Hak Perempuan Untuk Memperoleh Kesetaraan Gender Bulan Purnama, Fauziah Zalza, Mellisa Magdalena, Nindy Audia, Ruth Katarina Jurusan Administrasi Niaga Politeknik Negeri Jakarta Jalan Prof. Dr. G. A. Siwabessy, Kampus UI, Depok 16425 E-mail : [email protected] ABSTRAK Penulisan Makalah ini bertujuan untuk memaparkan mengenai Hak Asasi Manusia (HAM) terkhususnya Emansipasi Wanita. Selain itu makalah ini bertujuan untuk mengedukasi, menumbuhkan dan menyadarkan pentingnya hidup didalam kesetaraan. Penyajian menggunakan data kualitatif sebagai penyajian data dan fakta. Untuk mendukung data – data yang digunakan dalam makalah, penulis menggunakan metode wawancara dan studi literatur. . Didalam Undang Undang Dasar 1945 pasal 28I ayat (2) menyatakan, “setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapat perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu,” masyarakat seringkali memberi batasan-batasan terhadap kaum wanita yang sebagian besar dianggap sebagai perlakuan diskriminatif. Seperti, wanita tidak dapat menjadi pemimpin, wanita tidak perlu memiliki pendidikan tinggi, wanita bukan pengambil keputusan dan lain sebagainya. Kata kunci : emansipasi wanita, HAM, diskriminatif. 1| P a g e . 1. PENDAHULUAN Hak asasi manusia merupakan hak- hak yang melekat pada manusia, sebagai anugerah yang diberikan Tuhan yang harus dihormati oleh semua orang dan negara. Hak tersebut diperoleh bersama dengan kelahirannya atau kehadiran didalam kehidupan masyarakat. Berbicara tentang hak berarti berbicara tentang kesetaraan antar manusia. Tidak memandang apakah ia adalah laki – laki atau perempuan, semuanya sama di mata hukum dalam mendapatkan haknya. Hal ini membuat sosok Raden Ajeng Kartini tergerak untuk memperjuangkan hak kaumnya agar mendapatkan pengakuan bahwa perempuan memiliki kesempatan yang sama dalam berbagai bidang, seperti halnya laki – laki. Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka penulis dapat merumuskan rumusan masalah, yaitu: 1. Bagaimana keberadaan wanita sebelum adanya Hak Asasi Manusia? 2. Apa saja aspek – aspek yang mempengaruhi emansipasi wanita? 3. Bagaimana upaya Politeknik Negeri Jakarta terutama jurusan Administrasi Niaga dalam menegakkan emansipasi wanita di lingkungan kampus? Berkaitan dengan perumusan masalah yang dikemukakan diatas, penulis dapat menyimpulkan bahwa tujuan penulisan dari makalah ini adalah: 1. Mengetahui keberadaan wanita sebelum adanya Hak Asasi Manusia 2. Mengetahui dan memahami aspek – aspek yang mempengaruhi emansipasi wanita 3. Mengetahui upaya yang dilakukan oleh Politeknik Negeri Jakarta terutama jurusan Administrasi Niaga dalam menegakkan emansipasi wanita di lingkungan kampus 2| P a g e 2. PEMBAHASAN 2.1 Keberadaan Wanita Sebelum Adanya Hak Asasi Manusia Pengakuan dan penghormatan terhadap perempuan sebagai makhluk manusia sejatinya diakui sebagai hak yang inheren yang tidak bisa dipisahkan. Pemahaman ini menjadi entry point untuk memposisikan perempuan sebagai manusia yang bermartabat. Perbedaan biologis dengan laki-laki bukan alasan untuk serta merta menjadikannya sebagai manusia kelas kedua. Hal ini juga penting ditegaskan karena dalam situasi tertentu, perempuan merupakan bagian dari kelompok yang rentan terhadap pelanggaran hak asasi manusia (HAM). Menurut Yeni Handayani (2016) dalam jurnalnya yang berjudul Perempuan dan Hak Asasi Manusia, peperangan