WRAP UP SKENARIO 2 BLOK RESPIRASI “BATUK DARAH” Kelompok : A-3 Disusun Oleh : Ketua : Arya Nugraha Karya (1102014040) Sekretaris : Fatimah Salma (1102015077) Anggota : Deni Rizki Kurniawan (1102014067) Anisa Ayuningtyas (1102015027) Anjani Putri Salsabila (1102015029) Balqish Trisnania R (1102015045) Desti Dhea Izzani (1102015055) Kartilia Nurani Putri (1102015111) FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI Jalan. Letjen Suprapto, Cempaka Putih, Jakarta 10510 Telp.62.21.4244574 Fax. 62.21.4244574 1 SKENARIO BATUK DARAH Seorang laki-laki, umur 50 tahun datang ke puskesmas dengan keluhan batuk berdahak yang bercampur darah lebih kurang 3 sendok makan setiap batuk sejak 3 hari yang lalu. Keluhan baru pertama kali dirasakan pasien. Dalam keluarga tidak ada yang menderita dengan keluhan yang sama. Pemeriksaan fisik : tanda vital dalam batas normal, bentuk habitus asthenikus, konjungtiva palpebra pucat dan ada ronkhi basah halus nyaring pada apeks paru kanan. Pemeriksaan laboratorium didapatkan anemia, laju endap darah tinggi. Pemeriksaan sputum didapatkan bakteri tahan asam (BTA). Pemeriksaan foto toraks : ada infiltrat di apeks paru kanan. Dokter memberi terapi obat anti tuberculosis (OAT) kategori I dan menunjuk seorang keluarganya sebagai pengawas minum obat (PMO). Dokter juga menganjurkan anggota keluarga yang serumah untuk melakukan pemeriksaan dan mengajarkan etika batuk untuk mencegah penularan penyakit. 2 KATA SULIT 1. Habitus Asthenikus : - Habitus : Posisi Tubuh - Asthenikus : Lemah, kekurangan energi, dan kekuatan (Dorland, 2012) 2. Infiltrat : Gambaran densitas paru yang abnormal, berbentuk bercak-bercak kecil dengan densitas sedang dan batas tidak tegas. (Dorland, 2012) 3. Ronkhi basah : bunyi tambahan yang terdengar kering, nada rendah seperti mengorok, terdengar pada akhir inspirasi. (Dorland, 2012) 4. Konjungtiva palpebra : membran tipis yang membatasi kelopak mata dan menutupi permukaan sklera. (Dorland, 2012) 5. Sputum : suatu cairan yang dikeluarkan dari saluran pernapasan (Dorland, 2012) 3 PERTANYAAN 1. Kenapa pada batuk pasien tersebut dahaknya bercampur darah? 2. Mrngapa terdapat infiltrat di apeks paru kanan? 3. Kenapa ronkhi basah halus nyaring pada apeks paru kanan? 4. Mengapa dokter memberikan terapi OAT? 5. Mengapa terapi OAT harus diawasi? 6. Bagaimana cara mendapatkan BTA pada sputum? 7. Mengapa didapatkan anemia dan LED yang tinggi? 8. Kenapa anggota keluarga juga harus diperiksa? 9. Apa diagnosis pasien tersebut dan apa penyebabnya? 10. Bagaimana etika batuk yang baik? 11. Bagaimana cara penularan penyakit tersebut dan bagaimana pencegahannya? 12. Mengapa terjadi habitus asthetikus pada pasien? 13. Apa saja yang tergolong OAT kategori 1? 14. Apa saja peran dari PMO? 4 JAWABAN 1. Batuk keras yang terus menerus menyebabkan iritasi di bronkus yang berlanjut ke radang kemudian pembuluh darah pecah, dahak bercampur dengan darah 2. Karena - Paru kanan memiliki 3 lobus - Tekanan O2 lebih tinggi −> Mycobacterium bersifat aerob obligat −> proliferasi −> lesi, granuloma menimulkan infoltrat pada gambaran rontgen seperti bercak-bercak dengan batas tidak tegas. 3. Terdengar bunyi ronkhi karena banyaknya cairan pada paru akibat iritasi paru (inflamasi) 4. Karena diagnosis TB makka OAT merupakan obat lini pertama pada TB 5. Karena terapi TB harus rutin selama enam bulan tidak boleh putus, jika lupa harus diulanngi dari awal 6. Pasien harus batuk dengan mengeluarkan sputum pada saat datang ke klinik pertama, pagi hari langsung setelah bangun tidur, sewaktu pada saat datang kedua kali ke klinik −> Pemeriksaan mikrobiologi (pewarnaan Ziehl Neelsen, isolasi, biokim, katalase, tes sensitivitas) 7. - Anemia dikarrenakan batuk yang keluar darah, juga asupan gizi yang kurang menyebabkan pembentukan hem menurun sehingga kekurangan Hb - LED tinggi disebabkan adanya infeksi bakteri 8. Karena droplet infection sehingga keluarga lebih beresiko 9. - Diagnosis : TB - Adanya Mycobacterium yang dibatukkan oleh droplet yang terhirup oleh orang sehat kemudian masuk ke dalam alveoli, saat peran makrofag dala fagositosis, ada bakteri yang mati dan tidak yang kemudian bakteri tersebut dorman di jaringan paru, ketika daya tahan tubuh orang tersebut menurun, timbul reaktivasi 10. - Saat batuk ditutup dengan siku bagian dalam - Tidak di depan orang lain, makanan - Tidak membuang dahak sembarangan 11. Pencegahan : - Penderita menggunakan masker - Tidak membuang ludah sembarangan - Ventilasi rumah dan kebersihan rumah dijaga - Tidak merokok 12. Karena seringnya batuk, sehingga nafsu makan menurun menyebabkan habitus asthetikus 13. – Streptomisin – Isoniazid – Rifamapisin 14. - keluarga atau prang terdekat membantu mengingatkan dan mengawasi untuk penderita minum obat - memberi dorongan untuk minum obat teratur 5 HIPOTESIS Mycobacterium tuberculosis menyebabkan infeksi paru-paru yang dapat ditularkan melalui droplet infection. Bakteri tersebut dapat berproliferasi sehingga menyebabkan gambaran infiltrat pada rontgen, iritasi paru-paru menyebabkan batuk bercaampur dengan darah. Untuk menegakkan diagnosis dilakukan pemeriksaan mikrobiologi dengan menemukan BTA pada sputum. TB paru dapat diobati dengan pemberian OAT selama enam bulan yang diawasi oleh PMO. Pasien harus mengetahui etika batuk sesuai ajaran Islam untuk mencegah penularan. 6 SASARAN BELAJAR LI.1. Memahami dan Menjelaskan Saluran Pernapasan Bagian Bawah LO.1.1 Makroskopik LO.1.2 Mikroskopik LI.2. Memahami dan Menjelaskan Fisologi Pernapasan Bagian Bawah LO.2.1 Mekanisme LO.2.2 Pengaturan pernapasan LI.3. Memahami dan Menjelaskan Mycobacteriu tuberculosis LO.3.1 Morfologi LO.3.2 Struktur dinding sel LO.3.3 Sifat LO.3.4 Identifikasi LI.4. Memahami dan Menjelaskan Tuberculosis Paru LO.4.1 Definisi LO.4.2 Klasifikasi LO.4.3 Epidemiologi LO.4.4 Patofisiologi LO.4.5 Manifestasi LO.4.6 Diagnosis dan Diagnosis Banding LO.4.7 Tatalaksana LO.4.8 Komplikasi LO.4.9 Pencegahan LO.4.10 Prognosis LI.5. Memahami dan Menjelaskan Program Pemerintah tentang TB di Puskesmas LO.5.1 Tujuan LO.5.2 Sasaran dan Target LO.5.3 P2M LO.5.4 Peran PMO LI.6. Memahami dan Menjelaskan Etika batuk dalam Pandangan Islam 7 LI.1. Memahami dan Menjelaskan Saluran Pernapasan Bagian Bawah LO.1.1. Makroskopik Trachea Terdiri dari tulang rawan dan otot yang berbentuk pipa yang terletak di tengah – tengah leher sampai incisura jugularis di belakang manubrium sternum masuk mediastinum superior. Dimulai dari bagian bawah cartilago cricoid setinggi cervical V1 sampai bercabang menjadi bronchus dextra dan sinistra setinggi vertebrae thoracal ke IV – V. Percabangan tersebut dikenal dengan ”bifurcatio trachea”. Panjang trachea (10-12 cm), pria (12 cm), dan wanita (10 cm) yang terdiri dari (1620 cincin) yang berbentuk lingkaran, berhubungan dengan daerah larynx melalui cartilago cricoid dengan ligamentum cricotrachealis. Diantara tulang rawan terdapat jaringan ikat ”ligamentum intertrachealis (ligamentum annulare)”. Trachea adalah saluran napas yang penting dalam penyumbatan saluran napas terutama daerah larynx dengan membuat tracheostomi (membuat lubang pada trachea terutama obstruksi larynx mendadak) 1-2 cm di atas incisura jugularis sterni. Persarafan trachea Saraf-sarafnya adalah cabang-cabang nervus vagus, nervus laryngeus recurrens, dan truncus symphaticus. Saraf-saraf ini mengurus otot trachea dan membrana mucosa yang melapisi trachea. Bronchus Percabangan trachea setinggi batas vetebra thoracal iv-v disebut bifurcatio trachea. Bifurcatio trachea memberi cabang 2 buah brochus, yaitu brochus primarius dextra dan sinistra. Selanjutnya, bronchus primarius akan memberikan cabang-cabang ke setiap lobus 8 paru, disebut bronchus secunderius. Broncus secunderius bercabang lagi menjadi bronchus tersier (bronchus segmentalis). Bronchus dextra (terdapat 10 cabang bronchus segmentalis) 1) Lobus superior: Segmen apical, anterior, dan segmen posterior. 2) Lobus media: Segmen medial dan lateral. 3) Lobus inferior: Segmen superior, medial basal, lateral basal, anterior basal, dan posterior basal. Bronchus sinistra (terdapat 9 cabang bronchus segmentalis) 1) Lobus superior: Segmen apico posterior, anterior, lingularis superior, dan lingularis inferior. 2) Lobus inferior: Segmen superior, mediobasal, laterobasal, anterobasal, dan posterobasal. Diantara lobus pulmo (paru) terdapat pembatas, yaitu fissure horizontal yang membatasi antar lobus superior dengan lobus media pada pulmo dextra, dan fissure obliq yang membatasi lobus media dengan lobus inferior pada pulmo dextra atau antara lobus superior dengan lobus inferior pada pulmo sinistra. 9 Perbedaan bronchus dextra dan sinistra 1) Lumen bronchus dextra lebih luas dibandingkan sinistra. 2) Bronchus dextra lebih pendek dengan panjang 2,5 cm dan terdiri dari 6-8 buah cincin, sedangkan sinistra panjangnya 5 cm dengan 9-12 buah cincin. 3) Bronchus dextra membentuk sudut 25˚ dengan garis tengah, sedangkan sinistra 45˚ sehingga posisi bronchus kanan lebih curam. *Oleh karena itu, bronchus dextra lebih sering terkena infeksi. Pulmo Paru adalah organ utama untuk proses pernafasan yang berbentuk kerucut, dimana bagian apex terdapat dibagian atas dan basal pada bagian bawah. Paru terletak dalam cavum thorax yang mengisi ruangan dibagian lateral dari mediastinum. Pulmo dibungkus oleh jaringan ikat kuat yaitu pleura. Pleura dibagi menjadi 2, yaitu : 1. Pleura parietalis Lapisan luar yang melapisi dinding dada yang terletak dibawah fascia endothoracica. 