disesuaikan kebutuhan atau pengunaannya. Adapun alat-alat yang digunakan dalam agroklimatologi antara lain: 1. Campbell Stockes Alat ini terdiri dari dua bagian utama yaitu bola kaca kristal dan kerangka besi penyangga. Bola kristal ini berfungsi sebagai lensa pengumpul cahaya sedangkan kerangka besi selain untuk menyagga bola kristal juga berfungsi sebagai penempatan kertas pias. Alat ini biasanya diletakkan dia atas dudukan bertiang (Hendoyono,2011) 2. Kertas Pias setinggi 120cm dari permukaan tanah 8 Kertas pias merupakan alat pencatat lamanya waktu intesitas cahaya matahari yag terpancar. Lamanya Penyinaran matahari dicatat dnegan jalan memusatkan sinar matahari melalui bola kristal hingga fokus matahari tersebut tepat mengenai kertas pias yang khusus sehingga meninggalkan jejak pias pada kertas. (Trewartha,2009) 3. Termometer Maksimum dan Minimum Termometer Maksimum : Ciri khas dari termometer ini adalah terdapat penyempitan pada pipa kapiler di dekat resevoir. Air raksa dapat melalui bagian yang sempit ini pada suhu naik dan pada suhu turun air raksa tetap berada pada posisi sama dengan posisi suhu tertinggi. Air raksa dapat dikembalikan ke resevoir dengan perlakukan khusus(Diayun-ayunkan) Termometer maksimum ini diletakkan pada posisi hampir mendatar agar mudah terjadi pemuaian, pengamatan sekali dalam 24 jam.( Dasiman, 2006 ) Termometer Minimum : Termometer ini berguna untuk mengukur suhu udara ekstrim rendah. Zat cair dalam kapiler gelas adalah alkohol yang bening. Pada bagian ujung atas alkohol yang memuai atau menyurut terdapat indeks. Indeks ini hanya dapat didorong kebawah pada suhu rendah oleh tegangan permukaan bagian ujung kapiler alkohol. Bila suhu naik alkohol memuai, indeks tetap menunjukkan posisi suhu rendah. Prinsip kerja termometer minimum adalah dengan cara menggunakan sebuah penghalang pada pipa alkohol, sehingga apabila suhu menurun akan menyebabkan indeks ikut tertarik kebawah namun bilasuhu meningkat maka indeks tetap pada posisi dibawah selain itu peletakan thermometer.( Dasiman, 2006 ) 4. Termometer Tanah Termometer tanah adalah sebuah termometer yang khusus di rancang untuk megukur suhu tanah. Alat ini berguna pada perencanaan penanaman dan juga di gunakan oleh para ilmuan iklim, suhu tananh dapat memberika informasi yang bermnfaat terutama pemetaan dari waktu ke waktu. Ciri-ciri dari termometer ini adalah pada bagian skala dilengkungkan, namun ada juga yang tidak dilengkungkan. Hal ini di buat 9 untuk memudahkan dalam pembacaan skala. Pengukuran suhu tanah lebih teliti dari suhu udara. (Hendoyono,2011) 5. Termometer Bola Basah dan Bola Kering Termometer ini terdiri dari dua buah thermometer air raksa, yaitu : Thermometer Bola Kering : tabung air raksa dibiarkan kering sehingga akan mengukur suhu udara sebenarnya.( sabaruddin, 2014 ). Thermometer Bola Basah : tabung air raksa dibasahi agar suhu yang terukur adalah suhu saturasi/ titik jenuh, yaitu; suhu yang diperlukan agar uap air dapat berkondensasi.( sabaruddin, 2014 ). 6. Hygrometer Hygrometer adalah sejenis alat untuk mengukur tingkat kelembaban pada suatu tempat. Biasanya alat ini ditempatkan di dalam bekas (container) penyimpanan barang yang memerlukan tahap kelembapan yang terjaga seperti dry box penyimpanan kamera. Kelembaban yang rendah akan mencegah pertumbuhan jamur yang menjadi musuh pada peralatan tersebut. Hygrometer rambut menunjukkan perubahan dimensi jika kelembaban udara berubah-ubah. Perubahan dimensi dapat dipakai sebagai indikasi kelembaban nisbi udara. Hygrometer rambut ada yang bersifat non recording dan recording (Hygrograph). Rambut merupakan sensor dari alat ini.(Hendoyono,2011) 7. Anemometer Pergerakan udara atau angin umumnya diukur dengan alat cup counteranemometer, yang didalamnya terdapat dua sensor, yaitu: cup – propeller sensor untuk kecepatan angin dan vane/ weather cock sensor untuk arah angin. Untuk pengamatan angin permukaan, Anemometer dipasang dengan ketinggian 10 meter dan berada di tempat terbuka yang memiliki jarak dari penghalang sejauh 10 kali dari tinggi penghalang (pohon, gedung atau sesuatu yang menjulang tinggi). Tiang anemometer dipasang menggunakan 3 buah labrang/ kawat penahan tiang, dimana salah satu kawat/labrang berada pada arah utara dari tiang anemometer dan antar labrang membentuk sudut 1200. Pemasangan penangkal petir pada tiang anemometer merupakan faktor terpenting terutama untuk daerah 10 rawan petir. Hal ini mengingat tiang anemometer memiliki ketinggian 10 meter dengan ujung-ujung runcing yang membuatnya rawan terhadap sambaran petir.(Trewartha,2009) 8. Ombrometer Alat ini berfungsi sebagai pengukur serta penampung curah hujan dalam satu hari. Alat di tempatkan dilapangan terbuka dengan jarak terhadap pohon atau bangunan terdekat sekurang-kurangnya sama dengan tinggi pohon atau bangunan tersebut. Permukaan mulut corong harus benar-benar horizontal dan di pasang pada ketinggian 120 cm dari permukaan tanah , dan luas permukaan 100 cm2.(Hendoyono,2011) 11 BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Dari pengamatan alat – alat klimatologi yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa: 1. Alat – alat yang digunakan dalam klimatologi pertanian sesuai dengan dilakukan yaitu Anemometer, campbell stokes, sangkar stevenson, kertas pias, termometer tanah digital, termometer maksimum dan minimum, hygrometer digital, termometer basah dan kering, umbrometer, dan gelas ukur 2. Penggunaan alat dalam penelitian harus diketahui sesuai dengan fungsinya, agar hasil data yang didapatkan sesuai keadaan iklim yang sebenarnya. 12 DAFTAR PUSTAKA Darsiman. B, Sutrisno.,MuktSinegar., xlazaruddinHisyam. 2006. Karaterisik Zone Agroklimat E2 di Sumatra Utara. MakalahPenunjangKongres IU PERHIMPI dan symposium Internasional. Bogor, 18-20 Oktober 2006. Fontain, A. 2002. Meteorology. (http://www.kompas.com). Diakses tanggal 11 April 2012. Hendayana, Dandan, SP.2011. Mengenal nama dan Fungsi alat-alat pemantau cuaca dan iklim. Unesa Surabaya Neiburger, dkk.1982. Memahami Lingkungan Atmosfer Kita. Bandung: ITB. Nur Muin, S . 2012. Penuntun Praktikum Agroklimatologi. Unib. Bengkulu Prawiroardoyo, S. 1996. Meteorologi. Institut Teknologi Bandung, Bandung. Runtunuwu, E., Syahbuddin, H., dan A. Pramudia. 2008. Validasi model pendugaan evapotranspirasi : upaya melengkapi sistem database iklim nasional. Jurnal Tanah dan Iklim 27: 8 – 9. Sabaruddin, Laode. 2014. Agroklimatologi Aspek-aspek Klimatik untuk System Budaya Tanaman. Bandung :alfa Beta Trewartha G. T dan L. H. Horn. 2009. Pengantar Iklim Edisi Kelima. UGM Pres.Yogyakarta. 13 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebenarnya radiasi matahari merupakan unsur yang sangat penting dalam bidang pertanian. Pertama, cahaya merupakan sumber energi bagi tanaman hijau yang memalui proses fotosintesa diubah menjadi tenaga kimia. Kedua, radiasi memegang peranan penting sebagai sumber energi dalam proses evaporasi yang menentukan kebutuhan air tanaman. Intensitas radiasi matahari akan berkurang oleh penyerapan dan pemantulan oleh atmosfer saat sebelum mencapai permukaan bumi. Ozon di atmosfer menyerap radiasi dengan panjang gelombang pendek (ultraviolet) sedangkan karbondioksida dan uap air menyerap sebagian radiasi dengan panjang gelombang yang lebih panjang (infra merah). Selain pengurangan radiasi bumi langsung (sorotan) oleh penyerapan tersebut, masih ada radiasi yang dipancarkan oleh molekul-molekul gas, debu, dan uap air dalam atmosfer. Energi surya adalah energi yang dapat dengan mengubah energi panas surya (matahari) melalui peralatan tertentu menjadi sumber daya dalam bentuk lain. Energi surya menjadi salah satu sumber pembangkit daya selain air, uap, angin, biogas, batubara, dan minyak bumi. Teknik pemanfaatan energi surya mulai muncul pada tahun 1839, ditemukan oleh A.C. Becquerel. Ia menggunakan kristal silikon untuk mengkonversi radiasi matahari, namun sampai pada tahun 1955 metode itu belum banyak dikembangkan. Pada tahun 1946 dilakukan perekaman spektrum radiasi matahari untuk yang pertama kali dari ketinggian di atas lapisan ozon. Pada tahun 1949 perekaman dilanjutkan untuk daerah panjang gelombang yang lebih pendek dari ketinggian 100 km. dari eksperimen-eksperimen tersebut diperoleh bahwa untuk daerah panjang gelombang di atas 2900 Angstrom suhu radiasi matahari antara 5500 sampai 6000 oK. Untuk daerah panjang gelombang hingga mencapai sekitar 5000oK. Daerah yang menjadi lokasi reaksi nuklir kuat yang menghasilkan keluaran energi maha besar adalah matahari. Di tengahnya berada suatu daerah 14 yang disebut zona radiasi, di mana energi ditransfer oleh radiasi dibanding oleh pemindahan gas/panas. Istilah bagian dalam matahari sering digunakan untuk meliputi keduanya zona pemindahan gas/panas dan radiasi. Penyinaran atau isolasi adalah penerimaan energi matahari oleh permukaan bumi, bentuknya adalah sinar-sinar bergelombang pendek yang menerobos atmosfer. Sebelum mencapai permukaan bumi sebagian hilang karena absorbsi. Adapun yang berhasil sampai ke bumi kemudian dilepaskan pula melalui refleksi; ini terutama terjadi di kedua daerah kutub bumi dan di datarandataran salju serta perairan. 1.2 Tujuan Memahami cara pengukur lama penyinaran dengan menggunakan Campbell Stokes serta mengetahui durasi total penyinaran harian yang sampai dipermukaan bumi sejak terbit hingga terbenam. 15 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Unsur cuaca dan iklim ialah radiasi matahari, tekanan udara, penguapan, kelembaban udara, keawanan,presipitasi, dan beberapa unsur iklim lain yang kurang penting. Unsur-unsur cuaca dan iklim ini tidak tetap pada setiap saat dan tempat, selalu berubah-ubauh tergantung pada 15angle-faktor fisis di alam yang disebut 15angle pengendali cuaca. Faktor pengendali cuaca ini ada yang bersifat permanen 15angley yang bersifat sementar (Guslim, 2009). Matahari adalah 15angley iklim yang sangat penting dan sumber 15angle utama di bumi yang menimbulkan gerak udara dan arus laut. Energi tersebut menyebabkan bumi tetap panas, memelihara pertumbuhan tanaman dan kehidupan hewan serta manusia, juga menimbulkan peredaran atmosfer, 15angle tidakberarti dari seluruh 15angle matahari yang dipancarkannya lebuh dari 2,2 milyar kali jumlah yang diterima bumi. Tetapan radiasi matahari didefenisikan sebagai jumlah fluks (aliran) radiasi matahari yang diterima pada permukaan di luar atmosfer tegak lurus terhadap sinar matahari dan bumi. Serapan dan pancaran radiasi terjadi melalui suatu proses yang sama yakni perubahan status 15angle dari atom atau molekul penyerap atau pemancar. Oleh sebab itu, panjang gelombang tertentu, jumlah 15angle yang diserap akan sama dengan jumlah 15angle yang dipancarkan oleh suatu permukaan. Fenomena ini yang menjadi dasar 15angl khirchoff. (Kartasapoetra, 2004) Matahari adalah sumber 15angle pada peristiwa yang terjadi dalam atmosfer yang dianggap penting bagi sumber kehidupan. Energi matahari merupakan penyebab utama perubahan pergerakan atmosfer sehingga dapat dianggap sebagai pengendali iklim dan cuaca yang besar (Trewartha, 2009). Intensitas Radiasi dalam arah tertentu didefinisikan sebagai daya yangdiradiasikan dari suatu 15angley per satuan sudut solid. Intensitas radiasi adalah parameter medan jauh dan dapat diperoleh melalui perkalian rapat radiasi dengankuadrat jarak. Intensitas radiasi juga berhubungan dengan medan elektrik jauh (far-zone). Dinyatakan dalam satuan luas per waktu, atau 15angley per menit, 16 atau watt per jam. Alat yang digunakan untuk mengukur radiasi surya adalah solarimeter atau solarigraf. Lama penyinaran adalah periode (dalam jam) matahari bersinar cerah. Faktor yang menentukan lama penyinaran adalah penutupan awan, semakin lama penutupan awan maka lama penyinaran berkurang. Jadi, lama penyinaran memang sangat ditentukan oleh keadaan awannya. Sebagai contoh, kita tahu bahwa keadaan matahari menyinari Indonesia sekitar 11-12 jam, namun lama penyinaran maksimumnya sekitar 8 jam. Untuk menentukan lama penyinaran ini ada alat ukur yang digunakan, bernama alat ukur Cambell Stokes. Penggunaannya adalah dengan melihat keadaan kertas pias sampai terbakar. 17 BAB III METODELOGI PRAKTIKUM 3.1 Waktu dan Tempat Hari/Tanggal : Rabu, 19 September 2018 Waktu : 07. 30-09.10 WIB Tempat : Stasiun Klimatologi Fakultas Pertanian UPN “Veteran” Jawa Timur 3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat a. Solarimeter tipe Campbell Stokes b. Alat tulis c. Penggaris d. Kunci pas 3.2.2 Bahan a. Kertas pias b. Lembar pengamatan c. Kamera 3.3 Cara kerja 1. Menyiapkan solarimeter tipe Campbell Stokes, kertas pias, penggaris, alatalat tulis, kunci pas. 2. Menempatkan solarimeter pada stand / tiangnya yang tersedia distasiun lapangan ( tidak terhalang bangunan, pohon dan gunung) dan atur posisi titik bakar dengan cara sumbu bola mengarah utara keselatan sehingga cekungan loham tempat kertas pias sejajar dengan arah timur dan barat. Untuk memperoleh hasil pembakaran terbaik , bola lensa harus diatur kemiringannya sesuai dengan lintang tempat alat dipasang, sehingga tempat lengkung alat pias sejajar dengan aquator. 3. Setelah pengatur titik bakar selesai, melakukan penempatan kertas pias pada tempatnya tempat dibawah kaca. Perhatikan kertas yang akan 18 digunakan, sesuaikan dengan letak lintang dimana solarimeter ditempatkan. 4. Mencatat waktu posisi awal pengukuran dan biarkan terjadi proses pembakaran kertas pias selama pengamatan 15 menit. 5. Setelah lama waktu pengamatan tercapai, mengukur lama penyinaran surya berdasarkan panjang goresan kertas pias dan koreksikan terhadap satuan panjang waktu yang tercantum pada kertas pias tersebut. 19 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengamatan Tabel 4.1 Hasil Pengamatan Lama Penyinaran Matahari No. 1. Waktu Ukuran 07.55 – 08.10 0,5 x 10 / 1,7 = 2,94 Dokumentasi Gambar 4.1.1 2. 08.10 – 08.25 0,4 x 10 / 1,7 = 2,35 Gambar 4.1.2 3. 