BAB 1.PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Kakao adalah (Theobroma cacao L.) salah satu hasil perkebunan terbaik di indonesia yang memiliki peranan yang sangat penting bagi perekonomian nasional, karena perkebunan kakao mampu menyediakan lapangan pekerjaan, sumber pendapatan dan salah satu penyumbang devisa negara terbesar dibidang perkebunan (Sumampow, 2010).Kakao merupakan salah satu bahan baku pembuatan coklat, coklat dengan kandungan kakao (biji coklat) lebih dari 70% memiliki manfaat untuk kesehatan, karena coklat kaya akan kandungan antioksidan yaitu fenol dan flavonoid,berguna untuk mencegah timbulnya kanker dalam tubuh, mencegah terjadinya stroke dan darah.Selain itu kandungan lemak pada coklat biji kakao kualitas tinggi terbukti bebas kolesterol dan tidak menyumbat pembuluh darah. Coklat juga mengandung beberapa vitamin yang berguna bagi tubuh seperti vitamin A, vitamin B1, vitamin C,vitamin D, dan vitamin E. Selain itu, coklat juga mengandung zat maupun nutrisi yang penting untuk tubuh seperti zat besi, kalium dan kalsium. Benih kakao merupakan benih rekalsitran, benih rekalsitran adalah benih yang tidak tahan terhadap suhu tinggi atau dikeringkan, peka terhadap suhu dan kelembaban yang rendah (Maemunah, 2009). Menurut Budiarti (1997) benih kakao memiliki kadar air tinggi sehingga benih kakao sangat rentan dengan serangan cendawan. Kadar air biji kakao setelah dipanen masih tinggi yaitu sekitar 51% - 60% (Susanto, 1994) sehingga memberikan peluang yang besar untuk cepat membusuk akibat adanya pertumbuhan mikroorganisme. Oleh karena itu, dengan adanya pengeringan dapat mengurangi kadar air dalam biji. Kadar air biji yang diharapkan setelah pengeringan adalah 6%, yang bertujuan untuk memudahkan pelepasan nib dari kulitnya, juga mencegah agar tidak ditumbuhi oleh mikroorganisme pembusuk sehingga dapat memperpanjang umur simpan. Kekurangan air menjadi salah satu faktor stres abiotik yang terpenting yang membatasi pertumbuhan dan perkembangan tanaman di daerah kering atau pada saat musim kemarau (Zhu et al., 2012). 1.2 Tujuan Adapun tujuan dilakukan praktikum kali ini adalah untuk 1.Mengetahui perubahan biji kakao selama penyangraian 2.Mengetahui efisiensi pemisahan kulit biji 3.Mengetahui ukuran partikel pasta hasil pemastaan yang dibandingkan dengan pasta komersial BAB 2.TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Kakako Kakao merupakan tumbuhan dengan ketinggian 10 m, namun dalam pembudidayaan tingginya dibuat tidak lebih dari 5 m dengan tajuk menyamping yang meluas. Buah kakao tumbuh dari bunga yang diserbuki. Ukuran buah kakao jauh lebih besar dari bunganya dan berbentuk bulat hingga memanjang. Warna buah akan berubah seiring tingkat kematangan buah. Sewaktu muda buah berwarna hijau hingga ungu. Kulit luar buah ketika sudah masak biasanya berwarna kuning. Di Indonesia, kakao dikenal dengan dua jenis, yaitu kakao mulia yang berasal dari varietas criollo dengan buah berwarna merah dan kakao lindak berasal dari varietas forastero dan trinitario dengan warna buah hijau. Berikut merupakan taksonomi kakao Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Class : dicotyledoneae Sub class : dialypetalae Ordo : malvales Family : sterculiaceae Genus : Theobroma Spesies : Theobroma cacao L. Beberapa macam produk dapat dihasilkan dari kakao yaitu berasal dari kulit, pulp maupun dari biji. Kulit kakao dapat dijadikan kompos, pakan ternak, substrat budidaya jamur, ekstraksi theobromin, dan bahan bakar. Secara umum, biji kakao dapat diolah menjadi tiga olahan akhir, yaitu lemak kakao, bubuk kakao dan permen atau makanan cokelat yang dalam pengolahannya saling tergantung satu dengan yang lainnya (Wahyudi, et al. 2008). 