LONGCASE INTRACEREBRAL HEMORRHAGE Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Penyakit Syaraf Di RSUD Panembahan Senopati Bantul Diajukan Kepada : dr. Intan Rahayu, Sp. S Diajukan Oleh : Irfan Abdurraafi 20174011109 SMF ILMU PENYAKIT SYARAF RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2018 1 HALAMAN PENGESAHAN LONGCASE INTRACEREBRAL HEMORRHAGE Disusun oleh : Irfan Abdurraafi 20174011109 Disetujui dan disahkan pada tanggal: 7 November 2018 Mengetahui, Dosen Pembimbing dr. Intan Rahayu, Sp. S 2 DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................. 2 DAFTAR ISI ........................................................................................................... 3 BAB I ...................................................................................................................... 4 LAPORAN KASUS ................................................................................................ 4 BAB II ................................................................................................................... 17 TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................................... 17 BAB III ................................................................................................................. 50 PEMBAHASAN ................................................................................................... 50 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 51 3 BAB I LAPORAN KASUS A. IDENTITAS PASIEN Nama : Tn. C.S Umur : 59 tahun Jenis Kelamin : Laki-laki Pekerjaan : Swasta Alamat :Tegal Krapyak RT02 Panggungharjo Sewon Bantul Status Perkawinan : Menikah Masuk RS : 10 Oktober 2018 B. ANAMNESIS : Alloanamnesis Istri Pasien 1. Keluhan Utama Pusing berputar 2. Riwayat Penyakit Sekarang 3 jam SMRS, OS mendadak muntah menyemprot tanpa didahului mual-mual sebanyak 3x disertai suara terdengar bicara pelo dan lemah anggota gerak kanan. Lalu 30 menit kemudian OS tidak sadarkan diri. Kejang dan penurunan penglihatan mendadak disangkal. Di IGD OS dikonsulkan ke Unit Penyakit Dalam dengan diagnosis Vertigo. Lalu, dokter Penyakit Dalam konsul dokter Syaraf. 3. Riwayat Penyakit Dahulu - Riwayat keluhan serupa (-) - Riwayat trauma (-) - Riwayat diabetes melitus (-) - Riwayat hipertensi (+) tidak terkontrol 2 th yll - Riwayat asma (-) - Riwayat penyakit jantung (-) - Riwayat alergi (-) - Riwayat stroke (-) - Riwayat maag (+) 4 4. Riwayat Penyakit pada Keluarga yang diturunkan - Riwayat keluhan serupa (-) - Riwayat trauma (-) - Riwayat diabetes melitus (-) - Riwayat hipertensi (-) - Riwayat asma (-) - Riwayat penyakit jantung (-) - Riwayat alergi (-) - Riwayat stroke (-) - Riwayat maag (-) 5. Riwayat Psikososial-Ekonomi OS merupakan kepala keluarga dari seorang istri dan 3 anak. OS tinggal serumah dengan semua anggota keluarga. OS merupakan tulang punggung keluarga. Riwayat merokok disangkal. 6. Anamnesis Sistem - Sistem serebrospinal : Demam (-), pusing berputar (+), kaku kuduk (-), kesemutan (-), disartria (+), hemiparese dextra (+), penurunan kesadaran (+), kejang (-). - Sistem respiratorius : Sesak nafas (-), batuk (-), pilek (-). - Sistem kardiovaskular : Berdebar-debar (-) - Sistem gastrointestinal : Mual (-), muntah (+), tidak ada gangguan BAB. - Sistem genitalia : Tidak ada gangguan BAK - Sistem muskoloskeletal : Penurunan kekuatan pada tangan dan kaki kanan - Sistem integumentum : Akral teraba hangat, edema (-) Kesimpulan Anamnesis : Dihadapkan seorang laki-laki usia 59 tahun dengan penurunan kesadaran yang sebelumnya mengalami muntah tiga kali tanpa didahului mual. 5 Pusing berputar (+), kelemahan anggota gerak kanan (+), bicara pelo(+). Riwayat hipertensi (+). C. PEMERIKSAAN FISIK 1. Keadaan Umum Keadaan umum : Lemah Kesadaran : Sopor, E2V1M2 Tekanan darah : 140/90 mmHg Suhu : 36,9°C Nadi : 104x/ menit Pernapasan : 24x/ menit 2. Kepala - Bentuk : Mesocephal - Ukuran : Normocephal - Rambut : Warna tampak putih kehitaman, tidak rontok, distribusi merata - Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor, θ 3/3 mm, reflek cahaya langsung (+/+), reflek cahaya tidak langsung (+/+). - Telinga : Malformasi (-), serumen probe (-) - Hidung : Malformasi (-), lendir (-/-), nafas cuping hidung (-/-), epistaksis (-/-) - Mulut : Pucat (-), bibir pecah-pecah (-), mukosa bukal kering (+) 3. Leher - Kelenjar limfe submandibula : Tidak teraba membesar - Kelenjar limfe servikal : Tidak teraba membesar 4. Thorax a. Jantung - Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat - Palpasi : Iktus cordis teraba pada sela iga ke-5 linea midaksilaris kiri - Perkusi : Batas jantung normal, tidak terdapat pembesaran 6 - Auskultasi : Bunyi jantung S1S2 reguler, murmur (-), gallop (-) b. Paru-paru - Inspeksi : Simetris saat inspirasi dan ekspirasi, retraksi (-) - Perkusi : Sonor (+/+) - Auskultasi : Vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-) 5. Abdomen - Inspeksi : Deformitas (-), tanda peradangan (-), asites (-) - Auskultasi : Peristaltik (+) - Perkusi : Timpani (+) - Palpasi : Supel (+), nyeri tekan (-), turgor kulit baik, hepar dan lien tidak teraba. 6. Ekstremitas Akral hangat, nadi kuat, capillary refill time (CRT) <2 detik, edema (-/--) D. STATUS NEUROLOGIS 1. Kepala Ukuran : Normocephal Nyeri tekan : (?) pasien tidak sadar Wajah : Simetris 2. Leher dan Vertebra - Range of motion : sulit dinilai pasien tidak sadar - Manuver Lasegue : (?) Lhermitte’s : (?) pasien tidak : (?) Valsava : (?) pasien tidak sadar Patrick’s sadar Contrapatrick’s : (?) 3. Rangsang Meningeal Kaku kuduk : (-) Brudzinski II : (-) 7 Test kernig : (-) Brudzinski III : (-) Brudzinski I : (-) Brudzinski IV : (-) 4. Saraf Otak a. Nervus I (Olfaktorius) Anosmia : sulit dinilai Hiposmia : sulit : sulit dinilai Parosmia : sulit : sulit dinilai Halusinasi penciuman : sulit dinilai Hiperosmia dinilai Kakosmia dinilai b. Nervus II (Optikus) Kanan Kiri Daya Penglihatan Sulit dinilai Sulit dinilai Medan Penglihatan Sulit dinilai Sulit dinilai c. Nervus III (Okulomotorius) Doll’s eye Maneuver Kanan Kiri Ptosis - - Gerak mata ke atas normal normal Gerak mata ke medial normal normal Gerak mata ke bawah normal normal Ukuran pupil ±3 mm ±3 mm Bentuk pupil Bulat reguler Bulat reguler Kesamaan pupil Isokor Refleks cahaya langsung + + + + Diplopia - - Nistagmus sulit dinilai sulit dinilai Refleks cahaya tidak langsung 8 - Eksoftalmus - d. Nervus IV (Trokhlearis) Doll’s eye Maneuver Kanan Kiri normal normal Strabismus konvergen normal normal Diplopia - - Gerak mata ke lateral bawah e. Nervus V (Trigeminus) Kanan Kiri Menggigit sulit dinilai sulit dinilai Membuka mulut sulit dinilai sulit dinilai sulit dinilai sulit dinilai Refleks kornea + + Refleks bersin + + Refleks masseter sulit dinilai sulit dinilai Refleks zygomaticus sulit dinilai sulit dinilai Eksoftalmus - - Sensibilitas muka atas, tengah, bawah f. Nervus VI (Abdusen) Doll’s eye Maneuver Gerak mulut ke lateral Strabismus konvergen Diplopia Kanan Kiri dbn dbn normal normal - - g. Nervus VII (Fasialis) 9 Kanan Kiri Kerutan kulit dahi sulit dinilai sulit dinilai Kedipan mata sulit dinilai sulit dinilai Lipatan nasobial dbn dbn Sudut mulut Simetris Simetris Mengerutkan dahi sulit dinilai sulit dinilai Menutup mata + + Meringis sulit dinilai sulit dinilai sulit dinilai sulit dinilai Tik fasialis sulit dinilai sulit dinilai Lakrimasi sulit dinilai sulit dinilai Refleks glabella sulit dinilai sulit dinilai Tanda myerson sulit dinilai sulit dinilai Tanda chvostek sulit dinilai sulit dinilai Menggembungkan pipi h. Nervus VIII (Vestibulokokhlearis) Mendengar suara berbisik Mendengar detik arloji Kanan Kiri sulit dinilai sulit dinilai sulit dinilai sulit dinilai i. Nervus IX (Glossofaringeus) Arkus faring Simetris Sengau Sulit dinilai Refleks muntah + j. Nervus X (Vagus) Arkus faring Simetris 10 Nadi Teraba Bersuara - Menelan sulit dinilai k. Nervus XI (Aksesorius) Kanan Kiri Memalingkan kepala sulit dinilai sulit dinilai Sikap bahu Simetris Simetris Mengangkat bahu sulit dinilai sulit dinilai l. Nervus XII (Hipoglosus) Sikap lidah : tertarik ke kanan Tremor lidah : Tidak : sulit dinilai Menjulurkan lidah : ada Artikulasi sulit dinilai 5. Sistem Motorik a. Gerakan volunter : sulit dinilai b. Tonus otot : sulit dinilai c. Kekuatan otot : sulit dinilai 6. Sistem Sensorik Sensibilitas Tangan Kaki Kanan Kiri Kanan Nyeri sulit dinilai sulit dinilai sulit dinilai sulit dinilai Taktil + + + + Posisi dbn dbn dbn dbn 7. Refleks Fisiologis Refleks Kanan Kiri Biceps +2 +2 Triceps +2 +2 Achilles +2 +2 11 Kiri +2 +2 Refleks Kanan Kiri Tromner - - Hoffman - - Babinski + - Chaddock - - Knee patella 8. Refleks Patologis 12 E. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Laboratorium Tanggal 10/10/2018 Parameter Hasil Nilai Rujukan Hemoglobin 17.8 14,0 – 18,0 gr/dL Leukosit 27.26 4 – 11 ribu/uL Eritosit 5.88 4,5 – 5,5 ribu/uL Trombosit 367 150 – 450 ribu/uL Hematokrit 51.9 42 – 52 ribu/uL Eosinofil 0 2–4% Basofil 0 0–1% Batang 10 2–5% Segmen 76 51 – 67 % Limfosit 10 20 – 35 % Monosit 4 4–8% SGOT 19 <37 SGPT 19 <41 Ureum 45 17-43 Kreatinin 1.08 0.90-1.30 154 80 – 126 Kolestrol Total 241 150-200 LDL 163 <115 HDL 61 >39 Trigliserida 83 60-150 HEMATOLOGI FUNGSI HATI FUNGSI GINJAL DIABETES GDS PROFIL LIPID ELEKTROLIT 13 Natrium 141.3 137.0-145.0 Kalium 3.01 3.50-5.10 Klorida 103 98.0-106.0 2. Rontgen Thorax PA ( Tanggal 10/10/2018) Cor dan pulmo dalam batas normal. 3. CT-Scan Kepala tanpa Kontras (Tanggal 10/10/2018) Intracerebral hemorrhage pada cerebellum dan intraventrikuler hemorrhage pada ventrikel 3, 4 dan cornu posterior ventriculus lateralis kanan-kiri dengan volume 41.8 ml. F. DIAGNOSIS - Diagnosis Masuk : Vertigo dengan Hipertensi - Diagnosa Klinis : Observasi sopor dengan lateralisasi kanan - Diagnosa Topis : Penekanan system ARAS (Ascending reticular activating system) - Diagnosa Etiologi : Intracerebellar dan Intraventricular Hemorrhage - Diagnosa Lain : Hipertensi G. PENATALAKSANAAN Inj Ceftazidim 1gr/8j Amikasin 3x100mg Inj Ondansetron 1A/8j Inj Esomeprazole 1A/8j Nicardipin 1A/8j Candesartan 1x16mg Clonidin 3x1/2tab Inj. Furosemid 1a/24j Mannitol 125mg/6j Planning Konsul Bedah Saraf Planning operasi menurut Pedoman Stroke Perdossi tahun 2011: 14 Prosedur/ Operasi a. Penanganan dan Pemantauan Tekanan Intrakranial Pasien dengan skor GCS <8, dengan tanda klinis herniasi transtentorial,atau dengan perdarahan intraventrikuler yang luas atau hidrosefalus, dapat dipertimbangkan untuk penanganan dan Pemantauan tekanan intrakranial. Tekanan perfusi otak 50-70 mmHg dapat dipertahankan tergantung pada status otoregulasi otak (AHA/ASA, Class Iib, level of evidance C). Drainase ventrikular sebagai tata laksana hidrosefalus dapat di[pertimabngkan pada pasien dengan penurunan tingakt kesadaran (AHA/ASA Class IIa, Level of evidance B). b. Perdarahan Intraventikuler Walaupun pemberian intraventrikuler recombinant tissue-type plasminogen activator (rTPA) untuk melisiskan bekuan darah intraventrikuler memiliki tingkat komplikasi yang cukup rendah, efikasi dan keamanan dari tata laksana ini masih belum pasti dan dalam tahap penelitian (AHA/ASA, Class IIb, Level of evidance B). c. Evakuasi hematom Pada sebagian besar pasien dengan perdarahan intrakranial, kegunaan tindakan operasi masih belum pasti (AHA/ASA, Class Iib, level of evidance C). Pasien dengan perdarahan serebral yang mengalami perburukan neurologis, atau yang terdapat kompresi batang otak, dan atau hidrosefalus akibat obstruksi ventirkel sebaiknya menjalani operasi evakuasi bekuan darah secepatnnya (AHA/ASA, Class I, Level of evidance B) . 1 Tata laksana awal pada pasien tersebut dengan drainase ventrikuler saja tanpa evakuasi bekuan darah tidak direkomendasikan (AHA/ASA, Class III, Level of evidance C). Pada pasien dengan bekuan darah di lobus > 30 ml dan terdapat di 1 cm dari permukaan, evakuasi perdarahan intrakranial supratentorial 15 dengan kraniotomi standar dapat dipertimbangkan (AHA/ASA, Class IIb, Level of evidance B). Efektivitas evakuasi sumbatan secara invasif minimal menggunakan baik aspirasi streotaktik maupun endoskopik dengan atau tanpa penggunaan trombolitik masih belum pasti dalam tahap penelitian (AHA/ASA, Class IIb, Level of evidance B). Saat ini tidak terdapat bukti mengindikasikan pengangkatan segera dari perdarahan intrakranial supratentorial untuk meningkatakan keluaran fungsional atau angka kematian, kraniotomi segera dapat merugikan karena dapat meningkatkan faktor resiko perdarahan berulang (AHA/ASA, Class III, Level of evidance B). d. Prediksi keluaran dan penghentian dukungan teknologi Perintah penundaan tidak diresusitasi direkoimendasikan untuk tidak melakukan perawatan penuh dan agresif dilakukan selama 2 hari (AHA/ASA, Class Iia, Level of evidance B), Kecuali pada pasien yang sejak semula ada keinginan untuk tidak diresusitasi. e. Pencegahan perdarahan intrakranial berulang Pada perdarahan intrakranial dimana stratifikasi risiko pasien telah disusun untuk mencegah perdarahan berulang keputusan tatalaksana dapat berubah karena pertimbangan beberapa faktor risiko, antara lain lokasi lobus dari perdarahan awal, usia lanjut, dalam pengobatan antikoagulan, terdapat alel E2 atau E4 apolipoprotein dan perdarahan mikro dalam jumlah besar pada MRI (AHA/ASA, Class IIa, Level of evidance B). H. PROGNOSIS Dubia ad malam 16 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. DEFINISI Pengertian Stroke dan Stroke Hemoragik Menurut definisi WHO, stroke adalah suatu tanda klinis yang berkembang secara mendadak akibat gangguan otak fokal (atau global) dengan gejalagejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih dan dapat menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskular. Stroke hemoragik adalah stroke yang terjadi apabila lesi vaskular intraserebrum mengalami ruptur sehingga terjadi perdarahan ke dalam ruang subaraknoid atau langsung ke dalam jaringan otak.5, 12 Epidemiologi Stroke dan Stroke Hemoragik Stroke merupakan penyebab kematian ketiga dan penyebab utama kecacatan.2 Sekitar 0,2% dari populasi barat terkena stroke setiap tahunnya yang sepertiganya akan meninggal pada tahun berikutnya dan sepertiganya bertahan hidup dengan kecacatan, dan sepertiga sisanya dapat sembuh kembali seperti semula. Dari keseluruhan data di dunia, ternyata stroke sebagai penyebab kematian mencapai 9% (sekitar 4 juta) dari total kematian per tahunnya.5 Insidens kejadian stroke di Amerika Serikat yaitu 500.000 pertahunnya dimana 10-15% merupakan stroke hemoragik kuhusnya perdarahan intraserebral. Mortalitas dan morbiditas pada stroke hemoragik lebih berat dari pada stroke iskemik. Dilaporkan hanya sekitar 20% saja pasien yang mendapatkan kembali kemandirian fungsionalnya. Selain itu, ada sekitar 4080% yang akhirnya meninggal pada 30 hari pertama setelah serangan dan sekitar 50% meninggal pada 48 jam pertama. Penelitian menunjukkan dari 251 penderita stroke, ada 47% wanita dan 53% kali-laki dengan rata-rata umur 69 tahun (78% berumur lebih dari 60 tahun. Pasien dengan umur lebih dari 75 tahun dan berjenis kelamin laki-laki menunjukkan outcome yang lebih buruk.2 3.3. Etiologi Stroke Hemoragik Penyebab stroke hemoragik sangat beragam, yaitu: 17 Perdarahan intraserebral primer (hipertensif) Ruptur kantung aneurisma Ruptur malformasi arteri dan vena Trauma (termasuk apopleksi tertunda paska trauma) Kelainan perdarahan seperti leukemia, anemia aplastik, ITP, gangguan fungsi hati, komplikasi obat trombolitik atau anti koagulan, hipofibrinogenemia, dan hemofilia. Perdarahan primer atau sekunder dari tumor otak. Septik embolisme, myotik aneurisma Penyakit inflamasi pada arteri dan vena Amiloidosis arteri Obat vasopressor, kokain, herpes simpleks ensefalitis, diseksi arteri vertebral, dan acute necrotizing haemorrhagic encephalitis. Faktor Risiko Stroke Hemoragik Faktor-faktor yang berperan dalam meningkatkan risiko terjadinya stroke hemoragik. Faktor Resiko Umur Umur merupakan faktor risiko yang paling kuat untuk stroke. Sekitar 30% dari stroke terjadi sebelum usia 65; 70% terjadi pada mereka yang 65 ke atas. Risiko stroke adalah dua kali ganda untuk setiap 10 tahun di atas 55 tahun. Hipertensi Risiko stroke berkaitan dengan tingkat sistolik hipertensi. Hal ini berlaku untuk kedua jenis kelamin, semua umur, dan untuk resiko perdarahan, atherothrombotik, dan stroke lakunar, menariknya, risiko stroke pada tingkat hipertensi sistolik kurang dengan meningkatnya umur, sehingga ia menjadi kurang kuat, meskipun masih penting dan bias diobati, faktor risiko ini pada orang tua. Seks Infark otak dan stroke terjadi sekitar 30% lebih sering pada laki-laki berbanding perempuan, perbedaan seks bahkan lebih tinggi sebelum usia 65. 