Uploaded by Fatimah Salma

WRAP UP SKENARIO 2 A-3

advertisement
WRAP UP SKENARIO 2
BLOK RESPIRASI
“BATUK DARAH”
Kelompok
: A-3
Disusun Oleh :
Ketua
: Arya Nugraha Karya
(1102014040)
Sekretaris
: Fatimah Salma
(1102015077)
Anggota
: Deni Rizki Kurniawan
(1102014067)
Anisa Ayuningtyas
(1102015027)
Anjani Putri Salsabila
(1102015029)
Balqish Trisnania R
(1102015045)
Desti Dhea Izzani
(1102015055)
Kartilia Nurani Putri
(1102015111)
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS YARSI
Jalan. Letjen Suprapto, Cempaka Putih, Jakarta 10510
Telp.62.21.4244574 Fax. 62.21.4244574
1
SKENARIO
BATUK DARAH
Seorang laki-laki, umur 50 tahun datang ke puskesmas dengan keluhan batuk
berdahak yang bercampur darah lebih kurang 3 sendok makan setiap batuk sejak 3 hari
yang lalu. Keluhan baru pertama kali dirasakan pasien. Dalam keluarga tidak ada yang
menderita dengan keluhan yang sama.
Pemeriksaan fisik : tanda vital dalam batas normal, bentuk habitus asthenikus,
konjungtiva palpebra pucat dan ada ronkhi basah halus nyaring pada apeks paru kanan.
Pemeriksaan laboratorium didapatkan anemia, laju endap darah tinggi. Pemeriksaan
sputum didapatkan bakteri tahan asam (BTA). Pemeriksaan foto toraks : ada infiltrat di
apeks paru kanan.
Dokter memberi terapi obat anti tuberculosis (OAT) kategori I dan menunjuk
seorang keluarganya sebagai pengawas minum obat (PMO). Dokter juga menganjurkan
anggota keluarga yang serumah untuk melakukan pemeriksaan dan mengajarkan etika
batuk untuk mencegah penularan penyakit.
2
KATA SULIT
1. Habitus Asthenikus :
- Habitus : Posisi Tubuh
- Asthenikus : Lemah, kekurangan energi, dan kekuatan (Dorland, 2012)
2. Infiltrat : Gambaran densitas paru yang abnormal, berbentuk bercak-bercak kecil dengan
densitas sedang dan batas tidak tegas. (Dorland, 2012)
3. Ronkhi basah : bunyi tambahan yang terdengar kering, nada rendah seperti mengorok,
terdengar pada akhir inspirasi. (Dorland, 2012)
4. Konjungtiva palpebra : membran tipis yang membatasi kelopak mata dan menutupi
permukaan sklera. (Dorland, 2012)
5. Sputum : suatu cairan yang dikeluarkan dari saluran pernapasan (Dorland, 2012)
3
PERTANYAAN
1. Kenapa pada batuk pasien tersebut dahaknya bercampur darah?
2. Mrngapa terdapat infiltrat di apeks paru kanan?
3. Kenapa ronkhi basah halus nyaring pada apeks paru kanan?
4. Mengapa dokter memberikan terapi OAT?
5. Mengapa terapi OAT harus diawasi?
6. Bagaimana cara mendapatkan BTA pada sputum?
7. Mengapa didapatkan anemia dan LED yang tinggi?
8. Kenapa anggota keluarga juga harus diperiksa?
9. Apa diagnosis pasien tersebut dan apa penyebabnya?
10. Bagaimana etika batuk yang baik?
11. Bagaimana cara penularan penyakit tersebut dan bagaimana pencegahannya?
12. Mengapa terjadi habitus asthetikus pada pasien?
13. Apa saja yang tergolong OAT kategori 1?
14. Apa saja peran dari PMO?
4
JAWABAN
1. Batuk keras yang terus menerus menyebabkan iritasi di bronkus yang berlanjut ke radang
kemudian pembuluh darah pecah, dahak bercampur dengan darah
2. Karena
- Paru kanan memiliki 3 lobus
- Tekanan O2 lebih tinggi −> Mycobacterium bersifat aerob obligat −> proliferasi −> lesi,
granuloma menimulkan infoltrat pada gambaran rontgen seperti bercak-bercak dengan
batas tidak tegas.
3. Terdengar bunyi ronkhi karena banyaknya cairan pada paru akibat iritasi paru (inflamasi)
4. Karena diagnosis TB makka OAT merupakan obat lini pertama pada TB
5. Karena terapi TB harus rutin selama enam bulan tidak boleh putus, jika lupa harus
diulanngi dari awal
6. Pasien harus batuk dengan mengeluarkan sputum pada saat datang ke klinik pertama, pagi
hari langsung setelah bangun tidur, sewaktu pada saat datang kedua kali ke klinik −>
Pemeriksaan mikrobiologi (pewarnaan Ziehl Neelsen, isolasi, biokim, katalase, tes
sensitivitas)
7. - Anemia dikarrenakan batuk yang keluar darah, juga asupan gizi yang kurang menyebabkan
pembentukan hem menurun sehingga kekurangan Hb
- LED tinggi disebabkan adanya infeksi bakteri
8. Karena droplet infection sehingga keluarga lebih beresiko
9. - Diagnosis : TB
- Adanya Mycobacterium yang dibatukkan oleh droplet yang terhirup oleh orang sehat
kemudian masuk ke dalam alveoli, saat peran makrofag dala fagositosis, ada bakteri yang
mati dan tidak yang kemudian bakteri tersebut dorman di jaringan paru, ketika daya tahan
tubuh orang tersebut menurun, timbul reaktivasi
10. - Saat batuk ditutup dengan siku bagian dalam
- Tidak di depan orang lain, makanan
- Tidak membuang dahak sembarangan
11. Pencegahan :
- Penderita menggunakan masker
- Tidak membuang ludah sembarangan
- Ventilasi rumah dan kebersihan rumah dijaga
- Tidak merokok
12. Karena seringnya batuk, sehingga nafsu makan menurun menyebabkan habitus asthetikus
13. – Streptomisin
– Isoniazid
– Rifamapisin
14. - keluarga atau prang terdekat membantu mengingatkan dan mengawasi untuk penderita
minum obat
- memberi dorongan untuk minum obat teratur
5
HIPOTESIS
Mycobacterium tuberculosis menyebabkan infeksi paru-paru yang dapat ditularkan melalui
droplet infection. Bakteri tersebut dapat berproliferasi sehingga menyebabkan gambaran infiltrat
pada rontgen, iritasi paru-paru menyebabkan batuk bercaampur dengan darah. Untuk menegakkan
diagnosis dilakukan pemeriksaan mikrobiologi dengan menemukan BTA pada sputum. TB paru
dapat diobati dengan pemberian OAT selama enam bulan yang diawasi oleh PMO. Pasien harus
mengetahui etika batuk sesuai ajaran Islam untuk mencegah penularan.
6
SASARAN BELAJAR
LI.1. Memahami dan Menjelaskan Saluran Pernapasan Bagian Bawah
LO.1.1 Makroskopik
LO.1.2 Mikroskopik
LI.2. Memahami dan Menjelaskan Fisologi Pernapasan Bagian Bawah
LO.2.1 Mekanisme
LO.2.2 Pengaturan pernapasan
LI.3. Memahami dan Menjelaskan Mycobacteriu tuberculosis
LO.3.1 Morfologi
LO.3.2 Struktur dinding sel
LO.3.3 Sifat
LO.3.4 Identifikasi
LI.4. Memahami dan Menjelaskan Tuberculosis Paru
LO.4.1 Definisi
LO.4.2 Klasifikasi
LO.4.3 Epidemiologi
LO.4.4 Patofisiologi
LO.4.5 Manifestasi
LO.4.6 Diagnosis dan Diagnosis Banding
LO.4.7 Tatalaksana
LO.4.8 Komplikasi
LO.4.9 Pencegahan
LO.4.10 Prognosis
LI.5. Memahami dan Menjelaskan Program Pemerintah tentang TB di Puskesmas
LO.5.1 Tujuan
LO.5.2 Sasaran dan Target
LO.5.3 P2M
LO.5.4 Peran PMO
LI.6. Memahami dan Menjelaskan Etika batuk dalam Pandangan Islam
7
LI.1. Memahami dan Menjelaskan Saluran Pernapasan Bagian Bawah
LO.1.1. Makroskopik
Trachea
Terdiri dari tulang rawan dan otot yang berbentuk pipa yang terletak di tengah –
tengah leher sampai incisura jugularis di belakang manubrium sternum masuk
mediastinum superior. Dimulai dari bagian bawah cartilago cricoid setinggi cervical V1
sampai bercabang menjadi bronchus dextra dan sinistra setinggi vertebrae thoracal ke IV –
V. Percabangan tersebut dikenal dengan ”bifurcatio trachea”.
Panjang trachea (10-12 cm), pria (12 cm), dan wanita (10 cm) yang terdiri dari (1620 cincin) yang berbentuk lingkaran, berhubungan dengan daerah larynx melalui cartilago
cricoid dengan ligamentum cricotrachealis. Diantara tulang rawan terdapat jaringan ikat
”ligamentum intertrachealis (ligamentum annulare)”. Trachea adalah saluran napas yang
penting dalam penyumbatan saluran napas terutama daerah larynx dengan membuat
tracheostomi (membuat lubang pada trachea terutama obstruksi larynx mendadak) 1-2 cm
di atas incisura jugularis sterni.
Persarafan trachea
Saraf-sarafnya adalah cabang-cabang nervus vagus, nervus laryngeus recurrens,
dan truncus symphaticus. Saraf-saraf ini mengurus otot trachea dan membrana mucosa
yang melapisi trachea.
Bronchus
Percabangan trachea setinggi batas vetebra thoracal iv-v disebut bifurcatio trachea.
Bifurcatio trachea memberi cabang 2 buah brochus, yaitu brochus primarius dextra dan
sinistra. Selanjutnya, bronchus primarius akan memberikan cabang-cabang ke setiap lobus
8
paru, disebut bronchus secunderius. Broncus secunderius bercabang lagi menjadi bronchus
tersier (bronchus segmentalis).
Bronchus dextra (terdapat 10 cabang bronchus segmentalis)
1) Lobus superior: Segmen apical, anterior, dan segmen posterior.
2) Lobus media: Segmen medial dan lateral.
3) Lobus inferior: Segmen superior, medial basal, lateral basal, anterior basal, dan
posterior basal.
Bronchus sinistra (terdapat 9 cabang bronchus segmentalis)
1) Lobus superior: Segmen apico posterior, anterior, lingularis superior, dan lingularis
inferior.
2) Lobus inferior: Segmen superior, mediobasal, laterobasal, anterobasal, dan
posterobasal.
Diantara lobus pulmo (paru) terdapat pembatas, yaitu fissure horizontal yang membatasi
antar lobus superior dengan lobus media pada pulmo dextra, dan fissure obliq yang
membatasi lobus media dengan lobus inferior pada pulmo dextra atau antara lobus superior
dengan lobus inferior pada pulmo sinistra.
9
Perbedaan bronchus dextra dan sinistra
1) Lumen bronchus dextra lebih luas dibandingkan sinistra.