2.2 Jenis Kakao Menurut Sunarto (2004), jenis tanaman kakao yang terkenal ada tiga, yaitu: 1. Jenis Criollo, yang terdiri dari Criollo Amerika Tengah dan Criollo Amerika Selatan. Jenis ini menghasilkan biji kakao yang mutunya sangat baik dan dikenal sebagai coklat mulia, fine dan flavour cocoa, choiced cocoa, edel coco. Buahnya berwarna merah atau hijau, kulit buahnya tipis dan berbintil-bintil kasar dan lunak. Biji buahnya berbentuk bulat telur dan berukuran besar dengan kotiledon berwarna putih pada waktu basah. 2.Jenis Forastero, menghasilkan biji coklat yang mutunya sedang (bulk cocoa) atau juga sebagai ordinary cocoa (lindak cacao).Buah berwarna hijau dan kulitnya tebal. Biji buahnya tipis atau gepeng dan kotiledon berwarna ungu pada waktu basah. 3. Jenis Trinitario, merupakan campuran atau hybrida jenis dari jenis Criollo dengan jenis Forastero secara alami, sehingga jenis ini menghasilkan biji yang termasuk fine flavour cocoa dan ada yang termasuk bulk cocoa. 2.3 Kandungan Kimia Kakako Biji kakao mengandung berbagai macam komponen kimia, zat gizi, dan senyawa bioaktif di dalamnya. Komposisi kimia ini bervariasi setelah mengalami proses pengolahan menjadi produk. Komposisi kimia bubuk kakao berbeda dengan mentega kakao dan pasta coklat. Komposisi kimia bubuk kakao (natural) per 100 gram adalah mengandung kalori 228,49 Kkal, lemak 13,5 g, karbohidrat 53,35 g, serat 27,90 g, protein 19,59 g, air 2,58 g, dan kadar abu 6,33, yang meliputi : kalium 1495,5 mg, natrium 8,99 mg, kalsium 169,45 mg, besi 13,86 mg, seng 7,93 mg, tembaga 4,61 mg, dan mangan 4,73 mg. Komponen senyawa bioaktif dalam bubuk kakao adalah senyawa polifenol yang berfungsi sebagai antioksidan. Kandungan polifenol total dalam bubuk kakao lebih tinggi dibandingkan dalam anggur maupun teh. Kelompok senyawa polifenol yang banyak terdapat pada kakao adalah flavonoid yaitu senyawa yang mengandung 15 atom karbon yang 8 terdiri dari dua cincin benzene yang dihubungkan oleh rantai karbon (Wahyudi et al. 2008). 2.4 SNI Biji Kakao. Pada dasarnya buah kakao terdiri atas 4 bagian yakni : kulit, placenta, pulp, dan biji. Buah kakao masak berisi 30-40 biji yang diselubungi oleh pulp dan placenta. Pulp merupakan jaringan halus yang berlendir yang membungkus biji kakao, keadaan zat yang menyusun pulp terdiri dari 80-90% air dan 8-14% gula Universitas Sumatera Utara sangat baik untuk pertumbuhan mikroorganisme yang berperan dalam proses fermentasi (Bintoro, 1977). Adapun mutu biji kakao menurut Standar Nasional Indonesia adalah sebagai berikut: I. Bentuk biji : Bulat,lonjong penuh, tebal 1 cm, panjang 1,5 cm dan lebar 1,5 cm Warna : Cokelat rata dan cerah, Bau : Khas coklat, % ka (b/b) maksimal : 8 % , kadar lemak (b/b) min : 55%. II. Bentuk biji : sedikit berlekuk-lekuk, warna : Cokelat rata dan cerah atau coklat muda, Bau : Khas cokelat, % ka (b/b) maksimal : 8 %, kadar lemak (b/b) minimal 55%. III. Bentuk biji : Keriput, warna : Cokelat rata dan cerah, Bau : Khas coklat, % ka (b/b) maksimal : 8 %, kadar lemak (b/b) minimal 55%. (SNI 01 – 2323 - 2000). Syarat Mutu : 1. Syarat umum No Jenis Uji Satuan 1. Serangga hidup 2. Kadar air 3. Biji berbau asap dan hammy atau Persyaratan - Tidak ada % fraksi massa Maks 7,5 - Tidak ada - Tidak ada berbau asing 4. Kadar benda asing 2.Syarat khusus Biji Kaka o mulia Kaka berjamur o maksimu linda m k (%biji/biji ) Biji slaty Biji Kotoran maksimu berserangg maksimu m a m (%biji/biji maksimum (%biji/biji ) (%biji/biji) ) Biji berkecamba h maksimum (%biji/biji) 1F IB 2 3 1 1,5 2 II F II B 4 8 2 2 3 III F III B 4 9 2 3 3 2.5 