A. Dasar Hukum Undang-undang nomor 14 tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak Undang-undang nomor 35 Tahun 1999 tentang ketentuan-ketentuan pokok kekuasaan kehakiman B. Sejarah Pengadilan Pajak Sistem dan mekanisme peradilan yang dikenal pada saat ini, berkembang dari suatu sistem yang berasal dari kreasi manusia yang menginginkan agar hidup dan kehidupan manusia diatur sesuai dengan ajaran agama, budi pekerti, dan etika. Berangkat dari pendapat tersebut, dibentuklah suatu badan peradilan sebagai penengah, penegak aturan, moral, dan etika. Dalam kaitannya dengan perpajakan pada saat penjajahan Belandan di kawasan Hindia Belanda, sebagai pemegang fungsi yudikatif adalah Pengadilan-Pengadilan yang berlaku menurut hukum yang berlaku di negeri Belanda. Misalnya untuk pidana dibentuk Pengadilan Pidana, untuk perdata dibentuk Pengadilan Perdata, dan seterusnya. Pasca perjuangan kemerdekaan, Indonesia menjadi negara yang berdaulat, akan tetapi negara kita mengalami kekosongan hukum khususnya di bidang perpajakan, dengan tetap memperhatikan Aturan Peralihan UUD 1945 Pasal II. Untuk mengisi kekosongan dalam sistem peradilan dan kekosongan perundang-undangan beberapa Undang-Undang peninggalan Belanda masih tetap diberlakukan. Tahap perkembagangan institusi untuk menyelesaikan sengketa perpajakan di Indonesia terdiri dari: Institusi Pertimbangan Pajak (IPP) Untuk membatasi sengketa serta memberikan wadah serta solusi bagi para wajib pajak yang tidak menerima atau menolak ketetapan pajak yang diterbitkan eksekutif dibentuk Institusi Pertimbangan Pajak (IPP) didirikan pada tahun 1915 melalui Staatsblad 1915 Nomor 707 dan berkedudukan di Batavia. IPP hanya didirikan di ibukota negara yaitu Batavia. Tujuan dari institusi ini adalah untuk memberikan sarana atau wadah atau jembatan bagi wajib pajak dalam mempertahankan hak-hak dan mendapatkan perlindungan di Pengadilan bidang pajak dan fiskus mempertahankan penegakan kepatuhan pajak. Majelis Pertimbangan Pajak (MPP) Majelis Petimbangan Pajak (MPP) telah hadir sejak adanya Staatsblad Nomor 707 tanggal 11 Desember 1915 tetapi masih belum dapat dikatakan sebagai badan peradilan yang independen karenaberkedudukan langsung dibawah Gouverneur General di mana ketuanya adalah Directeur van Financien (sama dengan Menteri Keuangan). Demi terciptanya proses peradilan yang independen dalam menyelesaikansengketa perpajakan, maka pada tahun 1927 di adakanlah perombakan dan penyempurnaan ordonansi sehingga lahirlah Ordonnantietot Regeling van het Beroep in Belastingzaken, Staatsblad. Nomor 29 Tahun 1927dengan nama Raad van Beroep Voor Belastingzaken atau biasa disebut Raad van Beroep. MPP adalah sebuah badan peradilan administrasi bidang perpajakan, oleh karenanya pengambilan sumpah oleh badan eksekutif dinilai tidak sesuai, sehingga ordonansi mengenai pendirian MPP perludiubah dengan Undang-Undang No. 5 Tahun 1959 (L.N No. 13 Tahun1959) khususnya pasal 4 di mana kata Gouverneur der ProvincieWest Java diganti dengan Ketua Mahkamah Agung. MPP diberikan wewenang untuk memeriksa dan memutuspermohonan banding atas keberatan yang diajukan oleh wajib pajak.Penyelesaian sengketa pajak ini meliputi selain pajak-pajak negara (pemerintah pusat), juga pajak-pajak daerah. Struktur organisasi MPP, telah memenuhi sebagai suatu organisasi, yaitu dengan dibantu olehSekretariat yang mengepalai kesekretariatan dan kegiatan administrasiyuridis dan umum, seperti diatur dalam Keputusan Presiden Nomor 20Tahun 1986. Dengan adanya majelis tersebut, banyak sengketa pajakyang telah dapat diselesaikan, sehingga kebenaran, keadilan danpengakan hukum di bidan perpajakan mulai dirasakan oleh masyarakat, khususnya para pelaku bisnis. Badan Penyelesaian Sengketa Pajak (BPSP) Melalui Undang-Undang Nomor 17 Tahun1997, dibentuk suatu badan semacam peradilan yakni Badan Penyelesaian Sengketa Pajak (BPSP). Badan ini mempunyai kewenanganyang lebih luas selain memeriksa dan memutus masalah sengketa pajak, juga pabean dan cukai dan dimaksudkan menggantikan kedudukan Majelis Pertimbangan Pajak. Meskipun bukan berbentuk Pengadilan, tetapi forum pemeriksaan dan pemutus sengketa, terdiri atas Ketua dan anggota (berjumlah tiga orang), bertindak sebagai hakim.Putusannya berbentuk putusan Ketua BPSP. Dengan adanya perluasan peradilan termaksud. Anggota-anggota BPSP selain berasal dari pajak, para ahli perpajakan (konsultan, anggota Dewan Perwakilan Rakyat), pengusaha, juga ahli-ahlidi bidang kepabeanan dan cukai. Masalah sengketa pajak mempunyai corak, sifat, dan karakteristik sendiri dapat diserahkan kepadasuatu peradilan khusus. Sedangkan sengketa atas keputusan dalam lingkup administrasi negara yang lain tetap diperiksa dan diputus oleh Pengadilan Tata Usaha Negara. Pada akhirnya pada tahun 2002 dibentuk dan diberlakukan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak. Pembentukan Pengadilan Pajak Berdasarakan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak Definisi Pengadilan Pajak merujuk dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak. Pengadilan Pajak terdiri dari Pimpinan, Hakim Anggota, Sekretaris dan Panitera. Pimpinan Pengadilan pajak terdiri seorang Ketua dan paling banyak 5 (lima) orang Wakil Ketua. Pengadilan pajak berkedudukan di ibukota Negara dan Sidang Pengadilan Pajak dilakukan di tempat kedudukannya (Apabila dipandang perlu dapat dilakukan di tempat lain yang ditetapkan oleh Ketua). Kekuasaan Pengadilan Pajak mencakup: Pengadilan Pajak merupakan Pengadilan tingkat pertama dan terakhir dalam memeriksa dan memutus Sengketa Pajak oleh karenanya putusan Pengadilan Pajak tidak dapat diajukan Gugatan ke Peradilan Umum, Peradilan Tata Usaha Negara atau Badan Peradilan lain, kecuali putusan berupa “tidak dapat diterima” yang menyangkut kewenangan/kompetensi Pengadilan pajak mempunyai tugas dan wewenang memeriksa dan memutus Sengketa Pajak. Pengadilan Pajak dalam hal Banding hanya memeriksa dan memutus sengketa atas keputusan keberatan kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pengadilan Pajak dalam hal Gugatan memeriksa dan memutus sengketa atas pelaksanaan penagihan Pajak atau Keputusan pembetulan atau, Keputusan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 dan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.