2) Bronchus dextra lebih pendek dengan panjang 2,5 cm dan terdiri dari 6-8 buah cincin,
sedangkan sinistra panjangnya 5 cm dengan 9-12 buah cincin.
3) Bronchus dextra membentuk sudut 25˚ dengan garis tengah, sedangkan sinistra 45˚
sehingga posisi bronchus kanan lebih curam.
*Oleh karena itu, bronchus dextra lebih sering terkena infeksi.
Pulmo
Paru adalah organ utama untuk proses pernafasan yang berbentuk kerucut, dimana
bagian apex terdapat dibagian atas dan basal pada bagian bawah. Paru terletak dalam
cavum thorax yang mengisi ruangan dibagian lateral dari mediastinum.
Pulmo dibungkus oleh jaringan ikat kuat yaitu pleura.
Pleura dibagi menjadi 2, yaitu :
1. Pleura parietalis
Lapisan luar yang melapisi dinding dada yang terletak dibawah fascia
endothoracica.
2. Pleura visceralis
Bagian pleura yang melekat ke paru-paru.
Pada kedua lapisan pleura tersebut terdapat rongga / ruangan yang disebut dengan
cavum pleura dimana rongga tersebut mengandung sedikit cairan pleura yang
dihasilkan oleh lapisan pleura parietalis yang berfungsi sebagai pelumas untuk
mengurangi friksi antara kedua lapisan pleura.
Berdasarkan letaknya pleura parietalis tebagi atas :
1. Pleura costalis yaitu pleura yang melapisi iga.
2. Pleura diaphragmatica yaitu pleura yang melapisi diaphragma.
3. Pleura mediastinalis yaitu pleura yang melapisi mediastinum.
4. Pleura cervicalis (cupula pleura) yaitu pleura yang melapisi bagian apex paru.
Recessus pleura adalah kantong pleura yang terdapat pada lipatan pleura parietalis,
disebabkan paru tidak sepenuhnya mengisi cavum pleura. Fungsi recessus ini adalah
pada waktu inspirasi paru akan mengembang dan akan mengisi recessus tersebut.
Pada kedua hillus paru kedua lapisan pleura berhubungan dan bergantung longgar diatas
hillus dan disebut dengan ligamentum pulmonale. Ligamentum pulmonale berfungsi
untuk mengatur pergerakan alat dalam hillus selama proses respirasi.
Pulmo terdiri dari 2 buah, yaitu :
1. Pulmo dextra
Terdiri dari 3 lobus : lobus superior, lobus media dan lobus inferior.
2. Pulmo sinistra
Terdiri dari 2 lobus : lobus superior dan lobus inferior.
10
Alat – alat penting yang terdapat pada hillus pulmonis :
1. Alat-alat yang masuk pada hillus pulmonis :
Bronchus primer, A. Pulmonalis, A. Bronchialis, dan syaraf.
2. Alat-alat yang keluar dari hillus pulmonis :
Dua buah vena pulmonalis,vena bronchialis, dan limfonodus.
Pada jaringan paru bagian posterior didapatkan alur :
1. impresio cardiaca.
2. sulcus vena cava.
3. sulcus aorta thoracalis.
4. sulcus oesophagia
11
Pendarahan Paru
Bronchi, jaringan ikat paru, dan pleura visceralis menerima darah dari arteriae
bronchiales yang merupakan cabang aorta ascendens. Venae bronchiales (yang
berhubungan dengan venae pulmonales) mengalirkan darahnya ke vena azygos dan vena
hemiazygos.
Alveoli menerima darah terdeoksigenasi dari cabang-cabang terminal arteriae
pulmonales. Darah yang teroksigenasi meninggalkan kapiler-kapiler alveoli masuk ke
cabang-cabang venae pulmonales yang mengikuti jaringan ikat septa intersegmentalis
ke radix pulmonis. Dua venae pulmonales meninggalkan setiap radix pulmonis untuk
bermuara ke dalam atrium sinistrum cor.
Persarafan Paru
Pada radix setiap paru terdapat plexus pulmonalis yang terdiri atas serabut eferen dan
aferen saraf otonom. Plexus ini dibentuk dari cabang-cabang truncus symphaticus dan
menerima serabut-serabut parasimpatis dari nervus vagus.
Serabut-serabut eferen simpatis mengakibatkan bronchodilatasi dan vasokonstriksi.
Serabut-serabut eferen parasimpatis mengakibatkan bronchokonstrinksi, vasodilatasi,
dan peningkatan sekresi kelenjar.
Impuls aferen yang berasal dari mucosa bronchus dan dari reseptor regang pada
dinding alveoli berjalan ke susunan saraf pusat dalam saraf simpatis dan parasimpatis.
LO.1.2 Mikroskopik
 Paru-paru :- sepasang
- menempati sebagian besar toraks
- selalu berubah bentuk dan ukurannya pada fase respirasi yang berbeda
 Paru kanan: terdiri dari 3 lobus
 Paru kiri: terdiri dari 2 lobus
 Percabangan bronkus:
- Trakea bercabang menjdi 2 bronchus primer.
- Bronkus primer bercabang menjadi 3 bronki pd paru kanan, 2 bronki pada paru kiri
- Bronkus bercabang → bronkiolus
- Setiap bronkiolus bercabang → 5-7 bronkiolus terminalis
- Permukaan luar paru dibungkus oleh membran serosa → pleura viseralis
 Bronkus
- Trakea bercabang menjadi 2 bronkus primer
- Bronkus primer masuk ke jaringan melalui hilus dan bercabang menjadi 2 bronkiolus
sekunder (sisi kiri) dan 3 bronkiolus sekunder sisi kanan
- Tiap bronkus sekunder utk satu lobus paru
- Bronkus sekunder/bronkus lobaris bercabang menjadi bronkiolus
- Bronkus sebelum masuk ke paru → bronkus ekstrapulmonal (struktur = trakea ,
diameter lebih kecil)
- Masuk ke paru → bronkus intrapulmonal (masih ada tulang rawan), lumen diliputi epitel
bertingkat torak bersilia dengan sel goblet
- Terdapat kelenjar campur di lamina propria
- Otot polos mengelilingi bronkus (spiral)
12
 Bronkiolus
- Diameter kurang 1 mm
- Tidak terdapat tulang rawan
- Epitel selapis torak bersilia dengan beberapa sel goblet
- Tanpa kelenjar
- Ada otot polos
- Makin kecil bronkiolusnya ( 0,3 mm) epitelnya selapis kubis bersilia tanpa sel goblet
 Bronkiolus terminalis
- Bronkiolus yg terkecil disebut BRONKIOLUS TERMINALIS (selapis torak bersilia atau
kubis bersilia atau tanpa silia tanpa sel goblet)
- Bronkiolus terminalis → saluran terakhir dr konduksi
- Pada epitel bronkiolus tdpt SEL CLARA → tdk tdpt silia tetapi punya mikrovili Sitoplasma
bergranula kasar
- Lamina propria tipis
- Otot polos tipis
- Tdk ada kelenjar
- Diduga mempunyai fungsi sekresi SURFAKTAN
 Sintesa surfaktan dapat diinduksi, sehingga penanganannya akan lebih singkat
- Mempermudah transport gas antara udara dan cairan
- Penemuan terakhir mempunyai efek bakterisid terhadap bakteri yg sampai ke alveoli
 Bronkiolus Respiratorius
- Tiap bronkiolus terminalis bercabang menjadi 2 atau lebih B. respiratorius
- Diameter B. respiratorius pd orang dewasa 0,5 mm
- Peralihan antara bagian konduksi dan bagian respirasi
13
- Dilapisi oleh epitel selapis kubis bersilia dan terdapat sel clara
- Terdapat alveolus
- Terdapat adanya serat kolagen, elastin dan otot polos yang terputus-putus
- Jadi, ciri B. respiratorius adalah diantara alveoli terdapat epitel selapis kubis
- Disini alveoli merupakan pertukaran gas yg pertama
 Duktus Alveolaris
- Saluran yamg berdinding tipis dan putus-putus
- Dilanjutkan saluran yang panjang berkelok-kelok dan bercabang banyak
- D. alveolaris biasanya dikelilingi oleh sakus alveolaris
- Dinding D. alveolaris diantara mulut alveoli diliputi oleh serat elastin, serat kolagen dan
sedikit otot polos → seperti titik2 diantara alveoli berdekatan
 Sakus Alveolaris
- Merupakan kantong yang dibentuk oleh dua alveoli atau lebih
 Alveoli atau Alveolus
- Kantung-kantung kecil yang dibentuk oleh selapis sel (spt sarang tawon)
- Mudah terjadi difusi oksigen dan karbondioksida antara udara dan darah
- Melekat satu sama lain dan dipisahkan oleh septum interalveolaris/dinding alveolus
- Antara dinding alveoli yg berdekatan terdapat lubang kecil dg diameter 10-15 mm →
stigma alveoli (porus alveolaris) → sirkulasi udara (keuntungan)
- Kerugiannya : memudahkan bakteri menyebar
- Setiap septum berisi satu atau lebih stigma alveoli
- Septum interalveolaris terdiri atas 2 lapis epitel gepeng di dalamnya terdapat kapiler, serat
elastin, kolagen, fibroblast, serat retikulin
 Lobulus Paru
- Merupakan struktur dasar paru yang berbentuk piramid
- Basisnya menghadap ke permukaan pleura dan apexnya menuju ke hilus
 Lung Unit
 Lung unit mrp satu kesatuan fungsional paru, terdiri atas :
- Bronkiolus respiratorius
- Duktus alveolaris
- Sakus alveolaris
- Alveoli
- Arteri pulmonalis
- Vena pulmonalis
- Kapiler limf
- Serat-serat saraf dan anyaman penyambungnya
 Pada septum interalveolaris terdapat macam sel yang hanya dapat dibedakan dengan
mikroskop elektron yaitu :
- Sel pneumosit tipe I / sel epitel alveoli / alveolar cell :
 ± 95 % sel dinding alveoli
14
 Inti gepeng
 Sitoplasma tipis mengelilingi dinding alveoli
 Pneumosit tipe II / sel septal / sel alveolar besar / sel sekretoris
- Bentuk kubis, inti bulat
- Sel menonjol ke arah lumen alveoli
- Berkelompok 2-3 sel
- Sitoplasma mengandung multilamellar bodies, zat ini dilepaskan ke permukaan
sebagai surfaktan
 Sel alveolar fagosit / sel debu / dust cell
- Berasal dr monosit yang dihasilkan oleh sumsum tulang
- Sel agak besar berbentuk bulat dengan inti bulat
- Sitoplasma mengandung vakuola / yang tidak bervakuola ttp bergranula
- Yang bervakuola berasal dari sel darah yang telah memfagosit lipid atau kolesterol
sehingga terlihat selnya bervakuola .
 Sel endotel kapiler
- Sel ini melapisi kapiler darah
- Inti sel gepeng
- Kromatin inti halus
- Relatif banyak ditemukan
15
’
 Sel interstitial
- Termasuk fibroblast dan sel mast
- Blood air barrier :
Merupakan struktur yang mempunyai tebal 0,2-0,5 µm, memisahkan
udara dalam
alveolus dengan darah dalam kapiler.
