Uploaded by Andriana Ela

BAB I LAPRES FIX

advertisement
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Stasiun meteorologi pertanian adalah suatu tempat yang mengadakan
pengamatan secara terus – menerus mengenai keadaan fisik dan lingkungan
(atmosfer) serta pengamatan tentang keadaan biologi dari tanaman dan objek
pertanian lainnya. Dalam persetujuan internasional, suatu stasiun meteorologi
paling sedikit mengamati keadaan iklim selama 10 tahun berturut – turut hingga
akan mendapatkan gambaran umum tentang rerata keadaan iklimnya, batas –
batas ekstrim dan juga pola siklusnya.
Peralatan yang digunakan dalam pengamatan cuaca sangat banyak jumlah
dan jenisnya. Peralatan – peralatan tersebut terdiri atas alat pengukur curah hujan,
pengukur kelembaban udara, pengukur suhu udara, pengukur suhu tanah,
pengukur hujan, pengukur panjang penyinaran matahari, pengukur kecepatan
angin, dan pengukur evaporasi.
Seringnya
terjadi
kesalahan
dalam
pendataan
hasil
klimatologi,
menjadikan pentingnya pengetahuan tentang klimatologi dalam hal ini di bidang
pertanian. Oleh sebab itu di adakannya praktikum agroklimatologi ini.
1.2
Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum Pengenalan Alat Agroklimatologi ini yaitu
untuk mempelajari dan memahami macam penggunaan serta cara kerja beberapa
peralatan ukur klimatologi.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pada pengamatan keadaan atmosfer kita di stasiun cuaca atau stasiun
meteorologi digunakan beberapa alat yang mempunyai sifat-sifat yang hampir
sama dengan alat-alat ilmiah lainnya yang digunakan untuk penelitian di dalam
laboratorium, misalnya bersifat peka dan teliti. Perbedaannya terletak pada
penempatannya dan para pemakainya. Alat-alat laboratorium umumnya dipakai
pada ruang tertutup, terlindung dari hujan dan debu-debu, angin dan lain
sebagainya serta digunakan oleh observer. Dengan demikian sifat alat-alat
meteorologi disesuaikan dengan tempat pemasangannya dan para petugas yang
menggunakannya (Anonim, 2008). Pada proses pengamatan keadaan amosfer kita
ini, digunakan beberapa alat. Sebelum ditemukan satelit meteorologi, satu-satunya
cara untuk mendapatkan gambaran menyeluruh mengenai keadaan atmosfer
adalah dengan memasukkan keadaan yang diamati pada stasiun cuaca di seluruh
dunia ke dalam peta cuaca (Neiburger, 1982).
Adapun alat-alat meteorologi yang ada di Stasiun Meteorologi Pertanian
diantaranya alat pengukur curah hujan (Ombrometer tipe Observatorium dan
Ombrograf), Alat pengukur kelembaban relatif udara (Psikometer Assman,
Psikometer Sangkar, Higrograf, Higrometer, Sling Psikometer), alat pengukur
suhu udara (Termometer Biasa, Termometer Maksimum, Termometer Minimum,
dan Termometer Maximum-Minimum Six Bellani), alat pengukur suhu air
(Termometer Maksimum-Minimum Permukaan Air), alat pengukur panjang
penyinaran matahari (Solarimeter tipe Jordan, Solarimeter tipe Combell Stokes),
alat pengukur suhu tanah (Termometer Permukaan Tanah, Termometer Selubung
Kayu,
Termometer
Bengkok,
Termometer
Maksimum-Minimum
tanah,
Termometer Simons, Stick Termometer), alat pengukur intensitas penyinaran
matahari (Aktinograf), alat pengukur evaporasi (Panci Evaporasi Kelas A, Piche
Evaporimeter) dan alat pengukur kecepatan angin (Cup Anemometer, Hand
Anemometer, Biram Anemometer) (Prawirowardoyo, 1996). Stasiun meteorologi
mengadakan contoh penginderaan setiap 30 detik dan mengirimkan kutipan
statistik (sebagai contoh, rata-rata dan maksimum). Untuk yang keras menyimpan
3
modul-modul setiap 15 menit. Hal ini dapat menghasilkan kira-kira 20 nilai dari
hasil rekaman untuk penyimpanan akhir disetiap interval keluaran. Ukuran utama
dibuat di stasiun meteorologi danau vida, pemakaian alat untuk temperatur udara,
kelembaban relatif, temperatur tanah (Fontain, 2002).
Hasil yang didapat setelah dilakukannya suatu pengamatan di stasiun cuaca
atau stasiun meteorologi yakni data-data mengenai iklim. Di indonesia,
berdasarkan ketersediaan data iklim yang ada di sistem database Balitklimat,
hanya ada 166 dari 2.679 stasiun yang menangani data iklim. Umumnya hanya
data curah hujan dan suhu udara, sehingga walaupun metode Penman merupakan
yang terbaik, metode Blaney Criddle akan lebih banyak dipilih karena hanya
memerlukan data suhu udara yang relatif mudah didapatkan (Runtunuwu et.al.,
2008). Prakiraan cuaca baik harian maupun prakiraan musim, mempunyai arti
penting dan banyak dimanfaatkan dalam bidang pertanian. Prakiraan cuaca 24 jam
yang dilakukan oleh BMG, mempunyai arti dalam kegiatan harian misalnya untuk
pelaksanaan pemupukan dan pemberantasan hama. Misalnya pemupukan dan
penyemprotan hama perlu dilakukan pada pagi hari atau ditunda jika menurut
prakiraan sore hari akan hujan lebat. Prakiraan permulaan musim hujan
mempunyai arti penting dalam menentukan saat tanam di suatu wilayah. Jadi,
bidang pertanian ini memanfaatkan informasi tentang cuaca dan iklim mulai dari
perencanaan sampai dengan pelaksanaannya ( Setiawan, 2003).
4
BAB III
METODELOGI PRAKTIKUM
3.1 Waktu dan Tempat
Hari / Tanggal
: Rabu, 12 September 2018
Pukul
: 07. 30-09.10 WIB
Tempat
: Stasiun Agroklimatologi Fakultas Pertanian UPN
“Veteran” Jawa Timur
3.2 Alat dan Bahan
a. Peralatan dasar untuk pengamatan iklim.
b. Buku atau lembar deskripsi peralatan.
3.3 Cara kerja
1. Menyiapkan semua perlengkapan ukur klimatologi
2. Mendeskripsikan, dan mencatat setiap fungsi kegunaan masing - masing
unit peralatan klimatologi.
5
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengamatan
Tabel 4.1 Hasil pengenalan peralatan ukur klimatologi
No
Nama Alat
Gambar
Diskripsi fungsi
Alat untuk mengukur kecepatan
angin dan juga dapat mengukur
1
besarnya tekanan angin yang
Anemometer
banyak dipakai dalam bidang
meteorology dan geofisika atau
Gambar 4.1.1
stasiun perkiraan cuaca.
Berfungsi sebagai pengukur
2
Campbell stokes
waktu dan lama penyinaran sinar
matahari dalam satu hari
Gambar 4.1.2
Tempat untuk penempatan alatalat ukur suhu, tekanan dan
3
Sangkar stevenson
kelembaban
Gambar 4.1.3
Sebagai pencatat lama
4
Kertas pias
penyinaran matahari
Gambar 4.1.4
6
5
Termometer tanah
Alat yang di gunakan untuk
digital
mengukur suhu di dalam tanah
Gambar 4.1.5
Alat untuk mengukur suhu
6
Termometer
tertinggi dan suhu terendah dan
maksimum dan
dapat dilakukan secara
minimum
bersamaan di suatu tempat
Gambar 4.1.6
khususnya diudara
Alat untuk mengukur
7
Hygrometer digital
kelembaban di udara secara
elektronik
Gambar 4.1.7
Alat untuk mengukur
8
Termometer basah
kelembaban nisbi diudara di
dan kering
suatu tempat dan waktu yang
dinyatakandenganpersen (%)
Gambar 4.1.8
Alat pengukur curah hujan yang
umumnya dinamakan penakar
9
Umbrometer
hujan, satuan curah hujan
menurut SI adalah millimeter
Gambar 4.1.9
(mm)
7
Gelas Ukur
10
Alat untuk mengukur volume
cairan
Gambar 4.1.10
4.2 Pembahasan
Cabang ilmu moteorologi pertanian atau klimatdasi adalah ilmu terapan yang
membahas tanggapan (respon) areanisme terhadap lingkungan fisiknya,
klimatologi pertanian dapat mengkoji proses fisik dari atmosfer yang membentuk
kondisi skala mikro yang berhubungan dengan proses produksi. Sedangkan dalam
arti luas sebagai subjek yang mengkoji tanggapan organisme terhadap lingkungan
fisik. Agroklimatologi lebih tertuju kearah pengambilan kebijakan untuk
pengembangan daerah pertanian( sabaruddin, 2014 ).
Jenisalat – alatmeteorologi di tinjau dari cara pembacaannya, di bagi menjadi
dua jenis yaitu bersifat recording dan non recordin. Alat yang recording adalah
alat yang dapat mencatat data dengan sendirinya secara terus menerus sejak
pemasangan pias hingga penggantian pias berikutnya. Dari data yang di peroleh
dapat ditentukan harga minimum dan maksimun. Sedangkan alat yang bersifat
non recording adalah alat – alat yang harus dibaca pada saat – saat tertentu untuk
memperoleh data ( Dasiman, 2006 ).
Peralatan ukur klimatologi ini umumnya disesuaikan kebutuhan atau
pengunaannya. Adapun alat-alat yang digunakan dalam agroklimatologi antara
lain:
1. Campbell Stockes
Alat ini terdiri dari dua bagian utama yaitu bola kaca kristal dan kerangka
besi penyangga. Bola kristal ini berfungsi sebagai lensa pengumpul cahaya
sedangkan kerangka besi selain untuk menyagga bola kristal juga
berfungsi sebagai penempatan kertas pias. Alat ini biasanya diletakkan dia
atas
dudukan
bertiang
(Hendoyono,2011)
2. Kertas Pias
setinggi
120cm
dari
permukaan
tanah
8
Kertas pias merupakan alat pencatat lamanya waktu intesitas cahaya
matahari yag terpancar. Lamanya Penyinaran matahari dicatat dnegan
jalan memusatkan sinar matahari melalui bola kristal hingga fokus
matahari tersebut tepat mengenai kertas pias yang khusus sehingga
meninggalkan jejak pias pada kertas. (Trewartha,2009)
3. Termometer Maksimum dan Minimum
Termometer Maksimum :
Ciri khas dari termometer ini adalah terdapat penyempitan pada pipa
kapiler di dekat resevoir. Air raksa dapat melalui bagian yang sempit ini
pada suhu naik dan pada suhu turun air raksa tetap berada pada posisi sama
dengan posisi suhu tertinggi. Air raksa dapat dikembalikan ke resevoir
dengan perlakukan khusus(Diayun-ayunkan) Termometer maksimum ini
diletakkan pada posisi hampir mendatar agar mudah terjadi pemuaian,
pengamatan sekali dalam 24 jam.( Dasiman, 2006 )
Termometer Minimum :
Termometer ini berguna untuk mengukur suhu udara ekstrim rendah. Zat
cair dalam kapiler gelas adalah alkohol yang bening. Pada bagian ujung
atas alkohol yang memuai atau menyurut terdapat indeks. Indeks ini hanya
dapat didorong kebawah pada suhu rendah oleh tegangan permukaan
bagian ujung kapiler alkohol. Bila suhu naik alkohol memuai, indeks tetap
menunjukkan posisi suhu rendah. Prinsip kerja termometer minimum
adalah dengan cara menggunakan sebuah penghalang pada pipa alkohol,
sehingga apabila suhu menurun akan menyebabkan indeks ikut tertarik
kebawah namun bilasuhu meningkat maka indeks tetap pada posisi
dibawah selain itu peletakan thermometer.( Dasiman, 2006 )
4. Termometer Tanah
Termometer tanah adalah sebuah termometer yang khusus di rancang
untuk megukur suhu tanah. Alat ini
berguna pada perencanaan
penanaman dan juga di gunakan oleh para ilmuan iklim, suhu tananh dapat
memberika informasi yang bermnfaat terutama pemetaan dari waktu ke
waktu. Ciri-ciri dari termometer ini adalah pada bagian skala
dilengkungkan, namun ada juga yang tidak dilengkungkan. Hal ini di buat
9
untuk memudahkan dalam pembacaan skala. Pengukuran suhu tanah lebih
teliti dari suhu udara. (Hendoyono,2011)
5. Termometer Bola Basah dan Bola Kering
Termometer ini terdiri dari dua buah thermometer air raksa, yaitu :
Thermometer Bola Kering : tabung air raksa dibiarkan kering sehingga
akan mengukur suhu udara sebenarnya.( sabaruddin, 2014 ).
Thermometer Bola Basah : tabung air raksa dibasahi agar suhu yang
terukur adalah suhu saturasi/ titik jenuh, yaitu; suhu yang diperlukan agar
uap air dapat berkondensasi.( sabaruddin, 2014 ).
6. Hygrometer
Hygrometer adalah sejenis alat untuk mengukur tingkat kelembaban pada
suatu tempat. Biasanya alat ini ditempatkan di dalam bekas (container)
penyimpanan barang yang memerlukan tahap kelembapan yang terjaga
seperti dry box penyimpanan kamera. Kelembaban yang rendah akan
mencegah pertumbuhan jamur yang menjadi musuh pada peralatan
tersebut. Hygrometer rambut menunjukkan perubahan dimensi jika
kelembaban udara berubah-ubah. Perubahan dimensi dapat dipakai sebagai
indikasi kelembaban nisbi udara. Hygrometer rambut ada yang bersifat
non recording dan recording (Hygrograph). Rambut merupakan sensor
dari alat ini.(Hendoyono,2011)
7. Anemometer
Pergerakan udara atau angin umumnya diukur dengan alat cup
counteranemometer, yang didalamnya terdapat dua sensor, yaitu: cup –
propeller sensor untuk kecepatan angin dan vane/ weather cock sensor
untuk arah angin. Untuk pengamatan angin permukaan, Anemometer
dipasang dengan ketinggian 10 meter dan berada di tempat terbuka yang
memiliki jarak dari penghalang sejauh 10 kali dari tinggi penghalang
(pohon, gedung atau sesuatu yang menjulang tinggi). Tiang anemometer
dipasang menggunakan 3 buah labrang/ kawat penahan tiang, dimana
salah satu kawat/labrang berada pada arah utara dari tiang anemometer dan
antar labrang membentuk sudut 1200. Pemasangan penangkal petir pada
tiang anemometer merupakan faktor terpenting terutama untuk daerah
10
rawan petir. Hal ini mengingat tiang anemometer memiliki ketinggian 10
meter dengan ujung-ujung runcing yang membuatnya rawan terhadap
sambaran petir.(Trewartha,2009)
8. Ombrometer
Alat ini berfungsi sebagai pengukur serta penampung curah hujan dalam
satu hari. Alat di tempatkan dilapangan terbuka dengan jarak terhadap
pohon atau bangunan terdekat sekurang-kurangnya sama dengan tinggi
pohon atau bangunan tersebut. Permukaan mulut corong harus benar-benar
horizontal dan di pasang pada ketinggian 120 cm dari permukaan tanah ,
dan luas permukaan 100 cm2.(Hendoyono,2011)
11
BAB V
PENUTUP
5.1
Kesimpulan
Dari pengamatan alat – alat klimatologi yang telah dilakukan, dapat
disimpulkan bahwa:
1. Alat – alat yang digunakan dalam klimatologi pertanian sesuai dengan
dilakukan yaitu Anemometer, campbell stokes, sangkar stevenson, kertas
pias, termometer tanah digital, termometer maksimum dan minimum,
hygrometer digital, termometer basah dan kering, umbrometer, dan gelas
ukur
2. Penggunaan alat dalam penelitian harus diketahui sesuai dengan
fungsinya, agar hasil data yang didapatkan sesuai keadaan iklim yang
sebenarnya.
12
DAFTAR PUSTAKA
Darsiman. B, Sutrisno.,MuktSinegar., xlazaruddinHisyam. 2006. Karaterisik Zone
Agroklimat E2 di Sumatra Utara. MakalahPenunjangKongres IU
PERHIMPI dan symposium Internasional. Bogor, 18-20 Oktober
2006.
Fontain, A. 2002. Meteorology. (http://www.kompas.com). Diakses tanggal 11
April 2012.
Hendayana, Dandan, SP.2011. Mengenal nama dan Fungsi alat-alat pemantau
cuaca dan iklim. Unesa Surabaya
Neiburger, dkk.1982. Memahami Lingkungan Atmosfer Kita. Bandung: ITB.
Nur Muin, S . 2012. Penuntun Praktikum Agroklimatologi. Unib. Bengkulu
Prawiroardoyo, S. 1996. Meteorologi. Institut Teknologi Bandung, Bandung.
Runtunuwu, E., Syahbuddin, H., dan A. Pramudia. 2008. Validasi model
pendugaan evapotranspirasi : upaya melengkapi sistem database
iklim nasional. Jurnal Tanah dan Iklim 27: 8 – 9.
Sabaruddin, Laode. 2014. Agroklimatologi Aspek-aspek Klimatik untuk System
Budaya Tanaman. Bandung :alfa Beta
Trewartha G. T dan L. H. Horn. 2009. Pengantar Iklim Edisi Kelima. UGM
Pres.Yogyakarta.
13
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sebenarnya radiasi matahari merupakan unsur yang sangat penting dalam
bidang pertanian. Pertama, cahaya merupakan sumber energi bagi tanaman hijau
yang memalui proses fotosintesa diubah menjadi tenaga kimia. Kedua, radiasi
memegang peranan penting sebagai sumber energi dalam proses evaporasi yang
menentukan kebutuhan air tanaman.
Intensitas radiasi matahari akan berkurang oleh penyerapan dan
pemantulan oleh atmosfer saat sebelum mencapai permukaan bumi. Ozon di
atmosfer menyerap radiasi dengan panjang gelombang pendek (ultraviolet)
sedangkan karbondioksida dan uap air menyerap sebagian radiasi dengan panjang
gelombang yang lebih panjang (infra merah). Selain pengurangan radiasi bumi
langsung (sorotan) oleh penyerapan tersebut, masih ada radiasi yang dipancarkan
oleh molekul-molekul gas, debu, dan uap air dalam atmosfer.
Energi surya adalah energi yang dapat dengan mengubah energi panas
surya (matahari) melalui peralatan tertentu menjadi sumber daya dalam bentuk
lain. Energi surya menjadi salah satu sumber pembangkit daya selain air, uap,
angin, biogas, batubara, dan minyak bumi. Teknik pemanfaatan energi surya
mulai muncul pada tahun 1839, ditemukan oleh A.C. Becquerel. Ia menggunakan
kristal silikon untuk mengkonversi radiasi matahari, namun sampai pada tahun
1955 metode itu belum banyak dikembangkan.
Pada tahun 1946 dilakukan perekaman spektrum radiasi matahari untuk
yang pertama kali dari ketinggian di atas lapisan ozon. Pada tahun 1949
perekaman dilanjutkan untuk daerah panjang gelombang yang lebih pendek dari
ketinggian 100 km. dari eksperimen-eksperimen tersebut diperoleh bahwa untuk
daerah panjang gelombang di atas 2900 Angstrom suhu radiasi matahari antara
5500 sampai 6000 oK. Untuk daerah panjang gelombang hingga mencapai sekitar
5000oK.
Daerah yang menjadi lokasi reaksi nuklir kuat yang menghasilkan
keluaran energi maha besar adalah matahari. Di tengahnya berada suatu daerah
14
yang disebut zona radiasi, di mana energi ditransfer oleh radiasi dibanding oleh
pemindahan gas/panas. Istilah bagian dalam matahari sering digunakan untuk
meliputi keduanya zona pemindahan gas/panas dan radiasi.
Penyinaran atau isolasi adalah penerimaan energi matahari oleh
permukaan bumi, bentuknya adalah sinar-sinar bergelombang pendek yang
menerobos atmosfer. Sebelum mencapai permukaan bumi sebagian hilang karena
absorbsi. Adapun yang berhasil sampai ke bumi kemudian dilepaskan pula
melalui refleksi; ini terutama terjadi di kedua daerah kutub bumi dan di datarandataran salju serta perairan.
1.2 Tujuan
Memahami cara pengukur lama penyinaran dengan menggunakan
Campbell Stokes serta mengetahui durasi total penyinaran harian yang sampai
dipermukaan bumi sejak terbit hingga terbenam.
15
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Unsur cuaca dan iklim ialah radiasi matahari, tekanan udara, penguapan,
kelembaban udara, keawanan,presipitasi, dan beberapa unsur iklim lain yang
kurang penting. Unsur-unsur cuaca dan iklim ini tidak tetap pada setiap saat dan
tempat, selalu berubah-ubauh tergantung pada 15angle-faktor fisis di alam yang
disebut 15angle pengendali cuaca. Faktor pengendali cuaca ini ada yang bersifat
permanen 15angley yang bersifat sementar (Guslim, 2009).
Matahari adalah 15angley iklim yang sangat penting dan sumber 15angle
utama di bumi yang menimbulkan gerak udara dan arus laut. Energi tersebut
menyebabkan bumi tetap panas, memelihara pertumbuhan tanaman dan
kehidupan hewan serta manusia, juga menimbulkan peredaran atmosfer, 15angle
tidakberarti dari seluruh 15angle matahari yang dipancarkannya lebuh dari 2,2
milyar kali jumlah yang diterima bumi. Tetapan radiasi matahari didefenisikan
sebagai jumlah fluks (aliran) radiasi matahari yang diterima pada permukaan di
luar atmosfer tegak lurus terhadap sinar matahari dan bumi. Serapan dan
pancaran radiasi terjadi melalui suatu proses yang sama yakni perubahan status
15angle dari atom atau molekul penyerap atau pemancar. Oleh sebab itu, panjang
gelombang tertentu, jumlah 15angle yang diserap akan sama dengan jumlah
15angle yang dipancarkan oleh suatu permukaan. Fenomena ini yang menjadi
dasar 15angl khirchoff. (Kartasapoetra, 2004)
Matahari adalah sumber 15angle pada peristiwa yang terjadi dalam
atmosfer yang dianggap penting bagi sumber kehidupan. Energi matahari
merupakan penyebab utama perubahan pergerakan atmosfer sehingga dapat
dianggap sebagai pengendali iklim dan cuaca yang besar (Trewartha, 2009).
Intensitas Radiasi dalam arah tertentu didefinisikan sebagai daya
yangdiradiasikan dari suatu 15angley per satuan sudut solid. Intensitas radiasi
adalah parameter medan jauh dan dapat diperoleh melalui perkalian rapat radiasi
dengankuadrat jarak. Intensitas radiasi juga berhubungan dengan medan elektrik
jauh (far-zone). Dinyatakan dalam satuan luas per waktu, atau 15angley per menit,
16
atau watt per jam. Alat yang digunakan untuk mengukur radiasi surya adalah
solarimeter atau solarigraf.
Lama penyinaran adalah periode (dalam jam) matahari bersinar cerah.
Faktor yang menentukan lama penyinaran adalah penutupan awan, semakin lama
penutupan awan maka lama penyinaran berkurang. Jadi, lama penyinaran memang
sangat ditentukan oleh keadaan awannya. Sebagai contoh, kita tahu bahwa
keadaan matahari menyinari Indonesia sekitar 11-12 jam, namun lama penyinaran
maksimumnya sekitar 8 jam. Untuk menentukan lama penyinaran ini ada alat ukur
yang digunakan, bernama alat ukur Cambell Stokes. Penggunaannya adalah
dengan melihat keadaan kertas pias sampai terbakar.
17
BAB III
METODELOGI PRAKTIKUM
3.1 Waktu dan Tempat
Hari/Tanggal
: Rabu, 19 September 2018
Waktu
: 07. 30-09.10 WIB
Tempat
: Stasiun Klimatologi Fakultas Pertanian UPN “Veteran”
Jawa Timur
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
a. Solarimeter tipe Campbell Stokes
b. Alat tulis
c. Penggaris
d. Kunci pas
3.2.2 Bahan
a. Kertas pias
b. Lembar pengamatan
c. Kamera
3.3 Cara kerja
1. Menyiapkan solarimeter tipe Campbell Stokes, kertas pias, penggaris, alatalat tulis, kunci pas.
2. Menempatkan solarimeter pada stand / tiangnya yang tersedia distasiun
lapangan ( tidak terhalang bangunan, pohon dan gunung) dan atur posisi
titik bakar dengan cara sumbu bola mengarah utara keselatan sehingga
cekungan loham tempat kertas pias sejajar dengan arah timur dan barat.
Untuk memperoleh hasil pembakaran terbaik , bola lensa harus diatur
kemiringannya sesuai dengan lintang tempat alat dipasang, sehingga
tempat lengkung alat pias sejajar dengan aquator.
3. Setelah pengatur titik bakar selesai, melakukan penempatan kertas pias
pada tempatnya tempat dibawah kaca. Perhatikan kertas yang akan
18
digunakan,
sesuaikan
dengan
letak
lintang
dimana
solarimeter
ditempatkan.
4. Mencatat waktu posisi awal pengukuran dan biarkan terjadi proses
pembakaran kertas pias selama pengamatan 15 menit.
5. Setelah lama waktu pengamatan tercapai, mengukur lama penyinaran
surya berdasarkan panjang goresan kertas pias dan koreksikan terhadap
satuan panjang waktu yang tercantum pada kertas pias tersebut.
19
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengamatan
Tabel 4.1 Hasil Pengamatan Lama Penyinaran Matahari
No.
1.
Waktu
Ukuran
07.55 – 08.10
0,5 x 10 / 1,7 = 2,94
Dokumentasi
Gambar 4.1.1
2.
08.10 – 08.25
0,4 x 10 / 1,7 = 2,35
Gambar 4.1.2
3.
08.25 – 08.10
0,7 x 10 / 1,7 = 4,11
Gambar 4.1.3
20
4.2 Pembahasan
Matahari adalah sumber energi pada peristiwa yang terjadi dalam atmosfer
yang dianggap penting bagi sumber kehidupan, energy matahari merupakan
penyebab utama perubahan pergerakan atmosfer sehingga dapat dianggap sebagai
iklim dan cuaca yang besar. ( Trewarth, 2009).
Radiasi matahri juga salah satu komponen iklim yang cukup berpengaruh
dalam menentukan pertumbuhan tanaman ataupun keseluruhan aktivitas makhluk
hidup yang ada diatas permukaan bumi. Radiasi juga membantu tanaman untuk
melakukan fotosintesis. Adapun radiasi yang digunakan untuk proses fotosintesis
dikenal dengan sebutan PAR ( Photosynthetic Acid Radiation ) ( BMG, 2006).
Penerimaan radiasi surya dipermukaan bumi sangat bervariasi menurut
tempat dan waktu. Menurut tempat khususnya disebabkan oleh perbedaan letak
lintang serta keadaan atmosfer terutama awan pada skala mikro arah lereng sangat
menentukan jumlah radiasi yang diterima menurut waktu, perbedaan radiasi
terjadi dalam sehari ( dari padi sampai sore ) maupun secara musiman ( dari hari
kehari ). ( Handoko, 1993).
Pengamatan
pengukuran
lama
penyinaran
matahari
dilakukan
menggunakan kertas pias dan solarimeter tipe Campbell Stoker karena alat
tersebut mudah digunakan dan lebih teliti. Memasang kertas pias sesuai dengan
tanggal penggunaannya. Kertas pias tersebut terpasang pada tempatnya yang
sudah disesuaikan dan harus mengarah kearah timur dan barat. Cara pemasangan
yang menyimpang dari ketentuan akan menghasilkan tanda pembakaran yang
tidak benar.
Dari hasil pengamatan lama penyinaran matahari yang dilakukan selama
45 menit menunjukkan kertas pias terbakar. Pada waktu lama penyinaran matahari
15 menit pertama kertas pias yang pertama terbakar sepanjang 0,5 cm dan
berbentuk bulat , pada waktu lama penyinaran matahari 15 menit kedua kertas
pias terbakar sepanjang 0,3 cm berbentuk bulat, 15 menit ketiga kertas pias
terbakar sepanjang 0,7 cm kertas pias berbentuk lubang panjang. Didapat hasil
kertas pias terbakar hamper sempurna yang artinya terdapat bagian kertas pias
yang terbakar hingga berlubang, tapi terdapat sedikit bagian yang hanya terbakar
tapi tidak menembus kertas pias, hal ini dikarenakan oleh keadaan langit yang
21
tidah jernih atau berawan, sehingga penyinaran matahri sampai kebumi sering
tertutup oleh awan dan tidak mendapatkan cahaya matahari pentuh atau sempurna
22
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa:
1. Lama penyinaran matahari seberapa lama itensitas radiasi matahri
menyinari permukaan bumi dalam kurun waktu tertentu dan merupakan
hal terpenting bagi penyinaran pada setiap tumbuhan.
2. Radiasi matahari yang dipancarkan kebumi tergantung oleh jarang matahri
dan juga itensitas matahari ( besar kecilnya cahaya matahri dipancarkan )
3. Radiasi surya yang diukur berdasarkan jumlah energy yang dipancarkan
dalam sehari, seberapa itensitas dan lama penyinaran tersebut, radiasi yang
dikeluarkan dipengaruhi oleh jarak matahari, itensitas radiasi matahari,
lama penyinaran matahari / panjang hari / duration dan atmosfer.
4. Radiasi surya memang peranan penting dari berbagai sumber energi lain
yang dimanfaatkan manusia.
5. Alat yang dapat digunakan untuk mengukur lama penyinaran matahari
adalah Campbell Stokes.
23
DAFTAR PUSTAKA
BMG, 2006. Alat-Alat meteorologi Distasiun Klimatologi. Semarang.
Guslim. 2009. Agroklimatologi. USU Press. Medan
Handoko, 1993. Klimatologi Dasar. IPB. Bogor.
Kartasapoetra, A.G. 2004. Klimatologi : Pengaruh iklim Terhadap Tanah dan
Tanaman Edisi Revisi. Bumi Aksara. Jakarta.
Trewartha G. T dan L. H. Horn. 2009. Pengantar Iklim Edisi Kelima. UGM
Pres. Yogyakarta.
24
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam kehidupan di bumi ini suhu dan kelembaban merupakan unsur
penting bagi manusia, hewan, maupun tumbuhan. Suhu dan kelembaban udara
juga menentukan bagaimana makhluk tersebut dapat beradaptasi dengan
lingkungannya.
Di Indonesia, perhatian dan kerjasama antara para ahli klimatologi dengan
ahli pertanian semakin meningkat terutama dalam rangka menunjang produksi
tanaman pangan. Daya hasil beberapa tanaman pangan di Indonesia masih rendah
jika dibandingkan dengan negara-negara maju seperti Jepang dan Amerika
Serikat. Perbedaan ini disebabkan oleh pemakaian teknologi tinggi dan pengelolan
yang baik. Penigkatan produksi tanaman pangan selain dengan panca usaha tani
juga dilakukan dengan pemanfaatan iklim.
Dalam bidang pertanian kelembaban udara biasanya digunakan untuk
meningkatkan produktifitas dan perkembangan tumbuhan budidaya. Dengan
mengetahui suhu dan kelembaban udara yang ada di lingkungan tempat yang akan
di tanam tumbuhan, kita dapat menentukkan pemilihan jenis tanaman yang sesuai,
misalnya tanaman bakau yang ditanam pada daerah yang berkelembaban tinggi,
bakau tersebut akan berkembang dan berproduktifitas dengan maksimal,
sebaliknya jika bakau tersebut di tanam pada daerah yang mempunyai
kelembaban yang rendah maka bakau tersebut tidak akan berproduktifitas dan
berkembang secara maksimal.
Suhu menyatakan tingkat energi bahan rata-rata suatu benda. Ia dinyatakan
dalam satuan derajat. Ada tiga macam satuan penggolongan suhu yang umum,
yaitu sistim Reamur, sistem Fahreinheit, dan Celcius. Namun yang paling populer
adalah yang disebut dua terakhir.
Dalam biosfer, suhu benda alami, beragam menurut tempat dan waktu
yang disebabkan oleh perbedaan benda dalam menerima energi radiasi surya dan
hasil pengaruh energi ini terhadap sekelilingnya. Menurut tempat ia ditentukan
25
oleh letak menurut ketinggian dan menurut lintang di bumi. Menurut waktu ia
ditentukan oleh sudut inklinasi surya.
1.2 Tujuan
Memahami cara pengukuran suhu udara dan tanah dengan menggunakan
thermometer serta mengetahui rata-rata suhu harian
26
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Suhu adalah derajat panas atau dingin yang diukur berdasarkan skala
tertentu dengan menggunakan termometer. Satuan suhu yang biasa digunakan
adalah derajat celcius (0C). Sedangkan di Inggris dan beberapa Negara lainnya
dinyatakan dalam derajat Fahrenheit (0F)
9/5(0C)+32
0C = 5/9 (F-32)
0F =
(Ir. Ance Gunarsih Kartasapoetra, 2004) .
Suhu juga bisa diartikan sebagai suatu sifat fisika dari suatu benda yang
menggambarkan Energy kinetic rata-rata dari pergerakan molekul-molekul. Pada
gas seperti udara, hubungan antara energy kinetik dengan suhu dapat dijabarkan
sebagai berikut :
Ek= ½ m v2 = 3/2 NkT