dan konflik bersenjata telah membuktikan bahwa perempuan adalah korban terbesar pelanggaran hak asasi manusia seperti pemerkosaan, perdagangan budak, prostitusi, kerja paksa, dan sebagainya. Beberapa negara memperlakukan dengan baik perempuan serta laki-laki mereka. Jurang sosial dan ekonomi di antara perempuan dan laki-laki di hampir seluruh bagian dunia masih sangat besar. Perempuan mayoritas orang miskin dunia dan jumlah perempuan yang hidup dalam kemiskinan pedesaan meningkat hingga 50% sejak tahun 1975. Perempuan juga merupakan mayoritas buta huruf dunia. Di seluruh dunia, perempuan memperoleh penghasilan 30% sampai 40% lebih kecil daripada penghasilan laki-laki untuk mengerjakan pekerjaan yang sama. Di banyak negara perempuan tidak memiliki hak hukum yang sama dengan laki-laki dan karena itu diperlakukan sebagai negara kelas dua di kantor polisi dan di ruang pengadilan. Ketika di tahan atau dipenjarakan perempuan jauh lebih rentan terhadap perlakuan tidak senonoh daripada laki-laki khususnya bentuk penyalahgunaan yang didasarkan pada jenis kelamin seperti kekerasan seksual. Kondisi ini terus berlangsung karena bertahannya stereotipe dan praktikpraktik kepercayaan agama dalam balutan budaya yang merugikan perempuan. Hambatan utama mewujudkan kesetaraan dan keadilan bagi perempuan adalah melekatnya budaya patriarki dalam lingkungan keluarga dan masyarakat. Perjuangan meningkatkan kedudukan dan menegakan hak perempuan terjadi pula pada tingkat dunia. Dimulai pada tahun-tahun pertama setelah berakhirnya Perang Dunia I, pada tahun 1935 wakil pemerintah di Liga Bangsa-Bangsa (LBB) mulai membahas kedudukan perempuan, dan mempertimbangkannya dari aspek-aspek sipil 3| P a g e dan politik. Setelah berakhirnya PD II, berdiri PBB dengan ditandatanganinya Piagam PBB di San Fransisco pada tahun 1945. Piagam PBB merupakan instrumen internasional pertama yang menyebutkan persamaan hak antara laki-laki dan perempuan. Dalam pendahuluan piagam ini, antara lain ditegaskan kembali kepercayaan bangsa-bangsa di dunia akan HAM, harkat dan martabat setiap manusia dan persamaan hak antara laki-laki dan perempuan. Pada tahun 1948, DUHAM diadopsi oleh Majelis Umum (MU) PBB. Hal ini menunjukkan komitmen bangsabangsa di dunia untuk menjunjung tinggi dan melindungi hak kemanusiaan setiap orang tanpa perkecualian apa pun, seperti ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, politik atau pandangan lain, asal usul kebangsaan atau sosial, hak milik, kelahiran, atau kedudukan lain. Setelah DUHAM, lahir berbagai instrumen HAM internasional mengenai aspek-aspek kusus tentang kedudukan perempuan dalam kehidupan berkeluarga dan bermasyarakat, antara lain Konvensi tentang Hak Politik Perempuan Tahun 1953 yang diratifikasi Indonesia dengan Undang-Undang Nomor 68 Tahun 1956. Pada tahun 1975 diselenggarakan Konferensi Internsional Tahunan Perempuan dan Tribunal Internasional Tahunan Perempuan di Mexico City. Pemikiran para pejuang perempuan diakomodir dan diadopsi dalam hukum HAM sejak dirumuskannya instrumen internasional yang spesifik untuk menghadapi persoalan diskriminasi terhadapa perempuan, yaiitu Konvensi tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan pada tahun 1976 dan mulai berlaku pada tahun 1979. Pada tanggal 18 Desember 1979, MU PBB mengadopsi Convention on The Elimination of All Forms of Discrimination Against Women