- Struktur ini terdiri dari :
1. Sitoplasma sel epitel alveoli
2. Lamina basalis sel epitel alveoli
3. Lamina basalis sel endotel, sitoplasma sel endotel kapiler tipe kontinyu
4. Pd beberapa tempat lamina basalis sel epitel dan lamina basalis sel endotel saling
melekat satu sama lain, shg mengurangi Blood air barrier
5. Paru mempunyai sekitar 300 juta alveoli, shg permukaan alveoli untuk pertukaran gas
tdpt sekitar 70-80 m²
 Pleura
- Merupakan membran serosa yg membungkus paru
- Terdiri atas 2 lapisan : parietal dan viseral yg saling berhubungan di daerah hilus
- Terdiri atas : serat kolagen, serat elastin, fibrobalas dan makrofag
- Dilapisi oleh sel mesotel spt pd peritonium
- Yg melekat pd paru → pleura viseral
- Yg melekat pd toraks → pleura prietalis
- Dalam keadaan normal rongga pleura berisi sedikit cairan yg bekerja sbg agen pelumas
- Pada keadaan patologis tertentu, rongga pleura dpt mjd rongga sesungguhnya yg
mengandung cairan atau udara di dalamnya
- Dinding rongga pleura seperti rongga serosa yg lain, sangat permiabel utk air dan
substansi lain
- Cairan ini berasal dr plasma darah melalui eksudasi
- Sebaliknya pd keadaan tertentu cairan atau gas cepat diabsorbsi
16
LI.2. Memahami dan Menjelaskan Fisologi Pernapasan Bagian Bawah
LO.2.1 Mekanisme
Udara cenderung bergerak dari daerah bertekanan tinggi ke daerah bertekanan rendah, yaitu,
menuruni gradient tekanan. Terdapat 3 tekanan berbeda yang penting pada ventilasi :
1. Tekanan Atmosfer : tekanan yang ditimbulkan oleh berat udara di atmosfer
terhadap benda-benda di muka bumi. Di ketinggian permukaan laut, tekanan ini
sama dengan 760 mmHg.
2. Tekanan intra alveolus : dikenal juga sebagai tekanan intrapulmonalis, adalah
tekan di dalam alveolus.
3. Tekanan intrapleura : tekanan di dalam kantung pleura. Tekanan ini juga dikenal
sebagai tekanan intratoraks, yaitu tekanan yang terjadi di luar paru di dalam rongga
toraks. Tekanan intrapleura biasanya lebih kecil daripada tekanan atmosfer.
Karena udara mengalir mengikuti penurunan gradient tekanan, tekanan intra alveolus harus
lebih rendah dari pada tekanan atmosfer agar udara mengalir masuk ke paru selama inspirasi.
Demikian juga, tekanan intra alveolus harus lebih besar dari pada tekanan atmosfer, agar udara
mengalir ke luar paru selama ekspirasi. Tekanan intra alveolus dapat diubah dengan mengubah
volume paru sesuai hukum Boyle.
Adapun pengaruh gravitasi terhadap ventilasi dalam posisi tegak yaitu ventilasi per unit paru
bagian basis lebih besar dari pada bagian apeks, pengaruh gravitasi darah bagian basis lebih besar
dari pada bagian apeks, dan tekanan intra pleura lebih tinggi  jaringan paru basis kurang
terenggang  kemampuan mengembang lebih besar  compliance besar.
Pengaruh gravitas menyebabkan tekanan intrapleura apeks -10cm  alveol kurang
mengembang, sedangkan pada tekanan intrapleura basis -2,5cm  alveol mengembang. Maka dari
itu pada awal inspirasi aliran udara terbanyak ke apeks.
Pertukaran Gas
O2 masuk dan CO2 keluar dari darah di paru secara pasif mengikuti penurunan gradien tekanan
parsial.
Melintasi kapiler paru :
 Gradien tekanan parsial O2 dari alveolus ke darah : 60 mmHg
 Gradien tekanan parsial CO2 dari darah ke alveolus : 6 mmHg
Melintasi kapiler sistemik :
 Gradien tekanan parsial O2 dari darah ke sel jaringan : 60 mmHg
 Gradien tekanan parsial CO2 dari sel jaringan ke darah : 6 mmHg
Mekanisme Inspirasi
 Sebelum inspirasi, otot-otot pernapasan melemas, tidak ada udara yang mengalir, dan tekanan
intra alveolus setara dengan tekanan atmosfer. Pada awal inspirasi, otot-otot inspirasi
terangsang untuk berkontraksi, sehingga terjadi pembesaran rongga toraks. Diafragma
bergerak ke bawah dan memperbesar volume toraks.
17
 Pada saat rongga toraks mengembang, paru juga dipaksa mengembang untuk mengisi rongga
toraks yang membesar. Sewaktu paru mengembang, tekanan intra alveolus menurun, karena
molekul dalam jumlah yang sama kini menempati volume paru yang lebih besar. Karena
tekanan intra alveolus sekarang lebih rendah daripada tekanan atmosfer, udara mengalir masuk
ke paru mengikuti penurunan gradient tekanan dari tinggi ke rendah.
Mekanisme Ekspirasi
 Pada akhir inspirasi, otot-otot melemas. Saat melemas diafragma kembali ke bentuknya,
sewaktu paru menciut dan berkurang volumenya, tekanan intra alveolus meningkat, karena
jumlah molekul udara yang lebih besar yang terkandung di dalam volume paru yang besar,
pada akhir inspirasi sekarang terkompresi ke dalam volume yang lebih kecil. Udara sekarang
keluar paru mengikuti penurunan gradient tekanan, dari tekanan intra alveolus yang tinggi ke
tekanan atmosfer yang rendah.
 Dalam keadaan normal, ekspirasi adalah suatu proses pasif, karena terjadi akibat penciutan
elastic paru saat otot-otot inspirasi melemas tanpa memerlukan kontraksi otot atau pengeluaran
energi.
Volume paru dan kapasitas paru ( jumlah dari dua atau lebih volume paru) dapat
ditentukan :









Tidal Volume (TV). Volume udara yang masuk atau keluar paru selama 1 kali bernapas. Nilai
rata-rata pada keadaan istirahat = 500 ml.
Volume cadangan inspirasi (VCI). Volume tambahan yang dapat secara maksimal dihirup
melebihi tidal volume istirahat. VCI dihasilkan oleh kontraksi maksimum diafragma, otot antar
iga eksternal, dan otot inspirasi tambahan. Nilai rata-ratanya = 3.000 ml.
Kapasitas inspirasi (KI). Volume maksimum udara yang dapat dihirup pada akhir ekspirasi
normal tenang (KI = VCI + TV). Nilai rata-rata = 3.500 ml.
Volume cadangan ekspirasi (VCE). Volume tambahan udara yang tepat secara aktif
dikeluarkan oleh kontraksi maksimum melebihi udara yang dikeluarkan secara pasif pada akhir
tidal volume biasa. Nilai rata-rata = 1.000 ml.
Volume residual (VR). Volume minimum udara yang tersisa di paru bahkan setelah ekspirasi
maksimum. Nilai rata-rata = 1.200 ml.
Kapasitas residual fungsional (KRF). Volume udara di paru pada akhir ekspirasi pasir
normal (KRF = VCE + VR). Nilai rata-rata = 2.200 ml.
Kapasitas vital (KV). Volume maksimum udara yang dapat dikeluarkan selama 1 kali
bernapas setelah inspirasi maksimum. Subyek mula-mula melakukan inspirasi maksimum,
kemudian melakukan ekspirasi maksimum ( KV = VCI + TV + VCE). Nilai rata-ratanya =
4.500 ml.
Kapasitas paru total (KPT). Volume udara maksimum yang dapat ditampung oleh paru (KPT
= KV + VR). Nilai rata-ratanya = 5.700 ml.
Volume ekspirasi paksa dalam 1 detik. Volume udara yang dapat diekspirasikan selama
detik pertama ekspirasi pada penentuan KV.
Menahan Napas
Pernapasan dapat secara sengaja dihambat untuk beberapa saat, tetapi akhirnya kendali
volunter dapat dikalahkan. Titik saat pernapasan tidak dapat dihambat lagi secara volunter disebut
18
titik lepas (breaking point). Lepasnya kendali volunter ini disebabkan oleh meningkatnya Pco2
dan turunnya Po2 darah arteri. Setelah pengangkatan glomus karotikum, kemampuan menahan
napas seseorang akan diperpanjang. Bernapas dengan oksigen 100% sebelum menahan napas akan
menaikan Po2 alveol awal, sehingga titik lepas dapat ditunda. Refleks atau faktor mekanik
mempengaruhi titik lepas, karena pada subyek yang menahan napas selama mungkin kemudian
bernapas dengan campuran udara berkadar O2 rendah dan CO2 tinggi, masih dapat menahan napas
kembali selama 20 detik atau lebih. Faktor psikologis juga memegang peranan, dan subjek dapat
menahan napasnya lebih lama bila dikatakan usahanya sangat baik dibandingkan bila dikatakan
tidak.
LO.2.2 Pengaturan pernapasan
Pengaturan pernafasan ada 2:
1. Pusat pengaturan pernafasan volunter (di bawah kemauan)
Terletak di korteks serebri-traktus kortikospinalis-motor neuron syaraf pernafasan.
2. Pusat pengaturan pernafasan otomatis (spontan)
Letak Pons dan Medula Oblongata-bagian ventral dan medial Medula Spinalis.
Pusat respirasi terletak di Formatio Retikularis Medula Oblongata. Pusat respirasi
terbagi menjadi 2 kelompok yaitu:
1. Dorsal/ dorsal respiratory group = DRG
Terdiri dari neuron I-impuls frekuensi 12-15x/menit-motor neuron di Medula spinalisotot inspirasi-inspirasi. Sebagian ke ventral.
2. Ventral/ventral respiratory group = VRG
Terdiri dari neuron I dan E. Tidak aktif dalam pernafasan tenag, bila ventilasi
meningkat-motor neuron otot inspirasi tambah NIX dan NX dan E-ekspirasi aktif.
Pusat-pusat respirasi di Pons :
1. Pneumotaksik
Mengirim impuls ke DRG yang membantu switch off neuron inspirasi sehingga durasi
inspirasi dibatasi.
2. Apnustik
Mencegah neuron inspirasi dari proses switch off sehingga menambah dorongan
inspirasi.
Pusat Pneumotaksik lebih dominan apabila tidal volume besar (> 1 liter), Refleks HeringBreuer dipicu untuk mencegah pengembangan paru berlebihan
Sistem Khemoreseptor
Saraf-saraf sensoris yang mendeteksi paru berujung sebagai reseptor, seperti kemoreseptor
perifer, baroreseptor dan reseptor-reseptor lainnya di dalam paru. Nanti kumpulan reseptorreseptor ini akan bergabung menjadi nucleus traktus solitarius yakni ujung akhir dari saraf sensoris
pernapasan yang terdapat pada nervus vagus dan nervus glosofaringeus. Pada akhirnya kedua
19
nervus ini akan berhubungan dengan kelompok pernapasan bagian dorsal. Melalui ini, mekanisme
penghantaran informasi dari paru ke pusat respirasi bagian dorsal bisa berlangsung.