18 Riwayat keluarga Terdapat lima kali lipat peningkatan prevalensi stroke antara kembar monozigotik dibandingkan dengan pasangan kembar laki-laki dizigotik yang menunjukkan kecenderungan genetik untuk stroke. Pada 1913 penelitian kohort kelahiran Swedia menunjukkan tiga kali lipat peningkatan kejadian stroke pada laki-laki yang ibu kandungnya meninggal akibat stroke, dibandingkan dengan laki-laki tanpa riwayat ibu yang mengalami stroke. Riwayat keluarga juga tampaknya berperan dalam kematian stroke antara populasi Kaukasia kelas menengah atas di California. Diabetes mellitus Setelah faktor risiko stroke yang lain telah dikendalikan, diabetes meningkatkan risiko stroke tromboemboli sekitar dua kali lipat hingga tiga kali lipat berbanding orang-orang -tanpa diabetes. Diabetes dapat mempengaruhi individu untuk mendapat iskemia serebral melalui percepatan aterosklerosis pembuluh darah yang besar, seperti arteri koronari, arteri karotid atau dengan, efek lokal pada mikrosirkulasi serebral. Penyakit jantung Individu dengan penyakit jantung dari jenis apa pun memiliki lebih dari dua kali lipat risiko stroke dibandingkan dengan mereka yang fungsi jantungnya normal. Penyakit Arteri koroner : Indikator kuat kedua dari keberadaan penyakit difus vascular aterosklerotik dan potensi sumber emboli dari thrombi mural karena miocard infarction. Gagal Jantung kongestif, penyakit jantung hipertensi : Berhubungan dengan meningkatnya kejadian stroke Fibrilasi atrial : Sangat terkait dengan stroke emboli dan fibrilasi atrial karena penyakit jantung rematik; meningkatkan risiko stroke sebesar 17 kali. Lainnya : 19 Berbagai lesi jantung lainnya telah dikaitkan dengan stroke, seperti prolaps katup mitral, patent foramen ovale, defek septum atrium, aneurisma septum atrium, dan lesi aterosklerotik dan trombotik dari ascending aorta. Karotis bruits Karotis bruits menunjukkan peningkatan risiko kejadian stroke, meskipun risiko untuk stroke secara umum, dan tidak untuk stroke khusus dalam distribusi arteri dengan bruit. Merokok Beberapa laporan, termasuk meta-analisis angka studi, menunjukkan bahwa merokok jelas menyebabkan peningkatan risiko stroke untuk segala usia dan kedua jenis kelamin, tingkat risiko berhubungan dengan jumlah batang rokok yang dihisap, dan penghentian merokok mengurangi risiko, dengan resiko kembali seperti bukan perokok dalam masa lima tahun setelah penghentian. Peningkatan hematokrit Penigkatan viskositas menyebabkan gejala stroke ketika hematokrit melebihi 55%. Penentu utama viskositas darah keseluruhan adalah dari isi sel darah merah; plasma protein, terutamanya fibrinogen, memainkan peranan penting. Ketika meningkat viskositas hasil dari polisitemia, hyperfibrinogenemia, atau paraproteinemia, biasanya menyebabkan gejala umum, seperti sakit kepala, kelesuan, tinnitus, dan penglihatan kabur. Infark otak fokal dan oklusi vena retina jauh kurang umum, dan dapat mengikuti disfungsi trombosit akibat trombositosis. Perdarahan Intraserebral dan subarachnoid kadang-kadang dapat terjadi. Peningkatan tingkat fibrinogen dan kelainan system pembekuan Tingkat fibrinogen tinggi merupakan faktor risiko untuk stroke trombotik. Kelainan sistem pembekuan darah juga telah dicatat, seperti antitrombin III dan kekurangan protein C serta protein S dan berhubungan dengan vena thrombotic. Hemoglobinopathy Sickle-cell disease : Dapat menyebabkan infark iskemik atau hemoragik, intraserebral dan perdarahan subaraknoid, vena sinus dan trombosis vena kortikal. Keseluruhan kejadian stroke dalam Sickle-cell disease adalah 6-15%. Paroxysmal Nocturnal Hemoglobinuria : 20 Dapat mengakibatkan trombosis vena serebral Penyalahgunaan obat Obat yang telah berhubungan dengan stroke termasuk methamphetamines, norepinefrin, LSD, heroin, dan kokain. Amfetamin menyebabkan sebuah vaskulitis nekrosis yang dapat mengakibatkan pendarahan petechial menyebar, atau fokus bidang iskemia dan infark. Heroin dapat timbulkan sebuah hipersensitivitas vaskular menyebabkan alergi . Perdarahan subarachnoid dan difarction otak telah dilaporkan setelah penggunaan kokain. Hiperlipidemia Meskipun tingkat kolesterol tinggi telah jelas berhubungan dengan penyakit jantung koroner, mereka sehubungan dengan stroke kurang jelas. Peningkatan kolesterol tidak muncul untuk menjadi faktor risiko untuk aterosklerosis karotis, khususnya pada laki-laki di bawah 55 tahun. Kejadian hiperkolesterolemia menurun dengan bertambahnya usia. Kolesterol berkaitan dengan perdarahan intraserebral atau perdarahan subarachnoid. Tidak ada hubungan yang jelas antara tingkat kolesterol dan infark lakunar. Kontrasepsi oral Pil KB, estrogen tinggi yang dilaporkan meningkatkan risiko stroke pada wanita muda. Penurunan kandungan estrogen menurunkan masalah ini, tetapi tidak dihilangkan sama sekali. Ini adalah faktor risiko paling kuat pada wanita yang lebih dari 35 tahun . Mekanisme diduga meningkat koagulasi, karena stimulasi estrogen tentang produksi protein liver, atau jarang penyebab autoimun Diet Konsumsi alkohol : Ada peningkatan risiko infark otak, dan perdarahan subarakhnoid dikaitkan dengan penyalahgunaan alcohol pada orang dewasa muda. Mekanisme dimana etanol dapat menghasilkan stroke termasuk efek pada darah tekanan, platelet, osmolalitas plasma, hematokrit, dan sel-sel darah merah. Selain itu, alkohol bisa menyebabkan miokardiopati, aritmia, dan perubahan di darah aliran otak dan autoregulasi. Kegemukan : 21 Diukur dengan berat tubuh relatif atau body mass indexs, obesitas telah secara konsisten meramalkan berikutnya stroke. Asosiasi dengan stroke dapat dijelaskan sebagian oleh adanya hipertensi dan diabetes. Sebuah berat relative lebih dari 30% di atas rata-rata kontributor independen keatherosklerotik infark otak berikutnya. Penyakit pembuluh darah perifer Karena bisa menyebabkan robeknya pembuluh darah. Infeksi Infeksi meningeal dapat mengakibatkan infark serebral melalui pengembangan perubahan inflamasi dalam dinding pembuluh darah. Sifilis meningovaskular dan mucormycosis dapat menyebabkan arteritis otak dan infark. Homosistinemia atau homosistinuria Predisposisi trombosis arteri atau vena di otak. Estimasi risiko stroke di usia muda adalah 10-16%. Migrain Sering pasien mengalami stroke sewaktu serangan migrain. Suku bangsa Kejadian stroke di Afrika-Amerika lebih tinggi secara tidak proporsional dari kelompok lain. Lokasi geografis Di Amerika Serikat dan kebanyakan negara Eropa, stroke merupakan penyebab kematian ketiga paling sering, setelah penyakit jantung dan kanker. Paling sering, stroke disebabkan oleh perubahan aterosklerotik bukan oleh perdarahan. Kekecualian adalah pada setengah perempuan berkulit hitam, di puncak pendarahan yang daftar. Di Jepang, stroke hemorragik adalah penyebab utama kematian pada orang dewasa, dan perdarahan lebih umum dari aterosklerosis. Sirkadian dan faktor musim Variasi sirkadian dari stroke iskemik, puncaknya antara pagi dan siang hari. Hal ini telah menimbulkan hipotesis bahwa perubahan diurnal fungsi platelet dan fibrinosis mungkin relevan untuk stroke. Hubungan antara variasi iklim musiman dan stroke iskemik telah didalihkan. Peningkatan dalam arahan untuk 22 infark otak diamati di Iowa. Suhu lingkungan rata-rata menunjukkan korelasi negatif dengan kejadian cerebral infark di Jepang. Variasi suhu musiman telah berhubungan dengan resiko lebih tinggi cerebral infark dalam usia 40-64 tahun pada penderita yang nonhipertensif, dan pada orang dengan kolesterol serum bawah 160mg/dL. 2. Anatomi Otak Otak terdiri dari sel-sel otak yang disebut neuron, sel-sel penunjang yang dikenal sebagai sel glia, cairan serebrospinal, dan pembuluh darah. Semua orang memiliki jumlah neuron yang sama sekitar 100 miliar, tetapi koneksi di antara berbagi neuron berbeda-beda. Pada orang dewasa, otak membentuk hanya sekitar 2% (sekitar 1,4 kg) dari berat tubuh total, tetapi mengkonsumsi sekitar 20% oksigen dan 50% glukosa yang ada di dalam darah arterial Otak diselimuti oleh selaput otak yang disebut selaput meninges. Selaput meninges terdiri dari 3 lapisan : 1. Lapisan durameter yaitu lapisan yang terdapat di paling luar dari otak dan bersifat tidak kenyal. Lapisan ini melekat langsung dengan tulang tengkorak. Berfungsi untuk melindungi jaringan-jaringan yang halus dari otak dan medula spinalis. 2. Lapisan araknoid yaitu lapisan yang berada dibagian tengah dan terdiri dari lapisan yang berbentuk jaring laba-laba. Ruangan dalam lapisan ini disebut dengan ruang subaraknoid dan memiliki cairan yang disebut cairan serebrospinal. Lapisan ini berfungsi untuk melindungi otak dan medulla spinalis dari guncangan. 3. Lapisan piameter yaitu lapisan yang terdapat paling dalam dari otak dan melekat langsung pada otak. Lapisan ini banyak memiliki pembuluh darah. Berfungsi untuk melindungi otak secara langsung. Otak dibagi kedalam lima kelompok utama, yaitu : 1. Telensefalon (endbrain), terdiri atas: Hemisfer serebri yang disusun oleh korteks serebri, system limbic, basal ganglia dimana basal ganglia disusun oleh nucleus kaudatum, nucleus klaustrum dan amigdala. 23 2. Diensefalon (interbrain) yang terbagi menjadi epitalamus, thalamus, subtalamus, dan hipotalamus. 