2. Pleura visceralis Bagian pleura yang melekat ke paru-paru. Pada kedua lapisan pleura tersebut terdapat rongga / ruangan yang disebut dengan cavum pleura dimana rongga tersebut mengandung sedikit cairan pleura yang dihasilkan oleh lapisan pleura parietalis yang berfungsi sebagai pelumas untuk mengurangi friksi antara kedua lapisan pleura. Berdasarkan letaknya pleura parietalis tebagi atas : 1. Pleura costalis yaitu pleura yang melapisi iga. 2. Pleura diaphragmatica yaitu pleura yang melapisi diaphragma. 3. Pleura mediastinalis yaitu pleura yang melapisi mediastinum. 4. Pleura cervicalis (cupula pleura) yaitu pleura yang melapisi bagian apex paru. Recessus pleura adalah kantong pleura yang terdapat pada lipatan pleura parietalis, disebabkan paru tidak sepenuhnya mengisi cavum pleura. Fungsi recessus ini adalah pada waktu inspirasi paru akan mengembang dan akan mengisi recessus tersebut. Pada kedua hillus paru kedua lapisan pleura berhubungan dan bergantung longgar diatas hillus dan disebut dengan ligamentum pulmonale. Ligamentum pulmonale berfungsi untuk mengatur pergerakan alat dalam hillus selama proses respirasi. Pulmo terdiri dari 2 buah, yaitu : 1. Pulmo dextra Terdiri dari 3 lobus : lobus superior, lobus media dan lobus inferior. 2. Pulmo sinistra Terdiri dari 2 lobus : lobus superior dan lobus inferior. 10 Alat – alat penting yang terdapat pada hillus pulmonis : 1. Alat-alat yang masuk pada hillus pulmonis : Bronchus primer, A. Pulmonalis, A. Bronchialis, dan syaraf. 2. Alat-alat yang keluar dari hillus pulmonis : Dua buah vena pulmonalis,vena bronchialis, dan limfonodus. Pada jaringan paru bagian posterior didapatkan alur : 1. impresio cardiaca. 2. sulcus vena cava. 3. sulcus aorta thoracalis. 4. sulcus oesophagia 11 Pendarahan Paru Bronchi, jaringan ikat paru, dan pleura visceralis menerima darah dari arteriae bronchiales yang merupakan cabang aorta ascendens. Venae bronchiales (yang berhubungan dengan venae pulmonales) mengalirkan darahnya ke vena azygos dan vena hemiazygos. Alveoli menerima darah terdeoksigenasi dari cabang-cabang terminal arteriae pulmonales. Darah yang teroksigenasi meninggalkan kapiler-kapiler alveoli masuk ke cabang-cabang venae pulmonales yang mengikuti jaringan ikat septa intersegmentalis ke radix pulmonis. Dua venae pulmonales meninggalkan setiap radix pulmonis untuk bermuara ke dalam atrium sinistrum cor. Persarafan Paru Pada radix setiap paru terdapat plexus pulmonalis yang terdiri atas serabut eferen dan aferen saraf otonom. Plexus ini dibentuk dari cabang-cabang truncus symphaticus dan menerima serabut-serabut parasimpatis dari nervus vagus. Serabut-serabut eferen simpatis mengakibatkan bronchodilatasi dan vasokonstriksi. Serabut-serabut eferen parasimpatis mengakibatkan bronchokonstrinksi, vasodilatasi, dan peningkatan sekresi kelenjar. Impuls aferen yang berasal dari mucosa bronchus dan dari reseptor regang pada dinding alveoli berjalan ke susunan saraf pusat dalam saraf simpatis dan parasimpatis. LO.1.2 Mikroskopik Paru-paru :- sepasang - menempati sebagian besar toraks - selalu berubah bentuk dan ukurannya pada fase respirasi yang berbeda Paru kanan: terdiri dari 3 lobus Paru kiri: terdiri dari 2 lobus Percabangan bronkus: - Trakea bercabang menjdi 2 bronchus primer. - Bronkus primer bercabang menjadi 3 bronki pd paru kanan, 2 bronki pada paru kiri - Bronkus bercabang → bronkiolus - Setiap bronkiolus bercabang → 5-7 bronkiolus terminalis - Permukaan luar paru dibungkus oleh membran serosa → pleura viseralis Bronkus - Trakea bercabang menjadi 2 bronkus primer - Bronkus primer masuk ke jaringan melalui hilus dan bercabang menjadi 2 bronkiolus sekunder (sisi kiri) dan 3 bronkiolus sekunder sisi kanan - Tiap bronkus sekunder utk satu lobus paru - Bronkus sekunder/bronkus lobaris bercabang menjadi bronkiolus - Bronkus sebelum masuk ke paru → bronkus ekstrapulmonal (struktur = trakea , diameter lebih kecil) - Masuk ke paru → bronkus intrapulmonal (masih ada tulang rawan), lumen diliputi epitel bertingkat torak bersilia dengan sel goblet - Terdapat kelenjar campur di lamina propria - Otot polos mengelilingi bronkus (spiral) 12 Bronkiolus - Diameter kurang 1 mm - Tidak terdapat tulang rawan - Epitel selapis torak bersilia dengan beberapa sel goblet - Tanpa kelenjar - Ada otot polos - Makin kecil bronkiolusnya ( 0,3 mm) epitelnya selapis kubis bersilia tanpa sel goblet Bronkiolus terminalis - Bronkiolus yg terkecil disebut BRONKIOLUS TERMINALIS (selapis torak bersilia atau kubis bersilia atau tanpa silia tanpa sel goblet) - Bronkiolus terminalis → saluran terakhir dr konduksi - Pada epitel bronkiolus tdpt SEL CLARA → tdk tdpt silia tetapi punya mikrovili Sitoplasma bergranula kasar - Lamina propria tipis - Otot polos tipis - Tdk ada kelenjar - Diduga mempunyai fungsi sekresi SURFAKTAN Sintesa surfaktan dapat diinduksi, sehingga penanganannya akan lebih singkat - Mempermudah transport gas antara udara dan cairan - Penemuan terakhir mempunyai efek bakterisid terhadap bakteri yg sampai ke alveoli Bronkiolus Respiratorius - Tiap bronkiolus terminalis bercabang menjadi 2 atau lebih B. respiratorius - Diameter B. respiratorius pd orang dewasa 0,5 mm - Peralihan antara bagian konduksi dan bagian respirasi 13 - Dilapisi oleh epitel selapis kubis bersilia dan terdapat sel clara - Terdapat alveolus - Terdapat adanya serat kolagen, elastin dan otot polos yang terputus-putus - Jadi, ciri B. respiratorius adalah diantara alveoli terdapat epitel selapis kubis - Disini alveoli merupakan pertukaran gas yg pertama Duktus Alveolaris - Saluran yamg berdinding tipis dan putus-putus - Dilanjutkan saluran yang panjang berkelok-kelok dan bercabang banyak - D. alveolaris biasanya dikelilingi oleh sakus alveolaris - Dinding D. alveolaris diantara mulut alveoli diliputi oleh serat elastin, serat kolagen dan sedikit otot polos → seperti titik2 diantara alveoli berdekatan Sakus Alveolaris - Merupakan kantong yang dibentuk oleh dua alveoli atau lebih Alveoli atau Alveolus - Kantung-kantung kecil yang dibentuk oleh selapis sel (spt sarang tawon) - Mudah terjadi difusi oksigen dan karbondioksida antara udara dan darah - Melekat satu sama lain dan dipisahkan oleh septum interalveolaris/dinding alveolus - Antara dinding alveoli yg berdekatan terdapat lubang kecil dg diameter 10-15 mm → stigma alveoli (porus alveolaris) → sirkulasi udara (keuntungan) - Kerugiannya : memudahkan bakteri menyebar - Setiap septum berisi satu atau lebih stigma alveoli - Septum interalveolaris terdiri atas 2 lapis epitel gepeng di dalamnya terdapat kapiler, serat elastin, kolagen, fibroblast, serat retikulin Lobulus Paru - Merupakan struktur dasar paru yang berbentuk piramid - Basisnya menghadap ke permukaan pleura dan apexnya menuju ke hilus Lung Unit Lung unit mrp satu kesatuan fungsional paru, terdiri atas : - Bronkiolus respiratorius - Duktus alveolaris - Sakus alveolaris - Alveoli - Arteri pulmonalis - Vena pulmonalis - Kapiler limf - Serat-serat saraf dan anyaman penyambungnya Pada septum interalveolaris terdapat macam sel yang hanya dapat dibedakan dengan mikroskop elektron yaitu : - Sel pneumosit tipe I / sel epitel alveoli / alveolar cell : ± 95 % sel dinding alveoli 14 Inti gepeng Sitoplasma tipis mengelilingi dinding alveoli Pneumosit tipe II / sel septal / sel alveolar besar / sel sekretoris - Bentuk kubis, inti bulat - Sel menonjol ke arah lumen alveoli - Berkelompok 2-3 sel - Sitoplasma mengandung multilamellar bodies, zat ini dilepaskan ke permukaan sebagai surfaktan Sel alveolar fagosit / sel debu / dust cell - Berasal dr monosit yang dihasilkan oleh sumsum tulang - Sel agak besar berbentuk bulat dengan inti bulat - Sitoplasma mengandung vakuola / yang tidak bervakuola ttp bergranula - Yang bervakuola berasal dari sel darah yang telah memfagosit lipid atau kolesterol sehingga terlihat selnya bervakuola . Sel endotel kapiler - Sel ini melapisi kapiler darah - Inti sel gepeng - Kromatin inti halus - Relatif banyak ditemukan 15 ’ Sel interstitial - Termasuk fibroblast dan sel mast - Blood air barrier : Merupakan struktur yang mempunyai tebal 0,2-0,5 µm, memisahkan udara dalam alveolus dengan darah dalam kapiler. - Struktur ini terdiri dari : 1. Sitoplasma sel epitel alveoli 2. Lamina basalis sel epitel alveoli 3. Lamina basalis sel endotel, sitoplasma sel endotel kapiler tipe kontinyu 4. Pd beberapa tempat lamina basalis sel epitel dan lamina basalis sel endotel saling melekat satu sama lain, shg mengurangi Blood air barrier 5. Paru mempunyai sekitar 300 juta alveoli, shg permukaan alveoli untuk pertukaran gas tdpt sekitar 70-80 m² Pleura - Merupakan membran serosa yg membungkus paru - Terdiri atas 2 lapisan : parietal dan viseral yg saling berhubungan di daerah hilus - Terdiri atas : serat kolagen, serat elastin, fibrobalas dan makrofag - Dilapisi oleh sel mesotel spt pd peritonium - Yg melekat pd paru → pleura viseral - Yg melekat pd toraks → pleura prietalis - Dalam keadaan normal rongga pleura berisi sedikit cairan yg bekerja sbg agen pelumas - Pada keadaan patologis tertentu, rongga pleura dpt mjd rongga sesungguhnya yg mengandung cairan atau udara di dalamnya - Dinding rongga pleura seperti rongga serosa yg lain, sangat permiabel utk air dan substansi lain - Cairan ini berasal dr plasma darah melalui eksudasi - Sebaliknya pd keadaan tertentu cairan atau gas cepat diabsorbsi 16 LI.2. Memahami dan Menjelaskan Fisologi Pernapasan Bagian Bawah LO.2.1 Mekanisme Udara cenderung bergerak dari daerah bertekanan tinggi ke daerah bertekanan rendah, yaitu, menuruni gradient tekanan. Terdapat 3 tekanan berbeda yang penting pada ventilasi : 1. Tekanan Atmosfer : tekanan yang ditimbulkan oleh berat udara di atmosfer terhadap benda-benda di muka bumi. Di ketinggian permukaan laut, tekanan ini sama dengan 760 mmHg. 2. Tekanan intra alveolus : dikenal juga sebagai tekanan intrapulmonalis, adalah tekan di dalam alveolus. 