Uploaded by User4477

Longcase dr Intan ICH

advertisement
LONGCASE
INTRACEREBRAL HEMORRHAGE
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Kepaniteraan Klinik
Bagian Ilmu Penyakit Syaraf Di RSUD Panembahan Senopati Bantul
Diajukan Kepada :
dr. Intan Rahayu, Sp. S
Diajukan Oleh :
Irfan Abdurraafi
20174011109
SMF ILMU PENYAKIT SYARAF
RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2018
1
HALAMAN PENGESAHAN
LONGCASE
INTRACEREBRAL HEMORRHAGE
Disusun oleh :
Irfan Abdurraafi
20174011109
Disetujui dan disahkan pada tanggal:
7 November 2018
Mengetahui,
Dosen Pembimbing
dr. Intan Rahayu, Sp. S
2
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................. 2
DAFTAR ISI ........................................................................................................... 3
BAB I ...................................................................................................................... 4
LAPORAN KASUS ................................................................................................ 4
BAB II ................................................................................................................... 17
TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................................... 17
BAB III ................................................................................................................. 50
PEMBAHASAN ................................................................................................... 50
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 51
3
BAB I
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama
: Tn. C.S
Umur
: 59 tahun
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Pekerjaan
: Swasta
Alamat
:Tegal Krapyak RT02 Panggungharjo Sewon Bantul
Status Perkawinan
: Menikah
Masuk RS
: 10 Oktober 2018
B. ANAMNESIS
: Alloanamnesis Istri Pasien
1. Keluhan Utama
Pusing berputar
2. Riwayat Penyakit Sekarang
3 jam SMRS, OS mendadak muntah menyemprot tanpa didahului
mual-mual sebanyak 3x disertai suara terdengar bicara pelo dan lemah
anggota gerak kanan. Lalu 30 menit kemudian OS tidak sadarkan diri.
Kejang dan penurunan penglihatan mendadak disangkal.
Di IGD OS dikonsulkan ke Unit Penyakit Dalam dengan diagnosis
Vertigo. Lalu, dokter Penyakit Dalam konsul dokter Syaraf.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
- Riwayat keluhan serupa (-)
- Riwayat trauma (-)
- Riwayat diabetes melitus (-)
- Riwayat hipertensi (+) tidak terkontrol 2 th yll
- Riwayat asma (-)
- Riwayat penyakit jantung (-)
- Riwayat alergi (-)
- Riwayat stroke (-)
- Riwayat maag (+)
4
4. Riwayat Penyakit pada Keluarga yang diturunkan
- Riwayat keluhan serupa (-)
- Riwayat trauma (-)
- Riwayat diabetes melitus (-)
- Riwayat hipertensi (-)
- Riwayat asma (-)
- Riwayat penyakit jantung (-)
- Riwayat alergi (-)
- Riwayat stroke (-)
- Riwayat maag (-)
5. Riwayat Psikososial-Ekonomi
OS merupakan kepala keluarga dari seorang istri dan 3 anak. OS
tinggal serumah dengan semua anggota keluarga. OS merupakan
