Tanggal Praktikum 02/04/2019 Tanggal Laporan 09/04/2019 PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENYEMPURNAAN TEKSTIL I “Pengaruh Kain Kapas dan Poliester pada Proses Penyempurnaan Tahan Api” LAPORAN ditulis untuk memenuhi nilai mata kuliah Praktikum Teknologi Penyempurnaan 1 Oleh KELOMPOK 2 (DUA) Alya Rizkiyani NIM. 17020010 Ayuniasari Fauzi NIM. 17020016 Bakhti Ringkang Akbar NIM. 17020017 Cakra Bayu Pamungkas NIM. 17020019 Group : 2K1 Dosen : Wulan S.,S.ST,M.T. Asisten :1. Mia K.,S.ST. 2. Desiriana PROGRAM STUDI KIMIA TEKSTIL POLITEKNIK STT TEKSTIL BANDUNG 2019 BAB I PENDAHULUAN I. Maksud dan Tujuan 1.1. Maksud Melakukan penyempurnaan tahan api pada kain kapas dan poliester untuk memberikan efek tahan api pada bahan. 1.2. Tujuan Mendapatkan hasil analisa pengaruh kain yang digunakan pada penyempurnaan tahan api pada kain kapas dan poliester berdasarkan evaluasi uji bakar (sifat nyala api). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Serat Kapas Serat kapas mentah memiliki kandungan utama berupa selulosa, selain itu terdapat pektin, lemak/malam, pigmen alam, mineral dan air. Komposisi serat kapas berbeda-beda tergantung dari berbagai hal, antara lain jenis tanaman kapasnya, kondisi tanah, cuaca, kualitas air untuk irigasi, dan pupuk yang digunakan. Serat kapas memiliki morfologi penampang melintang dan membujur yang sangat bervariasi. Namun, pada umumnya penampang membujur serat ini berbentuk pita berpilin sedangkan penampang melintangnya berbentuk seperti ginjal. Penampang melintang yang berbentuk ginjal ini terdiri dari kutikula, dinding primer, dinding sekunder, dan lumen. 2.1.1. Struktur Kimia Molekul Serat Kapas Serat kapas tersusun atas selulosa yang komposisi diketahui sebagai zat yang terdiri dari unit-unit anhidro-beta-glukosa dengan rumus empiris (C6H10O5)n dengan n adalah derajat polimerisasi yang tergantung dari besarnya molekul. Selulosa dengan rumus empiris (C6H10O5)n merupakan suatu rantai polimer linier yang tersusun dari kondensat molekul-molekul glukosa yang dihubungkan oleh jembatan oksigen pada posisi atom karbon nomor satu dan empat. Stuktur rantairantai molekul selulosa disusun dan diikat satu dengan yang lainnya melalui ikatan Van der Waals. Struktur kimia dari selulosa dapat dilihat pada gambar dibawah ini : Gambar 1. Struktur kimia serat selulosa Setiap satuan glukosa mengandung tiga gugus hidroksil (-OH). Gugus hidroksil pada atom karbon nomor lima merupakan alkohol primer (-CH2OH), sedangkan pada posisi 2 dan 3 merupakan alkohol sekunder (HCOH). Kedua jenis alkohol tersebut mempunyai tingkat kereaktifan yang berbeda. Gugus hidroksil alkohol primer lebih reaktif daripada gugus hidroksil alkohol sekunder. Gugus hidroksil merupakan gugus fungsional yang sangat menentukan sifat kimia serat kapas, sehingga serat selulosa dinotasikan sebagai sel-OH dalam penulisan mekanisme reaksi. Struktur selulosa merupakan rantai dari glukosa yang panjang dan membentuk cincin yang dihubungkan oleh atom-atom oksigen. Pada ujung rantai yang mengandung aldehida yang mempunyai gugus pereduksi, sedangkan pada rantai bagian tengah mempunyai gugus hidroksil. Bila rantai tersebut dipecah menjadi dua atau lebih dengan suatu proses kimia maka ujung-ujung rantai akan terhapus membentuk gugusan aldehida atau karboksilat. 