A. Pendahuluan 1. Latar Belakang Dalam penulisan penelitian penulis sekiranya mempunyai empat alasan dalam latar belakang, latar belakang tersebut memiliki kaitan tentang penulisan penelitian, maka untuk alasan pertama yaitu, ada perbuatan melawan hukum. Alasan kedua yaitu, banyak sekali bentuk-bentuk dari pemalsuan, lalu apakah bentuk pemalsuan akta autentik sudah diatur didalam KUHP, jika dilihat, kalua KUHP belum mengatur tindak pidana pemalsuan akta autentik maka disini ada situasi atau keadaan hokum ketinggalan zaman out of date. Maksudnya ada perkembangan baru dalam peradaban manusia. Namun, perkembangan baru tersebut tidak mendapat perhatian hukum. Alasan ketiga yaitu, ada konflik dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang delik tertentu. Sebagai contoh dalam setiap putusan pengadilan khusunya putusan pengadilan pidana selalu saja ada konflik peraturan perundangundangan. Disatu sisi penuntut umum yang mewakili negara berpendirian bahwa telah terjadi tindak pidana atau pelanggaran hukum pidana dalam KUHP. Namun, disisi yang lain terdakwa maupun penasehat hukumnya yang notabene seorang ahli hukum karena harus membela kepentingan kliennya merasa yakin pula tidak ada pelanggaran hukum pidana dalam KUHP. Alasan keempat adalah ada kekaburan konsep dalam peraturan perundang-undangan. 2. Rumusan Masalah Bagaimana tindak pidana pemalsuan akta autentik? 3. Tujuan Penelitian Menggambarkan dan menganalisis tindak pidana pemalsuan akta autentik. B. Metode Penelitian Penelitian hukum berbeda dengan penelitian ilmu-ilmu lain. Termaksud berbeda dengan penelitian dalam ilmu sosial. Orang mengatakan bahwa sifat yang berbeda itu adalah Sui Generis, atau unik. Penelitian hukum tidak dapat disamakan dengan penelitian ilmu lain. Jenis penelitian hukum adalah jenis penelitian normative yang dicari dalam penelitian ini hanya norma dan asas hukum yaitu delik-delik dalam KUHP. Penelitian hukum normatif meneliti bahan hukum primer yaitu undang-undang. Undang-undang yang diteliti adalah undang-undang dalam putusan pengadilan. Disamping undangundang adapula peraturan perundang-undang lainnya. Bahan hukum primer yang juga penting adalah putusan pengadilan. Hal ini sejalan dengan teori keadilan bermartabat. Teori itu mengatakan bahwa apabila bila orang mau mencari hukumnya, keadilannya maka keadilan itu harus dicari dalam jiwa bangsa dua wujud dari jiwa bangsa tersebut yaitu, satu pertauran perundang-undangan dan kedua yaitu, putusan pengadilan. Bahan hukum yang kedua yaitu bahan hukum sekunder. Dimaksud dengan bahan hukum sekunder adalah buku-buku teks yang ditulis oleh dosen yang mengampu mata kuliah tersebut. Dalam hal ini mata kuliah yang membahas delik- delik dalam KUHP. Selanjutnya bahan hukum yang ketiga yaitu bahan hukum tersier. Dimakusd dengan bahan hukum tersier adalah kamus, ensiklopedia, baik kamus hokum maupun kamus umum. Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: bagaimana tindak pidana pemalsuan akta autentik? Sedangkan tujuan penelitian ini adalah menggambarkan dan menganalisis tindak pidana pemalsuan akta autentik. C. Hasil Penelitian 1. Studi Pustaka a. Van Hattum pernah berpendapat tindak pidana ialah suatu peristiwa yang menyebabkan seseorang dipidana. Dalam rumusan Van Hattum ini yang dikemukakan bukan perbuatannya tetapi orangnya 1. Selanjutnya pengertian tindak pidana menurut Teguh Prasetyo “merupakan terjemahan straffbaar feit adalah diperkenalkan oleh pihak pemerintah C.Q Departemen Kehakiman2. Secara substansi, pengertian dari istilah peristiwa pidana lebih merujuk kepada suatu kejadian yang dapat ditimbulkan baik oleh peristiwa manusia maupun oleh gejala alam. Oleh karena itu, dalam percakapan sehari-hari sering didengar suatu ungkapan bahwa kejadian itu merupakan peristiwa alam3. Menurut Moeljatno perbedaan itu ditimbulkan karena perkataan ‘straafbaar’ dapat (dihukum). Itu secara resmi dipakai kata ‘feit’ 1 H. M. Rasyid Ariman, Hukum Pidana, Cetakan Kedua, Setara Press, Malang, 2016, hlm., 2 Teguh Prasetyo, Hukum Pidana, Cetakan ke-4, RajaGrafindo Persada, Depok, 2013, hlm., 62. 