atau CEDAW. Konvensi ini meletakkan pemikiran dasar bahwa diskriminasi terhadap perempuan sebagai hasil dari relasi yang timpang di dalam masyarakat yang dilegitimasi oleh struktur politik dan termasuk hukum yang ada. Konvensi meletakkan pula strategi/langkah-langkah khusus sementara yang perlu dilakukan untuk menghapuskan diskriminasi terhadap perempuan. Konvensi ini menjadi salah satu kerangka kerja internasional untuk perwujudan hak-hak perempuan. Sebagaimana rumusan yang ada dalam hukum internasional mengenai HAM, prinsip-prinsip HAM perempuan tidak secara eksplisit dirumuskan dalam dokumen instrumen internasional. Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa yang disebut manusia dengan sendirinya mencakup makhluk perempuan dan lakilaki. Padahal dalam 4| P a g e kenyataannya ketika prinsip-prinsip hak asasi manusia diterapkan dalam suatu konteks masyarakat yang partiarki dimana peranperan berdasarkan jender masih begitu kuatnya bahkan terlembaga dalam struktur sosial, ekonomi, politik, dan budaya yang ada dalam masyarakat tersebut, justru ketidakadilan jenderlah yang dihasilkan. Sejauh ini penegasan bahwa hak asasi perempuan adalah hak asasi manusia itu tidak teraktualisasikan dengan nyata baik dalam formulasi kebijakan maupun peraturan perundangundangan yang ada maupun dalam perilaku sehari-hari. Oleh sebab itu pelangaran hak asasi perempuan terus menerus terjadi di segala bidang kehidupan, di ranah privat maupun publik dan di semua tingkatan sosial, baik yang dilakukan oleh individu, masyarakat maupun negara. Salah satu sebabnya adalah karena kurangnya pengetahuan dalam menggunakan instrumen HAM itu sendiri khususnya yang berkaitan dengan dokumen internasional tentang hak-hak asasi perempuan. Komitmen bangsa Indonesia untuk menegakkan HAM semakin kuat. Hal ini ditandai dengan dimuatnya prinsip-prinsip HAM itu dalam sebuah bab tersendiri dalam amandemen pertama UUD Tahun 1945 yang dilakukan oleh MPR pada sidangnya bulan Agustus tahun 2000 yang lalu. Namun demikian sekali lagi prinsipprinsip hak asasi perempuan masih tetap “invisible”, tidak eksplisit dalam amandemen tersebut meskipun beberapa pasal di dalamnya dapat digunakan sebagai dasar untuk pengembangan lebih jauh untuk menegakkan hak asasi perempuan tersebut. Misalnya jika UUD Tahun 1945 tidak memuat prinsip anti diskriminasi atas dasar apapun, amandemen UUD Tahun 1945 yang pertama ini telah memuatnya dan bahkan memuat pula prinsip “affirmative action”, sebagaimana tertuang dalam Pasal 28. Terdapat tiga alasan pokok untuk memberi perhatian kepada HAM perempuan, yaitu: pertama, untuk memberi informasi kepada kaum perempuan bahwa mereka mempunyai hak asasi manusia dan berhak menikmatinya. Kaum perempuan tidak dapat melaksanakan hak-hak mereka secara berarti kecuali kalau mereka tahu bahwa mereka memilikinya. Kedua, untuk membuka dan melawan pelanggaran terhadap hak-hak yang didasarkan pada jenis kelamin atau jender, dan yang ketiga, untuk membentuk suatu praktek hak asasi manusia baru yang sepenuhnya memperhatikan hak asasi manusia kaum perempuan 5| P a g e 2.2 Aspek – Aspek Positif Yang Mempengaruhi Emansipasi Wanita 2.2.1. Aspek Hukum Sesuai dengan jurnal Motivasi Wanita Bekerja Dan Pengaruhnya Terhadap Kontribusi Pendapatan Wanita Dalam Membantu Pendapatankeluarga Di Kecamatanmarpoyan Damaikota Pekanbaru Volume 1 Nomor 13 (2014) mengatakan bahwa kedudukan dan peran wanita untuk pembangunan semakin kuat dengan dimasukkannya peranan wanita dalam Tap MPR No.IV/MPR/ 1999 dalam GBHN yang berbunyi Parsial), dan Uji Determinasi (R2 ). Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan didapat bahwa, kedua variabel independen (Pendapatan Wanita, dan Jumlah Tanggungan Keluarga berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen (Kontribusi Pendapatan Wanita Untuk Pendapatan Keluarga (Y)). Sedangkan Variabel Alokasi Waktu Bekerja tidak berpengaruh signifikan terhadap Kontribusi Pendapatan Wanita Untuk Pendapatan Keluarga (Y).Selain itu, terdapat sumbangan pengaruh variabel bebas (independen) terhadap variabel terikat (dependen) adalah sebesar 60,3 %, sedangkan sisanya sebesar 39,7 % dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini. Kata Kunci: wanita, pendapatan wanita, alokasi waktu bekerja, jumlah tanggungan keluarga dan pendapatan keluarga 75 Yessi Nesneri dan Virna Museliza: Motivasi Wanita Bekerja & Pengaruhnya terhadap Kontribusi Pendapatan Wanita dalam Membantu Pendapatan Keluarga di Kecamatan Marpoyan Damai Kota Pekanbaru sebagai berikut: Pertama; Meningkatkan kedudukan dan peranan perempuan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara melalui kebijaksanaan nasional yang diemban oleh lembaga yang mampu memperjuangkan terwujudnya kesetaraan dan keadilan gender. Kedua; Meningkatkan kualitas peran dan kemandirian organisasi perempuan dengan tetap mempertahankan nilai pemerataan dan kesatuan serta nilai historis perjuangan kaum perempuan dalam rangka melanjutkan usaha pemberdayaan perempuan serta kesejahteraan keluarga dan masyarakat. 2.2.2 Aspek Ekonomi Menurut Yessi Nesneri dan Virna Museliza dalam jurnalnya yang berjudul Motivasi Wanita Bekerja Dan Pengaruhnya Terhadap Kontribusi Pendapatan Wanita Dalam Membantu Pendapatankeluarga Di Kecamatanmarpoyan Damaikota Pekanbaru Volume 1 Nomor 13 (2014) 6| P a g e 1. Di duga motivasi wanita bekerja adalah karena pendapatan keluarga yang rendah / membantu suami untuk meningkatkan pendapatan keluarga, jumlah tanggungan keluarga yang cukup tinggi dan untuk mengisi waktu luang. 2. Di duga pendapatan wanita bekerja mempunyai kontribusi yang berarti dalam meningkatkan pendapatan keluarga. 2.2.3 Aspek Agama Menurut Aprijon Efendi dalam jurnalnya Eksistensi Wanita Dalam Perspektif Islam Volume 5 Nomor 2 (2013) berikut hak dan kewajiban wanita dalam al-Qur’an: a. Islam tidak membedakan kedudukan antara pria dan wanita karena diciptakan dari unsur yang sama. Allah berfirman dalam beberapa ayat berikut:“ Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. (QS. Al-Nisa' [4]:1). “ Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.“(QS. Al-Hujurat [49]: 13). “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tandatanda bagi kaum yang berfikir.“ (QS. Al-Rum [30]: 21). b. Islam menganggap wanita adalah patner kaum pria dalam berbuat kebaikan, peran dan tanggungjawab wanita sama dengan pria, sebagaimana Allah berfirman: "Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul7| P a g e Nya. mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana." (QS. AlTaubah [9]: 71) Allah menjanjikan kepada orangorang mukmin, lelaki dan perempuan, (akan mendapat) surga yang dibawahnya mengalir sungaisungai, kekal mereka di dalamnya, dan (mendapat) tempat-tempat yang bagus di surga 'Adn. dan keridhaan