2.2. Serat Poliester Serat poliester merupakan suatu polimer yang mengandung gugus ester dan memiliki keteraturan struktur rantai yang menyebabkan rantai-rantai mampu saling berdekatan,sehingga gaya antar rantai polimer poliester dapat bekerja membentuk struktur yang teratur. Poliester merupakan serat sintetik yang bersifat hidrofob karena terjadi ikatan hidrogen antara gugus – OH dan gugus – COOH dalam molekul tersebut.Oleh karena itu serat poliester sulit didekati air atau zat warna.Serat ini dibuat dari asam tereftalat dan etilena glikol. Sifat poliester No Sifat Fisika Poliester 1 Elektrostatis Mempunyai elektrostatik yang cukup tinggi 2 Berat Jenis 1,38 g/cm3 3 Kekuatan Tarik dan Mulur Kekuatan tarik sekitar 4.5 – 7.5 g/denier, sedangkan mulurnya 25 % - 75 %. 4 Morfologi Berbentuk silinder dengan penampang melintang Bulat 5 RH 65 2 % dan suhu 20 oC 1 % , MR 0.4 % Moisture Regain RH 100 % , MR 0.6 % - 0.8 % 6 Derajat Kristalinitas Sangat penting, karena berbengaruh terhadap daya serap zw, mulur, stabilitas dimensi, kekuatan tarik, dll. 7 tahan panas sampai suhu 220oC suhu 230-240 oC Pengaruh Panas poliester melunak, suhu 260oC poliester meleleh. 8 Elastisitas No Sifat Kimia 1 Pengaruh alkali Elastisitas yang baik Poliester Tahan terhadap alkali lemah, terhidrolisa esternya pada alkali kuat 2 Pengaruh asam Tahan asam lemah dan asam kuat namun suhu rendah. 3 Titik leleh 2500C 4 Zat organik Akan lartut dalam zat organik seperti metakresol, asam triflouroasetat–klorofenil dan campuran triokhlorofenol dengan fenol dan campuran tetra kloro etana dengan Fenol 2.3 Penyempurnaan Tahan Api Kain mudah terbakar (flammable) adalah kain yang akan terus terbakar meskipun tanpa dibantu bila terkena api. Sedangkan kain tahan api atau non flammable (flame proof fire resistant) merupakan kain yang tidak terbakar bila dikenai api. Flame retardant adalah istilah yang dipakai untuk menerangkan sifat tidak mudah terbakar pada kain, dimana pembakaran berlangsung lambat dan api akan mati dengan sendirinya bila sumber nyala api ditiadakan. Pada peristiwa pembakaran kain terjadi dekomposisi kimia serat dan menghasilkan suatu bahan tertentu yang mudah menguap dan dapat terbakar. Bila nyala api dipadamkan maka akan meninggalkan residu seperti karbon. Sifat kain pada pembakaran ditentukan oleh jumlah bahan yang menguap dan perlu diketahui bahwa sisa pembakaran (arang) juga dapat membara dan meneruskan pembakaran. Pembakaran akan berlangsung cepat jika struktur kain mendukung penyimpanan udara atau oksigen sehingga meneruskan pembakaran setelah terjadi proses penyalaan pada kain, misalnya pada kain yang permukaannya berbulu (napped pile) atau kain yang strukturnya terbuka. Proses Terbakarnya Bahan Tekstil Proses pembakaran pada dasarnya terdiri dari proses pemanasan, dekomposisi, penyalaan dan perambatan. Panas yang timbul akibat adanya sumber dari luar akan menyebabkan proses pembakaran. Panas akan menaikkan suhu bahan tekstil sampai degradasi dan dekomposisi pada struktur polimer, dimana dari polimer selulosa biasanya akan terbentuk sisa karbon. Selanjutnya padatan akan terurai menghasilkan gas, baik gas yang mudah terbakar maupun tidak. Jumlah relative dari gas yang mudah terbakar maupun tidak mudah terbakar yang dihasilkan tergantung pada sifat serat, kondisi