3. Mesensefalon (midbrain) corpora quadrigemina yang memiliki dua kolikulus yaitu kolikulus superior dan kolikulus inferior dan terdiri dari tegmentum yang terdiri dari nucleus rubra dan substansia nigra 4. Metensefalon (afterbrain), pons dan medulla oblongata 5. Cerebellum Kebutuhan energy oksigen jaringan otak adalah sangat tinggi oleh karena out aliran darah ke otaj harus berjalan lancar. Adapun pembuluh darah yang memperdarahi otak diantaranya adalah : 1. Arteri Karotis ; Arteri karotis interna dan arteri karotis eksterna bercabang dari arteri karotis komunis setinggi tulang rawan carotid. Arteri karotis kiri langsung bercabang dari arkus aorta, tetapi arteri karotis komunis kanan berasal dari arteri brakiosefalika. Arteri karotis eksterna memperdarahi wajah, tiroid, lidah dan taring. Cabang dari arteri karotis eksterna yaitu arteri meningea media, memperdarahi struktur-struktur di daerah wajah dan mengirimkan satu cabang yang besar ke daerah duramater. Arteri karotis interna sedikit berdilatasi tepat setelah percabangannya yang dinamakan sinus karotikus. Dalam sinus karotikus terdapat ujung-ujung saraf khususnya berespon terhadap perubahan tekanan darah arteri, yang secara reflex mempertahankan suplai darah ke otak dan tubuh. Arteri karotis interna masuk ke otak dan bercabang kira-kira setinggi kiasma optikum, menjadi arteri serebri anterior dan media. Arteri serebri media adalah lanjutan langsung dari arteri karotis interna. Setelah masuk ke ruang subaraknoid dan sebelum bercabang-cabang arteri karotis interna mempercabangkan arteri ophtalmica yang memperdarahi orbita. Arteri serebri anterior menyuplai darah pada nucleus kaudatus, putamen, bagian-bagian kapsula interna dan korpus kalosum dan bagian-bagian lobus frontalis dan parietalis. 24 Arteri serebri media menyuplai darah untuk bagian lobus temporalis, parietalis dan frontalis. Arteri ini sumber darah utama girus presentralis dan postsentralis. 2. Arteri Vertebrobasilaris Arteri vertebralis kiri dan kanan berasal dari arteri subclavia sisi yang sama. Arteri subclavia kanan merupakan cabang dari arteri inomata, sedangkan arteri subklavia kiri merupakan cabang langsung dari aorta. Arteri vertebralis memasuki tengkorak melalui foramen magnum, setinggi perbatasan pons dan medulla oblongata. Kedua arteri tersebut bersatu membentuk arteri basilaris. Tugasnya mendarahi sebagian diensfalon, sebaian lobus oksipitalis dan temporalis, apparatus koklearis dan organprgan vestibular. 3. Sirkulus Arteriosus Willisi Arteri karotis interna dan arteri vertebrobasilaris disatukan oleh pembuluhpembuluh darah anastomosis ya itu sirkulus arteriosus willisi. 3. Fisiologi Otak Ada dua hemisfer di otak yang memiliki masing-masing fungsi. Fungsifungsi dari otak adalah otak merupakan pusat gerakan atau motorik, sebagai pusat sensibilitas, sebagai area broca atau pusat bicara motorik, sebagai area Wernicke atau pusat bicara sensoris, sebagai area visuosensoris, dan otak kecil yang berfungsi sebagai pusat koordinasi serta batang otak yang merupakan tempat jalan serabut-serabut saraf ke target organ Otak dibagi menjadi beberapa bagian : 1. Cerebrum Merupakan bagian otak yang memenuhi sebagian besar dari otak kita yaitu 7/8 dariotak. Mempunyai 2 bagian belahan otak yaitu otak besar belahan kiri yang berfungsi mengatur kegaiatan organ tubuh bagian kanan. Kemudian otak besar belahan kanan yang berfungsi mengatur kegiatan organ tubuh bagian kiri. 25 Bagian kortex cerebrum berwarna kelabu yang banyak mengandung badan sel saraf. Sedangkan bagian medulla berwarna putih yang bayak mengandung dendrite dan neurit. Bagian kortex dibagi menjadi 3 area yaitu area sensorik yang menerjemahkan impuls menjadi sensasi. Kedua adalah area motorik yang berfungsi mengendalikan koordinasi kegiatan otot rangka. Ketiga adalah area asosiasi yang berkaitasn dengan ingatan, memori, kecedasan, nalar/logika, kemauan. Mempunyai 4 macam lobus yaitu : - Lobus frontal berfungsi sebagai pusat penciuman, indera peraba. - Lobus temporal berungsi sebagai pusat pendengaran - Lobus oksipetal berfungsi sebagai pusat pengliihatan. - Lobus parietal berfungsi sebagai pusat ingatan, kecerdasan, memori, kemauan, nalar, sikap. 2. Mesencephalon Merupakan bagian otak yang terletak di depan cerebellum dan jembatan varol. Berfungsi sebagai pusat pengaturanan refleks mata, refleks penyempitan pupil mata dan pendengaran. 3. Diencephalaon Merupakan bagia otak yang terletak dibagian atas dari batang otak dan di depan mesencephalon. Terdiri dari talamus yang berfungsi untuk pemancar bagi impuls yang sampai di otak dan medulla spinalis. Bagian yang kedua adalah hipotalamus yang berfungsi sebagai pusat pengaturan suhu tubuh, selera makan dan keseimbangan cairan tubuh, rasalapar, sexualitas, watak, emosi. 4. Cerebellum Merupakan bagian otak yang terletak di bagian belakang otak besar. Berfungsi sebagai pusat pengaturan koordinasi gerakan yang disadari dan keseimbangan tubuh serta posisi tubuh. Terdapat 2 bagian belahan yaitu belahan cerebellum bagian kiri dan belahan cerebellum bagian kanan yang dihubungkan dengan jembatan varoli 26 yang berfungsi untuk menghantarkan impuls dari otot-otot belahan kiri dan kanan. 5. Medulla oblongata Disebut juga dengan sumsum lanjutan atau penghubung atau batang otak. Terletak langsung setelah otak dan menghubungkana dengan medulla spinalis, di depan cerebellum. Susunan kortexmya terdiri dari neeurit dan dendrite dengan warna putih dan bagian medulla terdiri dari bdan sel saraf dengan warna kelabu. Berfungsi sebagai pusat pengaturan ritme respirasi, denyut jantung, penyempitan dan pelebaran pembuluh darah, tekanan darah, gerak alat pencernaan, menelan, batuk, bersin,sendawa. 6. Medulla spinalis Disebut denga sumsum tulang belakang dan terletak di dalam ruasruas tulang belakang yaitu ruas tulang leher sampaia dengan tulang pinggang yang kedua.Berfungsi sebagai pusat gerak refleks dan menghantarkan impuls dari organ ke otak dan dari otak ke organ tubuh. 4. Patogenesis Stroke Hemoragik A. Perdarahan Intraserebral Perdarahan intraserebral paling sering terjadi ketika tekanan darah tinggi kronis melemahkan arteri kecil, menyebabkannya robek. Penggunakan kokain atau amfetamin dapat menyebabkan tekanan darah dan perdarahan sementara tapi sangat tinggi. Pada beberapa orang tua, sebuah protein abnormal yang disebut amiloid terakumulasi di arteri otak. Akumulasi ini (disebut angiopati amiloid) melemahkan arteri dan dapat menyebabkan perdarahan.[6] Penyebab umum yang kurang termasuk kelainan pembuluh darah saat lahir, luka, tumor, peradangan pembuluh darah (vaskulitis), gangguan perdarahan, dan penggunaan antikoagulan dalam dosis yang terlalu tinggi. Pendarahan gangguan dan penggunaan antikoagulan meningkatkan resiko kematian dari perdarahan intraserebral.[6] 27 B. Perdarahan Subaraknoid Perdarahan subaraknoid biasanya hasil dari cedera kepala. Namun, perdarahan karena cedera kepala menyebabkan gejala yang berbeda dan tidak dianggap sebagai stroke.[6] Perdarahan subaraknoid dianggap stroke hanya jika terjadi secara spontan yaitu, ketika perdarahan tidak hasil dari kekuatan-kekuatan eksternal, seperti kecelakaan atau jatuh. Sebuah perdarahan spontan biasanya hasil dari pecahnya aneurisma mendadak di sebuah arteri otak, yaitu pada bagian aneurisma yang menonjol di daerah yang lemah dari dinding arteri itu.[6] Aneurisma biasanya terjadi di percabangan arteri. Aneurisma dapat muncul pada saat kelahiran (bawaan), atau dapat berkembang kemudian, yaitu setelah bertahun-tahun dimana tekanan darah tinggi melemahkan dinding arteri. Kebanyakan perdarahan subaraknoid adalah hasil dari aneurisma kongenital. Mekanisme lain yang kurang umum adalah perdarahan subaraknoid dari pecahnya koneksi abnormal antara arteri dan vena (malformasi arteri) di dalam atau di sekitar otak. Sebuah malformasi arteri dapat muncul pada saat kelahiran, tetapi biasanya hanya diidentifikasi jika gejala berkembang. Jarang sekali suatu bentuk bekuan darah pada katup jantung yang terinfeksi, perjalanan (menjadi emboli) ke arteri yang memasok otak, dan menyebabkan arteri menjadi meradang. arteri kemudian dapat melemah dan pecah.[6] 5. Patofisiologi Stroke Hemoragik Penghentian total aliran darah ke otak menyebabkan hilangnya kesadaran dalam waktu 15-20 detik dan kerusakan otak yang irreversibel terjadi setelah tujuh hingga sepuluh menit. Penyumbatan pada satu arteri menyebabkan gangguan di area otak yang terbatas (stroke). Mekanisme dasar kerusakan ini adalah selalu defisiensi energi yang disebabkan oleh iskemia. Perdarahan juga menyebabkan iskemia dengan menekan pembuluh darah di sekitarnya.[7] Pembengkakan sel, pelepasan mediator vasokonstriktor, dan penyumbatan lumen pembuluh darah oleh granulosit kadang-kadang mencegah 28 reperfusi, meskipun pada kenyataannya penyebab primernya telah dihilangkan. Kematian sel menyebabkan inflamasi, yang juga merusak sel di tepi area iskemik (penumbra). Gejala ditentukan oleh tempat perfusi yang terganggu, yakni daerah yang disuplai oleh pembuluh darah tersebut.