Ek : energy kinetik rata-rata dari molekul gas

M : massa sebuah molekul

v2 : kecepatan kuadrat rata-rata dari gerakan molekul

N : jumlah molekul per satuan volume

k : tetapan Boltzman

T : suhu mutlak (K)
Di atmosfer dijumpai bahwa peningkatan panas laten akibat penguapan
tidak menyebabkan kenaikan suhu udara, tetapi penguapan justru menurunkan
suhu udara karena proporsi panas terasa (yang menyebabkan kenaikan suhu
udara) menjadi berkurang.( dr. Handoko, 2003).
A. Suhu Udara
Suhu udara dipermukaan bumi adalah relative, tergantung pada faktorfaktor yang mempengaruhinya seperti misalnya lamanya penyinaran matahari. Hal
itu dapat berdampak lansung akan adanya perubahan suhu di udara. Suhu udara
bervariasi menurut tempat dan dari waktu ke waktu di permukaan bumi. Menurut
tempat suhu udara bervariasi secara vertical dan horizontal dan menurut waktu
dari jam ke jam dalam sehari, dan menurut bulanan dalam setahun
(Wisnubroto,S,S.S.L Aminah, dan Nitisapto,M. 1982)
27
Beberapa unsur yang mempengaruhi suhu secara horizontal di permukaan bumi
antara lain :
Letak lintang suatu tempat.
Suhu udara di atmosfer bervariasi menurut letak ketinggian tempat.
Hingga ketinggian tertentu. Suhu udara dapat menurun, tetapi menurut ketinggian
yang lainnya meningkat. Pada lapisan Troposfer (lapisan bawah atmosfer) suhu
udara menurun menurut letak ketinggian tempat hingga ketinggian 10 km dengan
gradein penurunan suhu 5,0-6,5 oC per 1000 m diatas permukaan laut. Menrunnya
suhu menurut letak ketinggian tempat ini dimungkinkan karena beberapa hal
antara lain :
1. Pengaruh keadaan suhu dekat permukaan bumi.
2. Pengaruh lautan
3. Pengaruh kerapatan udara
4. Pengaruh angin secara tidak langsung
5. Pengaruh panas laten
6. Penutup tanah
7. Tipe tanah
8. Pengaruh sudut datang sinar matahari yaitu Pengaruh arus laut dan Distribusi
antara daratan dan lautan
Penyebaran suhu udara menurut waktu dapat dikaji dalam dua pola :
1. Pola suhu diurnal (suhu udara setiap jam selama 24 jam)
2. Pola suhu udara rata-rata harian menurut bulanan dan tahunan.
(Dasar-dasrar Klimatologi 2000)
B. Suhu Tanah
Suhu tanah merupakan hasil dari keseluruhan radiasi yang merupakan
kombinasi emisi panjang gelombang dan aliran panas dalam tanah. Suhu tanah
juga disebut intensitas panas dalam tanah dengan satuan derajat celcius, derajat
farenheit, derajat Kelvin dan lain-lain. (Kemala Sari Lubis, 2007). Suhu tanah
berpengaruh terhadap penyerapan air. Makin rendah suhu, makin sedikit air yang
di serap oleh akar, karena itulah penurunan suhu tanah mendadak dapat
menyebabkan kelayuan tanaman. Pengukuran suhu tanah dalam klimatologi harus
28
dihindarkan dari beberapa gangguan, baik itu gangguan likal maupun gangguan
lain. Gangguan-gangguan itu adalah sebagai berikut :
1. Pengaruh radiasi matahari langsung dan pantulannya oleh benda-benda
sekitar.
2. Gangguan tetesan air hujan.
3. Tiupan angin yang terlalu kuat.
4. Pengaruh local gradient suhu tanah akibat pemanasan dan pendinginan
permukaan tanah setempat.
Data suhu berasal dari suhu rata-rata harian, bulanan, musiman dan tahunan.

Suhu rata-rata harian adalah. Dengan menjumlahkan suhu maksimum dan
minimum hari tersebut selanjutnya dibagi dua Dengan mencatat suhu
setiap jam pada hari tersebut selanjutnya dibagi 24

Suhu rata-rata bulanan yaitu dengan menjumlahkan rata-rata suhu harian
selanjutnya dibagi 30

Suhu rata-rata tahunan yaitu dengan menjumlahkan suhu rata-rata bulanan
yang selanjutnya dibagi 12

Suhu normal adalah angka suhu yang diambil dalam waktu 30 tahun (Ir.
Ance Gunarsih Kartasapoetra, 2004)
C. Termometer
Perubahan suhu merupakan proses fisik pada molekul benda. Tiap benda
mempunyai kepekaan yang berbeda terhadap perubahan suhu. Berdasarkan
prinsipnya thermometer dapat di golongkan dalam empat macam, yaitu :
1. Termometer berdasarkan prinsip pemuaian
2. Termometer berdasarkan arus listrik
3. Termometer berdasrkan prinsip perubahan tekanan dan volume gas
4. Termometer berdasrkan prinsip peubahan gelombang cahaya yang di
pancarkan
oleh suatu permukaan bersuhu tinggi.
D. Suhu Maksimum dan Minimum
Suhu maksimum adalah suhu tertinggi dimana tanaman masih dapat
tumbuh. Suhu minimum adalah suhu terendah dimana tanaman masih dapat
29
hidup. Dan suhu optimum adalah suhu yang dibutuhkan tanaman dimana proses
pertumbuhannya dapat berjalan lancar.
Panas yang diterima oleh permukaan tanah diteruskan ke dalam lapisan
tanah yang lebih dalam melalui konduksi. Panas yang dijalarkan akan
memerlukan waktu. Akibatnya suhu maksimum dan minimum di dalam tanah
akan mengalami keterlambatan. Makin lama pemanasan permukaan tanah maka
makin dalam pula suhu permukaan akar terasa ke lapisan tanah yang lebih dalam.
Suhu maksimum di atmosfir terjadi pada sekitar jam 13.00, sedangkan
suhu maksimum di dalam tanah akan terjadi setelah waktu suhu maksimum udara.
Suhu maksimum tanah unyuk kedalaman 5 cm terjadi pada jam 14.00, untuk
kedalaman 10 cm terjadi pada jam 15.30 dan untuk kedalaman tanah 20 cm terjadi
pada jam 18.00 atau lewat. Suhu minimum di atmosfir terjadi setelah matahari
terbit yaitu sekitar jam 06.00 pagi hari sedangkan suhu minimum didalam tanah
akan mengalami keterlambatan. Untuk kedalaman 5 cm suhu minimum terjadi
pada jam 08.00, untuk kedalaman 10 cm terjadi pada jam 09.00 dan untuk
kedalaman 20 cm terjadi pada jam 11.00. (Bayong Tjasyono HK, 2004)
Angin adalah gerakan udara yang disebabkan perubahan suhu, yang
selanjutnya yang menyebabkan perubahan tekanan. Tekanan udara naik jika
suhunya rendah dan turun jika suhunya tinggi. Angin bertiup dari daerah suhu
rendah ke daerah suhu tinggi. Jadi angin bertiup dari daerah tekanan tinggi (suhu
rendah) ke daerah tekanan rendah (suhu tinggi ). Tempat-tempat sepanjang pantai
mendapat angin laut sejuk yang bertiup ke darat pada siang hari; pada malam hari
angin darat sejuk bertiup ke laut. Angin darat dan angin laut seperti itu terjadi
sepanjang tepi danau.
Angin terjadi karena adanya perbedaan tekanan udara atau perbedaan suhu
udara pada suatu daerah atau wilayah. Hal ini berkaitan dengan besarnya energi
panas matahari yang di terima oleh permukaan bumi. Pada suatu wilayah, daerah
yang menerima energi panas matahari lebih besar akan mempunyai suhu udara
yang lebih panas dan tekanan udara yang cenderung lebih rendah. Perbedaan suhu
dan tekanan udara akan terjadi antara daerah yang menerima energi panas lebih
besar dengan daerah lain yang lebih sedikit menerima energi panas, yang
berakibat akan terjadi pergerakan aliran udara yang etrjadi secara konveksi.
30
Dalam klimatologi, angin mempunyai 2 fungsi mendasar yaitu:

Pemindahan panas : dari latitude/lintang yang lebih rendah ke yang lebih
tinggi dan akan membuat seimbang neraca radiasi matahari antara lintang
rendah dan tinggi.