Proses Pengolahan Kakao Hilir (Penyangraian, Winnowing, Pemastaan) 2.5.1 Penyangraian Proses penyangraian menggunakan panas perlu diberikan dalam intensitas dan waktu yang cukup untuk perkembangan cita rasa (flavor) kakao, namun panas yang berlebihan dapat mengakibatkan terjadinya kehilangan atau kerusakan cita rasa (Agus, 2008).Suhu penyangraian merupakan faktor utama penyebab terjadinya pewarnaan cokelat dalam biji kakao yang disangrai. Pembentukan pigmen warna cokelat yang dinamis pada saat penyangraian bergantung pada tingkat suhu penyangraian. Penyangraian pada umumnya dilakukan menggunakan kombinasi waktu panjang dengan suhu rendah dan waktu pendek dengan suhu tinggi. Konsentrasi pigmen warna cokelat dalam biji kakao yang disangrai mencapai puncaknya pada suhu 135 °C dan akan menurun secara bertahap bila suhu proses pemanasan berlanjut mengalami kenaikan/peningkatan (Agus, 2008). Suhu yang digunakan dalam penyangraian biji kakao sekitar 120 °C sampai 140 °C selama 15 – 120 menit. Proses penyangraian akan selesai apabila warna bagian dalam keeping biji berubah menjadi coklat tua dan rasa pahitnya berkurang. Kadar air setelah melakukan penyangraian berkisar 2.5% (Muchtadi dan Sugiyono, 1992).Mutu produk kakao hasil sangrai ditentukan oleh mutu biji dan kondisi penyangraiannya. Oleh karena itu, penyangraian merupakan yang harus benar – benar diperhatikan untuk menghasilkan produk kakao yang bermutu baik. Biji kakao bervariasi ukurannya tergantung pada negara asal tempat tumbuh tanaman kakao, kondisi iklim, musim ketika buah dipetik, dan sejumlah faktor lainnya. Ketika kondisi penyangraian telah diatur untuk menentukan ukuran rata – rata biji kakao ternyata biji kakao yang lebih kecil ukurannya mengalami over roasted dan akibatnya komponen flavor yang terbentuk adalah komponen flavor tidak diinginkan. Sedangkan biji kakao yang lebih besar ternyata kurang cukup tersangrai pada bagian tengahnya akibatnya tidak semua komponen pemicu flavor telah terkonversi dan akibatnya flavor cokelat akan berkurang (Minifie, 1999). 2.5.2 Pemisahan Nib (Winowwing) Kulit biji kakao tidak cocok untuk dikonsumsi oleh manusia karena memiliki kandungan selulosa yang cukup tinggi yang dapat mengakibatkan rasa pedih. Kulit biji juga dapat menyebabkan kapasitas penghancuran biji secara mekanis menjadi rendah (Bekckett, 2000 dalam Mulato dkk, 2004). Menurut Minife (1980), pemisahan kulit biji secara manual pada biji kakao berkadar air 6,5 persen diperoleh komponen nib sebanyak 87,1 persen sedangkan pemisahan secara mekanis jarang dapat mencapai lebih dari 83 persen dan nib lazimnya masih mengandung 1,5-2 persen kulit biji. Hal ini berarti kandungan murni tidak lebih dari 82 persen. Penghancuran dalam proses pengolahan kakao bertujuan untuk memperbesar luas permukaan nib, sehingga pada saat perlakuan pengepresan dengan bantuan pemanasan massa kakao akan memberikan pengaruh semakin banyaknya kakao yang dapat diekstrak. Kadar kulit dan kadar air biji kakao akan mempengaruhi tingkat kesulitan dalam penghancuran nib menjadi massa kakao (Beckett, 2000 dalam Mulato dkk, 2004). 