08.25 – 08.10 0,7 x 10 / 1,7 = 4,11 Gambar 4.1.3 20 4.2 Pembahasan Matahari adalah sumber energi pada peristiwa yang terjadi dalam atmosfer yang dianggap penting bagi sumber kehidupan, energy matahari merupakan penyebab utama perubahan pergerakan atmosfer sehingga dapat dianggap sebagai iklim dan cuaca yang besar. ( Trewarth, 2009). Radiasi matahri juga salah satu komponen iklim yang cukup berpengaruh dalam menentukan pertumbuhan tanaman ataupun keseluruhan aktivitas makhluk hidup yang ada diatas permukaan bumi. Radiasi juga membantu tanaman untuk melakukan fotosintesis. Adapun radiasi yang digunakan untuk proses fotosintesis dikenal dengan sebutan PAR ( Photosynthetic Acid Radiation ) ( BMG, 2006). Penerimaan radiasi surya dipermukaan bumi sangat bervariasi menurut tempat dan waktu. Menurut tempat khususnya disebabkan oleh perbedaan letak lintang serta keadaan atmosfer terutama awan pada skala mikro arah lereng sangat menentukan jumlah radiasi yang diterima menurut waktu, perbedaan radiasi terjadi dalam sehari ( dari padi sampai sore ) maupun secara musiman ( dari hari kehari ). ( Handoko, 1993). Pengamatan pengukuran lama penyinaran matahari dilakukan menggunakan kertas pias dan solarimeter tipe Campbell Stoker karena alat tersebut mudah digunakan dan lebih teliti. Memasang kertas pias sesuai dengan tanggal penggunaannya. Kertas pias tersebut terpasang pada tempatnya yang sudah disesuaikan dan harus mengarah kearah timur dan barat. Cara pemasangan yang menyimpang dari ketentuan akan menghasilkan tanda pembakaran yang tidak benar. Dari hasil pengamatan lama penyinaran matahari yang dilakukan selama 45 menit menunjukkan kertas pias terbakar. Pada waktu lama penyinaran matahari 15 menit pertama kertas pias yang pertama terbakar sepanjang 0,5 cm dan berbentuk bulat , pada waktu lama penyinaran matahari 15 menit kedua kertas pias terbakar sepanjang 0,3 cm berbentuk bulat, 15 menit ketiga kertas pias terbakar sepanjang 0,7 cm kertas pias berbentuk lubang panjang. Didapat hasil kertas pias terbakar hamper sempurna yang artinya terdapat bagian kertas pias yang terbakar hingga berlubang, tapi terdapat sedikit bagian yang hanya terbakar tapi tidak menembus kertas pias, hal ini dikarenakan oleh keadaan langit yang 21 tidah jernih atau berawan, sehingga penyinaran matahri sampai kebumi sering tertutup oleh awan dan tidak mendapatkan cahaya matahari pentuh atau sempurna 22 BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa: 1. Lama penyinaran matahari seberapa lama itensitas radiasi matahri menyinari permukaan bumi dalam kurun waktu tertentu dan merupakan hal terpenting bagi penyinaran pada setiap tumbuhan. 2. Radiasi matahari yang dipancarkan kebumi tergantung oleh jarang matahri dan juga itensitas matahari ( besar kecilnya cahaya matahri dipancarkan ) 3. Radiasi surya yang diukur berdasarkan jumlah energy yang dipancarkan dalam sehari, seberapa itensitas dan lama penyinaran tersebut, radiasi yang dikeluarkan dipengaruhi oleh jarak matahari, itensitas radiasi matahari, lama penyinaran matahari / panjang hari / duration dan atmosfer. 4. Radiasi surya memang peranan penting dari berbagai sumber energi lain yang dimanfaatkan manusia. 5. Alat yang dapat digunakan untuk mengukur lama penyinaran matahari adalah Campbell Stokes. 23 DAFTAR PUSTAKA BMG, 2006. Alat-Alat meteorologi Distasiun Klimatologi. Semarang. Guslim. 2009. Agroklimatologi. USU Press. Medan Handoko, 1993. Klimatologi Dasar. IPB. Bogor. Kartasapoetra, A.G. 2004. Klimatologi : Pengaruh iklim Terhadap Tanah dan Tanaman Edisi Revisi. Bumi Aksara. Jakarta. Trewartha G. T dan L. H. Horn. 2009. Pengantar Iklim Edisi Kelima. UGM Pres. Yogyakarta. 24 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan di bumi ini suhu dan kelembaban merupakan unsur penting bagi manusia, hewan, maupun tumbuhan. Suhu dan kelembaban udara juga menentukan bagaimana makhluk tersebut dapat beradaptasi dengan lingkungannya. Di Indonesia, perhatian dan kerjasama antara para ahli klimatologi dengan ahli pertanian semakin meningkat terutama dalam rangka menunjang produksi tanaman pangan. Daya hasil beberapa tanaman pangan di Indonesia masih rendah jika dibandingkan dengan negara-negara maju seperti Jepang dan Amerika Serikat. Perbedaan ini disebabkan oleh pemakaian teknologi tinggi dan pengelolan yang baik. Penigkatan produksi tanaman pangan selain dengan panca usaha tani juga dilakukan dengan pemanfaatan iklim. Dalam bidang pertanian kelembaban udara biasanya digunakan untuk meningkatkan produktifitas dan perkembangan tumbuhan budidaya. Dengan mengetahui suhu dan kelembaban udara yang ada di lingkungan tempat yang akan di tanam tumbuhan, kita dapat menentukkan pemilihan jenis tanaman yang sesuai, misalnya tanaman bakau yang ditanam pada daerah yang berkelembaban tinggi, bakau tersebut akan berkembang dan berproduktifitas dengan maksimal, sebaliknya jika bakau tersebut di tanam pada daerah yang mempunyai kelembaban yang rendah maka bakau tersebut tidak akan berproduktifitas dan berkembang secara maksimal. Suhu menyatakan tingkat energi bahan rata-rata suatu benda. Ia dinyatakan dalam satuan derajat. Ada tiga macam satuan penggolongan suhu yang umum, yaitu sistim Reamur, sistem Fahreinheit, dan Celcius. Namun yang paling populer adalah yang disebut dua terakhir. Dalam biosfer, suhu benda alami, beragam menurut tempat dan waktu yang disebabkan oleh perbedaan benda dalam menerima energi radiasi surya dan hasil pengaruh energi ini terhadap sekelilingnya. Menurut tempat ia ditentukan 25 oleh letak menurut ketinggian dan menurut lintang di bumi. Menurut waktu ia ditentukan oleh sudut inklinasi surya. 1.2 Tujuan Memahami cara pengukuran suhu udara dan tanah dengan menggunakan thermometer serta mengetahui rata-rata suhu harian 26 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Suhu adalah derajat panas atau dingin yang diukur berdasarkan skala tertentu dengan menggunakan termometer. Satuan suhu yang biasa digunakan adalah derajat celcius (0C). Sedangkan di Inggris dan beberapa Negara lainnya dinyatakan dalam derajat Fahrenheit (0F) 9/5(0C)+32 0C = 5/9 (F-32) 0F = (Ir. Ance Gunarsih Kartasapoetra, 2004) . Suhu juga bisa diartikan sebagai suatu sifat fisika dari suatu benda yang menggambarkan Energy kinetic rata-rata dari pergerakan molekul-molekul. Pada gas seperti udara, hubungan antara energy kinetik dengan suhu dapat dijabarkan sebagai berikut : Ek= ½ m v2 = 3/2 NkT Ek : energy kinetik rata-rata dari molekul gas M : massa sebuah molekul v2 : kecepatan kuadrat rata-rata dari gerakan molekul N : jumlah molekul per satuan volume k : tetapan Boltzman T : suhu mutlak (K) Di atmosfer dijumpai bahwa peningkatan panas laten akibat penguapan tidak menyebabkan kenaikan suhu udara, tetapi penguapan justru menurunkan suhu udara karena proporsi panas terasa (yang menyebabkan kenaikan suhu udara) menjadi berkurang.( dr. Handoko, 2003). A. Suhu Udara Suhu udara dipermukaan bumi adalah relative, tergantung pada faktorfaktor yang mempengaruhinya seperti misalnya lamanya penyinaran matahari. Hal itu dapat berdampak lansung akan adanya perubahan suhu di udara. Suhu udara bervariasi menurut tempat dan dari waktu ke waktu di permukaan bumi. Menurut tempat suhu udara bervariasi secara vertical dan horizontal dan menurut waktu dari jam ke jam dalam sehari, dan menurut bulanan dalam setahun (Wisnubroto,S,S.S.L Aminah, dan Nitisapto,M. 1982) 27 Beberapa unsur yang mempengaruhi suhu secara horizontal di permukaan bumi antara lain : Letak lintang suatu tempat. Suhu udara di atmosfer bervariasi menurut letak ketinggian tempat. Hingga ketinggian tertentu. Suhu udara dapat menurun, tetapi menurut ketinggian yang lainnya meningkat. Pada lapisan Troposfer (lapisan bawah atmosfer) suhu udara menurun menurut letak ketinggian tempat hingga ketinggian 10 km dengan gradein penurunan suhu 5,0-6,5 oC per 1000 m diatas permukaan laut. Menrunnya suhu menurut letak ketinggian tempat ini dimungkinkan karena beberapa hal antara lain : 1. Pengaruh keadaan suhu dekat permukaan bumi. 2. Pengaruh lautan 3. Pengaruh kerapatan udara 4. Pengaruh angin secara tidak langsung 5. Pengaruh panas laten 6. Penutup tanah 7. Tipe tanah 8. Pengaruh sudut datang sinar matahari yaitu Pengaruh arus laut dan Distribusi antara daratan dan lautan Penyebaran suhu udara menurut waktu dapat dikaji dalam dua pola : 1. Pola suhu diurnal (suhu udara setiap jam selama 24 jam) 2. Pola suhu udara rata-rata harian menurut bulanan dan tahunan. (Dasar-dasrar Klimatologi 2000) B. Suhu Tanah Suhu tanah merupakan hasil dari keseluruhan radiasi yang merupakan kombinasi emisi panjang gelombang dan aliran panas dalam tanah. Suhu tanah juga disebut intensitas panas dalam tanah dengan satuan derajat celcius, derajat farenheit, derajat Kelvin dan lain-lain. (Kemala Sari Lubis, 2007). Suhu tanah berpengaruh terhadap penyerapan air. Makin rendah suhu, makin sedikit air yang di serap oleh akar, karena itulah penurunan suhu tanah mendadak dapat menyebabkan kelayuan tanaman. Pengukuran suhu tanah dalam klimatologi harus 28 dihindarkan dari beberapa gangguan, baik itu gangguan likal maupun gangguan lain. Gangguan-gangguan itu adalah sebagai berikut : 1. Pengaruh radiasi matahari langsung dan pantulannya oleh benda-benda sekitar. 2. Gangguan tetesan air hujan. 3. Tiupan angin yang terlalu kuat. 4. Pengaruh local gradient suhu tanah akibat pemanasan dan pendinginan permukaan tanah setempat. Data suhu berasal dari suhu rata-rata harian, bulanan, musiman dan tahunan. Suhu rata-rata harian adalah. Dengan menjumlahkan suhu maksimum dan minimum hari tersebut selanjutnya dibagi dua Dengan mencatat suhu setiap jam pada hari tersebut selanjutnya dibagi 24 Suhu rata-rata bulanan yaitu dengan menjumlahkan rata-rata suhu harian selanjutnya dibagi 30 Suhu rata-rata tahunan yaitu dengan menjumlahkan suhu rata-rata bulanan yang selanjutnya dibagi 12 Suhu normal adalah angka suhu yang diambil dalam waktu 30 tahun (Ir. Ance Gunarsih Kartasapoetra, 2004) C. Termometer Perubahan suhu merupakan proses fisik pada molekul benda. Tiap benda mempunyai kepekaan yang berbeda terhadap perubahan suhu. Berdasarkan prinsipnya thermometer dapat di golongkan dalam empat macam, yaitu : 1. Termometer berdasarkan prinsip pemuaian 2. Termometer berdasarkan arus listrik 3. Termometer berdasrkan prinsip perubahan tekanan dan volume gas 4. Termometer berdasrkan prinsip peubahan gelombang cahaya yang di pancarkan oleh suatu permukaan bersuhu tinggi. D. Suhu Maksimum dan Minimum Suhu maksimum adalah suhu tertinggi dimana tanaman masih dapat tumbuh. Suhu minimum adalah suhu terendah dimana tanaman masih dapat 29 hidup. Dan suhu optimum adalah suhu yang dibutuhkan tanaman dimana proses pertumbuhannya dapat berjalan lancar. Panas yang diterima oleh permukaan tanah diteruskan ke dalam lapisan tanah yang lebih dalam melalui konduksi. Panas yang dijalarkan akan memerlukan waktu. Akibatnya suhu maksimum dan minimum di dalam tanah akan mengalami keterlambatan. Makin lama pemanasan permukaan tanah maka makin dalam pula suhu permukaan akar terasa ke lapisan tanah yang lebih dalam. Suhu maksimum di atmosfir terjadi pada sekitar jam 13.00, sedangkan suhu maksimum di dalam tanah akan terjadi setelah waktu suhu maksimum udara. Suhu maksimum tanah unyuk kedalaman 5 cm terjadi pada jam 14.00, untuk kedalaman 10 cm terjadi pada jam 15.30 dan untuk kedalaman tanah 20 cm terjadi pada jam 18.00 atau lewat. Suhu minimum di atmosfir terjadi setelah matahari terbit yaitu sekitar jam 06.00 pagi hari sedangkan suhu minimum didalam tanah akan mengalami keterlambatan. Untuk kedalaman 5 cm suhu minimum terjadi pada jam 08.00, untuk kedalaman 10 cm terjadi pada jam 09.00 dan untuk kedalaman 20 cm terjadi pada jam 11.00. (Bayong Tjasyono HK, 2004) Angin adalah gerakan udara yang disebabkan perubahan suhu, yang selanjutnya yang menyebabkan perubahan tekanan. Tekanan udara naik jika suhunya rendah dan turun jika suhunya tinggi. Angin bertiup dari daerah suhu rendah ke daerah suhu tinggi. Jadi angin bertiup dari daerah tekanan tinggi (suhu rendah) ke daerah tekanan rendah (suhu tinggi ). Tempat-tempat sepanjang pantai mendapat angin laut sejuk yang bertiup ke darat pada siang hari; pada malam hari angin darat sejuk bertiup ke laut. Angin darat dan angin laut seperti itu terjadi sepanjang tepi danau. Angin terjadi karena adanya perbedaan tekanan udara atau perbedaan suhu udara pada suatu daerah atau wilayah. Hal ini berkaitan dengan besarnya energi panas matahari yang di terima oleh permukaan bumi. Pada suatu wilayah, daerah yang menerima energi panas matahari lebih besar akan mempunyai suhu udara yang lebih panas dan tekanan udara yang cenderung lebih rendah. Perbedaan suhu dan tekanan udara akan terjadi antara daerah yang menerima energi panas lebih besar dengan daerah lain yang lebih sedikit menerima energi panas, yang berakibat akan terjadi pergerakan aliran udara yang etrjadi secara konveksi. 30 Dalam klimatologi, angin mempunyai 2 fungsi mendasar yaitu: Pemindahan panas : dari latitude/lintang yang lebih rendah ke yang lebih tinggi dan akan membuat seimbang neraca radiasi matahari antara lintang rendah dan tinggi. Pemindahan uap air : yang dievaporasikan dari laut ke daratan di mana sebagian besar dikondensasaikan untuk menyediakan kebutuhan air yang turun kembali sebagai hujan, kabut atau embun. Suhu tanah berpengarh terhadap penyerapan air. Makin rendah suhu, makin sedikit air yang di serap oleh akar, karena itulah penurunan suhu tanah mendadak dapat menyebabkan kelayuan tanaman. Temperatur tanah salah satu sifat fisika tanah yang sangat berpengaruh terhadap proses-proses dalam tanah, seperti pelapukan dan penguraian bahan organik dan bahan induk tanah, reaksi-reaksi kimia , temperature mempengaruhi pertumbuhan tanaman melalui perubahan kelembaban tanah, aerase, aktiivitas mikroorganisme, ketersediaan unsur hara, dll.Tanah-tanah yang banyak kandungan bahan organik dan berwarna gelap akan mengabsorbsi 80 % radiasi surya yang masuk. Tanah yang banyak mengandung kuarsa mengabsorbsi ± 30 5 radiasi surya yang masuk.Temperatur tanah lapisan atas selalu berubah-ubah selama 24 jam/hariLapisan tanah atas sampai kedalaman 50 cm selalu berubah-ubah atau mengalami fluktuasiKedalaman > 50 cm sampai 1 meter tidak banyak mengalami perubahan temperatur.Perubahan termperatur tanah -à tergantung pada banyaknya panas yang diterima dari matahari. Hal ni dipengaruhi oleh cuaca, bentuk daerah dan keadaan tanah. Faktor-faktor yang mempengaruhi suhu tanah : Faktor iklim / cuaca radiasi surya Keawanan Hujan suhu udara angin kelembaban udara 31 Faktor-faktor yang mempengaruhi suhu tanah : Kondisi topografi kemiringasn lereng arah lerreng tinggi permukaan tanah vegetasi Kelembaban udara dalam ruang tertutup dapat diatur sesuai dengan keinginan. Pengaturan kelembaban udara ini didasarkan atas prinsip kesetaraan potensiair antara udara dengan larutan atau dengan bahan padat tertentu. Jika ke dalam suatu ruang tertutup dimasukkan larutan, maka air dari larutan tersebut akan menguap sampai terjadi keseimbangan antara potensi air pada udara dengan potensi air larutan. Demikian pula halnya jika hidrat kristal garam-garam (salt cristal bydrate) tertentu dimasukkan dalam ruang tertutup makaair dari hidrat kristal garam akan menguap sampai terjadi keseimbangan potensi air (Lakitan, 1994 ). Kelembaban udara menyatakan banyaknya uap air dalam udara. Jumlah uap air dalam udara ini sebetulnya hanya merupakan sebagian kecil saja dari seluruh atmosfer uap air ini merupakan komponen udara yang sangat penting ditinjau dari segi cuaca (Agung, 2009 ). Kelembaban udara menggambarkan kandungan uap air di udara yang dapat dinyatakan sebagai kelembaban mutlak, kelembaban nisbi (relatif) maupun defisit tekanan uap air. Kelembaban mutlak adalah kandungan uap air (dapat dinyatakan dengan massa uap air atau tekanannya) persatuan volume. Kelembaban nisbi membandingkan antara kandungan/tekanan uap air aktual dengan keadaan jenuhnya atau pada kapasitas udara untuk menampung uap air. Kapasitas udara untuk menampung uap air tersebut (pada keadaan jenuh) ditentukan oleh suhu udara. Sedangkan defisit tekanan uap air adalah selisih antara tekanan uap jenuh dan tekanan uap aktual. Masing-masing pernyataan kelembaban udara tersebut mempunyai dibahas arti dan fungsi (Handoko, 199 ). tertentu dikaitkan dengan masalah yang 32 BAB III METODELOGI PRAKTIKUM 3.1 Waktu dan Tempat Hari/Tanggal : Rabu, 26 September 2018 Waktu : 07. 