Pemindahan uap air : yang dievaporasikan dari laut ke daratan di mana
sebagian besar dikondensasaikan untuk menyediakan kebutuhan air yang
turun kembali sebagai hujan, kabut atau embun.
Suhu tanah berpengarh terhadap penyerapan air. Makin rendah suhu,
makin sedikit air yang di serap oleh akar, karena itulah penurunan suhu tanah
mendadak dapat menyebabkan kelayuan tanaman.
Temperatur tanah salah satu sifat fisika tanah yang sangat berpengaruh
terhadap proses-proses dalam tanah, seperti pelapukan dan penguraian bahan
organik dan bahan induk tanah, reaksi-reaksi kimia , temperature mempengaruhi
pertumbuhan tanaman melalui perubahan kelembaban tanah, aerase, aktiivitas
mikroorganisme, ketersediaan unsur hara, dll.Tanah-tanah
yang banyak
kandungan bahan organik dan berwarna gelap akan mengabsorbsi 80 % radiasi
surya yang masuk.
Tanah yang banyak mengandung kuarsa mengabsorbsi ± 30 5 radiasi
surya yang masuk.Temperatur tanah lapisan atas selalu berubah-ubah selama 24
jam/hariLapisan tanah atas sampai kedalaman 50 cm selalu berubah-ubah atau
mengalami fluktuasiKedalaman > 50 cm sampai 1 meter tidak banyak mengalami
perubahan temperatur.Perubahan termperatur tanah -à tergantung pada banyaknya
panas yang diterima dari matahari. Hal ni dipengaruhi oleh cuaca, bentuk daerah
dan keadaan tanah.
Faktor-faktor yang mempengaruhi suhu tanah :

Faktor iklim / cuaca

radiasi surya

Keawanan

Hujan

suhu udara

angin

kelembaban udara
31
Faktor-faktor yang mempengaruhi suhu tanah :
Kondisi topografi