2.5.3 Pemastaan Pasta cokelat atau cocoa mass dibuat dari biji kakao kering melalui beberapa tahapan proses untuk mengubah biji yang kakao yang semula padat menjadi semi cair atau cair. Setiap ton pasta cokelat membutuhkan 1,20 - 1,25 ton biji kakao kering. Pasta cokelat dapat diproses lebih lanjut menjadi lemak dan bubuk cokelat yang merupakan bahan baku utama berbagai produk makanan atau minuman cokelat Untuk dapat digunakan sebagai bahan baku makanan dan minuman, nib yang semula berbentuk butiran padat kasar harus dihancurkan sampai ukuran tertentu (<20m µ) dan menjadi bentuk pasta cair kental. Proses pemastaan atau penghalusan nib kakao umumnya dilakukan dengan cara penghancuran untuk merubah biji kakao padat menjadi pasta dengan kehalusan butiran 40 mµ dengan menggunakan mesin silinder (Mulato, 2005).Lebih dari setengah berat nib adalah lemak, efek dari penghalusan (pemastaan), bersama dengan panas yang terbentuk dari proses penghalusan, menyebabkan nib yang padat menjadi cair, dan akan memadat jika temperature turun dibawah titik lelehnya. Derajat kehalusan ukuran partikel sangat penting. Liquor yang digunakan untuk pembuatan lemak kakao dan bubuk, jika terlalu halus akan sulit untuk dipress. Namun, jika terlalu kasar pengeperesan tidak akan sempurnah dikarenakan sejumlah lemak masih terjebak dalam struktur sel. (Mulato,2005)Pasta cokelat dikenal sebagai chocolate paste atau chocolate mass yang merupakan hasil setengah jadi. Produk pasta cokelat ini biasa dipasarkan dalam skala besar, baik dari pabrikan ke pabrikan makanan cokelat atau dalam skala rumah tangga, yakni oleh pengecer – pengecer yang akan digunakan sebagai bahan baku pembuatan kue rumah tangga (Wahyudi dkk, 2008).Tahap proses pengolahan kakao menjadi produk sekunder (pasta) secara umum dapat dibagi menjadi empat, yaitu pembersihan, penyangraian, penghalusan, dan pengempasan Selama proses penyangraian, air akan menguap dan biji yang menempel dipermukaan inti biji terlepas, inti biji menjadi coklat, dan beberapa senyawa menguap anatara asam, aldehid, furan, pirazin, alcohol dan ester (Mulato, 2002).Pecahan – pecahan inti biji hasil penyangraian didinginkan dan dilumatkan (dihaluskan). Proses pelumatan dilakukan dua atau tiga tingkat, diawali dengan pelumatan awal menggunakan mesin pelumat tipe silinder atau pemasta kasar, kemudian diikuti dengan pelumatan lanjut dengan silinder berputar mpai diperoleh pasta cokelat dengan kehalusan tertentu. Selama proses pelumatan, suhu pasta dikontrol sedemikian rupa sehingga proses sangrai lanjut fasa cair tidak berlangsung. Setelah proses pelumatan selesai, pasta yang terbentuk disimpan dalam wadah yang higienis. BAB 3. METODOLOGI 3.1 Alat dan Bahan 3.1.1 Alat Alat yang digunakan pada praktikum kakao adalah sebagai berikut; 1. Roaster 2. Pisau 3. Baskom 4. Sendok 5. Neraca analitik 6. Gelas arloji 7. Tempat sampel 8. Mesin winnowing 9. Pinset 10. Alat pemasta 11. Thickness meter 12. Ball mill refiner 13. Mesin conching 14. Thermometer 15. Solet plastik 3.1.2 Bahan Bahan yang digunakan pada praktikum kakao adalah sebagi berikut; 1. biji kakao 2. tissue 3. kertas label 3.2 Skema Kerja dan Fungsi Perlakuan 3.2.1 Skema Kerja Biji Kakao Penyangraian Biji Kakao Sangrai Winnowing Nib Pemastaan 3.2.2 Fungsi Perlakuan Langkah pertama yaitu penyiapan biji kakao dan menimbang pada ditimbang sebanyak 100 gr dilakukan 4 kali sehingga total biji kakao kering digunakan 400 gr.Kemudian dilanjutkan dengan penyangraian menggunakan mesin roaster dengan suhu 110 – 115˚C selama 15 menit proses ini bertujuan untuk mengembangkan flavor, mengurangi kadar air, dan pengendoran kulit pada biji kakao selanjutnya setelah proses penyangraian selesai biji kakao dikeluarkan dari mesin roaster lalu didinginkan untuk menstabilkan biji kakao karena air dapat teruap secara sempurna,dan kulit bisa menjadi rapuh pada permukaan nibnya. setelah nib lepas dari kulitnya,dilakukan penimbangan untuk mengetahui berat nib setelah proses penyangraian dan diamati berdasarkan parameter tekstur, warna, dan kenampakan nib yang telah disangrai dengan nib sebelum disangrai. Kemudian proses pemisahan kulit kakao menggunakan mesin winnowing untuk mengetahui