tulang punggung keluarga. Riwayat merokok disangkal.
6. Anamnesis Sistem
- Sistem serebrospinal
: Demam (-), pusing berputar (+), kaku
kuduk (-), kesemutan (-), disartria (+), hemiparese dextra (+),
penurunan kesadaran (+), kejang (-).
- Sistem respiratorius
: Sesak nafas (-), batuk (-), pilek (-).
- Sistem kardiovaskular : Berdebar-debar (-)
- Sistem gastrointestinal : Mual (-), muntah (+), tidak ada gangguan
BAB.
- Sistem genitalia
: Tidak ada gangguan BAK
- Sistem muskoloskeletal : Penurunan kekuatan pada tangan dan kaki
kanan
- Sistem integumentum : Akral teraba hangat, edema (-)
Kesimpulan Anamnesis :
Dihadapkan seorang laki-laki usia 59 tahun dengan penurunan kesadaran
yang sebelumnya mengalami muntah tiga kali tanpa didahului mual.
5
Pusing berputar (+), kelemahan anggota gerak kanan (+), bicara pelo(+).
Riwayat hipertensi (+).
C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum
Keadaan umum
: Lemah
Kesadaran
: Sopor, E2V1M2
Tekanan darah
: 140/90 mmHg
Suhu
: 36,9°C
Nadi
: 104x/ menit
Pernapasan
: 24x/ menit
2. Kepala
- Bentuk : Mesocephal
- Ukuran : Normocephal
- Rambut : Warna tampak putih kehitaman, tidak rontok, distribusi
merata
- Mata
: Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor,
θ 3/3 mm, reflek cahaya langsung (+/+), reflek cahaya tidak
langsung (+/+).
- Telinga : Malformasi (-), serumen probe (-)
- Hidung : Malformasi (-), lendir (-/-), nafas cuping hidung (-/-),
epistaksis (-/-)
- Mulut
: Pucat (-), bibir pecah-pecah (-), mukosa bukal kering (+)
3. Leher
- Kelenjar limfe submandibula
: Tidak teraba membesar
- Kelenjar limfe servikal
: Tidak teraba membesar
4. Thorax
a. Jantung
- Inspeksi
: Iktus cordis tidak terlihat
- Palpasi
: Iktus cordis teraba pada sela iga ke-5 linea
midaksilaris kiri
- Perkusi
: Batas jantung normal, tidak terdapat pembesaran
6
- Auskultasi
: Bunyi jantung S1S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
b. Paru-paru
- Inspeksi
: Simetris saat inspirasi dan ekspirasi, retraksi (-)
- Perkusi
: Sonor (+/+)
- Auskultasi
: Vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
5. Abdomen
- Inspeksi
: Deformitas (-), tanda peradangan (-), asites (-)
- Auskultasi
: Peristaltik (+)
- Perkusi
: Timpani (+)
- Palpasi
: Supel (+), nyeri tekan (-), turgor kulit baik, hepar
dan lien tidak teraba.
6. Ekstremitas
Akral hangat, nadi kuat, capillary refill time (CRT) <2 detik, edema (-/--)
D. STATUS NEUROLOGIS
1. Kepala
Ukuran
: Normocephal
Nyeri tekan
:
(?)
pasien
tidak sadar
Wajah
: Simetris
2. Leher dan Vertebra
- Range of motion : sulit dinilai pasien tidak sadar
- Manuver
Lasegue
: (?)
Lhermitte’s
:
(?)
pasien
tidak
: (?)
Valsava
:
(?)
pasien
tidak
sadar
Patrick’s
sadar
Contrapatrick’s : (?)
3. Rangsang Meningeal
Kaku kuduk
: (-)
Brudzinski II : (-)
7
Test kernig
: (-)
Brudzinski III : (-)
Brudzinski I
: (-)
Brudzinski IV : (-)
4. Saraf Otak
a. Nervus I (Olfaktorius)
Anosmia
: sulit dinilai
Hiposmia
:
sulit
: sulit dinilai
Parosmia
:
sulit
: sulit dinilai
Halusinasi penciuman :
sulit
dinilai
Hiperosmia
dinilai
Kakosmia
dinilai
b. Nervus II (Optikus)
Kanan
Kiri