30-09.10 WIB Tempat : Stasiun Klimatologi Fakultas Pertanian UPN “Veteran” Jawa Timur 3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat : a. Lembar Catatan b. Thermometer Maksimum dan Minimum c. Thermometer Tanah 3.2.2 Bahan : - 3.3 Cara Kerja A. Pengukuran Suhu Tanah 1. Menggali tanah sampai kedalam -+ 15 cm dari permukaan tanah 2. Memasang thermometer tanah ke dalam tanah 3. Melakukan pengamatan suhu setiap 15 menit (07.45- 08.00; 08.0008.15; 08.15-08.30) dengan 3 kali ulangan B. Pengukuran Suhu Udara 1. Menempatkan thermometer Maximum dan Minimun pada Sangkar Stevenson 2. Melakukan pengamatan suhu setiap 15 menit (07.45- 08.00; 08.0008.15; 08.15-08.30) dengan 3 kali ulangan 33 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengamatan Tabel 4.1.1 Hasil Pengamatan Suhu Tanah No Kedalaman Waktu Suhu 1 15 cm 07.45- 08.00 32,6˚ C Dokumentasi gambar 4.1.1 2 15 cm 08.00- 08.15 33˚ C gambar 4.1.2 3 15 cm 08.15- 08.30 34,7˚ C gambar 4.1. 3 34 Tabel 4.1.2 Hasil Pengamatan Suhu Udara No Waktu Suhu Maksimum Suhu Minimum 1 07.45- 08.00 41˚ C 19˚ C Dokumentasi gambar 4.1.4 2 08.00- 08.15 41˚ C 19˚ C gambar 4.1.5 3 08.15- 08.30 41˚ C 19˚ C gambar 4.1.6 4.2 Pembahasan 4.2.1 Suhu Udara Pada pengukuran suhu udara, dilakukan pada satu hari yang sama, dan pengukuran di lakukan setiap 15 menit sekali di ulang 3 kali mulai dari pukul 07.45 WIB sampai 08.30 WIB. Pengukuran suhu udara menggunakan termometer maksimum minimum. Cara mengetahui suhu udara nya adalah dengan menambahkan suhu maksimum dan minimum yang tertera pada skala termometer, kemudian di bagi dua. Hasil pengukuran suhu udara di dapat tak berubah yakni suhu maksimum sebesar 41˚C dan suhu minimun sebesar 19˚C. untuk rata-rata suhu harian udara setelah dihitung rumus yaitu sebesar 30˚C. Suhu udara merupakan unsur iklim yang sangat penting. Suhu udara berubah sesuai dengan tempat dan waktu(Tyasyono,1992). 35 4.2.2 Suhu Tanah Pengukuran suhu tanah di lakukan pada lokasi serta kedalaman tanah yang sama . Pengukuran suhu tanah menggunakan alat yang dinamakan termometer tanah, dengan cara menusukkan kaki termometer kedalam tanah, sesuai dengan berapa kedalaman yang ingin di ukur yaitu 15cm. Di amati setiap 15 menit sebanyak 3 kali ulangan. Tidak sama seperti pengukuran suhu udara, keadaan suhu tanah pada suatu tempat cenderung lebih konstan. Pada waktu 15 menit pertama di dapatkan suhu sebesar 32,7˚C, 15 menit kedua didapat hasil 33˚C dan 15 menit terakhir didapat suhu sebesar 34,7˚C. Tanah yang semakin dalam/rendah, fluktuasi suhu-nya semakin rendah pula. Sebab panas yang dijalarkan terus berkurang jika lapisan tanah dalam sampai pada kedalaman tertentu. Namun panas yang dijalarkan dari permukaan bumi tidak berpengaruh lagi terhadap gelombang suhu. Suhu tanah pada tiap jam nya juga berubah-ubah, walaupun perbedaan tidak terlalu signifikan karena perbedaan waktu pengamatan hanya sekitar 15 menit tiap pengamatannya. Suhu dikatakan sebagai derajat panas atau dingin yang di ukur berdasarkan skala tertentu dengan menggunakan termometer. Pengaruh suhu terhadap mahkluk mahkluk hidup adalah sangat besar sehingga pertumbuhannya seakan - akan tergantung padanya, terutama dalam kegiatan pertanian. Kita ambil contoh tumbuhan - tumbuhan dimana tanaman layaknya mempunyai keinginan akan suhu tertentu, artinya tanaman itu tidak akan tumbuh dengan baik bila syaratnya tidak terpenuhi, juga berpengaruh pada proses pematangan buah makin tinggi suhu makin cepat proses pematangan buah. Dengan suhu yang tinggi benih – benih akan mengadakan metabolisme lebih cepat, akibatnya apabila benih – benih di biarkan aatau di tanam pada dataran atau tanaman tinggi maka daya kecambahnya akan turun. Jadi pada tanaman juga ada shu maksimum atau suhu optimum yag diinginkan. Fluktuasi suhu dalam tanah akan berpengaruh langsung terhadap aktivitas pertanian terutama proses perakaran tanaman didalam tanah. Apabila suhu tanah naik akan berakibat berkurangnya kandungan air dalam tanah sehingga unsur hara sulit diserap tanaman., sebaliknya jika suhu tanah rendah maka akan semakin bertambahnya kandungan aiar dalam tanah, dimana sampai pada kondisi 36 ekstrim terjadi pengkristalan. Akibatnya aktivitas akar/respirasi semakin rendah mengakibatkan translokasi dalam tubuh tanaman jadi lambat sehingga proses distribusi unsure hara jadi lambat dan akhirnya pertumbuhan tanaman jadi lambat. Demikian pula dengan suhu yang terlalu tinggi terjadi aktivitas negatif seperti terjadi pembongkaran/perusakan organ. Suhu maksimal dan minimal berpengaruh terhadap hasil produksi (Handoko, 2013). 37 BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan praktikan dapat disimpulkan bahwa: 1. Suhu tanah mempengaruhi untuk pertumbuhan tanaman 2. Faktor-faktor eksternal sendiri yang mempengaruhi suhu tanah dan udara adalah radiasi,matahari,awan,curah hujan dan lain sebagainya), faktorfaktor internalnya adalah stuktur tanah,kadar air,kandungan bahan organik dan sebagainya. 38 DAFTAR PUSTAKA Ance Gunarsih Kartasapoetra. (2006). Klimatologi Pengaruh Iklim Terhadap Tanah dan Tanaman. Bumi Aksara: Jakarta BengkulU Departemen Ilmu-ilmu Tanah .2008. Ilmu Tanah. Fakultas. Pertanian Ghalia Indonasia, Jakarta Handoko, dkk. 2003. Dasar Klimatologi. Bogor: Yudhistira Kamala sari lubis.2007.Aplikasi Suhu dan Aliran Panas Tanah.USU.Medan Kartasapoetra, A.G.2005. Klimatologi Pengaruh Cuaca Iklim terhadap Muin, S.N.2008.Penuntun Praktikum Agroklimatologi. Universitas Bengkulu Pertanian, Departemen Ilmu-ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, UGM, Yogyakarta, dan Tanah dan Tanaman. Bumi Aksara.Jakarta Tjasyono, Bayong.2004. Klimatologi. Bandung: ITB Universitas Gadjah Mada.Yogyakarta dan Ghalia Indonesia.Jakarta Wisnubroto,S,S.S.L Aminah, dan Nitisapto,M. 1982. Asas-asas Meteorologi 39 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Iklim merupakan sumber daya alam yang perlu dimanfaatkan semaksimal mungkin dalam usaha peningkatan produksi tanaman. Iklim sangat berpengaruh dalam tumbuh dan berkembangnya suatu tanaman sehingga dibutuhkan data-data yang lengkap dan akurat tentang iklim dan cuaca dari suatu wilayah. Beberapa analisir iklim yang penting adalah: temperatur, kelembaban udara, angin, sinar matahari,curah hujan dan evaporasi. Untuk mengukur nilai dari beberapa analisir iklim tersebut diperlukan suatu alat-alat pengukur meteorologis. Suhu dan kelembaban memainkan peranan penting dalam pengaruhnya terhadap pertumbuhan tanaman sejak dari fase perkecambahan / pertumbuhan tunas hingga fase produksi. Ketika tanah dalam keadaan lembab, maka suhu tanah merupakan faktor lingkungan yang dominan yang menentukan laju perkecambahan, pertumbuhan bibit, dan perkembangan akar. Kadar uap air di udara disebut lengas (kelembaban, kebasahan) udara. Uap air adalah gas yang tidak berbau, tidak terlihat dan tidak berwarna, uap air ialah air dalam bentuk dan keadaan gas. Semua uap air dalam atmosfer disebabkan karena penguapan. Penguapan ialah perubahan air dari keadaan cair kekeadaan gas. Supaya air dimana-mana dapat menguap, maka diperlukan suatu jumlah panas yang tertentu. Jumlah yang lepas disebut panas pengembu. Jadi pada pengupan diperlukan atau dipakai panas, sedangkan pada pengembunan dilepaskan panas. Penguapan, tidak hanya terjadi pada permukaan air yang terbuka saja, tetapi dapat juga terjadi langsung dari tanah dan lebih-lebih dari tumbuhan. Untuk tanaman kelembaban harus seimbang dengan suhu, karena apabila kelembaban tinggi maka proses-proses yang terjadi didalam tubuh tanaman akan terganggu. 40 1.2 Tujuan Tujuan dari praktikum kelembaban nisbi yaitu untuk mengetahui cara pengukuran kelembaban nisbi dengan menggunakan thermometer basah dan kering serta mengetahui rata-rata kelembaban harian. 41 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Kelembaban udara menggambarkan kandungan uap air di udara yang dapat dinyatakan sebagai kelembaban mutlak, kelembaban nisbi (relatif) maupun defisit tekanan uap air. Kelembaban mutlak adalah kandugan uap air (dapat dinyatakan dengan massa uap air atau tekanannya) persatu air aktual dengan keadaan jenuhnya atau pada kapasitas udara untuk menampung uap air. Kapasitas udara untuk menampung uap air tersebut (pada keadaan jenuh) ditentukan oleh suhu udara. Sedangkan defisit tekanan uap air adalah selisih antara tekanan uap jenuh dan tekanan uap aktual. Laju penguapan dari permukaan tanah lebih ditentukan oleh defisit tekanan uap air dari pada kelembaban mutlak maupun nisbi. Sedangkan pengembunan akan terjadi bila kelembaban nisbi telah mencapai 100% meskipun tekanan uap air aktualnya relatif rendah (Holton, 2006). Alat meteorologi umumnya ada dua macam yaitu jenis biasa bukan pencatat dan jenis pencatat. Contoh jenis alat biasa adalah termometer, psikrometer, dan sebagainya. Alat pencatat misalnya termograf dan sebagainya. Untuk jenis alat pencatat biasanya dilengkapi dengan jam (waktu) dan pias (chart) yang diganti tiap hari untuk pias harian dan tiap minggu untuk pias mingguan. Biasanya pias ini dilengkapi dengan pias yang pembuatannya biasnya didasarkan pada bentuk dan cara membersihkan pena, (Tjasyono, 2008). Jumlah uap air yang ada dalam atmosfer dinyatakan dengan berbagai macam ukuran , yaitu : Kelembaban specifik (p), kelembaban Nisbah campuran (r) dan kelembaban nisbi (relative humidity, RH). Kelembaban specifik adalah perbandingan antara massa uap air (mv) dengan massa udara lembab, yaitu massa udara kering (md) bersama-sama uap air tersebut (mv). Tetapi bila massa uap air tersebut hanya dibandingkan dengan massa udara kering maka disebut nisbah campuran, yang dilambangkan dengan r (Zailani, K.2006) Kelembaban nisbi merupakan perbandingan antara kelembaban aktual dengan kapasitas udara untuk menampung uap air. Bila kelembaban aktual dinyatakan dengan tekanan uap aktual (ea), maka kapasitas udara untuk 42 menampung uap air tersebut merupakan tekanan uap jenuh (es). Sehingga kelembaban nisbi (RH) dapat dituliskan dalam (Ariffin. 1989) Apabila RH 100% maka tekanan uap aktual akan sama dengan tekanan uap jenuh. Tekanan uap jenuh tergantung oleh suhu udara. Semakin tinggi suhu udara maka kapasitas untuk menampung uap air atau es meningkat. Oleh sebab itu pada ea yang tetap, RH akan lebih kecil bila suhu udara meningkat dan sebaliknya RH makin tinggi bila suhu udara lebih rendah (Kartasapoetra,1998). Beberapa prinsip yang umum digunakan dalam pengukuran udara adalah metode pertambahan panjang, berat pada benda-benda higroskopis, dan juga metode termodinamika. Alat pengukur kelembaban secara umum disebut hygrometer. Angin yang berhembus suatu waktu tertentu bukanlah hail suatu proses yang sederhana. Ahli meteorology telah lama mengetahui bahwa angin merupakan proses intraksi yang rumit dari pola angin yang umum di dunia ( Handoko, 2006 ). 43 BAB III METODELOGI PRAKTIKUM 3.1 Waktu dan Tempat Hari/tanggal : Rabu, 03 oktober 2018 Waktu : 07.30-09.20 WIB Tempat : Stasiun Klimatologi Fakultas Pertanian UPN “Veteran” Jawa Timur 3.2 Alat dan Bahan a. Higrometer digital b. Termometer bola basah kering c. Lembar pengamatan d. Alat tulis e. Kamera 3.3 Cara Kerja 1. Menyiapkan alat yang di perlukan. 2. Mengisi air pada kantung kain muslin pada thermometer bola Basah 3. Menempatkan thermometer bola basah dan bola kering pada sangkar Stevenson agar terhindar dari pengaruh radiadi sinar matahari secara langsung, tetesan air hujan, tiupan angin yang terlalu kencang, radiasi bumi akibat pemanasan dan pendinginan permukaan tanah setempat. 4. Pembacaan thermometer mata harus sejajar dengan tinggi permukaan air raksa atau alcohol yang ada dalam pipa kapilerus untuk mengurangi kesalahan dalam pembacaan. 5. Pembacaan di lakukan setiap perlakuan 10 menit, 20 menit, dan 30 menit sekali sebanyak tiga kali perlakuan 6. Memasukkan data pada table pengamatan 7. Menghitung prosentase RH dengan table kelembapan relative (%) 44 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengamatan Tabel 4.1 Hasil Pengamatan Kelembaban Nisbi Interval Suhu Bola Suhu Bola Kelembaban Nisbi/Relatif (%) Waktu Kering Basah Berdasarkan Berdasarkan Higrometer Bola Kering Bola Basah Digital I 29oC 25oC 71% 67% 42% II 29oC 25oC 71% 67% 41% III 29oC 25oC 71% 67% 43% Gambar 4.1.1 Hasil Pengamatan Kelembaban Nisbi 4.2 Pembahasan Kelembaban nisbi pada suatu tempat merupakan perbandingan antara kelembaban aktual dengan kapasitas udara untuk menampung air. Sehingga kelembaban relatif (Rh) dapat ditulis dengan persen(%) (Sutrisno,1996). Menurut Umar (2012), tinggi rendahnya kelembaban udara di suatu tempat sangat bergantung pada beberapa faktor yaitu : suhu, tekanan udara, pergerakan angin, kuantitas, kualitas, penyinaran, vegetasi, dan ketersediaan air suatu tempat. 45 Berdasarkan hasil pengukuran termometer basah-kering acuan bola basah didapat kelembaban relatif sebesar 67% pada setiap interval waktu pengukuran, sedangkan dengan acuan bola kering didapat kelembaban relatif sebesar 71% pada setiap interval. Keduanya tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Untuk mencari kelembaban relatif seperti tabel hasil di atas, suhu bola kering dikurangi dengan suhu bola basah. Kemudian hasil selisih tersebut dicocokkan dengan tabel Asmann yang beracuan bola basah seperti perhitungan berikut: Suhu Bola Kering – Suhu Bola Basah = 29oC – 25oC = 4oC Tabel 4.2.1 Tabel Kelembaban Nisbi/Relatif (%) dari Suhu Bola Kering dan Bola Basah Beracuan Bola Kering Berdasarkan hasil pengukuran higrometer digital, diketahui kelembaban nisbinya berturut : 42% ; 41% ; 43% ; pada interval waktu I, II, dan III. Prinsip kerja higrometer digital adalah dengan menggunakan 2 termometer. Termometer pertama digunakan untuk mengukur suhu udara biasa dan yang kedua untuk mengukur suhu udara jenuh. Higrometer ini menggunakan sensor kaca yang didinginkan serta optoelektronik mekanis untuk mendeteksi kondensasi/titik uap air jenuh. Sensor kaca lalu mengirimkan sinyal feedback ke PCB dan menampilkannya pada display (Farahani, Rahman, & Nizar, 2014). 46 Perbedaan hasil pengukuran antara higrometer digital dan termometer basah-kering dikarenakan sistem yang berbeda. Higrometer digital cenderung mendeteksi kelembaban relatif daripada nilai absolut dari keberadaan air, sedangkan sendiri kelembaban relatif adalah sebuah fungsi dari temperatur dan isi kadar kelembaban absolut. 47 BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan praktikan dapat disimpulkan bahwa: 1. persentase kelembaban relatif udara merupakan hasil selisih antara termometer bola kering dan bola basah pada psychrometer, 2. persentase kelembaban relatif merupakan hasil rasio evaporasi dan kondensasi pada sensor kaca dalam higrometer digital 48 DAFTAR PUSTAKA Ariffin. 1989. Dasar – Dasar Klimatologi Pertanian. Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. Malang Farahani, H. dkk. Humidity Sensors Principle , Mechanism and Fabrications Technologies : A Comprehensive Review. Sensor 2014,14: 7881-7939. Malaysia Handoko.2006.Agroklimatologi.Mataram: UPT Mataram Universitity Press Halton.2006.Klimatologi Pengaruh Iklim Terhadap Tanah dan Tanaman.Jakarta:Bina Aksara Tjasyono.2008.Klimatologi Umum.Bandung: ITB Bandung Kartasapoetra, A.G. 1998. Klimatologi : Pengaruh iklim Terhadap Tanah dan Tanaman Edisi Revisi. Bumi Aksara. Jakarta. Sutrisno. 