Kemoreseptor Perifer

Di luar otak, ternyata juga terdapat sistem kemoreseptor tersendiri yang juga turut andil dalam
pengaturan pernapasan. Kemoreseptor di luar otak ini disebut kemoreseptor perifer. Fungsinya
yang terpenting adalah untuk mendeteksi perubahan oksigen dalam darah walaupun respetor ini
juga sedikit berpengaruh terhadap perubahan konsentrasi CO2 dan H+ di dalam darah.

Sebagian besar kemoreseptor ini terletak di badan karotis (karotic body) dan di badan aorta
(aortic body). Karotic body terletak di bilateral pada percabangan arteri karotis komunis. Serabut
saraf aferennya berjalan melalui nervus Hering ke nervus glosofaringeus dan kemudian ke area
pernapasan dorsal di medula oblongata. Sedangkan aortic body terletak di sepanjang arkus aorta;
dimana serabut saraf aferennya berjalan melalui nervus vagus, juga ke area pernapasan dorsal di
medula oblongata.

Reseptor ini akan mendeteksi perubahan kadar O2, CO2 dan ion H+. Misalkan apabila kadar O2
dalam arteri menurun, kemoreseptor perifer ini menjadi sangat terangsang. Singkatnya, ia bakal
mengirimkan impuls ke pusat pernapasan untuk meningkatkan frekuensi napas.
Kemoreseptor Pusat/Sentral
Terletak pada bagian ventral medula oblongata dekat pusat respirasi. Reseptor peka terhadap naik
ion H/ turun pH dalam cairan otak. Karbondioksida mudah tembus abar darah-otak dan abar darahcairan otak  H2CO3  ion H dan HCO3. Dan ion H maka ventilasi naik.
LI.3. Memahami dan Menjelaskan Mycobacteriu tuberculosis
LO.3.1 Morfologi
Mycobacterium tuberculosis berbentuk batang lurus atau sedikit melengkung, tidak berspora
dan tidak berkapsul. Bakteri ini berukuran lebar 0,3 – 0,6 μm dan panjang 1 – 4 μm. Dinding
M.tuberculosis sangat kompleks, terdiri dari lapisan lemak cukup tinggi (60%). Penyusun utama
dinding sel M. tuberculosis ialah asam mikolat, lilin kompleks (complex-waxes), trehalosa
dimikolat yang disebut “cord factor”, dan mycobacterial sulfolipids yang berperan dalam virulensi.
Asam mikolat merupakan asam lemak berantai panjang (C60 – C90) yang dihubungkan dengan
arabinogalaktan oleh ikatan glikolipid dan dengan peptidoglikan oleh jembatan fosfodiester. Unsur
lain yang terdapat pada dinding sel bakteri tersebut adalah polisakarida seperti arabinogalaktan
dan arabinomanan. Struktur dinding sel yang kompleks tersebut menyebebkan bakteri
M.tuberculosis bersifat tahan asam, yaitu apabila sekali diwarnai, tahan terhadap upaya
penghilangan zat warna tersebut dengan larutan asam – alkohol.
LO.3.2 Struktur dinding sel
Komponen antigen ditemukan di dinding sel dan sitoplasma yaitu komponen lipid, polisakarida
dan protein. Karakteristik antigen M.tuberculosis dapat diidentifikasi dengan menggunakan
antibodi monoklonal. Saat ini telah dikenal purified antigens dengan berat molekul 14 kDa
20
(kiloDalton), 19 kDa, 38 kDa, 65 kDa yang memberikan sensitiviti dan spesifisiti yang bervariasi
dalam mendiagnosis TB. Ada juga yang menggolongkan antigen M.tuberculosis dalam kelompok
antigen yang disekresi dan yang tidak disekresi (somatik). Antigen yang disekresi hanya dihasilkan
oleh basil yang hidup, contohnya antigen 30.000
α, protein MTP 40 dan lain lain.
UNSUR-UNSUR POKOK BASIL TUBERKULOSIS
a. Lipid.
Mikobakteri kaya akan lipid. Lipid ini mencakup mycolic acid (asam lemak rantai
panjang C78-C90), lilin dan fosfatida. Pada sel, lipid sangat terikat dengan protein dan
polisakarida. Muramyl dipeptida (dari peptidoglikan) bersama dengan mycolic acid dapat
menyebabkan pembentukan granuloma; fospolipid menginduksi nekrosis kaseosa. Lipid
menentukan sifat tahan asam hingga batas tertentu. Penghilangan lipid dengan asam panas
akan menghancurkan sifat tahan asam; hal ini bergantung pada integritas dinding sel dan
keberadaan lipid tertentu. Analisis lipid melalui kromatografi memperlihatkan pola yang
membantu dalam klasifikasi spesies yang berbeda.
Galur virulen basil tuberkulosis membentuk “tali menyerupai ular” (serpentine
cords), yaitu kumpulan basil tahan asam yang tersusun dalam rantai paralel. Pembentukan
tali ini berhubungan dengan virulensi. Sebuah “cord factor” (trehalose-6,6- dimycolate)
telah diekstraksi dari basil virulen dengan eter petroleum. Senyawa ini menghambat
migrasi leukosit, menyebabkan granuloma kronis, dan dapat berfungsi sebagai “adjuvan”
imunologis.
b. Protein
Masing masing tipe mikobakteria mengandung beberapa protein yang
menimbulkan reaksi tuberkulin. Protein yang berikatan dengan sebuah fraksi lilin dengan
injeksi dapat menginduksi sensitivitas tuberkulin. Protein tersebut juga dapat menyebabkan
pembentukan berbagai antibodi.
c. Polisakarida
Mikobakteri mengandung berbagai polisakarida. Perannya dalam patogenesis
penyakit belum jelas. Polisakarida tersebut dapat menginduksi hipersensitivitas tipe segera
dan dapat berfungsi sebagai antigen dalam reaksi dengan serum pasien yang terinfeksi.
LO.3.3 Sifat
Mikrobakterium tidak dapat diklasifikasikan sebagi gram positif atau gram negatif karena
sekali diwarnai dengan zat warna basa, warna tersebut tidak dapat dihilangkan dengan alkohol,
meskipun dibubuhi iodium, karenanya ia termasuk dalam bakteri tahan asam. Mikrobakterium
cenderung lebih resisten terhadap faktor kimia dari pada bakteri yang lain karena sifat
hidrofobik permukaan selnya dan pertumbuhan bergerombol. Mikrobakterium tidak
menghasilkan kapsul atau spora; dinding selnya terdiri dari peptidoglikan dan DAP; dengan
kandungan lipid kira-kira setinggi 60%. Bakteri ini adalah bakteri aerob, karenanya pada kasus
TBC biasanya mereka ditemukan pada daerah yang banyak udaranya.
Mikrobakterium mendapat energi dari oksidasi berbagai senyawa karbon sederhana.
Aktivitas biokimianya tidak khas, dan laju pertumbuhannya lebih lambat dari kebanyakan
bakteri lain karena sifatnya yang cukup kompleks dan dinding selnya yang impermeable,
21
sehingga penggandaannya hanya berlangsung setiap kurang lebih 18 jam. Bentuk saprofit
cenderung tumbuh lebih cepat, berkembang biak dengan baik pada suhu 22-23oC,
menghasilkan lebih banyak pigmen, dan kurang tahan asam dari pada bentuk yang patogen.
Mikrobakterium cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup
beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab.
LO.3.4 Identifikasi
Identifikasi melalui pewarnaan Ziehl Neelsen
1) Siapkan sediaan yg sdh direkatkan oleh sputum
2) Fiksasi
3) Tuangi dengan Karbol fuchsin, diamkan selama 5 menit
4) Panaskan sampai keluar uap, tapi tidak sampai mendidih selama 5 menit
5) Cuci dengan air mengalir
6) Tuang dengan H2SO4 5% selama 3 detik sambil sediaan dimiringkan
7) Tuang kembali dengan alkohol 60% slm 30 detik
8) Cuci dengan air mengalir
9) Tuang dengan biru metilen, diamkan selama 1-2 menit
10) Cuci dengan air mengalir
11) Keringkan di atas kertas saring tanpa menggosoknya
12) Teteskan sedikit minyak emersi
13) Lihat di bawah mikroskop dengan pembesaran 100x
Interpretasi Hasil
1) Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang pandang, disebut negatif.
2) Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang, ditulis jumlah kuman yang ditemukan.
3) Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang, disebut +(1+).
4) Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut ++(2+).
5) Ditemukan >10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut +++(3+).
LI.4. Memahami dan Menjelaskan Tuberculosis Paru
LO.4.1 Definisi
Tuberculosis paru adalah penyakit radang parenkim paru karena infeksi kuman
Mycobacterium tuberculosis.Tuberkulosis paru termasuk suatu pneumonia, yaitu pneumonia
yang disebabkan oleh M. tuberculosis. Tuberkulosis paru mencakup 80% dari keseluruhan
kejadian penyakit tuberculosis, sedangkan 20% selebihnya merupakan tuberculosis
ekstrapulmonal. Diperkirakan bahwa sepertiga penduduk dunia pernah terinfeksi kuman
M.tuberculosis.
(Djojodibroto,2015)
22
LO.4.2 Klasifikasi
A. Klasifikasi berdasarkan lokasi anatomi:
1. Tuberkulosis paru. Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan
(parenkim) paru. tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus.
2. Tuberkulosis ekstra paru. Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru,
misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar lymfe, tulang,
persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain.
B. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis :
1. Tuberkulosis paru BTA positif
a. Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.
b. 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada menunjukkan
gambaran tuberkulosis.
c. 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB positif.
d. 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS pada
pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah
pemberian antibiotika non OAT.
2. Tuberkulosis paru BTA negative
Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif. Kriteria diagnostik TB
paru BTA negatif harus meliputi:
a. Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif
b. Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis.
c. Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
d. Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan.
C. Klasifikasi berdasarkan iwayat pengobatan TB paru-paru sebelumnya :
Ada beberapa tipe interpretasi pemeriksaan mikroskopis. WHO merekomendasikan pembacaan
dengan skala International Union
a) Kasus Baru
Adalah pasien yang BELUM PERNAH diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan
OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).
b) Kasus Kambuh (Relaps)
Adalah pasien TB yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah
dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA positif
(apusan atau kultur).
c) Kasus Putus Berobat (Default/Drop Out/DO)
Adalah pasien TB yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA
positif.
d) Kasus Gagal (Failure)
23
Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif
pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.
e) Kasus Pindahan (Transfer In)
Adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register TB lain untuk
melanjutkan pengobatannya.
f) Kasus lain
Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam kelompok ini
termasuk Kasus Kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif setelah
selesai pengobatan ulangan.
D. Klasifikasi berdasarkan status HIV
- Kasus TB dengan HIV positif
- Kasus TB dengan HIV negatif
- Kasus TB dengan status HIV tidak diketahui
(WHO, 2010)
LO.4.3 Epidemiologi
Pada bulan Maret 1993, WHO mendeklarasikan TB sebagai globalhealth
emergency.TB dianggap sebagai masalah kesehatan dunia yang penting karena lebih
kurang 1/4 penduduk dunia terinfeksi oleh mikobakterium TB.Pada tahun 1998 ada
4.617.047 kasus TB yang tercatat di seluruh dunia.
