Uploaded by User6636

posisi tripod terhadap RR CHF ICU

advertisement
0
PENGARUH TRIPOD POSITION TERHADAP FREKUENSI
PERNAFASAN PADA PASIEN CHF DI RUANG ICU
RS. PKU MUHAMMADIYAH KARANGANYAR
ARTIKEL ILMIAH
Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Sarjana Keperawatan
Oleh :
SRI HARTUTIK
NIM: ST. 161034
PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN
STIKES KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2018
1
PENGARUH TRIPOD POSITION TERHADAP FREKUENSI PERNAFASAN
PADA PASIEN CHF DI RUANG ICU RS. PKU MUHAMMADIYAH
KARANGANYAR
Sri Hartutik1), Wahyu Rima Agustin2),Sahuri Teguh Kurniawan3)
1)
Mahasiswa Program Studi Sarjana Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta
2,3)
Dosen STIKes Kusuma Husada Surakarta
ABSTRAK
Sesak nafas atau dyspnea merupakan gejala yang umum dijumpai pada
penderita gagal jantung, penyebab sesak nafas karena adanya oedem paru, hal ini
berdampak menurunnya frekuensi pernafasan, tindakan untuk membantu
meningkatkan kondisi pernafasan pasien gagal jantung adalah memberikan tripod
position dengan tujuan meningkatkan tekanan intra-abdominal dan menurunkan
penekanan diafragma kebagian rongga abdomen selama inspirasi. Tujuan penelitian
untuk mengetahui pengaruh tripod position terhadap frekuensi pernafasan pada
pasien CHF di ruang ICU RS. PKU Muhammadiyah Karanganyar.
Penelitian ini merupakan penelitian quasi eksperiment. Sampel dalam
penelitian ini pasien CHF yang ada di Ruang ICU sebanyak 16 orang. Teknik analisis
data yang digunakan paired simple t-test.
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa rata-rata frekuensi pernafasan sebelum
pemberian tripod position pada pasien CHF di Ruang ICU RS. PKU Muhammadiyah
Karanganyar sebesar 36,00, rata-rata frekuensi pernafasan sesudah pemberian tripod
position pada pasien CHF di Ruang ICU RS. PKU Muhammadiyah Karanganyar
sebesar 23,88, dan terdapat pengaruh tripod position terhadap frekuensi pernafasan
pada pasien CHF di ruang ICU RS. PKU Muhammadiyah Karanganyar (p = 0,000).
Kata Kunci: Tripod position, Frekuensi pernafasan, CHF
Daftar Pustaka: 39 (2006-2016)
ABSTRACT
Shortness of breath or dyspnea is a common symptom in patients with heart
failure. The cause of shortness of breath is due to pulmonary edema. This affects the
decrease in respiratory frequency. The action to help improving the respiratory
condition of patients with heart failure is to provide a tripod position with the aim of
increasing intra-abdominal pressure and reduce emphasis diaphragm go to
abdominal cavity during inspiration. The purpose of this research is to know the
influence of tripod position to respiratory frequency in CHF patient in ICU room
PKU Muhammadiyah hospital Karanganyar.
This research is a quasi-experiment research. Samples in this study were CHF
patients in ICU room. They were 16 people. Data analysis techniques used was
paired simple t-test.
The results concluded that the average of patients’ respiratory rate before they
were given tripod position in CHF patient in ICU Room PKU Muhammadiyah
hospital Karanganyarwas 36.00, mean of respiration frequency after given tripod
position treatment in CHF patient in ICU room PKU Muhammadiyah hospital
Karanganyar is 23.88, and there is influence of tripod position to respiratory
frequency in CHF patient in hospital ICU room PKU Muhammadiyah hospital
Karanganyar (p = 0.000).
Keywords: Tripod position, Respiratory rate, CHF
References: 39 (2006-2016).