Daya Penglihatan
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Medan Penglihatan
Sulit dinilai
Sulit dinilai
c. Nervus III (Okulomotorius) Doll’s eye Maneuver
Kanan
Kiri
Ptosis
-
-
Gerak mata ke atas
normal
normal
Gerak mata ke medial
normal
normal
Gerak mata ke bawah
normal
normal
Ukuran pupil
±3 mm
±3 mm
Bentuk pupil
Bulat reguler
Bulat reguler
Kesamaan pupil
Isokor
Refleks cahaya langsung
+
+
+
+
Diplopia
-
-
Nistagmus
sulit dinilai
sulit dinilai
Refleks
cahaya
tidak
langsung
8
-
Eksoftalmus
-
d. Nervus IV (Trokhlearis) Doll’s eye Maneuver
Kanan
Kiri
normal
normal
Strabismus konvergen
normal
normal
Diplopia
-
-
Gerak mata ke lateral
bawah
e. Nervus V (Trigeminus)
Kanan
Kiri
Menggigit
sulit dinilai
sulit dinilai
Membuka mulut
sulit dinilai
sulit dinilai
sulit dinilai
sulit dinilai
Refleks kornea
+
+
Refleks bersin
+
+
Refleks masseter
sulit dinilai
sulit dinilai
Refleks zygomaticus
sulit dinilai
sulit dinilai
Eksoftalmus
-
-
Sensibilitas
muka
atas, tengah, bawah
f. Nervus VI (Abdusen) Doll’s eye Maneuver
Gerak
mulut
ke
lateral
Strabismus
konvergen
Diplopia
Kanan
Kiri
dbn
dbn
normal
normal
-
-
g. Nervus VII (Fasialis)
9
Kanan
Kiri
Kerutan kulit dahi
sulit dinilai
sulit dinilai
Kedipan mata
sulit dinilai
sulit dinilai
Lipatan nasobial
dbn
dbn
Sudut mulut
Simetris
Simetris
Mengerutkan dahi
sulit dinilai
sulit dinilai
Menutup mata
+
+
Meringis
sulit dinilai
sulit dinilai
sulit dinilai
sulit dinilai
Tik fasialis
sulit dinilai
sulit dinilai
Lakrimasi
sulit dinilai
sulit dinilai
Refleks glabella
sulit dinilai
sulit dinilai
Tanda myerson
sulit dinilai
sulit dinilai
Tanda chvostek
sulit dinilai
sulit dinilai
Menggembungkan
pipi
h. Nervus VIII (Vestibulokokhlearis)
Mendengar
suara
berbisik
Mendengar detik arloji
Kanan
Kiri
sulit dinilai
sulit dinilai
sulit dinilai
sulit dinilai
i. Nervus IX (Glossofaringeus)
Arkus faring
Simetris
Sengau
Sulit dinilai
Refleks muntah
+
j. Nervus X (Vagus)
Arkus faring
Simetris
10
Nadi
Teraba
Bersuara
-
Menelan
sulit dinilai
k. Nervus XI (Aksesorius)
Kanan
Kiri
Memalingkan kepala
sulit dinilai
sulit dinilai
Sikap bahu
Simetris
Simetris
Mengangkat bahu
sulit dinilai
sulit dinilai
l. Nervus XII (Hipoglosus)
Sikap lidah
: tertarik ke kanan
Tremor lidah
: Tidak
: sulit dinilai
Menjulurkan lidah
:
ada
Artikulasi
sulit
dinilai
5. Sistem Motorik
a. Gerakan volunter
: sulit dinilai
b. Tonus otot
: sulit dinilai
c. Kekuatan otot
: sulit dinilai
6. Sistem Sensorik
Sensibilitas
Tangan
Kaki
Kanan
Kiri
Kanan
Nyeri
sulit dinilai
sulit dinilai sulit dinilai
sulit dinilai
Taktil
+
+
+
+
Posisi
dbn
dbn
dbn
dbn
7. Refleks Fisiologis
Refleks
Kanan
Kiri
Biceps
+2
+2
Triceps
+2
+2
Achilles
+2
+2
11
Kiri
+2
+2
Refleks
Kanan
Kiri
Tromner
-
-
Hoffman
-
-
Babinski
+
-
Chaddock
-
-
Knee patella
8. Refleks Patologis
12
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium
Tanggal 10/10/2018
Parameter
Hasil
Nilai Rujukan
Hemoglobin
17.8
14,0 – 18,0 gr/dL
Leukosit
27.26
4 – 11 ribu/uL
Eritosit
5.88
4,5 – 5,5 ribu/uL
Trombosit
367
150 – 450 ribu/uL
Hematokrit
51.9
42 – 52 ribu/uL
Eosinofil