49. (perbuatan atau peristiwa) maupun terhadap orang yang melakukannya. Pompe berpendapat bahwa ‘tindak pidana ialah pebuatan yang dalam suatu ketentuan undang-undang dirumuskan dapat dipidana’4. Menurut J. C. T. Simorangkir, memberikan pengertian mengenai delik yaitu, tindak pidana atau perbuatan pidana, delik yang dalam rumusannya meletakkan titik berat pada akibat yang ditimbulkan oleh kelakuan sedangkan kelakuannya sendiri telah tersimpul dalam akibat itu.5 Pengertian kedua tentang tindak pidana adalah gerak-gerik atau tingkah laku dan gerak-gerik jasmani seseorang. Hal-hal tersenit terdapat juga seseorang untuk tidak berbuat, akan tetapi dengan tidak berbuatnya dia, dia telah melakukan tindak pidana.6 Tindak pidana artinya apa yang menjadi tanda yang membedakan tindakan-tindakan manusia sehingga ada yang dilarang dan diancam pidana dan adapula yang tidak7. Pengertian selanjutnya tentang delik adalah suatu perbuatan aktif atau pasif, yang untuk delik materiel disyaratkan terjadinya akibat yang mempunyai hubungan kausal dengan perbuatan, yang melawan hokum formil dan materiel, dan tidak adanya dasar yang membenarkan perbuatan itu.8 Kemudian menurut sudarsono dalam bacaanya memberikan pengertian delik yaitu perbuatan yang dapat dikenakan pidana karena merupakan pelanggaran terhadap 3 Ibid. H.M. Rasyid Ariman., Loc Cit. 5 J.C.T. Simorangkir, dkk., Kamus Hukum, cetakan ke-12, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hlm. 4 35. 6 Teguh Prasetyo, (2017), Loc Cit. H.M. Rasyid Arifin, Op Cit., hlm. 63-64. 8 Zainal Abidin, Hukum Pidana, cetakan ke-4, Sinar Grafika, Jakarta, 2014 7 undang-undang; tindak pidana; perbuatan pidana9. Moeljatno berpendapat bahwa, setelah memilih “perbuatan pidana” sebagai terjemahan dari “strafbaar feit”, beliau memberikan perumusan (pembatasan) sebagai perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana barangsiapa melanggar larangan tersebut dan perbuatan itu harus pula betul-betul dirasakan masyarakat sebagai perbuatan yang tak boleh atau menghambat akan terciptanya tata pergaulan masyarakat yang dicita-citakan oleh masyarakat itu.10 a. Pemalsuan Pemalsuan adalah suatu perbuatan yang disengaja meniru karya orang lain untuk tujuan tertentu tanpa izin yang bersangkutan (illegal) / melanggar hak cipta orang lain. b. Akta Akta adalah surat tanda bukti berisi pernyataan (keterangan, pengakuan, keputusan) resmi yang dibuat menurut peraturan yang berlaku, disaksikan dan disahkan oleh notaris atau pejabat pemerintah yang berwenang; kelahiran; perkawinan.11 Sedangkan dalam tulisan J. C. T. Simorangkir arti dari akta adalah naskah, piagam. Dalam hal ini tidak memberikan perluasan makna terkait arti akta. 9 Sudarsono, Kamus Hukum, Cetakan Ketujuh, Rineka Cipta, Jakarta, 2013, hlm. 92 10 Andi Sofyan, Nur Azisa., Buku Ajar Hukum Pidana, cetakan pertama, Pustaka Pena Press, Makassar, 2016, hlm., 99. 11 Sudarsono, Op Cit. hlm., 25. 