2
Kejadian gagal jantung meningkat dengan
PENDAHULUAN
Gagal jantung merupakan keadaan
bertambahnya usia. Tingkat kematian untuk
dimana jantung tidak mampu memompa
gagal jantung sekitar 50% dalam waktu 5
darah untuk mencukupi kebutuhan jaringan
tahun (Yancy, 2013).
melakukan metabolisme dengan kata lain,
Berdasarkan data Riskesdas tahun
yang
2013, prevalensi gagal jantung di Indonesia
abnormal pada jantung untuk memenuhi
sebesar 0,3% (Riskesdas, 2013). Prevalensi
kebutuhan metabolisme jaringan (Saputra,
faktorrisikojantungdanpembuluhdarah,
2013). Pada kondisi gagal jantung kongestif
seperti makan makanan asin 24,5%, kurang
1
adanya
sayur dan buah 93,6%, kurang aktivitas fisik
diperlukan
peningkatan
peningkatan
tekanan
tekanan
vaskular
kiri
49,2%, perokok setiap hari 23,7% dan
menyebabkan overload tekanan serta gagal
konsumsi alkohol 4,6% (Depkes RI, 2009).
jantung kanan (Aaronson & Ward, 2010).
Penderita penyakit gagal jantung banyak
pulmonal
akibat
gagal
jantung
Gagal jantung merupakan penyebab
ditemukan pada kelompok umur 55-64
utama morbiditas dan mortalitas di seluruh
tahun,
dunia (Goodman & Gilman, 2011). Resiko
diagnosis atau gejala, penyakit gagal jantung
terjadinya gagal jantung semakin meningkat
banyak pula ditemukan pada penduduk
sepanjang waktu. Menurut data WHO, 17,3
kelompok umur 15-24 tahun (Kemenkes RI,
juta orang meninggal akibat gangguan
2014).
kardiovaskular pada tahun 2008 dan lebih
namun
Provinsi
demikian
Jawa
berdasarkan
Tengah,
jumlah
dari 23 juta orang akan meninggal setiap
penderita gagal jantung sebanyak 0,18%
tahun
kadiovaskular
(72.268 orang). Penyebab gagal jantung
(WHO, 2013). Lebih dari 80% kematian
dapat dibagi menjadi dua, meliputi penyakit
akibat gangguan kardiovaskular terjadi di
pada miokard (antara lain : penyakit jantung
negara-negara berpenghasilan rendah dan
koroner, kardiomiopati, miokarditis), dan
menengah.
gangguan mekanis pada miokard (antara
dengan
gangguan
resiko
lain: hipertensi, stenosis aorta, koartasio
berkembangnya gagal jantung adalah 20%
aorta) (Kabo, 2012). Penyebab pemicu
untuk usia≥40 tahun, dengan kejadian
kardiovas-kular ini dapat digunakan untuk
>650.000 kasus baru yang didiagnosis gagal
menilai
jantung selama beberapa dekade terakhir.
kardiovaskuar (Aaronson & Ward, 2010).
Penelitian
di
Amerika,
kemungkinan
morbiditas
3
Bendungan diberbagai organ dan low
2009). Pada penelitian yang dilakukan oleh
output, pada kasus gagal jantung akut, gejala
Kim, et al (2012), Tripod Positiondapat
yang khas ialah gejala edema paru yang
membantu
meliputi:dyspnea,
pernafasan.
batuk-batuk
orthopnea,
dengan
tachypnea,
sputum
berbusa,
(2013),
meningkatkan
Hasil
kondisi
penelitian
menunjukan
Khasanah
posisi
Tripod
kadang-kadang hemoptisis, ditambah gejala
Positiondan PLB yang dilakukan secara
low output seperti: takikardia, hipotensi dan
bersama-sama dan hanya dilakukan satu kali
oliguri,
penyakit
tindakan didapatkan hasil bahwa tindakan
penyebab atau pencetus lainnya seperti
tersebut efektif untuk meningkatkan saturasi
keluhan angina pektoris pada infark miokard
oksigen
akut. Pada keadaan sangat berat akan terjadi
frekuensi pernafasan.
beserta
gejala-gejala
(SaO2)
Keluhan
syok kardiogenik (Kabo, 2012).
dengan
menurunkan
dyspneayaitukeluhansesak
Sesak nafas atau dyspnea merupakan
nafas yang dirasakan pasien terutama pada
gejala yang umum dijumpaipadapenderita
malam hari, seringkali pasien terbangun
gagal
akibat
setelah beberapa jam tidur dikarenakan
dan
sesak. Pada pemeriksaan fisik didapatkan
jantung.