Sebagian besar kasus TB ini (95%) dan kematiannya (98%) terjadi di Negaranegara yang sedang berkembang. Di antara mereka 75% berada pada usia produktif yaitu
20-49 tahun. Karena penduduk yang padat dan tingginya prevalensi maka lebih dari 65%
dari kasus-kasus TB yang baru dan kematian yang muncul terjadi di Asia.
Alasan utama munculnya atau meningkatnya beban TB global ini antara lain
disebabkan: 1. kemiskinan pada berbagai penduduk, tidak hanya pada Negara yang sedang
berkembang tetapi juga pada penduduk perkotaan tertentu di Negara maju. 2. adanya
perubahan demografik dengan meningkatnya penduduk dunia dan perubahan dari struktur
usia manusia yang hidup. 3. perlindungan kesehatan yang tidak mencukupi pada penduduk
di kelompok yang rentan terutama di negeri-negeri miskin. 4. tidak memadainya
pendidikan mengenai TB di antara para dokter. 5. terlantar dan kurangnya biaya untuk obat,
sarana diagnostic, dan pengawasan khusus TB dimana terjadi deteksi dan tatalaksana kasus
yang tidak adekuat. 6. adanya epidemic HIV terutama di Afrika dan Asia.
EPIDEMIOLOGI TB DI INDONESIA
Di Indonesia TB paru menduduki urutan ke-4 untuk angka kesakitan sedangkan
sebagai penyebab kematian menduduki urutan ke-5. Menyerang sebagian besar kelompok
usia produktif dari kelompok sosioekonomi lemah. Walau upaya memberantas TB telah
dilakukan, tetapi angka insiden maupun prevalensi TB paru di Indonesia tidak pernah
turun.Perkiraan kejadian BTA di sputum yang positif di Indonesia adalah 266.000 tahun
1998. berdasarkan survei kesehatan rumah tangga tahun 1985 dan survey kesehatan
nasional 2001, TB menempati ranking nomor 3 sebagai penyebab kematian tertinggi di
Indonesia. Prevalensi nasional terakhir TB paru diperkirakan 0,24%. Sampai sekarang
angka kejadian TB di Indonesia relative terlepas dari angka pandemic infeksi HIV karena
24
masih relative rendahnya infeksi HIV, tapi hal ini mungkin akan berubah di masa dating
melihat semakin meningkatnya laporan infeksi HIV dari tahun ketahun.
(Bahar, 2014)
LO.4.4 Patofisiologi dan patogenesis
Penularan tuberculosis paru terjadi karena kuman dibersinkan atau dibatukkan keluar
menjadi droplet nuclei dalam udara. Partikel infeksi ini dapat menetap dalam udara bebas
selama 1-2 jam, tergantung pada ada tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang buruk dan
kelembaban. Dalam suasana lembab dan gelap kuman dapat tahan selama berhari-hari
sampai berbulan-bulan. Bila partikel infeksi ini terhisap oleh orang sehat akan menempel
pada jalan nafas atau paru-paru. Partikel dapat masuk ke alveolar bila ukurannya kurang dari
5 mikromilimeter.
Tuberculosis adalah penyakit yang dikendalikan oleh respon imunitas perantara sel.
Sel efektornya adalah makrofag sedangkan limfosit (umunya sel T) adalah
imunoresponsifnya. Tipe imunitas seperti ini basanya lokal, melibatkan makrofag yang
diaktifkan ditempat infeksi oleh limposit dan limfokinnya. Raspon ini desebut sebagai reaksi
hipersensitifitas (lambat).
Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya diinhalasi sebagai unit
yang terdiri dari 1-3 basil. Gumpalan basil yang besar cendrung tertahan dihidung dan cabang
bronkus dan tidak menyebabkan penyakit (Dannenberg 1981 ). Setelah berada diruang
alveolus biasanya dibagian bawah lobus atas paru-paru atau dibagian atas lobus bawah, basil
25
tuberkel ini membangkitkan reaksi peradangan. Leukosit polimorfonuklear tampak didaerah
tersebut dan memfagosit bakteria namun tidak membunuh organisme ini. Sesudah hari-hari
pertama leukosit akan digantikan oleh makrofag. Alveoli yang terserang akan mengalami
konsolidasi dan timbul gejala pneumonia akut. Pneumonia seluler akan sembuh dengan
sendirinya, sehingga tidak ada sisa atau proses akan berjalan terus dan bakteri akan terus
difagosit atau berkembang biak didalam sel. Basil juga menyebar melalui getah bening
menuju kelenjar getah bening regional. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih
panjang dan sebagian bersatu sehingga membentuk sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi
oleh limposit. Reaksi ini butuh waktu 10-20 hari.
Nekrosis pada bagian sentral menimbulkan gambangan seperti keju yang biasa
disebut nekrosis kaseosa. Daerah yang terjadi nekrosis kaseosa dan jaringan granulasi
disekitarnya yang terdiri dari sel epiteloid dan fibroblast menimbulkan respon yang
berbeda.Jaringan granulasi menjadi lebih fibrosa membentuk jaringan parut yang akhirnya
akan membentuk suatu kapsul yang mengelilingi tuberkel.
Lesi primer paru dinamakn fokus ghon dan gabungan terserangnya kelenjar getah
bening regional dan lesi primer dinamakan kompleks ghon. Respon lain yang dapat terjadi
didaerah nekrosis adalah pencairan dimana bahan cair lepas kedalam bronkus dan
menimbulkan kavitas. Materi tuberkel yang dilepaskan dari dinding kavitas akan masuk
kedalan percabangan trakeobronkhial. Proses ini dapat terulang lagi kebagian paru lain atau
terbawa kebagian laring, telinga tengah atau usus.
Kavitas yang kecil dapat menutup sekalipun tanpa pengobatan dan meninggalkan
jaringan parut fibrosa. Bila peradangan mereda lumen brokus dapat menyempit dan tertutup
oleh jaringan parut yang terdapt dekat dengan perbatasan bronkus rongga. Bahan perkijuan
dapat mengental sehingga tidak dapat mengalir melalui saluran penghubung sehingga kavitas
penuh dengan bahan perkejuan dan lesi mirip dengan lesi kapsul yang terlepas. Keadaan ini
dapat dengan tanpa gejala dalam waktu lama atau membentuk lagi hubungan dengan brokus
sehingge menjadi peradangan aktif.
Penyakit dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah. Organisme
yang lolos dari kelenjar getah bening akan mencapai aliran darah dalam jumlah kecil, kadang
dapat menimbulkan lesi pada oragan lain. Jenis penyeban ini disebut limfohematogen yang
biasabya sembuh sendiri. Penyebaran hematogen biasanya merupakan fenomena akut yang
dapat menyebabkan tuberkulosis milier. Ini terjadi apabila fokus nekrotik merusak pembuluh
darah sehingga banyak organisme yang masuk kedalam sistem vaskuler dan tersebar
keorgan-organ lainnya.
M. tuberculosis akan membentuk suatu sarang pneumoni, yang disebut sarang atau
afek primer. Sarang ini dapat timbul pada seluruh bagian paru. Dari sarang primer, akan
terjadi peradangan saluran limfe menuju hilus (limfangitis lokal). Peradangan tersebut diikuti
oleh pembesaran kelenjar getah bening di hilus (limfadenitis regional). Afek primer bersamasama dengan limfangitis regional dikenal sebagai kompleks primer. Selanjutnya kompleks
primer dapat berkembang menjadi :
1. Sembuh tanpa cacat.
2. Sembuh dengan sedikit bekas (sarang Ghon, garis fibrotik, sarang perkapuran di
hilus).
3. Menyebar secara perkontinuitatum, bronkogen, hematogen dan limfogen yang pada
akhirnya mengakibatkan bakterimia. Walaupun terjadi bakterimia, kebanyakan
pasien pada stadium primer asimptomatik atau hanya flu-like illness ringan.
26
LO.4.5 Manifestasi
Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau
lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk
darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise,
berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu bulan.





Demam, menyerupai demam influenza yang hilang timbul, keadaan ini
dipengaruhi oleh daya tahan tubuh pasien dan berat ringannya infeksi.
Batuk atau batuk darah, terjadi karena iritasi bronchus, batuk ini diperlukan
untuk membuang produk-produk radang keluar. Sifat batuk dimulai dari batuk
kering kemudian setelah timbul peradangan menjadi produktif. Keadaan yang
lanjut adalah batuk darah karena terdapat pembuluh darah yang pecah.
Sesak napas, ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang infiltrasinya sudah
meliputi setengah bagian paru-paru.
Nyeri dada, timbul bila infiltrasi radang sudah sampai ke pleura sehingga
menimbulkan pleuritis, terjadi gesekan kedua pleura sewaktu pasien menarik atau
melepaskan napasnya.
Malaise, sering ditemukan berupa anoreksia, tidak ada nafsu makan, badan makin
kurus, sakit kepala, dll.
(Zulkifli Amir, 2009)
LO.4.6 Diagnosis dan Diagnosis Banding
27
Gold standard dari diagnosis TB adalah ditemukannya kuman BTA pada pemeriksaan
sputum.
(Bambang Riswanto, 2010)
Anamnesis:
Hal pertama yang harus ditanyakan adalah identitas pasien, yaitu umur, jenis kelamin, ras,
status pernikahan, agama dan pekerjaan.
1. Riwayat Penyakit Sekarang (RPS)
1. Lokasi (dimana ? menyebar atau tidak ?)
2. Onset / awitan dan kronologis (kapan terjadinya? berapa lama?)
3. Kuantitas keluhan (ringan atau berat, seberapa sering terjadi ?)
4. Kualitas keluhan (rasa seperti apa ?)
5. Faktor-faktor yang memperberat keluhan.
6. Faktor-faktor yang meringankan keluhan.
7. Analisis sistem yang menyertai keluhan utama (keluhan yang menyertai)
2. Riwayat Penyakit Dahulu (RPD)
3. Riwayat Kesehatan Keluarga
4. Riwayat Sosial dan Ekonomi
Hal ini untuk mengetahui status sosial pasien, yang meliputi pendidikan, pekerjaan
pernikahan, kebiasaan yang sering dilakukan (pola tidur, minum alkohol atau merokok,
obatobatan, aktivitas seksual, sumber keuangan, asuransi kesehatan dan kepercayaan).
Pemeriksaan Fisik:
Pemeriksaan pertama terhadap keadaan umum pasien mungkin ditemukan
konjungtiva mata atau kulit yang pucat karena anemia, suhu tubuh yang subfebris, badan
kurus atau berat badan menurun. Pemeriksaan fisik sering tidak diperoleh hasil yang
memuaskan terutama apabila sarang penyakit terletak di dalam akan sulit dinilai secara
palpasi, perkusi dan auskultasi. Tempat kelainan lesi TB paru yang paling dicurigai adalah
bagian apeks paru. Bila dicurigai adanya infiltrat agak luas mungkin ditemukan perkusi
yang redup dan auskultasi suara bronkhial dan suara tambahan ronkhi basah kasar yang
nyaring. Namun bila infiltrat diliputi penebalan pleura, suara tambahan menjadi vesikular
melemah. Bila terdapat kavitas yang cukup besar, pada perkusi akan diperoleh hasil
hipersonor atau timpani dan suara auskultasi amforik. Pada TB paru lanjut dengan fibrosis
luas sering ditemukan atrofi dan retraksi otot interkostal. Bagian paru yang sakit menciut
dan menarik isi mediastinum atau paru yang lain. Paru yang sehat jadi hiperinflasi.