1. Akta Bawah Tangan: tidak ada tuntutan formalitas 2. Akta Autentik Akta otentik adalah suatu akta yang dibuat didalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang dibuat oleh atau dihadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu ditempat dimana akta dibuatnya 12. Menurut sudarsono dalam tulisannya menyatakan bahwa akta otentik adalah akta yang dibuat oleh atau dihadapan pegawai umum yang berwenang membuat akta dalam bentuk yang ditentukan oleh Undang-Undang13. c. alat bukti (surat) Menurut Pasal 187 KUHAP, Surat sebagaimana tersebut pada Pasal 184 ayat (1) huruf c, dibuat atas sumpah jabatan atau dikuatkan dengan sumpah, adalah: berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh pejabat umum yang berwenang atau yang dibuat di hadapannya, yang memuat keterangan tentang kejadian atau keadaan yang didengar, dilihat atau yang dialaminya sendiri, disertai dengan alasan yang jelas dan tegas tentang keterangannya itu; surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang-undangan atau surat yang dibuat oleh pejabat mengenal hal yang termasuk dalam tata laksana yang menjadi tanggung jawabnya dan yang diperuntukkan bagi pembuktian sesuatu hal atau sesuatu keadaan. surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya 12 13 J.C.T. Simorangkir, dkk., Loc Cit hlm., 6. Sudarsono, Op Cit. mengenai sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta secara resmi dan padanya; surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya dengan isi dari alat pembuktian yang lain14. 2. Temuan Tindak Pidana Pemalsuan Akta Autentik Hasil penelitian yang dilakukan penulis terhadap tindak pidana pemalsuan akta autentik menemukan hal-hal sebagai berikut dibawah ini. Dalam putusan Nomor 991/K/PID/2001 diketahui bahwa tindak pidana yang terbukti adalah tindak pidana pemalsuan sebagai delik dalam KUHP. Tindak Pidana ini diatur di dalam Pasal 263 ayat (1) KUHP. dirumuskan: “barang siapa membuat surat palsu atau melalsukan surat dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan hutang atau yang diperuntukan sebagai bukti daripada sesuatu hal dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain, memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu, diancam jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian, karena pemalsuan surat, dengan pidana penjara paling lama enam tahun”15 atau memalsukan surat bahan hokum primer yaitu putusan pengadilan adalah sebagai berikut. PUTUSAN NOMOR: 991/K/PID/2001 Pokok masalah: Tindak pidana Lain-lain vide Pasal 263 ayat (1) KUHP, Kaidah Umum: Judex facti telah salah menerapkan hokum, terutama hokum pembuktian, yaitu hanya memerhatikan keterangan seorang saksi, sementara hak-hak saksi lainnya diabaikan, sekalipun semua saksi disumpah menurut agamanya masingmasing(unus testis nullus testis). PERTAMA: PRIMER: Bahwa ia, terdakwa alwi, selaku ahli waris alm. Suandi kongsi, dahulu bernama Khong Tong Tian, selaku presiden komisaris direkrut PT Kwala Gunung atau selaku presiden direktur PT Kwala Gunung, pada tanggal 14 November 1991 atau setidak-tidaknya pada waktu lain-lain dalam tahun 1991 dan pada tanggal 11 Januari 1995 atau setidak-tidaknya pada waktu-waktu lain dalam tahun 1995, bertempat di kantor notaris Djaidir, S.H., di Jalan Ahmad Yani VII No. 24 Medan,ataupun setidak-tidaknya pada salah satu tempat dalam daerah hokum pengadilan negeri medan yang berwenang memeriksa dan mengadilinya, melakukan atau turut melakukan perbuatan menyuruk memasukkan keterangan palsu ke dalam suatu akta autentik mengenai suatu hal yang kebenarannya harus ditanyakan oleh akta itu dengan maksud untuk memakai akta atau menyuruh orang lain memakai akta itu seolah-olah keterangannya sesuai dengan kebenaran dan pemakaian akta itu dapat menimbulkan kerugian,* Meskipun terdakwa mengetahui bahwa ia tidak berhak atas perusahaan tersebut karena sejak tanggal 24 Februari 1981 jabatan terdakwa selaku presiden komisaris telah