efisiensi pemisahan kulit kakao,pertama-tama biji kakao yang telah disangrai dimasukkan ke dalam mesin winnowing untuk memisahkan kulit dari nib kakao berdasarkan densitasnya kemudian ditimbang berat nib dan kulitnya. Nib yang telah terlepas dari kulitnya kemudian ditimbang. Pada nib tersebut masih terdapat sedikit kulit yang terikut. Kulit tersebut kemudian dilepaskan secara manual menggunakan tangan dan ditimbang. Pemisahan dikatakan baik apabila kulit yang terikut maksimal 1,75%. Perlakuan terakhir yaitu pemastaan, prinsip pemastaan adalah menggiling nib kakao dengan menggunakan panas yang menyebabkan dinding sel rusak sehinga lemak menjadi cair dan ukuran menjadi semakin kecil menjadi pasta atau liquor. Setelah itu pasta yang diperoleh dilakukan penimbangan untuk mengetahui berat pasta yang dihasilkan. Kemudian dilakukan pengukuran partikel pasta dengan thickness meter pada pasta yang dihasilkan dan juga pada pasta komersial. Selanjutnya dibandingkan antar kedua pasta tersebut. BAB 4. DATA PENGAMATAN Acara 1. Penyangraian Ulangan Sebelum Penyangraian Warnakulit Aroma Tekstur Warnabiji Berat (g) 1 Coklatmuda Asam dan manis Keras Coklat muda 100,09 2 Coklat muda Asam dan manis Keras Coklat muda 100,68 3 Coklatmuda Asam dan manis Keras Coklatmuda 100 4 Coklatmuda Asam dan manis Keras Coklatmuda 100,10 Ulangan Sesudah Penyangraian Warnakulit Aroma Tekstur Warnabiji Berat (g) 1 Coklattua Terbakar Lebihrapuh Coklatgelap 95,08 2 Coklat tua Terbakar Lebihrapuh Coklat gelap 97,72 3 Coklatkehitaman Terbakar Lebihrapuh Coklatgelap 102,09 4 Coklat kehitaman Terbakar Lebihrapuh Coklatgelap 96,99 Acara 2: Winowwing Sampel Biji Kakao 1 Fraksi Berat Total (g) Berat Nib (g) Berat Kulit (g) Fraksi 1 6,4 6,4 0 Fraksi 2 24,97 20,78 4,33 Fraksi 3 26,77 23, 87 2,96 Fraksi 4 6,16 3,44 2,8 Berat Total (g) Berat Nib (g) Berat Kulit (g) Fraksi 1 38,64 37,25 1,66 Fraksi 2 19,99 16,26 4,03 Fraksi 3 6,63 5,71 0,92 Fraksi 4 7,72 1,16 6,72 Sampel Biji Kakao 2 Fraksi Sampel Biji Kakao 3 Fraksi Berat Total (g) Berat Nib (g) Berat Kulit (g) Fraksi 1 35,87 34,07 1,8 Fraksi 2 24,74 20,89 3,85 Fraksi 3 27,16 23,78 3,38 Fraksi 4 7,12 2,11 5,01 Berat Total (g) Berat Nib (g) Berat Kulit (g) Fraksi 1 33,14 32,10 1,04 Fraksi 2 20,74 17,04 3,66 Fraksi 3 28,18 24,51 3, 82 Fraksi 4 7,08 2, 82 4,45 Sampel Biji Kakao 4 Fraksi Acara 3: Pemastaan Sampel Thickness 1 2 3 Kakao 1 30,1 28,1 27,1 Kakao 2 29,2 30,15 32,15 Kakao3 43,15 40,15 44,15 Kakao 4 44,15 43,25 44,15 BAB 5. PEMBAHASAN 5.1 Penyangraian Penyangraian merupakan proses penentu kualitas dari kakao yang akan dihasilkan. Penyangraian bertujuan untuk mengembangkan rasa, aroma, warna, memudahkan pelepasan kulit dari biji, mengurangi kadar air dan mengendorkan kulit sehingga dengan mudah dapat dipisahkan kulitnya dari proses pemisahan kulit biji. Biji kakao yang sudah di sangrai dibandingkan dengan biji kakao yang tidak di sangari (Mulato,2004),berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan terjadi penurunan berat pada setiap 100 g biji kakao setelah proses penyangraian dikarenakan kadar air didalam biji yang menurun akiabat proses penguapan pada penyangraian tetapi ada penyimpanagan hasil pada ulanagan ke 3 berat kakao setelah penyangraian sebesar 102,09 gram atau naik 2,09 gram dari berat awal 100 gr ini dapat terjadi dikarenakan kesalahan dalam penimbangan, atau bisa juga terjadi karena saat pemasukan dalam mesin roaster terdapat biji kakao lain yang tidak sengaja tercampur sehingga terjadi peningkatan berat setelah disangrai ,dalam proses penyangraian tidak hanya dilakukan pengamtan perubahan berat tetapi pengamatannya ini juga meliputi warna biji , warna