Keadaan lanjut TB paru dapat meningkatkan tekanan arteri pulmonalis (hipertensi
pulmonalis) yang diikuti terjadinya kor pulmonale dan gagal jantung kanan sehingga akan
dapat ditemukan tanda-tanda kor pulmonale dengan gagal jantung kanan seperti takipnea,
takikardi, sianosis, right ventrikular lift, right artikular gallop, murmur Graham Steel, bunyi
P2 yang mengeras, tekanan vena jugularis yang meningkat, hepatomegali, ascites dan
edem.
Dalam penampilan klinis, TB paru sering asimptomatik dan penyakit baru dicurigai dengan
didapatkan adanya kelainan radiologis dada pada pemeriksaan rutin atau uji tuberkulin
positif.
28
Pemeriksaan Penunjang:
a. Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan radilogis merupakan cara yang praktis untuk menemukan lesi tuberkulosis.
Lokasi lesi tuberkulosis umumnya di daerah apeks paru tetapi dapat juga mengenai bagian
inferior atau daerah hilus yang menyerupai tumor paru. Pada awal penyakit saat lesi masih
menyerupai sarang pneumonia, gambaran radiologis berupa bercak seperti awan dan
dengan batas yang tidak tegas. Bila lesi sudah diliputi jaringan ikat maka bayangan terlihat
berupa bulatan dengan batas tegas. Pada kavitasi bayangan berupa cincin berdinding tipis.
Pada kalsifikasi bayangan tampak bercak padat dengan densitas tinggi.
Pada ateletaksis terlihat fibrosis luas dengan penciutan pada sebagian, satu lobus atau satu
bagian paru. Gambaran tuberkulosis miliar tampak berupa
bercak halus yang umumnya tersebar rata di seluruh lapang paru. Pemeriksaan radiologis
lain yang dapat dilakukan adalah bronkografi, CT scan dada atau juga MRI.
b. Pemeriksaan laboratorium.
Pemeriksaan laboratorium dilakukan pada darah, sputum dan tes tuberkulin. Darah.
Pemeriksaan tidak sensitif dan tidak spesifik. Pada TB baru akan didapatkan leukosit
meninggi dengan hitung jenis bergeser ke kiri, jumlah limfosit masih normal dan LED
mulai meningkat. Sputum. Pemeriksaan sputum adalah penting untuk menemukan kuman
BTA. Pemeriksaan sputum juga dapat memberikan evaluasi terhadap pengobatan yang
telah diberikan. Kriteria sputum BTA positif adalah bila paling tidak ditemukan 3 batang
kuman BTA pada satu sediaan. Untuk pemeriksaan BTA, bahan selain sputum dapat juga
diambil dari bilasan bronkus, jaringan paru, pleura, cairan pleura, cairan lambung, jaringan
kelenjar, cairan serebrospinal, urin atau tinja.
c. Tes tuberkulin.
Pemeriksaan ini dipakai untuk membantu menegakkan diagnosis tuberkulosis terutama
pada anak-anak (balita). Tes ini dilakukan dengan menyuntikan 0,1 cc tuberkulin secara
intrakutan. Tes ini hanya menyatakan apakah seseorang sedang atau pernah terinfeksi
kuman TB atau mendapat vaksinasi BCG. Tes tuberkulin (mnataoux) dinyatakan posotif
apabila diperoleh indurasi 10 mm setelah 48-72 jam tuberkulin disuntikkan.
29
Pada anak, uji tuberkulin merupakan pemeriksaan yang paling bermanfaat untuk
menunjukkan sedang/pernah terinfeksi Mycobacterium tuberculosisdan sering digunakan
dalam “Screening TBC”. Efektifitas dalam menemukan infeksi TBC dengan uji tuberkulin
adalah lebih dari 90%. Penderita anak umur kurang dari 1 tahun yang menderita TBC aktif
uji tuberkulin positif 100%, umur 1–2 tahun 92%, 2–4 tahun 78%, 4–6 tahun 75%, dan
umur 6–12 tahun 51%.
Dari persentase tersebut dapat dilihat bahwa semakin besar usia anak maka hasil
uji tuberkulin semakin kurang spesifik. Ada beberapa cara melakukan uji tuberkulin,
namun sampai sekarang cara mantoux lebih sering digunakan. Lokasi penyuntikan uji
mantoux umumnya pada ½ bagian atas lengan bawah kiri bagian depan, disuntikkan
intrakutan (ke dalam kulit). Penilaian uji tuberkulin dilakukan 48–72 jam setelah
penyuntikan dan diukur diameter dari pembengkakan (indurasi) yang terjadi:
d. Pemeriksaan dahak mikroskopis
Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai keberhasilan
pengobatan dan menentukan potensi penularan.Pemeriksaan dahak untuk penegakan
diagnosis dilakukan denganmengumpulkan 3 spesimen dahak yang dikumpulkan dalam
dua harikunjungan yang berurutan berupa Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS),
1. S (sewaktu): dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang berkunjung pertama kali.
Pada saat pulang, suspek membawa sebuah pot dahak untuk mengumpulkan dahak pagi
pada hari kedua.
2. P (Pagi): dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah bangun
tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di UPK.
3. S (sewaktu): dahak dikumpulkan di UPK pada hari kedua, saat menyerahkan dahak
pagi.
e. Pemeriksaan Biakan
Peran biakan dan identifikasi M.tuberkulosis pada penanggulangan TB khususnya untuk
mengetahui apakah pasien yang bersangkutan masih peka terhadap OAT yang digunakan.
Selama fasilitas memungkinkan, biakan dan identifikasi kuman serta bila dibutuhkan tes
resistensi dapat dimanfaatkan dalam beberapa situasi:
1. Pasien TB yang masuk dalam tipe pasien kronis
2. Pasien TB ekstraparu dan pasien TB anak.
3. Petugas kesehatan yang menangani pasien dengan kekebalan ganda.
f. Pemeriksaan Tes Resistensi
Tes resistensi tersebut hanya bisa dilakukan di laboratorium yang mampu melaksanakan
biakan, identifikasi kuman serta tes resistensi sesuai standar internasional, dan telah
mendapatkan pemantapan mutu (Quality Assurance) oleh laboratorium supranasional TB.
Hal ini bertujuan agar hasil pemeriksaan tersebut memberikan simpulan yang benar
sehinggga kemungkinan kesalahan dalam pengobatan MDR dapat di cegah
LO.4.7 Tatalaksana
Tujuan pengobatan pada TB Paru selain untuk mengobati juga mencegah kematian,
mencegah kekambuhan atau resistensi terhadapOAT serta memutuskan mata rantai
penularan. Pengobatan Tuberkulosis dilakukan dengan prinsip-prinsip sbb:
30
-
OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat. Tidak OAT tunggal
(monoterapi). Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT) lebih menguntungkan dan
sangat dianjurkan.
Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukanpengawasan langsung (DOT =
Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO).
Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif (2-3bulan) dan lanjutan (4-7 bulan)
Tahap intensif: obat diberikan setiap hari, dan diawasi langsung untuk mencegah resistensi obat.
Jika diberikan secara tepat, yang awalnya menular bisa men jadi tidak menular dalam kurun
waktu2 minggu. Sebagian besar TB BTA positif menjadi BTA negatif dalam 2 bulan
Tahap lanjutan: diberikan obat lebih sedikit dengan jangka waktuyang lama. Tahap ini penting
untuk membunuh kuman persisten sehingga mencegah kekambuhan.
Obat yang digunakan untuk TBC digolongkan atas dua kelompok, yaitu:
a. Obat primer / Lini pertama: Isoniazid (INH), Rifampisin, Etambutol,Streptomisin, Pirazinamid.
Memperlihatkan efektifitas yang tinggidengan toksisitas yang masih dapat ditolerir, sebagian besar
dapatdipisahkan dengan obat-obatan ini.
b. Obat sekunder / Lini kedua: Etionamid, Paraaminosalisilat, Sikloserin,Amikasin, Kapreomisin,
Kanamisin
1. Isoniazid (INH)
a. Efek antibakteri
bersifat tuberkulostatik dan tuberkulosid. Efek bakterisidnya hanya terlihat pada kuman yang
sedang tumbuh aktif. Isoniazid dapat menembus ke dalam sel dengan mudah.
Mekanisme kerja
menghambat biosintesis asam mikolat (mycolic acid)yang merupakan unsur penting dinding sel
mikobakterium.
b. Farmakokinetik
mudah diabsorbsi pada pemberian oral maupun parenteral. Mudah berdifusi ke dalam sel dan
semua cairan tubuh. Antar75-95% diekskresikan melalui urin dalam waktu 24 jam dan hampir
seluruhnya dalam bentuk metabolit.
c. Efek samping
reaksi hipersensitivitas menyebabkan demam, berbagai kelainan kulit. Neuritis perifer paling
banyak terjadi. Mulut terasa kering, rasa tertekan pada ulu hati, methemoglobinemia, tinnitus, dan
retensiurin.
d.Sediaan dan posologi
terdapat dalam bentuk tablet 50, 100, 300, dan 400mg serta sirup 10 mg/mL. Dalam tablet kadangkadang telah ditambahkan B6. biasanya diberikan dalam dosis tunggal per orang tiap hari. Dosis
biasa 5 mg/kgBB, maksimum 300 mg/hari. Untuk TB berat dapat diberikan 10mg/kgBB,
maksimum 600 mg/hari, tetapi tidak ada bukti bahwa dosis demikian besar lbih efektif. Anak < 4
tahun dosisnya 10mg/kgBB/hari. Isoniazid juga dapat diberikan secara intermiten 2 kali seminggu
dengandosis 15 mg/kgBB/hari.
2. Rifampisin
a. Aktivitas antibakteri
menghambat pertumbuhan berbagai kuman gram-positif dan gram-negatif.
b. Mekanisme kerja
31
terutama aktif terhadap sel yang sedang tumbuh. Kerjanya menghambat DNA dependent RNA
polymerase dari mikrobakteria dan mikroorganisme lain dengan menekan mulai terbentuknya
(bukan pemanjangan) rantai dalam sintesis RNA.
c.Farmakokinetik
pemberian per oral menghasilakn kadar puncak dalamplasma setelah 2-4 jam. Setelah diserap dari
saluran cerna, obat ini cepat diekskresi melalui empedu dan kemudian mengalami sirkulasi
enterohepatik. Penyerapannya dihambat oleh makanan. Didistribusi keseluruh tubuh. Kadar efektif
dicapai dalam berbagai organ dan cairan tubuh, termasuk cairan otak, yang tercermin dengan
warna merah jingga pada urin, tinja, ludah, sputum, air mata, dan keringat.
d. Efek samping: jarang menimbulkan efek yang tidak diingini. Yang palingsering ialah ruam kulit,
demam, mual, dan muntah.
