0 PENGARUH TRIPOD POSITION TERHADAP FREKUENSI PERNAFASAN PADA PASIEN CHF DI RUANG ICU RS. PKU MUHAMMADIYAH KARANGANYAR ARTIKEL ILMIAH Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Sarjana Keperawatan Oleh : SRI HARTUTIK NIM: ST. 161034 PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2018 1 PENGARUH TRIPOD POSITION TERHADAP FREKUENSI PERNAFASAN PADA PASIEN CHF DI RUANG ICU RS. PKU MUHAMMADIYAH KARANGANYAR Sri Hartutik1), Wahyu Rima Agustin2),Sahuri Teguh Kurniawan3) 1) Mahasiswa Program Studi Sarjana Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta 2,3) Dosen STIKes Kusuma Husada Surakarta ABSTRAK Sesak nafas atau dyspnea merupakan gejala yang umum dijumpai pada penderita gagal jantung, penyebab sesak nafas karena adanya oedem paru, hal ini berdampak menurunnya frekuensi pernafasan, tindakan untuk membantu meningkatkan kondisi pernafasan pasien gagal jantung adalah memberikan tripod position dengan tujuan meningkatkan tekanan intra-abdominal dan menurunkan penekanan diafragma kebagian rongga abdomen selama inspirasi. Tujuan penelitian untuk mengetahui pengaruh tripod position terhadap frekuensi pernafasan pada pasien CHF di ruang ICU RS. PKU Muhammadiyah Karanganyar. Penelitian ini merupakan penelitian quasi eksperiment. Sampel dalam penelitian ini pasien CHF yang ada di Ruang ICU sebanyak 16 orang. Teknik analisis data yang digunakan paired simple t-test. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa rata-rata frekuensi pernafasan sebelum pemberian tripod position pada pasien CHF di Ruang ICU RS. PKU Muhammadiyah Karanganyar sebesar 36,00, rata-rata frekuensi pernafasan sesudah pemberian tripod position pada pasien CHF di Ruang ICU RS. PKU Muhammadiyah Karanganyar sebesar 23,88, dan terdapat pengaruh tripod position terhadap frekuensi pernafasan pada pasien CHF di ruang ICU RS. PKU Muhammadiyah Karanganyar (p = 0,000). Kata Kunci: Tripod position, Frekuensi pernafasan, CHF Daftar Pustaka: 39 (2006-2016) ABSTRACT Shortness of breath or dyspnea is a common symptom in patients with heart failure. The cause of shortness of breath is due to pulmonary edema. This affects the decrease in respiratory frequency. The action to help improving the respiratory condition of patients with heart failure is to provide a tripod position with the aim of increasing intra-abdominal pressure and reduce emphasis diaphragm go to abdominal cavity during inspiration. The purpose of this research is to know the influence of tripod position to respiratory frequency in CHF patient in ICU room PKU Muhammadiyah hospital Karanganyar. This research is a quasi-experiment research. Samples in this study were CHF patients in ICU room. They were 16 people. Data analysis techniques used was paired simple t-test. The results concluded that the average of patients’ respiratory rate before they were given tripod position in CHF patient in ICU Room PKU Muhammadiyah hospital Karanganyarwas 36.00, mean of respiration frequency after given tripod position treatment in CHF patient in ICU room PKU Muhammadiyah hospital Karanganyar is 23.88, and there is influence of tripod position to respiratory frequency in CHF patient in hospital ICU room PKU Muhammadiyah hospital Karanganyar (p = 0.000). Keywords: Tripod position, Respiratory rate, CHF References: 39 (2006-2016). 