[7] Penyumbatan pada arteri serebri media yang sering terjadi menyebabkan kelemahan otot dan spastisitas kontralateral, serta defisit sensorik (hemianestesia) akibat kerusakan girus lateral presentralis dan postsentralis. Akibat selanjutnya adalah deviasi okular, hemianopsia, gangguan bicara motorik dan sensorik, gangguan persepsi spasial, apraksia, dan hemineglect.[7] Penyumbatan arteri serebri anterior menyebabkan hemiparesis dan defisit sensorik kontralateral, kesulitan berbicara serta apraksia pada lengan kiri jika korpus kalosum anterior dan hubungan dari hemisfer dominan ke korteks motorik kanan terganggu. Penyumbatan bilateral pada arteri serebri anterior menyebabkan apatis karena kerusakan dari sistem limbik.[7] Penyumbatan arteri serebri posterior menyebabkan hemianopsia kontralateral parsial dan kebutaan pada penyumbatan bilateral. Selain itu, akan terjadi kehilangan memori.[7] Penyumbatan arteri karotis atau basilaris dapat menyebabkan defisit di daerah yang disuplai oleh arteri serebri media dan anterior. Jika arteri koroid anterior tersumbat, ganglia basalis (hipokinesia), kapsula interna (hemiparesis), dan traktus optikus (hemianopsia) akan terkena. Penyumbatan pada cabang arteri komunikans posterior di talamus terutama akan menyebabkan defisit sensorik.[7] Penyumbatan total arteri basilaris menyebabkan paralisis semua eksteremitas dan otototot mata serta koma. Penyumbatan pada cabang arteri basilaris dapat menyebabkan infark pada serebelum, mesensefalon, pons, dan medula oblongata. Efek yang ditimbulkan tergantung dari lokasi kerusakan:[7] - Pusing, nistagmus, hemiataksia (serebelum dan jaras aferennya, saraf vestibular). - Penyakit Parkinson (substansia nigra), hemiplegia kontralateral dan tetraplegia (traktus piramidal). 29 - Hilangnya sensasi nyeri dan suhu (hipestesia atau anastesia) di bagian wajah ipsilateral dan ekstremitas kontralateral (saraf trigeminus [V] dan traktus spinotalamikus). - Hipakusis (hipestesia auditorik; saraf koklearis), ageusis (saraf traktus salivarus), singultus (formasio retikularis). - Ptosis, miosis, dan anhidrosis fasial ipsilateral (sindrom Horner, pada kehilangan persarafan simpatis). - Paralisis palatum molle dan takikardia (saraf vagus [X]). Paralisis otot lidah (saraf hipoglosus [XII]), mulut yang jatuh (saraf fasial [VII]), strabismus (saraf okulomotorik [III], saraf abdusens [V]). - Paralisis pseudobulbar dengan paralisis otot secara menyeluruh (namun kesadaran tetap dipertahankan). 6. Gejala Klinis Stroke Hemoragik Gejala klinis stroke ada berbagai macam, diantaranya adalah ditemukan perdarahan intraserebral (ICH) yang dapat dibedakan secara klinis dari stroke iskemik, hipertensi biasanya ditemukan, tingkat kesadaran yang berubah atau koma lebih umum pada stroke hemoragik dibandingkan dengan stroke iskemik. Seringkali, hal ini disebabkan peningkatan tekanan intrakranial. Meningismus dapat terjadi akibat adanya darah dalam ventrikel.[2] Defisit neurologis fokal. Jenis defisit tergantung pada area otak yang terlibat. Jika belahan dominan (biasanya kiri) terlibat, suatu sindrom yang terdiri dari hemiparesis kanan, kerugian hemisensory kanan, meninggalkan tatapan preferensi, bidang visual kana terpotong, dan aphasia mungkin terjadi. Jika belahan nondominant (biasanya kanan) terlibat, sebuah sindrom hemiparesis kiri, kerugian hemisensory kiri, preferensi tatapan ke kanan, dan memotong bidang visual kiri. Sindrom belahan nondominant juga dapat mengakibatkan pengabaian dan kekurangan perhatian pada sisi kiri.[2] Jika cerebellum yang terlibat, pasien beresiko tinggi untuk herniasi dan kompresi batang otak. Herniasi bisa menyebabkan penurunan cepat dalam tingkat kesadaran, apnea, dan kematian. Tanda-tanda lain dari keterlibatan cerebellar atau batang otak antara lain: ekstremitas ataksia, vertigo atau 30 tinnitus, mual dan muntah, hemiparesis atau quadriparesis, hemisensory atau kehilangan sensori dari semua empat anggota, gerakan mata yang mengakibatkan kelainan diplopia atau nistagmus, kelemahan orofaringeal atau disfagia, wajah ipsilateral dan kontralateral tubuh.[2] A. Perdarahan Intraserebral Sebuah perdarahan intraserebral dimulai tiba-tiba. Di sekitar setengah dari jumlah penderita, serangan dimulai dengan sakit kepala parah, sering selama aktivitas. Namun, pada orang tua, sakit kepala mungkin ringan atau tidak ada. Gejala disfungsi otak menggambarkan perkembangan yang terus memburuk sebagai perdarahan. Beberapa gejala, seperti kelemahan, kelumpuhan, hilangnya sensasi, dan mati rasa, sering hanya mempengaruhi satu sisi tubuh. Orang mungkin tidak dapat berbicara atau menjadi bingung. Visi dapat terganggu atau hilang. Mata dapat menunjukkan arah yang berbeda atau menjadi lumpuh. Mual, muntah, kejang, dan hilangnya kesadaran yang umum dan dapat terjadi dalam beberapa detik untuk menit.[8] B. Perdarahan Subaraknoid Sebelum robek, aneurisma yang biasanya tidak menimbulkan gejala kecuali menekan pada saraf atau kebocoran sejumlah kecil darah, biasanya sebelum pecah besar (yang menyebabkan sakit kepala), menghasilkan tanda-tanda peringatan, seperti berikut:[8] - Sakit kepala, yang mungkin luar biasa tiba-tiba dan parah (kadangkadang disebut sakit kepala halilintar) - Sakit pada mata atau daerah fasial - Penglihatan ganda - Kehilangan penglihatan tepi Tanda-tanda peringatan dapat terjadi menit ke minggu sebelum pecahnya aneurisma. Individu harus melaporkan setiap sakit kepala yang tidak biasa ke dokter segera.[8] Aneurisma yang pecah biasanya menyebabkan sakit kepala, tiba-tiba parah dan mencapai puncak dalam beberapa detik. Hal ini sering diikuti 31 dengan kehilangan kesadaran singkat. Hampir setengah dari orang yang terkena meninggal sebelum mencapai rumah sakit. Beberapa orang tetap berada dalam koma atau tidak sadar dan sebagian lainnya bangun, merasa bingung, dan mengantuk. Dalam beberapa jam atau bahkan menit, penderita mungkin menjadi tidak responsif dan sulit untuk dibangunkan. [8] Dalam waktu 24 jam, darah dan cairan serebrospinal di sekitar otak mengiritasi lapisan jaringan yang menutupi otak (meninges), menyebabkan leher kaku serta sakit kepala terus, sering dengan muntah, pusing, dan nyeri pinggang. [2] Sekitar 25% dari orang yang mengalami gejala-gejala yang mengindikasikan kerusakan pada bagian tertentu dari otak, seperti berikut: [2,8] - Kelemahan atau kelumpuhan pada satu sisi tubuh (paling umum) - Kehilangan sensasi pada satu sisi tubuh - Kesulitan memahami dan menggunakan bahasa Gangguan berat dapat berkembang dan menjadi permanen dalam beberapa menit atau jam. Demam adalah gejala umum selama 5 sampai 10 hari pertama. Sebuah perdarahan subaraknoid dapat menyebabkan beberapa masalah serius lainnya, seperti: [2,8] - Hydrocephalus: Dalam waktu 24 jam, darah dari perdarahan subaraknoid dapat membeku. Darah beku dapat mencegah cairan di sekitar otak (cairan serebrospinal) dari pengeringan seperti biasanya tidak. Akibatnya, darah terakumulasi dalam otak, peningkatan tekanan dalam tengkorak. Hydrocephalus mungkin akan menyebabkan gejala seperti sakit kepala, mengantuk, kebingungan, mual, dan muntahmuntah dan dapat meningkatkan risiko koma dan kematian. - Vasospasme: Sekitar 3 sampai 10 hari setelah pendarahan itu, arteri di otak dapat kontrak (kejang), membatasi aliran darah ke otak. Kemudian, jaringan otak tidak mendapatkan oksigen yang cukup dan dapat mati, seperti pada stroke iskemik. Vasospasm dapat menyebabkan 32 gejala mirip dengan stroke iskemik, seperti kelemahan atau hilangnya sensasi pada satu sisi tubuh, kesulitan menggunakan atau memahami bahasa, vertigo, dan koordinasi terganggu. - Pecah kedua: Kadang-kadang pecah kedua terjadi, biasanya dalam seminggu. 7. Diagnosis dan Pemeriksaan Penunjang Stroke Hemoragik Diagnosis stroke dapat ditegakkan berdasarkan riwayat dan keluhan utama pasien. Beberapa gejala/tanda yang mengarah kepada diagnosis stroke antara lain: hemiparesis, gangguan sensorik satu sisi tubuh, hemianopia atau buta mendadak, diplopia. Vertigo, afasia, disfagia, disartria, ataksia, kejang atau penurunan kesadaran yang keseluruhannya terjadi secara mendadak. [1] Pada manifestasi perdarahan intraserebral, terdapat pembagian berdasarkan Luessenhop et al. Pembagian ini juga berguna dalam menentukan prognosis pada pasien stroke dengan perdarahan intraserebral.