I. Pendahuluan 1. Latar Belakang Hak kekayaan intelektual sendiri pada pokoknya merupakan hak untuk menikmati hasil kreativitas intelektual manusia secara ekonomis1. Salah satu bentuk dari hak kekayaan intelektual adalah paten. Paten merupakan bagian dari konsep HKI, konsep tersebut meliputi: a. Hak milik hasil pemikiran (intelektual), melekat pada pemiliknya, bersifat tetap dan eksklusif. b. Hak yang diperoleh pihak lain atas izin dari pemilik, bersifat sementara. Hasil kemampuan berpikir manusia merupakan ide yang kemudian diwujudkan dalam bentuk ciptaan atau invensi. Pada ide itu melekat predikat intelektual yang bersifat abstrak, konsekuensinya adalah HKI menjadi terpisah dengan benda material bentuk wujudnya, sebagai contoh Paten adalah ide di bidang Teknologi yang disebut Hak Kekayaan Intelektual.2 Paten atau oktroi telah ada sejak abad ke-14 dan ke-15, misalnya di Italia dan Inggris. Sifat pemberian hak paten pada waktu itu bukan ditujukan atas temuan atau invensi (uitvinding), tetapi diutamakan untuk menarik para ahli dari luar negeri. Maksudnya agar para ahli dari luar negeri menetap di negara-negara yang mengundangnya sehingga dapat mengembangkan keahliannya masing-masing di negara pengundang untuk memajukan penduduk negara yang bersangkutan. Jadi, paten atau oktroi itu berupa ijin menetap. Namun demikian, memang kehadiran sang penemu (inventor) di negeri yang baru itu didasarkan pada keahlian dalam bidang tertentu. Jadi, ada juga kesamaannya dengan penggunaan istilah paten dewasa ini. Hanya saja, royaltinya ketika itu berbentuk ijin tinggal di negara itu dengan perlakuan khusus karena ia dapat memberikan kontribusi positif untuk kemajuan rakyat di negeri tersebut. 3 Pada abad ke-16, baru diadakan peraturan pemberian hak-hak paten/oktroi terhadap invensi. Peraturan tersebut diterapkan oleh Venesia, Inggris, Belanda, Jerman, dan Australia. Kemudian, seiring dengan berlalunya waktu dan kemajuan bidang teknologi, terutama pada abad ke-20, paten/oktroi bukan lagi sebagai hadiah, melainkan pemberian hak atas invensi. Perkembangan peraturan perundang-undangan paten Inggris berpengaruh besar terhadap pembentukan undang-undang paten di banyak negara di dunia karena di Inggris pertumbuhan paten sangat baik. Kemungkinan pengaruh itu adalah akibat kedudukan Inggris sebagai negara 1 Sudaryat, Sudjana dan Rika Ratna Permata, Hak Kekayaan Intelektual, Bandung: Oase Media, 2010, hlm. 15. Abdulkadir Muhamad, Kajian Hukum Ekonomi Hak Kekayaan Intelektual. PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2007, hlm. 1 3 Sudaryat, Sudjana dan Rika Ratna Permata, Op.Cit, hlm. 91. 2 induk penjajah, yang sampai pertengahan abad ke-20 dan satu-dua abad sebelumnya, mempunyai banyak wilayah jajahan dan membawa pengaruh hukum di wilayah koloninya. Perkembangan paten di Indonesia telah cukup jauh tertinggal, baru tahun 1844 pemerintah Hindia Belanda memperkenalkan HKI dan dilanjutkan dengan pembuatan UU Paten.4 Sebelum dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1989 yang telah diperbarui dengan UndangUndang Nomor 13 Tahun 1997 dan terakhir dengan Undang-Undang nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten, paten diatur berdasarkan Octroiwet 1920 hingga dikeluarkannya Pengumuman Menteri Kehakiman tertanggal 12 Agustus 1953 Nomor J.S.5/41/4 Tentang Pendaftar Sementara Oktroi dan Pengumuman Menteri Kehakiman tertanggal 29 Oktober 1953 Nomor