berakhir dan belum ada pengangkatan lagi sampai saat ini dan selanjutnya terdakwa selaku salah seorang ahli waris alm. Suandi kongsi, tanpa 15 hlm. 82. Redaksi Bhafana Publishing, cetakan 2018, Bhafana Publishing, Perpustakaan Nasional, melalui rapat umum pemegang saham luar biasa dan tanpa persetujuan para ahli waris alm. Suandi kongsi yang lain, yaitu alm. Kosatria (yang dialihkan kepada istrinya, yaitu Ny. Subijaty). Lazuardi, Kurniadi dan Sumilan Awal serta Yayasan Sosial, tanggal 14 November 1991. Mengaku sebagai presiden komisaris PT. Kwala Gunung yang membawahi PT. Sijabut, PT. Sri Perlak, dengan pemberitahuan/pengumuman di harian Analisa tertanggal 16 Desember 1991 pada halaman 2 kolom 4 dan 5, setelah kematian alm. Suandi kongsi; sejak saat itu, segala urusan/kepemimpinan perusahaan diambil alih oleh terdakwa, selanjutnya terdakwa mengadakan rapat umum pemegang saham luar biasa dengan mengundang para ahli waris lainnya melalui surat kabar pos sebanyak 2 kali, yaitu terbitan 27 Desember 1984 untuk rapat umum pemegang sham yang dilaksanakan pada hari senin tanggal 2 januari 1995 dan terbitan tanggal 3 januari 1995, untuk eapat pemegang saham yang dilaksankan pada hari rabu tanggal 11 januari 1995 dan pada saat diadakan rapat pemegang saham tersebut tidak ada seorang ahli waris alm. Suandi kongsi yang lain dating, melaikan hanya hanya dihadiri oleh saksi Helena (istri terdakwa) dan saksi johan alwi (anak terdakwa), saksi cristo Ng dan saksi Soemarko dan dengan mempergunakan akta akta pendirian perseroan no. 64 tanggal 18 Oktober 1961 dan perubahannya pada tanggal 11 Januari 1995 terdakwa datang ke kantor notaris Djaidir, S.H., di Jalan Ahmad Yani VII No. 24 Medan, dan langsung meminta kepada notaris tersebut agar dicatat hasil keputsan rapat perseroan meskipun tanpa mengadakan rapat antara mereka telebih dahulu dan tanpa membawa hasil rapat secara formal, hanya lisan, maka dibuatkan akta Berita Acara Penggantian Pengurus PT Kwala Gunung dihadapan noaris Djaidir, SHn tersebut. SUBSIDER: Bahwa ia, terdakwa alwi, pada waktu dan tempat sebagaiman pada dakwaan pertam primer diatas dengan sengaja menggunakan surat palsu atau yang dipalsukan yang dapat menerbitkan sesuatu perjanjian/kewajiban atau yang boleh dipergunakan sebagai keterangan suatu perbuatan seolah-oleh surat itu asli tidak dipalsukan, seolaholah surat itu tidak dipalsukan, seolah-olah keterangannya sesuai dengan kebenaran, dan pemakaian akta itu dapat menimbulkan kerugian,* Meskipun terdakwa mengetahui bahwa ia tidak berhak atas perusahaan tersebut karena sejak tanggal 24 Februari 1981 jabatan terdakwa selaku presiden komisaris telah berakhir dan belum ada pengangkatan lagi sampai saat ini, dan selanjutnya terdakwa salah seorang ahli waris alm. Suandi kongsi, tanpa melalui rapat umum pemegang saham luar biasa dan tanpa ahli waris alm. Suandi kongsi yang lain, yaitu alm. Kosatria (yang dialihkan kepada istrinya yaitu ny. Subijty), lazuardi kurniadi dan sumilan awal serta yayasan sosial, tanggal 14 November 1991 mengaku sebagai presiden komisaris PT Kwala Gunung yang membawahi PT Sijabut dan PT Sri Perlak dengan pemberitahuan/pengumuman di harian Analisa tertanggal 16 desember 1991 pada halaman 2 kolom 4 dan 5, setelah kematian alm. Suandi kongsi ; sejak saat itu, segala urusan/kepemimpinan perusahaan diambil alih oleh terdakwa selanjutnya terdakwa mengadakan rapat umum pemegang saham luar biasa dengan mengundang para ahli waris lainnya melalui surat kabar pos sebanyak 2 kali yaitu terbitan tanggal 27 desember 1984 untuk rapat pemegang saham yang dilaksanakan pada hari senin tanggal 2 januari 1995 dan terbitan