3. Tekanan intrapleura : tekanan di dalam kantung pleura. Tekanan ini juga dikenal sebagai tekanan intratoraks, yaitu tekanan yang terjadi di luar paru di dalam rongga toraks. Tekanan intrapleura biasanya lebih kecil daripada tekanan atmosfer. Karena udara mengalir mengikuti penurunan gradient tekanan, tekanan intra alveolus harus lebih rendah dari pada tekanan atmosfer agar udara mengalir masuk ke paru selama inspirasi. Demikian juga, tekanan intra alveolus harus lebih besar dari pada tekanan atmosfer, agar udara mengalir ke luar paru selama ekspirasi. Tekanan intra alveolus dapat diubah dengan mengubah volume paru sesuai hukum Boyle. Adapun pengaruh gravitasi terhadap ventilasi dalam posisi tegak yaitu ventilasi per unit paru bagian basis lebih besar dari pada bagian apeks, pengaruh gravitasi darah bagian basis lebih besar dari pada bagian apeks, dan tekanan intra pleura lebih tinggi jaringan paru basis kurang terenggang kemampuan mengembang lebih besar compliance besar. Pengaruh gravitas menyebabkan tekanan intrapleura apeks -10cm alveol kurang mengembang, sedangkan pada tekanan intrapleura basis -2,5cm alveol mengembang. Maka dari itu pada awal inspirasi aliran udara terbanyak ke apeks. Pertukaran Gas O2 masuk dan CO2 keluar dari darah di paru secara pasif mengikuti penurunan gradien tekanan parsial. Melintasi kapiler paru : Gradien tekanan parsial O2 dari alveolus ke darah : 60 mmHg Gradien tekanan parsial CO2 dari darah ke alveolus : 6 mmHg Melintasi kapiler sistemik : Gradien tekanan parsial O2 dari darah ke sel jaringan : 60 mmHg Gradien tekanan parsial CO2 dari sel jaringan ke darah : 6 mmHg Mekanisme Inspirasi Sebelum inspirasi, otot-otot pernapasan melemas, tidak ada udara yang mengalir, dan tekanan intra alveolus setara dengan tekanan atmosfer. Pada awal inspirasi, otot-otot inspirasi terangsang untuk berkontraksi, sehingga terjadi pembesaran rongga toraks. Diafragma bergerak ke bawah dan memperbesar volume toraks. 17 Pada saat rongga toraks mengembang, paru juga dipaksa mengembang untuk mengisi rongga toraks yang membesar. Sewaktu paru mengembang, tekanan intra alveolus menurun, karena molekul dalam jumlah yang sama kini menempati volume paru yang lebih besar. Karena tekanan intra alveolus sekarang lebih rendah daripada tekanan atmosfer, udara mengalir masuk ke paru mengikuti penurunan gradient tekanan dari tinggi ke rendah. Mekanisme Ekspirasi Pada akhir inspirasi, otot-otot melemas. Saat melemas diafragma kembali ke bentuknya, sewaktu paru menciut dan berkurang volumenya, tekanan intra alveolus meningkat, karena jumlah molekul udara yang lebih besar yang terkandung di dalam volume paru yang besar, pada akhir inspirasi sekarang terkompresi ke dalam volume yang lebih kecil. Udara sekarang keluar paru mengikuti penurunan gradient tekanan, dari tekanan intra alveolus yang tinggi ke tekanan atmosfer yang rendah. Dalam keadaan normal, ekspirasi adalah suatu proses pasif, karena terjadi akibat penciutan elastic paru saat otot-otot inspirasi melemas tanpa memerlukan kontraksi otot atau pengeluaran energi. Volume paru dan kapasitas paru ( jumlah dari dua atau lebih volume paru) dapat ditentukan : Tidal Volume (TV). Volume udara yang masuk atau keluar paru selama 1 kali bernapas. Nilai rata-rata pada keadaan istirahat = 500 ml. Volume cadangan inspirasi (VCI). Volume tambahan yang dapat secara maksimal dihirup melebihi tidal volume istirahat. VCI dihasilkan oleh kontraksi maksimum diafragma, otot antar iga eksternal, dan otot inspirasi tambahan. Nilai rata-ratanya = 3.000 ml. Kapasitas inspirasi (KI). Volume maksimum udara yang dapat dihirup pada akhir ekspirasi normal tenang (KI = VCI + TV). Nilai rata-rata = 3.500 ml. Volume cadangan ekspirasi (VCE). Volume tambahan udara yang tepat secara aktif dikeluarkan oleh kontraksi maksimum melebihi udara yang dikeluarkan secara pasif pada akhir tidal volume biasa. Nilai rata-rata = 1.000 ml. Volume residual (VR). Volume minimum udara yang tersisa di paru bahkan setelah ekspirasi maksimum. Nilai rata-rata = 1.200 ml. Kapasitas residual fungsional (KRF). Volume udara di paru pada akhir ekspirasi pasir normal (KRF = VCE + VR). Nilai rata-rata = 2.200 ml. Kapasitas vital (KV). Volume maksimum udara yang dapat dikeluarkan selama 1 kali bernapas setelah inspirasi maksimum. Subyek mula-mula melakukan inspirasi maksimum, kemudian melakukan ekspirasi maksimum ( KV = VCI + TV + VCE). Nilai rata-ratanya = 4.500 ml. Kapasitas paru total (KPT). Volume udara maksimum yang dapat ditampung oleh paru (KPT = KV + VR). Nilai rata-ratanya = 5.700 ml. Volume ekspirasi paksa dalam 1 detik. Volume udara yang dapat diekspirasikan selama detik pertama ekspirasi pada penentuan KV. Menahan Napas Pernapasan dapat secara sengaja dihambat untuk beberapa saat, tetapi akhirnya kendali volunter dapat dikalahkan. Titik saat pernapasan tidak dapat dihambat lagi secara volunter disebut 18 titik lepas (breaking point). Lepasnya kendali volunter ini disebabkan oleh meningkatnya Pco2 dan turunnya Po2 darah arteri. Setelah pengangkatan glomus karotikum, kemampuan menahan napas seseorang akan diperpanjang. Bernapas dengan oksigen 100% sebelum menahan napas akan menaikan Po2 alveol awal, sehingga titik lepas dapat ditunda. Refleks atau faktor mekanik mempengaruhi titik lepas, karena pada subyek yang menahan napas selama mungkin kemudian bernapas dengan campuran udara berkadar O2 rendah dan CO2 tinggi, masih dapat menahan napas kembali selama 20 detik atau lebih. Faktor psikologis juga memegang peranan, dan subjek dapat menahan napasnya lebih lama bila dikatakan usahanya sangat baik dibandingkan bila dikatakan tidak. LO.2.2 Pengaturan pernapasan Pengaturan pernafasan ada 2: 1. Pusat pengaturan pernafasan volunter (di bawah kemauan) Terletak di korteks serebri-traktus kortikospinalis-motor neuron syaraf pernafasan. 2. Pusat pengaturan pernafasan otomatis (spontan) Letak Pons dan Medula Oblongata-bagian ventral dan medial Medula Spinalis. Pusat respirasi terletak di Formatio Retikularis Medula Oblongata. Pusat respirasi terbagi menjadi 2 kelompok yaitu: 1. Dorsal/ dorsal respiratory group = DRG Terdiri dari neuron I-impuls frekuensi 12-15x/menit-motor neuron di Medula spinalisotot inspirasi-inspirasi. Sebagian ke ventral. 2. Ventral/ventral respiratory group = VRG Terdiri dari neuron I dan E. Tidak aktif dalam pernafasan tenag, bila ventilasi meningkat-motor neuron otot inspirasi tambah NIX dan NX dan E-ekspirasi aktif. Pusat-pusat respirasi di Pons : 1. Pneumotaksik Mengirim impuls ke DRG yang membantu switch off neuron inspirasi sehingga durasi inspirasi dibatasi. 2. Apnustik Mencegah neuron inspirasi dari proses switch off sehingga menambah dorongan inspirasi. Pusat Pneumotaksik lebih dominan apabila tidal volume besar (> 1 liter), Refleks HeringBreuer dipicu untuk mencegah pengembangan paru berlebihan Sistem Khemoreseptor Saraf-saraf sensoris yang mendeteksi paru berujung sebagai reseptor, seperti kemoreseptor perifer, baroreseptor dan reseptor-reseptor lainnya di dalam paru. Nanti kumpulan reseptorreseptor ini akan bergabung menjadi nucleus traktus solitarius yakni ujung akhir dari saraf sensoris pernapasan yang terdapat pada nervus vagus dan nervus glosofaringeus. Pada akhirnya kedua 19 nervus ini akan berhubungan dengan kelompok pernapasan bagian dorsal. Melalui ini, mekanisme penghantaran informasi dari paru ke pusat respirasi bagian dorsal bisa berlangsung. Kemoreseptor Perifer Di luar otak, ternyata juga terdapat sistem kemoreseptor tersendiri yang juga turut andil dalam pengaturan pernapasan. Kemoreseptor di luar otak ini disebut kemoreseptor perifer. Fungsinya yang terpenting adalah untuk mendeteksi perubahan oksigen dalam darah walaupun respetor ini juga sedikit berpengaruh terhadap perubahan konsentrasi CO2 dan H+ di dalam darah. Sebagian besar kemoreseptor ini terletak di badan karotis (karotic body) dan di badan aorta (aortic body). Karotic body terletak di bilateral pada percabangan arteri karotis komunis. Serabut saraf aferennya berjalan melalui nervus Hering ke nervus glosofaringeus dan kemudian ke area pernapasan dorsal di medula oblongata. Sedangkan aortic body terletak di