Allah adalah lebih besar; itu adalah keberuntungan yang besar. (QS. AlTaubah [9]: 72). c. Islam mengakui karya dan peran wanita serta memberikan dengan porsi yang sama dengan kaum pria. Islam lebih melihat kepada hasil kerja seseorang terlepas apakah ia pria atau wanita. Dalam ayat berikut dijelaskan: "Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam Keadaan beriman, Maka Sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik[839] dan Sesungguhnya akan Kami beri Balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan." (QS. al-Nahl [16]: 97) Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mukmin, lakilaki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, lakilaki dan perempuan yang khusyuk, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar." (QS. al-Ahzab [33]: 35). d. Islam memberikan kesempatan yang sama antara wanita dan pria dalam mendapatkan pendidikan untuk bekal masa depan, sebagaimana ditegaskan dalam dua ayat di bawah ini: "Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya." (QS. AlTaubah [9]: 122). "Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: "Berlapanglapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orangorang yang beriman 8| P a g e di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan." (QS. al-Hasyr [58]: 11). Aplikasi dari ayat-ayat diatas, dapat kita lihat dalam sejarah Islam yaitu tercatat nama-nama wanita yang ikut berperan mewarnai kehidupan bangsa saat itu, baik yang berperan sebagai pedagang, perawat, pejuang, pendidik dan lain-lain, seperti Khadijah binti Khuwailid r.a istri Rasulullah saw adalah pengusaha terkenal pada masanya, Nusaibah r.a sebagai pejuang wanita yang gagah berani, Rufaidah r.a sebagai perawat, Zainab binti Jahsy pengrajin pengelolah kulit hewan menjadikanya barang berharga. Dalam bidang pendidikan, kita kenal beberapa nama wanita yang berperan sebagai ilmuwan yang ahli Hadits, ahli Fiqih, ahli sastra Arab, sebagai contoh ‘Aisyah r.a, istri Rasulullah saw berperan sebagai pendidik yang aktif mengajar para wanita pada zamannya. ‘Aisyah r.a juga seorang ilmuwan yang mampu menghafal sebanyak 2210 hadits, disamping menguasai ilmu tafsir, fiqih, balaghah, dan sebagainya. Pada zaman berikutnya, wanita tetap menduduki posisi yang sama dimana salahseorang guru Imam Syafi’i adalah wanita yang bernama Sakinah binti Husein, begitu juga Ibnu Hajar al-Asqalani diantara gurunya adalah wanita. Dari deskripsi diatas, maka jelas adanya bahwa wanita bukanlah rival atau musuh bagi kaum pria, akan tetapi wanita adalah mitra bagi pria, yang keduanya saling mengisi tugas masing-masing sebagai khalifah di muka bumi ini. 2.2.4 Aspek Budaya Menurut Sampai saat ini berbagai instrumen yuridis nasional dan internasional telah dibuat untuk mendukung terwujudnya kesetaraan dan keadilan gender (KKG) di Indonesia (KemNeg PP dan BPS, 2006). Komitmen pemerintah melalui Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan untuk mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender juga sangat tinggi.Perjuangan gerakan perempuan telah dilakukan melalui Kongres Perempuan pertama yang diadakan di Yogyakarta pada tanggal 22 Desember 1928, sekaligus sebagai upaya konsolidasi berbagai organisasi perempuan di Indonesia. Saat ini, jenis gerakan perempuan semakin berkembang dan semakin terbuka wawasannya dalam melakukan pembelaan terhadap perempuan. Pada