Dyspnea
penimbunan cairan
dalam
terjadi
alveoli
mengganggu pertukaran gas. Dapat terjadi
ronkhi pada kedua lapang paru,
ortopnea, beberapa pasien dapat mengalami
vena
ortopnea pada malam hari yang dinamakan
peningkatan
paroksimal
Keadaan
sehinggakriteria diagnosis gagal jantung
tersebut berdampak kepada menurunnya
dapat ditegakkanberdasarkan gejala yang
saturasi oksigen (SaO2) serta terjadinya
berkaitanyaitusesak nafas (Saputra, 2013).
noktural
dyspnea.
leher,
Studi
hipoksia.
Tindakankeperawatan
yang
refluks
hepatojugular
tekanan
pendahuluan
Muhammadiyah
distensi
vena
di
Karanganyar
dan
jugularis,
RS.
PKU
diketahui
membantu
bahwa kejadian penyakit gangguan fungsi
meningkatkan kondisi pernafasan pasien
jantung di Ruang Intensive Care Unit (ICU)
gagal jantung adalah memberikan Tripod
RS. PKU Muhammadiyah Karanganyar
Position.
Positionmeningkatkan
sejak bulan Januari hingga Desember 2016
tekanan intra-abdominal dan menurunkan
tercatat 149 orang penderita, atau rerata per
penekanan
bulan mencapai 13 orang (8,05%).
dapatdilakukan
Tripod
untuk
diafragma
kebagian
rongga
abdomen selama inspirasi (Bhatt, et al,
Data
tahun 2017 untuk bulan Juli sampai dengan
4
bulan September yaitu 25 penderita. Angka
RS. PKU Muhammadiyah Karanganyar
ini tidak menyimpang jauh dari angka
dengan
kematian di seluruh Indonesia (Catatan
orang.Diambil
Rekam
responden dengan total sampling.Instrmen
Medis
ICU
RS.
PKU
Muhammadiyah Karanganyar, 2017).
Frekuensi pernafasan pada pasien
CHF cenderung meningkat dikarenakan
rata-rata
per
semua
bulannya
16
sebanyak
16
lembar observasi/chekslis. Alat analisis yang
digunakan dengan analisis univariat (%) dan
bivariat dengan paired simple t-test.
dypnea yang menjadi gejala utama pasien
CHF. Tindakan Tripod Position perlu
HASIL DAN PEMBAHASAN
dilakukan
A. Analisis Univariat
pernafasan
untuk
menurunkan
frekuensi
demi memenuhi kebutuhan
oksigen dimana agar tidak terjadi gangguan
pertukaran
hipoksia.
gas
yang
Penulis
penelitianuntuk
akan
tertarik
meningkatkan
berakibat
melakukan
Karakteristik Responden
1. Karakteristik Responden Berdasarkan
Jenis Kelamin
Tabel 1. Distribusi
positionterhadap frekuensi pernafasan pada
pasien CHF di Ruang ICU RS. PKU
Muhammadiyah Karanganyar.
menurut
kelompok jenis kelamin (n = 16)
frekuensi
pernafasan dengan judul pengaruhtripod
responden
Jenis Kelamin
Jumlah
(%)
Laki-laki
9
56,25
Perempuan
7
43,75
Jumlah
16
100,00
Tujuan penelitian untuk mengetahui
Karakteristik responden berdasar-
pengaruhtripod position terhadap frekuensi
pernafasan pada pasien CHF di Ruang ICU
RS. PKU Muhammadiyah Karanganyar.
kan jenis kelamin yang paling banyak
adalah jenis kelamin laki-laki sebanyak
9 orang (56,25%). Menurut Hich (2009)
bahwa
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian
pre
eksperimental
dengan
rancangan
penelitian One Group Pretest-Postest test
Design. Populasi dalam penelitian ini adalah
semua pasien Gagal Jantung (CHF) yang
menjalani perawatan intensif di Ruang ICU
faktor-faktor
perkembangan
gagal
risiko
dalam
jantung
dan
prognosis
pasien
memperlihatkan
perbedaan
antara
laki-laki
dan
perempuan,
penyebab
utama
gagal
jantung
hipertensi
pada
dan
perempuan
penyakit
adalah
vaskula.