sepanjang arkus aorta; dimana serabut saraf aferennya berjalan melalui nervus vagus, juga ke area pernapasan dorsal di medula oblongata. Reseptor ini akan mendeteksi perubahan kadar O2, CO2 dan ion H+. Misalkan apabila kadar O2 dalam arteri menurun, kemoreseptor perifer ini menjadi sangat terangsang. Singkatnya, ia bakal mengirimkan impuls ke pusat pernapasan untuk meningkatkan frekuensi napas. Kemoreseptor Pusat/Sentral Terletak pada bagian ventral medula oblongata dekat pusat respirasi. Reseptor peka terhadap naik ion H/ turun pH dalam cairan otak. Karbondioksida mudah tembus abar darah-otak dan abar darahcairan otak H2CO3 ion H dan HCO3. Dan ion H maka ventilasi naik. LI.3. Memahami dan Menjelaskan Mycobacteriu tuberculosis LO.3.1 Morfologi Mycobacterium tuberculosis berbentuk batang lurus atau sedikit melengkung, tidak berspora dan tidak berkapsul. Bakteri ini berukuran lebar 0,3 – 0,6 μm dan panjang 1 – 4 μm. Dinding M.tuberculosis sangat kompleks, terdiri dari lapisan lemak cukup tinggi (60%). Penyusun utama dinding sel M. tuberculosis ialah asam mikolat, lilin kompleks (complex-waxes), trehalosa dimikolat yang disebut “cord factor”, dan mycobacterial sulfolipids yang berperan dalam virulensi. Asam mikolat merupakan asam lemak berantai panjang (C60 – C90) yang dihubungkan dengan arabinogalaktan oleh ikatan glikolipid dan dengan peptidoglikan oleh jembatan fosfodiester. Unsur lain yang terdapat pada dinding sel bakteri tersebut adalah polisakarida seperti arabinogalaktan dan arabinomanan. Struktur dinding sel yang kompleks tersebut menyebebkan bakteri M.tuberculosis bersifat tahan asam, yaitu apabila sekali diwarnai, tahan terhadap upaya penghilangan zat warna tersebut dengan larutan asam – alkohol. LO.3.2 Struktur dinding sel Komponen antigen ditemukan di dinding sel dan sitoplasma yaitu komponen lipid, polisakarida dan protein. Karakteristik antigen M.tuberculosis dapat diidentifikasi dengan menggunakan antibodi monoklonal. Saat ini telah dikenal purified antigens dengan berat molekul 14 kDa 20 (kiloDalton), 19 kDa, 38 kDa, 65 kDa yang memberikan sensitiviti dan spesifisiti yang bervariasi dalam mendiagnosis TB. Ada juga yang menggolongkan antigen M.tuberculosis dalam kelompok antigen yang disekresi dan yang tidak disekresi (somatik). Antigen yang disekresi hanya dihasilkan oleh basil yang hidup, contohnya antigen 30.000 α, protein MTP 40 dan lain lain. UNSUR-UNSUR POKOK BASIL TUBERKULOSIS a. Lipid. Mikobakteri kaya akan lipid. Lipid ini mencakup mycolic acid (asam lemak rantai panjang C78-C90), lilin dan fosfatida. Pada sel, lipid sangat terikat dengan protein dan polisakarida. Muramyl dipeptida (dari peptidoglikan) bersama dengan mycolic acid dapat menyebabkan pembentukan granuloma; fospolipid menginduksi nekrosis kaseosa. Lipid menentukan sifat tahan asam hingga batas tertentu. Penghilangan lipid dengan asam panas akan menghancurkan sifat tahan asam; hal ini bergantung pada integritas dinding sel dan keberadaan lipid tertentu. Analisis lipid melalui kromatografi memperlihatkan pola yang membantu dalam klasifikasi spesies yang berbeda. Galur virulen basil tuberkulosis membentuk “tali menyerupai ular” (serpentine cords), yaitu kumpulan basil tahan asam yang tersusun dalam rantai paralel. Pembentukan tali ini berhubungan dengan virulensi. Sebuah “cord factor” (trehalose-6,6- dimycolate) telah diekstraksi dari basil virulen dengan eter petroleum. Senyawa ini menghambat migrasi leukosit, menyebabkan granuloma kronis, dan dapat berfungsi sebagai “adjuvan” imunologis. b. Protein Masing masing tipe mikobakteria mengandung beberapa protein yang menimbulkan reaksi tuberkulin. Protein yang berikatan dengan sebuah fraksi lilin dengan injeksi dapat menginduksi sensitivitas tuberkulin. Protein tersebut juga dapat menyebabkan pembentukan berbagai antibodi. c. Polisakarida Mikobakteri mengandung berbagai polisakarida. Perannya dalam patogenesis penyakit belum jelas. Polisakarida tersebut dapat menginduksi hipersensitivitas tipe segera dan dapat berfungsi sebagai antigen dalam reaksi dengan serum pasien yang terinfeksi. LO.3.3 Sifat Mikrobakterium tidak dapat diklasifikasikan sebagi gram positif atau gram negatif karena sekali diwarnai dengan zat warna basa, warna tersebut tidak dapat dihilangkan dengan alkohol, meskipun dibubuhi iodium, karenanya ia termasuk dalam bakteri tahan asam. Mikrobakterium cenderung lebih resisten terhadap faktor kimia dari pada bakteri yang lain karena sifat hidrofobik permukaan selnya dan pertumbuhan bergerombol. Mikrobakterium tidak menghasilkan kapsul atau spora; dinding selnya terdiri dari peptidoglikan dan DAP; dengan kandungan lipid kira-kira setinggi 60%. Bakteri ini adalah bakteri aerob, karenanya pada kasus TBC biasanya mereka ditemukan pada daerah yang banyak udaranya. Mikrobakterium mendapat energi dari oksidasi berbagai senyawa karbon sederhana. Aktivitas biokimianya tidak khas, dan laju pertumbuhannya lebih lambat dari kebanyakan bakteri lain karena sifatnya yang cukup kompleks dan dinding selnya yang impermeable, 21 sehingga penggandaannya hanya berlangsung setiap kurang lebih 18 jam. Bentuk saprofit cenderung tumbuh lebih cepat, berkembang biak dengan baik pada suhu 22-23oC, menghasilkan lebih banyak pigmen, dan kurang tahan asam dari pada bentuk yang patogen. Mikrobakterium cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab. LO.3.4 Identifikasi Identifikasi melalui pewarnaan Ziehl Neelsen 1) Siapkan sediaan yg sdh direkatkan oleh sputum 2) Fiksasi 3) Tuangi dengan Karbol fuchsin, diamkan selama 5 menit 4) Panaskan sampai keluar uap, tapi tidak sampai mendidih selama 5 menit 5) Cuci dengan air mengalir 6) Tuang dengan H2SO4 5% selama 3 detik sambil sediaan dimiringkan 7) Tuang kembali dengan alkohol 60% slm 30 detik 8) Cuci dengan air mengalir 9) Tuang dengan biru metilen, diamkan selama 1-2 menit 10) Cuci dengan air mengalir 11) Keringkan di atas kertas saring tanpa menggosoknya 12) Teteskan sedikit minyak emersi 13) Lihat di bawah mikroskop dengan pembesaran 100x Interpretasi Hasil 1) Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang pandang, disebut negatif. 2) Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang, ditulis jumlah kuman yang ditemukan. 3) Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang, disebut +(1+). 4) Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut ++(2+). 5) Ditemukan >10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut +++(3+). LI.4. Memahami dan Menjelaskan Tuberculosis Paru LO.4.1 Definisi Tuberculosis paru adalah penyakit radang parenkim paru karena infeksi kuman Mycobacterium tuberculosis.Tuberkulosis paru termasuk suatu pneumonia, yaitu pneumonia yang disebabkan oleh M. tuberculosis. Tuberkulosis paru mencakup 80% dari keseluruhan kejadian penyakit tuberculosis, sedangkan 20% selebihnya merupakan tuberculosis ekstrapulmonal. Diperkirakan bahwa sepertiga penduduk dunia pernah terinfeksi kuman M.tuberculosis. (Djojodibroto,2015) 22 LO.4.2 Klasifikasi A. Klasifikasi berdasarkan lokasi anatomi: 1. Tuberkulosis paru. Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan (parenkim) paru. tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus. 2. Tuberkulosis ekstra paru. Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar lymfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain. B. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis : 1. Tuberkulosis paru BTA positif a. Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. b. 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada menunjukkan gambaran tuberkulosis. c. 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB positif. d. 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT. 2. Tuberkulosis paru BTA negative Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif. Kriteria diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi: a. Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif b. Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis. c. Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT. d. Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan. C. Klasifikasi berdasarkan iwayat pengobatan TB paru-paru sebelumnya : Ada beberapa tipe interpretasi pemeriksaan mikroskopis. WHO merekomendasikan pembacaan dengan skala International Union a) Kasus Baru Adalah pasien yang BELUM PERNAH diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu). b) Kasus Kambuh (Relaps) Adalah pasien TB yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan atau kultur). c) Kasus Putus Berobat (Default/Drop Out/DO) Adalah pasien TB yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA positif. d) Kasus Gagal (Failure) 23 Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan. e) Kasus Pindahan (Transfer In) Adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register TB lain untuk melanjutkan pengobatannya. f) Kasus lain Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam kelompok ini termasuk Kasus Kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai pengobatan ulangan. D. Klasifikasi berdasarkan status HIV - Kasus TB dengan HIV positif - Kasus TB dengan HIV negatif - Kasus TB dengan status HIV tidak diketahui (WHO, 2010) LO.4.3 Epidemiologi Pada bulan Maret 1993, WHO mendeklarasikan TB sebagai globalhealth emergency.TB dianggap sebagai masalah kesehatan dunia yang penting karena lebih kurang 1/4 penduduk dunia terinfeksi oleh mikobakterium TB.Pada tahun 1998 ada 4.617.047 kasus TB yang tercatat di seluruh dunia. Sebagian besar kasus TB ini (95%) dan kematiannya (98%) terjadi di Negaranegara yang sedang berkembang. Di antara mereka 75% berada pada usia produktif yaitu 20-49 tahun. Karena penduduk yang padat dan tingginya prevalensi maka lebih dari 65% dari kasus-kasus TB yang baru dan kematian yang muncul terjadi di Asia. Alasan utama munculnya atau meningkatnya beban TB global ini antara lain disebabkan: 1. kemiskinan pada berbagai penduduk, tidak hanya pada Negara yang sedang berkembang tetapi juga pada penduduk perkotaan tertentu di Negara maju. 2. adanya perubahan demografik dengan meningkatnya penduduk dunia dan perubahan dari struktur usia manusia yang hidup. 