J.G.1/2/17 Tentang Permohonan Sementara Oktroi dari Luar Negeri. Sejarah pengaturan paten di negara yang pernah dijajah dipengaruhi oleh pengaturan paten di negara penjajah. Hal itu juga yang terjadi di negara-negara persemakmuran Inggris, seperti Australia, Singapura, dan Malaysia. Sementara itu, sejarah pengaturan paten di Indonesia sangat dipengaruhi oleh pengaturan paten di Belanda.5 Tanggal 7 Mei 1997, Pemerintah Indonesia telah meratifikasi Konvensi Paris dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 1997 Tentang Perubahan Keputusan Presiden Nomor 24 Tahun 1979 Tentang Pengesahan Paris Convention for the Protection of Industrial Property dan Convention Establishing the World Intellectual Property Organization, dengan mencabut persyaratan (reservasi) terhadap Pasal 1 sampai dengan Pasal 12. Sebagai konsekuensinya, Indonesia harus memperhatikan ketentuan yang bersifat substantif yang menjadi dasar bagi pengaturan dalam peraturan perundang-undangan di bidang paten, disamping merek maupun desain Industri.6 Sejalan dengan perjanjian-perjanjian internasional yang telah diratifikasi Indonesia, diperlukan penyempurnaan Undang-Undang Paten yaitu UndangUndang Nomor 6 Tahun 1989 (Lembaran Negara RI Tahun 1989 Nomor 39) sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1997 (Lembaran Negara RI Tahun 1997 Nomor 30) setelah itu Undang-Undang Paten Nomor 14 Tahun 2001 berlaku yang saat ini ketentuan tersebut diubah dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten (UU Paten). Dalam UU Paten, Paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada inventor atas hasil invensinya di bidang teknologi untuk jangka waktu tertentu melaksanakan 4 Juldin Bahriansyah. Informasi Paten Sebagai Perangkat Bisnis. Media HKI, Volume IV, Nomor. 2, Jakarta, 2007, hlm. 22 5 Sudaryat, Sudjana dan Rika Ratna Permata, Op.Cit, hlm. 92 6 Citra Citrawinda Priapantja, Hak Kekayaan Intelektual Tantangan Masa Depan, Gitama Jaya, Jakarta, 2003, hlm. 14 sendiri invensi tersebut atau memberikan persetujuan kepada pihak lain untuk melaksanakannya.7 Salah satu jenis Paten diantaranya adalah Paten Sederhana, yaitu penemuan (yang selanjutnya disebut invensi) yang memiliki nilai kegunaan lebih praktis daripada invensi sebelumnya dan bersifat kasat mata atau berwujud (tangible). Adapun invensi yang sifatnya tidak kasat mata (tangible) seperti metode atau proses, penggunaan, komposisi, dan produk yang merupakan product by process tidak dapat diberikan perlindungan sebagai paten sederhana. Meski demikian, sifat baru dalam paten sederhana sama dengan paten biasa yang bersifat universal.8 Dalam UU Paten juga dijelaskan bahwa Paten sederhana diberikan untuk Invensi yang berupa produk yang bukan sekadar berbeda ciri teknisnya, tetapi harus memiliki fungsi/kegunaan yang lebih praktis daripada Invensi sebelumnya yang disebabkan bentuk, konfigurasi, konstruksi, atau komponennya yang mencakup alat, barang, mesin, komposisi, formula, penggunaan, senyawa, atau sistem. Paten sederhana juga diberikan untuk Invensi yang berupa proses atau metode yang baru.9 Paten sederhana diberikan untuk setiap Invensi baru, pengembangan dari produk atau proses yang telah ada, dan dapat diterapkan dalam industri.10 Ketiga syarat tersebut dijelaskan sebagai berikut: a. Invensi Baru Yang dimaksud dengan invensi yang baru bukanlah dari tidak ada menjadi ada, akan tetapi jika pada Tanggal Penerimaan,invensi tersebut