kulit, aroma dan tekstur sebelum maupun sesudah proses penyangraian ,pada kakao yang telah disangrai rata-rata memiliki warna coklat tua dan kehitaman, dan memiliki warna coklat gelap saat sibelah,tekstur yang rapuh dan aromanya khas terbakar. Sedangkan pada biji kakao sebelum disangrai memiliki warna coklat muda, saat dibelah memiliki warna coklat muda, tekstur keras dan aroma asam manis. Suhu penyangraian merupakan faktor utama penyebab terjadinya pewarnaan cokelat dalam biji kakao yang disangrai. Pembentukan pigmen warna cokelat yang dinamis pada saat penyangraian bergantung pada tingkat suhu penyangraian. Penyangraian pada umumnya dilakukan menggunakan kombinasi waktu panjang dengan suhu rendah dan waktu pendek dengan suhu tinggi. Konsentrasi pigmen warna cokelat dalam biji kakao yang disangrai mencapai puncaknya pada suhu 135 °C dan akan menurun secara bertahap bila suhu proses pemanasan berlanjut mengalami kenaikan/peningkatan ,suhu yang digunakan dalam penyangraian biji kakao sekitar 120 °C sampai 140 °C selama 15 – 120 menit. Proses penyangraian akan selesai apabila warna bagian dalam keeping biji berubah menjadi coklat tua dan rasa pahitnya berkurang..Mutu produk kakao hasil sangrai ditentukan oleh mutu biji dan kondisi penyangraiannya. Oleh karena itu, penyangraian merupakan yang harus benar – benar diperhatikan untuk menghasilkan produk kakao yang bermutu baik. 5.2 Winnowing Winnowing digunakan untuk memisahkan kulit dari biji kakao nib,berat biji kakao setelah disangarai adalah 90 g dan berat kulit setelah dipisahkan adalah 28,06 g dan berat nib 54,13 g saat proses pemisahan kulit biji mengalami proses tempering .Perbedaan jumlah kulit bisa saja terjadi karena praktikan kurang teliti saat memisahkan antara biji kakao dan kulitnya. Sehingga kulit kakao bisa saja terikut ke biji kakao, penyebab lainnya dikarenakan banyaknya kulit biji kakao yang terbuang saat proses pemisahan dan penimbangan yang mengurangi berat kulit kakao yang diperoleh. Proses pemisahan nib dari biji dilakukan setelah biji disangrai dan mengalami proses tempering. Biji kakao ini dimasukkan ke dalam mesin pemecah kulit. Mesin ini digunakan untuk proses pemisahan kulit biji kakao menjadi nib sekaligus memperkecil ukuran dari kakao tersebut. Pada praktikum ini pemisahan biji juga juga menggunakan mesin winnowing yang dapat memisahkan kulit biji kakao dan nib secara otomatis. Efisiensi pemisahan kulit yang tersisa dari biji kakao didapatkan sebesar 1,46%. Nilai ini tergolong rendah tetapi nilai efisiensinya sudah tergolong baik Menurut Minife (1999), pemisahan kulit biji secara manual pada biji kakao berkadar air 6,5 persen diperoleh komponen nib sebanyak 87,1 persen sedangkan pemisahan secara mekanis jarang dapat mencapai lebih dari 83 persen dan nib lazimnya masih mengandung 1,5-2 persen kulit biji. a. Tingginya kadar air kakao disebabkan karena proses penyangraian yang tidak sempurna sehingga kulit biji yang terikut banyak.Semakinbanyakkulit yang terikut nib semakin tidak murni biji kakao dan semakin banyak nib terikut kulit semakin rendah rendemen.Pemecahan dan pembersihan dapat dilakukan dalam satu mesin dimana pemisahan kulit tidak mungkin dapat dilakukan dengan sempurna.Tetapi jika dilakukan sebaliknya, maka kemurnian coklat menurun atau cita rasa dan warna produk akhir menurun.Batas maksimum persentase kulit pada bubuk kakao yang dipersyaratkan adalah 1,75 % .Dari data pengamatan yang diperoleh, pemisahan kulit dari masing-masing fraksi setiap pengulangan memiliki keefektifann pemisahan kulit lebih dari 1,75%. 