kemiringasn lereng

arah lerreng

tinggi permukaan tanah

vegetasi
Kelembaban udara dalam ruang tertutup dapat diatur sesuai dengan
keinginan. Pengaturan kelembaban udara ini didasarkan atas prinsip kesetaraan
potensiair antara udara dengan larutan atau dengan bahan padat tertentu. Jika ke
dalam suatu ruang tertutup dimasukkan larutan, maka air dari larutan tersebut
akan menguap sampai terjadi keseimbangan antara potensi air pada udara dengan
potensi air larutan. Demikian pula halnya jika hidrat kristal garam-garam (salt
cristal bydrate) tertentu dimasukkan dalam ruang tertutup makaair dari hidrat
kristal garam akan menguap sampai terjadi keseimbangan potensi air (Lakitan,
1994 ).
Kelembaban udara menyatakan banyaknya uap air dalam udara. Jumlah uap
air dalam udara ini sebetulnya hanya merupakan sebagian kecil saja dari seluruh
atmosfer uap air ini merupakan komponen udara yang sangat penting ditinjau dari
segi cuaca (Agung, 2009 ).
Kelembaban udara menggambarkan kandungan uap air di udara yang dapat
dinyatakan sebagai kelembaban mutlak, kelembaban nisbi (relatif) maupun defisit
tekanan uap air. Kelembaban mutlak adalah kandungan uap air (dapat dinyatakan
dengan massa uap air atau tekanannya) persatuan volume. Kelembaban nisbi
membandingkan antara kandungan/tekanan uap air aktual dengan keadaan
jenuhnya atau pada kapasitas udara untuk menampung uap air. Kapasitas udara
untuk menampung uap air tersebut (pada keadaan jenuh) ditentukan oleh suhu
udara. Sedangkan defisit tekanan uap air adalah selisih antara tekanan uap jenuh
dan tekanan uap aktual. Masing-masing pernyataan kelembaban udara tersebut
mempunyai
dibahas
arti
dan
fungsi
(Handoko, 199 ).
tertentu
dikaitkan
dengan
masalah
yang
32
BAB III
METODELOGI PRAKTIKUM
3.1 Waktu dan Tempat
Hari/Tanggal
: Rabu, 26 September 2018
Waktu
: 07. 30-09.10 WIB
Tempat
: Stasiun Klimatologi Fakultas Pertanian UPN
“Veteran” Jawa Timur
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat :
a. Lembar Catatan
b. Thermometer Maksimum dan Minimum
c. Thermometer Tanah
3.2.2 Bahan : -
3.3 Cara Kerja
A. Pengukuran Suhu Tanah
1. Menggali tanah sampai kedalam -+ 15 cm dari permukaan tanah
2. Memasang thermometer tanah ke dalam tanah
3. Melakukan pengamatan suhu setiap 15 menit (07.45- 08.00; 08.0008.15; 08.15-08.30) dengan 3 kali ulangan
B. Pengukuran Suhu Udara
1. Menempatkan thermometer Maximum dan Minimun pada Sangkar
Stevenson
2. Melakukan pengamatan suhu setiap 15 menit (07.45- 08.00; 08.0008.15; 08.15-08.30) dengan 3 kali ulangan
33
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengamatan
Tabel 4.1.1 Hasil Pengamatan Suhu Tanah
No
Kedalaman
Waktu
Suhu
1
15 cm
07.45- 08.00
32,6˚ C
Dokumentasi
gambar 4.1.1
2
15 cm
08.00- 08.15
33˚ C
gambar 4.1.2
3
15 cm
08.15- 08.30
34,7˚ C
gambar 4.1. 3
34
Tabel 4.1.2 Hasil Pengamatan Suhu Udara
No
Waktu
Suhu Maksimum
Suhu Minimum
1
07.45- 08.00
41˚ C
19˚ C
Dokumentasi
gambar 4.1.4
2
08.00- 08.15
41˚ C
19˚ C
gambar 4.1.5
3
08.15- 08.30
41˚ C
19˚ C
gambar 4.1.6
4.2 Pembahasan
4.2.1 Suhu Udara
Pada pengukuran suhu udara, dilakukan pada satu hari yang sama, dan
pengukuran di lakukan setiap 15 menit sekali di ulang 3 kali mulai dari pukul
07.45 WIB sampai 08.30 WIB. Pengukuran suhu udara menggunakan termometer
maksimum minimum. Cara mengetahui suhu udara nya adalah dengan
menambahkan suhu maksimum dan minimum yang tertera pada skala termometer,
kemudian di bagi dua. Hasil pengukuran suhu udara di dapat tak berubah yakni
suhu maksimum sebesar 41˚C dan suhu minimun sebesar 19˚C. untuk rata-rata
suhu harian udara setelah dihitung rumus yaitu sebesar 30˚C. Suhu udara
merupakan unsur iklim yang sangat penting. Suhu udara berubah sesuai dengan
tempat dan waktu(Tyasyono,1992).
35
4.2.2 Suhu Tanah
Pengukuran suhu tanah di lakukan pada lokasi serta kedalaman tanah yang
sama . Pengukuran suhu tanah menggunakan alat yang dinamakan termometer
tanah, dengan cara menusukkan kaki termometer kedalam tanah, sesuai dengan
berapa kedalaman yang ingin di ukur yaitu 15cm. Di amati setiap 15 menit
sebanyak 3 kali ulangan.
Tidak sama seperti pengukuran suhu udara, keadaan suhu tanah pada suatu
tempat cenderung lebih konstan. Pada waktu 15 menit pertama di dapatkan suhu
sebesar 32,7˚C, 15 menit kedua didapat hasil 33˚C dan 15 menit terakhir didapat
suhu sebesar 34,7˚C. Tanah yang semakin dalam/rendah, fluktuasi suhu-nya
semakin rendah pula. Sebab panas yang dijalarkan terus berkurang jika lapisan
tanah dalam sampai pada kedalaman tertentu. Namun panas yang dijalarkan dari
permukaan bumi tidak berpengaruh lagi terhadap gelombang suhu.
Suhu tanah pada tiap jam nya juga berubah-ubah, walaupun perbedaan
tidak terlalu signifikan karena perbedaan waktu pengamatan hanya sekitar 15
menit tiap pengamatannya.
Suhu dikatakan sebagai derajat panas atau dingin yang di ukur berdasarkan skala
tertentu dengan menggunakan termometer. Pengaruh suhu terhadap mahkluk mahkluk hidup adalah sangat besar sehingga pertumbuhannya seakan - akan
tergantung padanya, terutama dalam kegiatan pertanian. Kita ambil contoh
tumbuhan - tumbuhan dimana tanaman layaknya mempunyai keinginan akan suhu
tertentu, artinya tanaman itu tidak akan tumbuh dengan baik bila syaratnya tidak
terpenuhi, juga berpengaruh pada proses pematangan buah makin tinggi suhu
makin cepat proses pematangan buah. Dengan suhu yang tinggi benih – benih
akan mengadakan metabolisme lebih cepat, akibatnya apabila benih – benih di
biarkan aatau di tanam pada dataran atau tanaman tinggi maka daya kecambahnya
akan turun. Jadi pada tanaman juga ada shu maksimum atau suhu optimum yag
diinginkan. Fluktuasi suhu dalam tanah akan berpengaruh langsung terhadap
aktivitas pertanian terutama proses perakaran tanaman didalam tanah. Apabila
suhu tanah naik akan berakibat berkurangnya kandungan air dalam tanah sehingga
unsur hara sulit diserap tanaman., sebaliknya jika suhu tanah rendah maka akan
semakin bertambahnya kandungan aiar dalam tanah, dimana sampai pada kondisi
36
ekstrim terjadi pengkristalan. Akibatnya aktivitas akar/respirasi semakin rendah
mengakibatkan translokasi dalam tubuh tanaman jadi lambat sehingga proses
distribusi unsure hara jadi lambat dan akhirnya pertumbuhan tanaman jadi lambat.
Demikian pula dengan suhu yang terlalu tinggi terjadi aktivitas negatif seperti
terjadi pembongkaran/perusakan organ. Suhu maksimal dan minimal berpengaruh
terhadap hasil produksi (Handoko, 2013).
37
BAB V
PENUTUP
5.1
Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan praktikan dapat
disimpulkan bahwa:
1. Suhu tanah mempengaruhi untuk pertumbuhan tanaman
2. Faktor-faktor eksternal sendiri yang mempengaruhi suhu tanah dan udara
adalah radiasi,matahari,awan,curah hujan dan lain sebagainya), faktorfaktor internalnya adalah stuktur tanah,kadar air,kandungan bahan organik
dan sebagainya.
38
DAFTAR PUSTAKA
Ance Gunarsih Kartasapoetra. (2006). Klimatologi Pengaruh Iklim Terhadap
Tanah dan Tanaman. Bumi Aksara: Jakarta BengkulU
Departemen Ilmu-ilmu Tanah .2008. Ilmu Tanah. Fakultas. Pertanian Ghalia
Indonasia, Jakarta
Handoko, dkk. 2003. Dasar Klimatologi. Bogor: Yudhistira
Kamala sari lubis.2007.Aplikasi Suhu dan Aliran Panas Tanah.USU.Medan
Kartasapoetra, A.G.2005. Klimatologi Pengaruh Cuaca Iklim terhadap
Muin, S.N.2008.Penuntun Praktikum Agroklimatologi. Universitas Bengkulu
Pertanian, Departemen Ilmu-ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, UGM, Yogyakarta,
dan Tanah dan Tanaman. Bumi Aksara.Jakarta
Tjasyono, Bayong.2004. Klimatologi. Bandung: ITB
Universitas Gadjah Mada.Yogyakarta dan Ghalia Indonesia.Jakarta
Wisnubroto,S,S.S.L Aminah, dan Nitisapto,M. 1982. Asas-asas Meteorologi
39
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Iklim merupakan sumber daya alam yang perlu dimanfaatkan semaksimal
mungkin dalam usaha peningkatan produksi tanaman. Iklim sangat berpengaruh
dalam tumbuh dan berkembangnya suatu tanaman sehingga dibutuhkan data-data
yang lengkap dan akurat tentang iklim dan cuaca dari suatu wilayah. Beberapa
analisir iklim yang penting adalah: temperatur, kelembaban udara, angin, sinar
matahari,curah hujan dan evaporasi. Untuk mengukur nilai dari beberapa analisir
iklim tersebut diperlukan suatu alat-alat pengukur meteorologis.
Suhu dan kelembaban memainkan peranan penting dalam pengaruhnya
terhadap pertumbuhan tanaman sejak dari fase perkecambahan / pertumbuhan
tunas hingga fase produksi. Ketika tanah dalam keadaan lembab, maka suhu tanah
merupakan
faktor
lingkungan
yang
dominan
yang
menentukan
laju
perkecambahan, pertumbuhan bibit, dan perkembangan akar.
Kadar uap air di udara disebut lengas (kelembaban, kebasahan) udara. Uap
air adalah gas yang tidak berbau, tidak terlihat dan tidak berwarna, uap air ialah
air dalam bentuk dan keadaan gas. Semua uap air dalam atmosfer disebabkan
karena penguapan. Penguapan ialah perubahan air dari keadaan cair kekeadaan
gas. Supaya air dimana-mana dapat menguap, maka diperlukan suatu jumlah
panas yang tertentu. Jumlah yang lepas disebut panas pengembu. Jadi pada
pengupan diperlukan atau dipakai panas, sedangkan pada pengembunan
dilepaskan panas.
Penguapan, tidak hanya terjadi pada permukaan air yang terbuka saja, tetapi
dapat juga terjadi langsung dari tanah dan lebih-lebih dari tumbuhan. Untuk
tanaman kelembaban harus seimbang dengan suhu, karena apabila kelembaban
tinggi maka proses-proses yang terjadi didalam tubuh tanaman akan terganggu.
40
1.2
Tujuan
Tujuan dari praktikum kelembaban nisbi yaitu untuk mengetahui cara
pengukuran kelembaban nisbi dengan menggunakan thermometer basah dan
kering serta mengetahui rata-rata kelembaban harian.
41
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Kelembaban udara menggambarkan kandungan uap air di udara yang dapat
dinyatakan sebagai kelembaban mutlak, kelembaban nisbi (relatif) maupun defisit
tekanan uap air. Kelembaban mutlak adalah kandugan uap air (dapat dinyatakan
dengan massa uap air atau tekanannya) persatu air aktual dengan keadaan
jenuhnya atau pada kapasitas udara untuk menampung uap air. Kapasitas udara
untuk menampung uap air tersebut (pada keadaan jenuh) ditentukan oleh suhu
udara. Sedangkan defisit tekanan uap air adalah selisih antara tekanan uap jenuh
dan tekanan uap aktual. Laju penguapan dari permukaan tanah lebih ditentukan
oleh defisit tekanan uap air dari pada kelembaban mutlak maupun nisbi.
Sedangkan pengembunan akan terjadi bila kelembaban nisbi telah mencapai
100% meskipun tekanan uap air aktualnya relatif rendah (Holton, 2006).
Alat meteorologi umumnya ada dua macam yaitu jenis biasa bukan pencatat
dan jenis pencatat. Contoh jenis alat biasa adalah termometer, psikrometer, dan
sebagainya. Alat pencatat misalnya termograf dan sebagainya. Untuk jenis alat
pencatat biasanya dilengkapi dengan jam (waktu) dan pias (chart) yang diganti
tiap hari untuk pias harian dan tiap minggu untuk pias mingguan. Biasanya pias
ini dilengkapi dengan pias yang pembuatannya biasnya didasarkan pada bentuk
dan cara membersihkan pena, (Tjasyono, 2008).
Jumlah uap air yang ada dalam atmosfer dinyatakan dengan berbagai
macam ukuran , yaitu : Kelembaban specifik (p), kelembaban Nisbah campuran
(r) dan kelembaban nisbi (relative humidity, RH). Kelembaban specifik adalah
perbandingan antara massa uap air (mv) dengan massa udara lembab, yaitu massa
udara kering (md) bersama-sama uap air tersebut (mv). Tetapi bila massa uap air
tersebut hanya dibandingkan dengan massa udara kering maka disebut nisbah
campuran, yang dilambangkan dengan r (Zailani, K.2006)
Kelembaban nisbi merupakan perbandingan antara kelembaban aktual
dengan kapasitas udara untuk menampung uap air. Bila kelembaban aktual
dinyatakan dengan tekanan uap aktual (ea), maka kapasitas udara untuk
42
menampung uap air tersebut merupakan tekanan uap jenuh (es). Sehingga
kelembaban nisbi (RH) dapat dituliskan dalam (Ariffin. 1989)
Apabila RH 100% maka tekanan uap aktual akan sama dengan tekanan uap
jenuh. Tekanan uap jenuh tergantung oleh suhu udara. Semakin tinggi suhu udara
maka kapasitas untuk menampung uap air atau es meningkat. Oleh sebab itu pada
ea yang tetap, RH akan lebih kecil bila suhu udara meningkat dan sebaliknya RH
makin tinggi bila suhu udara lebih rendah (Kartasapoetra,1998).
Beberapa prinsip yang umum digunakan dalam pengukuran udara adalah
metode pertambahan panjang, berat pada benda-benda higroskopis, dan juga
metode termodinamika. Alat pengukur kelembaban secara umum disebut
hygrometer. Angin yang berhembus suatu waktu tertentu bukanlah hail suatu
proses yang sederhana. Ahli meteorology telah lama mengetahui bahwa angin
merupakan proses intraksi yang rumit dari pola angin yang umum di dunia
( Handoko, 2006 ).
43
BAB III
METODELOGI PRAKTIKUM
3.1 Waktu dan Tempat
Hari/tanggal
: Rabu, 03 oktober 2018
Waktu
: 07.30-09.20 WIB
Tempat
: Stasiun Klimatologi Fakultas Pertanian UPN “Veteran”
Jawa Timur
3.2 Alat dan Bahan
a. Higrometer digital
b. Termometer bola basah kering
c. Lembar pengamatan
d. Alat tulis
e. Kamera
3.3 Cara Kerja
1. Menyiapkan alat yang di perlukan.
2. Mengisi air pada kantung kain muslin pada thermometer bola Basah
3. Menempatkan thermometer bola basah dan bola kering pada sangkar
Stevenson agar terhindar dari pengaruh radiadi sinar matahari secara
langsung, tetesan air hujan, tiupan angin yang terlalu kencang, radiasi
bumi akibat pemanasan dan pendinginan permukaan tanah setempat.
4. Pembacaan thermometer mata harus sejajar dengan tinggi permukaan air
raksa atau alcohol yang ada dalam pipa kapilerus untuk mengurangi
kesalahan dalam pembacaan.
5. Pembacaan di lakukan setiap perlakuan 10 menit, 20 menit, dan 30 menit
sekali sebanyak tiga kali perlakuan
6. Memasukkan data pada table pengamatan
7. Menghitung prosentase RH dengan table kelembapan relative (%)
44
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengamatan
Tabel 4.1 Hasil Pengamatan Kelembaban Nisbi
Interval
Suhu Bola
Suhu Bola
Kelembaban Nisbi/Relatif (%)
Waktu
Kering
Basah
Berdasarkan Berdasarkan Higrometer
Bola Kering
Bola Basah
Digital
I
29oC
25oC
71%
67%
42%
II
29oC
25oC
71%
67%
41%
III
29oC
25oC
71%
67%
43%
Gambar 4.1.1 Hasil Pengamatan Kelembaban Nisbi
4.2
Pembahasan
Kelembaban nisbi pada suatu tempat merupakan perbandingan antara
kelembaban aktual dengan kapasitas udara untuk menampung air. Sehingga
kelembaban relatif (Rh) dapat ditulis dengan persen(%) (Sutrisno,1996). Menurut
Umar (2012), tinggi rendahnya kelembaban udara di suatu tempat sangat
bergantung pada beberapa faktor yaitu : suhu, tekanan udara, pergerakan angin,
kuantitas, kualitas, penyinaran, vegetasi, dan ketersediaan air suatu tempat.
45
Berdasarkan hasil pengukuran termometer basah-kering acuan bola basah
didapat kelembaban relatif sebesar 67% pada setiap interval waktu pengukuran,
sedangkan dengan acuan bola kering didapat kelembaban relatif sebesar 71% pada
setiap interval. Keduanya tidak menunjukkan perbedaan yang nyata.
Untuk mencari kelembaban relatif seperti tabel hasil di atas, suhu bola
kering dikurangi dengan suhu bola basah. Kemudian hasil selisih tersebut
dicocokkan dengan tabel Asmann yang beracuan bola basah seperti perhitungan
berikut:
Suhu Bola Kering – Suhu Bola Basah = 29oC – 25oC = 4oC
Tabel 4.2.1
Tabel Kelembaban Nisbi/Relatif (%) dari Suhu Bola Kering dan Bola Basah
Beracuan Bola Kering
Berdasarkan hasil pengukuran higrometer digital, diketahui kelembaban
nisbinya berturut : 42% ; 41% ; 43% ; pada interval waktu I, II, dan III. Prinsip
kerja higrometer digital adalah dengan menggunakan 2 termometer. Termometer
pertama digunakan untuk mengukur suhu udara biasa dan yang kedua untuk
mengukur suhu udara jenuh. Higrometer ini menggunakan sensor kaca yang
didinginkan serta optoelektronik mekanis untuk mendeteksi kondensasi/titik uap
air jenuh. Sensor kaca lalu mengirimkan sinyal feedback ke PCB dan
menampilkannya pada display (Farahani, Rahman, & Nizar, 2014).
46
Perbedaan hasil pengukuran antara higrometer digital dan termometer
basah-kering dikarenakan sistem yang berbeda. Higrometer digital cenderung
mendeteksi kelembaban relatif daripada nilai absolut dari keberadaan air,
sedangkan sendiri kelembaban relatif adalah sebuah fungsi dari temperatur dan isi
kadar kelembaban absolut.
47
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan praktikan dapat
disimpulkan bahwa:
1. persentase kelembaban relatif udara merupakan hasil selisih antara
termometer bola kering dan bola basah pada psychrometer,
2. persentase kelembaban relatif merupakan hasil rasio evaporasi dan
kondensasi pada sensor kaca dalam higrometer digital
48
DAFTAR PUSTAKA
Ariffin. 1989. Dasar – Dasar Klimatologi Pertanian. Fakultas Pertanian
Universitas Brawijaya. Malang
Farahani, H. dkk. Humidity Sensors Principle , Mechanism and Fabrications
Technologies : A Comprehensive Review. Sensor 2014,14: 7881-7939.
Malaysia
Handoko.2006.Agroklimatologi.Mataram: UPT Mataram Universitity Press
Halton.2006.Klimatologi Pengaruh Iklim Terhadap Tanah dan
Tanaman.Jakarta:Bina Aksara
Tjasyono.2008.Klimatologi Umum.Bandung: ITB Bandung
Kartasapoetra, A.G. 1998. Klimatologi : Pengaruh iklim Terhadap Tanah dan
Tanaman Edisi Revisi. Bumi Aksara. Jakarta.
Sutrisno. 1996. Fisika Dasar. Bandung: ITB
Umar, M. Ruslan. 2012. Penuntun Praktikum Ekologi Umum . Makassar :
Universitas Hasanuddin
Zailani, K.2006. Klimatologi dasar. Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala,
Darussalam. Banda Aceh
49
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Hujan merupakan unsur fisik lingkungan yang paling beragam baik
menurut waktu maupun tempat. Hujan turun dari awan, adanya awan belum
tentu turunnya hujan. Hujan baru turun bila butir-butir air di awan bersatu
menjadi besar dan mempunyai daya berat yang cukup dan suhu di bawah
awan harus lebih rendah dari suhu awan itu sendiri, maka butir-butir air
yang telah besar dan berat jatuh sebagai hujan. Dan hujan juga merupakan
faktor penentu serta faktor pembatas bagi kegiatan pertanian secara umum,
oleh karena itu klasifikasi iklim untuk wilayah Indonesia (Asia Tenggara
umumnya) seluruhnya dikembangkan dengan menggunakan curah hujan
sebagai kriteria utama. Dengan adanya hubungan sistematik antara unsur
iklim dengan pola tanam dunia telah melahirkan pemahaman baru tentang
klasifikasi iklim, dimana dengan adanya korelasi antara tanaman dan unsur
suhu atau presipitasi menyebabkan indeks suhu atau presipitasi dipakai
sebagai kriteria dalam pengklasifikasian iklim.
Air hujan merupakan unsur penting untuk pertanian yang ada di
Indonesia. Hujan adalah air yang jatuh di permukaan sebagai akibat
terjadinya kondensasi dari partikel-partikel awan. Hujan diukur sebagai
tinggi air yang jatuh di permukaan yang datar dalam periode waktu tertentu,
apakah harian, mingguan, bulanan, dan tahunan. Data hujan adalah data
unsur cuaca yang bervariasi menurut tempat ataupun waktu. Karena
variasinya yang besar inilah orang harus sering mengukur dalam jangkauan
jarak ataupun periode tertentu. Istilah untuk kuantitas hujan dipakai istilah
curah hujan atau persipitas yang dinyatakan dalam millimeter (mm) atau
inchi.
Curah hujan adalah unsur iklim yang sangat berubah-ubah dari tahun
ke tahun, adalah penting bahwa setiap analisis iklim pertanian
mempertimbangkan variabilitas ini dan tidak hanya didasarkan atas nilai
rata-rata. Curah hujan yang dinyatakan dalam milimeter (mm) yaitu tinggi
50
lapisan air yang jatuh di atas permukaan tanah, andaikata air tidak meresap
ke dalam tanah, mengalir atau terjadi penguapan akan mempunyai volume 1
liter. Curah hujan sering disebut dengan presipitasi. Presipitasi adalah air
dalam bentuk cair atau padat yang mengendap ke bumi yang selalu
didahului oleh proses kondensasi atau sublimasi atau kombinasi keduanya
yang sering dinyatakan dalam mm. Uap air merupakan sumber presipitasi
seperti hujan dan salju. Jumlah uap air yang terkandung dalam udara
merupakan indikator potensi atmosfer untuk terjadinya presipitasi.
Kandungan uap air diatmosfer hanya kurang dari 2 % dari total volume di
atmosfer. Kandungan uap air dapat bervariasi antara 0 % hingga 3 %
didaerah lintang menengah dan dapat mencapai 4 % di daerah tropika basah.
Karakteristik curah hujan yang penting di ketahui, yaitu :
a. Intensitas hujan adalah laju turunannya hujan dalam mm perjam
b. Lama hujan diartikan (a) periode waktu turunnya hujan pada
intensitas tertentu yang dinyatakan dalam jam atau menit atau
(b) total waktu dari awal sampai akhir suatu kejadian hujan.
Pada keteknikan pengertian yang pertama yang digunakan.
c. Total jumlah hujan adalah (a) hasil perkalian antara intensitas
hujan dengan lama hujan dalam satuan mm atau (b) banyaknya
hujan pada suatu permukaan datar atau tertampung pada alat
penakar hujan.
d. Periode ulang kejadian hujan adalah rata-rata jumlah tahun
dimana intensitas dan lama hujan tertentu diperkirakan terulang.
1.2
Tujuan
Dalam praktikum agroklimatologi mengenai curah hujan ini, memiliki
tujuan yaitu untuk mengenal alat yang digunakan untuk mengukur curah
hujan serta mengenal bagian-bagian dari alat tersebut. Selain itu, untuk
mengetahui cara pengmbilan data serta penetapan curah hujan dari alat
tersebut di suatu daerah.
51
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Hujan adalah kebasahan yang jatuh ke bumi dalam bentuk cair. Butir-butir
hujan mempunyai garis tengah 0,08 – 6 mm. Hujan terdapat dalam beberapa
macam yaitu hujan halus, hujan rintik-rintik dan hujan lebat. Perbedaan terutama
pada besarnya butir-butir. Hujan lebat biasanya turun sebentar saja jatuh dari
awan cumulonimbus. Hujan semacam ini dapat amat kuat dengan intensitas yang
besar (Karim,1985).
Curah hujan dapat diklasifikasikan berdasarkan bentuk atau unsur-unsur
presipitasi yakni pertama, hujan. Hujan adalah butir-butir air yang jatuh ke bumi
dalam bentuk cair. Butir-butir hujan mempunyai garis tengah 0,08 – 6 mm.
Macam hujan yaitu hujan halus, hujan rintik-rintik dan hujan lebat. Perbedaan
terutama pada besarnya butir-butir. Hujan lebat biasanya turun sebentar saja dari
awan cumulonimbus. Hujan semacam ini dapat amat kuat dengan intensitas yang
besar. Kedua salju, terjadi karena sublimasi uap air pada suhu dibawah titik beku.
Bentuk dasar dari slju adalah hexagonal akan tetapi hal ini tergantung dari suhu
dan cepatnya sublimasi. Dan yang ketiga, hujan ES. Hujan es jatuh pada waktu
hujan guntur dari awan cumulonimbus. Didalam awan terdapat konveksi dari
udara panas dan lembab. Dalam udara panas dan lembab yang naik secara
konvektif, dan terjadilah sublimasi. Bilamana aliran menjadi lemah, butir-butir air
akan turun sehingga sampai pada bahagian bawah, disini mengisap air sehingga
sebagian membeku oleh inti yang sangat dingin itu (Handoko, 1994).
Curah hujan dapat diukur dengan alat pengukur curah hujan otomatis atau
yang manual. Alat-alat pengukur tersebut harus diletakkan pada daerah yang
masih alamiah, sehingga curah hujan yang terukur dapat mewakili wilayah yang
luas. Salah satu tipe pengukur hujan manual yang paling banyak dipakai adalah
tipe observatorium (obs) atau sering disebut
ombrometer. Curah hujan dari
pengukuran alat ini dihitung dari volume air hujan dibagi dengan luas mulut
penakar. Alat tipe observatorium ini merupakan alat baku dengan mulut penakar
seluas 100 cm2 dan dipasang dengan ketinggian mulut penakar 1,2 meter dari
permukaan tanah. ( Jumin, 2002).
52
Alat pengukur hujan otomatis biasanya memakai prinsip pelampung,
timbangan dan jungkitan. Keuntungan menggunakan alat ukur otomatis ini antara
lain seperti, waktu terjadinya hujan dapat diketahui, intensitas setiap terjadinya
hujan dapat dihitung, pada beberapa tipe alat, pengukuran tidak harus dilakukan
tiap hari karena periode pencatatannya lebih dari sehari, dan beberapa keuntungan
lain (Sutedjo, Mul Suryani dan Kartasapoetra. 2005).
Informasi curah hujan diperlukan mengenai jumlah hujan, jumlah hari hujan
dan sebarannya menurut waktu. Kelembaban berkaitan dengan pertumbuhan hama
dan penyakit tertentu pada berbagai tanaman. Suhu berkaitan dengan umur
tanaman, pertumbuhan generatif, pembentukan biji, buah dan gangguan fisiologis
lainnya. Angin diperlukan untuk penguapan, penyerbukan, keseimbangan
kandungan udara, bahkan tenaga angin dapat dipakai untuk menggerakan berbagai
alat mekanik pertanian. Yoshida and Parao (1976) menyatakan suhu, radiasi surya
dan curah hujan mempengaruhi pertumbuhan dan hasil padi melalui dua cara.
Pertama secara langsung, iklim mempengaruhi proses fisiologis tanaman, seperti
pertumbuhan vegetatif, susunan organ-organ penyimpanan dan pengisian gabah.
Kedua secara tidak langsung mempengaruhi hasil gabah melalui kerusakan oleh
hama dan penyakit yang menyerang tanaman.
Informasi iklim yang diperlukan untuk pertanian praktis sifatnya (Darwis,
1992), agak bebeda dengan informasi iklim yang ada sekarang ini tersedia. Yang
diperlukan lebih spesifik antara lain :
1. Informasi Wilayah
Berdasarkan sifat iklim suatu wilayah, komoditas pertanian apa yang
sesuai di daerah tersebut untuk dikembangkan mungkin dapat dibedakan
atas komoditas sesuai dan sesuai bersyarat.
2. Informasi Komoditas
Sebagai contoh bila ada orang mau menanam mangga. Dimana daerah
yang cocok iklimnya untuk tanaman tersebut. Kalau dapat dilengkapi
dengan informasi sifat tanah, luas areal, social ekonomi dan lain
sebagainya, yang mendukung pertumbuhan dan produksi mangga. Contoh
lain, kalau di Padang Sidempuan iklim mikro dan sifat tanah telah cocok
53
untuk bertanam Salak dengan pertumbuhan dan produksi telah maksimal,
seharusnya didaerah itu jangan dikembangkan lagi komoditas lain yang
dapat mengganggu areal Salak seperti Kelapa Sawit dan Karet serta
pemukiman.
3. Pola Curah hujan
Pola curah hujan selama satu musim atau satu tahun yang akan datang,
sangat diperlukan untuk merencanakan pertanian. Kapan, berapa lama,
berapa banyak curah hujan pada suatu lokasi tertentu. Secara terinci dapat
diinformasikan berapa persen peluang curah hujan sejumlah yang
diharapkan dapat diperoleh. Hal ini dapat berbeda untuk komoditas yang
berbeda pula. Untuk mendukung ini sebenarnya dari zaman Belanda
sampai era tahun 70-an masih sangat banyak pengamatan curah hujan di
Sumatera Utara dengan system kerja sama antara BMG dengan instansi
terkait lainnya. Namun belakangan ini makin sedikit pengamatan yang
berkesinambungan dilaksanakan. Tentu saja berakibat informasi ini tidak
setiap tempat dapat tersedia, padahal dengan system kerja sama tersebut
BMG menyediakan alat dan hasil analisisnya. Instansi terkait yang
melakukan pengamatan dan mengirim data ke BMG.
4. Peluang Kekeringan
Tidak hanya pola curah hujan yang perlu diprakirakan. Peluang terjadinya
kekeringan pun perlu dikaji dengan seksama. Berapa persen peluang
terjadinya kekeringan pada satu waktu didaerah tertentu. Kapan akan
terjadinya pun sebenarnya dapat diprakirakan. Hal ini semua hanya dapat
dilakukan jika data tersedia dengan lengkap di daerah-daerah sentra
pertanian khususnya.
5. Peta Iklim
Peta iklim untuk pertanian seyogianya selalu dapat diperbaharui secara
berkala, terutama untuk pola curah hujan dengan data-data mutakhir.
Dewasa ini walaupun Sumatera Utara telah memiliki peta iklim (zone
54
agroklimat menurut Oldeman) yang disusun tahun 90-an sebenarnya harus
selalu di up dating secara berkala sesuai dengan data-data mutakhir
(Darsiman, dkk, 1999). Persoalan kita adalah data-data mutakhir
volumenya makin menurun. Salah satu penyebabnya adalah, sebelumnya
semua stasiun hujan yang ada, BMG bekerjasama dengan Diperta, Disbun,
Dishut dan PU Pengairan Tk I Sumut, namun setelah Otonomi Daerah
belum ada kejelasan Stasiun Hujan kerjasama yang ada di daerah siapa
yang bertanggung jawab secara structural.
55
BAB III
METODELOGI PRAKTIKUM
3.1
Waktu dan Tempat
Hari/Tanggal
: Rabu, 24 oktober 2018
Pukul
: 07.30 - 09.10 WIB
Tempat
: Stasiun Klimatologi Fakultas Pertanian UPN
“Veteran” Jawa Timur
3.2
3.3
Alat dan Bahan
a.
Umbrometer
b.
Gelas ukur satuan tinggi hujan
c.
Lembar pengamatan
d.
Alat Tulis
e.
Kamera
Cara Kerja
1.
Siapkan alat dan bahan yang akan digunakan
2.
Pasang alat penakar hujan (Umbrometer) di tempat terbuka yang 45˚
sudut pandang dari permukaan corong ke sekitarnya, bebas dari
halangan . Tinggi alat di pasang 120 cm dari permukaan tanah hingga
mulut corong.
3.
Mengambil supernatant atau cairan bening dengan pipet. Posisi
pemasangan alat tegak lurus dan rata-rata air. Amati penakar hujan
yang disediakan meliputi :
a. Jenis alat yang digunakan
b. Tinggi lingkaran penangkaran hujan dari permukaan tanah
c. Luas lingkungan penangkapan hujannya dengan menggunakan
rumus
4.
Pengamatan dilakukan secara berkala, setelah pengamatan awal
dilakukan pengamatan selanjutnya dilakukan setelah 30 menit
56
pengamatan pertama. Dan dilakukan secara terus-menerus sampai batas
waktu yang telah ditentukan.
57
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Hasil Pengamatan
Tabel 4.1 Hasil Pengamatan Curah Hujan
No
Waktu
Volume Air
1.
10 Menit
94 ml
Dokumentasi
Gambar 4.1.1
2.
10 Menit
90,7 ml
Gambar 4.1.2
3.
10 Menit
45.5 ml
Gambar 4.1.3
Total