tidak sama dengan teknologi yang telah pernah diungkap atau didaftarkan sebelumnya."Tidak sama" adalah bukan sekadar beda, tetapi harus dilihat sama atau tidak sama dari fungsi ciri teknis (features) Invensi tersebut dibanding fungsi ciri teknis Invensi sebelumnya. Padanan istilah teknologi yang diungkapkan sebelumnya adalah state of the art atau prior art, yang mencakup literatur Paten dan bukan literatur Paten. b. Pengembangan Produk atau Proses yang Telah Ada 7 Indonesia, Undang-undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten, Lembaran Negara Republik Indonesia (LNRI) Tahun 2016 Nomor 176, dan Tambahan Lembaran Negara (TLN) Nomor 5922, Pasal 1 angka 1. 8 Abdulkadir Muhamad, Op.Cit, hlm. 145 9 Indonesia, Op.Cit, Penjelasan Pasal 3 ayat (2). 10 Ibid., Pasal 3 Yang dimaksud dengan pengembangan produk atau proses yang telah ada adalah paten sederhana dapat diberikan terhadap suatu invensi yang telah diberikan paten sebelumnya dengan syarat bahwa paten sederhana tersebut harus memiliki fungsi/kegunaan yang lebih praktir dari invensi sebelumnya. c. Dapat diterapkan dalam industri. Invensi dapat diterapkan dalam industri jika Invensi tersebut dapat dilaksanakan dalam industri sebagaimana diuraikan dalam Permohonan. Invensi berupa produk yang dapat diterapkan dalam industri harus mampu dibuat secara berulang-ulang (secara massal) dengan kualitas yang sama, sedangkan jika Invensi berupa proses maka proses tersebut harus mampu dijalankan atau digunakan dalam praktik. Sebuah paten sederhana diberikan untuk Invensi yang berupa produk yang bukan sekadar berbeda ciri teknisnya, tetapi harus memiliki fungsi/kegunaan yang lebih praktis daripada Invensi sebelumnya yang disebabkan bentuk, konfigurasi, konstruksi, atau komponennya yang mencakup alat, barang, mesin, komposisi, formula, penggunaan, senyawa, atau sistem. Paten sederhana juga diberikan untuk Invensi yang berupa proses atau metode yang baru. Dalam perkembangannya jumlah paten sederhana di Indonesia cukup banyak, paten sederhana sepanjang 2016 di DJKI Kemenkumham -berdasarkan penelusuran Klik Legal – berjumlah 441 permohonan. Lima Besar negara asal permohonan pendaftaran paten sederhana adalah Indonesia (323 permohonan), Taiwan (44 permohonan), Jepang (29 permohonan), China (20 permohonan) dan Thailand (6 permohonan). 11 Dengan jumlah yang cukup banyak permohonan pendaftaran paten sederhana di Indonesia, bukan berarti telah berjalan dengan baik salah satu kasus yang terjadi yaitu kasus mengenai paten sederhana dengan nomor 167 K/Pdt.Sus-HKI/2017 antara Indra Mustakim, selaku 11 Kliklegal.com, Ini Lima Besar Negara Asal Permohonan Paten Pada 2016, https://kliklegal.com/ini-lima-besarnegara-asal-permohonan-paten-di-indonesia-pada-2016/, diakses tanggal 27 November 2018. Pemohon Kasasi dahulu Penggugat (Pemohon Kasasi) dengan Sukianto, selaku Termohon Kasasi dahulu Tergugat (Termohon Kasasi). Pemohon Kasasi merupakan pengusaha regulator LPG yang mana produknya telah didaftarkan paten sederhana, pada tanggal 12 April 2010, dan karena telah terpenuhi pemeriksaan formalitas, maka diberi tanggal Penerimaan 12 April 2010, Nomor S00201000060, dengan Judul Alat Regulator yang disempurnakan, dan diberi Paten Sederhana pada tanggal 8 Maret 2011, oleh Direktorat Paten, Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia R.I. dan diterbitkan Sertifikat Paten Sederhana Nomor lDS000001072, dengan Judul