2 Kejadian gagal jantung meningkat dengan PENDAHULUAN Gagal jantung merupakan keadaan bertambahnya usia. Tingkat kematian untuk dimana jantung tidak mampu memompa gagal jantung sekitar 50% dalam waktu 5 darah untuk mencukupi kebutuhan jaringan tahun (Yancy, 2013). melakukan metabolisme dengan kata lain, Berdasarkan data Riskesdas tahun yang 2013, prevalensi gagal jantung di Indonesia abnormal pada jantung untuk memenuhi sebesar 0,3% (Riskesdas, 2013). Prevalensi kebutuhan metabolisme jaringan (Saputra, faktorrisikojantungdanpembuluhdarah, 2013). Pada kondisi gagal jantung kongestif seperti makan makanan asin 24,5%, kurang 1 adanya sayur dan buah 93,6%, kurang aktivitas fisik diperlukan peningkatan peningkatan tekanan tekanan vaskular kiri 49,2%, perokok setiap hari 23,7% dan menyebabkan overload tekanan serta gagal konsumsi alkohol 4,6% (Depkes RI, 2009). jantung kanan (Aaronson & Ward, 2010). Penderita penyakit gagal jantung banyak pulmonal akibat gagal jantung Gagal jantung merupakan penyebab ditemukan pada kelompok umur 55-64 utama morbiditas dan mortalitas di seluruh tahun, dunia (Goodman & Gilman, 2011). Resiko diagnosis atau gejala, penyakit gagal jantung terjadinya gagal jantung semakin meningkat banyak pula ditemukan pada penduduk sepanjang waktu. Menurut data WHO, 17,3 kelompok umur 15-24 tahun (Kemenkes RI, juta orang meninggal akibat gangguan 2014). kardiovaskular pada tahun 2008 dan lebih namun Provinsi demikian Jawa berdasarkan Tengah, jumlah dari 23 juta orang akan meninggal setiap penderita gagal jantung sebanyak 0,18% tahun kadiovaskular (72.268 orang). Penyebab gagal jantung (WHO, 2013). Lebih dari 80% kematian dapat dibagi menjadi dua, meliputi penyakit akibat gangguan kardiovaskular terjadi di pada miokard (antara lain : penyakit jantung negara-negara berpenghasilan rendah dan koroner, kardiomiopati, miokarditis), dan menengah. gangguan mekanis pada miokard (antara dengan gangguan resiko lain: hipertensi, stenosis aorta, koartasio berkembangnya gagal jantung adalah 20% aorta) (Kabo, 2012). Penyebab pemicu untuk usia≥40 tahun, dengan kejadian kardiovas-kular ini dapat digunakan untuk >650.000 kasus baru yang didiagnosis gagal menilai jantung selama beberapa dekade terakhir. kardiovaskuar (Aaronson & Ward, 2010). Penelitian di Amerika, kemungkinan morbiditas 3 Bendungan diberbagai organ dan low 2009). Pada penelitian yang dilakukan oleh output, pada kasus gagal jantung akut, gejala Kim, et al (2012), Tripod Positiondapat yang khas ialah gejala edema paru yang membantu meliputi:dyspnea, pernafasan. batuk-batuk orthopnea, dengan tachypnea, sputum berbusa, (2013), meningkatkan Hasil kondisi penelitian menunjukan Khasanah posisi Tripod kadang-kadang hemoptisis, ditambah gejala Positiondan PLB yang dilakukan secara low output seperti: takikardia, hipotensi dan bersama-sama dan hanya dilakukan satu kali oliguri, penyakit tindakan didapatkan hasil bahwa tindakan penyebab atau pencetus lainnya seperti tersebut efektif untuk meningkatkan saturasi keluhan angina pektoris pada infark miokard oksigen akut. Pada keadaan sangat berat akan terjadi frekuensi pernafasan. beserta gejala-gejala (SaO2) Keluhan syok kardiogenik (Kabo, 2012). dengan menurunkan dyspneayaitukeluhansesak Sesak nafas atau dyspnea merupakan nafas yang dirasakan pasien terutama pada gejala yang umum dijumpaipadapenderita malam hari, seringkali pasien terbangun gagal akibat setelah beberapa jam tidur dikarenakan dan sesak. Pada pemeriksaan fisik didapatkan jantung. Dyspnea penimbunan cairan dalam terjadi alveoli mengganggu pertukaran gas. Dapat terjadi ronkhi pada kedua lapang paru, ortopnea, beberapa pasien dapat mengalami vena ortopnea pada malam hari yang dinamakan peningkatan paroksimal Keadaan sehinggakriteria diagnosis gagal jantung tersebut berdampak kepada menurunnya dapat ditegakkanberdasarkan gejala yang saturasi oksigen (SaO2) serta terjadinya berkaitanyaitusesak nafas (Saputra, 2013). noktural dyspnea. leher, Studi hipoksia. Tindakankeperawatan yang refluks