230,2 ml
Rata-rata Curah Hujan
=
=
= 23.02 ml
58
4.2
Pembahasan
Hujan merupakan unsur fisik lingkungan yang paling beragam baik
menurut waktu maupun tempat dan hujan juga merupakan faktor penentu serta
faktor pembatas bagi kegiatan pertanian secara umum, oleh karena itu klasifikasi
iklim
untuk
wilayah
Indonesia (Asia Tenggara umumnya) seluruhnya
dikembangkan dengan menggunakan curah hujan sebagai kriteria utama. Dengan
adanya hubungan sistematik antara unsur iklim dengan pola tanam dunia telah
melahirkan pemahaman baru tentang klasifikasi iklim, dimana dengan adanya
korelasi antara tanaman dan unsur suhu atau presipitasi menyebabkan indeks suhu
atau presipitasi dipakai sebagai kriteria dalam pengklasifikasian iklim. Air hujan
sering digambarkan sebagai berbentuk "lonjong", lebar di bawah dan menciut di
atas, tetapi ini tidaklah tepat. Air hujan kecil hampir bulat. Air hujan yang besar
menjadi semakin leper, seperti roti hamburger; air hujan yang lebih besar
berbentuk payung terjun. Air hujan yang besar jatuh lebih cepat berbanding air
hujan yang lebih kecil. Biasanya air hujan memiliki kadar asam pH 6. Air hujan
dengan pH di bawah 5,6 dianggap hujan asam.
Dari hasil pengamatan dapat diketahui bahwa curah hujan memiliki total
volume sebesar 230,2 ml dengan curah hujan tertinggi yang didapat dalam
pengamatan yaitu sebesar 94 ml. Hal ini menunjukkan bahwa hujan merupakan
salah satu siklus hidrologi, dimana terjadi terus menerus selama perputaran siklus.
Air menguap keatas lalu turun ke permukaan lagi dan menguap lagi. Hujan
memainkan peranan penting dalam siklus hidrologi. Lembaban dari laut menguap,
berubah menjadi awan, terkumpul menjadi awan mendung, lalu turun kembali ke
bumi, dan akhirnya kembali ke laut melalui sungai dan anak sungai untuk
mengulangi daur ulang itu semula.
Tingginya suhu yang lembab menyebabkan banyaknya hujan terjadi
karena asumsi suatu massa udara yang lembab tersebut. Hujan terjadi dari adanya
udara lembab yang esensial. Jika udara terlalu kering, hujan dapat jatuh dari awan
dan tidak pernah menjangkau tanah. Jejak hujan yang kelihatan tidak menjangkau
tanah itu disebut virga. Asumsi bahwa suatu massa udara lembab, ada empat
penyebab utama timbulnya hujan lebat. Semua penyebab ini mempunyai pengaruh
bagaimana membuat udara yang hangat naik. Pada kenaikan tekanan yang lebih
59
rendah bergerak ke arah yang lebih luas dan kehilangan panas, resultan yang
mendingin berarti lebih sedikit embun yang dapat ditahan dan hujan pun terjadi.
Adapun alat yang digunakan untuk mengukur curah hujan adalah tipe
pengukur hujan manual observatorium (obs) atau sering disebut ombrometer,
prinsip kerja alat ini di pasang pada tempat terbuka dengan sudut 450 dari sudut
pandang permukaan corong ke sekitarnya, alat ini di pasang pada ketinggian 120
cm dari permukaan tanah hingga mulut corong. Jumlah air hujan yang tertampung
diukur dengan gelas ukur yang telah dikonversi dalam satuan tinggi atau gelas
ukur yang kemudian dibagi sepuluh karena luas penampangnya adalah 100 cm
sehingga dihasilkan satuan mm. Penakar curah hujan tipe manual mempunyai
beberapa kerugian, antara lain pada waktu hujan lebat, kemungkinan air akan
meluber sehingga hasil pengukuran tidak menunjukkan pengukuran sebenarnya,
sejumlah air di dalam tabung kemungkinan bukan berasal dari air hujan tetapi dari
kondensasi, serta intensitas hujan tidak dapat diukur.
60
BAB V
PENUTUP
5.1
Kesimpulan
Dari penjelasan di atas dan berdasarkan pengamatan dalam praktikum
agroklimatologi tentang curah hujan ini, maka didapatkan kesimpulan yaitu :
1.
Hujan merupakan jatuhnya air ke permukaan bumi yang memiliki satu
bentuk presipitasi yang berwujud cairan yang dinyatakan dalam satuan
milimeter (mm) dengan butir-butir hujan yang mempunyai garis tengah
0,08 – 6 mm.
2.
Dengan adanya hujan maka persediaan air di permukaan tanah akan
bertambah sehingga kebutuhan air akan terpenuhi.
3.
Curah hujan tertinggi yang didapat dalam pengamatan yaitu sebesar 94
ml dengan rata-rata 23,02 ml.
4.
Alat yang digunakan untuk mengukur curah hujan adalah tipe pengukur
hujan manual observatorium (obs) atau sering disebut ombrometer.
61
DAFTAR PUSTAKA
Darsiman, B,. Sutrisno., Mukri Siregar., Nazaruddin Hisyam. 1999. Karakteristik
Zone Agroklimat E2 di Sumatera Utara. Makalah Penunjang Kongres
IV PERHIMPI dan Simposium Internasional I, Bogor, 18-20 Oktober
1999. 9 pp
Darwis, S. N. 1992. Pemantapan Pola Iklim untuk Pertanian. Proc.Symposium et.
Pertanian III. PERHIMPI. P9-20
Handoko. 1994. Klimatologi Dasar. PT Dunia Pustaka Jaya. Jakarta.
Jumin, Hasan Basri. 2002. Agroekologi Suatu Pendekatan Fisiologi. PT. Raja
Grafindo Persada, Jakarta
Karim, K. 1985. Diktat Kuliah Dasar-Dasar Klimatologi. Universitas Syiah
Kuala, Banda Aceh.
Sutedjo, Mul Suryani dan Kartasapoetra. 2005. Pengantar Ilmu Tanah. PT
RINEKA CIPTA, Jakarta.
Yoshida, S., and F.T Parao. 1976. Climate influence on yield and yield
components of lowland rice in tropics. Proc. Of Symposium on
Climate and Rice. The Int. Res. Inst. Los Banos, Philippines. P471494
62
BAB 1
PENDAHULUAN
1.2
Latar Belakang
Penguapan atau evaporasi adalah proses perubahan molekul didalam
keadaan cair (contohnya air) dengan spontan menjadi gas (contohnya uap air).
Proses ini adalah kebalikan dari kondensasi. Umumnya penguapan dapat dilihat
dari lenyapnya cairan secara berangsur-angsur ketika terpapar pada gas dengan
bolume signifikan.
Rata-rata molekul tidak memiliki energi yang cukup untuk lepas dari
cairan. Bila tidak, cairan akan berubah menjadu uap dengan cepat. Ketika
molekul-molekul saling bertumbukkan, mereka saling tukar energi dalam
berbagai derajat, tergantung bagaimana mereka bertumbukkan. Terkadang transfer
energi ini begitu berat sebelah, sehingga salah satu moleul mendapatkan energy
yang cukup buat menembus titik didih cairan. Bila ini terjadi di dekat permukaan
cairan, molekul tersebut dapat terbang ke dalam gas dan menguap.
Evaporasi yang bersumber dari badan-badan air seperti lautan, danau,
sungai dan rawa-rawa yang menghasilkan uap air di atmosfer, sebagai sumber
presipitasi, merupakan peristiwa yang menyebabkan siklus hidrologi. Kebutuhan
air untuk tanaman sangat tergantung dari besarnya curah hujan rata-rata
dengan penguapan (evapotranspirasi). Jika semakin kecil curah hujan rata-rata
bulanan, semakin besar penguapan, maka kebutuhan air untuk tanaman akan
semakin besar. Demikian pula kaitannya dengan luas sawah yang dapat diairi, jika
kebutuhan air untuk tanaman besar, ketersediaan air sedikit, maka luas sawah
yang dapat diairi semakin kecil. Alat-alat untuk mengukur evaporasi adalah
evaporimeter (panci terbuka).
Evaporasi (penguapan) terjadi ketika air dipanaskan oleh sinar matahari,
permukaan molekul-molekul air memiliki cukup eergi melepaskan ikatan molekul
air tersebut kemudian terlepas dan mengambang sebagai uap air yang tidak
terlihat di atmosfer. Hujan turun dari awan, adanya awan belum tentu turunnya
hujan. Hujan baru turun bila butir-butir air di awan bersatu menjadi besar dan
mempunyai daya berat yang cukup dan suhu dibawah awan haris lebih rendah
63
daru suhu awan itu sendiri, maka butir-butir air yang tealh besar dan berat jatuh
sebagai hujan.
1.2
Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dari praktikum Pengukuran Evaporasi ini yaitu untuk
memahami cara pengukuran evaporasi dengan menggunakan evaporimeter tipe
panca kelas A serta menghitung banyaknya evaporasi dalam sehari.
64
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Evaporasi adalah peristiwa berubahnya air menjadi uap. Uap ini kemudian
bergerak dari permukaan tanah atau permukaan air ke udara (Sosrodarsono,
1999). Sedangkan Menurut Lee (1988), evaporasi merupakan proses perubahan
cairan menjadi uap, ini terjadi jika cairan berhubungan dengan atmosfer yang
tidak jenuh, baik secara internal, pada daun tanaman (transpirasi) maupun secara
eksternal, pada permukaan yang basah. Evaporasi adalah perubahan air menjadi
uap air. Yang merupakan suatu proses yang berlangsung hampir tanpa gangguan
selama berjam-jam pada siang hari dan sering juga selama malam hari. Air akan
menguap dari permukaan baik tanah gundul maupun tanah yang ditumbuhi
tanaman, dan juga dari pepohonan permukaan kedap air atap dan jalan raya air, air
terbuka dan sungai yang mengalir (Wilson, 1993).
Penguapan adalah proses perubahan air dari bentuk cair menjadi bentuk
gas (uap). Ada dua macam penguapan, yaitu evaporasi (penguapan air secara
langsung dari lautan, danau, sungai, dll) dan transpirasi (penguapan air dari
tumbuh-tumbuhan dan lain-lain, makhluk hidup). Gabungan antara evaporasi dan
transpirasi disebut evapotranspirasi (Wuryanto, 2000).
Penguapan cenderung untuk menjadi sangat tinggi pada daerahdaerah yang
mempunyai suhu tinggi, angin kuat, dan kelembaban yang rendah. Daerah
subtropik biasanya merupakan daerah yang langsung menerima insolasi
(pemanasan dari matahari) tanpa terlindung oleh adanya awan. Juga merupakan
daerah yang mempunyai angin yang kuat dan mempunyai nilai kelembaban yang
rendah (Hutabarat, 1986).
Kecepatan hilangnya air oleh evaporasi (penguapan)/transpirasi pada
dasarnya ditentukan oleh gradien tekanan uap; yaitu oleh perbedaan tekanan pada
daun/permukaan tanah dan tekanan dari atmosfer. Seterusnya gradien tekanan-uap
terhubung dengan sejumlah faktor iklim dan tanah yang lain (Buckman dan
Brady, 1982). Air dalam tanah juga dapat naik ke udara melalui tumbuhtumbuhan.
Peristiwa ini disebut evapotranspirasi. Banyaknya berbedabeda tergantung dari
65
kadar kelembaban tanah dan jenis tumbuh-tumbuhan. Umumnya banyaknya
transpirasi yang diperlukan untuk menghasilkan satu gram bahan kering disebut
laju transpirasi (Karim, 1985).
66
BAB III
METODELOGI PRAKTIKUM
3.1 Waktu dan Tempat
Hari / Tanggal
: Rabu, .31 oktober 2018
Pukul
: 07.30-09.20 WIB
Tempat
: Stasiun Klimatologi Fakultas Pertanian UPN “Veteran”
Jawa Timur
3.2 Alat dan Bahan
a. Kancah (panic kelas A).
b.Mikrometer pancing (Hook Gauge).
c. Penggaris.
d.Pensil.
e. Lembar pengamatan.
3.3 Cara Kerja
1. Mempersiapkan peralatan ukur evaporasi, yaitu: panic kelas A,
micrometer pancing, mistar/ penggaris, alat - alat tulis serta lembar
pengamatan.
2. Menempatkan panic kelas A pada dudukan panic dengan posisi rata rata
air
3. Mengisi panic kelas A dengan air bersih setinggi 5 cm dibawah bibir
panci.
4. Mengukuran tinggi muka air setiap pagi (jam 07.30) dan pantau tinggi air
5. Mengukur tinggi muka air setelah 15 menit mengalami evaporasi dengan
menggunakan penggaris, bila :
a. Tidak
ada
hujan,
gunakan
rumus
:
E₀
=
(P₀-
P₁)
Dimana P₀ = Pembacaan awal dari muka air yang ditunjukan oleh
micrometer.
P₁=
Pembacaan
akhir
E = Jumlah air yang dievaporasi
setelah
terjadi
evaporasi
67
b. Ada
hujan,
gunakan
rumus
:
E₀
=
(P₀
-
P₁)
+
CH
Dimana CH = CerahHujan
c. Ada hujan, permukaan air tepat pada ujung pancing
(P₀ dan P₁
berhimpit), maka perhitungan E₀ = (P₀- P₁) + CH, karenaP₀ = P₁ maka
perhitungannya menjadi : E₀ = CH
d. Ada hujan, permukaan air berada diatas ujung pancing, maka
perhitungannya
E₀
menjadi
E₀
=
CH
–
(P₀
-
P₁)
keterangan :
1. Silinder terbuat dari logam monel berdinding kuat dengan tebal 0,8
cm.
2. Batang pancing pengukur berskala (Hoo gauge).
3. Tabung peredam riak (Stilling Well Cylinder) dengan garis tengah 10
cm dan tinggi 30 cm.
4. Anemometer.
5. Kerangka kayu setinggi 5 – 10 cm bercat putih.
68
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengamatan
Tabel 4.1 Hasil Pengamatan Pengukuran Evaporasi
Evaporasi ke-
Tinggi air
1
12.9 cm
Dokumentasi
Gambar 4.1.1
2
12.7 cm
Gambar 4.1.2
3
12.5 cm
Gambar 4.1.3
69
4.2 Pembahasan
Evaporasi merupakan konversi air kedalam uap air. Proses ini berjalan
terus hampir tanpa berhenti disiang hari dan kerap kali dimalam hari,
perubahan dari keadaan cair menjadi gas ini memerlukan energy berupa panas
laten untuk evaporasi, proses tersebut akan sangat aktif jika ada penyinaran
matahari langsung, awan merupakan penghalangan radiasi matahari dan
penghambat proses evaporasi (Wahyuningsih, 2004).
Pengukuran air yang hilang melalui penguapan (evaporasi) perlu diukur
untuk mengetahui keadaan kesetimbangan air antara yang didapat melalui
curah hujan dan air yang hilang melalui evaporasi. Alat pengukur evaporasi
yang paling banyak digunakan sekarang adalah Panci atau kancah. Menurut
Hanum (2009) Faktor-faktor yang mempengaruhi evaporasi yaitu:
a. Radiasi Matahari
Radiasi matahari merupakan sumber utama panas dan mempengaruhi
jumlah evaporasi di atas permukaan bumi, yang tergantung letak pada
garis lintang dan musim. Radiasi matahari yang sampai kepermukaan
bumi juga dipengaruhi oleh penutupan awan. Penutupan oleh awan
dinyatakan dalam persentase dari lama penyinaran matahari nyata terhadap
lama penyinaran matahari yang mungkin terjadi.
b. Temperatur udara
Pada permukaan evaporasi sangat berpengaruh terhadap evaporasi.
Semakin tinggi temperature semakin besar kemampuan udara untuk
menyerap uap air. Selain itu semakin tinggi temperatur, energy kinetic
molekul air meningkat sehingga molekul air semakin banyak yang
berpindah ke lapis udara di atasnya dalam bentuk uap air.
c. Kelembaban Udara
Udara lembab merupakan campuran dari udara kering dan uap air. Apabila
jumlah uap air yang masuk ke udara semakin banyak, tekanan uapnya juga
semakin tinggi. Akibatnya perbedaan tekanan uap semakin kecil, yang
menyebabkan berkurangnya laju penguapan. Apabila udara di atas
permukaan air sudah jenuh uap air tekanan udara telah mencapai tekanan
70
uap jenuh, di mana pada saat itu penguapan terhenti. Kelembaban udara
dinyatakan dengan kelembaban relatif.
d. Kecepatan Angin
Penguapan yang terjadi menyebabkan udara di atas permukaan evaporasi
menjadi lebih lembab, sampai akhirnya udara menjadi jenuh terhadap uap
air dan proses evaporasi terhenti. Agar proses penguapan dapat berjalan
terus lapisan udara yang telah jenuh tersebut harus diganti dengan udara
kering. Penggantian tersebut dapat terjadi apabila ada angin. Oleh karena
itu kecepatan angina merupakan faktor penting dalam evaporasi. Di daerah
terbuka dan banyak angin, penguapan akan lebih besar daripada di daerah
yang terlindung dan udara diam.
Dari hasil pengamatan yang telah dilakukan diperoleh nilai evaporasi
sebesar 0.4cm. Evaporimeter yang digunakan pada praktikum kali ini adalah
evaporimeter yang menggunakan bejana penguapan berupa panic atau kancah
yang berisi air bersih (Runtunuwu 2008).
Pada praktikum ini dilakukan dua kali percobaan ulangan dengan interval
15 menit. Pada 15 menit pertama di peroleh nilai evaporasi sebesar 0,2cm hal
ini terbukti dari menurunnya tinggi muka air dari tinggi awal sebesar 12,9 cm
menjadi 12.7cm. Pada 15 menit kedua di peroleh nilai evaporasi sebaesar
0.2cm hal ini terbukti dari menurunya tinggi muka air dari tinggi awal sebesar
12.7 menjadi 12.5 .Maka total dari jumlah air yang di evaporasikan sebesar
0.4cm dengan lama waktu 30menit. Dari hasil tersebut tidak ada kesalahan
dalam pengukuran nilai evaporasi sebesar 15% dari evaporasi sebenarnya
akibat pengaruh angin berkurang karena terhalang bibir panci yang makin
tinggi yang disebabkan air dalam panci turun. Tinggi muka air tidak turun
melebihi 10cm dari tinggi muka air as
71
BAB V
PENUTUP
5.1
Kesimpulan
Dari pengamatan evaporasi yang telah dilakukan, dapat disimpulkan
bahwa:
1. Evaporasi adalah proses perubahan molekul didalam keadaan cair
(contohnya air) dengan spontan menjadi gas (contohnya uap air).
2. Kecepatan
evaporasi
(penguapan)/transpirasi
pada
dasarnya
ditentukan oleh gradien tekanan uap; yaitu oleh perbedaan tekanan
pada daun/permukaan tanah dan tekanan dari atmosfer.
3. Pada pengamatan 15 menit pertama di peroleh nilai evaporasi sebesar
0,2cm, 15 menit kedua di peroleh nilai evaporasi sebaesar 0.2cm, dan
dari jumlah air yang di evaporasikan sebesar 0.4cm dengan lama
waktu 30menit
72
DAFTAR PUSTAKA
Hanum,C.2009.PenuntunPraktikumAgroklimatologi.Program
Studi
Agronomi,
Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.
Hutabarat. 1986. Manfaat Klimatologi Bagi Pertanian. Bumi Penerbit. Surabaya.
Karim, K. 1985. Dasar-Dasar Klimatologi. Jurnal Agrista. 2 (2): 127-137
Wahyuningsih, Utami. 2004. Geografi. Pabelan. Jakarta.
Wilson, E.M. 1993. Hidrologi Teknik. ITB. Bandung.
Wuryanto. 2000. Agroklimatologi. USU Press. Medan
73
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Angin adalah aliran udara yang terjadi diatas permukaan bumi, yang
disebabkan oleh perbedaan tekanan udara pada dua arah yang berdekatan.
Perbedaan tekanan ini disebabkan oleh suhu udara sebagai akibat perbadaan
pemanasan permukaan bumi oleh matahari. Semakin besar tekanan udara maka
semakin kencang pula angin yang akan ditimbulkan. Angin lokal contohnya
terjadi karena adanya perbedaan tekanan udara di dua tempat yang berdekatan
seperti di laut dan di darat. Ada 3 hal yang penting menyangkut sifat angin yaitu :
kekuatan angin, arah angin, dan kecepatan angin.
Tekanan udara dipermukaan bumi diakibatkan oleh lapisan udara yang
berada pada atmosfer bumi. Semakin bertambah ketinggian suatu tempat, maka
makin rendah tekanan udara. Lapisan udara pada permukaan bumi memberikan
tekanan sebesar 1033,3 gram/cm2. Ini berarti pada saerah seluas 1 cm2 udara
memberikan tekanan sebesar 1033 gram. Tekanan udara pada permukaan bumi
oleh lapisan atmosfer adalah sebesar 1 atmosfer. Tekanan udara sebesar 1
atmosfer ini sama dengan 76 cm Hg, didalam metereologi, satuan udara yang
dipakai adalah Bar.
Faktor pendorong bergeraknya massa udara adalah perbedaan tekanan
udara antara satu tempat dengan tempat yang lain. Angin selalu bertiup dari
tempat dengan udara tekanan tinggi ke tempat yang tekanan udaranya lebih
rendah.
Jika tidak ada gaya lain yang mempengaruhi, maka angin akan bergerak
secara langsung dari udara bertekanan tinggi ke udara bertekanan rendah. Akan
tetapi, perputaran bumi pada sumbunya akan menimbulkan gaya yang akan
mempengaruhi arah pergerakan angin.
Perbedaan tekanan udara menimbulkan aliran udara. Udara yang mengalir
disebut angin. Udara mengalir dari daerah yang bertekanan tinggi ke daerah yang
bertekanan rendah. Untuk menyatakan arah angin ditentukan dengan derajat =
74
0 0 atau 360 0 berarti arah utara, 90 0 arahtimur, 180 0 arah selatan, dan 270 0 arah
barat.
Angin dibedakan dalam beberapa bagian, yaitu :
a) Sirkulasi angin di bumi
1.
Angin pasat
2.
Angin Barat dan Angin Timur
b) Angin Muson
Angin muson terjadi karena perbedaan tekanan udara antara daratan dengan
samudra. Angin muson dibagi 2, yaitu :
1.
Angin Muson Timur
2.
Angin Muson Barat
c) Angin siklon dan Anti siklon
d) Angin lokal
Angin lokal dibagi menjadi 2, yaitu :
1.
Angin Darat
2.
Angin Laut
3.
Angin Lembah
4.
Angin Gunung
Angin dapat bergerak secara horizontal maupun secara vertikal dengan
kecepatan yang bervariasi dan berfluktuasi secara dinamis. Faktor pendorong
bergeraknya massa udara adalah perbedaan tekanan udara antara satu tempat
dengan tempat yang lain.
Angin selalu bertiup dari tempat dengan tekanan udara tinggi ke yang
tekanan udara lebih rendah. Jika tidak ada gaya lain yang mempengaruhi, maka
angin akan bergerak secara langsung dari udara bertekanan tinggi ke udara
bertekanan rendah. Akibat cepatnya gerakan menuruni lereng, angin menjadi
pasang sehingga angin fohn memiliki sifat menurun, kering, dan panas.
1.2 Tujuan praktikum
Memahami cara pengukuran kecepatan angin dan arah angin dengan
menggunakan anemometer jenis mangkok serta mengukur kecepatan angin pagi
hari, sore hari dan malam hari serta rata-rata kecepatan angin.
75
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Angin adalah udara yang bergerak dari satu tempat ketempat lainnya.
Angin berhembus dikarenakan beberapa bagian bumi mendapat lebih banyak
panas matahari dibandingkan tempat lain. Permukaan tanah yang panas mambuat
suhu udara diatasnya naik. Akibatnya udara yang naik mengembang dan menjadi
lebih ringan. Karena lebih ringan dibandingkan udara sekitarnya, udara akan naik.
Begitu udara panas tadi naik, tempatnya akan segera digantikan oleh udara sekitar
terutama udara dari atas yang lebih dingin dan berat. Proses ini terjadi terusmenerus, akibatnya kita bisa merasakan adanya pergerakan udara atau yang
disebut angin (Nasir, 1990).
Tekanan udara adalah tekanan yang diberikan oleh udara karena beratnya
kepada setiap bidang seluas 1 cm2 yang mendatar dari permukaan bumi. Hal ini
dapat dipahami bahwa setiap lapisan udara yang dibawah mendapat tekanan udara
dari yang diatasnya. Oleh karena itu lapisan yang dibawah keadaan tegang.
Ketegangan itu sangat besar sehingga berat udara yang diatasnya bertahan dalam
keadaan seimbang. Tinggi barometer ialah panjang kolom air raksa yang
seimbang dengan tekanan udara pada waktu itu (Kensaku, 2005).
Hukum gerak menyatakan bahwa sebuah benda yang dalam keadaan diam