periode sebelumnya, ruang lingkup kegiatan hampir semua organisasi perempuan hanya meliputi masalah emansipasi dan usaha menjadikan perempuan lebih sempurna dalam 9| P a g e menjalankan peran tradisionalnya sebagai perempuan. Namun saat ini, perempuan terus meningkatkan diri terlibat dalam menyusun kebijakan dan meningkatkan kualitas perempuan, sehingga regulasi-regulasi baru terus lahir di Indonesia juga ratifikasi atas Konvensi Internasional yang mendukung perempuan. Indikator untuk tujuan kesetaraan gender yang berdiri sendiri post 2015 agenda pembangunan dan integrasi HAM perempuan dalam hal lainnya, ini tujuannya harus diselesaikan dalam kepatuhan terhadap CEDAW dan manusia dalam ruang lingkup Internasional dalam standar hak asasi. Tantangan yang dialami dapat lebih bekerja sebagai global solidarity secara sistematis dan dengan cara yang sinergis dengan didukung oleh mekanisme internasional, Convention on the Rights of the Child (CRC), Beijing Platform for Action, Millennium Development Goals (MDGs) atau Beijing+20, Convention on the Elimination of All Form of Discrimination Against Women (CEDAW). Konvensi ini juga telah diratifikasi oleh pemerintah Republik Indonesia melalui UU RI No. 7 tahun 1984. Ketertinggalan perempuan sebagai akibat dari relasi hubungan sosial dan politik yang tidak adil, disadari bahwa terdapat fenomena ketidakadilan dan diskriminasi gender. Ketidakadilan dan diskriminasi gender merupakan kondisi tidak adil yang dialami oleh laki-laki dan perempuan akibat dari sistem dan struktur sosial yang telah berakar dalam sejarah, adat maupun norma (BKKBN, Kemneg PP, dan UNFPA, 2005). Peningkatan pemberdayaan perempuan pada tahun 2000 konferensi UN menghasilkan MDGs yang mempromosikan kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan sebagai cara efektif untuk memerangi kemiskinan, kelaparan, dan penyakit serta menstimulasi pembangunan yang sungguh-sungguh dan berkelanjutan (Dep. Kehutanan, 2005). Upaya aturan Internasional dalam membela dan memajukan perempuan, untuk memperoleh kesempatan dan hak-haknya sebagai manusia, agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan politik, ekonomi, sosial-budaya, pertahanan dan keamanan nasional dan kesamaan dalam menikmati hasil pembangunan. Perjuangan perempuan yang berat untuk mencapai suatu kedudukan, disebabkan karena masih banyak masyarakat Indonesia yang masih menganut paham patriarki, sehingga menghasilkan keputusan dan sikap yang bias gender. Keadaan ini menjadi lebih parah dengan adanya penafsiran yang salah dari hukum agama yang mempertajam keadaan bias gender. Pada masa mantan Prisiden Suharto, gerakan dan 10| P a g e LSM yang bekerja untuk masyarakat masih sedikit, namun seiring dengan perjalanan persoalan perempuan, dan tahun 2015 berjumlah 1469 lembaga Ormas/LSMyang concern terhadap permasalahan kaum perempuan itu semakin tumbuh dan berkembang bekerja untuk kepentingan masyarakat. Mereka banyak yang berangkat dari kalangan agamawan, akademisi dan para aktivis mahasiswa, ikut mengembangkan kesetaraan gender (gender equality). Bagi kaum agamawan, langkah ini dimulai dengan upaya untuk menafsirkan kitab suci dan ajaran agama dengan sudut pandang yang lebih ramah terhadap perempuan, sehingga diharapkan transformasi sosial bisa dimulai dari masyarakat religius yang memiliki sensitivitas gender. Melihat kenyataan kebangkitan perempuan