hepatojugular tekanan pendahuluan Muhammadiyah distensi vena di Karanganyar dan jugularis, RS. PKU diketahui membantu bahwa kejadian penyakit gangguan fungsi meningkatkan kondisi pernafasan pasien jantung di Ruang Intensive Care Unit (ICU) gagal jantung adalah memberikan Tripod RS. PKU Muhammadiyah Karanganyar Position. Positionmeningkatkan sejak bulan Januari hingga Desember 2016 tekanan intra-abdominal dan menurunkan tercatat 149 orang penderita, atau rerata per penekanan bulan mencapai 13 orang (8,05%). dapatdilakukan Tripod untuk diafragma kebagian rongga abdomen selama inspirasi (Bhatt, et al, Data tahun 2017 untuk bulan Juli sampai dengan 4 bulan September yaitu 25 penderita. Angka RS. PKU Muhammadiyah Karanganyar ini tidak menyimpang jauh dari angka dengan kematian di seluruh Indonesia (Catatan orang.Diambil Rekam responden dengan total sampling.Instrmen Medis ICU RS. PKU Muhammadiyah Karanganyar, 2017). Frekuensi pernafasan pada pasien CHF cenderung meningkat dikarenakan rata-rata per semua bulannya 16 sebanyak 16 lembar observasi/chekslis. Alat analisis yang digunakan dengan analisis univariat (%) dan bivariat dengan paired simple t-test. dypnea yang menjadi gejala utama pasien CHF. Tindakan Tripod Position perlu HASIL DAN PEMBAHASAN dilakukan A. Analisis Univariat pernafasan untuk menurunkan frekuensi demi memenuhi kebutuhan oksigen dimana agar tidak terjadi gangguan pertukaran hipoksia. gas yang Penulis penelitianuntuk akan tertarik meningkatkan berakibat melakukan Karakteristik Responden 1. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Tabel 1. Distribusi positionterhadap frekuensi pernafasan pada pasien CHF di Ruang ICU RS. PKU Muhammadiyah Karanganyar. menurut kelompok jenis kelamin (n = 16) frekuensi pernafasan dengan judul pengaruhtripod responden Jenis Kelamin Jumlah (%) Laki-laki 9 56,25 Perempuan 7 43,75 Jumlah 16 100,00 Tujuan penelitian untuk mengetahui Karakteristik responden berdasar- pengaruhtripod position terhadap frekuensi pernafasan pada pasien CHF di Ruang ICU RS. PKU Muhammadiyah Karanganyar. kan jenis kelamin yang paling banyak adalah jenis kelamin laki-laki sebanyak 9 orang (56,25%). Menurut Hich (2009) bahwa METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian pre eksperimental dengan rancangan penelitian One Group Pretest-Postest test Design. Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien Gagal Jantung (CHF) yang menjalani perawatan intensif di Ruang ICU faktor-faktor perkembangan gagal risiko dalam jantung dan prognosis pasien memperlihatkan perbedaan antara laki-laki dan perempuan, penyebab utama gagal jantung hipertensi pada dan perempuan penyakit adalah vaskula. 5 Sedangkan laki–laki penyebab 2. Karakteristik Responden Berdasarkan mendasarnya adalah coronary artery Umur disease Tabel 2. Distribusi responden menurut kelompok umur pada pasien CHF di Ruang ICU RS. PKU Muhammadiyah Karanganyar Tahun 2018 (n = 16) Umur f (%) Dewasa Awal (26-35 tahun) 0 0,0 Dewasa Akhir (36-45 tahun) 2 12,5 Lansia Awal (46-55 tahun) 2 12,5 Lansia Akhir (56-65 tahun) 6 37,5 Manula (>65 Tahun) 6 37,5 Jumlah 16 100,0 gagal (CDA). Perempuan jantung kualitas cendrung hidup yang dengan memiliki lebih rendah daripada laki-laki, dalam hal ini nilai “normal” natriuretic peptiden otak atau yang disebut Brain Natriuretic Peptide (BNP) pada wanita lebih besar dibanding laki–laki dan nilai abnormal dengan BNP > 500 Pg/ml bisa menjadi Karakteristik responden berdasar- sebuah prediktor kematian yang lebih kan umur yang paling banyak adalah kuat pada wanita dengan gagal jantung umur dibanding orang(37,5%). Hasil penelitian Fajrin, laki–laki. Peptide (BNP) > 65 tahun 6 