3. perlindungan kesehatan yang tidak mencukupi pada penduduk di kelompok yang rentan terutama di negeri-negeri miskin. 4. tidak memadainya pendidikan mengenai TB di antara para dokter. 5. terlantar dan kurangnya biaya untuk obat, sarana diagnostic, dan pengawasan khusus TB dimana terjadi deteksi dan tatalaksana kasus yang tidak adekuat. 6. adanya epidemic HIV terutama di Afrika dan Asia. EPIDEMIOLOGI TB DI INDONESIA Di Indonesia TB paru menduduki urutan ke-4 untuk angka kesakitan sedangkan sebagai penyebab kematian menduduki urutan ke-5. Menyerang sebagian besar kelompok usia produktif dari kelompok sosioekonomi lemah. Walau upaya memberantas TB telah dilakukan, tetapi angka insiden maupun prevalensi TB paru di Indonesia tidak pernah turun.Perkiraan kejadian BTA di sputum yang positif di Indonesia adalah 266.000 tahun 1998. berdasarkan survei kesehatan rumah tangga tahun 1985 dan survey kesehatan nasional 2001, TB menempati ranking nomor 3 sebagai penyebab kematian tertinggi di Indonesia. Prevalensi nasional terakhir TB paru diperkirakan 0,24%. Sampai sekarang angka kejadian TB di Indonesia relative terlepas dari angka pandemic infeksi HIV karena 24 masih relative rendahnya infeksi HIV, tapi hal ini mungkin akan berubah di masa dating melihat semakin meningkatnya laporan infeksi HIV dari tahun ketahun. (Bahar, 2014) LO.4.4 Patofisiologi dan patogenesis Penularan tuberculosis paru terjadi karena kuman dibersinkan atau dibatukkan keluar menjadi droplet nuclei dalam udara. Partikel infeksi ini dapat menetap dalam udara bebas selama 1-2 jam, tergantung pada ada tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang buruk dan kelembaban. Dalam suasana lembab dan gelap kuman dapat tahan selama berhari-hari sampai berbulan-bulan. Bila partikel infeksi ini terhisap oleh orang sehat akan menempel pada jalan nafas atau paru-paru. Partikel dapat masuk ke alveolar bila ukurannya kurang dari 5 mikromilimeter. Tuberculosis adalah penyakit yang dikendalikan oleh respon imunitas perantara sel. Sel efektornya adalah makrofag sedangkan limfosit (umunya sel T) adalah imunoresponsifnya. Tipe imunitas seperti ini basanya lokal, melibatkan makrofag yang diaktifkan ditempat infeksi oleh limposit dan limfokinnya. Raspon ini desebut sebagai reaksi hipersensitifitas (lambat). Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya diinhalasi sebagai unit yang terdiri dari 1-3 basil. Gumpalan basil yang besar cendrung tertahan dihidung dan cabang bronkus dan tidak menyebabkan penyakit (Dannenberg 1981 ). Setelah berada diruang alveolus biasanya dibagian bawah lobus atas paru-paru atau dibagian atas lobus bawah, basil 25 tuberkel ini membangkitkan reaksi peradangan. Leukosit polimorfonuklear tampak didaerah tersebut dan memfagosit bakteria namun tidak membunuh organisme ini. Sesudah hari-hari pertama leukosit akan digantikan oleh makrofag. Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi dan timbul gejala pneumonia akut. Pneumonia seluler akan sembuh dengan sendirinya, sehingga tidak ada sisa atau proses akan berjalan terus dan bakteri akan terus difagosit atau berkembang biak didalam sel. Basil juga menyebar melalui getah bening menuju kelenjar getah bening regional. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu sehingga membentuk sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh limposit. Reaksi ini butuh waktu 10-20 hari. Nekrosis pada bagian sentral menimbulkan gambangan seperti keju yang biasa disebut nekrosis kaseosa. Daerah yang terjadi nekrosis kaseosa dan jaringan granulasi disekitarnya yang terdiri dari sel epiteloid dan fibroblast menimbulkan respon yang berbeda.Jaringan granulasi menjadi lebih fibrosa membentuk jaringan parut yang akhirnya akan membentuk suatu kapsul yang mengelilingi tuberkel. Lesi primer paru dinamakn fokus ghon dan gabungan terserangnya kelenjar getah bening regional dan lesi primer dinamakan kompleks ghon. Respon lain yang dapat terjadi didaerah nekrosis adalah pencairan dimana bahan cair lepas kedalam bronkus dan menimbulkan kavitas. Materi tuberkel yang dilepaskan dari dinding kavitas akan masuk kedalan percabangan trakeobronkhial. Proses ini dapat terulang lagi kebagian paru lain atau terbawa kebagian laring, telinga tengah atau usus. Kavitas yang kecil dapat menutup sekalipun tanpa pengobatan dan meninggalkan jaringan parut fibrosa. Bila peradangan mereda lumen brokus dapat menyempit dan tertutup oleh jaringan parut yang terdapt dekat dengan perbatasan bronkus rongga. Bahan perkijuan dapat mengental sehingga tidak dapat mengalir melalui saluran penghubung sehingga kavitas penuh dengan bahan perkejuan dan lesi mirip dengan lesi kapsul yang terlepas. Keadaan ini dapat dengan tanpa gejala dalam waktu lama atau membentuk lagi hubungan dengan brokus sehingge menjadi peradangan aktif. Penyakit dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah. Organisme yang lolos dari kelenjar getah bening akan mencapai aliran darah dalam jumlah kecil, kadang dapat menimbulkan lesi pada oragan lain. Jenis penyeban ini disebut limfohematogen yang biasabya sembuh sendiri. Penyebaran hematogen biasanya merupakan fenomena akut yang dapat menyebabkan tuberkulosis milier. Ini terjadi apabila fokus nekrotik merusak pembuluh darah sehingga banyak organisme yang masuk kedalam sistem vaskuler dan tersebar keorgan-organ lainnya. M. tuberculosis akan membentuk suatu sarang pneumoni, yang disebut sarang atau afek primer. Sarang ini dapat timbul pada seluruh bagian paru. Dari sarang primer, akan terjadi peradangan saluran limfe menuju hilus (limfangitis lokal). Peradangan tersebut diikuti oleh pembesaran kelenjar getah bening di hilus (limfadenitis regional). Afek primer bersamasama dengan limfangitis regional dikenal sebagai kompleks primer. Selanjutnya kompleks primer dapat berkembang menjadi : 1. Sembuh tanpa cacat. 2. Sembuh dengan sedikit bekas (sarang Ghon, garis fibrotik, sarang perkapuran di hilus). 3. Menyebar secara perkontinuitatum, bronkogen, hematogen dan limfogen yang pada akhirnya mengakibatkan bakterimia. Walaupun terjadi bakterimia, kebanyakan pasien pada stadium primer asimptomatik atau hanya flu-like illness ringan. 26 LO.4.5 Manifestasi Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu bulan. Demam, menyerupai demam influenza yang hilang timbul, keadaan ini dipengaruhi oleh daya tahan tubuh pasien dan berat ringannya infeksi. Batuk atau batuk darah, terjadi karena iritasi bronchus, batuk ini diperlukan untuk membuang produk-produk radang keluar. Sifat batuk dimulai dari batuk kering kemudian setelah timbul peradangan menjadi produktif. Keadaan yang lanjut adalah batuk darah karena terdapat pembuluh darah yang pecah. Sesak napas, ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang infiltrasinya sudah meliputi setengah bagian paru-paru. Nyeri dada, timbul bila infiltrasi radang sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis, terjadi gesekan kedua pleura sewaktu pasien menarik atau melepaskan napasnya. Malaise, sering ditemukan berupa anoreksia, tidak ada nafsu makan, badan makin kurus, sakit kepala, dll. (Zulkifli Amir, 2009) LO.4.6 Diagnosis dan Diagnosis Banding 27 Gold standard dari diagnosis TB adalah ditemukannya kuman BTA pada pemeriksaan sputum. (Bambang Riswanto, 2010) Anamnesis: Hal pertama yang harus ditanyakan adalah identitas pasien, yaitu umur, jenis kelamin, ras, status pernikahan, agama dan pekerjaan. 1. Riwayat Penyakit Sekarang (RPS) 1. Lokasi (dimana ? menyebar atau tidak ?) 2. Onset / awitan dan kronologis (kapan terjadinya? berapa lama?) 3. Kuantitas keluhan (ringan atau berat, seberapa sering terjadi ?) 4. Kualitas keluhan (rasa seperti apa ?) 5. Faktor-faktor yang memperberat keluhan. 6. Faktor-faktor yang meringankan keluhan. 