5
Sedangkan
laki–laki
penyebab
2. Karakteristik Responden Berdasarkan
mendasarnya adalah coronary artery
Umur
disease
Tabel 2. Distribusi responden menurut
kelompok umur pada pasien CHF
di Ruang ICU RS. PKU
Muhammadiyah
Karanganyar
Tahun 2018 (n = 16)
Umur
f
(%)
Dewasa Awal (26-35 tahun)
0
0,0
Dewasa Akhir (36-45 tahun) 2
12,5
Lansia Awal (46-55 tahun)
2
12,5
Lansia Akhir (56-65 tahun)
6
37,5
Manula (>65 Tahun)
6
37,5
Jumlah
16
100,0
gagal
(CDA).
Perempuan
jantung
kualitas
cendrung
hidup
yang
dengan
memiliki
lebih
rendah
daripada laki-laki, dalam hal ini nilai
“normal” natriuretic peptiden otak atau
yang disebut Brain Natriuretic Peptide
(BNP)
pada
wanita
lebih
besar
dibanding laki–laki dan nilai abnormal
dengan BNP > 500 Pg/ml bisa menjadi
Karakteristik responden berdasar-
sebuah prediktor kematian yang lebih
kan umur yang paling banyak adalah
kuat pada wanita dengan gagal jantung
umur
dibanding
orang(37,5%). Hasil penelitian Fajrin,
laki–laki.
Peptide
(BNP)
>
65
tahun
6
merupakan biomarker yang digunaan
Indra
frekuensi lebih untuk mengidentifikasi
(2015)menunjukkan
pasien
dengan
gagal
responden berdasarkan umur terbanyak
jantung
dan
pasien
pada pasien stabil yaitu >65 tahun
gejala
gejala
menstratifikasi
Hal ini sejalan dengan penelitian
yang dilakukan oleh oleh Khasanah, dkk
yang
menyebutkan
75%
responden dalam penelitiannya adalah
laki-laki.
Penyakit
gagal
jantung
menyerang pria dua kali lebih banyak
dari wanita karena pria adalah perokok
berat,
namun
insiden
pada
wanita
meningkat 60% sejak tahun 1950, dan
diperkirakan akibat perilaku merokok
(Price et al, 2012).
Burhanuddin
karakteristik
(58,1%).Hasil ini karena pada pasien
dengan risiko tersebut.
(2015)
&
sebanyak
usia lanjut system kardio respirasi
mengalami penurunan daya tahan serta
penurunan fungsi. Terjadinya perubahan
pada
dinding
dada
menyebabkan
compliance dinding dada berkurang dan
terdapat penurunan elastisitas parenkim
paru, bertambahnya kelenjar mukus dan
penebalan pada mukosa bronkus. Terjadi
peningkatan tahanan saluran napas dan
penurunan faal paru seperti kapasitas
vital paksa
atau Force VitalCapacity
(FVC) dan volume ekspirasi paksa detik
6
pertama atau ForceExpiration Volume 1
penelitian
(FEV1) ( Khairani, 2010).
menunjukan
3. Karakteristik Responden Berdasarkan
ini.
Hasil
juga
penelitian
bahwa
dari
ini
16
responden mayoritas responden adalah
Pendidikan
berlatar
Tabel 3. Distribusi responden menurut
kelompok pendidikan pada pasien
CHF di Ruang ICU RS. PKU
Muhammadiyah
Karanganyar
Tahun 2018 (n = 16)
Pendidikan
Jumlah
(%)
SD
4
25,00
SLTP
3
18,75
SLTA
3
18,75
PT
6
37,50
Jumlah
16
100,00
sebanyak 6 responden (37,5%), namun
Responden berdasarkan pendidikan
yang
paling
banyak
adalah
berpendidikan Perguruan Tinggi (D3/S1)
sebanyak 6 orang (37,5%). Wu et al.,
juga
diri dan perawatan diri yang lebih baik
karena mereka lebih matang terhadap
perubahan pada dirinya sehingga lebih
mudah menerima pengaruh positif dari
Latar belakang pendidikan erat
kaitannya dengan tingkat pengetahuan
seseorang Smeltzer dan Bare (2009)
bahwa
kebanyakan
kekambuhan gagal jantung kongestif dan
kejadian rawat inap ulang di rumah sakit
terjadi karena ketidakmampuan pasien
dalam mengenali gejala kekambuhan,
teori
tersebut
memperkuat
belakang
pendidikan
responden
PT
lainnya
pendidikan
SD
sebanyak 4 responden (25,0%).