lingkungan dan zat kimia yang digunakan. Proses pembakaran biasanya dibagi menjadi proses menyala (flaming), membara (glowing) dan memijar (smoldering). Nyala (flame) Menyala adalah proses pembakaran yang digambarkan sebagai suatu proses terbakarnya gas yang terurai dipermukaan. Proses dekomposisi thermal yang terjadi pada selulosa selalu didahului oleh proses nyala. Proses nyala ini menghasilkan gas, cairan, arang dan padatan. Penyalaan merupakan proses pembakaran yang terjadi secara eksotermis yang terdiri dari uap yang mudah terbakar dan terurai dipermukaan bahan tekstil. Bara (glow) Membara merupakan proses eksotermis yang terjadi dipermukaan dan berada pada fase gas yang hanya berad diatas permukaan. Keadaan ini berlangsung dalam kondisi jumlah oksigen yang melimpah. Bahan tekstil dengan penyempurnaan tahan bara sering diperoleh bersama-sama dengan sifat tahan nyala api. Zat penghambat nyala yang berfungsi sebagai penghambat bara misalnya fosfat, tetapi beberapa dari jenis lainnya seperti sufamat, mempunyai daya penahan bara yang kecil. Panas pembakaran pada selulosa sekitar 400 – 500 o C, sedangkan suhu nyala bara api sekitar 600 oC.. Pijar (smolder) Proses pemijaran secara umum terjadi dibawah permukaan dan biasanya dalam kondisi persediaan oksigen yang sangat sedikit. Proses pemijaran ini terjadi secar lambat, dan biasanya disertai dengan keluarnya asap, tetapi tanpa disertai adanya nyala atau bara.kemampuan meneruskan pemijaran sangat dipengaruhi oleh adanya panas dari reaksi eksotermis yang ditahan didekat area yang sdang berpijar. Suhu minimum yang dibutuhkan untuk mempertahankan pemijaran dipengaruhi oleh karakteristik bahan ketika mengalami prosesoksidasi dan jumlah oksigen yang ada. Pada kondisi kandungan okasigen yang lebih besar, dengan suhu yang lebih rendah proses pembaraan dapat bertahan lebih lama. Metoda yang baik yang dapat digunakan untuk mencegah proses penijaran adalah dengan menghilangkan panas dengan segera dari daerah yang mengalami proses oksidasi. BAB III PERCOBAAN 3.1 Alat dan Bahan 3.1.1 Alat 1. Gelas Ukur 2. Piala gelas 3. Batang pengaduk 4. Neraca 5. Baki 6. Mesin Padder 7. Mesin Stenter 8. Alat uji sifat nyala 3.1.2 Bahan 1. Resin Acrilic Fosfat (Pyroguard FP-710) 2. Kain Kapas 3. Kain Poliester 4. Air 3.2 Diagram Alir Proses PERSIAPAN ALAT DAN BAHAN PEMBUATAN LARUTAN TAHAN API PERENDAMAN BAHAN DALAM LARUTAN TAHAN API PROSES PADDING DYRING (100°C, 2 menit) CURING (170°C, 2 menit) EVALUASI (Uji Sifat Nyala) Gambar 3 Diagram Alir Proses Penyempurnaan Tahan Api 3.3 Resep 3.3.1 Resep Penyempurnaan Tahan Api Acrilic Fosfat : 500 g/L Pengeringan : 100°C, 2 menit Pemanasawetan : 170°C, 2 menit 3.3.2 Resep Pencucian Teepol : 1 cc/L Na2CO3 : 1 g/L 3.4 Fungsi Zat Resin Acrilic Fosfat : Sebagai resin tahan api yang memberikan sifat tahan api pada kain Urea : Menyangga Reaksi dan mengurangi kerusakan serat Teepol : Bahan yang akan menghilangkan sisa resin yang mungkin masih menempel di permukaan Na2CO3 : Memberikan suasana alkalis pada proses pencucian, membantu menghilangkan sisa-sisa zat kimia yang menempel pada permukaan kain. 3.5 Skema Proses Gambar 4. Skema Proses Penyempurnaan Tahan Api BAB IV DATA PERCOBAAN 4.1 Uji Sifat Nyala Api Berikut adalah data percobaan dari uji sifat nyala kain pada tiap variasi yang dilakukan