tanggal 3 januari 1995 untuk rapat pemegang saham tersebut tidak ada seorang ahli waris alm. Suandi kongsi yang lain dating, melaikan hanya hanya dihadiri oleh saksi Helena (istri terdakwa) dan saksi johan alwi (anak terdakwa), saksi cristo Ng dan saksi Soemarko dan dengan mempergunakan akta akta pendirian perseroan no. 64 tanggal 18 Oktober 1961 dan perubahannya pada tanggal 11 Januari 1995 terdakwa datang ke kantor notaris Djaidir, S.H., di Jalan Ahmad Yani VII No. 24 Medan, dan langsung meminta kepada notaris tersebut agar dicatat hasil keputsan rapat perseroan meskipun tanpa mengadakan rapat antara mereka telebih dahulu dan tanpa membawa hasil rapat secara formal, hanya lisan, maka dibuatkan akta Berita Acara Penggantian Pengurus PT Kwala Gunung dihadapan noaris Djaidir, SHn tersebut. MENIMBANG: Bahwa terhadap keberatan-keberatan. Mahkamah Agung berpendapat bahwa keberatan-keberatan tersebut dapat dibenerkan, oleh karena judek facti telah salah menerapkan hokum, terutama hokum pembuktian, karena: I. perbuatan terdakwa alwi menempatkan keterangan pals uke dalam suatu akta, yakni dalam akta no. 37 Tahun 1995 (surat bukti V), dengan mengabaikan hak ahli waris lainnya, dengan cara: segala urusan/kepengurusan diambil alih oleh terdakwa, sehingga mengakibatkan kerugaian para ahli waris lainnya (vide keterangan saksi I : Djoedjoe Widyadikrama Kurniadi, vide surat bukti IV halaman 387); II. Akta no. 37 Tahun 1995 (surat Bukti V) isinya bertentangan dengan surat wasiat tahun 1982, yang menyatakan bahwa masing-masing ahli waris mendapat bagian waris (vide keterangan saksi II: Lazuardi); III. Akta no.37 tahun 1995 in casu dibuat dalam bentu akta notaris (vide keterangan saksi III: H.Djaidir, S.H.); IV. Ahli waris tidak hanya terdakwa saja, tetapi ada ahli waris lainnya, semuannya ada 9 orang (Keterangan Saksi IV: Subiyati); dari hal-hal sebagaimana dikemukakan pada ad. I s.d. IV, maka telah terbukti bahwa terdakwa melakukan tindak pidana: “Menyuruh memassukan keterangan palsu ke dalam suatu akta autentik”, sebagaimana didakwakan oleh Jaksa/Penuntut Umum, dalam dakwaan primer; menimbang bahwa berdasarkan alasan-alasan yang diuraikan diatas mahkamah agung berpendapat, bahwa putusan pengadilan negeri di medan tanggal 18 Desember 2000 no. 1441/Pid.B/2000/PN.Mdn. tidak dapat dipertahankan lagi, oleh karena itu harus dibatalkan, dan mahkamah agung akan mengadili sendiri perkara tersebut, seperti tertera dibawah in; menimbang oleh karena permohonan kasasi penuntut umum/jaksa dikabulkan dan termohon-kasasi/terdakwa dipidana, maka terdakwa dibebani membayar biaya perkara dalam semua tingkat pengadilan; memerhatikan UU 14/1970, UU 14/1985 dan perundang-undangan lainna yang bersangkutan; MENGADILI: Mengabulkan permohonan kasasi dari permohon-kasasi jaksa/penuntut umum pada kejaksaan negeri di medan tersebut; membatalkan putusan pengadilan negeri di medan tanggal 18 Desember 2000 no.1441/Pid.B/2000/PN.Mdn.; MENGADILI SENDIRI: Menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan menyakinkan melakukan tindak pidana “menyuruh memasukkan keterang palsu kedalam suatu akta autentik”; memidana terdakwa dengan pidana penjara selama 2 (dua) tahun;16 membebani termohon-kasasi/terdakwa tersebut untuk membayar biaya perkara dalam semua tingkat peradilan dan dalam tingkat kasasi ini ditetapkan sebesar Rp2.500,- (dua ribu lima ratus rupiah) Bagian ini berisi dua sub-bagian, sub-bagian pertama diberi sub-sub judul studi pustaka. Dalam bagian ini dikemukakan. Apa kata bahan pustaka atau buku teks tentang pengertian konsep-konsep. Yang dimaksud dengan konsep-konsep adalah kata-kata yang terdapat didalam