Hasil penelitian ini juga sejalan
dengan penelitian yang dilakukan oleh
Wahyu (2015), menunjukan bahwa dari
30 responden mayoritas responden gagal
jantung yang mengalami rawat inap
ulang berlatar belakang pendidikan SD
sebanyak 18 responden (60,0%).
Faktor
pendidikan
merupakan
salah satu hal yang mempengaruhi
tingkat kepatuhan karena pendidikan
merupakan pengalaman yang berfungsi
untuk mengembangkan kemampuan dan
kualitas seseorang, dimana semakin
tinggi tingkat pendidikan akan semakin
luar termasuk informasi kesehatan.
menyebutkan
didapatkan
berlatar
(2007) menyatakan jika pasien dengan
pendidikan tinggi akan memiliki efikasi
belakang
hasil
besar
kemampuannya
untuk
memanfaatkan pengetahuannya.
4. Frekuensi pernafasan atau Respiratory
Rate sebelum dilakukan Tripod Position
Tabel 4. Nilai Respiratory Rate Sebelum
Diberikan Tripod Position
Tindakan Tripod
Respiratory Rate –
Position
Pre test
Rata-rata
36,00
Maksimum
38
7
Minimum
Standar Deviasi
32
1,751
Hasil penelitian diketahui bahwa
nilai rata-rata respiratory rate sesudah
Pada penelitian ini respiratory rate
antara
sebelum
dilakukan
Tripod
Position rata-rata sebesar 36 x/mnt, nilai
tertinggi respiratory rate sebesar 38
x/mnt. Oleh karena keberadaan Tripod
Position sangat diperlukan dalam rangka
menurunkan respiratoryrate sehingga
berdampak juga pada pengurangan sesak
pada pasien CHF di ruang ICU.
Kejadian respiratory rate pada
pasien CHF di ruang ICU muncul
disebabkan beberapa sebab, diantaranya
hipoksia, hiperkarbia, kecemasan, febris,
sepsis dan metabolik asidosis. Hal ini
sesuai dengan apa yang dikemukakan
oleh Garcia (2009), bahwa beberapa
faktor yang mempengaruhi respiratory
rate
meliputi
hipoksia,
hiperkarbia,
kecamasan, febris, sepsis dan metabolik
asidosis (Garcia, 2009).
diberikan Tripod Position mengalami
penurunan yaitu sebesar 23,88 x/mnt,
nilai tertinggi respiratory rate sebesar 26
x/mnt dan nilai terendahnya adalah
sebesar 22 x/mnt. Hal ini berarti nilai
rata-rata
Tabel 5. Nilai Respiratory rate Sesudah
Diberikan Tripod Position
Tindakan Tripod
Respiratory Rate –
Position
Post test
Rata-rata
23,88
Maksimum
26
Minimum
22
Standar Deviasi
1,31
rate
sebelum
dilakukan Tripod Position lebih tinggi
dibandingkan dengan respiratory rate
sesudah dilakukan Tripod Position.
Hasil
penelitian
Dekhuijzen,
van
Heijdra,
Herwaarden,
dan
Folgering (1994) yang dikutip oleh
Suyanti (2016) yang mengatakan bahwa
posisi tubuh klien Tripod Position akan
mempengaruhi kekuatan otot inspirasi.
Lapier
dan
Donovan
(1999)
telah
melakukan penelitian terhadap sebelas
klien dengan hasil nilai FEV1/FVC lebih
tinggi setelah klien diberiposisi duduk
membungkuk
dibandingkan
dengan
posisi duduk tegak.