7. Analisis sistem yang menyertai keluhan utama (keluhan yang menyertai) 2. Riwayat Penyakit Dahulu (RPD) 3. Riwayat Kesehatan Keluarga 4. Riwayat Sosial dan Ekonomi Hal ini untuk mengetahui status sosial pasien, yang meliputi pendidikan, pekerjaan pernikahan, kebiasaan yang sering dilakukan (pola tidur, minum alkohol atau merokok, obatobatan, aktivitas seksual, sumber keuangan, asuransi kesehatan dan kepercayaan). Pemeriksaan Fisik: Pemeriksaan pertama terhadap keadaan umum pasien mungkin ditemukan konjungtiva mata atau kulit yang pucat karena anemia, suhu tubuh yang subfebris, badan kurus atau berat badan menurun. Pemeriksaan fisik sering tidak diperoleh hasil yang memuaskan terutama apabila sarang penyakit terletak di dalam akan sulit dinilai secara palpasi, perkusi dan auskultasi. Tempat kelainan lesi TB paru yang paling dicurigai adalah bagian apeks paru. Bila dicurigai adanya infiltrat agak luas mungkin ditemukan perkusi yang redup dan auskultasi suara bronkhial dan suara tambahan ronkhi basah kasar yang nyaring. Namun bila infiltrat diliputi penebalan pleura, suara tambahan menjadi vesikular melemah. Bila terdapat kavitas yang cukup besar, pada perkusi akan diperoleh hasil hipersonor atau timpani dan suara auskultasi amforik. Pada TB paru lanjut dengan fibrosis luas sering ditemukan atrofi dan retraksi otot interkostal. Bagian paru yang sakit menciut dan menarik isi mediastinum atau paru yang lain. Paru yang sehat jadi hiperinflasi. Keadaan lanjut TB paru dapat meningkatkan tekanan arteri pulmonalis (hipertensi pulmonalis) yang diikuti terjadinya kor pulmonale dan gagal jantung kanan sehingga akan dapat ditemukan tanda-tanda kor pulmonale dengan gagal jantung kanan seperti takipnea, takikardi, sianosis, right ventrikular lift, right artikular gallop, murmur Graham Steel, bunyi P2 yang mengeras, tekanan vena jugularis yang meningkat, hepatomegali, ascites dan edem. Dalam penampilan klinis, TB paru sering asimptomatik dan penyakit baru dicurigai dengan didapatkan adanya kelainan radiologis dada pada pemeriksaan rutin atau uji tuberkulin positif. 28 Pemeriksaan Penunjang: a. Pemeriksaan Radiologis Pemeriksaan radilogis merupakan cara yang praktis untuk menemukan lesi tuberkulosis. Lokasi lesi tuberkulosis umumnya di daerah apeks paru tetapi dapat juga mengenai bagian inferior atau daerah hilus yang menyerupai tumor paru. Pada awal penyakit saat lesi masih menyerupai sarang pneumonia, gambaran radiologis berupa bercak seperti awan dan dengan batas yang tidak tegas. Bila lesi sudah diliputi jaringan ikat maka bayangan terlihat berupa bulatan dengan batas tegas. Pada kavitasi bayangan berupa cincin berdinding tipis. Pada kalsifikasi bayangan tampak bercak padat dengan densitas tinggi. Pada ateletaksis terlihat fibrosis luas dengan penciutan pada sebagian, satu lobus atau satu bagian paru. Gambaran tuberkulosis miliar tampak berupa bercak halus yang umumnya tersebar rata di seluruh lapang paru. Pemeriksaan radiologis lain yang dapat dilakukan adalah bronkografi, CT scan dada atau juga MRI. b. Pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan laboratorium dilakukan pada darah, sputum dan tes tuberkulin. Darah. Pemeriksaan tidak sensitif dan tidak spesifik. Pada TB baru akan didapatkan leukosit meninggi dengan hitung jenis bergeser ke kiri, jumlah limfosit masih normal dan LED mulai meningkat. Sputum. Pemeriksaan sputum adalah penting untuk menemukan kuman BTA. Pemeriksaan sputum juga dapat memberikan evaluasi terhadap pengobatan yang telah diberikan. Kriteria sputum BTA positif adalah bila paling tidak ditemukan 3 batang kuman BTA pada satu sediaan. Untuk pemeriksaan BTA, bahan selain sputum dapat juga diambil dari bilasan bronkus, jaringan paru, pleura, cairan pleura, cairan lambung, jaringan kelenjar, cairan serebrospinal, urin atau tinja. c. Tes tuberkulin. Pemeriksaan ini dipakai untuk membantu menegakkan diagnosis tuberkulosis terutama pada anak-anak (balita). Tes ini dilakukan dengan menyuntikan 0,1 cc tuberkulin secara intrakutan. Tes ini hanya menyatakan apakah seseorang sedang atau pernah terinfeksi kuman TB atau mendapat vaksinasi BCG. Tes tuberkulin (mnataoux) dinyatakan posotif apabila diperoleh indurasi 10 mm setelah 48-72 jam tuberkulin disuntikkan. 29 Pada anak, uji tuberkulin merupakan pemeriksaan yang paling bermanfaat untuk menunjukkan sedang/pernah terinfeksi Mycobacterium tuberculosisdan sering digunakan dalam “Screening TBC”. Efektifitas dalam menemukan infeksi TBC dengan uji tuberkulin adalah lebih dari 90%. Penderita anak umur kurang dari 1 tahun yang menderita TBC aktif uji tuberkulin positif 100%, umur 1–2 tahun 92%, 2–4 tahun 78%, 4–6 tahun 75%, dan umur 6–12 tahun 51%. Dari persentase tersebut dapat dilihat bahwa semakin besar usia anak maka hasil uji tuberkulin semakin kurang spesifik. Ada beberapa cara melakukan uji tuberkulin, namun sampai sekarang cara mantoux lebih sering digunakan. Lokasi penyuntikan uji mantoux umumnya pada ½ bagian atas lengan bawah kiri bagian depan, disuntikkan intrakutan (ke dalam kulit). Penilaian uji tuberkulin dilakukan 48–72 jam setelah penyuntikan dan diukur diameter dari pembengkakan (indurasi) yang terjadi: d. Pemeriksaan dahak mikroskopis Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi penularan.Pemeriksaan dahak untuk penegakan diagnosis dilakukan denganmengumpulkan 3 spesimen dahak yang dikumpulkan dalam dua harikunjungan yang berurutan berupa Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS), 1. S (sewaktu): dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang berkunjung pertama kali. Pada saat pulang, suspek membawa sebuah pot dahak untuk mengumpulkan dahak pagi pada hari kedua. 2. P (Pagi): dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di UPK. 3. S (sewaktu): dahak dikumpulkan di UPK pada hari kedua, saat menyerahkan dahak pagi. e. Pemeriksaan Biakan Peran biakan dan identifikasi M.tuberkulosis pada penanggulangan TB khususnya untuk mengetahui apakah pasien yang bersangkutan masih peka terhadap OAT yang digunakan. Selama fasilitas memungkinkan, biakan dan identifikasi kuman serta bila dibutuhkan tes resistensi dapat dimanfaatkan dalam beberapa situasi: 1. Pasien TB yang masuk dalam tipe pasien kronis 2. Pasien TB ekstraparu dan pasien TB anak. 3. Petugas kesehatan yang menangani pasien dengan kekebalan ganda. f. Pemeriksaan Tes Resistensi Tes resistensi tersebut hanya bisa dilakukan di laboratorium yang mampu melaksanakan biakan, identifikasi kuman serta tes resistensi sesuai standar internasional, dan telah mendapatkan pemantapan mutu (Quality Assurance) oleh laboratorium supranasional TB. Hal ini bertujuan agar hasil pemeriksaan tersebut memberikan simpulan yang benar sehinggga kemungkinan kesalahan dalam pengobatan MDR dapat di cegah LO.4.7 Tatalaksana Tujuan pengobatan pada TB Paru selain untuk mengobati juga mencegah kematian, mencegah kekambuhan atau resistensi terhadapOAT serta memutuskan mata rantai penularan. Pengobatan Tuberkulosis dilakukan dengan prinsip-prinsip sbb: 30 - OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat. Tidak OAT tunggal (monoterapi). Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan. Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukanpengawasan langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO). Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif (2-3bulan) dan lanjutan (4-7 bulan) Tahap intensif: obat diberikan setiap hari, dan diawasi langsung untuk mencegah resistensi obat. Jika diberikan secara tepat, yang awalnya menular bisa men jadi tidak menular dalam kurun waktu2 minggu. Sebagian besar TB BTA positif menjadi BTA negatif dalam 2 bulan Tahap lanjutan: diberikan obat lebih sedikit dengan jangka waktuyang lama. Tahap ini penting untuk membunuh kuman persisten sehingga mencegah kekambuhan. Obat yang digunakan untuk TBC digolongkan atas dua kelompok, yaitu: a. Obat primer / Lini pertama: Isoniazid (INH), Rifampisin, Etambutol,Streptomisin, Pirazinamid. Memperlihatkan efektifitas yang tinggidengan toksisitas yang masih dapat ditolerir, sebagian besar dapatdipisahkan dengan obat-obatan ini. b. Obat sekunder / Lini kedua: Etionamid, Paraaminosalisilat, Sikloserin,Amikasin, Kapreomisin, Kanamisin 1. Isoniazid (INH) a. Efek antibakteri bersifat tuberkulostatik dan tuberkulosid. Efek bakterisidnya hanya terlihat pada kuman yang sedang tumbuh aktif. Isoniazid dapat menembus ke dalam sel dengan mudah. Mekanisme kerja menghambat biosintesis asam mikolat (mycolic acid)yang merupakan unsur penting dinding sel mikobakterium. b. Farmakokinetik mudah diabsorbsi pada pemberian oral maupun parenteral. Mudah berdifusi ke dalam sel dan semua cairan tubuh. Antar75-95% diekskresikan melalui urin dalam waktu 24 jam dan hampir seluruhnya dalam bentuk metabolit. c. Efek samping reaksi hipersensitivitas menyebabkan demam, berbagai kelainan kulit. Neuritis perifer paling banyak terjadi. Mulut terasa kering, rasa tertekan pada ulu hati, methemoglobinemia, tinnitus, dan retensiurin. d.Sediaan dan posologi terdapat dalam bentuk tablet 50, 100, 300, dan 400mg serta sirup 10 mg/mL. Dalam tablet kadangkadang telah ditambahkan B6. biasanya diberikan dalam dosis tunggal per orang tiap hari. Dosis biasa 5 mg/kgBB, maksimum 300 mg/hari. Untuk TB berat dapat diberikan 10mg/kgBB, maksimum 600 mg/hari, tetapi tidak ada bukti bahwa dosis demikian besar lbih efektif. Anak < 4 tahun dosisnya 10mg/kgBB/hari. Isoniazid juga dapat diberikan secara intermiten 2 kali seminggu dengandosis 15 mg/kgBB/hari. 2. Rifampisin a. Aktivitas antibakteri menghambat pertumbuhan berbagai kuman gram-positif dan gram-negatif. b. Mekanisme kerja 31 terutama aktif