1996. Fisika Dasar. Bandung: ITB Umar, M. Ruslan. 2012. Penuntun Praktikum Ekologi Umum . Makassar : Universitas Hasanuddin Zailani, K.2006. Klimatologi dasar. Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala, Darussalam. Banda Aceh 49 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hujan merupakan unsur fisik lingkungan yang paling beragam baik menurut waktu maupun tempat. Hujan turun dari awan, adanya awan belum tentu turunnya hujan. Hujan baru turun bila butir-butir air di awan bersatu menjadi besar dan mempunyai daya berat yang cukup dan suhu di bawah awan harus lebih rendah dari suhu awan itu sendiri, maka butir-butir air yang telah besar dan berat jatuh sebagai hujan. Dan hujan juga merupakan faktor penentu serta faktor pembatas bagi kegiatan pertanian secara umum, oleh karena itu klasifikasi iklim untuk wilayah Indonesia (Asia Tenggara umumnya) seluruhnya dikembangkan dengan menggunakan curah hujan sebagai kriteria utama. Dengan adanya hubungan sistematik antara unsur iklim dengan pola tanam dunia telah melahirkan pemahaman baru tentang klasifikasi iklim, dimana dengan adanya korelasi antara tanaman dan unsur suhu atau presipitasi menyebabkan indeks suhu atau presipitasi dipakai sebagai kriteria dalam pengklasifikasian iklim. Air hujan merupakan unsur penting untuk pertanian yang ada di Indonesia. Hujan adalah air yang jatuh di permukaan sebagai akibat terjadinya kondensasi dari partikel-partikel awan. Hujan diukur sebagai tinggi air yang jatuh di permukaan yang datar dalam periode waktu tertentu, apakah harian, mingguan, bulanan, dan tahunan. Data hujan adalah data unsur cuaca yang bervariasi menurut tempat ataupun waktu. Karena variasinya yang besar inilah orang harus sering mengukur dalam jangkauan jarak ataupun periode tertentu. Istilah untuk kuantitas hujan dipakai istilah curah hujan atau persipitas yang dinyatakan dalam millimeter (mm) atau inchi. Curah hujan adalah unsur iklim yang sangat berubah-ubah dari tahun ke tahun, adalah penting bahwa setiap analisis iklim pertanian mempertimbangkan variabilitas ini dan tidak hanya didasarkan atas nilai rata-rata. Curah hujan yang dinyatakan dalam milimeter (mm) yaitu tinggi 50 lapisan air yang jatuh di atas permukaan tanah, andaikata air tidak meresap ke dalam tanah, mengalir atau terjadi penguapan akan mempunyai volume 1 liter. Curah hujan sering disebut dengan presipitasi. Presipitasi adalah air dalam bentuk cair atau padat yang mengendap ke bumi yang selalu didahului oleh proses kondensasi atau sublimasi atau kombinasi keduanya yang sering dinyatakan dalam mm. Uap air merupakan sumber presipitasi seperti hujan dan salju. Jumlah uap air yang terkandung dalam udara merupakan indikator potensi atmosfer untuk terjadinya presipitasi. Kandungan uap air diatmosfer hanya kurang dari 2 % dari total volume di atmosfer. Kandungan uap air dapat bervariasi antara 0 % hingga 3 % didaerah lintang menengah dan dapat mencapai 4 % di daerah tropika basah. Karakteristik curah hujan yang penting di ketahui, yaitu : a. Intensitas hujan adalah laju turunannya hujan dalam mm perjam b. Lama hujan diartikan (a) periode waktu turunnya hujan pada intensitas tertentu yang dinyatakan dalam jam atau menit atau (b) total waktu dari awal sampai akhir suatu kejadian hujan. Pada keteknikan pengertian yang pertama yang digunakan. c. Total jumlah hujan adalah (a) hasil perkalian antara intensitas hujan dengan lama hujan dalam satuan mm atau (b) banyaknya hujan pada suatu permukaan datar atau tertampung pada alat penakar hujan. d. Periode ulang kejadian hujan adalah rata-rata jumlah tahun dimana intensitas dan lama hujan tertentu diperkirakan terulang. 1.2 Tujuan Dalam praktikum agroklimatologi mengenai curah hujan ini, memiliki tujuan yaitu untuk mengenal alat yang digunakan untuk mengukur curah hujan serta mengenal bagian-bagian dari alat tersebut. Selain itu, untuk mengetahui cara pengmbilan data serta penetapan curah hujan dari alat tersebut di suatu daerah. 51 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Hujan adalah kebasahan yang jatuh ke bumi dalam bentuk cair. Butir-butir hujan mempunyai garis tengah 0,08 – 6 mm. Hujan terdapat dalam beberapa macam yaitu hujan halus, hujan rintik-rintik dan hujan lebat. Perbedaan terutama pada besarnya butir-butir. Hujan lebat biasanya turun sebentar saja jatuh dari awan cumulonimbus. Hujan semacam ini dapat amat kuat dengan intensitas yang besar (Karim,1985). Curah hujan dapat diklasifikasikan berdasarkan bentuk atau unsur-unsur presipitasi yakni pertama, hujan. Hujan adalah butir-butir air yang jatuh ke bumi dalam bentuk cair. Butir-butir hujan mempunyai garis tengah 0,08 – 6 mm. Macam hujan yaitu hujan halus, hujan rintik-rintik dan hujan lebat. Perbedaan terutama pada besarnya butir-butir. Hujan lebat biasanya turun sebentar saja dari awan cumulonimbus. Hujan semacam ini dapat amat kuat dengan intensitas yang besar. Kedua salju, terjadi karena sublimasi uap air pada suhu dibawah titik beku. Bentuk dasar dari slju adalah hexagonal akan tetapi hal ini tergantung dari suhu dan cepatnya sublimasi. Dan yang ketiga, hujan ES. Hujan es jatuh pada waktu hujan guntur dari awan cumulonimbus. Didalam awan terdapat konveksi dari udara panas dan lembab. Dalam udara panas dan lembab yang naik secara konvektif, dan terjadilah sublimasi. Bilamana aliran menjadi lemah, butir-butir air akan turun sehingga sampai pada bahagian bawah, disini mengisap air sehingga sebagian membeku oleh inti yang sangat dingin itu (Handoko, 1994). Curah hujan dapat diukur dengan alat pengukur curah hujan otomatis atau yang manual. Alat-alat pengukur tersebut harus diletakkan pada daerah yang masih alamiah, sehingga curah hujan yang terukur dapat mewakili wilayah yang luas. Salah satu tipe pengukur hujan manual yang paling banyak dipakai adalah tipe observatorium (obs) atau sering disebut ombrometer. Curah hujan dari pengukuran alat ini dihitung dari volume air hujan dibagi dengan luas mulut penakar. Alat tipe observatorium ini merupakan alat baku dengan mulut penakar seluas 100 cm2 dan dipasang dengan ketinggian mulut penakar 1,2 meter dari permukaan tanah. ( Jumin, 2002). 52 Alat pengukur hujan otomatis biasanya memakai prinsip pelampung, timbangan dan jungkitan. Keuntungan menggunakan alat ukur otomatis ini antara lain seperti, waktu terjadinya hujan dapat diketahui, intensitas setiap terjadinya hujan dapat dihitung, pada beberapa tipe alat, pengukuran tidak harus dilakukan tiap hari karena periode pencatatannya lebih dari sehari, dan beberapa keuntungan lain (Sutedjo, Mul Suryani dan Kartasapoetra. 2005). Informasi curah hujan diperlukan mengenai jumlah hujan, jumlah hari hujan dan sebarannya menurut waktu. Kelembaban berkaitan dengan pertumbuhan hama dan penyakit tertentu pada berbagai tanaman. Suhu berkaitan dengan umur tanaman, pertumbuhan generatif, pembentukan biji, buah dan gangguan fisiologis lainnya. Angin diperlukan untuk penguapan, penyerbukan, keseimbangan kandungan udara, bahkan tenaga angin dapat dipakai untuk menggerakan berbagai alat mekanik pertanian. Yoshida and Parao (1976) menyatakan suhu, radiasi surya dan curah hujan mempengaruhi pertumbuhan dan hasil padi melalui dua cara. Pertama secara langsung, iklim mempengaruhi proses fisiologis tanaman, seperti pertumbuhan vegetatif, susunan organ-organ penyimpanan dan pengisian gabah. Kedua secara tidak langsung mempengaruhi hasil gabah melalui kerusakan oleh hama dan penyakit yang menyerang tanaman. Informasi iklim yang diperlukan untuk pertanian praktis sifatnya (Darwis, 1992), agak bebeda dengan informasi iklim yang ada sekarang ini tersedia. Yang diperlukan lebih spesifik antara lain : 1. Informasi Wilayah Berdasarkan sifat iklim suatu wilayah, komoditas pertanian apa yang sesuai di daerah tersebut untuk dikembangkan mungkin dapat dibedakan atas komoditas sesuai dan sesuai bersyarat. 2. Informasi Komoditas Sebagai contoh bila ada orang mau menanam mangga. Dimana daerah yang cocok iklimnya untuk tanaman tersebut. Kalau dapat dilengkapi dengan informasi sifat tanah, luas areal, social ekonomi dan lain sebagainya, yang mendukung pertumbuhan dan produksi mangga. Contoh lain, kalau di Padang Sidempuan iklim mikro dan sifat tanah telah cocok 53 untuk bertanam Salak dengan pertumbuhan dan produksi telah maksimal, seharusnya didaerah itu jangan dikembangkan lagi komoditas lain yang dapat mengganggu areal Salak seperti Kelapa Sawit dan Karet serta pemukiman. 3. Pola Curah hujan Pola curah hujan selama satu musim atau satu tahun yang akan datang, sangat diperlukan untuk merencanakan pertanian. Kapan, berapa lama, berapa banyak curah hujan pada suatu lokasi tertentu. Secara terinci dapat diinformasikan berapa persen peluang curah hujan sejumlah yang diharapkan dapat diperoleh. Hal ini dapat berbeda untuk komoditas yang berbeda pula. Untuk mendukung ini sebenarnya dari zaman Belanda sampai era tahun 70-an masih sangat banyak pengamatan curah hujan di Sumatera Utara dengan system kerja sama antara BMG dengan instansi terkait lainnya. Namun belakangan ini makin sedikit pengamatan yang berkesinambungan dilaksanakan. Tentu saja berakibat informasi ini tidak setiap tempat dapat tersedia, padahal dengan system kerja sama tersebut BMG menyediakan alat dan hasil analisisnya. Instansi terkait yang melakukan pengamatan dan mengirim data ke BMG. 4. Peluang Kekeringan Tidak hanya pola curah hujan yang perlu diprakirakan. Peluang terjadinya kekeringan pun perlu dikaji dengan seksama. Berapa persen peluang terjadinya kekeringan pada satu waktu didaerah tertentu. Kapan akan terjadinya pun sebenarnya dapat diprakirakan. Hal ini semua hanya dapat dilakukan jika data tersedia dengan lengkap di daerah-daerah sentra pertanian khususnya. 5. Peta Iklim Peta iklim untuk pertanian seyogianya selalu dapat diperbaharui secara berkala, terutama untuk pola curah hujan dengan data-data mutakhir. Dewasa ini walaupun Sumatera Utara telah memiliki peta iklim (zone 54 agroklimat menurut Oldeman) yang disusun tahun 90-an sebenarnya harus selalu di up dating secara berkala sesuai dengan data-data mutakhir (Darsiman, dkk, 1999). Persoalan kita adalah data-data mutakhir volumenya makin menurun. Salah satu penyebabnya adalah, sebelumnya semua stasiun hujan yang ada, BMG bekerjasama dengan Diperta, Disbun, Dishut dan PU Pengairan Tk I Sumut, namun setelah Otonomi Daerah belum ada kejelasan Stasiun Hujan kerjasama yang ada di daerah siapa yang bertanggung jawab secara structural. 55 BAB III METODELOGI PRAKTIKUM 3.1 Waktu dan Tempat Hari/Tanggal : Rabu, 24 oktober 2018 Pukul : 07.30 - 09.10 WIB Tempat : Stasiun Klimatologi Fakultas Pertanian UPN “Veteran” Jawa Timur 3.2 3.3 Alat dan Bahan a. Umbrometer b. Gelas ukur satuan tinggi hujan c. Lembar pengamatan d. Alat Tulis e. Kamera Cara Kerja 1. Siapkan alat dan bahan yang akan digunakan 2. Pasang alat penakar hujan (Umbrometer) di tempat terbuka yang 45˚ sudut pandang dari permukaan corong ke sekitarnya, bebas dari halangan . Tinggi alat di pasang 120 cm dari permukaan tanah hingga mulut corong. 3. Mengambil supernatant atau cairan bening dengan pipet. Posisi pemasangan alat tegak lurus dan rata-rata air. Amati penakar hujan yang disediakan meliputi : a. Jenis alat yang digunakan b. Tinggi lingkaran penangkaran hujan dari permukaan tanah c. Luas lingkungan penangkapan hujannya dengan menggunakan rumus 4. Pengamatan dilakukan secara berkala, setelah pengamatan awal dilakukan pengamatan selanjutnya dilakukan setelah 30 menit 56 pengamatan pertama. Dan dilakukan secara terus-menerus sampai batas waktu yang telah ditentukan. 57 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengamatan Tabel 4.1 Hasil Pengamatan Curah Hujan No Waktu Volume Air 1. 10 Menit 94 ml Dokumentasi Gambar 4.1.1 2. 10 Menit 90,7 ml Gambar 4.1.2 3. 10 Menit 45.5 ml Gambar 4.1.3 Total 230,2 ml Rata-rata Curah Hujan = = = 23.02 ml 58 4.2 Pembahasan Hujan merupakan unsur fisik lingkungan yang paling beragam baik menurut waktu maupun tempat dan hujan juga merupakan faktor penentu serta faktor pembatas bagi kegiatan pertanian secara umum, oleh karena itu klasifikasi iklim untuk wilayah Indonesia (Asia Tenggara umumnya) seluruhnya dikembangkan dengan menggunakan curah hujan sebagai kriteria utama. Dengan adanya hubungan sistematik antara unsur iklim dengan pola tanam dunia telah melahirkan pemahaman baru tentang klasifikasi iklim, dimana dengan adanya korelasi antara tanaman dan unsur suhu atau presipitasi menyebabkan indeks suhu atau presipitasi dipakai sebagai kriteria dalam pengklasifikasian iklim. Air hujan sering digambarkan sebagai berbentuk "lonjong", lebar di bawah dan menciut di atas, tetapi ini tidaklah tepat. Air hujan kecil hampir bulat. Air hujan yang besar menjadi semakin leper, seperti roti hamburger; air hujan yang lebih besar berbentuk payung terjun. Air hujan yang besar jatuh lebih cepat berbanding air hujan yang lebih kecil. Biasanya air hujan memiliki kadar asam pH 6. Air hujan dengan pH di bawah 5,6 dianggap hujan asam. Dari hasil pengamatan dapat diketahui bahwa curah hujan memiliki total volume sebesar 230,2 ml dengan curah hujan tertinggi yang didapat dalam pengamatan yaitu sebesar 94 ml. Hal ini menunjukkan bahwa hujan merupakan salah satu siklus hidrologi, dimana terjadi terus menerus selama perputaran siklus. Air menguap keatas lalu turun ke permukaan lagi dan menguap lagi. Hujan memainkan peranan penting dalam siklus hidrologi. Lembaban dari laut menguap, berubah menjadi awan, terkumpul menjadi awan mendung, lalu turun kembali ke bumi, dan akhirnya kembali ke laut melalui sungai dan anak sungai untuk mengulangi daur ulang itu semula. Tingginya suhu yang lembab menyebabkan banyaknya hujan terjadi karena asumsi suatu massa udara yang lembab tersebut. Hujan terjadi dari adanya udara lembab yang esensial. Jika udara terlalu kering, hujan dapat jatuh dari awan dan tidak pernah menjangkau tanah. Jejak hujan yang kelihatan tidak menjangkau tanah itu disebut virga. Asumsi bahwa suatu massa udara lembab, ada empat penyebab utama timbulnya hujan lebat. Semua penyebab ini mempunyai pengaruh bagaimana membuat udara yang hangat naik. Pada kenaikan tekanan yang lebih 59 rendah bergerak ke arah yang lebih luas dan kehilangan panas, resultan yang mendingin berarti lebih sedikit embun yang dapat ditahan dan hujan pun terjadi. Adapun alat yang digunakan untuk mengukur curah hujan adalah tipe pengukur hujan manual observatorium (obs) atau sering disebut ombrometer, prinsip kerja alat ini di pasang pada tempat terbuka dengan sudut 450 dari sudut pandang permukaan corong ke sekitarnya, alat ini di pasang pada ketinggian 120 cm dari permukaan tanah hingga mulut corong. Jumlah air hujan yang tertampung diukur dengan gelas ukur yang telah dikonversi dalam satuan tinggi atau gelas ukur yang kemudian dibagi sepuluh karena luas penampangnya adalah 100 cm sehingga dihasilkan satuan mm. Penakar curah hujan tipe manual mempunyai beberapa kerugian, antara lain pada waktu hujan lebat, kemungkinan air akan meluber sehingga hasil pengukuran tidak menunjukkan pengukuran sebenarnya, sejumlah air di dalam tabung kemungkinan bukan berasal dari air hujan tetapi dari kondensasi, serta intensitas hujan tidak dapat diukur. 