Mc
5. Frekuensi pernafasan atau respiratory
rate sesudah dilakukan Tripod Position
respiratory
Whorter,
Filibeck,
dan
Robinson (2006) menyatakan bahwa
Tripod
Position
dyspnea
karena
membantu
dapat
mengurangi
posisi
tersebut
peningkatan
fungsi
pernafasan. Pada Tripod Position organorgan
abdominal
tidak
menekan
diafragma dan pada posisi ini dapat
8
membantu menekan bagian bawah dada
Position akan mempengaruhi kekuatan
kepada ujung meja sehingga membantu
otot inspirasi dan dapat mengurangi
pengeluaran nafas untuk menjadi lebih
dyspnea
mudah (Kozier, 2011).
membantu peningkatan fungsi paru.
B. Analisis Bivariat
karena
posisi
tersebut
Posisi Orthopniec (Tripod Position)
Pengaruh Tripod Position terhadap
frekuensi pernafasan pada pasien
CHF di Ruang ICU RS. PKU
Muhammadiyah Karanganyar
menyebabkan organ-organ abdominal
Tabel 5. Hasil pengujian beda rata-rata
frekuensi Respiratory Rate
sebelum dan sesudah diberikan
Tripod Position
dada kepada
tidak menekan diafragma dan posisi ini
dapat membantu menekan bagian bawah
membantu
ujung meja sehingga
pengeluaran
nafas
untuk
menjadi lebih mudah.
Proses ventilasi yang meningkat
Respiratory
Rate(Pre –
Post test)
Pre test
Post test
Mean
36,00
23,88
Hasil
t-test
p
20,005 0.000
pada pasien CHF yang diposisikan
Ho
ditolak
Tripod Position akan meningkatkan
pengeluaran CO2 dan meningkatkan
menunjukkan
asupan oksigen kedalam intraalveolus
nilai p-value = 0,000 < 0,05 maka ada
(Bhatt et al, 2009). Peningkatan proses
perbedaan rata-rata frekuensi pernafasan
ventilasi pada pasien yang diposisikan
(Respiratory Rate) sebelum dan sesudah
Tripod Position didasarkan pada teori
diberi Tripod Position pada pasien CHF
yang disampaikan oleh Sherwood (2001)
di Ruang ICU RS. PKU Muhamamdiyah
bahwa bulkflow udara ke dalam dan
Karanganyar.
keluar paru terjadi karena perubahan
Tripod
penelitian
Kep.
Artinya ada pengaruh
Position
frekuensi
siklus tekanan intra-alveolus yang secara
pernafasan pada pasien CHF di Ruang
tidak langsung ditimbulkan oleh aktifitas
ICU PKU Muhammadiyah Karanganyar.
otot-otot pernafasan.
Hasil
terhadap
penelitian
Ritianingsih,
Sebagaimana dikemukakan oleh
Irawaty & Handiyani (2011) menunjuk-
hal senada juga didapatkan melalui
kan posisi orthopneic (Tripod Position )
penelitian Landers et al (2006) bahwa
dapat meningkatkan fungsi ventilasi paru
posisi
lebih baik dibandingkan posisi high
menempatkan kepala dan leher pada
fowler.
posisi yang sejajar atau selaras dapat
Posisi
tubuh
klien
Tripod
condong
kedepan
dengan
9
mengurangi obstruksi jalan nafas dan
pengaruh
pemberian
Tripod
Position
membantu meningkatkan fungsi paru
terhadap respiratory rate pada pasien CHF
(Khasanah & Maryoto, 2014).
yang ada di Ruang ICU.
Untuk rumah sakit, diharapkan dapat
memanfaatkan hasil penelitian ini sebagai
SIMPULAN
Rata-rata
frekuensi
pernafasan
rujukan
untuk
kebijakan
pasien CHF di Ruang ICU RS. PKU
langsung berhubungan dengan tindakan
Muhammadiyah Karanganyar sebesar 36,00
untuk respiratory rate, misalnya jenis obat
x/menit.Rata-rata
yang diberikan dan alat yang digunakan.
pernafasan
hal
kebijakan-
sebelum pemberian Tripod Position pada
frekuensi
dalam
menentukan
pelayanan
yang
sedudah pemberian Tripod Position pada
Untuk peneliti berikutnya, dapat
pasien CHF di Ruang ICU RS. PKU
digeneralisasikan, maka peneliti selanjutnya
Muhammadiyah Karanganyar sebesar 23,88
disarankan untuk menambah jumlah objek
x/menit.Terdapat pengaruh Tripod Position
penelitian, menambah variabel yang akan
terhadap frekuensi pernafasan pada pasien
diteliti serta memperluas setting penelitian.