Alat Regulator LPG Yang Disempurnakan, sesuai Klaim. Termohon Kasasi sendiri merupakan Pemegang paten sederhana Nomor IDS000001445 atas nama Tergugat yang berjudul Regulator LPG yang memiliki mekanisme Penguncian dan telah terdaftar dalam Daftar Umum Paten pada Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual, Direktorat Paten, Kementerian Hukum Dan Hak Asasi Manusia R.I. pada tanggal 1 Maret 2016 dengan tanggal penerimaan permohonan 12 Oktober 2012. Pemohon Kasasi selaku pemegang paten sederhana terhadap Alat Regulator yang disempurnakan yang diberikan sertifikat pada tanggal 8 maret 2011 merasa dirugikan dengan adanya paten sederhana yang di pegang oleh Termohon Kasasi yang mana baru mendapatkan sertifikat paten sederhana pada 1 ,maret 2016 dengan judul Regulator LPG yang memiliki mekanisme Penguncian, sehingga Pemohon Kasasi mengajukan permohonan pembatalan. Dalam eksepsinya yang disampaikan pada pengadilan niaga Termohon Kasasi menyampaikan “bahwa seharusnya Penggugat mengikutsertakan Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual, Direktorat Paten, Kementerian Hukum Dan hak Asasi Manusia R.I sebagai pihak yang ikut serta dalam gugatan pembatalan Paten Sederhana Nomor IDS000001445, karena sertifikat paten sederhana atas nama Tergugat merupakan produk yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual, Direktorat Paten, Kementerian Hukum Dan hak Asasi Manusia R.I berupa Sertifikat Paten terdaftar Nomor IDS000001445, oleh karena Penggugat tidak mengikutsertakan Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual, Direktorat Paten, Kementerian Hukum Dan Hak Asasi Manusia R.I. maka membuat gugatan Penggugat kurang pihak, oleh karenanya gugatan Penggugat yang kurang pihak haruslah ditolak atau setidak-tidaknya tidak dapat diterima”. Dalam kasus tersebut Majelis Hakim pada Mahkamah Agung memutuskan bahwa menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi dengan pertimbangan Bahwa untuk menyelesaikan perkara ini secara tuntas dan adil perlu ditarik Direktorat Paten sebagai pihak yang dalam perkara ini tidak ikut digugat; Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, ternyata bahwa Putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, sehingga permohonan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi Indra Muskim tersebut harus ditolak. Dengan ditolaknya kasus tersebut yang mana objeknya adalah paten sederhana belum terlihat bagaimanakan perlindungan paten sederhana itu sendiri dikarenakan dalam putusan kasasi tersebut hanya mempertimbangkan terkait keterlibatan Direktorat Jendral Kekayaan Intelektual dalam suatu perkara. 2. Perumusan Masalah a. Bagaimanakan Pengaturan Mengenai Paten Sederhana di Indonesia dan di Jepang? b. Apakah Putusan Kasasi dengan pertimbangan Direktorat Jendral Kekayaan Intelektual harus diikut sertakan telah tepat? II. Pembahasan Paten sederhana pada dasarnya adalah penemuan yang memiliki nilai kegunaan lebih praktis daripada invensi sebelumnya dan bersifat kasat mata atau berwujud (tangible). Adapun invensi yang sifatnya tidak kasat mata (tangible) seperti metode atau proses, penggunaan, komposisi, dan produk yang merupakan product by process tidak dapat diberikan perlindungan sebagai paten sederhana. Meski demikian, sifat baru dalam paten sederhana sama dengan paten biasa yang bersifat universal.12Paten sederhana muncul karena mengingat banyaknya penemuan atau teknologi yang bersifat