60 BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Dari penjelasan di atas dan berdasarkan pengamatan dalam praktikum agroklimatologi tentang curah hujan ini, maka didapatkan kesimpulan yaitu : 1. Hujan merupakan jatuhnya air ke permukaan bumi yang memiliki satu bentuk presipitasi yang berwujud cairan yang dinyatakan dalam satuan milimeter (mm) dengan butir-butir hujan yang mempunyai garis tengah 0,08 – 6 mm. 2. Dengan adanya hujan maka persediaan air di permukaan tanah akan bertambah sehingga kebutuhan air akan terpenuhi. 3. Curah hujan tertinggi yang didapat dalam pengamatan yaitu sebesar 94 ml dengan rata-rata 23,02 ml. 4. Alat yang digunakan untuk mengukur curah hujan adalah tipe pengukur hujan manual observatorium (obs) atau sering disebut ombrometer. 61 DAFTAR PUSTAKA Darsiman, B,. Sutrisno., Mukri Siregar., Nazaruddin Hisyam. 1999. Karakteristik Zone Agroklimat E2 di Sumatera Utara. Makalah Penunjang Kongres IV PERHIMPI dan Simposium Internasional I, Bogor, 18-20 Oktober 1999. 9 pp Darwis, S. N. 1992. Pemantapan Pola Iklim untuk Pertanian. Proc.Symposium et. Pertanian III. PERHIMPI. P9-20 Handoko. 1994. Klimatologi Dasar. PT Dunia Pustaka Jaya. Jakarta. Jumin, Hasan Basri. 2002. Agroekologi Suatu Pendekatan Fisiologi. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta Karim, K. 1985. Diktat Kuliah Dasar-Dasar Klimatologi. Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh. Sutedjo, Mul Suryani dan Kartasapoetra. 2005. Pengantar Ilmu Tanah. PT RINEKA CIPTA, Jakarta. Yoshida, S., and F.T Parao. 1976. Climate influence on yield and yield components of lowland rice in tropics. Proc. Of Symposium on Climate and Rice. The Int. Res. Inst. Los Banos, Philippines. P471494 62 BAB 1 PENDAHULUAN 1.2 Latar Belakang Penguapan atau evaporasi adalah proses perubahan molekul didalam keadaan cair (contohnya air) dengan spontan menjadi gas (contohnya uap air). Proses ini adalah kebalikan dari kondensasi. Umumnya penguapan dapat dilihat dari lenyapnya cairan secara berangsur-angsur ketika terpapar pada gas dengan bolume signifikan. Rata-rata molekul tidak memiliki energi yang cukup untuk lepas dari cairan. Bila tidak, cairan akan berubah menjadu uap dengan cepat. Ketika molekul-molekul saling bertumbukkan, mereka saling tukar energi dalam berbagai derajat, tergantung bagaimana mereka bertumbukkan. Terkadang transfer energi ini begitu berat sebelah, sehingga salah satu moleul mendapatkan energy yang cukup buat menembus titik didih cairan. Bila ini terjadi di dekat permukaan cairan, molekul tersebut dapat terbang ke dalam gas dan menguap. Evaporasi yang bersumber dari badan-badan air seperti lautan, danau, sungai dan rawa-rawa yang menghasilkan uap air di atmosfer, sebagai sumber presipitasi, merupakan peristiwa yang menyebabkan siklus hidrologi. Kebutuhan air untuk tanaman sangat tergantung dari besarnya curah hujan rata-rata dengan penguapan (evapotranspirasi). Jika semakin kecil curah hujan rata-rata bulanan, semakin besar penguapan, maka kebutuhan air untuk tanaman akan semakin besar. Demikian pula kaitannya dengan luas sawah yang dapat diairi, jika kebutuhan air untuk tanaman besar, ketersediaan air sedikit, maka luas sawah yang dapat diairi semakin kecil. Alat-alat untuk mengukur evaporasi adalah evaporimeter (panci terbuka). Evaporasi (penguapan) terjadi ketika air dipanaskan oleh sinar matahari, permukaan molekul-molekul air memiliki cukup eergi melepaskan ikatan molekul air tersebut kemudian terlepas dan mengambang sebagai uap air yang tidak terlihat di atmosfer. Hujan turun dari awan, adanya awan belum tentu turunnya hujan. Hujan baru turun bila butir-butir air di awan bersatu menjadi besar dan mempunyai daya berat yang cukup dan suhu dibawah awan haris lebih rendah 63 daru suhu awan itu sendiri, maka butir-butir air yang tealh besar dan berat jatuh sebagai hujan. 1.2 Tujuan Praktikum Adapun tujuan dari praktikum Pengukuran Evaporasi ini yaitu untuk memahami cara pengukuran evaporasi dengan menggunakan evaporimeter tipe panca kelas A serta menghitung banyaknya evaporasi dalam sehari. 64 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Evaporasi adalah peristiwa berubahnya air menjadi uap. Uap ini kemudian bergerak dari permukaan tanah atau permukaan air ke udara (Sosrodarsono, 1999). Sedangkan Menurut Lee (1988), evaporasi merupakan proses perubahan cairan menjadi uap, ini terjadi jika cairan berhubungan dengan atmosfer yang tidak jenuh, baik secara internal, pada daun tanaman (transpirasi) maupun secara eksternal, pada permukaan yang basah. Evaporasi adalah perubahan air menjadi uap air. Yang merupakan suatu proses yang berlangsung hampir tanpa gangguan selama berjam-jam pada siang hari dan sering juga selama malam hari. Air akan menguap dari permukaan baik tanah gundul maupun tanah yang ditumbuhi tanaman, dan juga dari pepohonan permukaan kedap air atap dan jalan raya air, air terbuka dan sungai yang mengalir (Wilson, 1993). Penguapan adalah proses perubahan air dari bentuk cair menjadi bentuk gas (uap). Ada dua macam penguapan, yaitu evaporasi (penguapan air secara langsung dari lautan, danau, sungai, dll) dan transpirasi (penguapan air dari tumbuh-tumbuhan dan lain-lain, makhluk hidup). Gabungan antara evaporasi dan transpirasi disebut evapotranspirasi (Wuryanto, 2000). Penguapan cenderung untuk menjadi sangat tinggi pada daerahdaerah yang mempunyai suhu tinggi, angin kuat, dan kelembaban yang rendah. Daerah subtropik biasanya merupakan daerah yang langsung menerima insolasi (pemanasan dari matahari) tanpa terlindung oleh adanya awan. Juga merupakan daerah yang mempunyai angin yang kuat dan mempunyai nilai kelembaban yang rendah (Hutabarat, 1986). Kecepatan hilangnya air oleh evaporasi (penguapan)/transpirasi pada dasarnya ditentukan oleh gradien tekanan uap; yaitu oleh perbedaan tekanan pada daun/permukaan tanah dan tekanan dari atmosfer. Seterusnya gradien tekanan-uap terhubung dengan sejumlah faktor iklim dan tanah yang lain (Buckman dan Brady, 1982). Air dalam tanah juga dapat naik ke udara melalui tumbuhtumbuhan. Peristiwa ini disebut evapotranspirasi. Banyaknya berbedabeda tergantung dari 65 kadar kelembaban tanah dan jenis tumbuh-tumbuhan. Umumnya banyaknya transpirasi yang diperlukan untuk menghasilkan satu gram bahan kering disebut laju transpirasi (Karim, 1985). 66 BAB III METODELOGI PRAKTIKUM 3.1 Waktu dan Tempat Hari / Tanggal : Rabu, .31 oktober 2018 Pukul : 07.30-09.20 WIB Tempat : Stasiun Klimatologi Fakultas Pertanian UPN “Veteran” Jawa Timur 3.2 Alat dan Bahan a. Kancah (panic kelas A). b.Mikrometer pancing (Hook Gauge). c. Penggaris. d.Pensil. e. Lembar pengamatan. 3.3 Cara Kerja 1. Mempersiapkan peralatan ukur evaporasi, yaitu: panic kelas A, micrometer pancing, mistar/ penggaris, alat - alat tulis serta lembar pengamatan. 2. Menempatkan panic kelas A pada dudukan panic dengan posisi rata rata air 3. Mengisi panic kelas A dengan air bersih setinggi 5 cm dibawah bibir panci. 4. Mengukuran tinggi muka air setiap pagi (jam 07.30) dan pantau tinggi air 5. Mengukur tinggi muka air setelah 15 menit mengalami evaporasi dengan menggunakan penggaris, bila : a. Tidak ada hujan, gunakan rumus : E₀ = (P₀- P₁) Dimana P₀ = Pembacaan awal dari muka air yang ditunjukan oleh micrometer. P₁= Pembacaan akhir E = Jumlah air yang dievaporasi setelah terjadi evaporasi 67 b. Ada hujan, gunakan rumus : E₀ = (P₀ - P₁) + CH Dimana CH = CerahHujan c. Ada hujan, permukaan air tepat pada ujung pancing (P₀ dan P₁ berhimpit), maka perhitungan E₀ = (P₀- P₁) + CH, karenaP₀ = P₁ maka perhitungannya menjadi : E₀ = CH d. Ada hujan, permukaan air berada diatas ujung pancing, maka perhitungannya E₀ menjadi E₀ = CH – (P₀ - P₁) keterangan : 1. Silinder terbuat dari logam monel berdinding kuat dengan tebal 0,8 cm. 2. Batang pancing pengukur berskala (Hoo gauge). 3. Tabung peredam riak (Stilling Well Cylinder) dengan garis tengah 10 cm dan tinggi 30 cm. 4. Anemometer. 5. Kerangka kayu setinggi 5 – 10 cm bercat putih. 68 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengamatan Tabel 4.1 Hasil Pengamatan Pengukuran Evaporasi Evaporasi ke- Tinggi air 1 12.9 cm Dokumentasi Gambar 4.1.1 2 12.7 cm Gambar 4.1.2 3 12.5 cm Gambar 4.1.3 69 4.2 Pembahasan Evaporasi merupakan konversi air kedalam uap air. Proses ini berjalan terus hampir tanpa berhenti disiang hari dan kerap kali dimalam hari, perubahan dari keadaan cair menjadi gas ini memerlukan energy berupa panas laten untuk evaporasi, proses tersebut akan sangat aktif jika ada penyinaran matahari langsung, awan merupakan penghalangan radiasi matahari dan penghambat proses evaporasi (Wahyuningsih, 2004). Pengukuran air yang hilang melalui penguapan (evaporasi) perlu diukur untuk mengetahui keadaan kesetimbangan air antara yang didapat melalui curah hujan dan air yang hilang melalui evaporasi. Alat pengukur evaporasi yang paling banyak digunakan sekarang adalah Panci atau kancah. Menurut Hanum (2009) Faktor-faktor yang mempengaruhi evaporasi yaitu: a. Radiasi Matahari Radiasi matahari merupakan sumber utama panas dan mempengaruhi jumlah evaporasi di atas permukaan bumi, yang tergantung letak pada garis lintang dan musim. Radiasi matahari yang sampai kepermukaan bumi juga dipengaruhi oleh penutupan awan. Penutupan oleh awan dinyatakan dalam persentase dari lama penyinaran matahari nyata terhadap lama penyinaran matahari yang mungkin terjadi. b. Temperatur udara Pada permukaan evaporasi sangat berpengaruh terhadap evaporasi. Semakin tinggi temperature semakin besar kemampuan udara untuk menyerap uap air. Selain itu semakin tinggi temperatur, energy kinetic molekul air meningkat sehingga molekul air semakin banyak yang berpindah ke lapis udara di atasnya dalam bentuk uap air. c. Kelembaban Udara Udara lembab merupakan campuran dari udara kering dan uap air. Apabila jumlah uap air yang masuk ke udara semakin banyak, tekanan uapnya juga semakin tinggi. Akibatnya perbedaan tekanan uap semakin kecil, yang menyebabkan berkurangnya laju penguapan. Apabila udara di atas permukaan air sudah jenuh uap air tekanan udara telah mencapai tekanan 70 uap jenuh, di mana pada saat itu penguapan terhenti. Kelembaban udara dinyatakan dengan kelembaban relatif. d. Kecepatan Angin Penguapan yang terjadi menyebabkan udara di atas permukaan evaporasi menjadi lebih lembab, sampai akhirnya udara menjadi jenuh terhadap uap air dan proses evaporasi terhenti. Agar proses penguapan dapat berjalan terus lapisan udara yang telah jenuh tersebut harus diganti dengan udara kering. Penggantian tersebut dapat terjadi apabila ada angin. Oleh karena itu kecepatan angina merupakan faktor penting dalam evaporasi. Di daerah terbuka dan banyak angin, penguapan akan lebih besar daripada di daerah yang terlindung dan udara diam. Dari hasil pengamatan yang telah dilakukan diperoleh nilai evaporasi sebesar 0.4cm. Evaporimeter yang digunakan pada praktikum kali ini adalah evaporimeter yang menggunakan bejana penguapan berupa panic atau kancah yang berisi air bersih (Runtunuwu 2008). Pada praktikum ini dilakukan dua kali percobaan ulangan dengan interval 15 menit. Pada 15 menit pertama di peroleh nilai evaporasi sebesar 0,2cm hal ini terbukti dari menurunnya tinggi muka air dari tinggi awal sebesar 12,9 cm menjadi 12.7cm. Pada 15 menit kedua di peroleh nilai evaporasi sebaesar 0.2cm hal ini terbukti dari menurunya tinggi muka air dari tinggi awal sebesar 12.7 menjadi 12.5 .Maka total dari jumlah air yang di evaporasikan sebesar 0.4cm dengan lama waktu 30menit. Dari hasil tersebut tidak ada kesalahan dalam pengukuran nilai evaporasi sebesar 15% dari evaporasi sebenarnya akibat pengaruh angin berkurang karena terhalang bibir panci yang makin tinggi yang disebabkan air dalam panci turun. Tinggi muka air tidak turun melebihi 10cm dari tinggi muka air as 71 BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Dari pengamatan evaporasi yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa: 1. Evaporasi adalah proses perubahan molekul didalam keadaan cair (contohnya air) dengan spontan menjadi gas (contohnya uap air). 2. Kecepatan evaporasi (penguapan)/transpirasi pada dasarnya ditentukan oleh gradien tekanan uap; yaitu oleh perbedaan tekanan pada daun/permukaan tanah dan tekanan dari atmosfer. 3. Pada pengamatan 15 menit pertama di peroleh nilai evaporasi sebesar 0,2cm, 15 menit kedua di peroleh nilai evaporasi sebaesar 0.2cm, dan dari jumlah air yang di evaporasikan sebesar 0.4cm dengan lama waktu 30menit 72 DAFTAR PUSTAKA Hanum,C.2009.PenuntunPraktikumAgroklimatologi.Program Studi Agronomi, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Hutabarat. 1986. Manfaat Klimatologi Bagi Pertanian. Bumi Penerbit. Surabaya. Karim, K. 1985. Dasar-Dasar Klimatologi. Jurnal Agrista. 2 (2): 127-137 Wahyuningsih, Utami. 2004. Geografi. Pabelan. Jakarta. Wilson, E.M. 1993. Hidrologi Teknik. ITB. Bandung. Wuryanto. 2000. Agroklimatologi. USU Press. Medan 73 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Angin adalah aliran udara yang terjadi diatas permukaan bumi, yang disebabkan oleh perbedaan tekanan udara pada dua arah yang berdekatan. Perbedaan tekanan ini disebabkan oleh suhu udara sebagai akibat perbadaan pemanasan permukaan bumi oleh matahari. Semakin besar tekanan udara maka semakin kencang pula angin yang akan ditimbulkan. Angin lokal contohnya terjadi karena adanya perbedaan tekanan udara di dua tempat yang berdekatan seperti di laut dan di darat. Ada 3 hal yang penting menyangkut sifat angin yaitu : kekuatan angin, arah angin, dan kecepatan angin. Tekanan udara dipermukaan bumi diakibatkan oleh lapisan udara yang berada pada atmosfer bumi. Semakin bertambah ketinggian suatu tempat, maka makin rendah tekanan udara. Lapisan udara pada permukaan bumi memberikan tekanan sebesar 1033,3 gram/cm2. Ini berarti pada saerah seluas 1 cm2 udara memberikan tekanan sebesar 1033 gram. Tekanan udara pada permukaan bumi oleh lapisan atmosfer adalah sebesar 1 atmosfer. Tekanan udara sebesar 1 atmosfer ini sama dengan 76 cm Hg, didalam metereologi, satuan udara yang dipakai adalah Bar. Faktor pendorong bergeraknya massa udara adalah perbedaan tekanan udara antara satu tempat dengan tempat yang lain. Angin selalu bertiup dari tempat dengan udara tekanan tinggi ke tempat yang tekanan udaranya lebih rendah. Jika tidak ada gaya lain yang mempengaruhi, maka angin akan bergerak secara langsung dari udara bertekanan tinggi ke udara bertekanan rendah. Akan tetapi, perputaran bumi pada sumbunya akan menimbulkan gaya yang akan mempengaruhi arah pergerakan angin. Perbedaan tekanan udara menimbulkan aliran udara. Udara yang mengalir disebut angin. Udara mengalir dari daerah yang bertekanan tinggi ke daerah yang bertekanan rendah. Untuk menyatakan arah angin ditentukan dengan derajat = 74 0 0 atau 360 0 berarti arah utara, 90 0 arahtimur, 180 0 arah selatan, dan 270 0 arah barat. Angin dibedakan dalam beberapa bagian, yaitu : a) Sirkulasi angin di bumi 1. Angin pasat 2. Angin Barat dan Angin Timur b) Angin Muson Angin muson terjadi karena perbedaan tekanan udara antara daratan dengan samudra. Angin muson dibagi 2, yaitu : 1. Angin Muson Timur 2. Angin Muson Barat c) Angin siklon dan Anti siklon d) Angin lokal Angin lokal dibagi menjadi 2, yaitu : 1. Angin Darat 2. Angin Laut 3. Angin Lembah 4. Angin Gunung Angin dapat bergerak secara horizontal maupun secara vertikal dengan kecepatan yang bervariasi dan berfluktuasi secara dinamis. Faktor pendorong bergeraknya massa udara adalah perbedaan tekanan udara antara satu tempat dengan tempat yang lain. Angin selalu bertiup dari tempat dengan tekanan udara tinggi ke yang tekanan udara lebih rendah. Jika tidak ada gaya lain yang mempengaruhi, maka angin akan bergerak secara langsung dari udara bertekanan tinggi ke udara bertekanan rendah. Akibat cepatnya gerakan menuruni lereng, angin menjadi pasang sehingga angin fohn memiliki sifat menurun, kering, dan panas. 