merupakan biomarker yang digunaan Indra frekuensi lebih untuk mengidentifikasi (2015)menunjukkan pasien dengan gagal responden berdasarkan umur terbanyak jantung dan pasien pada pasien stabil yaitu >65 tahun gejala gejala menstratifikasi Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh oleh Khasanah, dkk yang menyebutkan 75% responden dalam penelitiannya adalah laki-laki. Penyakit gagal jantung menyerang pria dua kali lebih banyak dari wanita karena pria adalah perokok berat, namun insiden pada wanita meningkat 60% sejak tahun 1950, dan diperkirakan akibat perilaku merokok (Price et al, 2012). Burhanuddin karakteristik (58,1%).Hasil ini karena pada pasien dengan risiko tersebut. (2015) & sebanyak usia lanjut system kardio respirasi mengalami penurunan daya tahan serta penurunan fungsi. Terjadinya perubahan pada dinding dada menyebabkan compliance dinding dada berkurang dan terdapat penurunan elastisitas parenkim paru, bertambahnya kelenjar mukus dan penebalan pada mukosa bronkus. Terjadi peningkatan tahanan saluran napas dan penurunan faal paru seperti kapasitas vital paksa atau Force VitalCapacity (FVC) dan volume ekspirasi paksa detik 6 pertama atau ForceExpiration Volume 1 penelitian (FEV1) ( Khairani, 2010). menunjukan 3. Karakteristik Responden Berdasarkan ini. Hasil juga penelitian bahwa dari ini 16 responden mayoritas responden adalah Pendidikan berlatar Tabel 3. Distribusi responden menurut kelompok pendidikan pada pasien CHF di Ruang ICU RS. PKU Muhammadiyah Karanganyar Tahun 2018 (n = 16) Pendidikan Jumlah (%) SD 4 25,00 SLTP 3 18,75 SLTA 3 18,75 PT 6 37,50 Jumlah 16 100,00 sebanyak 6 responden (37,5%), namun Responden berdasarkan pendidikan yang paling banyak adalah berpendidikan Perguruan Tinggi (D3/S1) sebanyak 6 orang (37,5%). Wu et al., juga diri dan perawatan diri yang lebih baik karena mereka lebih matang terhadap perubahan pada dirinya sehingga lebih mudah menerima pengaruh positif dari Latar belakang pendidikan erat kaitannya dengan tingkat pengetahuan seseorang Smeltzer dan Bare (2009) bahwa kebanyakan kekambuhan gagal jantung kongestif dan kejadian rawat inap ulang di rumah sakit terjadi karena ketidakmampuan pasien dalam mengenali gejala kekambuhan, teori tersebut memperkuat belakang pendidikan responden PT lainnya pendidikan SD sebanyak 4 responden (25,0%). Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Wahyu (2015), menunjukan bahwa dari 30 responden mayoritas responden gagal jantung yang mengalami rawat inap ulang berlatar belakang pendidikan SD sebanyak 18 responden (60,0%). Faktor pendidikan merupakan salah satu hal yang mempengaruhi tingkat kepatuhan karena pendidikan merupakan pengalaman yang berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan kualitas seseorang, dimana semakin tinggi tingkat pendidikan akan semakin luar termasuk informasi kesehatan. menyebutkan didapatkan berlatar (2007) menyatakan jika pasien dengan pendidikan tinggi akan memiliki efikasi belakang hasil besar kemampuannya untuk memanfaatkan pengetahuannya. 4. Frekuensi pernafasan atau Respiratory Rate sebelum dilakukan Tripod Position Tabel 4. Nilai Respiratory Rate Sebelum Diberikan Tripod Position Tindakan Tripod Respiratory Rate – Position Pre test Rata-rata 36,00 Maksimum 38 7 Minimum Standar Deviasi 32 1,751 Hasil penelitian diketahui bahwa nilai rata-rata respiratory rate sesudah Pada penelitian ini respiratory rate antara sebelum dilakukan Tripod Position rata-rata sebesar 36 x/mnt, nilai tertinggi respiratory rate sebesar 38 x/mnt. Oleh karena keberadaan Tripod Position sangat diperlukan dalam rangka menurunkan respiratoryrate sehingga berdampak juga pada pengurangan sesak pada pasien CHF di ruang ICU. Kejadian respiratory rate pada pasien CHF di ruang ICU muncul disebabkan beberapa sebab, diantaranya hipoksia, hiperkarbia, kecemasan, febris, sepsis dan metabolik asidosis. Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Garcia (2009), bahwa beberapa faktor yang mempengaruhi respiratory rate meliputi hipoksia, hiperkarbia, kecamasan, febris, sepsis dan metabolik asidosis (Garcia, 2009). diberikan Tripod Position mengalami penurunan yaitu sebesar 23,88 x/mnt, nilai tertinggi respiratory rate sebesar 26 x/mnt dan nilai terendahnya adalah sebesar 22 x/mnt. Hal ini berarti nilai rata-rata Tabel 5. Nilai Respiratory rate Sesudah Diberikan Tripod Position Tindakan Tripod Respiratory Rate – Position Post test Rata-rata 23,88 Maksimum 26 Minimum 22 Standar Deviasi 1,31 rate sebelum dilakukan Tripod Position lebih tinggi dibandingkan dengan respiratory rate sesudah dilakukan Tripod Position. Hasil penelitian Dekhuijzen, van Heijdra, Herwaarden, dan Folgering (1994) yang dikutip oleh Suyanti (2016) yang mengatakan bahwa posisi tubuh klien Tripod Position akan mempengaruhi kekuatan otot inspirasi. Lapier dan Donovan (1999) telah melakukan penelitian terhadap sebelas klien dengan hasil nilai FEV1/FVC lebih tinggi setelah klien diberiposisi duduk membungkuk dibandingkan dengan posisi duduk tegak. Mc 5. Frekuensi pernafasan atau respiratory rate sesudah dilakukan Tripod Position respiratory Whorter, Filibeck, dan Robinson (2006) menyatakan bahwa Tripod Position dyspnea karena membantu dapat mengurangi posisi tersebut peningkatan fungsi pernafasan. Pada Tripod Position organorgan abdominal tidak menekan diafragma dan pada posisi ini dapat 8 membantu menekan bagian bawah dada Position akan mempengaruhi kekuatan kepada ujung meja sehingga membantu otot inspirasi dan dapat mengurangi pengeluaran nafas untuk menjadi lebih dyspnea mudah (Kozier, 2011). membantu peningkatan fungsi paru. B. Analisis Bivariat karena posisi tersebut Posisi Orthopniec (Tripod Position) Pengaruh Tripod Position terhadap frekuensi pernafasan pada pasien CHF di Ruang ICU RS. PKU Muhammadiyah Karanganyar menyebabkan organ-organ abdominal Tabel 5. Hasil pengujian beda rata-rata frekuensi Respiratory Rate sebelum dan sesudah diberikan Tripod Position dada kepada tidak menekan diafragma dan posisi ini dapat membantu menekan bagian bawah membantu ujung meja sehingga pengeluaran nafas untuk menjadi lebih mudah. Proses ventilasi yang meningkat Respiratory Rate(Pre – Post test) Pre test Post test Mean 36,00 23,88 Hasil t-test p 20,005 0.000 pada pasien CHF yang diposisikan Ho ditolak Tripod Position akan meningkatkan pengeluaran CO2 dan meningkatkan menunjukkan asupan oksigen kedalam intraalveolus nilai p-value = 0,000 < 0,05 maka ada (Bhatt et al, 2009). Peningkatan proses perbedaan rata-rata frekuensi pernafasan ventilasi pada pasien yang diposisikan (Respiratory Rate) sebelum dan sesudah Tripod Position didasarkan pada teori diberi Tripod Position pada pasien CHF yang disampaikan oleh Sherwood (2001) di Ruang ICU RS. PKU Muhamamdiyah bahwa bulkflow udara ke dalam dan Karanganyar. keluar paru terjadi karena perubahan Tripod penelitian Kep. Artinya ada pengaruh Position frekuensi siklus tekanan intra-alveolus yang secara pernafasan pada pasien CHF di Ruang tidak langsung ditimbulkan oleh aktifitas ICU PKU Muhammadiyah Karanganyar. otot-otot pernafasan. Hasil terhadap penelitian Ritianingsih, Sebagaimana dikemukakan oleh Irawaty & Handiyani (2011) menunjuk- hal senada juga didapatkan melalui kan posisi orthopneic (Tripod Position ) penelitian Landers et al (2006) bahwa dapat meningkatkan fungsi ventilasi