sederhana, baik dalam cara, metode atau proses serta bentuk penemuan maupun dalam hal pelaksanaannya dapat memperoleh perlindungan paten setelah menjadi suatu produk. Jangka waktu perlindungan paten sederhana hanya 10 tahun sejak tanggal penerimaannya dan tidak dapat diperpanjang. Proses pemeriksaan dan kriteria hingga persyaratan lebih singkat dan mudah daripada paten biasa.13 Paten sederhana diberikan untuk Invensi yang berupa produk yang bukan sekadar berbeda ciri teknisnya, tetapi harus memiliki fungsi/kegunaan yang lebih praktis daripada Invensi sebelumnya yang disebabkan bentuk, konfigurasi, konstruksi, atau komponennya yang mencakup alat, barang, mesin, komposisi, 12 Abdulkadir Muhamad, Op.Cit, hlm.145 Suyud Margono, Hak Milik Industri Pengaturan dan Praktik di Indonesia, Ghalia Indonesia, Bogor, 2011, hlm.142 13 formula, senyawa, atau sistem. Paten sederhana juga diberikan untuk Invensi yang berupa proses atau metode yang baru.14 Dalam UU Paten, paten diberikan untuk diberikan untuk Invensi yang baru, mengandung langkah inventif, dan dapat diterapkan dalam industri. Sedangkan paten sederhana diberikan untuk setiap Invensi baru, pengembangan dari produk atau proses yang telah ada, dan dapat diterapkan dalam industri.15 Paten sederhana hanya memiliki masa perlindungan selama 10 tahun sejak tanggal penerimaan.16 Pada Bab IX mengatur secara spesifik mengenai paten sederhana yaitu paten sederhana hanya diberikan untuk satu invensi. Permohonan pemeriksaan substantif atas paten sederhana dapat dilakukan bersamaan dengan pengajuan permohonan paten sederhana atau paling lama 6 (enam) bulan terhitung sejak tanggal penerimaan permohonan paten sederhana dengan dikenai biaya. Apabila permohonan pemeriksaan substantif atas paten sederhana tidak dilakukan dalam batas waktu tersebut atau biaya pemeriksaan substantif atas paten sederhana tidak dibayar, maka permohonan paten sederhana dianggap ditarik kembali.17 Pengumuman permohonan paten sederhana dilakukan paling lambat 7 (tujuh) hari setelah 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal penerimaan permohonan paten sederhana. Pengumuman tersebut dilaksanakan selama 2 (dua) bulan terhitung sejak tanggal diumumkannya permohonan paten sederhana. Pemeriksaan substantif atas permohonan paten sederhana dilakukan setelah jangka waktu pengumuman berakhir.18 Menteri wajib memberikan keputusan untuk menyetujui atau menolak Permohonan Paten sederhana paling lama 12 (dua belas) bulan terhitung sejak tanggal penerimaan Permohonan Paten sederhana. Paten sederhana yang diberikan oleh Menteri dicatat dan diumumkan melalui media elektronik dan/atau media non-elektronik. Menteri memberikan sertifikat Paten sederhana kepada Pemegang Paten sederhana sebagai bukti hak.19 Paten sederhana tidak hanya di kenal di Indonesia tapi juga secara global yang disebut dengan utility model. Utility model adalah hak eksklusif yang diberikan untuk suatu invensi, yang memungkinkan pemegang hak untuk mencegah orang lain untuk menggunakan invensi 14 Ibid, Penjelasan Pasal 3 Indonesia, Op.Cit, Pasal 3 16 Ibid, Pasal 23 17 Ibid, Pasal 122 18 Ibid, Pasal 123 19 Ibid, Pasal 124 15 tersebut, tanpa seizinnya, untuk jangka waktu tertentu. Definisi dasarnya, mungkin berbeda pada setiap negara, utility model juga hampir mirip dengan paten. Faktanya, utility model terkadang mereffer ke “petty patents” atau “innovation pattents”. Perbedaan mendasar