sangat menggembira terutama bagi kaum perempuan itu sendiri. Namun ketertinggalan kaum perempuan masih menjadi permasalahan belum dapat teratasi dengan baik. Jumlah penduduk perempuan adalah 118.010.413 orang data tahun 2010. Pembangunan Indonesia yang lambat selama hampir 70 tahun dikarenakan kaum perempuan kurang berperan atau tidak diberi kesempatan untuk berperan dalam pembangunan, baik nasional maupun intenasional. Persoalan ini dapat merugikan perempuan serta pembangunan dalam berbagai sektor. Dalam melaksanakan program pembangunan, dibutuhkan perempuan yang mempunyai kualitas hidup yang optimal, sehingga perempuan akan dapat bekerjasama dengan baik sebagai mitra sejajar laki-laki dalam pembangunan. 2.3 Pengaruh Positif Globalisasi Terhadap Emansipasi Wanita Seiring dengan perkembangan zaman, melalui gerakan emansipasi, perempuan Indonesia akhirnya dapat mensejajarkan diri dengan kaum pria dalam berbagai bidang kehidupan, baik di bidang politik, ekonomi maupun sosial. Perempuan sudah dapat men-duduki posisi-posisi penting di bidang birokrasi. Perempuan juga sudah dapat berkiprah di bidang politik. Selain itu, perempuan juga sudah banyak yang sukses di bidang sosial dan masyarakat 11| P a g e Di era globalisasi ini, perempuan tidak hanya bekerja di lingkungan rumah ataupun melayani suami walaupun hal tersebut adalah salah satu kewajiban perempuan mengikuti kodratnya. Akan tetapi, perempuan juga dapat berperan untuk bangsa di ranah politik, ekonomi dan sosial. Bukti nyata dari hal tersebut dapat dilihat pada Pasal 65 ayat 1 UU (Undang-Undang) Nomor 12 Tahun 18 Februari 2003 yang berbunyi “Setiap partai politik peserta pemilu dapat mengajukan calon anggota DPR (Dewan Perwakilan Rakyat), DPRD (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah) provinsi dan DPRD (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah) kabupaten/kota untuk setiap daerah pemilihan dengan memperhatikan keterwakilan perempuan sekurang-kurangnya 30%”. Ketentuan dari UU (Undang-Undang) di atas merupakan tindak lanjut dari konvensi PBB (Persatuan Bangsa-Bangsa), yaitu persoalan yang menyangkut penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan. Selain itu, Uni Antar Parlemen (Inter Parliamentary Union) pada tahun 1997 di New Delhi mendeklarasikan “Hak politik perempuan harus dianggapi sebagai satu kesatuan dengan hak asasi manusia. Oleh karena itu, hak politik perempuan tidak dapat dipisahkan dari hak asasi manusia”. Undang - Undang dan konvensi PBB (Persatuan Bangsa - Bangsa) tersebut menandakan bahwa dalam ranah politik peran perempuan sudah mulai diakui dan diperhitungkan. Di bidang ekonomi, tidak sedikit perempuan yang menjadi tulang punggung keluarga atau membantu suami bekerja. Bahkan, ada beberapa perempuan yang mengerjakan pekerja-an laki-laki sebagai supir bus. Hal ini terlihat pada Perusahaan Transjakarta Busway yang memiliki 80 pengemudi perempuan. Dalam bidang sosial, perempuan yang dulu lekat dengan stigma kasur, sumur, dan dapur sekarang telah mampu bangkit dan menggeser stigma kasar tersebut. Bahkan, dalam bidang sosial ini kaum perempuan telah memiliki benteng untuk melindungi diri dari pengaruh globalisasi dalam bidang sosial ini. Kaum perempuan telah dilindungi oleh UU (Undang-Undang) pornografi dan pornoaksi yang banyak menyita perhatian khalayak. Pada hakikatnya UU (Undang-Undang) tersebut adalah sebuah bentuk perlindungan kehormatan perempuan yang dijadikan bahan eksploitasi oleh pihakpihak yang berkepentingan. 