pada proses penyempurnaan kain tahan api. Tabel 2. Data uji sifat nyala kain pada tiap variasi kain Kain Waktu Nyala Api (detik) Kapas Poliester Blanko 16,04 Tanpa pencucian 29,54 Dengan pencucian 29,37 Blanko 27,11 Tanpa pencucian 0,55 Dengan pencucian 23.95 Berdasarkan data percobaan diatas, maka didapatkan hasil uji nyala api pada kain kapas dan kain poliester pada proses penyempurnaan kain tahan api dalam bentuk grafik berikut 35 30 27,11 Nilai Uji Siram 25 20 16,04 15 10 5 0 kapas poliester Variasi kain Gambar 5. Grafik hubungan antara kain yang digunakan dengan uji nyala api pada proses penyempurnaan kain tahan api Tabel 3. Data panjang pembakaran tiap variasi kain Kain Kapas Poliester Blanko Tanpa pencucian Panjang pembakaran (cm) Panjang awal kain Panjang kain terbakar 32 28 32 32 Dengan pencucian 35,8 29,7 Blanko 37 28 Tanpa pencucian 32 8,5 Dengan pencucian 32 32 BAB V DISKUSI Pada praktikum penyempurnaan kain tahan pi ini digunakan variasi jenis kain yaitu kain kapas dan kain poliester dengan resin acrilic fosfat (Pyroguard FP-710). Suatu kain dilakukan penyempurnaan tahan api bertujuan agar kain tersebut memiliki kemampuan untuk tidak meneruskan nyala api. Prinsip kerja penyempurnan tolak api yaitu resin acrilic fosfat akan bereaksi dengan gugus-gugus utama dalam polimer-polimer serat sehingga terjadi ikatan secara kovalen antara polimer-polimer serat dengan resin. Dengan memvariasikan jenis kain yaitu kain kapas yang berasal dari serat selulosa dan kain poliester, didapatkan hasil uji nyala api pada poliester lebih baik dibandingkan uji nyala api pada kapas. Kain poliester tanpa pencucian hasil uji nyala api menunjukkan waktu yang paling sebentar, api yang menyala pada kain berdurasi sangat singkat sehingga kain tidak meneruskan api yang berarti penyempurnaan tahan api dengan resin acrilic fosfat kurang tahan terhadap pencucian, sedangkan pada kain kapas hasil uji nyala api menunjukkan hasil nyala api yang lama dan pada kain kapas setelah diberikan resin tetap meneruskan api. Hal ini dapat disebabkan tidak terjadinya reaksi antara resin acrilic fosfat dengan polimer selulosa. Namun resin acrilic fosfat ini cenderung tidak tahan terhadap pencucian. Hal ini dapat dilihat dari hasil uji nyala api pada kain kapas maupun poliester yang menghasilkan nyala apai yang lebih lama dibandingkan kain tanpa proses pencucian. Hal ini menunjukkan resin yang berikatan pada serat telah hilang. Maka berdasarkan hasil percobaan penyempurnaan tahan api ini, kain poliester memiliki sifat tahan terhadap api yang lebih baik dibaningkan kain kapas setelah dilakukan proses penambahan resin acrilic fosfat. Hal ini disebabkan resin acrilic fosfat memiliki sifat gugusan yang cenderung hidrofob, menyebabkan resin acrilic fosfat cenderung akan bereaksi dengan serat yang bersifat hidrofob sehingga resin acrilic fosfat akan bereaksi dengan serat poliester dan tidak terjadi reaksi antara resin acrilic fosfat yang bersifat hidrofob dengan serat kapas yang bersifat hidrofil. BAB VI KESIMPULAN Berdasarkan hasil percobaan penyempurnaan tahan api pada kain kapas dan poliester dengan resin Acrilic Fosfat, dapat disimpulkan bahwa sifat tahan api yang optimum terdapat pada kain poliester tanpa pencucian dengan waktu pembakaran 0,55 detik dan panjang pembakaran 8,5 cm.