5.3 Pemastaan Proses pemastaan atau penghalusan nib kakao dilakukan dalam dua tahap, yaitu penghancuran untuk merubah biji kakao padat menjadi pasta dengan kehalusan butiran >40 µm dengan menggunakan mesin pemasta silinder. Kemudian disusul proses pelumatan dengan alat penghalus pasta atau refiner untuk menghasilkan kehalusan pasta dengan ukuran partikel 20 µm. Pelumatan dilakukan di dalam gilingan berputar yang dipasang secara seri sebanyak 5 buah. Proses pelumatan dilakukan secara berulang sampai diperoleh pasta coklat dengan tingkat kehalusan di bawah 20 µm (Mulato dkk, 2004). Berdasarkan hasil praktikum yang dilakukan didapatkan ukuran pasta dari beberapa ulangan, pada ulangan 1,2, 3, dan 4 diperoleh rata-rata ukuran partikel berturut-turut 28,43 mm; 30,5 mm; 42,48 mm; 43,85 mm. Pengukuran partikel pasta menggunakan alat thickness meter. Prinsip thickness meter adalah mengukur partikel dengan kecepatan tekanan dilakukan dengan cara mengambil sebuk coklat kemudian diletakkan permukaan thicknessmeter kemudian pelatuk dilepas untuk melihat haslnya dapat diketahui dengan membaca indikator besar kecil partikel dialat,emakin besar ukuran partikel, maka kemampuan untuk menekannya semakin kecil. Lebih dari setengah berat nib adalah lemak, efek dari penghalusan (pemastaan), bersama dengan panas yang terbentuk dari proses penghalusan, menyebabkan nib yang padat menjadi cair, dan akan memadat jika temperatur turun dibawah titik lelehnya BAB 6. PENUTUP 6.1 Kesimpulan Adapun kesimpulan dari praktikum yang teah dilakukan antara lain : 1. Penyangraian merupakan salah satu proses yang menentukan kualitas produk yang menyebabkan warna biji kakao dari coklat gelap menjadi coklat, teksturnya rapuh (tersegmentasi), dan aromanya lebih kuat daripada sebelum penyangraian. 2. Efisiensi pemisahan kulit biji pada praktikum rata-rata sebesar %, lebih besar dari ketentuan pada SNI. 3. Ukuran partikel pasta hasil pemastaan adalah lebih besar dari 20 µm. DAFTAR PUSTAKA Agus. W. S., Indah. A. S., Sobadi., I. Ketut S. Dan Nurlia. 2008. Stabilitas daya hasil klon – klon harapan kakao (Theobroma cacao L.) tahan hama penggerek buah.Pelita Perkebunan Vol 23 (3). Desember 2012. Beckett, S.T, 2000. The Science of Chocolate, RSC Backs, Published by The Royal Society of Chemistry, Thomas Graham House, Science Park.Milton Road,Cambridge. Bintoro, M.H., 1977. Periode Cukup Panen, Panen dan Periode Setelah Panen.Bogor:IPB Press Budiarti, Tati dan Yulmiarti. 1997. Pengaruh Dosis Fungisida dan Periode Penyimpanan Terhadap Viabilitas Benih Kakao (Theobroma cacao L.). Bui. Agron. 25(3) 7-14 Maemunah dan Adelina, Enny.2009. Lama Penyimpanan dan Invigorasi Terhadap Vigor Bibit Kakao (Theobroma cacao L.). Media Litbang Sulteng 2 (1) : 56 –61 Minifie, W.B., 1999. Chocolate, Cacao and Confectionary Sains Technology. London:An Aspen Publication. Muchtadi, T.R., dan Sugiyono. 1992. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan.Bogor:PAU. Mulato, S., Sukrisno, W., Misnawi, Edy, S. 2004. Petunjuk Teknis Pengolahan Produk Primer dan Sekunder Kakao. Jember:Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia. Mulato, S., Widyotomo, S., dan Handaka., 2002. Desain teknologi pengolahan pasta, lemak, dan bubuk cokelat untuk kelompok tani dalam Nur, Z. 2012. Studi Pembuatan Permen Cokelat Mulato, S., Widyotomo, S., Misnawi, dan Suharyanto, E. 2005. Pengolahan pasta, lemak, dan bubuk cokelat untuk kelompok tani dalam Nur, Z. 2012. Penyimpanan Terhadap Viabilitas Benih Kakao (Theobroma cacao L.). Bui. produk primer dan sekunder kakao. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia. Jember dalam Indarti, E. 2007. Efek pemanasan terhadap rendemen lemak pada proses pengepresan biji kakao. Jurnal Rekayasa Kimia dan Lingkungan. Vol:6 ( Standar Nasional Indonesia. 