[9] Khusus untuk manifestasi perdarahan subaraknoid, pada banyak studi mengenai perdarahan subaraknoid ini dipakai sistem skoring untuk 33 menentukan berat tidaknya keadaan perdarahan subaraknoid ini dan dihubungkan dengan keluaran pasien. [10] Sistem grading yang dipakai antara lain : Sistem skoring pada no 1 dan 2 dipakai pada kasus SAH primer akibat rupturnya aneurisma. [10] Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk mendukung diagnosis stroke dan menyingkirkan diagnosis bandingnya. Laboratorium yang dapat dilakukan pada penderita stroke diantaranya adalah hitung darah lengkap, profil pembekuan darah, kadar elektrolit, dan kadar serum glukosa. [2] Pemeriksaan pencitraan juga diperlukan dalam diagnosis. Pencitraan otak adalah langkah penting dalam evaluasi pasien dan harus didapatkan dalam basis kedaruratan. Pencitraan otak membantu dalam diagnosis adanya perdarahan, serta dapat menidentifikasi komplikasi seperti perdarahan intraventrikular, edem otak, dan hidrosefalus. Baik CT non kontras ataupun MRI otak merupakan pilihan yang dapat digunakan.2 CT non kontras otak dapat digunakan untuk membedakan stroke hemoragik dari stroke iskemik. Pencitraan ini berguna untuk membedakan 34 stroke dari patologi intrakranial lainnya. CT non kontras dapat mengidentifikasi secara virtual hematoma yang berdiameter lebih dari 1 cm.2 MRI telah terbukti dapat mengidentifikasi stroke lebih cepat dan lebih bisa diandalkan daripada CT scan, terutama stroke iskemik. MRI dapat mengidentifikasi malformasi vascular yang mendasari atau lesi yang menyebabkan perdarahan.2 Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah elektrokardiogram (EKG) untuk memulai memonitor aktivitas hantung. Disritmia jantung dan iskemia miokard memiliki kejadian signifikan dengan stroke.2 Oleh karena tidak seluruh Rumah Sakit memiliki alat-alat di atas, maka untuk memudahkan pemeriksaan dapat dilakukan dengan sistem lain, misalnya sistem skoring yaitu sistem yang berdasarkan gejala klinis yang ada pada saat pasien masuk Rumah Sakit. Sistem skoring yang sering digunakan antara lain: 35 Stroke dapat didiagnosa banding dengan penyakit-penyakit lain seperti: ensefalitis, meningitis, migrain, neoplasma otak, hipernatremia, stroke iskemik, perdarahan subaraknoid, hematoma subdural, kedaruratan hipertensif, hipoglikemia, labirinitis, dan Transient Ischemic Attack (TIA).2 8. Penatalaksanaan Perdarahan Intraserebral A. Diagnosis dan Penilaian Gawat Intrakranial dan Penyebabnya 36 Darurat pada Perdarahan a. Pemeriksaan pencitraan yang cepat dengan CT atau MRI direkomendasikan untuk membedakan stroke iskemik dengan perdarahan intracranial (AHA/ASA, Class I, Level of evidence A).1 b. Angiografi CT dan CT dengan kontras dapat dipertimbangkan untuk membantu mengidentifikasi pasien dengan risiko perluasan hematoma (AHA/ASA, Class II, Level of evidence B). Bila secara klinis atau radiologis terdapat kecurigaan yang mengarah ke lesi structural termasuk malformasi vaskuler dan tumor, sebaiknya dilakukan angiografi CT, venografi CT, CT dengan kontras, MRI dengan kontras, MRA, dan venografi MR (AHA/ASA, Class IIa, Level of evidence B). (Lihat Bab X Pemeriksaan Diagnostik pada Stroke Akut). 2. Tatalaksana Medis Perdarahan Intrakranial a. Pasien dengan defisiensi berat factor koagulasi atau trombositopenia berat sebaiknya mendapat erapi penggantian factor koagulasi atau trombosit (AHA/ASA, Class I, Level of evidence C). b. Pasien dengan perdarahan intracranial dan peningkatan INR terkait obat antikoagulan oral sebaiknya tidak diberikan walfarin, tetapi mendapat terapi untuk menggganti vitamin K-dependent factor dan mengkoreksi INR, serta mendapat vitamin K intravena (AHA/ASA, Class I, Level of evidence C). Konsentrat kompleks protrombin tidak menunjukkan perbaikan keluaran dibandingkan dengan Fresh Frozen Plasma (FFP). Namun, pemberian konsentrat kompleks protrombin dapat mengurangi komplikasi dibandingkan dengan FFP dan dapat dipertimbangkan sebagai alternative FFP (AHA/ASA, Class IIa, Level of evidence B). c. Apabila terjadi gangguan koagulasi maka dapat dikoreksi sebagai berikut: Vitamin K 10 mg IV diberikan pada penderita dengan peningkatan INR dan diberikan dalam waktu yang sma dengan terapi yang lain karena efek akan timbul 6 jam kemudian. Kecepatan pemberian <1 mg/menit untuk meminimalkan risiko anafilaksis.2,3,4 FFP 2-6 unit diberikan untuk mengoreksi defisiensi factor pembekuan darah bila ditemukan sehingga dengan cepat memperbaiki INR atau aPTT. Terapi FFP ini untuk mengganti pada kehilangan factor koagulasi.2,3,4 37 d. Faktor VIIa rekobinan tidak mengganti semua factor pembekuan, dan walaupun INR menurun, pembekuan bias jadi tidak membaik. Oleh karena itu, factor VIIa rekombinan tidak secara rutin direkomendasikan sebagai agen tunggal untuk mengganti antikoagulan oral pada perdarahan intracranial. (AHA/ASA, Class III, Level of evidence C). Walaupun factor VII a rekombinan dapat membatasi perluasan hematoma pada pasien ICH tanpa koagulopati, risiko kejadian tromboemboli akan meningkat dengan factor VIIa rekombinan dan tidak ada keuntungan nyata pada pasien yang tidak terseleksi (AHA/ASA, Class III, Level of evidence A). e. Kegunaan dari transfuse trombosit pada pasien perdarahan intracranial dengan riwayat penggunaan antiplatelet masih tidak jelas dan dalam tahap penelitian(AHA/ASA, Class IIb, Level of evidence B). f. Untuk mencegah tromboemboli vena pada pasien dengan perdarahan intracranial, sebaiknya mendapat pneumatic intermittent compression selain dengan stoking elastis (AHA/ASA, Class I, Level of evidence B). g. Setelah dokumentai penghentian perdarahan LMWH atau UFH subkutan dosis rendah dapat dipertimbangkan untuk pencegahan tromboembolin vena pada pasien dengan mobilitas yang kurang setelah satu hingga empat hari pascaawitan (AHA/ASA, Class IIb, Level of evidence B). h. Efek heparin dapat diatasi dengan pemberian proamin sulfat 10-50 mg IV dalam waktu 1-3 menit. Penderita dengan pemberian protamin sulfat perlu pengawasan ketat untuk melihat tanda-tanda hipersensitif (AHA/ASA, Class I, Level of evidence B). 3. Tekanan Darah 4. Penanganan di Rumah Sakit dan Pencegahaan Kerusakan Otak Sekunder a. Pemantauan awal dan penanganan pasien penrdarahan intracranial sebaiknya dilakukan di ICU dengan dokter dan perawat yang memiliki keahlian perawatan intensif neurosains (AHA/ASA, Class I, Level of evidence B). b. Penanganan Glukosa c. Obat kejang dan antiepilepsi 38 Kejang sebaiknya diterapi dengan obat antiepilepsi (AHA/ASA, Class I, Level of evidence C). Pemantauan EEG secara kontinu dapat diindikasikan pada pasien perdarahan intrakrranial dengan kesadaran menurun tanpa mempertimbangkan kerusakan otak yang terjadi. (AHA/ASA, Class IIa, Level of evidence B). Pasien dengan perubahan status kesadaran yang didapatkan gelombang epiloptogenik pada EEG sebaiknya diterapi dengan obat antiepilepsi (AHA/ASA, Class IIa Level of evidence C). Pemberian antikonvulsan profilaksis tidak direkomendasikan. (AHA/ASA, Class III, Level of evidence B). 5. Prosedur/ Operasi a. Penanganan dan Pemantauan Tekanan Intrakranial Pasien dengan skor GCS <8, dengan tanda klinis herniasi transtentorial,atau dengan perdarahan intraventrikuler yang luas atau hidrosefalus, dapat dipertimbangkan untuk penanganan dan Pemantauan tekanan intrakranial. Tekanan perfusi otak 50-70 mmHg dapat dipertahankan tergantung pada status otoregulasi otak (AHA/ASA, Class Iib, level of evidance C). Drainase ventrikular sebagai tata laksana hidrosefalus dapat di[pertimabngkan pada pasien dengan penurunan tingakt kesadaran (AHA/ASA Class IIa, Level of evidance B). b. Perdarahan Intraventikuler Walaupun pemberian intraventrikuler recombinant tissue-type plasminogen activator (rTPA) untuk melisiskan bekuan darah intraventrikuler memiliki tingkat komplikasi yang cukup rendah, efikasi dan keamanan dari tata laksana ini masih belum pasti dan dalam tahap penelitian (AHA/ASA, Class IIb, Level of evidance B). c. Evakuasi hematom Pada sebagian besar pasien dengan perdarahan intrakranial, kegunaan tindakan operasi masih belum pasti (AHA/ASA, Class Iib, level of evidance C). Pasien dengan perdarahan serebral yang mengalami perburukan neurologis, atau yang terdapat kompresi batang otak, dan atau hidrosefalus akibat obstruksi ventirkel sebaiknya menjalani operasi evakuasi bekuan darah secepatnnya (AHA/ASA, Class I, Level of evidance B) . 1 Tata laksana awal pada 39 pasien tersebut dengan drainase ventrikuler saja tanpa evakuasi bekuan darah tidak direkomendasikan (AHA/ASA, Class III, Level of evidance C) . Pada pasien dengan bekuan darah di lobus > 30 ml dan terdapat di 1 cm dari permukaan, evakuasi perdarahan intrakranial supratentorial dengan kraniotomi standar dapat dipertimbangkan (AHA/ASA, Class IIb, Level of evidance B) . aspirasi streotaktik maupun endoskopik dengan atau tanpa penggunaan trombolitik masih belum pasti dalam tahap penelitian (AHA/ASA, Class IIb, Level of evidance B). perdarahan intrakranial supratentorial untuk meningkatakan keluaran fungsional atau angka kematian, kraniotomi segera dapat merugikan karena dapat meningkatkan faktor resiko perdarahan berulang (AHA/ASA, Class III, Level of evidance B) . d. Prediksi keluaran dan penghentian dukungan teknologi Perintah penundaan tidak diresusitasi direkoimendasikan untuk tidak melakukan perawatan penuh dan agresif dilakukan selama 2 hari (AHA/ASA, Class Iia, Level of evidance B), Kecuali pada pasien yang sejak semula ada keinginan untuk tidak diresusitasi. e. Pencegahan perdarahan intrakranial berulang Pada perdarahan intrakranial dimana stratifikasi risiko pasien telah disusun untuk mencegah perdarahan berulang keputusan tatalaksana dapat berubah karena pertimbangan beberapa faktor risiko, antara lain lokasi lobus dari perdarahan awal, usia lanjut, dalam pengobatan antikoagulan, terdapat alel E2 atau E4 apolipoprotein dan perdarahan mikro dalam jumlah besar pada MRI (AHA/ASA, Class IIa, Level of evidance B) . Setelah periode akut perdarahan intrakranial dan tidak ada kontra indikasi medis, tekanan darah sebaiknya dikontrol dengan baik terutama pada pasien yang lokasi perdarahannya tipikal dari vaskulopati hipertensif (AHA/ASA, Class IIa, Level of evidance A) . 