0
2–4%
Basofil
0
0–1%
Batang
10
2–5%
Segmen
76
51 – 67 %
Limfosit
10
20 – 35 %
Monosit
4
4–8%
SGOT
19
<37
SGPT
19
<41
Ureum
45
17-43
Kreatinin
1.08
0.90-1.30
154
80 – 126
Kolestrol Total
241
150-200
LDL
163
<115
HDL
61
>39
Trigliserida
83
60-150
HEMATOLOGI
FUNGSI HATI
FUNGSI GINJAL
DIABETES
GDS
PROFIL LIPID
ELEKTROLIT
13
Natrium
141.3
137.0-145.0
Kalium
3.01
3.50-5.10
Klorida
103
98.0-106.0
2. Rontgen Thorax PA ( Tanggal 10/10/2018)
Cor dan pulmo dalam batas normal.
3. CT-Scan Kepala tanpa Kontras (Tanggal 10/10/2018)
Intracerebral hemorrhage pada cerebellum dan intraventrikuler
hemorrhage pada ventrikel 3, 4 dan cornu posterior ventriculus
lateralis kanan-kiri dengan volume 41.8 ml.
F. DIAGNOSIS
- Diagnosis Masuk
: Vertigo dengan Hipertensi
- Diagnosa Klinis
: Observasi sopor dengan lateralisasi kanan
- Diagnosa Topis
: Penekanan system ARAS (Ascending reticular
activating system)
- Diagnosa Etiologi
: Intracerebellar dan Intraventricular Hemorrhage
- Diagnosa Lain
: Hipertensi
G. PENATALAKSANAAN
Inj Ceftazidim 1gr/8j
Amikasin 3x100mg
Inj Ondansetron 1A/8j
Inj Esomeprazole 1A/8j
Nicardipin 1A/8j
Candesartan 1x16mg
Clonidin 3x1/2tab
Inj. Furosemid 1a/24j
Mannitol 125mg/6j
Planning
Konsul Bedah Saraf
Planning operasi menurut Pedoman Stroke Perdossi tahun 2011:
14
Prosedur/ Operasi
a. Penanganan dan Pemantauan Tekanan Intrakranial
Pasien dengan skor GCS <8, dengan tanda klinis herniasi
transtentorial,atau dengan perdarahan intraventrikuler yang luas atau
hidrosefalus, dapat dipertimbangkan untuk penanganan dan Pemantauan
tekanan intrakranial. Tekanan perfusi otak 50-70 mmHg dapat
dipertahankan tergantung pada status otoregulasi otak (AHA/ASA, Class
Iib, level of evidance C).
Drainase ventrikular sebagai tata laksana hidrosefalus dapat
di[pertimabngkan pada pasien dengan penurunan tingakt kesadaran
(AHA/ASA Class IIa, Level of evidance B).
b. Perdarahan Intraventikuler
Walaupun pemberian intraventrikuler recombinant tissue-type
plasminogen
activator
(rTPA)
untuk
melisiskan
bekuan
darah
intraventrikuler memiliki tingkat komplikasi yang cukup rendah, efikasi
dan keamanan dari tata laksana ini masih belum pasti dan dalam tahap
penelitian (AHA/ASA, Class IIb, Level of evidance B).
c. Evakuasi hematom
Pada sebagian besar pasien dengan perdarahan intrakranial,
kegunaan tindakan operasi masih belum pasti (AHA/ASA, Class Iib, level
of evidance C).
Pasien dengan perdarahan serebral yang mengalami perburukan
neurologis, atau yang terdapat kompresi batang otak, dan atau hidrosefalus
akibat obstruksi ventirkel sebaiknya menjalani operasi evakuasi bekuan
darah secepatnnya (AHA/ASA, Class I, Level of evidance B) . 1 Tata
laksana awal pada pasien tersebut dengan drainase ventrikuler saja tanpa
evakuasi bekuan darah tidak direkomendasikan (AHA/ASA, Class III, Level
of evidance C).
Pada pasien dengan bekuan darah di lobus > 30 ml dan terdapat di
1 cm dari permukaan, evakuasi perdarahan intrakranial supratentorial
15
dengan kraniotomi standar dapat dipertimbangkan (AHA/ASA, Class IIb,
Level of evidance B).