Sediaan dan posologi: tersedia dalam bentuk kapsul 150 mg dan 300 mg. Terdapat pula tablet 450
mg dan 600 mg serta suspensi yang mengandung 100 mg/5mL rifampisin. Beberapa sediaan telah
dikombinasi dengan isoniazid. Biasanya diberikan sehari sekali sebaiknya 1 jam sebelum makan
atau dua jam setelah makan. Dosis untuk orang dewasa dengan berat badan kurang dari 50 kg ialah
450 mg/hari dan untuk berat badan lebih dari 50 kg ialah 60 mg/hari. Untuk anak-anak dosisnya
10-20mg/kgBB/hari dengan dosis maksimum 600 mg/hari.
3. Etambutol
a. Aktivitas antibakteri
menghambat sintesis metabolit sel sehingga metabolisme sel terhambat dan sel mati. Hanya aktif
terhadap sel yang tumbuh dengan khasiat tuberkulostatik.
b. Farmakokinetik
pada pemberian oral sekitar 75-80% diserap dari saluran cerna. Tidak dapat ditembus sawar darah
otak, tetapi pada meningitis tuberkulosa dapat ditemukan kadar terapi dalam cairan otak.
c. Efek samping
jarang Efek samping yang paling penting ialah gangguan penglihatan, biasanya bilateral, yang
merupakan neuritis retrobulbar yaitu berupa turunnya ketajaman penglihatan, hilangnya
kemampuan membedakan warna, mengecilnya lapangan pandang, dan skotom sentral maupun
lateral. Menyebabkan peningkatan kadar asam urat darah pada50% pasien.
d. Sediaan dan posologi
tablet 250 mg dan 500 mg. Ada pula sediaan yang telah dicampur dengan isoniazid dalam bentuk
kombinasi tetap. Dosis biasanya 15 mg/kgBB, diberikan sekali sehari, ada pula yang menggunakan
dosis 25 mg/kgBB selama 60 hari pertama, kemudian turun menjadi 15 mg/kgBB.
4. Pirazinamid
a. Aktivitas antibakteri
mekanisme kerja belum diketahui.
b.Farmakokinetik
mudah diserap usus dan tersebar luas ke seluruh tubuh. Ekskresinya terutama melalui filtrasi
glomerulus.
c. Efek samping
yang paling umum dan serius adalah kelainan hati. Menghambat ekskresi asam urat. Efek samping
lainnya ialah artralgia, anoreksia, mual, dan muntah, juga disuria, malaise, dan demam.
d.Sediaan dan posologi
32
bentuk tablet 250 mg dan 500 mg. Dosis oral 20-35mg/kgBB sehari (maksimum 3 g), diberikan
dalam satu atau beberapa kal isehari.
5. Streptomisin
a. Aktivitas antibakteri
bersifat bakteriostatik dan bakterisid terhadap kuman TB. Mudah masuk kavitas, tetapi relatif
sukar berdifusi ke cairan intrasel.
b.Farmakokinetik
setelah diserap dari tempat suntikan, hampir semua streptomisin berada dalam plasma. Hanya
sedikit sekali yang masuk kedalam eritrosit. Kemudian menyebar ke seluruh cairan ekstrasel.
Diekskresi melalui filtrasi glomerulus.
c. Efek samping
umumnya dapat diterima dengan baik. Kadang-kadang terjadi sakit kepala sebentar atau malaise.
Bersifat nefrotoksik.Ototoksisitas lebih sering terjadi pada pasien yang fungsi ginjalnya terganggu.
d. Sediaan dan posologi
bubuk injeksi dalam vial 1 dan 5 gram. Dosisnya 20mg/kgBB secara IM, maksimum 1 gr/hari
selama 2 sampai 3 minggu.Kemudian frekuensi berkurang menjadi 2-3 kali seminggu.
6. Etionamid
a.Aktivitas antibakteri
in vitro, menghambat pertumbuhan M. tuberculosis jenis human pada kadar 0.9-2.5 g/mL.
Farmakokinetik : pemberian per oral mudah di absorpsi. Kadar puncak 3 jam dan kadar terapi
bertahan 12 jam. Distribusi cepat, luas, dan meratake cairan dan jaringan. Ekskresi cepat dalam
bentuk utama metabolit 1%aktif.
b.Efek samping
paling sering anoreksia, mual da muntah. Sering terjadi hipotensi postural, depresi mental,
mengantuk dan asthenia
c.Sediaan dan posologi
dalam bentuk tablet 250 mg. Dosis awaln 250 mgsehari, lalu dinaikan setiap 5 hari dengan dosis
125 mg – 1 g/hr. Dikonsumsi waktu makan untuk mengurangi iritasi lambung.
7. Paraaminosalisilat
a. Aktivitas bakteri
in vitro, sebagian besar strain M. tuberculosis sensitif dengan kadar 1 g/mL.
Farmakokinetik : mudah diserap melalui saluran cerna. Masa paruh 1 jam. Diekskresi 80% di
ginjal dan 50% dalam bentuk asetilasi.
b.Efek samping
gejala yang menonjol mual dan gangguan saluran cerna. Dan kelainan darah antara lain
leukopenia, agranulositopenia, eosinofilia, limfositosis, sindrom mononukleosis atipik,
trombositopenia.
c.Sediaan dan posologi
dalam bentuk tablet 500 mg dengan dosis oral 8-12g sehari.
33
8.Sikloserin
a. Aktifitas bakteri
in vitro, menghambat M.TB pada kadar 5-20 g/mL dengan menghambat sintesis dinding sel.
b. Farmakokinetik
baik dalam pemberian oral. Kadar puncak setelahpemberian obat 4-8 jam. Ditribusi dan difusi ke
seluruh cairan dan jaringan baik. Ekskresi maksimal dalam 2-6 jam, 50% melalui urin dalam
bentuk utuh.
c. Efek samping
SSP biasanya dalam 2 minggu pertama, dengan gejala somnolen, sakit kepala, tremor, vertigo,
konvulsi, dll.
d. Sediaan dan posologi
bentu kapsul 250 mg, diberikan 2 kali sehari. Hasil terapi paling baik dalam plasma 25-30 g/mL.
Kanamisin dan Amikasin Menghambat sintesis protein bakteri. Efek pada M. tb hanya bersifat
supresif.
e. Farmakokinetik
melalui suntikan intramuskular dosis 500 mg/12 jam (15mg/kgBB/hr, atau dengan intravena
selama 5 hr/mgg selama 2bulan,dan dilanjutkan dengan 1-1.5 mg 2 atau 3 kali/mgg selama 4 bulan.
9. Kapreomisin
a. Efek samping
nefrotoksisitas dengan tanda nnaiknya BUN, menurunnya klirens kreatinin dan albuminuria.
Selain itu bisa terjadi hipokalemia, ujifungsi hati buruk, eosinogilia, leukositosis, leukopenia, dan
trombositopenia.
Pengobatan kombinasi
 Kategori I  2RHZE/ 4R3H3
 TB paru BTA (+) kasus baru
 TB paru BTA(-), foto thorax (+), Kasus baru
 TB ekstra paru ringan dan berat
 Kategori II  (2RHZES/1RHZE)/ 5R3H3E3
 Pasien kambuh
 Pasien default
 Pasien gagal pengobatan
 Kategori IV  TB MDR (TB multidrug resistant)
Paduan OAT yang digunakan di Indonesia
Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Penanggulangan Tuberkulosis di
Indonesia:
 Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3.
 Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3.
Disamping kedua kategori ini, disediakan paduan obat sisipan (HRZE)
 Kategori Anak: 2HRZ/4HR
Pengobatan TBC pada orang dewasa
Kategori 1 : 2HRZE/4H3R3
34
Selama 2 bulan minum obat INH, rifampisin, pirazinamid, dan etambutol setiap hari (tahap
intensif), dan 4 bulan selanjutnya minum obat INH dan rifampisin tiga kali dalam seminggu
(tahap lanjutan).
Diberikan kepada:
o
Penderita baru TBC paru BTA positif.
o
Penderita TBC ekstra paru (TBC di luar paru-paru) berat.
Kategori 2 : HRZE/5H3R3E3
Diberikan kepada:
o
Penderita kambuh.
o
Penderita gagal terapi.
o
Penderita dengan pengobatan setelah lalai minum obat.
Kategori 3 : 2HRZ/4H3R3
Diberikan kepada:
o
Penderita BTA (+) dan rontgen paru mendukung aktif.
Pengobatan TBC pada anak
Adapun dosis untuk pengobatan TBC jangka pendek selama 6 atau 9 bulan, yaitu:
1.2HR/7H2R2 : INH+Rifampisin setiap hari selama 2 bulan pertama, kemudian INH
+Rifampisin setiap hari atau 2 kali seminggu selama 7 bulan (ditambahkan Etambutol bila
diduga ada resistensi terhadap INH).
2.2HRZ/4H2R2 : INH+Rifampisin+Pirazinamid: setiap hari selama 2 bulan pertama, kemudian
INH+Rifampisin setiap hari atau 2 kali seminggu selama 4 bulan (ditambahkan Etambutol bila
diduga ada resistensi terhadap INH).
Pengobatan TBC pada anak-anak jika INH dan rifampisin diberikan bersamaan, dosis
maksimal perhari INH 10 mg/kgbb dan rifampisin 15 mg/kgbb.
Dosis anak INH dan rifampisin yang diberikan untuk kasus:
TB tidak berat
INH
: 5 mg/kgbb/hari
Rifampisin
: 10 mg/kgbb/hari
TB berat (milier dan meningitis TBC)
INH
: 10 mg/kgbb/hari
Rifampisin
: 15 mg/kgbb/hari
Dosis
prednison
: 1-2 mg/kgbb/hari (maks. 60 mg)
35
Dosis obat antituberkulosis (OAT)
Dosis harian
Obat
(mg/kgbb/hari)
Dosis 2x/minggu
(mg/kgbb/hari)
Dosis 3x/minggu
(mg/kgbb/hari)
INH
5-15 (maks 300 mg)
15-40 (maks. 900
mg)
15-40 (maks. 900
mg)
Rifampisin
10-20 (maks. 600
mg)
10-20 (maks. 600
mg)
15-20 (maks. 600
mg)
Pirazinamid
15-40 (maks. 2 g)
50-70 (maks. 4 g)
15-30 (maks. 3 g)
Etambutol
15-25 (maks. 2,5 g)
50 (maks. 2,5 g)
15-25 (maks. 2,5 g)
Streptomisin
15-40 (maks. 1 g)
25-40 (maks. 1,5 g)
25-40 (maks. 1,5 g)
LO.4.8 Komplikasi
Penyakit TB paru bila tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan komplikasi:
komplikasi dini dan komplikasi lanjut.
 Komplikasi dini: pleuritis, efusi pleura, empiema, laryngitis, usus, Poncet’s
arthropathy
 Komplikasi lanjut: obstruksi jalan napas  SOPT (Sindrom Obstruksi Pasca
Tuberkulosis), kerusakan parenkim hebat  SOPT/fibrosis paru, corpulmonal,
amiloidosis, karsinoma paru, sindrom gagal napas dewasa (ARDS), sering terjadi TB
milier dan cavitas TB.
(Bahar, 2014)
LO.4.9 Pencegahan
Pencegahan Primer :
Pencegahan primer merupakan upaya yang dilaksanakan untuk mencegah timbulnya
penyakit pada populasi yang sehat.