akan bergerak akan tetap bertahan pada keadaannya. Kecuali ada gaya dari luar
yang bekerja terhadap benda tersebut, Oleh karena itunya udara yang tenang akan
kembali menjadi (angin) bila ada gaya yang bekerja diatmosfer yang
menyebabkan terjadinya keadaan tidak seimbang (Handoko,1999).
Alat mengukur kecepatan angin yaitu Anemometer juga dapat digunakan
mengukur besarnya tekanan angin, memperkirakan cuaca dan mengatur arah mata
angin (Weidya,2017).
Angin yang tidak menguntungkan bagi pertanian adalah angin fohn,
karena dapat melayukan tanaman. Angin fohn terjadi karena udara yang
mengandung uap air membentur pengunungan atau gunung yang tinggi, sehingga
naik. Makin ke atas, suhu makin dingin dan terjadilah kondensasi yang
selanjutnya terbentuk titik-titik air. Titik-titik air itu kemudian jatuh sebagai hujan
76
sebelum mencapai puncak pada lereng pertama. Angin terus bergerak menuju
puncak, kemudian jatuh pada lereng berikutnya sampai kelembah. Karena sudah
menjatuhkan hujan maka angin yang menuruni lereng ini bersifat kering. Akibat
cepatnya gerakan menuruni lereng, angin menjadi pasang sehingga angin fohn
memiliki sifat menurun, kering, dan panas (Wahyuningsih,2004).
Massa udara yang bergerak disebut angin. Angin dapat bergerak secara
horizontal maupun secara vertikal dengan kecepatan yang bervariasi dan
berfluktuasi secara dinamis. Faktor pendorong bergeraknya massa udara adalah
perbedaan tekanan udara antara satu tempat dengan tempat yang lain. Angin
selalu bertiup dari tempat dengan tekanan udara tinggi ke yang tekanan udara
lebih rendah. Jika tidak ada gaya lain yang mempengaruhi, maka angin akan
bergerak secara langsung dari udara bertekanan tinggi ke udara bertekanan
rendah. Akan tetapi, perputaran bumi pada sumbunya, akan menimbulkan gaya
yang akan mempengaruhi arah pergerakan angin. Pengaruh perputaran bumi
terhadap arah angin disebut pengaruh Coriolis (Lakitan,2002).
Variasi arah dan kecepatan angin dapat terjadi jika angin bergeser dengan
permukaan yang licin (smooth), variasi yang diakibatkan oleh kekasaran
permukan disebut turbulensi mekanis. Turbulensi daat pula terjadi pada saat udara
panas pada permukaan bergerak ke atas secara vertikal, kaena adanya resistensi
dari lapisan udara di atasnya. Turbulensi yang disebabkan perbedaan suhu lapisan
atmosfer ini disebut turbulensi termal atau kadang disebut turbulensi konfektif.
Fluktuasi kecepatan angin akibat turbulensi mekanis umumnya lebih kecil tetapi
frekuensinya lebih tinggi (lebih cepat) dibandingkan dengan fluktuasi akibat
turbulensi termal (Karim,1985).
77
BAB III
METODELOGI PRAKTIKUM
3.1 Waktu dan Tempat
Hari / tanggal
: Rabu, 07 november 2018
Waktu
: 07. 30-09.10 WIB
Tempat
: Stasiun Klimatologi Fakultas Pertanian UPN
“Veteran” Jawa Timur
3.2 Alat dan Bahan
a. Anemometer jenis mangkok/Anemometer digital
b. Alat tulis
c. Lembar pengamatan
d. Kamera hp
3. 3 Cara kerja
1. Tempatkan Anemometer pada tiang penyangga, alat ini terdiri dari tiga
cawan petri yang ditempelkan pada as (sumbu).
2. Tinggi tiang penyangga adalah sekitar 2 meter dari permukaan tanah, atau
0,5 meter di atas permukaan tanah, khusus untuk mengetahui kecepatan
angin pada permukaan panci kelas A.
3. Pengamatan dilakukan pada waktu yang seragam, hasil pembacaan periode
pengamatan kedua dikurangi dengan pembacaan awal. Selisih dari hasil
pengurangan adalah ukuran jarak tempuh angin total selama periode
pengamatan.
4. Pengamatan dilakukan pada jam 07.30; 13.30 dan 17.30 waktu setempat,
dimana angka pengamatan 3.30 dikurangi angka pengamatan jam 07.30 (6
jam) dinamakan kecepatan angin pagi hari.
5. Pengamatan rata-rata kecepatan angin harian adalah angka pengamatan
jam 07.30 hari berikutnya dikurangi angka pengamatan jam 07.30 hari
sebelumnya dibagi 24 jam.
78
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengamatan
Tabel 4.1 Hasil Pengamatan Kecepatan Angin
No
Perlakuan
Waktu
Hasil
1
Tempat panas
07.55 wib
0,11 m/s
Dokumentasi
gambar 4.1.1
2
Tempat rindang
08.10 wib
0,08 m/s
gambar 4.1.2
3
Tempat teduh
08.25 wib
0,05 m/s
gambar 4.1.3
4.2
Pembahasan
Kecepatan angin adalah jarak tempuh massa udara yang bergerak tersebut
dalam waktu tertentu. Jadi satuannya adalah jarak per waktu seperti m/s,
km/jamSedang arah angin merupakan arah datangnya angin (Nurmuin,s 2008 ).
79
Praktikum kali ini praktikan melakukan pengamatan pada tiga tempat yang
berbeda yaitu tempat panas, tempat rindang, tempat teduh di lahan belakang
Fakultas pertanian UPN “Veteran” Jawa timur. Pengamatan dilakukan dari pukul
07.55 – 08.25 WIB. Pengamatan pertama pada pukul 07.55 pada tempat panas
didapat kecepatan angin sebesar 0,11 m/s. Pada pengamatan kedua pada pukul
08.10 pada tempat rindang didapat kecepatan angin sebesar 0,08 m/s. Pada
pengamatan ketiga pada pukul 08.25 pada tempat teduh kecepatan angin sebesar
0,05 m/s. Hasil pengukuran kecepatan angin didapatkan hasil yang berbeda dalam
tiga perlakuan tempat. Hal itu disebabkan oleh perbedaan pemanasan dan
pendinginan atau suhu dipermukaan bumi serta ketinggian tempat. Perubahan arah
atau kecepatan angin merupakan efek dari perubahan tekanan per satuan jarak
dinyatakan dalam satuan milibar/km disebut dengan gradien tekanan ( Busyi dan
Syamsu, 2008 ).
Hal ini sesuai dengan literatur ( Prawirowardoyo 1996 ) yang menyatakan
bahwa pada umumnya yang mempengaruhi pergerakan angin adalah perbedaan
suhu disuatu tempat. Hal ini sesuai dengan literatur ( Kodoatie dan Sjariet, 2000 )
yang menyatakan bahwa bumi ini pergerakan udara terjadi dari khatulistiwa dan
bergerak menuju kutub bergerak ke arah sebaliknya. Semakin besar perbedaan
suhu diantara dua daerah tersebut maka makin cepat angin bertiup.
80
BAB V
PENUTUP
5.1
Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan praktikan dapat disimpulkan
bahwa:
1.
faktor yang mempengaruhi pergerakan angin adalah gradien tekanan,
gaya coriolis, gaya gesekan, gaya grafitasi.
2.
Hasil pengamatan pukul 07.55 kecepatan angin ditempat panas sebesar
0,11 m/s. Pukul 08.10 kecepatan angin ditempat rindang sebesar 0,08 m/s.
Pukul 08.25 kecepatan angin ditempat teduh sebesar 0,05 m/s.
81
DAFTAR PUSTAKA
Handoko, Ir. 1999. Klimatologi Dasar. FMIPA. IPB, Bogor.
Karim, Kamarlis. 1985. Dasar-dasar Klimatologi, UNSYIAH, Banda Aceh.
Kodoatie, R.J dan R. Sjariet. 2000. Tata Ruang Air. Penerbit Andi. Bandung
Lakitan, Benyamin. 2002. Dasar-dasar KlimatologiI, Raja Grafindo Persada,Null.
Nasir, A. A. dan Y. Koesmaryono. 1990. Pengantar Ilmu Iklim Untuk
Pertanian, Pustaka Jaya, Bogor.
Nurmuin, S. 2008.Penuntun Praktikum Agroklimatologi. Universitas Bengkulu
Prawirowardoyo, S. 1996. Meteorologi. ITB Press. Bandung
Saleh, Busyi dan Nur, M.S.2000. Bahan Ajar Perkuliahan Dasar-Dasar
Klimatologi. Universitas Bengkulu
Takeda, Kensaku. 2005. Hidrologi Pertanian. PT. Pratya Utama, Bogor.
Wahyuningsih, Utami. 2004. Geografi. Pabelan, Jakarta.
Weidya. 2017. Dasar Klimatologi. Jakarta. Universitas Indonesia Press.
82
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Indonesia adalah negara yang sebagian besar penduduknya bermata
pencaharian sebagai petani, oleh sebab itu pengklasifikasian iklim di Indonesia
sering ditekankan pada pemanfaatannya dalam kegiatan budidaya pertanian. Pada
daerah tropik suhu udara jarang menjadi faktor pembatas kegiatan produksi
pertanian, sedangkan ketersediaan air merupakan faktor yang paling menentukan
dalam kegiatan budidaya pertanian. Iklim adalah kondisi rata-rata cuaca
berdasarkan waktu yang panjang untuk suatu lokasi di bumi atau planet lain. Studi
tentang iklim dipelajari dalam klimatologi.Iklim di suatu tempat di bumi
dipengaruhi oleh letak geografis dan topografi tempat tersebut. Pengaruh posisi
relatif matahari terhadap suatu tempat di bumi menimbulkan musim, suatu penciri
yang membedakan iklim satu dari yang lain. Perbedaan iklim menghasilkan
beberapa sistem klasifikasi iklim.
Sistem klasifikasi di Indonesia banyak digunakan dalam bidang kehutanan
dan pertanian. Klasifikasi ini sebenarnya merupakan modifikasi atau perbaikan
dari sistem klasifikasi mohr yang telah ada sebelumnya dan digunakan di
Indonesia. Penentuan tipe iklim menurut klasifikasi ini hanya memperhatikan
unsur iklim hujan dan dan memerlukan data hujan bulanan paling sedikit 10
tahun, kriteria yang digunakan adalah penentuan bulan kering, bulan lembab dan
bulan basah. Klasifikasi iklim merupakan suatu sistem penamaan terhadap
kesamaan sifat-sifat unsur iklim disuatu wilayah sehingga dapat dikelompokkan
menjadi kelas-kelas iklim.
Suatu metode klasifikasi iklim berguna untuk memperoleh efisiensi
informasi dalam bentuk yang umum dan sederhana. Berdasarkan cara penentuan
kriteria klasifikasinya maka klasifikasi iklim dapat dibagi menjadi dua yaitu
klasifikasi iklim secara genetik (klasifikasi iklim menurut daerah penerimaan
radiasi matahari dan klasifikasi iklim berdasarkan sirkulasi udara) dan klasifikasi
iklim
secara
empirik
(klasifikasi
berdasarkan
rational
moisture
budget/berdasarkan ETP dan neraca air dan klasifikasi iklim berdasarkan
83
pertumbuhan vegetasi). Bahwa tujuan klasifikasi iklim adalah menetapkan
pembagian ringkas jenis iklim ditinjau dari segi unsur yang benar-benar aktif
terutama hujan dan suhu. Curah hujan dan suhu merupakan unsur iklim yang
sangat penting bagi kehidupan di bumi. Telah banyak ditemukan korelasi antara
tanaman dan unsur panas atau air. Dengan demikian indeks suhu atau air dipakai
sebagai kriteria untuk menentukan jenis iklim (Tjasyono,1999).
Klasifikasi iklim berdasarkan pertumbuhan vegetasi dibagi dua, yaitu sistem
klasifikasi Scmidth-Ferguson yang sering dipakai di Indonesia, banyak digunakan
di bidang kehutanan dan perkebunan kemudian penentuan tipe iklim hanya
memperhatikan unsur iklim hujan dan memerlukan data hujan bulanan paling
sedikit 10 tahun. Dan sistem klasifikasi Oldeman yaitu untuk keperluan praktis
yang cukup berguna khususnya dalam klasifikasi lahan pertanian tanaman pangan
di Indonesia, klasifikasi iklim menggunakan unsur curah hujan, kriteria
didasarkan pada perhitungan bulan basah, bulan kering dan bulan lembab yang
batasannya memperhatikan peluang hujan, hujan efektif dan kebutuhan air
tanaman.
1.2
Tujuan
Adapun tujuan diadakannya praktikum ini adalah untuk memahami cara
menentukan tipe iklim menurut Schmidt – Ferguson dan Oldeman.
84
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Klasifikasi Tipe Iklim Menurut Schmitd dan Fergusson
Menurut Lakitan (2002) klasifikasi iklim menurut Schmidt-Ferguson
(1951) didasarkan kepada perbandingan antara Bulan Kering (BK) dan
Bulan Basah (BB). Kriteria BK dan BB yang digunakan dalam klasifikasi
Schmidt-Ferguson sama dengan Kriteria BK dan BB oleh Mohr, namun
perbedaannya dalam cara perhitungan BK dan BB akhir selama jangka
waktu data curah hujan itu dihitung. Ketentuan penetapan bulan basah dan
bulan kering mengikuti aturan sebagai berikut :
Bulan Kering (BK)
: bulan dengan curah hujan lebih kecil dari 60 mm.
Bulan Basah (BB)
: bulan dengan curah hujan lebih besar dari 100 mm.
Bulan Lembab (BL)
: bulan dengan curah hujan antara 60 – 100 mm.
Bulan Lembab (BL) tidak dimasukkan dalam rumus penentuan tipe
curah hujan yang dinyatakan dalam nilai Q, yang dihitung dengan
persamaan berikut :
Rata-rata jumlah bulan basah adalah banyaknya bulan basah dari
seluruh data pengamatan dibagi jumlah tahun data pengamatan, demikian
pula rata-rata jumlah bulan kering adalah banyaknya bulan kering dari
seluruh data pengamatan dibagi jumlah tahun data pengamatan. Dari nilai Q
ini selanjutnya ditentukan tipe curah hujan suatu tempat atau daerah dengan
menggunakan Tabel Q atau diagram segitiga kriteria kalsifikasi tipe hujan
menurut Schmidt-Ferguson (Nawawi, 2001).
Sistem klasifikasi Schmidt-Ferguson , cukup luas dipergunakan
khususnya untuk tanaman keras/tanaman perkebunan dan tanaman
kehutanan. Hal ini kiranya cukup beralasan karena dengan sistem ini orang
kurang tahu yang sebenarnya kapan bulan kering atau kapan bulan basah
85
terjadi. Apakah berturutan atau berselang seling. Sebagai contoh bila ada
suatu wilayah mempunyai dua bulan kering yang terjadi tidak berturutan
untuk tanaman keras yang berakar dalam mungkin tidak akan menimbulkan
kerugian yang berarti, akan tetapi kalau hal itu untuk keperluan tanaman
semusim atau yang berakar dangkal dapat sangat merugikan. Selain itu
kriteria bulan basah dan bulan kering untuk beberapa wilayah terlalu rendah
(Dewi, 2005).
Tabel 2.1.1 Klasifikasi Iklim Schmidt-Fergusson
Tipe Iklim
A (Sangat Basah)
B (Basah)
C (Agak Basah)
D (Sedang)
E (Agak Kering)
F (Kering)
G (Sangat Kering)
H (Luar Biasa Kering)
Sumber: Lakitan (2002)
2.2
Vegetasi
Hutan hujan tropika
Hutan hujan tropika
Hutan rimba
Hutan musim
Hutan Sabana
Hutan Sabana
Padang Ilalang
Padang Ilalang
Kriteria
0 < Q < 0.143
0.333 < Q < 0.600
0.600 < Q < 1.000
0.600 < Q < 1.000
1.000 < Q < 1.670
1.670 < Q < 3.000
3.000 < Q < 7.000
7.000 < Q
Klasifikasi Tipe Iklim Menurut Oldeman
Klasifikasi Oldeman Klasifikasi iklim yang dilakukan oleh Oldeman
didasarkan kepada jumlah kebutuhan air oleh tanaman, terutama pada
86
tanaman padi dan palawija (Dwiyono, 2009). Pada klasifikasi Oldeman,
penggolongan tipe iklim untuk setiap zone dan intrepretasi iklimnya
digunakan
sebagai
pedoman
untuk
menentukan
tipe
iklim
dan
interpretasinya.
Klasifikasi iklim menurut Oldeman (1980) disebut juga dengan
klasifikasi agroklimat. Peta cuaca pertanian ditampilkan sebagai peta
agroklimat. Klasifikasi iklim ini terutama ditujukan kepada komoditi
pertanian tanaman pangan utama seperti padi, jagung, kedelai dan tanaman
palawija lainnya. Karena penggunaan air bagi tanaman-tanaman utama
merupakan hal yang penting di lahan-lahan tadah hujan, maka dengan data
curah hujan dalam jangka lama, peta agroklimat didasarkan pada periode
kering. Curah hujan melebihi 200 mm sebulan dianggap cukup untuk padi
sawah, sedangkan curah hujan paling sedikit 100 mm per bulan diperlukan
untuk bertanaman di lahan kering (Nawawi,2001).
Dasar klasifikasi agroklimat ini ialah kriteria Bulan Basah dan Bulan
Kering. Bulan Basah (BB) adalah bulan dengan curah hujan sama atau lebih
besar dari 200 mm. Bulan Kering (BK) adalah bulan dengan curah hujan
lebih kecil dari 100 mm. Kriteria penentuan BB dan BK ini didasarkan pada
besarnya evapotranspirasi, yaitu penguapan air melalui tanah dan tajuk
tanaman. Evapotranspirasi dianggap sebagai banyaknya air yang yang
dibutuhkan oleh tanaman (Bayong, 2004).
Sebagaimana telah disebutkan dimuka bahwa sistem ini terutama
diarahkan untuk tanaman pangan padi dan palawija . Dibandingkan dengan
cara sebelumnya cara ini sudah lebih maju karena secara tidak langsung
sekaligus mempertimbangkan unsur cuaca yang lain seperti radiasi matahari
dikaitkan dengan kebutuhan air tanaman (Dewi, 2005).
87
Tabel 2.2.1 Penggolongan Tipe Iklim Menurut Oldeman
ZONA
A
B
C
D
E
TIPE IKLIM
BULAN BASAH
BULAN KERING
A1
A2
B1
B2
B3
C1
C2
C3
C4
D1
D2
D3
D4
E1
E2
E3
E4
E5
10-12 bulan
10-12 bulan
7-9 bulan
7-9 bulan
7-9 bulan
5-6 bulan
5-6 bulan
5-6 bulan
5-6 bulan
3-4 bulan
3-4 bulan
3-4 bulan
3-4 bulan
0-2 bulan
0-2 bulan
0-2 bulan
0-2 bulan
0-2 bulan
0-1 bulan
2 bulan
0-1 bulan
2-3 bulan
4-5 bulan
0-1 bulan
2-3 bulan
4-6 bulan
7 bulan
0-1 bulan
2-3 bulan
4-6 bulan
7-9 bulan
0-1 bulan
2-3 bulan
4-6 bulan
7-9 bulan
10-12 bulan
Sumber: Dwiyono (2009)
88
Tabel 2.2.2 Interpretasi Agroklimat Oldeman
TIPE
A1, A2
IKLIM PENJABARAN
Sesuai untuk padi terus menerus tetapi produksi kurang karena
pada umumnya kerapatan fluks radiasi surya rendah sepanjang
tahun
B1
Sesuai untuk padi terus menerus dengan perencanaan awal
musim tanam yang baik produksi tinggi bila panen musim
kemarau
B2, B3
Dapat tanam padi dua kali setahun dengan varietas umur
pendek dan musim kering yang pendek cukup untuk tanaman
palawija
C1
Tanam padi dapat sekali dan palawija dua kali setahun
C2, C3
Tanaman padi dapat sekali dan palawija dua kali setahun.
Tetapi penanaman palawija yang kedua harus hati-hati jangan
jatuh pada bulan kering
D1
Tanam padi umur pendek satu kali dan biasanya produksi bisa
tinggi karena kerapatan fluks radiasi tinggi waktu tanam
palawija
D2, D3,
Hanya mungkin satu kali padi atau satu kali palawija setahun
D4
tergantung pada adanya persediaan air irigasi
E
Daerah ini umumnya terlalu kering, mungkin hanya dapat satu
kali palawija, itupun tergantung adanya hujan
Sumber: Dwiyono (2009
89
BAB III
METODELOGI PRAKTIKUM
3.1
Waktu dan Tempat
Hari / Tanggal
: Rabu,14 November 2018
Waktu
: 07.30 – 09.10 WIB
Tempat
: Stasiun Klimatologi Fakultas Pertanian UPN
“Veteran” Jawa Timur
3.2
Alat dan Bahan
a. Alat tulis
b. Kalkulator
c. Data curah hujan minimal 5 tahun dari stasiun
Cilacap,Ambon,Semarang,Blora,Banyuwangi
3.3
Cara Kerja
1. Menyiapkan alat dan data curah hujan minimal 5 tahun.
2. Menentukan bulan basah (BB) dan bulan kering (BK).
3. Menjumlahkan masing-masing BK BK dan BB untuk seluruh data
pengamatan.
4. Meghitung rata-rata bulan basah dan bulan keringnya.
5. Menghitung nilai Q dengan memasukkan harga rata-rata BK harga ratarata BB ke dalam rumus Q.
6. Melihat keberadaan nilai Q yang diperoleh pada tabel atau segitiga
Schmidth-Reguson.
7. Menyatakan tipe hujan atau tipe iklim di daerah yang bersangkutan.
90
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengamatan
4.1.1 Data curah hujan daerah Cilacap
BULAN
2013
2014
2015
2016
2017
JANUARI
254.2
388.4
368.7
168.1
297.4
FEBRUARI
160.8
307
495.1
408.9
380.7
MARET
247.4
292
278.1
159.3
141.5
APRIL
237.8
304.4
263
390.4
449.7
5.5
251.1
364.6
334.1
174
JUNI
457.1
364.4
145.7
395.1
259.7
JULI
507.4
655.2
5.3
681.4
61.5
89
96.6
5.6
270
2.7
SEPTEMBER
0
6.8
1.3
650.4
199.7
OKTOBER
0
72.6
0
731.9
435.6
NOVEMBER
176.1
697.7
426.4
505.6
392.4
DESEMBER
407.4
614.8
418.9
311.2
5317.6
MEI
AGUSTUS
4.1.2 Data Curah Hujan Kota Ambon
Tahun
2013
2014
2015
2016
2017
Januari
119
302,3
160,3
70,1
284,3
Februari
99
178,2
195,6
33,5
150,7
Maret
119
60,3
120
149
143
April
81
123,4
307,2
354,8
218,5
Mei
909
329,1
182,4
239,2
759,4
Juni
1253
397,4
650,2
198,6
1429,3
Juli
1156
220,5
167,6
925,5
1050
Agustus
638
482,9
70,3
333,9
452,2
September
257
118,1
2,8
351
499,8
Oktober
134
126,7
67,1
185,2
182,4
November
24
31,2
13,6
37
143,7
Desember
75
133,3
117,7
118,8
212,2
4864
2503,4
2054,8
2996,6
5525,5
Jumlah
Sumber data : Stasiun agroklimatologi Patimura, Kota Ambon, Maluku (BMKG)
Bulan
91
4.1.3 Data curah hujan kota Semarang
Tahun
Bulan
2013
2014
2015
Rata2016
2017
rata
Bulanan
Januari
440
736,1
306,1
208,6
464,5
431,06
Februari
377,8
376,6
9,5
212,6
404
276,1
Maret
203,5
209,9
113,3
133,1
213,9
174,5
April
296
38,9
257,6
261,4
184,5
207,68
Mei
221,5
158
185,4
135,9
105
161,96
Juni
340,9
130
55,2
117,8
181
164,98
Juli
132,5
185
10,5
148,1
62
107,62
77
10
7,6
136,7
15
49,26
19,9
0
0
437,4
106
112,66
74
45
0,4
159,2
488
153,32
November
79,5
198
130,2
266,4
382
211,22
Desember
206,9
297,5
167
91,4
281
208,76
Agustus
September
Oktober
4.1.4 Data Curah Hujan Kab. Blora
Tahun
2013
2014
2015
2016
2017
Januari
213
192
161
219
195
Februari
168
169
312
342
220
Maret
137
187
222
165
207
April
223
122
300
211
249
Mei
75
101
33
69
79
Juni
80
60
15
181
107
Bulan
92
Juli
25
14
0
48
7
Agustus
0
0
0
35
0
September
3
5
3
192
42
Oktober
10
38
2
123
117
November
132
135
55
111
200
Desember
198
231
251
93
264
Jumlah
1264
1354
1789
1687
1254
Tabel 4.1.5 Data Curah hujan Kota Banyuwangi
Bulan
Tahun
2013
2014
2015
2016
2017
Januari
527,5
216,6
150,1
116,1
244,8
Februari
100,2
227,3
202,7
238,5
224,8
Maret
193,1
28,3
225,9
66,9
121,1
April
228,8
127
84,3
48,7
83,7
Mei
97,3
19,4
87,1
100
150,9
Juni
122,8
16,9
58,8
172,7
173,2
Juli
156
136,1
113.8
81,9
118,4
Agustus
37,3
24,3
14,9
145,1
48,2
September
6,9
1.3
0,8
22,8
9,3
Oktober
0,8
36,5
25.3
76,7
113,2
November
237,6
91,5
156.8
121,7
192,5
Desember
160,3
172,8
148,2
255,7
276,6
Jumlah
1868,6
1697,2
1268,7
1446,8
1756,7
Sumber data : Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Stasiun
93
4.2
Pembahasan
4.2.1 Daerah cilacap
Tabel 4.2.1 Analisis Pengolahan Data Menurut Klasifikasi Tipe Iklim SchmidtFerguson
BULAN
2013
2014
2015
2016
2017
JANUARI
254.2
388.4
368.7
168.1
297.4
FEBRUARI
160.8
307
495.1
408.9
380.7
MARET
247.4
292
278.1
159.3
141.5
APRIL
237.8
304.4
263
390.4
449.7
5.5
251.1
364.6
334.1
174
JUNI
457.1
364.4
145.7
395.1
259.7
JULI
507.4
655.2
5.3
681.4
61.5
89
96.6
5.6
270
2.7
SEPTEMBER
0
6.8
1.3
650.4
199.7
OKTOBER
0
72.6
0
731.9
435.6
NOVEMBER
176.1
697.7
426.4
505.6
392.4
DESEMBER
407.4
614.8
418.9
311.2
5317.6
MEI
AGUSTUS
Keterangan:
= Bulan Kering
= Bulan Lembab
= Bulan Basah
Tabel 4.2.2 Penentuan Bulan Basah, Bulan Kering dan Bulan Lembab
Bulan
Bulan
Bulan
Basah
Lembab
Kering
2013
8
1
3
2014
9
2
1
2015
8
0
4
2016
12
0
0
2017
10
1
1
JUMLAH
47
4
9
9.4
0.8
1.8
TAHUN
RATARATA
94
 Q=
x 100