1.2 Tujuan praktikum Memahami cara pengukuran kecepatan angin dan arah angin dengan menggunakan anemometer jenis mangkok serta mengukur kecepatan angin pagi hari, sore hari dan malam hari serta rata-rata kecepatan angin. 75 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Angin adalah udara yang bergerak dari satu tempat ketempat lainnya. Angin berhembus dikarenakan beberapa bagian bumi mendapat lebih banyak panas matahari dibandingkan tempat lain. Permukaan tanah yang panas mambuat suhu udara diatasnya naik. Akibatnya udara yang naik mengembang dan menjadi lebih ringan. Karena lebih ringan dibandingkan udara sekitarnya, udara akan naik. Begitu udara panas tadi naik, tempatnya akan segera digantikan oleh udara sekitar terutama udara dari atas yang lebih dingin dan berat. Proses ini terjadi terusmenerus, akibatnya kita bisa merasakan adanya pergerakan udara atau yang disebut angin (Nasir, 1990). Tekanan udara adalah tekanan yang diberikan oleh udara karena beratnya kepada setiap bidang seluas 1 cm2 yang mendatar dari permukaan bumi. Hal ini dapat dipahami bahwa setiap lapisan udara yang dibawah mendapat tekanan udara dari yang diatasnya. Oleh karena itu lapisan yang dibawah keadaan tegang. Ketegangan itu sangat besar sehingga berat udara yang diatasnya bertahan dalam keadaan seimbang. Tinggi barometer ialah panjang kolom air raksa yang seimbang dengan tekanan udara pada waktu itu (Kensaku, 2005). Hukum gerak menyatakan bahwa sebuah benda yang dalam keadaan diam akan bergerak akan tetap bertahan pada keadaannya. Kecuali ada gaya dari luar yang bekerja terhadap benda tersebut, Oleh karena itunya udara yang tenang akan kembali menjadi (angin) bila ada gaya yang bekerja diatmosfer yang menyebabkan terjadinya keadaan tidak seimbang (Handoko,1999). Alat mengukur kecepatan angin yaitu Anemometer juga dapat digunakan mengukur besarnya tekanan angin, memperkirakan cuaca dan mengatur arah mata angin (Weidya,2017). Angin yang tidak menguntungkan bagi pertanian adalah angin fohn, karena dapat melayukan tanaman. Angin fohn terjadi karena udara yang mengandung uap air membentur pengunungan atau gunung yang tinggi, sehingga naik. Makin ke atas, suhu makin dingin dan terjadilah kondensasi yang selanjutnya terbentuk titik-titik air. Titik-titik air itu kemudian jatuh sebagai hujan 76 sebelum mencapai puncak pada lereng pertama. Angin terus bergerak menuju puncak, kemudian jatuh pada lereng berikutnya sampai kelembah. Karena sudah menjatuhkan hujan maka angin yang menuruni lereng ini bersifat kering. Akibat cepatnya gerakan menuruni lereng, angin menjadi pasang sehingga angin fohn memiliki sifat menurun, kering, dan panas (Wahyuningsih,2004). Massa udara yang bergerak disebut angin. Angin dapat bergerak secara horizontal maupun secara vertikal dengan kecepatan yang bervariasi dan berfluktuasi secara dinamis. Faktor pendorong bergeraknya massa udara adalah perbedaan tekanan udara antara satu tempat dengan tempat yang lain. Angin selalu bertiup dari tempat dengan tekanan udara tinggi ke yang tekanan udara lebih rendah. Jika tidak ada gaya lain yang mempengaruhi, maka angin akan bergerak secara langsung dari udara bertekanan tinggi ke udara bertekanan rendah. Akan tetapi, perputaran bumi pada sumbunya, akan menimbulkan gaya yang akan mempengaruhi arah pergerakan angin. Pengaruh perputaran bumi terhadap arah angin disebut pengaruh Coriolis (Lakitan,2002). Variasi arah dan kecepatan angin dapat terjadi jika angin bergeser dengan permukaan yang licin (smooth), variasi yang diakibatkan oleh kekasaran permukan disebut turbulensi mekanis. Turbulensi daat pula terjadi pada saat udara panas pada permukaan bergerak ke atas secara vertikal, kaena adanya resistensi dari lapisan udara di atasnya. Turbulensi yang disebabkan perbedaan suhu lapisan atmosfer ini disebut turbulensi termal atau kadang disebut turbulensi konfektif. Fluktuasi kecepatan angin akibat turbulensi mekanis umumnya lebih kecil tetapi frekuensinya lebih tinggi (lebih cepat) dibandingkan dengan fluktuasi akibat turbulensi termal (Karim,1985). 77 BAB III METODELOGI PRAKTIKUM 3.1 Waktu dan Tempat Hari / tanggal : Rabu, 07 november 2018 Waktu : 07. 30-09.10 WIB Tempat : Stasiun Klimatologi Fakultas Pertanian UPN “Veteran” Jawa Timur 3.2 Alat dan Bahan a. Anemometer jenis mangkok/Anemometer digital b. Alat tulis c. Lembar pengamatan d. Kamera hp 3. 3 Cara kerja 1. Tempatkan Anemometer pada tiang penyangga, alat ini terdiri dari tiga cawan petri yang ditempelkan pada as (sumbu). 2. Tinggi tiang penyangga adalah sekitar 2 meter dari permukaan tanah, atau 0,5 meter di atas permukaan tanah, khusus untuk mengetahui kecepatan angin pada permukaan panci kelas A. 3. Pengamatan dilakukan pada waktu yang seragam, hasil pembacaan periode pengamatan kedua dikurangi dengan pembacaan awal. Selisih dari hasil pengurangan adalah ukuran jarak tempuh angin total selama periode pengamatan. 4. Pengamatan dilakukan pada jam 07.30; 13.30 dan 17.30 waktu setempat, dimana angka pengamatan 3.30 dikurangi angka pengamatan jam 07.30 (6 jam) dinamakan kecepatan angin pagi hari. 5. Pengamatan rata-rata kecepatan angin harian adalah angka pengamatan jam 07.30 hari berikutnya dikurangi angka pengamatan jam 07.30 hari sebelumnya dibagi 24 jam. 78 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengamatan Tabel 4.1 Hasil Pengamatan Kecepatan Angin No Perlakuan Waktu Hasil 1 Tempat panas 07.55 wib 0,11 m/s Dokumentasi gambar 4.1.1 2 Tempat rindang 08.10 wib 0,08 m/s gambar 4.1.2 3 Tempat teduh 08.25 wib 0,05 m/s gambar 4.1.3 4.2 Pembahasan Kecepatan angin adalah jarak tempuh massa udara yang bergerak tersebut dalam waktu tertentu. Jadi satuannya adalah jarak per waktu seperti m/s, km/jamSedang arah angin merupakan arah datangnya angin (Nurmuin,s 2008 ). 79 Praktikum kali ini praktikan melakukan pengamatan pada tiga tempat yang berbeda yaitu tempat panas, tempat rindang, tempat teduh di lahan belakang Fakultas pertanian UPN “Veteran” Jawa timur. Pengamatan dilakukan dari pukul 07.55 – 08.25 WIB. Pengamatan pertama pada pukul 07.55 pada tempat panas didapat kecepatan angin sebesar 0,11 m/s. Pada pengamatan kedua pada pukul 08.10 pada tempat rindang didapat kecepatan angin sebesar 0,08 m/s. Pada pengamatan ketiga pada pukul 08.25 pada tempat teduh kecepatan angin sebesar 0,05 m/s. Hasil pengukuran kecepatan angin didapatkan hasil yang berbeda dalam tiga perlakuan tempat. Hal itu disebabkan oleh perbedaan pemanasan dan pendinginan atau suhu dipermukaan bumi serta ketinggian tempat. Perubahan arah atau kecepatan angin merupakan efek dari perubahan tekanan per satuan jarak dinyatakan dalam satuan milibar/km disebut dengan gradien tekanan ( Busyi dan Syamsu, 2008 ). Hal ini sesuai dengan literatur ( Prawirowardoyo 1996 ) yang menyatakan bahwa pada umumnya yang mempengaruhi pergerakan angin adalah perbedaan suhu disuatu tempat. Hal ini sesuai dengan literatur ( Kodoatie dan Sjariet, 2000 ) yang menyatakan bahwa bumi ini pergerakan udara terjadi dari khatulistiwa dan bergerak menuju kutub bergerak ke arah sebaliknya. Semakin besar perbedaan suhu diantara dua daerah tersebut maka makin cepat angin bertiup. 80 BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan praktikan dapat disimpulkan bahwa: 1. faktor yang mempengaruhi pergerakan angin adalah gradien tekanan, gaya coriolis, gaya gesekan, gaya grafitasi. 2. Hasil pengamatan pukul 07.55 kecepatan angin ditempat panas sebesar 0,11 m/s. Pukul 08.10 kecepatan angin ditempat rindang sebesar 0,08 m/s. Pukul 08.25 kecepatan angin ditempat teduh sebesar 0,05 m/s. 81 DAFTAR PUSTAKA Handoko, Ir. 1999. Klimatologi Dasar. FMIPA. IPB, Bogor. Karim, Kamarlis. 1985. Dasar-dasar Klimatologi, UNSYIAH, Banda Aceh. Kodoatie, R.J dan R. Sjariet. 2000. Tata Ruang Air. Penerbit Andi. Bandung Lakitan, Benyamin. 2002. Dasar-dasar KlimatologiI, Raja Grafindo Persada,Null. Nasir, A. A. dan Y. Koesmaryono. 1990. Pengantar Ilmu Iklim Untuk Pertanian, Pustaka Jaya, Bogor. Nurmuin, S. 2008.Penuntun Praktikum Agroklimatologi. Universitas Bengkulu Prawirowardoyo, S. 1996. Meteorologi. ITB Press. Bandung Saleh, Busyi dan Nur, M.S.2000. Bahan Ajar Perkuliahan Dasar-Dasar Klimatologi. Universitas Bengkulu Takeda, Kensaku. 2005. Hidrologi Pertanian. PT. Pratya Utama, Bogor. Wahyuningsih, Utami. 2004. Geografi. Pabelan, Jakarta. Weidya. 2017. Dasar Klimatologi. Jakarta. Universitas Indonesia Press. 82 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara yang sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani, oleh sebab itu pengklasifikasian iklim di Indonesia sering ditekankan pada pemanfaatannya dalam kegiatan budidaya pertanian. Pada daerah tropik suhu udara jarang menjadi faktor pembatas kegiatan produksi pertanian, sedangkan ketersediaan air merupakan faktor yang paling menentukan dalam kegiatan budidaya pertanian. Iklim adalah kondisi rata-rata cuaca berdasarkan waktu yang panjang untuk suatu lokasi di bumi atau planet lain. Studi tentang iklim dipelajari dalam klimatologi.Iklim di suatu tempat di bumi dipengaruhi oleh letak geografis dan topografi tempat tersebut. Pengaruh posisi relatif matahari terhadap suatu tempat di bumi menimbulkan musim, suatu penciri yang membedakan iklim satu dari yang lain. Perbedaan iklim menghasilkan beberapa sistem klasifikasi iklim. Sistem klasifikasi di Indonesia banyak digunakan dalam bidang kehutanan dan pertanian. Klasifikasi ini sebenarnya merupakan modifikasi atau perbaikan dari sistem klasifikasi mohr yang telah ada sebelumnya dan digunakan di Indonesia. Penentuan tipe iklim menurut klasifikasi ini hanya memperhatikan unsur iklim hujan dan dan memerlukan data hujan bulanan paling sedikit 10 tahun, kriteria yang digunakan adalah penentuan bulan kering, bulan lembab dan bulan basah. Klasifikasi iklim merupakan suatu sistem penamaan terhadap kesamaan sifat-sifat unsur iklim disuatu wilayah sehingga dapat dikelompokkan menjadi kelas-kelas iklim. Suatu metode klasifikasi iklim berguna untuk memperoleh efisiensi informasi dalam bentuk yang umum dan sederhana. Berdasarkan cara penentuan kriteria klasifikasinya maka klasifikasi iklim dapat dibagi menjadi dua yaitu klasifikasi iklim secara genetik (klasifikasi iklim menurut daerah penerimaan radiasi matahari dan klasifikasi iklim berdasarkan sirkulasi udara) dan klasifikasi iklim secara empirik (klasifikasi berdasarkan rational moisture budget/berdasarkan ETP dan neraca air dan klasifikasi iklim berdasarkan 83 pertumbuhan vegetasi). Bahwa tujuan klasifikasi iklim adalah menetapkan pembagian ringkas jenis iklim ditinjau dari segi unsur yang benar-benar aktif terutama hujan dan suhu. Curah hujan dan suhu merupakan unsur iklim yang sangat penting bagi kehidupan di bumi. Telah banyak ditemukan korelasi antara tanaman dan unsur panas atau air. Dengan demikian indeks suhu atau air dipakai sebagai kriteria untuk menentukan jenis iklim (Tjasyono,1999). Klasifikasi iklim berdasarkan pertumbuhan vegetasi dibagi dua, yaitu sistem klasifikasi Scmidth-Ferguson yang sering dipakai di Indonesia, banyak digunakan di bidang kehutanan dan perkebunan kemudian penentuan tipe iklim hanya memperhatikan unsur iklim hujan dan memerlukan data hujan bulanan paling sedikit 10 tahun. Dan sistem klasifikasi Oldeman yaitu untuk keperluan praktis yang cukup berguna khususnya dalam klasifikasi lahan pertanian tanaman pangan di Indonesia, klasifikasi iklim menggunakan unsur curah hujan, kriteria didasarkan pada perhitungan bulan basah, bulan kering dan bulan lembab yang batasannya memperhatikan peluang hujan, hujan efektif dan kebutuhan air tanaman. 1.2 Tujuan Adapun tujuan diadakannya praktikum ini adalah untuk memahami cara menentukan tipe iklim menurut Schmidt – Ferguson dan Oldeman. 84 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Tipe Iklim Menurut Schmitd dan Fergusson Menurut Lakitan (2002) klasifikasi iklim menurut Schmidt-Ferguson (1951) didasarkan kepada perbandingan antara Bulan Kering (BK) dan Bulan Basah (BB). Kriteria BK dan BB yang digunakan dalam klasifikasi Schmidt-Ferguson sama dengan Kriteria BK dan BB oleh Mohr, namun perbedaannya dalam cara perhitungan BK dan BB akhir selama jangka waktu data curah hujan itu dihitung. Ketentuan penetapan bulan basah dan bulan kering mengikuti aturan sebagai berikut : Bulan Kering (BK) : bulan dengan curah hujan lebih kecil dari 60 mm. Bulan Basah (BB) : bulan dengan curah hujan lebih besar dari 100 mm. Bulan Lembab (BL) : bulan dengan curah hujan antara 60 – 100 mm. Bulan Lembab (BL) tidak dimasukkan dalam rumus penentuan tipe curah hujan yang dinyatakan dalam nilai Q, yang dihitung dengan persamaan berikut : Rata-rata jumlah bulan basah adalah banyaknya bulan basah dari seluruh data pengamatan dibagi jumlah tahun data pengamatan, demikian pula rata-rata jumlah bulan kering adalah banyaknya bulan kering dari seluruh data pengamatan dibagi jumlah tahun data pengamatan. Dari nilai Q ini selanjutnya ditentukan tipe curah hujan suatu tempat atau daerah dengan menggunakan Tabel Q atau diagram segitiga kriteria kalsifikasi tipe hujan menurut Schmidt-Ferguson (Nawawi, 2001). Sistem klasifikasi Schmidt-Ferguson , cukup luas dipergunakan khususnya untuk tanaman keras/tanaman perkebunan dan tanaman kehutanan. Hal ini kiranya cukup beralasan karena dengan sistem ini orang kurang tahu yang sebenarnya kapan bulan kering atau kapan bulan basah 85 terjadi. Apakah berturutan atau berselang seling. Sebagai contoh bila ada suatu wilayah mempunyai dua bulan kering yang terjadi tidak berturutan untuk tanaman keras yang berakar dalam mungkin tidak akan menimbulkan kerugian yang berarti, akan tetapi kalau hal itu untuk keperluan tanaman semusim atau yang berakar dangkal dapat sangat merugikan. Selain itu kriteria bulan basah dan bulan kering untuk beberapa wilayah terlalu rendah (Dewi, 2005). Tabel 2.1.1 Klasifikasi Iklim Schmidt-Fergusson Tipe Iklim A (Sangat Basah) B (Basah) C (Agak Basah) D (Sedang) E (Agak Kering) F (Kering) G (Sangat Kering) H (Luar Biasa Kering) Sumber: Lakitan (2002) 2.2 Vegetasi Hutan hujan tropika Hutan hujan tropika Hutan rimba Hutan musim Hutan Sabana Hutan Sabana Padang Ilalang Padang Ilalang Kriteria 0 < Q < 0.143 0.333 < Q < 0.600 0.600 < Q < 1.000 0.600 < Q < 1.000 1.000 < Q < 1.670 1.670 < Q < 3.000 3.000 < Q < 7.000 7.000 < Q Klasifikasi Tipe Iklim Menurut Oldeman Klasifikasi Oldeman Klasifikasi iklim yang dilakukan oleh Oldeman didasarkan kepada jumlah kebutuhan air oleh tanaman, terutama pada 86 tanaman padi dan palawija (Dwiyono, 2009). Pada klasifikasi Oldeman, penggolongan tipe iklim untuk setiap zone dan intrepretasi iklimnya digunakan sebagai pedoman untuk menentukan tipe iklim dan interpretasinya. Klasifikasi iklim menurut Oldeman (1980) disebut juga dengan klasifikasi agroklimat. Peta cuaca pertanian ditampilkan sebagai peta agroklimat. Klasifikasi iklim ini terutama ditujukan kepada komoditi pertanian tanaman pangan utama seperti padi, jagung, kedelai dan tanaman palawija lainnya. Karena penggunaan air bagi tanaman-tanaman utama merupakan hal yang penting di lahan-lahan tadah hujan, maka dengan data curah hujan dalam jangka lama, peta agroklimat didasarkan pada periode kering. Curah hujan melebihi 200 mm sebulan dianggap cukup untuk padi sawah, sedangkan curah hujan paling sedikit 100 mm per bulan diperlukan untuk bertanaman di lahan kering (Nawawi,2001). Dasar klasifikasi agroklimat ini ialah kriteria Bulan Basah dan Bulan Kering. Bulan Basah (BB) adalah bulan dengan curah hujan sama atau lebih besar dari 200 mm. Bulan Kering (BK) adalah bulan dengan curah hujan lebih kecil dari 100 mm. Kriteria penentuan BB dan BK ini didasarkan pada besarnya evapotranspirasi, yaitu penguapan air melalui tanah dan tajuk tanaman. Evapotranspirasi dianggap sebagai banyaknya air yang yang dibutuhkan oleh tanaman (Bayong, 2004). Sebagaimana telah disebutkan dimuka bahwa sistem ini terutama diarahkan untuk tanaman pangan padi dan palawija . Dibandingkan dengan cara sebelumnya cara ini sudah lebih maju karena secara tidak langsung sekaligus mempertimbangkan unsur cuaca yang lain seperti radiasi matahari dikaitkan dengan kebutuhan air tanaman (Dewi, 2005). 