judul. Kata-kata sambung dan, sebagai, dalam, mengenai, tentang, dan sebagainya. Bukan konsep oleh sebab itu kata-kata tersebut. Tidak perlu dikemukakan definisinya dalam sub-sub bagian yang pertama ini. Disamping pengertian-pengertian konsep-konsep yang diambil dari buku teks. Ambil pula atau kutip pengertian-pengertian dari kata-kata dalam judul yang terdapat didalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. Catatan penting, konsepkonsep yang dijelaskan didalam bagian ini adalah konsep-konsep yang berkaitan dengan delik-delik dalam KUHP. Segera seketika pengertian dari setiap konsep yang diambil dari buku-buku teks dikemukakan maka sertakan sumber dari pengertian konsep-konsep tersebut. Adapun urutan-urutan dari cara menulis sumber rujukan dari buku teks adalah 16 266 ayat 1. Putusan hakim di atas adalah delik dalam KUHP dalam hal ini rumusannya adalah Pasal sebagai berikut: 1. Nama penulis, judul buku, cetakan, penerbit, kota terbitan, tahun terbitan, halaman tempat dari mana kutipan tentang pengertian konsep-konsep itu diambil. Usahakan setiap konsep diambil dari buku teks yang berbeda penulisnya. Dalam menulis nama penulis. Urutan nama tidak diubah. Judul buku dicetak miring. Kecuali kata sambung seperti dan atau tentang, sebagai, dll. Tidak dicetak miring. Halaman dapat disingkat ‘hlm’., atau hal., atau h. yang terpenting adalah apabila telah dipilih hlm maka semuanya hlm. Dan seterusnya. Bagian yang kedua diberi sub-judul yang disesuaikan dengan judul makalah atau laporan penelitian. Dalam bagian ini putusan pengadilan tentang delik dalam KUHP yang telah dipilih dan telah diketik kembali. Dimasukan disini atau ditempatkan disini. Bagian ketiga yaitu bagian analisis. Dalam bagian ini apa yang terdapat dalam sub-tinjauan pustaka dibandingkan dengan putusan pengadilan yang telah diolah kemukakan pula dalam bagian ini. Pendapat penulis atau peniliti yaitu anda yang menuls. D. Penutup Penelitian 1. Kesimpulan Tindak pidana artinya apa yang menjadi tanda yang membedakan tindakan- tindakan manusia sehingga ada yang dilarang dan diancam pidana dan adapula yang tidak. Moeljatno berpendapat bahwa, setelah memilih “perbuatan pidana” sebagai terjemahan dari “strafbaar feit”, beliau memberikan perumusan (pembatasan) sebagai perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana barangsiapa melanggar larangan tersebut dan perbuatan itu harus pula betul-betul dirasakan masyarakat sebagai perbuatan yang tak boleh atau menghambat akan terciptanya tata pergaulan masyarakat yang dicita-citakan oleh masyarakat iu sendiri. Menurut Pasal 187 KUHAP, Surat sebagaimana tersebut pada Pasal 184 ayat (1) huruf c, dibuat atas sumpah jabatan atau dikuatkan dengan sumpah, adalah: berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh pejabat umum yang berwenang atau yang dibuat di hadapannya, yang memuat keterangan tentang kejadian atau keadaan yang didengar, dilihat atau yang dialaminya sendiri, disertai dengan alasan yang jelas dan tegas tentang keterangannya itu; surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang-undangan atau surat yang dibuat oleh pejabat mengenal hal yang termasuk dalam tata laksana yang menjadi tanggung jawabnya dan yang diperuntukkan bagi pembuktian sesuatu hal atau sesuatu keadaan. surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta secara resmi dan padanya; surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya dengan isi dari alat pembuktian yang lain. Dalam putusan Nomor 991/K/PID/2001 diketahui bahwa tindak pidana yang terbukti adalah tindak pidana pemalsuan sebagai delik dalam KUHP. Tindak Pidana ini diatur di dalam Pasal 263 ayat (1) KUHP.