terhadap sel yang sedang tumbuh. Kerjanya menghambat DNA dependent RNA polymerase dari mikrobakteria dan mikroorganisme lain dengan menekan mulai terbentuknya (bukan pemanjangan) rantai dalam sintesis RNA. c.Farmakokinetik pemberian per oral menghasilakn kadar puncak dalamplasma setelah 2-4 jam. Setelah diserap dari saluran cerna, obat ini cepat diekskresi melalui empedu dan kemudian mengalami sirkulasi enterohepatik. Penyerapannya dihambat oleh makanan. Didistribusi keseluruh tubuh. Kadar efektif dicapai dalam berbagai organ dan cairan tubuh, termasuk cairan otak, yang tercermin dengan warna merah jingga pada urin, tinja, ludah, sputum, air mata, dan keringat. d. Efek samping: jarang menimbulkan efek yang tidak diingini. Yang palingsering ialah ruam kulit, demam, mual, dan muntah. Sediaan dan posologi: tersedia dalam bentuk kapsul 150 mg dan 300 mg. Terdapat pula tablet 450 mg dan 600 mg serta suspensi yang mengandung 100 mg/5mL rifampisin. Beberapa sediaan telah dikombinasi dengan isoniazid. Biasanya diberikan sehari sekali sebaiknya 1 jam sebelum makan atau dua jam setelah makan. Dosis untuk orang dewasa dengan berat badan kurang dari 50 kg ialah 450 mg/hari dan untuk berat badan lebih dari 50 kg ialah 60 mg/hari. Untuk anak-anak dosisnya 10-20mg/kgBB/hari dengan dosis maksimum 600 mg/hari. 3. Etambutol a. Aktivitas antibakteri menghambat sintesis metabolit sel sehingga metabolisme sel terhambat dan sel mati. Hanya aktif terhadap sel yang tumbuh dengan khasiat tuberkulostatik. b. Farmakokinetik pada pemberian oral sekitar 75-80% diserap dari saluran cerna. Tidak dapat ditembus sawar darah otak, tetapi pada meningitis tuberkulosa dapat ditemukan kadar terapi dalam cairan otak. c. Efek samping jarang Efek samping yang paling penting ialah gangguan penglihatan, biasanya bilateral, yang merupakan neuritis retrobulbar yaitu berupa turunnya ketajaman penglihatan, hilangnya kemampuan membedakan warna, mengecilnya lapangan pandang, dan skotom sentral maupun lateral. Menyebabkan peningkatan kadar asam urat darah pada50% pasien. d. Sediaan dan posologi tablet 250 mg dan 500 mg. Ada pula sediaan yang telah dicampur dengan isoniazid dalam bentuk kombinasi tetap. Dosis biasanya 15 mg/kgBB, diberikan sekali sehari, ada pula yang menggunakan dosis 25 mg/kgBB selama 60 hari pertama, kemudian turun menjadi 15 mg/kgBB. 4. Pirazinamid a. Aktivitas antibakteri mekanisme kerja belum diketahui. b.Farmakokinetik mudah diserap usus dan tersebar luas ke seluruh tubuh. Ekskresinya terutama melalui filtrasi glomerulus. c. Efek samping yang paling umum dan serius adalah kelainan hati. Menghambat ekskresi asam urat. Efek samping lainnya ialah artralgia, anoreksia, mual, dan muntah, juga disuria, malaise, dan demam. d.Sediaan dan posologi 32 bentuk tablet 250 mg dan 500 mg. Dosis oral 20-35mg/kgBB sehari (maksimum 3 g), diberikan dalam satu atau beberapa kal isehari. 5. Streptomisin a. Aktivitas antibakteri bersifat bakteriostatik dan bakterisid terhadap kuman TB. Mudah masuk kavitas, tetapi relatif sukar berdifusi ke cairan intrasel. b.Farmakokinetik setelah diserap dari tempat suntikan, hampir semua streptomisin berada dalam plasma. Hanya sedikit sekali yang masuk kedalam eritrosit. Kemudian menyebar ke seluruh cairan ekstrasel. Diekskresi melalui filtrasi glomerulus. c. Efek samping umumnya dapat diterima dengan baik. Kadang-kadang terjadi sakit kepala sebentar atau malaise. Bersifat nefrotoksik.Ototoksisitas lebih sering terjadi pada pasien yang fungsi ginjalnya terganggu. d. Sediaan dan posologi bubuk injeksi dalam vial 1 dan 5 gram. Dosisnya 20mg/kgBB secara IM, maksimum 1 gr/hari selama 2 sampai 3 minggu.Kemudian frekuensi berkurang menjadi 2-3 kali seminggu. 6. Etionamid a.Aktivitas antibakteri in vitro, menghambat pertumbuhan M. tuberculosis jenis human pada kadar 0.9-2.5 g/mL. Farmakokinetik : pemberian per oral mudah di absorpsi. Kadar puncak 3 jam dan kadar terapi bertahan 12 jam. Distribusi cepat, luas, dan meratake cairan dan jaringan. Ekskresi cepat dalam bentuk utama metabolit 1%aktif. b.Efek samping paling sering anoreksia, mual da muntah. Sering terjadi hipotensi postural, depresi mental, mengantuk dan asthenia c.Sediaan dan posologi dalam bentuk tablet 250 mg. Dosis awaln 250 mgsehari, lalu dinaikan setiap 5 hari dengan dosis 125 mg – 1 g/hr. Dikonsumsi waktu makan untuk mengurangi iritasi lambung. 7. Paraaminosalisilat a. Aktivitas bakteri in vitro, sebagian besar strain M. tuberculosis sensitif dengan kadar 1 g/mL. Farmakokinetik : mudah diserap melalui saluran cerna. Masa paruh 1 jam. Diekskresi 80% di ginjal dan 50% dalam bentuk asetilasi. b.Efek samping gejala yang menonjol mual dan gangguan saluran cerna. Dan kelainan darah antara lain leukopenia, agranulositopenia, eosinofilia, limfositosis, sindrom mononukleosis atipik, trombositopenia. c.Sediaan dan posologi dalam bentuk tablet 500 mg dengan dosis oral 8-12g sehari. 33 8.Sikloserin a. Aktifitas bakteri in vitro, menghambat M.TB pada kadar 5-20 g/mL dengan menghambat sintesis dinding sel. b. Farmakokinetik baik dalam pemberian oral. Kadar puncak setelahpemberian obat 4-8 jam. Ditribusi dan difusi ke seluruh cairan dan jaringan baik. Ekskresi maksimal dalam 2-6 jam, 50% melalui urin dalam bentuk utuh. c. Efek samping SSP biasanya dalam 2 minggu pertama, dengan gejala somnolen, sakit kepala, tremor, vertigo, konvulsi, dll. d. Sediaan dan posologi bentu kapsul 250 mg, diberikan 2 kali sehari. Hasil terapi paling baik dalam plasma 25-30 g/mL. Kanamisin dan Amikasin Menghambat sintesis protein bakteri. Efek pada M. tb hanya bersifat supresif. e. Farmakokinetik melalui suntikan intramuskular dosis 500 mg/12 jam (15mg/kgBB/hr, atau dengan intravena selama 5 hr/mgg selama 2bulan,dan dilanjutkan dengan 1-1.5 mg 2 atau 3 kali/mgg selama 4 bulan. 9. Kapreomisin a. Efek samping nefrotoksisitas dengan tanda nnaiknya BUN, menurunnya klirens kreatinin dan albuminuria. Selain itu bisa terjadi hipokalemia, ujifungsi hati buruk, eosinogilia, leukositosis, leukopenia, dan trombositopenia. Pengobatan kombinasi Kategori I 2RHZE/ 4R3H3 TB paru BTA (+) kasus baru TB paru BTA(-), foto thorax (+), Kasus baru TB ekstra paru ringan dan berat Kategori II (2RHZES/1RHZE)/ 5R3H3E3 Pasien kambuh Pasien default Pasien gagal pengobatan Kategori IV TB MDR (TB multidrug resistant) Paduan OAT yang digunakan di Indonesia Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Penanggulangan Tuberkulosis di Indonesia: Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3. Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3. Disamping kedua kategori ini, disediakan paduan obat sisipan (HRZE) Kategori Anak: 2HRZ/4HR Pengobatan TBC pada orang dewasa Kategori 1 : 2HRZE/4H3R3 34 Selama 2 bulan minum obat INH, rifampisin, pirazinamid, dan etambutol setiap hari (tahap intensif), dan 4 bulan selanjutnya minum obat INH dan rifampisin tiga kali dalam seminggu (tahap lanjutan). Diberikan kepada: o Penderita baru TBC paru BTA positif. o Penderita TBC ekstra paru (TBC di luar paru-paru) berat. Kategori 2 : HRZE/5H3R3E3 Diberikan kepada: o Penderita kambuh. o Penderita gagal terapi. o Penderita dengan pengobatan setelah lalai minum obat. Kategori 3 : 2HRZ/4H3R3 Diberikan kepada: o Penderita BTA (+) dan rontgen paru mendukung aktif. Pengobatan TBC pada anak Adapun dosis untuk pengobatan TBC jangka pendek selama 6 atau 9 bulan, yaitu: 1.2HR/7H2R2 : INH+Rifampisin setiap hari selama 2 bulan pertama, kemudian INH +Rifampisin setiap hari atau 2 kali seminggu selama 7 bulan (ditambahkan Etambutol bila diduga ada resistensi terhadap INH). 2.2HRZ/4H2R2 : INH+Rifampisin+Pirazinamid: setiap hari selama 2 bulan pertama, kemudian INH+Rifampisin setiap hari atau 2 kali seminggu selama 4 bulan (ditambahkan Etambutol bila diduga ada resistensi terhadap INH). Pengobatan TBC pada anak-anak jika INH dan rifampisin diberikan bersamaan, dosis maksimal perhari INH 10 mg/kgbb dan rifampisin 15 mg/kgbb. Dosis anak INH dan rifampisin yang diberikan untuk kasus: TB tidak berat INH : 5 mg/kgbb/hari Rifampisin : 10 mg/kgbb/hari TB berat (milier dan meningitis TBC) INH : 10 mg/kgbb/hari Rifampisin : 15 mg/kgbb/hari Dosis prednison : 1-2 mg/kgbb/hari (maks. 60 mg) 35 Dosis obat antituberkulosis (OAT) Dosis harian Obat (mg/kgbb/hari) Dosis 2x/minggu (mg/kgbb/hari) Dosis 3x/minggu (mg/kgbb/hari) INH 5-15 (maks 300 mg) 15-40 (maks. 900 mg) 15-40 (maks. 900 mg) Rifampisin 10-20 (maks. 600 mg) 10-20 (maks. 600 mg) 15-20 (maks. 600 mg) Pirazinamid 15-40 (maks. 2 g) 50-70 (maks. 4 g) 15-30 (maks. 3 g) Etambutol 15-25 (maks. 2,5 g) 50 (maks. 2,5 g) 15-25 (maks. 2,5 g) Streptomisin 15-40 (maks. 1 g) 25-40 (maks. 1,5 g) 25-40 (maks. 1,5 g) LO.4.8 Komplikasi Penyakit TB paru bila tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan komplikasi: komplikasi dini dan komplikasi lanjut. Komplikasi dini: pleuritis, efusi pleura, empiema, laryngitis, usus, Poncet’s arthropathy Komplikasi lanjut: obstruksi jalan napas SOPT (Sindrom Obstruksi Pasca Tuberkulosis), kerusakan parenkim hebat SOPT/fibrosis paru, corpulmonal, amiloidosis, karsinoma paru, sindrom gagal napas dewasa (ARDS), sering terjadi TB milier dan cavitas TB. (Bahar, 2014) LO.4.9 