87 Tabel 2.2.1 Penggolongan Tipe Iklim Menurut Oldeman ZONA A B C D E TIPE IKLIM BULAN BASAH BULAN KERING A1 A2 B1 B2 B3 C1 C2 C3 C4 D1 D2 D3 D4 E1 E2 E3 E4 E5 10-12 bulan 10-12 bulan 7-9 bulan 7-9 bulan 7-9 bulan 5-6 bulan 5-6 bulan 5-6 bulan 5-6 bulan 3-4 bulan 3-4 bulan 3-4 bulan 3-4 bulan 0-2 bulan 0-2 bulan 0-2 bulan 0-2 bulan 0-2 bulan 0-1 bulan 2 bulan 0-1 bulan 2-3 bulan 4-5 bulan 0-1 bulan 2-3 bulan 4-6 bulan 7 bulan 0-1 bulan 2-3 bulan 4-6 bulan 7-9 bulan 0-1 bulan 2-3 bulan 4-6 bulan 7-9 bulan 10-12 bulan Sumber: Dwiyono (2009) 88 Tabel 2.2.2 Interpretasi Agroklimat Oldeman TIPE A1, A2 IKLIM PENJABARAN Sesuai untuk padi terus menerus tetapi produksi kurang karena pada umumnya kerapatan fluks radiasi surya rendah sepanjang tahun B1 Sesuai untuk padi terus menerus dengan perencanaan awal musim tanam yang baik produksi tinggi bila panen musim kemarau B2, B3 Dapat tanam padi dua kali setahun dengan varietas umur pendek dan musim kering yang pendek cukup untuk tanaman palawija C1 Tanam padi dapat sekali dan palawija dua kali setahun C2, C3 Tanaman padi dapat sekali dan palawija dua kali setahun. Tetapi penanaman palawija yang kedua harus hati-hati jangan jatuh pada bulan kering D1 Tanam padi umur pendek satu kali dan biasanya produksi bisa tinggi karena kerapatan fluks radiasi tinggi waktu tanam palawija D2, D3, Hanya mungkin satu kali padi atau satu kali palawija setahun D4 tergantung pada adanya persediaan air irigasi E Daerah ini umumnya terlalu kering, mungkin hanya dapat satu kali palawija, itupun tergantung adanya hujan Sumber: Dwiyono (2009 89 BAB III METODELOGI PRAKTIKUM 3.1 Waktu dan Tempat Hari / Tanggal : Rabu,14 November 2018 Waktu : 07.30 – 09.10 WIB Tempat : Stasiun Klimatologi Fakultas Pertanian UPN “Veteran” Jawa Timur 3.2 Alat dan Bahan a. Alat tulis b. Kalkulator c. Data curah hujan minimal 5 tahun dari stasiun Cilacap,Ambon,Semarang,Blora,Banyuwangi 3.3 Cara Kerja 1. Menyiapkan alat dan data curah hujan minimal 5 tahun. 2. Menentukan bulan basah (BB) dan bulan kering (BK). 3. Menjumlahkan masing-masing BK BK dan BB untuk seluruh data pengamatan. 4. Meghitung rata-rata bulan basah dan bulan keringnya. 5. Menghitung nilai Q dengan memasukkan harga rata-rata BK harga ratarata BB ke dalam rumus Q. 6. Melihat keberadaan nilai Q yang diperoleh pada tabel atau segitiga Schmidth-Reguson. 7. Menyatakan tipe hujan atau tipe iklim di daerah yang bersangkutan. 90 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengamatan 4.1.1 Data curah hujan daerah Cilacap BULAN 2013 2014 2015 2016 2017 JANUARI 254.2 388.4 368.7 168.1 297.4 FEBRUARI 160.8 307 495.1 408.9 380.7 MARET 247.4 292 278.1 159.3 141.5 APRIL 237.8 304.4 263 390.4 449.7 5.5 251.1 364.6 334.1 174 JUNI 457.1 364.4 145.7 395.1 259.7 JULI 507.4 655.2 5.3 681.4 61.5 89 96.6 5.6 270 2.7 SEPTEMBER 0 6.8 1.3 650.4 199.7 OKTOBER 0 72.6 0 731.9 435.6 NOVEMBER 176.1 697.7 426.4 505.6 392.4 DESEMBER 407.4 614.8 418.9 311.2 5317.6 MEI AGUSTUS 4.1.2 Data Curah Hujan Kota Ambon Tahun 2013 2014 2015 2016 2017 Januari 119 302,3 160,3 70,1 284,3 Februari 99 178,2 195,6 33,5 150,7 Maret 119 60,3 120 149 143 April 81 123,4 307,2 354,8 218,5 Mei 909 329,1 182,4 239,2 759,4 Juni 1253 397,4 650,2 198,6 1429,3 Juli 1156 220,5 167,6 925,5 1050 Agustus 638 482,9 70,3 333,9 452,2 September 257 118,1 2,8 351 499,8 Oktober 134 126,7 67,1 185,2 182,4 November 24 31,2 13,6 37 143,7 Desember 75 133,3 117,7 118,8 212,2 4864 2503,4 2054,8 2996,6 5525,5 Jumlah Sumber data : Stasiun agroklimatologi Patimura, Kota Ambon, Maluku (BMKG) Bulan 91 4.1.3 Data curah hujan kota Semarang Tahun Bulan 2013 2014 2015 Rata2016 2017 rata Bulanan Januari 440 736,1 306,1 208,6 464,5 431,06 Februari 377,8 376,6 9,5 212,6 404 276,1 Maret 203,5 209,9 113,3 133,1 213,9 174,5 April 296 38,9 257,6 261,4 184,5 207,68 Mei 221,5 158 185,4 135,9 105 161,96 Juni 340,9 130 55,2 117,8 181 164,98 Juli 132,5 185 10,5 148,1 62 107,62 77 10 7,6 136,7 15 49,26 19,9 0 0 437,4 106 112,66 74 45 0,4 159,2 488 153,32 November 79,5 198 130,2 266,4 382 211,22 Desember 206,9 297,5 167 91,4 281 208,76 Agustus September Oktober 4.1.4 Data Curah Hujan Kab. Blora Tahun 2013 2014 2015 2016 2017 Januari 213 192 161 219 195 Februari 168 169 312 342 220 Maret 137 187 222 165 207 April 223 122 300 211 249 Mei 75 101 33 69 79 Juni 80 60 15 181 107 Bulan 92 Juli 25 14 0 48 7 Agustus 0 0 0 35 0 September 3 5 3 192 42 Oktober 10 38 2 123 117 November 132 135 55 111 200 Desember 198 231 251 93 264 Jumlah 1264 1354 1789 1687 1254 Tabel 4.1.5 Data Curah hujan Kota Banyuwangi Bulan Tahun 2013 2014 2015 2016 2017 Januari 527,5 216,6 150,1 116,1 244,8 Februari 100,2 227,3 202,7 238,5 224,8 Maret 193,1 28,3 225,9 66,9 121,1 April 228,8 127 84,3 48,7 83,7 Mei 97,3 19,4 87,1 100 150,9 Juni 122,8 16,9 58,8 172,7 173,2 Juli 156 136,1 113.8 81,9 118,4 Agustus 37,3 24,3 14,9 145,1 48,2 September 6,9 1.3 0,8 22,8 9,3 Oktober 0,8 36,5 25.3 76,7 113,2 November 237,6 91,5 156.8 121,7 192,5 Desember 160,3 172,8 148,2 255,7 276,6 Jumlah 1868,6 1697,2 1268,7 1446,8 1756,7 Sumber data : Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Stasiun 93 4.2 Pembahasan 4.2.1 Daerah cilacap Tabel 4.2.1 Analisis Pengolahan Data Menurut Klasifikasi Tipe Iklim SchmidtFerguson BULAN 2013 2014 2015 2016 2017 JANUARI 254.2 388.4 368.7 168.1 297.4 FEBRUARI 160.8 307 495.1 408.9 380.7 MARET 247.4 292 278.1 159.3 141.5 APRIL 237.8 304.4 263 390.4 449.7 5.5 251.1 364.6 334.1 174 JUNI 457.1 364.4 145.7 395.1 259.7 JULI 507.4 655.2 5.3 681.4 61.5 89 96.6 5.6 270 2.7 SEPTEMBER 0 6.8 1.3 650.4 199.7 OKTOBER 0 72.6 0 731.9 435.6 NOVEMBER 176.1 697.7 426.4 505.6 392.4 DESEMBER 407.4 614.8 418.9 311.2 5317.6 MEI AGUSTUS Keterangan: = Bulan Kering = Bulan Lembab = Bulan Basah Tabel 4.2.2 Penentuan Bulan Basah, Bulan Kering dan Bulan Lembab Bulan Bulan Bulan Basah Lembab Kering 2013 8 1 3 2014 9 2 1 2015 8 0 4 2016 12 0 0 2017 10 1 1 JUMLAH 47 4 9 9.4 0.8 1.8 TAHUN RATARATA 94 Q= x 100 = =19% x 100 Hasil analisis dari pengolahan data curah hujan Stasiun Klimatologi Cilacap pada tahun 2013-2017 menunjukkan bahwa, berdasarkan klasifikasi tipe iklim menurut Schmidt-Fergusson daerah ini masuk ke dalam tipe B (Q = 19%). Berarti daerah tersebut memiliki kondisi iklim basah sebagaimana yang dinyatakan Lakitan (2002) dalam tabel klasifikasi iklim menurut SchmidtFergusson. Sehingga daerah tersebut banyak ditumbuhi oleh vegetasi hutan hujan tropika. Tabel 4.2.3 Analisis Pengolahan Data Menurut Oldeman Rata2014 2015 2016 2017 Rata JANUARI 254.2 388.4 368.7 168.1 297.4 295.4 FEBRUARI 160.8 307 495.1 408.9 380.7 350.5 MARET 247.4 292 278.1 159.3 141.5 223.7 APRIL 237.8 304.4 263 390.4 449.7 329.1 5.5 251.1 364.6 334.1 174 225.86 JUNI 457.1 364.4 145.7 395.1 259.7 324.4 JULI 507.4 655.2 5.3 681.4 61.5 382.2 5.6 270 2.7 92.78 BULAN MEI AGUSTUS 2013 89 96.6 95 SEPTEMBER 0 6.8 1.3 650.4 199.7 171.6 OKTOBER 0 72.6 0 731.9 435.6 248.0 NOVEMBER 176.1 697.7 426.4 505.6 392.4 439.6486 DESEMBER 407.4 614.8 418.9 311.2 5317.6 1414.0 4051 2772.7 5006.4 8112.5 4497.1 JUMLAH 2542.8 klasifikasi tipe iklim menurut Oldeman, hasil analisis pengolahan data tersebut menunjukkan bahwa daerah Cilacap masuk ke dalam zona A dengan tipe iklim A2 (Bulan Basah berturut-turut lebih dari 9 bulan dan Bulan Kering berturut-turut selama 2 bulan) sebagaimana yang dinyatakan Dwiyono (2009) dalam tabel penggologan iklim menurut Oldeman. Menurut interpretasi agroklimat oldeman, daerah ini sesuai ditanami padi terus-menerus tetapi produksi kurang karena pada umumnya kerapatan fluks radiasi surya rendah sepanjang tahun. 4.2.2 Kota Ambon Klasifikasi Hujan Menurut Schmidth - Ferguson Data Curah Hujan menurut Schmith-Ferguson Bulan kering = Bulan dengan curah hujan <60mm Bulan lembab = Bulan dengan curah hujan antara 60-100mm Bulan basah = Bulan dengan curah hujan >100mm (Hosang, 2012) 96 Tabel 4.2.4 Jenis Bulan Berdasarkan Klasifikasi Schmidt-Ferguson Bulan 2013 Januari BB Februari BL Maret BB April BL Mei BB Juni BB Juli BB Agustus BB September BB Oktober BB November BK Desember BL Tahun 2014 2015 BB BB BB BB BL BB BB BB BB BB BB BB BB BB BB BL BB BK BB BL BK BK BB BB Jumlah Rata-rata Q 2016 BL BK BB BB BB BB BB BB BB BB BK BB Rata - rata jumlah bulan basah (BB) Jumlah Jumlah Jumlah BB BK BL 2017 BB 4 0 1 BB 3 1 1 BB 4 0 1 BB 4 0 1 BB 5 0 0 BB 5 0 0 BB 5 0 0 BB 4 0 1 BB 4 1 0 BB 4 0 1 BB 1 4 0 BB 4 0 1 47 6 7 9,4 1,2 1,4 0,13 = (47 / 5 = 9,4) Rata – rata jumlah bulan kering (BK) = (6 / 5 = 1,2) Penentuan tipe iklim dinyatakan dalam nilai Q = 0,13 x 100 % = 13 % 97 Nilai Q tersebut dan dengan menggunakan segitiga Schmidt-Ferguson maka didapatkan 8 tipe iklim dari A hingga H sebagai berikut : A : Daerah sangat basah dengan vegetasi hutan hujan tropika. B : Daerah basah dengan vegetasi hutan hujan tropika. C : Daerah agak basah dengan vegetasi hutan rimba, diantaranya terdapat jenis vegetasi yang daunnya gugur pada musim kemarau. D : Daerah sedang dengan vegetasi hutan musim. E : Daerah agak kering dengan vegetasi hutan sabana. F : Daerah kering dengan vegetasi hutan sabana. G : Daerah sangat kering dengan vegetasi padang ilalang. H : Daerah ekstrem kering dengan vegetasi padang ilalang. Berdasarkan hasil perhisungan menggunakan metode Schmidt Ferguson, menunjukkan maluku temasuk iklim tipe A, yaitu Daerah basah dengan vegetasi hutan hujan tropika. Klasifikasi Iklim Menurut Oldemen Tabel 4.2.5 Jenis Bulan Menurut Oldemen Tahun Bulan Jumlah Ratarata Per Bulan Jenis Bulan 2013 2014 2015 2016 2017 Januari 119 302,3 160,3 70,1 284,3 936 187,2 BL Februari 99 178,2 195,6 33,5 150,7 657 131,4 BL Maret 119 60,3 120 149 143 591,3 118,26 BL April 81 123,4 307,2 354,8 218,5 1084,9 216,98 BB Mei 909 329,1 182,4 239,2 759,4 2419,1 483,82 BB Juni 1253 397,4 650,2 198,6 1429,3 3928,5 785,7 BB Juli 1156 220,5 167,6 925,5 1050 3519,6 703,92 BB Agustus 638 482,9 70,3 333,9 452,2 1977,3 395,46 BB September 257 118,1 2,8 351 499,8 1228,7 245,74 BB Oktober 134 126,7 67,1 185,2 182,4 695,4 139,08 BL November 24 31,2 13,6 37 143,7 249,5 49,9 BK Desember 75 133,3 117,7 118,8 212,2 657 131,4 BL 98 Jumlah 4864 2503,4 2054,8 2996,6 5525,5 17944,3 3588,86 Bulan Basah : Bulan dengan curah hujan >200mm. Bulan Lembab : Bulan dengan curah hujan 100 - 200mm. Bulan Kering : Bulan dengan curah hujan <100mm Berdasarkan bulan basah, Oldeman menentukan 5 klasifikasi iklim. Tabel 4.2.6 Kriteria Bulan Basah Tipe Iklim Kriteria A >9 bulan basah berurutan B 7-9 bulan basah berurutan C 5-6 bulan basah berurutan D 3-4 bulan basah berurutan E <3 bulan basah berurutan Sub Divisi Berdasarkan Bulan Kering. Tabel 4.2.7 Kriteria Bulan Kering Tipe Iklim Kriteria 1 <2 bulan kering berurutan 2 2-3 bulan kering berurutan 3 4-6 bulan kering berurutan 4 >6 bulan kering berurutan Jumlah jenis bulan 2013 – 2017 : Jumlah bulan basah (BB) : 6 bulan Jumlah bulan kering (BK) : 1 bulan Jumlah bulan lembab (BL) : 5 bulan Berdasarkan perhitungan dan pencocokkan dengan menggunakan segitiga Oldeman Kota Ambon, Maluku termasuk ke dalam tipe iklim C1 dimana daerah ambon, Maluku cocok ditanami padi sekali dan palawija dua kali dalam setahun. Hasil analisis yang praktikan dapat dari pengolahan data curah hujan Stasiun Agroklimatologi Patimura, Kota Ambon, Maluku (BMKG) tahun 2013 sampai 2017 menunjukkan bahwa, berdasarkan klasifikasi tipe iklim menurut Schmidt-Fergusson Kota Ambon masuk ke dalam zona A (Q= 0,13). Ini berarti daerah tersebut memiliki kondisi iklim sangat basah dengan vegetasi hutan hujan tropis. Sedangkan berdasarkan klasifikasi tipe 99 iklim menurut Oldeman, hasil analisis pengolahan data tersebut menunjukkan bahwa daerah Kota Ambon masuk ke dalam zona tipe utama C1 dengan panjang bulan Basah 5-6 bulan dan berada pada sub tipe 1 dengan panjang bulan Kering 1 bulan. Menurut Dwiyono, (2009) dalam klasifikasi iklim menurut Oldeman daerah yang termasuk dalam zona C1 cocok untuk ditanami padi sekali dan tanaman palawija dua kali dalam satu tahun. Tanaman padi membutuhkan curah hujan yang baik, rata-rata 200 mm/bulan atau lebih. Sehingga berdasarkan data curah hujan Kota Ambon, padi baik ditanam pada bulan April sampai September dan sesuai dengan pendapat Tjasyono, (1999) bahwa musim hujan selama 5 bulan dianggap cukup baik untuk membudidayakan padi sawah selama satu musim. Sedangkan tanaman palawija memerlukan curah hujan kurang dari 100 mm. Sehingga dari data curah hujan tersebut tanaman palawija cocok ditanam pada bulan November karena memiliki curah hujan kurang dari 100 mm. Didalam data curah hujan Kota Ambon hanya terdapat 1 bulan kering, jadi petani masih bisa menggunakan lahan untuk menanami palawija karena lahannya masih lembab. Jika terdapat kurang dari 2 bulan kering, petani dapat mengatasinya karena tanahnya masih lembab. Jika terdapat kurang dari 2 dan 4 bulan kering berturut, maka petani harus berhati-hati dengan kondisi tersebut untuk membudidayakan tanaman. Jika periode 5 dan 6 bulan kering berurutan dipandang sangat lama dan membutuhkan air dari irigasi (Tjasyono, 1999). 