=

=19%
x 100
Hasil analisis dari pengolahan data curah hujan Stasiun Klimatologi
Cilacap pada tahun 2013-2017 menunjukkan bahwa, berdasarkan klasifikasi tipe
iklim menurut Schmidt-Fergusson daerah ini masuk ke dalam tipe B (Q = 19%).
Berarti daerah tersebut memiliki kondisi iklim basah sebagaimana yang
dinyatakan Lakitan (2002) dalam tabel klasifikasi iklim menurut SchmidtFergusson. Sehingga daerah tersebut banyak ditumbuhi oleh vegetasi hutan hujan
tropika.
Tabel 4.2.3 Analisis Pengolahan Data Menurut Oldeman
Rata2014
2015
2016
2017 Rata
JANUARI
254.2 388.4
368.7
168.1
297.4
295.4
FEBRUARI
160.8
307
495.1
408.9
380.7
350.5
MARET
247.4
292
278.1
159.3
141.5
223.7
APRIL
237.8 304.4
263
390.4
449.7
329.1
5.5 251.1
364.6
334.1
174
225.86
JUNI
457.1 364.4
145.7
395.1
259.7
324.4
JULI
507.4 655.2
5.3
681.4
61.5
382.2
5.6
270
2.7
92.78
BULAN
MEI
AGUSTUS
2013
89
96.6
95
SEPTEMBER
0
6.8
1.3
650.4
199.7
171.6
OKTOBER
0
72.6
0
731.9
435.6
248.0
NOVEMBER
176.1 697.7
426.4
505.6
392.4 439.6486
DESEMBER
407.4 614.8
418.9
311.2 5317.6
1414.0
4051 2772.7 5006.4 8112.5
4497.1
JUMLAH
2542.8
klasifikasi tipe iklim menurut Oldeman, hasil analisis pengolahan data
tersebut menunjukkan bahwa daerah Cilacap masuk ke dalam zona A dengan tipe
iklim A2 (Bulan Basah berturut-turut lebih dari 9 bulan dan Bulan Kering
berturut-turut selama 2 bulan) sebagaimana yang dinyatakan Dwiyono (2009)
dalam tabel penggologan iklim menurut Oldeman. Menurut interpretasi
agroklimat oldeman, daerah ini sesuai ditanami padi terus-menerus tetapi produksi
kurang karena pada umumnya kerapatan fluks radiasi surya rendah sepanjang
tahun.
4.2.2 Kota Ambon
 Klasifikasi Hujan Menurut Schmidth - Ferguson
Data Curah Hujan menurut Schmith-Ferguson
Bulan kering = Bulan dengan curah hujan <60mm
Bulan lembab
= Bulan dengan curah hujan antara 60-100mm
Bulan basah = Bulan dengan curah hujan >100mm
(Hosang, 2012)
96
Tabel 4.2.4 Jenis Bulan Berdasarkan Klasifikasi Schmidt-Ferguson
Bulan
2013
Januari
BB
Februari
BL
Maret
BB
April
BL
Mei
BB
Juni
BB
Juli
BB
Agustus
BB
September BB
Oktober
BB
November BK
Desember BL
Tahun
2014 2015
BB
BB
BB
BB
BL
BB
BB
BB
BB
BB
BB
BB
BB
BB
BB
BL
BB
BK
BB
BL
BK
BK
BB
BB
Jumlah
Rata-rata
Q
2016
BL
BK
BB
BB
BB
BB
BB
BB
BB
BB
BK
BB
Rata - rata jumlah bulan basah (BB)
Jumlah Jumlah Jumlah
BB
BK
BL
2017
BB
4
0
1
BB
3
1
1
BB
4
0
1
BB
4
0
1
BB
5
0
0
BB
5
0
0
BB
5
0
0
BB
4
0
1
BB
4
1
0
BB
4
0
1
BB
1
4
0
BB
4
0
1
47
6
7
9,4
1,2
1,4
0,13
= (47 / 5 = 9,4)
Rata – rata jumlah bulan kering (BK) = (6 / 5 = 1,2)
Penentuan tipe iklim dinyatakan dalam nilai Q
= 0,13 x 100 %
= 13 %
97
Nilai Q tersebut dan dengan menggunakan segitiga Schmidt-Ferguson maka
didapatkan 8 tipe iklim dari A hingga H sebagai berikut :
A
: Daerah sangat basah dengan vegetasi hutan hujan tropika.
B
: Daerah basah dengan vegetasi hutan hujan tropika.
C
: Daerah agak basah dengan vegetasi hutan rimba, diantaranya
terdapat jenis vegetasi yang daunnya gugur pada musim kemarau.
D
: Daerah sedang dengan vegetasi hutan musim.
E
: Daerah agak kering dengan vegetasi hutan sabana.
F : Daerah kering dengan vegetasi hutan sabana.
G
: Daerah sangat kering dengan vegetasi padang ilalang.
H
: Daerah ekstrem kering dengan vegetasi padang ilalang.
Berdasarkan hasil perhisungan menggunakan metode Schmidt
Ferguson, menunjukkan maluku temasuk iklim tipe A, yaitu Daerah basah
dengan vegetasi hutan hujan tropika.
 Klasifikasi Iklim Menurut Oldemen
Tabel 4.2.5 Jenis Bulan Menurut Oldemen
Tahun
Bulan
Jumlah
Ratarata Per
Bulan
Jenis
Bulan
2013
2014
2015
2016
2017
Januari
119
302,3
160,3
70,1
284,3
936
187,2
BL
Februari
99
178,2
195,6
33,5
150,7
657
131,4
BL
Maret
119
60,3
120
149
143
591,3
118,26
BL
April
81
123,4
307,2
354,8
218,5
1084,9
216,98
BB
Mei
909
329,1
182,4
239,2
759,4
2419,1
483,82
BB
Juni
1253
397,4
650,2
198,6
1429,3
3928,5
785,7
BB
Juli
1156
220,5
167,6
925,5
1050
3519,6
703,92
BB
Agustus
638
482,9
70,3
333,9
452,2
1977,3
395,46
BB
September
257
118,1
2,8
351
499,8
1228,7
245,74
BB
Oktober
134
126,7
67,1
185,2
182,4
695,4
139,08
BL
November
24
31,2
13,6
37
143,7
249,5
49,9
BK
Desember
75
133,3
117,7
118,8
212,2
657
131,4
BL
98
Jumlah
4864 2503,4 2054,8 2996,6 5525,5 17944,3 3588,86
Bulan Basah
: Bulan dengan curah hujan >200mm.
Bulan Lembab : Bulan dengan curah hujan 100 - 200mm.
Bulan Kering : Bulan dengan curah hujan <100mm
Berdasarkan bulan basah, Oldeman menentukan 5 klasifikasi iklim.
Tabel 4.2.6 Kriteria Bulan Basah
Tipe Iklim
Kriteria
A
>9 bulan basah berurutan
B
7-9 bulan basah berurutan
C
5-6 bulan basah berurutan
D
3-4 bulan basah berurutan
E
<3 bulan basah berurutan
Sub Divisi Berdasarkan Bulan Kering.
Tabel 4.2.7 Kriteria Bulan Kering
Tipe Iklim
Kriteria
1
<2 bulan kering berurutan
2
2-3 bulan kering berurutan
3
4-6 bulan kering berurutan
4
>6 bulan kering berurutan
Jumlah jenis bulan 2013 – 2017 :
 Jumlah bulan basah (BB)
: 6 bulan
 Jumlah bulan kering (BK)
: 1 bulan
 Jumlah bulan lembab (BL)
: 5 bulan
Berdasarkan perhitungan dan pencocokkan dengan menggunakan
segitiga Oldeman Kota Ambon, Maluku termasuk ke dalam tipe iklim C1
dimana daerah ambon, Maluku cocok ditanami padi sekali dan palawija dua
kali dalam setahun.
Hasil analisis yang praktikan dapat dari pengolahan data curah hujan
Stasiun Agroklimatologi Patimura, Kota Ambon, Maluku (BMKG) tahun
2013 sampai 2017 menunjukkan bahwa, berdasarkan klasifikasi tipe iklim
menurut Schmidt-Fergusson Kota Ambon masuk ke dalam zona A (Q=
0,13). Ini berarti daerah tersebut memiliki kondisi iklim sangat basah
dengan vegetasi hutan hujan tropis. Sedangkan berdasarkan klasifikasi tipe
99
iklim
menurut
Oldeman, hasil
analisis
pengolahan data
tersebut
menunjukkan bahwa daerah Kota Ambon masuk ke dalam zona tipe utama
C1 dengan panjang bulan Basah 5-6 bulan dan berada pada sub tipe 1
dengan panjang bulan Kering 1 bulan. Menurut Dwiyono, (2009) dalam
klasifikasi iklim menurut Oldeman daerah yang termasuk dalam zona C1
cocok untuk ditanami padi sekali dan tanaman palawija dua kali dalam satu
tahun.
Tanaman padi membutuhkan curah hujan yang baik, rata-rata 200
mm/bulan atau lebih. Sehingga berdasarkan data curah hujan Kota Ambon,
padi baik ditanam pada bulan April sampai September dan sesuai dengan
pendapat Tjasyono, (1999) bahwa musim hujan selama 5 bulan dianggap
cukup baik untuk membudidayakan padi sawah selama satu musim.
Sedangkan tanaman palawija memerlukan curah hujan kurang dari 100 mm.
Sehingga dari data curah hujan tersebut tanaman palawija cocok ditanam
pada bulan November karena memiliki curah hujan kurang dari 100 mm.
Didalam data curah hujan Kota Ambon hanya terdapat 1 bulan kering, jadi
petani masih bisa menggunakan lahan untuk menanami palawija karena
lahannya masih lembab. Jika terdapat kurang dari 2 bulan kering, petani
dapat mengatasinya karena tanahnya masih lembab. Jika terdapat kurang
dari 2 dan 4 bulan kering berturut, maka petani harus berhati-hati dengan
kondisi tersebut untuk membudidayakan tanaman. Jika periode 5 dan 6
bulan kering berurutan dipandang sangat lama dan membutuhkan air dari
irigasi (Tjasyono, 1999).
4.2.3
Kota Semarang
Tabel 4.2.8 Klasifikasi Schmidth Ferguson
Bulan Kering
Bulan Lembab
Bulan Basah
(BK)
(BL)
(BB)
2013
1
3
8
2014
4
0
8
2015
6
0
6
2016
0
1
11
Tahun
100
2017
1
1
10
Dari data curah hujan di Semarang, selama 5 tahun maka dapat kita
ketahui tipe iklim apa yang terjadi di Semarang tersebut, dengan syarat:

Bulan Kering (BK) : bulan dengan hujan < 60

Bulan Lembab (BL) : bulan dengan hujan antara 60-100 mm

Bulan Basah
(BB) : bulan dengan hujan > 100 mm
Dari kriteria yang digunakan maka didapat:

Jumlah BK : 12

Jumlah BB : 43
Maka, nilai Q
= ( Jumlah BK / Jumlah BB ) x 100%
= ( 12 / 43 ) x 100% = 27,90%
Dari segitiga Scmidth-Ferguson, nilai Q = 27,90, sehingga didapat
bahwa di Semarang memiliki tipe iklim B yaitu daerah basah dengan
vegetasi hutan hujan tropis.
A. Klasifikasi Oldeman
Tabel 4.2.9 Klasifikasi Oldeman
Bulan
Rata – rata CH
Bulanan
BK, BL, BB
Januari
431,06
BB
Febuari
276,1
BB
Maret
174,5
BL
April
207,68
BB
Mei
161,96
BL
Juni
164,98
BL
Juli
107,62
BL
Agustus
49,26
BK
September
112,66
BL
Oktober
153,32
BL
November
211,22
BB
Desember
208,76
BB
101
Berdasarkan tabel diatas diketahui :