40 Setelah periode akut perdarahan intrakranial, target dari tekanan darah dapat dipertimbangkan menjadi <140/90 mmHg atau <130/80 mmHg jika diabetes penyakit ginjal kronik (AHA/ASA, Class IIa, Level of evidance B) . 1 Penghentian pemakaian antikoagulan jangka panjang sebagai tatalaksana fibrilasi atrial nonvalvuler mungkin direkomendasikan setelah perdarahan intrakranial lobar spontan karena relatif berisiko tinggi untuk perdarahan berulang (AHA/ASA, Class IIa, Level of evidance B). Pemberian antikoagulan dan terapi antiplatelet setelah perdarahan intrakranial nonlobar dapat dipertimbangkan, terutama pada keadaan terdapat indikasi pasti penggunaan terapi tersebut (AHA/ASA, Class IIb, Level of evidance B). 1 Pelanggaran konsusmsi alkohol berat sangat bermanfaat (AHA/ASA, Class IIa, Level of evidance B). 6. Rehabilitasi dan pemulihan Mengingat potensi yang serius dari perdarahan intrakranial berupa kecacatan yang berat, serius dan kompleks, semua pasien sebaiknya dilakukan rehabilitasi secara multidisiplin (AHA/ASA, Class IIa, Level of evidance B). Jika memungkinkan , rehabilitasi dapat dilakukan sedini mungkin dan berlanjut disarana rehabilitasi komunitas, sebagai bagian dari program terkoordinasi yang baik antara perawatan di rumah sakit dengan perawatan berbasis rumah sakit dengan perawatan berbasis rumah (Home care) untuk meningkatkan pemulihan (AHA/ASA, Class IIa, Level of evidance B). Penatalaksanaan di Ruang Gawat Darurat 1. Evaluasi Cepat dan Diagnosis Oleh karena jendela terapi dalam pengobatan stroke akut sangat pendek, maka evaluasi dan diagnosis harus dilakukan dengan cepat, sistematik, dan cermat (AHA/ASA, Class I, Level of evidence B). Evaluasi gejala dan klinik stroke akut meliputi: a. Anamnesis, terutama mengenai gejala awal, waktu awitan, aktivitas penderita saat serangan, gejala seperti nyeri kepala, mual, muntah, rasa berputar, kejang, 41 cegukan (hiccup), gangguan visual, penurunan kesadaran, serta faktor risiko stroke (hipertensi, diabetes, dan lain-lain).1 b. Pemeriksaan fisik, meliputi penilaian respirasi, sirkulasi, oksimetri, dan suhu tubuh. Pemeriksaan kepala dan leher (misalnya cedera kepala akibat jatuh saat kejang, bruit karotis, dan tanda-tanda distensi vena jugular pada gagal jantung kongestif). Pemeriksaan torak (jantung dan paru), abdomen, kulit dan ekstremitas.1 c. Pemeriksaan neurologis dan skala stroke. Pemeriksaan neurologis terutama pemeriksaan saraf kranialis, rangsang selaput otak, sistem motorik, sikap dan cara jalan refleks, koordinasi, sensorik dan fungsi kognitif. Skala stroke yang dianjurkan saat ini adalah NIHSS (National Institutes of Health Stroke Scale) (AHA/ASA, Class 1, Level of evidence B).1 2. Terapi Umum a. Stabilisasi Jalan Napas dan Pernapasan - Pemantauan secara terus menerus terhadap status neutologis, nadi, tekanan darah, suhu tubuh, dan Saturasi oksigen dianjurkan dalam 72 jam, pada pasien dengan defisit neurologis yang nyata (ESO, Class IV, GCP).2 - Pembetian oksigen dianjurkan pada keadaan dengan saturasi oksigen < 95% (ESO, Class V, GCP).2 - Perbaiki jalan nafas termasuk pemasangan pipa orofaring pada pasien yang tidak sadar. Berikan bantuan ventilasi pada pasien yang mengalami penurunan kesadaran atau disfungsi bulbar dengan gangguan jalan napas (AHA/ASA, Class I, Level of evidence C).1 - Terapi oksigen diberikan pada pasien hipoksia (AHA/ASA, Class I, Level of evidence C).1 - Pasien stroke iskemik akut yang nonhipoksia tidak mernerlukan terapi oksigen (AHA/ASA, Class III, Level of evidence B).1 - Intubasi ETT (Endo Tracheal Tube) atau LMA (Laryngeal Mask Airway) diperlukan pada pasien dengan hipoksia (p02 <60 mmHg atau pCO2 >50 mmHg), atau syok, atau pada pasien yang berisiko untuk terjadi aspirasi. 42 - Pipa endotrakeal diusahakan terpasang tidak lebih dari 2 minggu. Jika pipa terpasang lebih dari 2 rninggu, maka dianjurkan dilakukan trakeostomi. b. Stabilisasi Hemodinamik - Berikan cairan kristaloid atau koloid intravena (hindari pernberian cairan hipotonik seperti glukosa). - Dianjurkan pemasangan CVC (Central Venous Catheter), dengan tujuan untuk memantau kecukupan cairan dan sebagai sarana untuk rnemasukkan cairan dan nutrisi. - Usahakan CVC 5 -12 mmHg. - Optimalisasi tekanan darah (Iihat Bab V.A Penatalaksanaan Tekanan Darah pada Stroke Akut) - Bila tekanan darah sistolik <120 mmHg dan cairan sudah mencukupi, maka obat-obat vasopressor dapat diberikan secara titrasi seperti dopamin dosis sedang/ tinggi, norepinefrin atau epinefrin dengan target tekanan darah sistolik berkisar 140 mmHg. - Pemantauan jantung (cardiac monitoring) harus dilakukan selama 24 jam pertama setelah serangan stroke iskernik (AHA/ASA, Class I, Level of evidence B). - Bila terdapat adanya penyakit jantung kongestif, segera atasi (konsultasi Kardiologi). Hipotensi arterial harus dihindari dan dicari penyebabnya. Hipovolemia harus dikoreksi dengan larutan satin normal dan aritmia jantung yang mengakibatkan penurunan curah jantung sekuncup harus dikoreksi (AHA/ASA, Class I, Level of evidence C).1 c. Pemeriksaan Awal Fisik Umum - Tekanan darah - Pemeriksaan jantung - Pemeriksaan neurologi umum awal: i. Derajat kesadaran ii. Pemeriksaan pupil dan okulomotor iii. Keparahan hemiparesis 43 d. Pengendalian Peninggian Tekanan Intrakranial (TIK) - Pemantauan ketat terhadap penderita dengan risiko edema serebral harus dilakukan dengan memperhatikan perburukan gejala dan tanda neurologis pada hari-hari pertama setelah serangan stroke (AHA/ASA, Class I, Level of evidence B).1 - Monitor TIK harus dipasang pada pasien dengan GCS <9 dan penderita yang mengalami penurunan kesadaran karena kenaikan TIK (AHA/ASA, Class V, Level of evidence C).1 - Sasaran terapi adalah TIK kurang dari 20 mmHg dan CPP >70 mmHg. - Penatalaksanaan penderita dengan peningkatan tekanan intrakranial meliputi : i. Tinggikan posisi kepala 200 - 300 ii. Posisi pasien hendaklah menghindari tekanan vena jugular iii. Hindari pemberian cairan glukosa atau cairan hipotonik iv. Hindari hipertermia v. Jaga normovolernia vi. Osmoterapi atas indikasi: o Manitol 0.25 - 0.50 gr/kgBB, selama >20 menit, diulangi setiap 4 - 6 jam dengan target ≤ 310 mOsrn/L. (AHA/ASA, Class III, Level of evidence C). Osmolalitas sebaiknya diperiksa 2 kali dalam sehari selama pemberian osmoterapi. o Kalau perlu, berikan furosemide dengan dosis inisial 1 mg/kgBB i.v. vii. Intubasi untuk menjaga normoventilasi (pCO2 35 - 40 mmHg). Hiperventilasi mungkin diperlukan bila akan dilakukan tindakan operatif. viii. Paralisis neuromuskular yang dikombinasi dengan sedasi yang adekuat dapat mengurangi naiknya TIK dengan cara mengurangi naiknya tekanan intratorakal dan tekanan vena akibat batuk, suction, bucking ventilator (AHA/ASA, Class III-IV, Level of evidence C). Agen nondepolarized seperti vencuronium atau pancuronium yang sedikit berefek pada histamine dan blok pada ganglion lebih baik digunakan (AHA/ASA, Class III-IV, Level of evidence C). Pasien dengan kenaikan krtitis TIK sebaiknya 44 diberikan relaksan otot sebelum suctioning atau lidokain sebagai alternative.3 ix. Kortikosteroid tidak direkomendasikan untuk mengatasi edema otak dan tekanan tinggi intracranial pada stroke iskemik, tetapi dapat diberikan kalau diyakini tidak ada kontraindikasi. (AHA/ASA, Class III, Level of evidence A).1 x. Drainase ventricular dianjurkan pada hidrosefalus akut akibat stroke iskemik serebelar (AHA/ASA, Class I, Level of evidence B).1 xi. Tindakan bedah dekompresif pada keadaan iskemik sereberal yang menimbulkan efek masa, merupakan tindakan yang dapat menyelamatkan nyawa dan memberikan hasil yang baik. (AHA/ASA, Class I, Level of evidence B). e. Penanganan Transformasi Hemoragik Tidak ada anjuran khusus tentang terapi transformasi perdarahan asimptomatik (AHA/ASA, Class Ib, Level of evidence B).1 Terapi transformasi perdarahan simtomatik sama dengan