12| P a g e Beberapa perempuan Indonesia sudah membuktikan kepada bangsa bahwa mereka mampu memegang peran penting dalam membangun bangsa. Salah satu dari mereka adalah Mari Elka Pangestu seorang ekonom Indonesia kelas dunia. Kita juga mengenal Susi Susanti yang sudah mengharumkan nama Indonesia dalam bidang olahraga (bulu tangkis), beliau adalah peraih piala emas Olimpiade Bercelona pada tahun 2002. Sosok yang masih tergambar jelas di hati rakyat adalah mantan presiden kelima kita yaitu Megawati Soekarnoputri, wanita pertama yang pernah memerintah negara ini. Mereka semua adalah pelaku emansipasi perempuan. Mereka memanfaatkan jasa Raden Ajeng Kartini tersebut untuk membekali diri mereka sendiri dengan keahlian, pengetahuan, dan wawasan berfikir yang luas. Mereka mencari dan menggali potensi mereka tanpa menuntut selalu diistimewakan sebagai perempuan. 2.4 Upaya Jurusan Administrasi Niaga Dalam Penegakkan Emansipasi Wanita Dalam Lingkungan Administrasi Niaga, banyak sekali upaya yang dilakukan agar wanita tidak merasakan diskriminasi akan laki-laki. Seperti dalam Himpunan Mahasiswa Administrasi Niaga (HMAN), organisasi ini mengadakan kepengurusan tanpa pembatasan gender. Hal tersebut terlihat dari banyaknya wanita dalam kepengurusan HMAN yang menjabat menjadi Wakil Ketua, Kepala department, staf anggota dan lain sebagainya. Selain itu, dalam acara-acara yang diadakan dalam jurusan ini juga banyak melibatkan pihak wanita. Hal ini dikarenakan HMAN ingin mengadakan kesetaraan dalam setiap kegiatan yang diadakan. Didalam orasi yang sering disampaikan oleh Vier Saujana Meivisena selaku Ketua HMAN, wanita seringkali disemarakkan untuk menyemangati emansipasi wanita dan menghargai setiap posisi yang 13| P a g e 3. PENUTUP 1. KESIMPULAN Dari kesimpulan diatas dapat disimpulkan bahwa: 1. Sebelum hadirnya kesadaran mengenai emansipasi waanita, keberadaan wanita seringkali tidak dihargai dn dianggap tidak pantas menerima keetaraan kedudukan di masyarakat. 2. Terdapat aspek hukum, ekonomi, agma, budaya yang mendukung keseteraan ini. 3. 2. SARAN Bagi Pemerintah Republik Indonesia, Penulis menyarankan agar sosialisasi mengenai Emansipasi Wanita dapat dilakukan menyeluruh agar masyarakat dapat menyadari dan menghargai keberadaan wanita dan kedudukannya ditengah-tengah masyarakat. Masyarakat pula diharapkan dapat saling menghargai agar rasa kesatuan dan persatuan ditengah-tengah masyarakat dapat berjalan dengan baik dan kesetaraan bukan hanya mengenai posisi namun juga mengenai hak dan kewajiban yang ada. 14| P a g e DAFTAR PUSTAKA Setiaji, Mukhamad Luthfan, Ibrahim, Aminulah. (2017). Kajian Hak Asasi Manusia dalam Negara The Rule of Law. Antara Hukum Progresif dan Hukum Positif , Lex Scientia Law Review. Volume 1 No. 1, November, hlm. 69-80. W. Nickel, James. (1996). Making Sense of Human Rights. Oxford University. Khamdiyah, Heny. (2016). Pemikiran Emansipasi Wanita dan Pendidikan R.A. Kartini dalam Buku Habis Gelap Terbitlah Terang Karya Armijn Pane dan Relevansinya dengan Tujuan Pendidikan Islam. Skripsi, Jurusan Tarbiyah Program Studi Pendidikan Agama Islam STAIN Ponorago, Pembimbing Isnatin Ulfah, M.H.I Handayani, Yeni. (2016). Perempuan dan Hak Asasi Manusia. Jakarta: Media Pembinaan Hukum Nasional. 15| P a g e