4.2.3 Kota Semarang Tabel 4.2.8 Klasifikasi Schmidth Ferguson Bulan Kering Bulan Lembab Bulan Basah (BK) (BL) (BB) 2013 1 3 8 2014 4 0 8 2015 6 0 6 2016 0 1 11 Tahun 100 2017 1 1 10 Dari data curah hujan di Semarang, selama 5 tahun maka dapat kita ketahui tipe iklim apa yang terjadi di Semarang tersebut, dengan syarat: Bulan Kering (BK) : bulan dengan hujan < 60 Bulan Lembab (BL) : bulan dengan hujan antara 60-100 mm Bulan Basah (BB) : bulan dengan hujan > 100 mm Dari kriteria yang digunakan maka didapat: Jumlah BK : 12 Jumlah BB : 43 Maka, nilai Q = ( Jumlah BK / Jumlah BB ) x 100% = ( 12 / 43 ) x 100% = 27,90% Dari segitiga Scmidth-Ferguson, nilai Q = 27,90, sehingga didapat bahwa di Semarang memiliki tipe iklim B yaitu daerah basah dengan vegetasi hutan hujan tropis. A. Klasifikasi Oldeman Tabel 4.2.9 Klasifikasi Oldeman Bulan Rata – rata CH Bulanan BK, BL, BB Januari 431,06 BB Febuari 276,1 BB Maret 174,5 BL April 207,68 BB Mei 161,96 BL Juni 164,98 BL Juli 107,62 BL Agustus 49,26 BK September 112,66 BL Oktober 153,32 BL November 211,22 BB Desember 208,76 BB 101 Berdasarkan tabel diatas diketahui : Jumlah BB : 3 ( menunjukkan tipe utama) Jumlah BK : 1 (menunjukkan sub tipe) Maka, Jika dilihat pada tabel oldeman tipe iklim yang diperoleh adalah D 1. Tipe ini merupakan tipe iklim dimana bulan- bulan basah secara berturutturut antara 3 sampai 4 bulan, sedangkan bulan keringnya 0 sampai 1 bulan. 4.2.4 Kabupaten Blora Tabel 4.2.10 Jenis Bulan Berdasarkan Klasifikasi Schmith-Ferguson Tahun Bulan basah Bulan lembab Bulan kering 2013 6 2 4 2014 7 1 4 2015 5 - 7 2016 8 2 2 2017 8 1 3 Jumlah 34 6 20 Bulan kering = Bulan dengan curah hujan <60mm Bulan lembab = Bulan dengan curah hujan antara 60-100mm Bulan basah = Bulan dengan curah hujan >100mm Rata-rata jumlah bulan basah = 34/5= 6,8 Rata-rata jumlah bulan kering = 20/5= 4 Penentuan tipe iklim dinyatakan dalam nilai Q Q = = X 100% X 100% = 0,58 X 100% = 58% Dari perhitungan nilai Q tersebut dan dengan menggunakan segitiga Schmith-Ferguson, Kabupaten Blora memiliki tipe iklim C, yaitu daerah 102 agak basah dengan vegetasi hutan rimba, diantaranya terdapat jenis vegetasi yang daunnya gugur pada musim kemarau. Tabel 4.2.11 Jenis Bulan Menurut Oldeman Tahun 2013 2014 2015 2016 2017 Bulan Januari 213 Februari 168 Maret 137 April 223 Mei 75 Juni 80 Juli 25 Agustus 0 September 3 Oktober 10 November 132 Desember 198 Jumlah 1264 Bulan Basah 192 161 219 195 169 312 342 220 187 222 165 207 122 300 211 249 101 33 69 79 60 15 181 107 14 0 48 7 0 0 35 0 5 3 192 42 38 2 123 117 135 55 111 200 231 251 93 264 1254 1354 1789 1687 : Bulan dengan curah hujan >200mm. Rata2 Curah Hujan 196 242,2 183,6 221 71,4 88,6 18,8 7 49 58 126,6 207,4 Bulan Lembab : Bulan dengan curah hujan 100-200mm. Bulan Kering : Bulan dengan curah hujan <100mm. Tabel 4.2.12 Kriteria Bulan Basah Tipe Iklim Kriteria A >9 bulan basah berurutan B 7-9 bulan basah berurutan C 5-6 bulan basah berurutan D 3-4 bulan basah berurutan E <3 bulan basah berurutan Tabel 4.2.13 Kriteria Bulan Kering Tipe Iklim Kriteria 1 <2 bulan kering berurutan 2 2-3 bulan kering berurutan 3 4-6 bulan kering berurutan 4 >6 bulan kering berurutan Jenis Bulan BL BB BL BB BK BK BK BK BK BK BL BB 103 Jumlah jenis bulan 2013 – 2017 : Jumlah bulan basah (BB) : 3 bulan Jumlah bulan kering (BK) : 6 bulan Jumlah bulan lembab (BL) : 3 bulan Berdasarkan perhitungan dan pencocokkan dengan menggunakan segitiga Oldeman Kota Blora, Jawa Tengah termasuk ke dalam tipe iklim D3 dimana daerah Blora hanya mungkin satu kali padi atau satu kali palawija setahun tergantung pada adanya persediaan air irigasi Iklim merupakan gabungan berbagai kondisi cuaca sehari-hari atau dikatakan iklim adalah merupakan rata-rata cuaca, yaitu harga rata-rata cuaca selama 30 tahun yang merupakan persetujuan internasional. Iklim disusun oleh unsur-unsur yang sama dengan yang menyusun cuaca. Iklim dari suatu tempat disusun oleh unsur-unsur yang variasinya besar, maka hampir tidak mungkin untuk dua tempat mempunyai iklim yang identik. Sebetulnya hampir tidak terbatas jumlah iklim di permukaan bumi ini yang memerlukan penggolongan dalam suatu kelas atau tipe. Penentuan klasifikasi iklim pada praktikum kali ini dilakukan berdasarkan data curah hujan Kabupaten Blora selama 5 tahun. Hasil pengolahan data curah hujan berdasarkan klasifikasi iklim menurut schmith-ferguson Kabupaten Blora memiliki tipe iklim C (Q= 58%). Ini berarti daerah tersebut agak basah dengan vegetasi hutan rimba, diantaranya terdapat jenis vegetasi yang daunnya gugur pada musim kemarau. Menurut perhitungan Oldeman, data yang ada pada tahun 20132017 termasuk tipe iklim D3 yaitu potensi bulan basah berurutan lebih dari 104 3 bulan dan bulan kering terjadi 4 – 6 bulan berurutan. Tipe iklim D3 hanya mungkin digunakan untuk satu kali padi atau satu kali palawija setahun tergantung pada adanya persediaan air irigasi. 4.2.5 Kota Banyuwangi A. Klasifikasi menurut Schmith-Ferguson Data Curah hujan menurut Schmith-Ferguson Bulan kering = Bulan dengan curah hujan <60mm Bulan lembab = Bulan dengan curah hujan antara 60-100mm Bulan basah = Bulan dengan curah hujan >100mm Tabel 4.2. 14 Jenis Bulan Menurut Klasifikasi Schmith-Ferguson Bulan Tahun 2013 2014 2015 2016 2017 Januari BB BB BB BB BB Februari BB BB BB BB BB Maret BB BK BB BL BB April BB BB BL BK BL Mei BL BK BL BB BB Juni BB BK BB BB BB Juli BB BB BB BL BK Agustus BK BK BK BB BK September BK BK BK BK BK Oktober BK BK BK BL BB November BB BL BB BB BB Desember BB BB BB BB BB Tabel 4.2.15 Jumlah Jenis Bulan Berdasarkan Klasifikasi Schmith-Ferguson Tahun Bulan Kering Bulan Lembab Bulan Basah 2013 3 1 8 2014 6 1 5 2015 3 2 7 105 2016 3 2 7 2017 1 3 8 Jumlah 16 9 35 Rata-rata 3,2 1,8 7 Penentuan Iklim dinyatakan dalam nilai Q Q = X 100% = X 100% = 0,45 X 100% = 45 % Diagram Klasifikasi Iklim Menurut Schmith-Ferguson Tipe iklim dan jenis vegetasi yang tumbuh Menurut Schmith-Ferguson : Tipe iklim A (sangat basah) jenis vegetasinya adalah hutan hujan tropis Tipe iklim B (basah) jenis vegetasinya adalah hutan hujan tropis Tipe iklim C (agak basah) jenis vegetasinya adalah hutan dengan jenis tanaman yang mampu menggugurkan daunnya dimusim kemarau Tipe iklim D (sedang) jenis vegetasi adalah hutan musim Tipe iklim E (agak kering) jenis vegetasinya hutan savanna Tipe iklim F (kering) jenis vegetasinya hutan savanna Tipe iklim G (sangat kering) jenis vegetasinya padang ilalang Tipe iklim H (ekstrim kering) jenis vegetasinya adalah padang Dari hasil yang telah diperoleh berdasarkan perhitungan metode Schmidt Ferguson, menunjukkan banyuwangi temasuk iklim tipe C, yaitu 106 Daerah agak basah dengan jenis vegetasinya adalah hutan dengan jenis tanaman yang mampu menggugurkan daunnya dimusim kemarau 2. Klasifikasi Menurut Oldemen Bulan Basah : Bulan dengan curah hujan >200mm. Bulan Lembab : Bulan dengan curah hujan 100-200mm. Bulan Kering : Bulan dengan curah hujan <100mm. Tabel 4.2.16 Jumlah Bulan Menurut Klasifikasi Oldeman Tahun Bulan Jumlah Rata- Jenis rata Bulan 2013 2014 2015 2016 2017 Januari 527,5 216,6 150,1 116,1 244,8 1255.1 251.02 BB Februari 100,2 227,3 202,7 238,5 224,8 993.5 198.7 BL Maret 193,1 28,3 225,9 66,9 121,1 635.31 127.02 BL April 228,8 127 84,3 48,7 83,7 572.5 114.5 Mei 97,3 19,4 87,1 100 150,9 454.7 90.94 BK Juni 122,8 16,9 58,8 172,7 173,2 544.4 108.88 BL Juli 156 136,1 113.8 81,9 118,4 606.2 121.24 BL Agustus 37,3 24,3 14,9 145,1 48,2 269.8 53.96 BK 6,9 1.3 0,8 22,8 9,3 41.1 8.22 BK 0,8 36,5 25.3 76,7 113,2 252.5 50.5 BK 237,6 91,5 156.8 121,7 192,5 800.1 160.02 BL 160,3 172,8 148,2 255,7 276,6 1013.6 Septembe r Oktober Novembe r Desember 202.72 BL BB 107 Jumlah 1868, 1697, 1268, 1446, 6 2 7 8 1756,7 7438.81 1487.7 Tabel 4.2. 17 Jumlah Jenis Bulan Menurut Klasifikasi Oldeman tahun Jenis Bulan Jumlah dalam 5 tahun Bulan Basah 2 Bulan Lembab 6 Bulan Kering 4 Tabel 4.2.18 Tipe Iklim Berdasarkan Bulan Basah Menurut Oldeman Tipe Iklim Kriteria A >9 bulan basah berurutan B 7-9 bulan basah berurutan C 5-6 bulan basah berurutan D 3-4 bulan basah berurutan E <3 bulan basah berurutan Tabel 4.2.19 Tipe Ikllim Berdasarkan Bulan Kering Menurut Oldeman Tipe Iklim Kriteria 1 <2 bulan kering berurutan 2 2-3 bulan kering berurutan 3 4-6 bulan kering berurutan 4 >6 bulan kering berurutan Dari hasil yang telah diperoleh berdasarkan perhitungan metode Oldeman dan melihat segitiga oldeman, menunjukkan banyuwangi temasuk iklim tipe E3, dimana banyuwangi mempunyai bulan basah sebanyak 2 kali, bulan lembab 6 kali, serta bulan kering sebanyak 4 kali dalam setahun. Sehingga cocok ditanamani tanaman pada pada awal bulan basah adalah 108 tanaman padi, dan pada bulan lembab atau kering bisa ditanami tanaman cabe, timun, umbi – umbian, dll. Berdasarkan hasil pengamatan yang telah praktikan dapat menganalisis bahwa data curah hujan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Stasiun Meteorologi Banyuwangi dari tahun 2013 hingga 2017 berdasarkan klasifikasi tipe iklim menurut Schmidt-Ferguson kota Banyuwangi masuk kedalam zona C (45%), yang menunjukkan bahwa daerah Banyuwangi adalah daerah yang agak basah dengan jenis vegetasinya adalah hutan dengan jenis tanaman yang mampu menggugurkan daunnya dimusim kemarau. Sehingga daerah Banyuwangi untuk jenis tanaman tahunan cocok untuk ditanami tanaman jati/ Sedangkan berdasarkan klasifikasi tipe iklim menurut Oldeman hasil analisis pengolahan data menunjukkan bahwa daerah Banyuwangi merupakan daerah yang masuk zona dalam zona tipe E3 dengan panjang bulan basah sebanyak 2 kali, bulan lembab 6 kali, serta bulan kering sebanyak 4 kali dalam setahun Sehingga cocok ditanamani tanaman pada pada awal bulan basah adalah tanaman padi, dan pada bulan lembab atau kering bisa ditanami tanaman cabe, timun, umbi – umbian, dll. Tanaman jati ditanam sebagai tanaman tahunan sedangkan untuk jenis tanaman bulanan/ tanaman musim dapat di combinasi dengan tanaman padi. Tanaman padi membutuhkan curah hujan yang cukup sehingga cocok apabila ditanam pada awal bulan basah sehingga pertumbuhan tanaman padi bisa maksimal apabila didukung oleh curah hujan yang cukup dari masa awal tanam hingga masa panen. Pada bulan lembab misalnya pada bulan Februari – April tanaman yang cocok adalah jenis tanaman pancaroba misalnya cabe, tomat, timun, umbi-umbian, dll. Sedangkan pada bulan kering tanaman yang cocok ditanam contohnya tanaman jagung. Karena jagung adalah jenis tanaman yang cocok ditanam pada musim kemarau dan tanaman yang membutuhkan air tetapi dalam jumlah yang sedikit. 109 BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan 110 Berdasarkan data iklim curah hujan 5 daerah dalam 5 tahun terakhir dapat diseimpulkan bahwa: 1. Menurut system klasifikasi Scmidth-Ferguson iklim pada daerah Cilacap masuk ke dalam tipe B, merupakan daerah basah dengan vegetasi hutan hujan tropika. 2. Sedangkan menurut system klasifikasi Oldeman, iklim pada daerah Cilacap Termasuk dalam zona A2, yaitu sesuai untuk padi terus menerus tetapi produksi kurang karena pada umumnya kerapatan fluks radiasi matahari rendah sepanjang tahun 3. Pengklasifikasian tipe iklim Schimdt Ferguson dan Oldeman didasarkan atas bulan kering dan bulan basah suatu wilayah. 4. Penentuan bulan basah dan bulan kering Schmidt Ferguson dan Oldeman berbeda, dimana bulan kering Schmidt Ferguson adalah < 60 mm dan bulan basah > 100 mm, sedangkan Oldeman, bulan basah > 200 mm dan bulan kering <100 mm. 5. Iklim pada daerah Kota Ambon MAluku berdasarkan klasifikasi Schmidt-Fergusson masuk ke dalam zona A (Q= 0,13). Ini berarti daerah tersebut memiliki kondisi iklim yang sangat basah dengan vegetasi hutan hujan tropis. 6. Iklim pada daerah Kota Ambon Maluku berdasarkan klasifikasi masuk ke dalam zona tipe utama C1 dengan panjang bulan basah 5-6 bulan panjang bulan kering 1 bulan. 7. Tanaman padi pada daerah Kota Ambon ditanam pada bulan April sampai September, sedangkan palawija baik ditanam pada bulan November. 8. Iklim adalah suatu unsur yang sama sekali tidak dapat dipengaruhi, artinya dengan jalan bagaimanapun tidak dapat diubah sekehendak manusia. Unsur-unsur iklim seperti suhu, sinar matahari, curah hujan, angin, dan penguapan. 9. Klasifikasi iklim dikelompokkan menjadi klasifikasi empiris dan genetis. Klasifikasi empiris mendasarkan kriterianya pada hasil pengamatan yang teratur terhadap unsur-unsur iklim. Sedangkan 111 klasifikasi genetis kriterianya didasarkan pada unsur iklim penyebab, seperti aliran massa udara, zona angin, ada tidaknya benua dan perbedaan penerimaan radiasi matahari. 10. Klasifikasi empiris sendiri dibagi menjadi dua, yaitu klasifikasi berdasarkan rational moisture budget (thornthwaite) dan klasifikasi iklim berdasarkan pertumbuhan vegetasi alami. Dalam klasifikasi berdasarkan pertumbuhan vegetasi alami inilah dapat dijumpai berbagai metode penentuan iklim seperti metode Koppen, Mohr, Schmidth-Ferguson dan Oldeman. 11. Menurut perhitungan Oldeman menunjukkan iklim yang dominan tipe D3. Berdasarkan penjabaran kegiatan pertanian tipe iklim D3 cocok ditanam 1 kali padi atau 1 kali palawija. 12. Menurut perhitungan Schmith-Ferguson Kabupaten Blora memiliki tipe iklim C, yaitu Daerah agak basah dengan vegetasi hutan rimba, diantaranya terdapat jenis vegetasi yang daunnya gugur pada musim kemarau. 13. Iklim merupakan rata-rata kondisi cuaca dalam jangka waktu yang lama dan meliputi tempat yang luas, kira-kira memerlukan data cuaca antara 10 sampai 30 tahun. Iklim dikaji dalam bidang ilmu klimatologi. 14. Tipe iklim di klasifikasikan menjadi 3 yaitu tipe iklim menurut Mohr, tipe iklim menurut Schmidt ferguson dan tipe iklim menurut oldeman. 15. Dari hasil yang telah diperoleh berdasarkan perhitungan metode Schmidt Ferguson, menunjukkan banyuwangi temasuk iklim tipe C, yaitu Daerah agak basah dengan jenis vegetasinya adalah hutan dengan jenis tanaman yang mampu menggugurkan daunnya dimusim kemarau 16. Dari hasil yang telah diperoleh berdasarkan perhitungan metode Oldeman dan melihat segitiga oldeman, menunjukkan banyuwangi temasuk iklim tipe E3, dimana banyuwangi cocok ditanamani tanaman Padi dalam setahun. 112 DAFTAR PUSTAKA AAK. 1983. Dasar-Dasar Bercocok Tanam. Yogyakarta. : Kanisius. Bervariasi menurut tempat dan waktu. Jakarta: Balai Pustaka. Bayong, Tjasyono. 2004. Klimatologi. Bandung: ITB. 113 Dewi, Nur Kusuma. 2005. Kesesuaian Iklim Terhadap Pertumbuhan Tanaman. Jurnal Pertanian Vol.1 no. 2, 2005 : hal 1 – 15. Dwiyono, H. 2009. Meteorologi Klimatologi. Malang: Universitas Negeri Malang. Grafindo Persada. Jakarta Irianto dkk. 2000. Keragaman Iklim sebagai Peluang Diversifikasi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Lakitan, B. 2002. Dasar Dasar Klimatologi . Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada. Nawawi, Gunawan. 2001. Pengantar Klimatologi Pertanian. Bandung: Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan Jakarta. Oldeman, L R.,I. Las, dan Muladi, 1980. The Agroclimatic Maps of Kalimantan,Maluku, Irian jaya, dan Bali, Bogor, West and East Nusa tenggara . res. Ins. Agric Prawirowardoyo, S. 1996. Meteorologi. Bandung : Institut Teknologi Bandung Press. Schmidt, F. H dan Ferguson, J. H. A. 1951. Rainfall Types Based On Wet and Dry Period Rations for Indonesia With Western New Guinea. Jakarta: Kementrian Perhubungan Meteorologi dan Geofisika Sutarno, M.T. 1998. Klimatologi Dasar. UPN “Veteran” Press, Yogyakarta. Sutrisno dan Sumiratno. 1983. Model Analisis Air Tanah.Prosiding Seminar Berkala Meteorologi dan Geofisika Desember 2 April 2003. Departemen Perhubungn Badan Meteorologi dan Geofisika, Jakarta. Syamsulbahri. 1987. Dasar-dasar Agroklimat.Bandung.Penerbit Erlangga Tjasyono, Bayong. 2004. Klimatologi. Cetakan Ke-2. IPB Press. Bandung Wisnubroto, S., Siti Leca, A., Mulyono, N. 1983. Asas-asas Meteorologi Pertanian, Jakarta : Ghalia Indonesia..