Pencegahan Pencegahan Primer : Pencegahan primer merupakan upaya yang dilaksanakan untuk mencegah timbulnya penyakit pada populasi yang sehat. Pengendalian melalui perundang-undangan (legislative control) : Undang-Undang No. 14 tahun 1969 Tentang ketentuan-ketentuan pokok tenaga kerja. Undang-Undang No.1 tahun 1970 tentang Keselamatan kerja Undang-Undang No.23 tahun 1992 tentang Kesehatan Peraturan Menteri Kesehatan tentang hygiene dan saniasi lingkungan Pengendalian melalui administrasi/organisasi (administrative control): Pesyaratan penerimaan tenaga kerja Pencatatan pelaporan Monitoring dan evaluasi Pengendalian secara teknis (engineering control), antara lain : Sistem ventilasi yang baik Pengendalian lingkungan keja 36 Pengendalian melalui jalur kesehatan (medical control), antara lain : Pendidikan kesehatan : kebersihan perorangan, gizi kerja, kebersihan lingkungan, caraminum obat dll. Pemeriksaan kesehatan awal, berkala & khusus (anamnesis, pemeriksaan fisik,pemeriksaan laboratorium rutin, tuberculin test)Peningkatan gizi pekerja Penelitian kesehatan Pencegahan sekunder Pencegahan sekunder adalah upaya untuk menemukan penyakit TBC sedini mungkinmencegah meluasnya penyakit, mengurangi bertambah beratnya penyakit, diantaranya: Pengawasan dan penyuluhan untuk mendorong pasien TBC bertahan pada pengobatanyang diberikan (tingkat kepatuhan) dilaksanakan oleh seorang “Pengawas Obat” atau juru TBC Pengamatan langsung mengenai perawatan pasien TBC di tempat kerja Case-finding secara aktif, mencakup identifikasi TBC pada orang yang dicurigai danrujukan pemeriksaan dahak dengan mikroskopis secara berkala. Membuat “Peta TBC”, sehingga ada gambaran lokasi tempat kerja yang perluprioritas penanggulangan TBC bagi pekerja Pengelolaan logisti Pencegahan Tersier Rehabilitasi merupakan tingkatan terpenting pengontrolan TBC. Dimulai dengan diagnosis kasus berupa trauma yang menyebabkan usaha penyesuaian diri secara psikis, rehabilitasi penghibur selama fase akut dan hospitalisasi awal pasien, kemudian rehabilitasi pekerjaan yang tergantung situasi individu. Selanjutnya, pelayanan kesehatan kembali dan penggunaan media pendidikan untuk mengurangi cacat sosial dari TBC, serta penegasan perlunya rehabilitasi. Selain itu, tindakan pencegahan sebaiknya juga dilakukan untuk mengurangi perbedaan pengetahuan tentang TBC, yaitu dengan jalan sebagai berikut : 1. Perkembangan media. 2. Metode solusi problem keresistenan obat. 3. Perkembangan obat Bakterisidal baru. 4. Kesempurnaan perlindungan dan efektifitas vaksin. 5. Pembuatan aturan kesehatan primer dan pengobatan TBC yang fleksibel. 6. Studi lain yang intensif. 7. Perencanaan yang baik dan investigasi epidemiologi TBC yang terkontrol. LO.4.10 Prognosis Prognosis umumnya baik jika infeksi terbatas di paru, kecuali jika infeksi disebabkan oleh strain resisten obat atau terjadi pada pasien berusia lanjut, dengan debillitas, atau mengalami gangguan kekebalan yang berisiko tinggi menderita tuberkulosis miliare (Robbins, 2007) 37 LI.5. Memahami dan Menjelaskan Program Pemerintah tentang TB di Puskesmas LO.5.1 Tujuan Tujuan program: menurunkan angka kesakitan, kematian dan kecacatan akibat penyakit menular dan penyakit tidak menular. Prioritas penyakit menular yang akan ditanggulangi adalah Malaria, demam berdarah dengue, diare, polio, filaria, kusta tuberkulosis paru, HIV/AIDS, pneumonia, dan penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Prioritas penyakit tidak menular yang ditanggulangi adalah penyakit jantung dan gangguan sirkulasi, diabetes mellitus, dan kanker. LO.5.2 Sasaran dan Target Sasaran program penanggulangan TB adalah tercapainya penemuan pasienn baru TB BTA positif paling sedikit 70 % dari perkiraan dab nebtenvygjab 85 % dari semua pasien tersebut serta mempertahankannya. Target ini diharapkan dapat menurunkan tigkat prevalensi dan kematian akibat TB. LO.5.3 Program P2M Prinsip dasar program P2M a) Pelaksana program adalah Kelompok Puskesmas Pelaksana yang terdiri dari Puskesmas Rujukan Mikroskopis (PRM) dan Puskesmas Satelit (PS). Diagnosis hanya dilakukan di PRM, PS hanya membuat slide serta memfiksasi saja. b) Pencarian penderita dilakukan secara pasif di sarana kesehatan. Diagnosis BTA secara mikroskopis bila ditemukan kuman dengan 3 kali pemeriksaan dahak yang berbeda (dahak sewaktu, pagi dan sewaktu) dan paling sedikit 2 kali posi tif disebut kasus BTA(+). c) Kasus BTA(–) bila 3 kali pemeriksaan dahak hasilnya semua Negative tapi pada pemeriksaan Röntgen terdapat tanda TB aktif di parunya. d) Pengecatan dengan Ziehl Neelsen dan pemeriksaan kuman dengan mikroskop binokuler. e) Tipe kasus dibedakan kasus banu, kasus kambuh/gagal, kasus BTA(–) tapiRontgen f) Follow up pengobatan dilakukan secara ketat pada akhir fase intensif dan dua bulan sebelum akhir pengobatan dan akhir pengobatan, setiap follow up pemeriks aan dahak dilakukan dua kali (dahak sewaktu dari pagi). g) Supervisi pelaksanaan program dilakukan oleh petugas tingkat II secara ketat (3 bulan sekali). h) Pengawasan langsung keteraturan berobat (DOTS : Directly ObservedTreatment Short- Course) oleh petugas kesehatan atau keluarganya. LO.5.4 Peran PMO a. Persyaratan PMO Seseorang yang dikenal, dipercaya dan disetujui, baik oleh petugas kesehatan maupun pasien, selain itu harus disegani dan dihormati oleh pasien. Seseorang yang tinggal dekat dengan pasien. Bersedia membantu pasien dengan sukarela. Bersedia dilatih dan atau mendapat penyuluhan bersama-sama dengan pasien. 38 b. Siapa yang bisa menjadi PMO Sebaiknya PMO adalah petugas kesehatan, misalnya Bidan di Desa, Perawat, Pekarya Sanitarian, Juru Immunisasi, dan lain lain. Bila tidak ada petugas kesehatan yang memungkinkan, PMO dapat berasal dari kader kesehatan, guru, anggota PPTI, PKK, atau tokoh masyarakat lainnya atau anggota keluarga. c. Tugas seorang PMO Mengawasi pasien TB agar menelan obat secara teratur sampai selesai pengobatan. Memberi dorongan kepada pasien agar mau berobat teratur. Mengingatkan pasien untuk periksa ulang dahak pada waktu yang telah ditentukan. Memberi penyuluhan pada anggota keluarga pasien TB yang mempunyai gejala-gejala mencurigakan TB untuk segera memeriksakan diri ke Unit Pelayanan Kesehatan. Tugas seorang PMO bukanlah untuk mengganti kewajiban pasien mengambil obat dari unit pelayanan kesehatan. d. Informasi penting yang perlu dipahami PMO untuk disampaikan kepada pasien dan keluarganya: TB dapat disembuhkan dengan berobat teratur. TB bukan penyakit keturunan atau kutukan. Cara penularan TB, gejala-gejala yang mencurigakan dan cara pencegahannya. Cara pemberian pengobatan pasien (tahap intensif dan lanjutan). Pentingnya pengawasan supaya pasien berobat secara teratur. Kemungkinan terjadinya efek samping obat dan perlunya segera meminta pertolongan ke UPK. LI.6. Memahami dan Menjelaskan Etika batuk dalam Pandangan Islam Langkah 1 Sedikit berpaling dari orang yang ada disekitar anda dan tutup hidung dan mulut anda dengan menggunakan tissue atau saputangan atau lengan dalam baju anda setiap kali anda merasakan dorongan untuk batuk atau bersin. Langkah 2 Segera buang tissue yang sudah dipakai ke dalam tempat sampah. Langkah 3 Tinggalkan ruangan/tempat anda berada dengan sopan dan mengambil kesempatan untuk pergi cuci tangan di kamar kecil terdekat atau menggunakan gel pembersih tangan. Langkah 4 Gunakan masker Tips & Peringatan Ajarkan anak-anak cara yang tepat untuk batuk dan bersin untuk membantu mengurangi penyebaran penyakit di udara. Bersin pada lengan baju bagian dalam adalah cara penting untuk membantu mengurangi penyebaran penyakit udara di seluruh dunia. Jika menggunakan tissue, itu hanya boleh digunakan sekali dan diikuti segera dengan mencuci tangan dan membuang tissue pada tempat sampah. 39 Artinya :“Diriwayatkan dari Malik Al Asy’ari dia berkata, Rasulullah saw. bersabda : Kebersihan adalah sebagian dari iman dan bacaan hamdalah dapat memenuhi mizan (timbangan), dan bacaan subhanallahi walhamdulillah memenuhi kolong langit dan bumi, dan shalat adalah cahaya dan shadaqah adalah pelita, dan sabar adalah sinar, dan Al Quran adalah pedoman bagimu.” (HR. Muslim)” 40 DAFTAR PUSTAKA Setiati, dkk. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I edisi VI. Jakarta : Interna Publishing Gunawan SG, Setiabudi R, Nafraldi. 2008. Farmakologi dan Terapi ed. 5. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Ethel, Sloane. Anatomi dan Fisiologi Pemula. EGC. Jakarta Brooks, Geo F, Janet S. Butel, Stephen A Morse. 2008. Jawetz, Melnick,& Adelberg Mikrobiologi Kedokteran ed.23, ab. Huriawati Hartanto, dll. Jakarta: EGC Raden, Inmar. Anatomi Kedokteran Sistem Respiratorius. Jakarta : Universitas Yarsi Price , Selvia A, Lorraine M. Wilson . 2006. Patofisiologi vol 1, ed VI, ab. Brahmn U.Pendit et al. Jakarta:EGC Eroschenko, VP. 2010. Atlas Histologi diFiore. Ed. 11.Jakarta : EGC Junqueira LC, Carneiro J. Histologi Dasar Teks & Atlas. 10th ed. Jakarta: EGC; 2007. p. 335-54. Depkes RI. 2002. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberculosis. 2007. Departemen Kesehatan Republic Indonenesia. Bakti Husada. Kumar, Vinay, dkk. 2007. Buku Ajar Patologi Robbins Volume 2 Edisi 7. Jakarta: EGC. 41