CHF di ruang ICU RS. PKU Muhamma-
Di samping itu penelitian selanjutnya dapat
diyah Karanganyar (p = 0,000).
meneliti lebih spesifik tentang pengaruh
Tripod Position terhadap perubahan saturasi
oksigen pada pasien CHF.
SARAN
Bagi
pasien dan keluarga, adanya
hasil penelitian ini diharapkan pasien dan
DAFTAR PUSTAKA
keluarga
Aaronson, Philip I. & Ward, Jeremy P.T.,
2010, At a Glance Sistem
Kardiovaskular, (diterjemahkan oleh
: Juwalita Surapsari), Edisi Ketiga,
Jakarta: Penerbit Erlangga.
dapat
mengetahui
pemberian Tripod Position
pada
bahwa
pasien
CHF yang ada di ruang ICU efektif terhadap
penurunan respiratory rate atau frekuensi
pernafasan.
Bagi para profesi (perawat dan
dokter), hasil penelitian ini diharapkan dapat
menjadi
acuan
profesionalisme
untuk
meningkatkan
dalam
memberikan
pelayanan kepada pasien khususnya tentang
Alldredge, B.L., Corelli, R.L, Ernst, M.E,
Guglielmo, B.J, Jacobson, P.A,
Kradjan, W.A, Williams, B.R. 2013.
Koda-kimble & Young’s, Applied
Therapeutics : The Clinical Use of
Drugs, 10th Edition.
10
Bayuningsih, Ratih. 2011. Efektifitas
Penggunaan Nesting dan Posisi
Prone Terhadap Saturasi Oksigen
dan Frekuensi Nadi pada Bayi
Prematur di RumahSakitUmum
Daerah (RSUD) Kota Bekasi. Tesis.
Fakultas
Ilmu
Keperawatan
Program
Magister
Ilmu
Keperawatan. Depok.
Bhatt, S.P., Guleria, R., Luqman-Arafath,
T.K., Gupta, A.K., Mohan, A.,
Nanda, S., & Stoltzfus, J.C. (2009).
Effect of tripod position on objective
parameters of respiratoryfunction in
stable chronic obstructive pulmonary
disease. Indian J Chest Dis Allied
Sci.51:83–85.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
(2009). Profil Kesehatan Indonesia
2009. Jakarta: Kemenkes RI.
Dipiro, J.T., et al. (2015). Pharmacotherapy
Handbook. 9 edition. The Mc.Graw
Hill Company. USA.
Ford, I., Robertson, M., Komadja, M.,
Bohm, M., Borer, J.S., Tavazzi, L.,
Swedberg, K., (2015), Top ten risk
factor for morbidity and mortality in
patients with chronicsystolic heart
failure and elevated heart rate: The
SHIFT Risk Model, IJC, 184, 163169
Figueroa, S Michael., MD & Peters, I Jay.,
MD FAARC. (2006). Congestive
Heart
Failure:
Diagnosis,
Pathophysiology,
Therapy,
and
Implications for Respiratory Care.
Daedalus Enterprises, Vol 51 No 4.
Goodman & Gilman. (2011). Dasar
Farmakologi Terapi, J.G. Hardman,
L.E. Limbird (Eds), ed. 10, Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Gosselink. (2013). Controlled Breathing and
Dyspnea in Patients with Chronic
Obstructive Pulmonary Disease
(COPD). Journal of Rehabilitation
Research and Development Vol.40,
No.5, September/October 2013,
Supplement 2 Pages 25-34.
Kabo P, Karim S. (2012)). EKG dan
Penanggulangan Beberapa Penyakit
Jantung untuk Dokter Umum. Jakarta
: Balai Penerbit FK UI.