antara utility model dengan paten adalah: a. Persyaratan untuk mendapatkan utiluty models lebih mudah dibanding paten. Dimana peryaratan “novelty” hatur selalu dipenuhi, namun untuk “inventive step” atau “nonobviousness” mungkin lebih dipermudah atau bahkan tidak sama sekali. Dalam praktiknya, perlindungan untuk utility model biasanya diminta untuk suati inovasi yang lebih bersifat tambahan yang mana tidak dapat dipatenkan. b. Jangka waktu perlindungan utility model lebih singkat dibanding paten dan berbariasi pada setiap negara (biasanyanya antara 7 sampai dengan 10 tahun tanpa adanya kesempatan untuk memperpanjang atau memperbarui). c. Dalam banyak negara yang menerapkan perlindungan utility model, pemeriksa paten tidak memeriksa substansi sebelum pendaftaran dilakukan. Ini mengartikan bahwa proses registrasi lebih simple dan cepat, yang rata-rata berlangsung selama 6 (enam) bulan. d. Utility model lebih murah dalam hal mendapatkan dan pemeliharaannya. e. Di beberapa negara, perlindungan utility model hanya dapat diberikan pada beberapa bidan teknologi dan hanya produk bukan proses. Utility model sangat cocok untuk UKM yang membuat perbaikan “kecil” dan adaptasi dari produk yang telah ada. Utility models digunakan terhadap inovasi mekanis. “Innovation pattent”, baru saja di terapkan di australia, diperkenalkan sebagai hasil penelitian ekstensif ke dalam kebutuhan usaha kecil dan menengah, dengan tujuan menyediakan “titik awal sistem kekayaan intelektual yang murah”. Hanya sedikit negara dan wikayah yang memberikan perlindungan utility model.20 Di Jepang pengaturan mengenai utility model diterapkan dalam The Japanese Utility Model Act (JUMA) yang melindungi “perangkat yang berkaitan dengan bentuk atau struktur atau kombinasi dan dapat diterapkan dalam industri”. Mirip dengan hukum utility model di negara 20 WIPO, Protection Innovations by Utility Models What is a Utility Model, https://www.wipo.int/sme/en/ip_business/utility_models/utility_models.htm>, dikutip pada tanggal 27 November 2018. lain, metode, seperti proses dalam industri tidak dapat dilindungi dibawah JUMA. Sama seperti Indonesia perlindungan utility model di jepang memiliki jangka waktu 10 tahun.21 Pengajuan utility model di jepang dapat diberikan untuk paten atau bahkan untuk desain dengan kondisi tertentu. Namun, dikarenakan issue paten ganda, hal ini sangan tidak dimungkinkan untuk mendapatkan perlindungan dari subjek paten yang sama dengan mendaftarkan utility model dan paten. Sama seperti sistem utility model pada jursdiksi lain, utility model di Jepang dapat diregistrasikan tanpa ada pemeriksaan substantif selama persyaratan dasar telah terpenuhi seperti apakah kalim diarahkan ke subjek yang dapat dilindungi atau tidak.22 Karena diberlakukan sistem “non-substantive examination”, penegakan hukum untuk utility model sangat terbatas dan hanya diperbolehkan setelah memberikan peringatan terhadap dugaan pelanggaran dengan memberikan yang dinamakan “Report of Utility Model Technical Opinion”, yang mana merupakan laporan terhadap pendaftarannya, seperti kebaruan dan langkah inventif, yang dikeluarkan oleh Japan Patent Office. Jika peringattan atas dugaan pelanggaran tidak didasarkan pada penilaian penilaian yang positif dan utility model akhirnya tidak valid, pemegang hak dapat bertanggung jawab untuk memberikan kompensasi yang diakibatkan oleh peringatan dan penegakan hukum tersebut.23 