paru posisi lebih baik dibandingkan posisi high menempatkan kepala dan leher pada fowler. posisi yang sejajar atau selaras dapat Posisi tubuh klien Tripod condong kedepan dengan 9 mengurangi obstruksi jalan nafas dan pengaruh pemberian Tripod Position membantu meningkatkan fungsi paru terhadap respiratory rate pada pasien CHF (Khasanah & Maryoto, 2014). yang ada di Ruang ICU. Untuk rumah sakit, diharapkan dapat memanfaatkan hasil penelitian ini sebagai SIMPULAN Rata-rata frekuensi pernafasan rujukan untuk kebijakan pasien CHF di Ruang ICU RS. PKU langsung berhubungan dengan tindakan Muhammadiyah Karanganyar sebesar 36,00 untuk respiratory rate, misalnya jenis obat x/menit.Rata-rata yang diberikan dan alat yang digunakan. pernafasan hal kebijakan- sebelum pemberian Tripod Position pada frekuensi dalam menentukan pelayanan yang sedudah pemberian Tripod Position pada Untuk peneliti berikutnya, dapat pasien CHF di Ruang ICU RS. PKU digeneralisasikan, maka peneliti selanjutnya Muhammadiyah Karanganyar sebesar 23,88 disarankan untuk menambah jumlah objek x/menit.Terdapat pengaruh Tripod Position penelitian, menambah variabel yang akan terhadap frekuensi pernafasan pada pasien diteliti serta memperluas setting penelitian. CHF di ruang ICU RS. PKU Muhamma- Di samping itu penelitian selanjutnya dapat diyah Karanganyar (p = 0,000). meneliti lebih spesifik tentang pengaruh Tripod Position terhadap perubahan saturasi oksigen pada pasien CHF. SARAN Bagi pasien dan keluarga, adanya hasil penelitian ini diharapkan pasien dan DAFTAR PUSTAKA keluarga Aaronson, Philip I. & Ward, Jeremy P.T., 2010, At a Glance Sistem Kardiovaskular, (diterjemahkan oleh : Juwalita Surapsari), Edisi Ketiga, Jakarta: Penerbit Erlangga. dapat mengetahui pemberian Tripod Position pada bahwa pasien CHF yang ada di ruang ICU efektif terhadap penurunan respiratory rate atau frekuensi pernafasan. Bagi para profesi (perawat dan dokter), hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan profesionalisme untuk meningkatkan dalam memberikan pelayanan kepada pasien khususnya tentang Alldredge, B.L., Corelli, R.L, Ernst, M.E, Guglielmo, B.J, Jacobson, P.A, Kradjan, W.A, Williams, B.R. 2013. Koda-kimble & Young’s, Applied Therapeutics : The Clinical Use of Drugs, 10th Edition. 10 Bayuningsih, Ratih. 2011. Efektifitas Penggunaan Nesting dan Posisi Prone Terhadap Saturasi Oksigen dan Frekuensi Nadi pada Bayi Prematur di RumahSakitUmum Daerah (RSUD) Kota Bekasi. Tesis. Fakultas Ilmu Keperawatan Program Magister Ilmu Keperawatan. Depok. Bhatt, S.P., Guleria, R., Luqman-Arafath, T.K., Gupta, A.K., Mohan, A., Nanda, S., & Stoltzfus, J.C. (2009). Effect of tripod position on objective parameters of respiratoryfunction in stable chronic obstructive pulmonary disease. Indian J Chest Dis Allied Sci.51:83–85. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2009). Profil Kesehatan Indonesia 2009. Jakarta: Kemenkes RI. Dipiro, J.T., et al. (2015). Pharmacotherapy Handbook. 9 edition. The Mc.Graw Hill Company. USA. Ford, I., Robertson, M., Komadja, M., Bohm, M., Borer, J.S., Tavazzi, L., Swedberg, K., (2015), Top ten risk factor for morbidity and mortality in patients with chronicsystolic heart failure and elevated heart rate: The SHIFT Risk Model, IJC, 184, 163169 Figueroa, S Michael., MD & Peters, I Jay., MD FAARC. (2006). Congestive Heart Failure: Diagnosis, Pathophysiology, Therapy, and Implications for Respiratory Care. Daedalus Enterprises, Vol 51 No 4. Goodman & Gilman. (2011). Dasar Farmakologi Terapi, J.G. Hardman, L.E. Limbird (Eds), ed. 10, Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Gosselink. (2013). Controlled Breathing and