KNGF. (2008). Chronic Obstructive
Pulmonary
Disease:
Practice
Guidelines. England: Royal Dutch
Society for Physical Therapy
Kemenkes RI. (2014). Situasi Kesehatan
Jantung. Jakarta : Pusat Data dan
Informasi Kementerian Kesehatran
RI.
Khasanah, Suci & Maryoto, Madyo. (2014).
Efektifitas Posisi Condong Ke Depan
(CKD) dan Pursed Lips Breathing
(PLB) terhadap Peningkatan Saturasi
Oksigen Pasien Penyakit Paru
Kronik (PPOK). Jurnal Ilmiah.
Stikes Harapan Bangsa Purwokerto
Kim et al. (2012). Effects of breathing
maneuver and sitting posture on
muscle
activity
ininspiratory
accessory muscles in patients with
chronic
obstructive
pulmonary
disease.
Multidisciplinary
Respiratory Medicine. 7:9. diakses
13
April
2017
darihttp://www.mrmjournal.com/cont
ent/7/1/9.
McAlexander, J. (2007). Child Assuming
Tripod Position. (Illustration by
Jason M. McAlexander, MFA.
11
Copyright © 2007 Wild Iris Medical
Education.)
Diakses
dari
:
http://www.paramedicine.com/pmc/P
atient_Positions.html
McMurray, JV., Adamopoulos, S., Anker,
D.S., Auricchio, A., Bohm, M.,
Dickstein, K., et al.European Society
of Cardiology Guidelines, (2012).
Diagnosis and Treatment of Acute
and Chronic Heart Failure.EHJ, 33,
1787-1847. Diakses 11 Mei 2015,
dari
http:/www.escardia.org/
Guidelines-&-Education/ClinicalPractise
Guilines/Acute-andChronic-Heart-Failure.
Milfred-Laforest, S.K, Sheryl L. Chow,
Robert J. DiDomenico, Kathleen
Dracup, Christopher R. Ensor,
Wendy Gattis-Stough, et al., (2013),
Clinical Pharmacy Services in Heart
Failure: An Opinion Paper from the
Heart Failure Society of America and
American College of Clinical
Pharmacy Cardiology Practice and
Research Network.
Surakarta.
Jurnal
Surakarta: FIK UMS.
Publikasi.
Lyndon,Saputra, (2013). Buku Saku
Harrison Kardiologi, (diterjemahkan
oleh : Fajar Arifin Gunawijaya),
Tanggerang : Karisma Publishing
Group.
Ramesh, S. (2008). Paediatric intensive
care-update. Indian J. Anaesth, 47,
338-344.
Riskedas RI, (2013). Hasil Riset Kesehatan
Dasar. Jakarta : Badan Penelitian
dan
Pengembangan
Kesehatan
Kemenkes RI.
Sherwood, Lauralee. (2011). Human
Physiology. 6thed. USA: The
Thomson Corporation.
Sundana, K. (2008). Ventilator: Pendekatan
praktis di unit perawatan kritis.
Bandung: CICU RSHS Bandung.
National Heart Foundation of Australia,
(2011), Guideline for the Prevention,
Detection and Management of
Chronic Heart Failure, NHFA
Guideline.
Thomas M. Robert K. McKinley, Freeman
E, Foy C and Price D. (2010). The
prevalence
of
dysfunctional
breathing in adults in the
community with and without
asthma. Primary Care Respiratory
Journal 14, 78–82(2010).
National Institute for Healh and Clinical
Excellence
(NICE),
(2010),
Management of Hypertension in
Adults in Primary Care, NICE,
London.
World Health Organisation (WHO). (2013).
Promoting Rational Use of Medicine.
Geneva; Core Component.
Purwaningsih
S.
(2014).
Pengaruh
Penambahan Positing dan Pursed Lip
Breathing pada Terapi Nebulizer
terhadap Penurunan Derajat Sesak
Nafas
pasien
Penyakit
Paru
Obstruktif Kronis di BBKPM
Yancy CW, Jessup M, Bozkurt B, Bulter J,
Casey DE, Drazner MH, et al,
(2013). CCF/AHA guideline for the
management of heart failure : A
report of the American Guidelines
College
of
Cardiology
Foundation/American
Heart
12
Association Task Force on Practice.
Circulation. 128: 6-126.
Download