Selain itu, karena kurangnya prosedur pemeriksaan substantif, kesempatan untum melakukan perbaikan sangat terbatas dan sekaliannya pengajuan utility model terdaftar, hanya ada satu kesempatan untuk melakukan koreksi pada spesifikasinya, klaim dan gambar, meskipun pembatalan klaim diperbolehkan dilakukan beberapa kali. Seperti koreksi terbatas untuk:24 a. Pembatasan ruang lingkup klaim; b. Koreksi kesalahan; c. Klarifikasi pernyataan yang ambigu; dan d. Konversi klaim yang tergantung pada format klaim independen. 21 Francesca Giovannini, Shinya Kimura, Han-Mei Tso and Jude Yi, Petty Patents Around the World, <https://oshaliang.com/newsletter/petty-patents-around-the-world/> , dikutip pada tanggal 27 November 2018. 22 Ibid. 23 Ibid. 24 Ibid. Oleh karena itu, terdapat beberapa kelemahan dari sistem utility model di Jepang, dan pemohon dapat mengetahui bahwa paten lebih menguntungkan dari utility model. Faktanya, selama tahun 1980an, sekitar 200.000 permohonan pengajuan utility model tiap tahunnya, namun dalam beberapa tahun terakhir jumlahnya turun menjadi sekitar 7.000 saja. 25 Meskipun terdapat beberapa kelemahan, pemohon utility model mungkin masih berharga karena klaim yang dapat diajukan relatif luas, yang mana akan terdaftar tanpa pemeriksaan substantif,dapat secara mudah mendapatkan produk dari pesaing, tapi pesaing tidak akan segera mengetahui apakah utility model tersebut telah terdaftar atau belum. Oleh karena itu, pemohon utility model dapat memiliki nilai strategis jika mengajukan klaim yang tepat, termasuk klaim yang luas dan cukup sempit diajukan.26 Keputusan majelis hakim yang menolak permohonan kasasi dari pemohon kasasi berdasarkan putusan nomor 167 K/Pdt.Sus-HKI/2017 yang sebelumnya dijelaskan didasarkan pada pertimbangan bahwa dari dalil Penggugat tersebut ternyata peranan Direktorat paten untuk menjelaskan tentang dugaan kekeliruan/ketidaktelitian pemeriksaan substantif paten sederhana S00201200190 yang didalilkan Penggugat cukup penting dan menentukan. Bahwa untuk menyelesaikan perkara ini secara tuntas dan adil perlu ditarik Direktorat Paten sebagai pihak yang dalam perkara ini tidak ikut digugat. Apabila dilihat dalam kasus nomor 167 K/Pdt.SusHKI/2017 tersebut objek yang disengketakan adalah Paten milik Termohon Kasasi yang telah terdaftar pada tanggal 1 Maret 2016, dengan Nomor IDS 000001445, dengan tajuk “Regulator LPG yang memiliki mekanisme Penguncian”, yang mana membuat Pemohon Kasasi merasa dirugikan akibat terdaftarnya paten sederhana tersebut karena sebelumnya Pemohon Kasasi telah mendapatkan hak paten sederhana yang mana memiliki kesamaan dengan paten sederhana milik termohon kasasi. Dalam keterangan ahli kasus tersebut Dr. Cita Citrawinda, S.H., MIP menyatakan bahwa “kedudukan Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual, adalah suatu lembaga yang berwenang untuk mengelola administrasi sesuai dengan Ketentuan Pasal 110 Undang Undang Nomor 14/2001, sehingga terhadap eksepsi dari Tergugat, yang tidak mengikutsertakan Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual, dan menyatakan kurang pihak tidak tepat”. Namun tetap Majelis Hakim berpendapat lain. Keikutsertaan Direktorat Jendral Hak Kekayaan Intelektual apabila dilihat berdasarkan pendapat ahli tersebut memang hanya berwenang untuk mengelola administrasi saja yang mana 25 26 Ibid. Ibid. hal tersebut tidak ada sangkut pautnya dengan substansi perkara