2008. SNI 2323-2009: Biji Kakao. Jakarta: Badan Standarisasi Nasional.Studi Pembuatan Permen Cokelat Sumampow, D.M.F. 2010. Viabilitas Benih Kakao (Theobroma cacao L.) Viabilitas Benih Kakao (Theobroma cacao L.) Pada Media Simpan Serbuk Gergaji). Fakultas Pertanian Universitas Sam Ratulangi Mando. Soil Envirorment. 8(3):102-105. Sunanto, T. dan B. Saneto, 2004. Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian. Surabaya:BinaIlmu. Susanto, FX. 1994. Tanaman Kakao Dan Budidaya Pengolahan Hasil.Surabaya:Kanisius. Wahyudi, T., Pangabean dan Pujiyanto. 2008. Panduan Lengkap Kakao. Jakarta: Penebar Swadaya Zhu P., Et Al., 2012. New Insight Into Onset Of Lactation: Mediating The Negative Effect Of Multiple Perinatal Biopsychosocial Stress On Breastfeeding Duration. China: Breastfeeding Medicine : The Official Journal Of Academy Of Breastfeeding Medicine. Vol. 8:151-8. LAMPIRAN PERHITUNGAN Penyangraian Rata – rata berat biji kakao : 1. Sebelum penyangraian = 2. Setelah penyangraian = 100,09 + 100,68 +100+100,10 4 = 100,22 gram 95,08 + 97,72 +102,09+96,99 = 97,97 gram 4 Winnowing Rumus Nib = 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑁𝑖𝑏 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 1. Fraksi 1.1 = × 100% 6,4 × 100% 6,4 Fraksi 1.2 = 100% - 96,4% 20,78 24,97 × 100% 23,87 × 100% 26,77 = 3,14% 3,44 × 100% 6,16 Rata-rata = 0 + 3,6+5,02+3,14 4 = 2,94% = 96,86% Rata-rata = = 5,02% Fraksi 1.4 = 100% - 96,86% = 94,98% Fraksi 1.4 = = 3,6% Fraksi 1.3 = 100% - 94,98% = 96,4% Fraksi 1.3 = 1. Fraksi 1.1 = 100% - 100% = 0% = 100% Fraksi 1.2 = Rumus Kulit = 100% - % Nib 100 + 96,4 +94,98+96,86 4 = 97,06% 2. Fraksi 2.1 = 37,25 × 100% 38,64 = 83,22% Fraksi 2.2 = 16,26 19,99 × 100% = 81,34% 2. Fraksi 2.1 = 100% - 83,22% = 16,78% Fraksi 2.2 = 100% - 81,34% = 18,66% Fraksi 2.3 = 100% - 84,44% = 15,56% Fraksi 2.3 = 5,71 × 100% 6,63 = 17,84% = 84,44% Fraksi 2.4 = Fraksi 2.4 = 100% - 82,16% Rata-rata = 1,16 × 100% 7,72 16,78 + 18,66+15,56+17,84 4 = 17,21% = 82,16% Rata-rata = 83,22 + 81,34 + 84,44 +82,16 4 = 82,16% 3. Fraksi 3.1 = 34,07 × 100% 35,87 Fraksi 3.2 = 100% - 86,12% = 89,17% Fraksi 3.2 = = 13,88% 20,89 × 100% 24,74 Fraksi 3.4 = 100% - 86,98% 23,78 × 100% 27,16 = 87,56% Fraksi 3.4 = Fraksi 3.3 = 100% - 87,56% = 12,44% = 86,12% Fraksi 3.3 = = 10,83% = 13,02% Rata-rata = 2,11 × 100% 7,12 0 + 3,6+5,02+3,14 4 = 12,54% = 86,98% Rata-rata = 89,17 + 86,12+87,56 + 87,56 4 = 87,46% 3. Fraksi 3.1 = 100% - 89,17% 4. Fraksi 4.1 = 32,10 × 100% 33,14 = 55,84% Fraksi 4.2 = 17,04 × 100% 20,74 = 15,03% Fraksi 4.3 = 24,51 × 100% 28,18 = 29,63% 4. Fraksi 4.1 = 100% - 55,84% = 44,16% Fraksi 4.2 = 100% - 15,03% = 84,97% Fraksi 4.3 = 100% - 29,63% = 70,37% Fraksi 4.4 = 100% - 39,83% Rata-rata = = 60,17% Fraksi 4.4 = 55,84 +15,03+29,63 + 39,83 4 = 64,92% 2,82 × 100% 7,08 = 39,83% Rata-rata = 44,16 + 84,97 +70,37 +60,17 4 = 35,08% Pemastaan Rumus Rendemen = 1. Ulangan 1 = 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑝𝑎𝑠𝑡𝑎 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑛𝑖𝑏 48 50,46 × 100% × 100% 4. Ulangan 4 = = 95,12% 2. Ulangan 2 = 46,53 50 × 100% 46,75 50,12 50,55 × 100% = 97,37% 5. Rata-rata = 95,12+93,06+93,28 + 97,37 4 = 93,06% 3. Ulangan 3 = 49,22 = 94,78% × 100% = 93,28% Rata – Rata Ukuran Partikel Pasta Kakao = ∑ 𝑢𝑘𝑢𝑟𝑎𝑛 𝑝𝑎𝑟𝑡𝑖𝑘𝑒𝑙 ∑ 𝑢𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 Ulangan 1 = 30,1+28,1+27,1 3 = 28,43 mm 1. Ulangan 2 = 29,2 +30,15 +32,15 3 = 30,5 mm 2. Ulangan 3 = 43,15 +40,15 +44,15 3 = 42,48 mm 3. Ulangan 4 = 44,15 +43,25 +44,15 3 = 43,85 mm 4. Rata-Rata = = 36,32 28,43 +30,5 +42,48+43,85 4