terapi stroke perdarahan, antara lain dengan memperbaiki perfusi serebral dengan mengendalikan tekanan darah arterial secara hati-hati. f. Pengendalian Kejang - Bila kejang, berikan diazepam bolus lambat intravena 5-20mg dan diikuti oleh fenitoin, loading dose 15-20 mg/kg bolus dengan kecepatan maksimum 50 mg/menit. - Bila kejang belum teratasi, maka perlu dirawat di ICU. - Pemberian antikonvulsan profilaksis pada penderita stroke iskemik tanpa kejang tidak dianjurkan (AHA/ASA, Class III, Level of evidence C).1 - Pada stroke perdarahan intraserebral, obat antikonvulsan profilaksis dapat diberikan selama 1 bulan, kemudian diturunkan, dan dihentikan bila tidak ada kejang selama pengobatan (AHA/ASA, Class V, Level of evidence C).3 g. Pengendalian Suhu Tubuh - Setiap pederita stroke yang disertai demam harus diobati dengan antipiretika dan diatasi penyebabnya (AHA/ASA, Class I, Level of evidence C).1 45 - Berikan Asetaminofen 650 mg bila suhu lebih dari 38,5 oC (AHA/ASA Guideline)1 atau 37,5 oC (ESO Guideline).3 - Pada pasien febris atau berisiko terjadi infeksi, harus dilakukan kultur dan hapusan (trakea, darah dan urin) dan diberikan antibiotik. Jika memakai kateter ventrikuler, analisa cairan serebrospinal harus dilakukan untuk mendeteksi meningitis. - Jika didapatkan meningitis, maka segera diikuti terapi antibiotic (AHA/ASA Guideline).3 h. Pemeriksaan Penunjang - EKG - Laboratorium (kimia darah, fungsi ginjal, hematologi, faal hemostasis, kadar gula darah, analisis urin, analisa gas darah, dan elektrolit) - Bila perlu pada kecurigaan perdarahan subaraknoid, lakukan punksi lumbal untuk pemeriksaan cairan serebrospinal - Pemeriksaan radiologi i. Foto rontgen dada ii. CT Scan B. Penatalaksanaan Umum di Ruang Rawat 1. Cairan a. Berikan cairan isotonis seperti 0,9% salin dengan tujuan menjaga euvolemi. Tekanan vena sentral dipertahankan antara 5-12 mmHg. b. Pada umumnya, kebutuhan cairan 30 ml/kgBB/hari (parenteral maupun enteral). c. Balans cairan diperhitungkan dengan mengukur produksi urin sehari ditambah dengan pengeluaran cairan yang tidak dirasakan (produksi urin sehari ditambah 500 ml untuk kehilangan cairan yang tidak tampak dan ditambah lagi 300 ml per derajat Celcius pada penderita panas). 45 46 d. Elektrolit (natrium, kalium, kalsium dan magnesium) harus selalu diperiksa dan diganti bila terjadi kekurangan sampai tercapai nilai normal. e. Asidosis dan alkalosis harus dikoreksi sesuai dengan hasil analisa gas darah. f. Cairan yang hipotonik atau mengandung glukosa hendaklah dihindari kecuali pada keadaan hipoglikemia. 2. Nutrisi a. Nutrisi enteral paling lambat sudah harus diberikan dalam 48 jam, nutrisi oral hanya boleh diberikan setelah hasil tes fungsi menelan baik. b. Bila terdapat gangguan menelan atau kesadaran menurun makanan, nutrisi diberikan melalui pipa nasogastrik. c. Pada keadaan akut, kebutuhan kalori 25-30 kkal/kg/hari dengan komposisi: - Karbohidrat 30-40 % dari total kalori; - Lemak 20-35 % (pada gangguan nafas dapat lebih tinggi 35-55 %); - Protein 20-30% (pada keadaan stress kebutuhan protein 1.4-2.0 g/kgBB/hari (pada gangguan fungsi ginjal <0.8 g/kgBB/hari). d. Apabila kemungkinan pemakaian pipa nasogastrik diperkirakan >6 minggu, pertimbangkan untuk gastrostomi. e. Pada keadaan tertentu yaitu pemberian nutrisi enteral tidak memungkinkan, dukungan nutrisi boleh diberikan secara parenteral. f. Perhatikan diit pasien yang tidak bertentangan dengan obat-obatan yang diberikan. Contohnya, hindarkan makanan yang banyak mengandung vitamin K pada pasien yang mendapat warfarin.4 3. Pencegahan dan Penanganan Komplikasi a. Mobilisasi dan penilaian dini untuk mencegah komplikasi subakut (aspirasi, malnutrisi, pneumonia, thrombosis vena dalam, emboli paru, dekubitus, komplikasi ortopedi dan kontraktur) perlu dilakukan (AHA/ASA, Level of evidence B and C).1 b. Berikan antibiotika atas indikasi dan usahakan sesuai dengan tes kultur dan sensitivitas kuman atau minimal terapi empiris sesuai dengan pola kuman (AHA/ASA, Level of evidence A).1 47 c. Pencegahan dekubitus dengan mobilisasi terbatas dan atau memakai kasur antidekubitus. d. Pencegahan thrombosis vena dalam dan emboli paru. e. Pada pasien tertentu yang beresiko menderita thrombosis vena dalam, heparin subkutan 5000 IU dua kali sehari atau LMWH atau heparinoid perlu diberikan (AHA/ASA, Level of evidence A).5 Resiko perdarahan sistemik dan perdarahan intraserebral perlu diperhatikan.6 Pada pasien imobilisasi yang tidak bias menerima antikoagulan, penggunaan stocking eksternal atau aspirin direkomendasikan untuk mencegah thrombosis vena dalam. (AHA/ASA, Level of evidence A and B).6 9. Komplikasi dan Prognosis Stroke Hemoragik Peningkatan tekanan intrakranial dan herniasi adalah komplikasi yang paling ditakutkan pada perdarahan intraserebral. Perburukan edem serebri sering mengakibatkan deteoriasi pada 24-48 jam pertama. Perdarahan awal juga berhubungan dengan deteorisasi neurologis, dan perluasan dari hematoma tersebut adalah penyebab paling sering deteorisasi neurologis dalam 3 jam pertama. Pada pasien yang dalam keadaan waspada, 25% akan mengalami penurunan kesadaran dalam 24 jam pertama. Kejang setelah stroke dapat muncul. Selain dari hal-hal yang telah disebutkan diatas, stroke sendiri adalah penyebab utama dari disabilitas permanen. Prognosis bervariasi bergantung pada tingkap keparahan stroke dan lokasi serta ukuran dari perdarahan. Skor dari Skala Koma Glasgow yang rendah berhubungan dengan prognosis yang lebih buruk dan mortalitas yang lebih tinggi. Apabila terdapat volume darah yang besar dan pertumbuhan dari volume hematoma, prognosis biasanya buruk dan outcome fungsionalnya juga sangat buruk dengan tingkat mortalitas yang tinggi. Adanya darah dalam ventrikel bias meningkatkan resiko kematian dua kali lipat. Pasien yang menggunakan antikoagulasi oral yang berhubungan dengan perdarahan 48 intraserebral juga memiliki outcome fungsional yang buruk dan tingkat mortilitas yang tinggi. 49 BAB III PEMBAHASAN Pada kasus ini dirawat seorang laki-laki berusia 59 tahun dengan diagnose penurunan kesadaran ec Stroke hemoragik. Berdasarkan anamnesis yang didapatkan, keluhan utama yakni penurunan kesadaran yang sebelumnya mengalami muntah tiga kali tanpa didahului mual. Pusing berputar (+), kelemahan anggota gerak kanan (+), bicara pelo(+). Riwayat hipertensi (+). Berdasarkan pemeriksaan fisik, didapati vital sign, yaitu kesadaran sopor, TD 140/90 mmHg, frekuensi nadi 104 kali/menit, frekuensi napas 26 kali/menit, temperatur 36,8°C. Pada pemeriksaan saraf kranialis, nervus olfaktorius (I), optikus (II), okulomotorius (III), troklearis (IV), trigeminus (V), abdusen (VI), akustikus (VIII), glossopharingeus (IX), vagus (X), aksesorius (XI), serta hipoglossus (XII) tidak dapat dinilai. Pada pemeriksaan refleks dijumpai refleks fisiologis dalam batas nomal di ekstremitas atas dan bawah serta dijumpai refleks patologis Babinski di kaki kiri Pemeriksaan kekuatan motorik pada ekstremitas atas dan bawah kiri tidak dapat dinilai 50 DAFTAR PUSTAKA 1. Kelompok Studi Stroke Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. Guideline Stroke 2007. Edisi Revisi. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia: Jakarta, 2007. 2. Nasissi, Denise. Hemorrhagic Stroke Emedicine. Medscape, 2010. [diunduh dari: http://emedicine.medscape.com/article/793821-overview] 3. Rohkamm, Reinhard. Color Atlas of Neurology. Edisi 2. BAB 3. Neurological Syndrome. George Thieme Verlag: German, 2003. 4. Tsementzis, Sotirios. A Clinician’s Pocket Guide: Differential Diagnosis in Neurology and Neurosurgery. George Thieme Verlag: New York, 2000. 5. Sjahrir, Hasan. Stroke Iskemik. Yandira Agung: Medan, 2003 6. Ropper AH, Brown RH. Adams and Victor’s Principles of Neurology. Edisi 8. BAB 4. Major Categories of Neurological Disease: Cerebrovascular Disease. McGraw Hill: New York, 2005. 7. Sotirios AT,. Differential Diagnosis in Neurology and Neurosurgery.New York. Thieme Stuttgart. 2000. 8. Silbernagl, S., Florian Lang. Teks & Atlas Berwarna Patofisiologi. EGC: Jakarta, 2007. 9. MERCK, 2007. Hemorrhagic Stroke. Diperoleh dari: http://www.merck.com/mmhe/sec06/ch086/ch086d.html. 10. Mesiano, Taufik. Perdarahan Subarakhnoid Traumatik. FK UI/RSCM, 2007. Diunduh dari: http://images.omynenny.multiply.multiplycontent.com/attachment/0/R@u uzQoKCrsAAFbxtPE1/SAH%20traumatik%20Neurona%20by%20Taufik %20M.doc?nmid=88307927 11. Samino. Perjalanan Penyakit Peredaran Darah Otak. FK UI/RSCM, 2006. Diunduh dari: http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/13PerjalananPenyakitPeredaranDara hOtak021.pdf/13PerjalananPenyakitPeredaranDarahOtak021.html 12. Price, Sylvia A. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit ed.6. EGC, Jakarta. 2006. 51