Jumlah BB : 3 ( menunjukkan tipe utama)

Jumlah BK : 1 (menunjukkan sub tipe)
Maka, Jika dilihat pada tabel oldeman tipe iklim yang diperoleh adalah D 1.
Tipe ini merupakan tipe iklim dimana bulan- bulan basah secara berturutturut antara 3 sampai 4 bulan, sedangkan bulan keringnya 0 sampai 1 bulan.
4.2.4 Kabupaten Blora
Tabel 4.2.10 Jenis Bulan Berdasarkan Klasifikasi Schmith-Ferguson
Tahun
Bulan basah
Bulan lembab
Bulan kering
2013
6
2
4
2014
7
1
4
2015
5
-
7
2016
8
2
2
2017
8
1
3
Jumlah
34
6
20
Bulan kering = Bulan dengan curah hujan <60mm
Bulan lembab = Bulan dengan curah hujan antara 60-100mm
Bulan basah = Bulan dengan curah hujan >100mm
Rata-rata jumlah bulan basah = 34/5= 6,8
Rata-rata jumlah bulan kering = 20/5= 4
Penentuan tipe iklim dinyatakan dalam nilai Q
Q
=
=
X 100%
X 100%
= 0,58 X 100%
= 58%
Dari perhitungan nilai Q tersebut dan dengan menggunakan segitiga
Schmith-Ferguson, Kabupaten Blora memiliki tipe iklim C, yaitu daerah
102
agak basah dengan vegetasi hutan rimba, diantaranya terdapat jenis
vegetasi yang daunnya gugur pada musim kemarau.
Tabel 4.2.11 Jenis Bulan Menurut Oldeman
Tahun
2013
2014
2015
2016
2017
Bulan
Januari
213
Februari
168
Maret
137
April
223
Mei
75
Juni
80
Juli
25
Agustus
0
September
3
Oktober
10
November
132
Desember
198
Jumlah
1264
Bulan Basah
192
161
219
195
169
312
342
220
187
222
165
207
122
300
211
249
101
33
69
79
60
15
181
107
14
0
48
7
0
0
35
0
5
3
192
42
38
2
123
117
135
55
111
200
231
251
93
264
1254
1354
1789
1687
: Bulan dengan curah hujan >200mm.
Rata2
Curah
Hujan
196
242,2
183,6
221
71,4
88,6
18,8
7
49
58
126,6
207,4
Bulan Lembab : Bulan dengan curah hujan 100-200mm.
Bulan Kering : Bulan dengan curah hujan <100mm.
Tabel 4.2.12 Kriteria Bulan Basah
Tipe Iklim
Kriteria
A
>9 bulan basah berurutan
B
7-9 bulan basah berurutan
C
5-6 bulan basah berurutan
D
3-4 bulan basah berurutan
E
<3 bulan basah berurutan
Tabel 4.2.13 Kriteria Bulan Kering
Tipe Iklim
Kriteria
1
<2 bulan kering berurutan
2
2-3 bulan kering berurutan
3
4-6 bulan kering berurutan
4
>6 bulan kering berurutan
Jenis
Bulan
BL
BB
BL
BB
BK
BK
BK
BK
BK
BK
BL
BB
103
Jumlah jenis bulan 2013 – 2017 :
 Jumlah bulan basah (BB)
: 3 bulan
 Jumlah bulan kering (BK)
: 6 bulan
 Jumlah bulan lembab (BL)
: 3 bulan
Berdasarkan perhitungan dan pencocokkan dengan menggunakan
segitiga Oldeman Kota Blora, Jawa Tengah termasuk ke dalam tipe iklim
D3 dimana daerah Blora hanya mungkin satu kali padi atau satu kali
palawija setahun tergantung pada adanya persediaan air irigasi
Iklim merupakan gabungan berbagai kondisi cuaca sehari-hari atau
dikatakan iklim adalah merupakan rata-rata cuaca, yaitu harga rata-rata
cuaca selama 30 tahun yang merupakan persetujuan internasional. Iklim
disusun oleh unsur-unsur yang sama dengan yang menyusun cuaca. Iklim
dari suatu tempat disusun oleh unsur-unsur yang variasinya besar, maka
hampir tidak mungkin untuk dua tempat mempunyai iklim yang identik.
Sebetulnya hampir tidak terbatas jumlah iklim di permukaan bumi ini yang
memerlukan penggolongan dalam suatu kelas atau tipe.
Penentuan klasifikasi iklim pada praktikum kali ini dilakukan
berdasarkan data curah hujan Kabupaten Blora selama 5 tahun. Hasil
pengolahan data curah hujan berdasarkan klasifikasi iklim
menurut
schmith-ferguson Kabupaten Blora memiliki tipe iklim C (Q= 58%). Ini
berarti daerah tersebut agak basah dengan vegetasi hutan rimba, diantaranya
terdapat jenis vegetasi yang daunnya gugur pada musim kemarau.
Menurut perhitungan Oldeman, data yang ada pada tahun 20132017 termasuk tipe iklim D3 yaitu potensi bulan basah berurutan lebih dari
104
3 bulan dan bulan kering terjadi 4 – 6 bulan berurutan. Tipe iklim D3 hanya
mungkin digunakan untuk satu kali padi atau satu kali palawija setahun
tergantung pada adanya persediaan air irigasi.
4.2.5 Kota Banyuwangi
A. Klasifikasi menurut Schmith-Ferguson
Data Curah hujan menurut Schmith-Ferguson
Bulan kering = Bulan dengan curah hujan <60mm
Bulan lembab = Bulan dengan curah hujan antara 60-100mm
Bulan basah = Bulan dengan curah hujan >100mm
Tabel 4.2. 14 Jenis Bulan Menurut Klasifikasi Schmith-Ferguson
Bulan
Tahun
2013
2014
2015
2016
2017
Januari
BB
BB
BB
BB
BB
Februari
BB
BB
BB
BB
BB
Maret
BB
BK
BB
BL
BB
April
BB
BB
BL
BK
BL
Mei
BL
BK
BL
BB
BB
Juni
BB
BK
BB
BB
BB
Juli
BB
BB
BB
BL
BK
Agustus
BK
BK
BK
BB
BK
September
BK
BK
BK
BK
BK
Oktober
BK
BK
BK
BL
BB
November
BB
BL
BB
BB
BB
Desember
BB
BB
BB
BB
BB
Tabel 4.2.15 Jumlah Jenis Bulan Berdasarkan Klasifikasi Schmith-Ferguson
Tahun
Bulan Kering
Bulan Lembab
Bulan Basah
2013
3
1
8
2014
6
1
5
2015
3
2
7
105
2016
3
2
7
2017
1
3
8
Jumlah
16
9
35
Rata-rata
3,2
1,8
7
Penentuan Iklim dinyatakan dalam nilai Q
Q
=
X 100%
= X 100%
= 0,45 X 100%
= 45 %
Diagram Klasifikasi Iklim Menurut Schmith-Ferguson
Tipe iklim dan jenis vegetasi yang tumbuh Menurut Schmith-Ferguson :
 Tipe iklim A (sangat basah) jenis vegetasinya adalah hutan hujan tropis
 Tipe iklim B (basah) jenis vegetasinya adalah hutan hujan tropis
 Tipe iklim C (agak basah) jenis vegetasinya adalah hutan dengan jenis
tanaman yang mampu menggugurkan daunnya dimusim kemarau
 Tipe iklim D (sedang) jenis vegetasi adalah hutan musim
 Tipe iklim E (agak kering) jenis vegetasinya hutan savanna
 Tipe iklim F (kering) jenis vegetasinya hutan savanna
 Tipe iklim G (sangat kering) jenis vegetasinya padang ilalang
 Tipe iklim H (ekstrim kering) jenis vegetasinya adalah padang
Dari hasil yang telah diperoleh berdasarkan perhitungan metode
Schmidt Ferguson, menunjukkan banyuwangi temasuk iklim tipe C, yaitu
106
Daerah agak basah dengan jenis vegetasinya adalah hutan dengan jenis
tanaman yang mampu menggugurkan daunnya dimusim kemarau
2. Klasifikasi Menurut Oldemen
Bulan Basah : Bulan dengan curah hujan >200mm.
Bulan Lembab : Bulan dengan curah hujan 100-200mm.
Bulan Kering : Bulan dengan curah hujan <100mm.
Tabel 4.2.16 Jumlah Bulan Menurut Klasifikasi Oldeman
Tahun
Bulan
Jumlah
Rata-
Jenis
rata
Bulan
2013
2014
2015
2016
2017
Januari
527,5
216,6
150,1
116,1
244,8
1255.1
251.02
BB
Februari
100,2
227,3
202,7
238,5
224,8
993.5
198.7
BL
Maret
193,1
28,3
225,9
66,9
121,1
635.31
127.02
BL
April
228,8
127
84,3
48,7
83,7
572.5
114.5
Mei
97,3
19,4
87,1
100
150,9
454.7
90.94
BK
Juni
122,8
16,9
58,8
172,7
173,2
544.4
108.88
BL
Juli
156
136,1
113.8
81,9
118,4
606.2
121.24
BL
Agustus
37,3
24,3
14,9
145,1
48,2
269.8
53.96
BK
6,9
1.3
0,8
22,8
9,3
41.1
8.22
BK
0,8
36,5
25.3
76,7
113,2
252.5
50.5
BK
237,6
91,5
156.8
121,7
192,5
800.1
160.02
BL
160,3
172,8
148,2
255,7
276,6
1013.6
Septembe
r
Oktober
Novembe
r
Desember
202.72
BL
BB
107
Jumlah
1868,
1697,
1268,
1446,
6
2
7
8
1756,7
7438.81
1487.7
Tabel 4.2. 17 Jumlah Jenis Bulan Menurut Klasifikasi Oldeman tahun
Jenis Bulan
Jumlah dalam 5 tahun
Bulan Basah
2
Bulan Lembab
6
Bulan Kering
4
Tabel 4.2.18 Tipe Iklim Berdasarkan Bulan Basah Menurut Oldeman
Tipe Iklim
Kriteria
A
>9 bulan basah berurutan
B
7-9 bulan basah berurutan
C
5-6 bulan basah berurutan
D
3-4 bulan basah berurutan
E
<3 bulan basah berurutan
Tabel 4.2.19 Tipe Ikllim Berdasarkan Bulan Kering Menurut Oldeman
Tipe Iklim
Kriteria
1
<2 bulan kering berurutan
2
2-3 bulan kering berurutan
3
4-6 bulan kering berurutan
4
>6 bulan kering berurutan
Dari hasil yang telah diperoleh berdasarkan perhitungan metode
Oldeman dan melihat segitiga oldeman, menunjukkan banyuwangi temasuk
iklim tipe E3, dimana banyuwangi mempunyai bulan basah sebanyak 2 kali,
bulan lembab 6 kali, serta bulan kering sebanyak 4 kali dalam setahun.
Sehingga cocok ditanamani tanaman pada pada awal bulan basah adalah
108
tanaman padi, dan pada bulan lembab atau kering bisa ditanami tanaman
cabe, timun, umbi – umbian, dll.
Berdasarkan
hasil
pengamatan
yang
telah
praktikan
dapat
menganalisis bahwa data curah hujan Badan Meteorologi Klimatologi dan
Geofisika, Stasiun Meteorologi Banyuwangi dari tahun 2013 hingga 2017
berdasarkan klasifikasi tipe iklim menurut Schmidt-Ferguson kota
Banyuwangi masuk kedalam zona C (45%), yang menunjukkan bahwa
daerah Banyuwangi adalah daerah yang agak basah dengan jenis
vegetasinya adalah hutan dengan jenis tanaman yang mampu menggugurkan
daunnya dimusim kemarau. Sehingga daerah Banyuwangi untuk jenis
tanaman tahunan cocok untuk ditanami tanaman jati/ Sedangkan
berdasarkan klasifikasi tipe iklim menurut Oldeman hasil analisis
pengolahan data menunjukkan bahwa daerah Banyuwangi merupakan
daerah yang masuk zona dalam zona tipe E3 dengan panjang bulan basah
sebanyak 2 kali, bulan lembab 6 kali, serta bulan kering sebanyak 4 kali
dalam setahun Sehingga cocok ditanamani tanaman pada pada awal bulan
basah adalah tanaman padi, dan pada bulan lembab atau kering bisa
ditanami tanaman cabe, timun, umbi – umbian, dll.
Tanaman jati ditanam sebagai tanaman tahunan sedangkan untuk jenis
tanaman bulanan/ tanaman musim dapat di combinasi dengan tanaman padi.
Tanaman padi membutuhkan curah hujan yang cukup sehingga cocok
apabila ditanam pada awal bulan basah sehingga pertumbuhan tanaman padi
bisa maksimal apabila didukung oleh curah hujan yang cukup dari masa
awal tanam hingga masa panen. Pada bulan lembab misalnya pada bulan
Februari – April tanaman yang cocok adalah jenis tanaman pancaroba
misalnya cabe, tomat, timun, umbi-umbian, dll. Sedangkan pada bulan
kering tanaman yang cocok ditanam contohnya tanaman jagung. Karena
jagung adalah jenis tanaman yang cocok ditanam pada musim kemarau dan
tanaman yang membutuhkan air tetapi dalam jumlah yang sedikit.
109
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
110
Berdasarkan data iklim curah hujan 5 daerah dalam 5 tahun terakhir dapat
diseimpulkan bahwa:
1. Menurut system klasifikasi Scmidth-Ferguson iklim pada daerah
Cilacap masuk ke dalam tipe B, merupakan daerah basah dengan
vegetasi hutan hujan tropika.
2. Sedangkan menurut system klasifikasi Oldeman, iklim pada daerah
Cilacap Termasuk dalam zona A2,
yaitu sesuai untuk padi terus
menerus tetapi produksi kurang karena pada umumnya kerapatan
fluks radiasi matahari rendah sepanjang tahun
3. Pengklasifikasian tipe iklim Schimdt Ferguson dan Oldeman
didasarkan atas bulan kering dan bulan basah suatu wilayah.
4. Penentuan bulan basah dan bulan kering Schmidt Ferguson dan
Oldeman berbeda, dimana bulan kering Schmidt Ferguson adalah < 60
mm dan bulan basah > 100 mm, sedangkan Oldeman, bulan basah >
200 mm dan bulan kering <100 mm.
5. Iklim pada daerah Kota Ambon MAluku berdasarkan klasifikasi
Schmidt-Fergusson masuk ke dalam zona A (Q= 0,13). Ini berarti
daerah tersebut memiliki kondisi iklim yang sangat basah dengan
vegetasi hutan hujan tropis.
6. Iklim pada daerah Kota Ambon Maluku berdasarkan klasifikasi
masuk ke dalam zona tipe utama C1 dengan panjang bulan basah 5-6
bulan panjang bulan kering 1 bulan.
7. Tanaman padi pada daerah Kota Ambon ditanam pada bulan April
sampai September, sedangkan palawija baik ditanam pada bulan
November.
8. Iklim adalah suatu unsur yang sama sekali tidak dapat dipengaruhi,
artinya dengan jalan bagaimanapun tidak dapat diubah sekehendak
manusia. Unsur-unsur iklim seperti suhu, sinar matahari, curah hujan,
angin, dan penguapan.
9. Klasifikasi iklim dikelompokkan menjadi klasifikasi empiris dan
genetis. Klasifikasi empiris mendasarkan kriterianya pada hasil
pengamatan yang teratur terhadap unsur-unsur iklim. Sedangkan
111
klasifikasi genetis kriterianya didasarkan pada unsur iklim penyebab,
seperti aliran massa udara, zona angin, ada tidaknya benua dan
perbedaan penerimaan radiasi matahari.
10. Klasifikasi empiris sendiri dibagi menjadi dua, yaitu klasifikasi
berdasarkan rational moisture budget (thornthwaite) dan klasifikasi
iklim berdasarkan pertumbuhan vegetasi alami. Dalam klasifikasi
berdasarkan pertumbuhan vegetasi alami inilah dapat dijumpai
berbagai metode penentuan iklim seperti metode Koppen, Mohr,
Schmidth-Ferguson dan Oldeman.
11. Menurut perhitungan Oldeman menunjukkan iklim yang dominan tipe
D3. Berdasarkan penjabaran kegiatan pertanian tipe iklim D3 cocok
ditanam 1 kali padi atau 1 kali palawija.
12. Menurut perhitungan Schmith-Ferguson Kabupaten Blora memiliki
tipe iklim C, yaitu Daerah agak basah dengan vegetasi hutan rimba,
diantaranya terdapat jenis vegetasi yang daunnya gugur pada musim
kemarau.
13. Iklim merupakan rata-rata kondisi cuaca dalam jangka waktu yang
lama dan meliputi tempat yang luas, kira-kira memerlukan data cuaca
antara 10 sampai 30 tahun. Iklim dikaji dalam bidang ilmu
klimatologi.
14. Tipe iklim di klasifikasikan menjadi 3 yaitu tipe iklim menurut Mohr,
tipe iklim menurut Schmidt ferguson dan tipe iklim menurut oldeman.
15. Dari hasil yang telah diperoleh berdasarkan perhitungan metode
Schmidt Ferguson, menunjukkan banyuwangi temasuk iklim tipe C,
yaitu Daerah agak basah dengan jenis vegetasinya adalah hutan
dengan jenis tanaman yang mampu menggugurkan daunnya dimusim
kemarau
16. Dari hasil yang telah diperoleh berdasarkan perhitungan metode
Oldeman dan melihat segitiga oldeman, menunjukkan banyuwangi
temasuk iklim tipe E3, dimana banyuwangi cocok ditanamani
tanaman Padi dalam setahun.
112
DAFTAR PUSTAKA
AAK. 1983. Dasar-Dasar Bercocok Tanam. Yogyakarta. : Kanisius. Bervariasi
menurut tempat dan waktu. Jakarta: Balai Pustaka.
Bayong, Tjasyono. 2004. Klimatologi. Bandung: ITB.
113
Dewi, Nur Kusuma. 2005. Kesesuaian Iklim Terhadap Pertumbuhan Tanaman.
Jurnal Pertanian Vol.1 no. 2, 2005 : hal 1 – 15.
Dwiyono, H. 2009. Meteorologi Klimatologi. Malang: Universitas Negeri
Malang. Grafindo Persada. Jakarta
Irianto dkk. 2000. Keragaman Iklim sebagai Peluang Diversifikasi. Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
Lakitan, B. 2002. Dasar Dasar Klimatologi . Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada.
Nawawi, Gunawan. 2001. Pengantar Klimatologi Pertanian. Bandung: Direktorat
Pendidikan Menengah Kejuruan Jakarta.
Oldeman,
L
R.,I.
Las,
dan Muladi,
1980. The
Agroclimatic Maps
of Kalimantan,Maluku, Irian jaya, dan Bali, Bogor, West and East
Nusa tenggara . res. Ins. Agric
Prawirowardoyo, S. 1996. Meteorologi. Bandung : Institut Teknologi Bandung
Press.
Schmidt, F. H dan Ferguson, J. H. A. 1951. Rainfall Types Based On Wet and Dry
Period Rations for Indonesia With Western New Guinea. Jakarta:
Kementrian Perhubungan Meteorologi dan Geofisika
Sutarno, M.T. 1998. Klimatologi Dasar. UPN “Veteran” Press, Yogyakarta.
Sutrisno dan Sumiratno. 1983. Model Analisis Air Tanah.Prosiding Seminar
Berkala Meteorologi dan Geofisika Desember 2 April 2003.
Departemen Perhubungn Badan Meteorologi dan Geofisika, Jakarta.
Syamsulbahri. 1987. Dasar-dasar Agroklimat.Bandung.Penerbit Erlangga
Tjasyono, Bayong. 2004. Klimatologi. Cetakan Ke-2. IPB Press. Bandung
Wisnubroto, S., Siti Leca, A., Mulyono, N. 1983. Asas-asas Meteorologi
Pertanian, Jakarta : Ghalia Indonesia..
Download