ini. Dikarenakan telah adanya kesamaan yang terbukti dari penelitian yang dilakukan oleh Pemohon Kasasi dirasa cukup tanpa harus mengikutsertakan Direktorat Jendral Hak Kekayaan Intelektual. Majelis Hakimpun dapat meminta secara langsung pembatalan paten sederhana yang mana telah terbukti adanya kesamaan dan tidak adanya kebaruan terhadap paten sederhana tersebut. Dari hal tersebut penulis berpendapat putusan nomor 167 K/Pdt.Sus-HKI/2017 tersebut kurang tepat. Apabila dikaji dalam UU Paten sendiri maka, posisi Direktorat Jendral Hak Kekayaan Intelektual sendiri tidak ditentukan secara jelas perannya sebagai pengelola administrasi sesuai dengan Ketentuan Pasal 110 Undang Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten. Sehingga dalam perkembangannya dengan UU Paten mungkin Direktorat Jendral Kekayaan Intelektual Perlu dilibatkan dalam kasus mengenai pembatalan suatu paten maupun paten sederhana. III. Kesimpulan Perlindungan paten sederhana pada dasarnya telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten dan secara khusus diatur dalam BAB IX Undang-Undang tersebut. Pengaturan Paten Sederhana secara internasional disebut sebagai Utility Model yaitu hak eksklusif yang diberikan untuk suatu invensi, yang memungkinkan pemegang hak untuk mencegah orang lain untuk menggunakan invensi tersebut, tanpa seizinnya, untuk jangka waktu tertentu. Penerapan paten sederhana di Jepang sendiri, pada dasarnya tidak jauh berbeda dengan Indonesia yang mana memberikan perlindungan terhadap paten sederhana (utility model) selama 10 (sepuluh) tahun. Mengenai urgensi penarikan Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual dalam putusan kasasi Nomor nomor 167 K/Pdt.Sus-HKI/2017, dari penjabaran diatas pada dasarnya Direktorat Jendral Kekayaan Intelektual berkedudukan sebagai lembaga yang berwenang untuk mengelola administrasi sesuai dengan Ketentuan Pasal 110 Undang Undang Nomor 14/2001. Sehingga putusan tersebut yang menerangkan bahwa pejabat Direktorat Jendral Kekayaan Intelektual harus diikut sertakan adalah kurang tepat. DAFTAR PUSTAKA A. Buku Abdulkadir Muhamad, Kajian Hukum Ekonomi Hak Kekayaan Intelektual. PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2007. Citra Citrawinda Priapantja, Hak Kekayaan Intelektual Tantangan Masa Depan, Gitama Jaya, Jakarta, 2003. Juldin Bahriansyah. Informasi Paten Sebagai Perangkat Bisnis. Media HKI, Volume IV, Nomor. 2, Jakarta, 2007. Sudaryat, Sudjana dan Rika Ratna Permata, Hak Kekayaan Intelektual, Bandung: Oase Media , 2010. Suyud Margono, Hak Milik Industri Pengaturan dan Praktik di Indonesia, Ghalia Indonesia, Bogor, 2011, B. Artikel Kliklegal.com, Ini Lima Besar Negara Asal Permohonan Paten Pada 2016, https://kliklegal.com/ini-lima-besar-negara-asal-permohonan-paten-di-indonesia-pada-2016/, diakses tanggal 27 November 2018. WIPO, Protection Innovations by Utility Models What is a Utility Model, https://www.wipo.int/sme/en/ip_business/utility_models/utility_models.htm>, dikutip pada tanggal 27 November 2018. Francesca Giovannini, Shinya Kimura, Han-Mei Tso and Jude Yi, Petty Patents Around the World,<https://oshaliang.com/newsletter/petty-patents-around-the-world/> , dikutip pada tanggal 27 November 2018. C. Peraturan Indonesia, Undang-undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten, Lembaran Negara Republik Indonesia (LNRI) Tahun 2016 Nomor 176, dan Tambahan Lembaran Negara (TLN) Nomor 5922.