Dyspnea in Patients with Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD). Journal of Rehabilitation Research and Development Vol.40, No.5, September/October 2013, Supplement 2 Pages 25-34. Kabo P, Karim S. (2012)). EKG dan Penanggulangan Beberapa Penyakit Jantung untuk Dokter Umum. Jakarta : Balai Penerbit FK UI. KNGF. (2008). Chronic Obstructive Pulmonary Disease: Practice Guidelines. England: Royal Dutch Society for Physical Therapy Kemenkes RI. (2014). Situasi Kesehatan Jantung. Jakarta : Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatran RI. Khasanah, Suci & Maryoto, Madyo. (2014). Efektifitas Posisi Condong Ke Depan (CKD) dan Pursed Lips Breathing (PLB) terhadap Peningkatan Saturasi Oksigen Pasien Penyakit Paru Kronik (PPOK). Jurnal Ilmiah. Stikes Harapan Bangsa Purwokerto Kim et al. (2012). Effects of breathing maneuver and sitting posture on muscle activity ininspiratory accessory muscles in patients with chronic obstructive pulmonary disease. Multidisciplinary Respiratory Medicine. 7:9. diakses 13 April 2017 darihttp://www.mrmjournal.com/cont ent/7/1/9. McAlexander, J. (2007). Child Assuming Tripod Position. (Illustration by Jason M. McAlexander, MFA. 11 Copyright © 2007 Wild Iris Medical Education.) Diakses dari : http://www.paramedicine.com/pmc/P atient_Positions.html McMurray, JV., Adamopoulos, S., Anker, D.S., Auricchio, A., Bohm, M., Dickstein, K., et al.European Society of Cardiology Guidelines, (2012). Diagnosis and Treatment of Acute and Chronic Heart Failure.EHJ, 33, 1787-1847. Diakses 11 Mei 2015, dari http:/www.escardia.org/ Guidelines-&-Education/ClinicalPractise Guilines/Acute-andChronic-Heart-Failure. Milfred-Laforest, S.K, Sheryl L. Chow, Robert J. DiDomenico, Kathleen Dracup, Christopher R. Ensor, Wendy Gattis-Stough, et al., (2013), Clinical Pharmacy Services in Heart Failure: An Opinion Paper from the Heart Failure Society of America and American College of Clinical Pharmacy Cardiology Practice and Research Network. Surakarta. Jurnal Surakarta: FIK UMS. Publikasi. Lyndon,Saputra, (2013). Buku Saku Harrison Kardiologi, (diterjemahkan oleh : Fajar Arifin Gunawijaya), Tanggerang : Karisma Publishing Group. Ramesh, S. (2008). Paediatric intensive care-update. Indian J. Anaesth, 47, 338-344. Riskedas RI, (2013). Hasil Riset Kesehatan Dasar. Jakarta : Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kemenkes RI. Sherwood, Lauralee. (2011). Human Physiology. 6thed. USA: The Thomson Corporation. Sundana, K. (2008). Ventilator: Pendekatan praktis di unit perawatan kritis. Bandung: CICU RSHS Bandung. National Heart Foundation of Australia, (2011), Guideline for the Prevention, Detection and Management of Chronic Heart Failure, NHFA Guideline. Thomas M. Robert K. McKinley, Freeman E, Foy C and Price D. (2010). The prevalence of dysfunctional breathing in adults in the community with and without asthma. Primary Care Respiratory Journal 14, 78–82(2010). National Institute for Healh and Clinical Excellence (NICE), (2010), Management of Hypertension in Adults in Primary Care, NICE, London. World Health Organisation (WHO). (2013). Promoting Rational Use of Medicine. Geneva; Core Component. Purwaningsih S. (2014). Pengaruh Penambahan Positing dan Pursed Lip Breathing pada Terapi Nebulizer terhadap Penurunan Derajat Sesak Nafas pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronis di BBKPM Yancy CW, Jessup M, Bozkurt B, Bulter J, Casey DE, Drazner MH, et al, (2013). CCF/AHA guideline for the management of heart failure : A report of the American Guidelines College of Cardiology Foundation/American Heart 12 Association Task Force on Practice. Circulation. 128: 6-126.