 Pengendalian melalui perundang-undangan (legislative control) :
Undang-Undang No. 14 tahun 1969 Tentang ketentuan-ketentuan pokok tenaga kerja.
Undang-Undang No.1 tahun 1970 tentang Keselamatan kerja
Undang-Undang No.23 tahun 1992 tentang Kesehatan
Peraturan Menteri Kesehatan tentang hygiene dan saniasi lingkungan
 Pengendalian melalui administrasi/organisasi (administrative control):
Pesyaratan penerimaan tenaga kerja
Pencatatan pelaporan
Monitoring dan evaluasi
 Pengendalian secara teknis (engineering control), antara lain :
Sistem ventilasi yang baik
Pengendalian lingkungan keja
36
 Pengendalian melalui jalur kesehatan (medical control), antara lain : Pendidikan
kesehatan : kebersihan perorangan, gizi kerja, kebersihan lingkungan, caraminum obat
dll.
Pemeriksaan kesehatan awal, berkala & khusus (anamnesis, pemeriksaan
fisik,pemeriksaan laboratorium rutin, tuberculin test)Peningkatan gizi pekerja
Penelitian kesehatan
Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder adalah upaya untuk menemukan penyakit TBC sedini
mungkinmencegah meluasnya penyakit, mengurangi bertambah beratnya penyakit,
diantaranya:
 Pengawasan dan penyuluhan untuk mendorong pasien TBC bertahan pada
pengobatanyang diberikan (tingkat kepatuhan) dilaksanakan oleh seorang “Pengawas
Obat” atau juru TBC
 Pengamatan langsung mengenai perawatan pasien TBC di tempat kerja Case-finding secara aktif, mencakup identifikasi TBC pada orang yang dicurigai
danrujukan pemeriksaan dahak dengan mikroskopis secara berkala.
 Membuat “Peta TBC”, sehingga ada gambaran lokasi tempat kerja yang perluprioritas
penanggulangan TBC bagi pekerja
 Pengelolaan logisti
Pencegahan Tersier
Rehabilitasi merupakan tingkatan terpenting pengontrolan TBC. Dimulai dengan diagnosis
kasus berupa trauma yang menyebabkan usaha penyesuaian diri secara psikis, rehabilitasi
penghibur selama fase akut dan hospitalisasi awal pasien, kemudian rehabilitasi pekerjaan
yang tergantung situasi individu. Selanjutnya, pelayanan kesehatan kembali dan
penggunaan media pendidikan untuk mengurangi cacat sosial dari TBC, serta penegasan
perlunya rehabilitasi.
Selain itu, tindakan pencegahan sebaiknya juga dilakukan untuk mengurangi perbedaan
pengetahuan tentang TBC, yaitu dengan jalan sebagai berikut :
1. Perkembangan media.
2. Metode solusi problem keresistenan obat.
3. Perkembangan obat Bakterisidal baru.
4. Kesempurnaan perlindungan dan efektifitas vaksin.
5. Pembuatan aturan kesehatan primer dan pengobatan TBC yang fleksibel.
6. Studi lain yang intensif.
7. Perencanaan yang baik dan investigasi epidemiologi TBC yang terkontrol.
LO.4.10 Prognosis
Prognosis umumnya baik jika infeksi terbatas di paru, kecuali jika infeksi disebabkan
oleh strain resisten obat atau terjadi pada pasien berusia lanjut, dengan debillitas, atau
mengalami gangguan kekebalan yang berisiko tinggi menderita tuberkulosis miliare
(Robbins, 2007)
37
LI.5. Memahami dan Menjelaskan Program Pemerintah tentang TB di Puskesmas
LO.5.1 Tujuan
Tujuan program: menurunkan angka kesakitan, kematian dan kecacatan akibat penyakit
menular dan penyakit tidak menular. Prioritas penyakit menular yang akan ditanggulangi
adalah Malaria, demam berdarah dengue, diare, polio, filaria, kusta tuberkulosis paru,
HIV/AIDS, pneumonia, dan penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi.
Prioritas penyakit tidak menular yang ditanggulangi adalah penyakit jantung dan gangguan
sirkulasi, diabetes mellitus, dan kanker.
LO.5.2 Sasaran dan Target
Sasaran program penanggulangan TB adalah tercapainya penemuan pasienn baru TB BTA
positif paling sedikit 70 % dari perkiraan dab nebtenvygjab 85 % dari semua pasien tersebut
serta mempertahankannya. Target ini diharapkan dapat menurunkan tigkat prevalensi dan
kematian akibat TB.
LO.5.3 Program P2M
 Prinsip dasar program P2M
a) Pelaksana program adalah Kelompok Puskesmas Pelaksana yang terdiri dari
Puskesmas Rujukan Mikroskopis (PRM) dan Puskesmas Satelit (PS). Diagnosis hanya
dilakukan di PRM, PS hanya membuat slide serta memfiksasi saja.
b) Pencarian penderita dilakukan secara pasif di sarana kesehatan. Diagnosis BTA secara
mikroskopis
bila
ditemukan
kuman
dengan
3
kali
pemeriksaan
dahak yang berbeda (dahak sewaktu, pagi dan sewaktu) dan paling sedikit 2 kali posi
tif disebut kasus BTA(+).
c) Kasus BTA(–) bila 3 kali pemeriksaan dahak hasilnya semua Negative tapi pada
pemeriksaan Röntgen terdapat tanda TB aktif di parunya.
d) Pengecatan dengan Ziehl Neelsen dan pemeriksaan kuman dengan
mikroskop binokuler.
e) Tipe kasus dibedakan kasus banu, kasus kambuh/gagal, kasus BTA(–) tapiRontgen
f) Follow up pengobatan dilakukan secara ketat pada akhir fase intensif dan
dua bulan sebelum akhir pengobatan dan akhir pengobatan, setiap follow up pemeriks
aan dahak dilakukan dua kali (dahak sewaktu dari pagi).
g) Supervisi pelaksanaan program dilakukan oleh petugas tingkat II secara ketat (3 bulan
sekali).
h) Pengawasan langsung keteraturan berobat (DOTS : Directly ObservedTreatment
Short- Course) oleh petugas kesehatan atau keluarganya.
LO.5.4 Peran PMO
a. Persyaratan PMO
 Seseorang yang dikenal, dipercaya dan disetujui, baik oleh petugas kesehatan maupun
pasien, selain itu harus disegani dan dihormati oleh pasien.
 Seseorang yang tinggal dekat dengan pasien.
 Bersedia membantu pasien dengan sukarela.
 Bersedia dilatih dan atau mendapat penyuluhan bersama-sama dengan pasien.
38
b. Siapa yang bisa menjadi PMO
Sebaiknya PMO adalah petugas kesehatan, misalnya Bidan di Desa, Perawat, Pekarya
Sanitarian, Juru Immunisasi, dan lain lain. Bila tidak ada petugas kesehatan yang
memungkinkan, PMO dapat berasal dari kader kesehatan, guru, anggota PPTI, PKK, atau
tokoh masyarakat lainnya atau anggota keluarga.
c. Tugas seorang PMO
 Mengawasi pasien TB agar menelan obat secara teratur sampai selesai pengobatan.
 Memberi dorongan kepada pasien agar mau berobat teratur.
 Mengingatkan pasien untuk periksa ulang dahak pada waktu yang telah ditentukan.
 Memberi penyuluhan pada anggota keluarga pasien TB yang mempunyai gejala-gejala
mencurigakan TB untuk segera memeriksakan diri ke Unit Pelayanan
Kesehatan.
Tugas seorang PMO bukanlah untuk mengganti kewajiban pasien mengambil obat dari unit
pelayanan kesehatan.
d. Informasi penting yang perlu dipahami PMO untuk disampaikan kepada pasien dan
keluarganya:
 TB dapat disembuhkan dengan berobat teratur.
 TB bukan penyakit keturunan atau kutukan.
 Cara penularan TB, gejala-gejala yang mencurigakan dan cara pencegahannya.
 Cara pemberian pengobatan pasien (tahap intensif dan lanjutan).
 Pentingnya pengawasan supaya pasien berobat secara teratur.
 Kemungkinan terjadinya efek samping obat dan perlunya segera meminta pertolongan
ke UPK.
LI.6. Memahami dan Menjelaskan Etika batuk dalam Pandangan Islam
Langkah 1
Sedikit berpaling dari orang yang ada disekitar anda dan tutup hidung dan mulut anda dengan
menggunakan tissue atau saputangan atau lengan dalam baju anda setiap kali anda merasakan
dorongan untuk batuk atau bersin.
Langkah 2
Segera buang tissue yang sudah dipakai ke dalam tempat sampah.
Langkah 3
Tinggalkan ruangan/tempat anda berada dengan sopan dan mengambil kesempatan untuk
pergi cuci tangan di kamar kecil terdekat atau menggunakan gel pembersih tangan.
Langkah 4
Gunakan masker
Tips & Peringatan
 Ajarkan anak-anak cara yang tepat untuk batuk dan bersin untuk membantu
mengurangi penyebaran penyakit di udara.
 Bersin pada lengan baju bagian dalam adalah cara penting untuk membantu
mengurangi penyebaran penyakit udara di seluruh dunia.
 Jika menggunakan tissue, itu hanya boleh digunakan sekali dan diikuti segera dengan
mencuci tangan dan membuang tissue pada tempat sampah.
39
Artinya :“Diriwayatkan dari Malik Al Asy’ari dia berkata, Rasulullah saw. bersabda :
Kebersihan adalah sebagian dari iman dan bacaan hamdalah dapat memenuhi mizan
(timbangan), dan bacaan subhanallahi walhamdulillah memenuhi kolong langit dan bumi,
dan shalat adalah cahaya dan shadaqah adalah pelita, dan sabar adalah sinar, dan Al
Quran adalah pedoman bagimu.” (HR. Muslim)”
40
DAFTAR PUSTAKA
Setiati, dkk. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I edisi VI. Jakarta : Interna Publishing
Gunawan SG, Setiabudi R, Nafraldi. 2008. Farmakologi dan Terapi ed. 5. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI.
Ethel, Sloane. Anatomi dan Fisiologi Pemula. EGC. Jakarta
Brooks, Geo F, Janet S. Butel, Stephen A Morse. 2008. Jawetz, Melnick,& Adelberg
Mikrobiologi Kedokteran ed.23, ab. Huriawati Hartanto, dll. Jakarta: EGC
Raden, Inmar. Anatomi Kedokteran Sistem Respiratorius. Jakarta : Universitas Yarsi
Price , Selvia A, Lorraine M. Wilson . 2006. Patofisiologi vol 1, ed VI, ab. Brahmn
U.Pendit et al. Jakarta:EGC
Eroschenko, VP. 2010. Atlas Histologi diFiore. Ed. 11.Jakarta : EGC
Junqueira LC, Carneiro J. Histologi Dasar Teks & Atlas. 10th ed. Jakarta: EGC; 2007. p. 335-54.
Depkes RI. 2002. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta.
Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberculosis. 2007. Departemen Kesehatan Republic
Indonenesia. Bakti Husada.
Kumar, Vinay, dkk. 2007. Buku Ajar Patologi Robbins Volume 2 Edisi 7. Jakarta: EGC.
41
Download
Study collections