Efektivitas evakuasi sumbatan secara invasif minimal menggunakan
baik aspirasi streotaktik maupun endoskopik dengan atau tanpa
penggunaan trombolitik masih belum pasti dalam tahap penelitian
(AHA/ASA, Class IIb, Level of evidance B).

Saat ini tidak terdapat bukti mengindikasikan pengangkatan segera dari
perdarahan intrakranial supratentorial untuk meningkatakan keluaran
fungsional atau angka kematian, kraniotomi segera dapat merugikan
karena dapat meningkatkan faktor resiko perdarahan berulang
(AHA/ASA, Class III, Level of evidance B).
d. Prediksi keluaran dan penghentian dukungan teknologi
Perintah penundaan tidak diresusitasi direkoimendasikan untuk
tidak melakukan perawatan penuh dan agresif dilakukan selama 2 hari
(AHA/ASA, Class Iia, Level of evidance B), Kecuali pada pasien yang
sejak semula ada keinginan untuk tidak diresusitasi.
e. Pencegahan perdarahan intrakranial berulang
Pada perdarahan intrakranial dimana stratifikasi risiko pasien telah
disusun untuk mencegah perdarahan berulang keputusan tatalaksana dapat
berubah karena pertimbangan beberapa faktor risiko, antara lain lokasi
lobus dari perdarahan awal, usia lanjut, dalam pengobatan antikoagulan,
terdapat alel E2 atau E4 apolipoprotein dan perdarahan mikro dalam
jumlah besar pada MRI (AHA/ASA, Class IIa, Level of evidance B).
H. PROGNOSIS
Dubia ad malam
16
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. DEFINISI
Pengertian Stroke dan Stroke Hemoragik
Menurut definisi WHO, stroke adalah suatu tanda klinis yang berkembang
secara mendadak akibat gangguan otak fokal (atau global) dengan gejalagejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih dan dapat menyebabkan
kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskular. Stroke
hemoragik adalah stroke yang terjadi apabila lesi vaskular intraserebrum
mengalami ruptur sehingga terjadi perdarahan ke dalam ruang subaraknoid
atau langsung ke dalam jaringan otak.5, 12
Epidemiologi Stroke dan Stroke Hemoragik
Stroke merupakan penyebab kematian ketiga dan penyebab utama
kecacatan.2 Sekitar 0,2% dari populasi barat terkena stroke setiap tahunnya
yang sepertiganya akan meninggal pada tahun berikutnya dan sepertiganya
bertahan hidup dengan kecacatan, dan sepertiga sisanya dapat sembuh kembali
seperti semula. Dari keseluruhan data di dunia, ternyata stroke sebagai
penyebab kematian mencapai 9% (sekitar 4 juta) dari total kematian per
tahunnya.5
Insidens kejadian stroke di Amerika Serikat yaitu 500.000 pertahunnya
dimana 10-15%
merupakan stroke hemoragik
kuhusnya
perdarahan
intraserebral. Mortalitas dan morbiditas pada stroke hemoragik lebih berat dari
pada stroke iskemik. Dilaporkan hanya sekitar 20% saja pasien yang
mendapatkan kembali kemandirian fungsionalnya. Selain itu, ada sekitar 4080% yang akhirnya meninggal pada 30 hari pertama setelah serangan dan
sekitar 50% meninggal pada 48 jam pertama. Penelitian menunjukkan dari
251 penderita stroke, ada 47% wanita dan 53% kali-laki dengan rata-rata umur
69 tahun (78% berumur lebih dari 60 tahun. Pasien dengan umur lebih dari 75
tahun dan berjenis kelamin laki-laki menunjukkan outcome yang lebih buruk.2
3.3. Etiologi Stroke Hemoragik
Penyebab stroke hemoragik sangat beragam, yaitu:
17

Perdarahan intraserebral primer (hipertensif)

Ruptur kantung aneurisma

Ruptur malformasi arteri dan vena

Trauma (termasuk apopleksi tertunda paska trauma)

Kelainan perdarahan seperti leukemia, anemia aplastik, ITP, gangguan
fungsi hati, komplikasi obat trombolitik atau anti koagulan,
hipofibrinogenemia, dan hemofilia.

Perdarahan primer atau sekunder dari tumor otak.

Septik embolisme, myotik aneurisma

Penyakit inflamasi pada arteri dan vena

Amiloidosis arteri

Obat vasopressor, kokain, herpes simpleks ensefalitis, diseksi arteri
vertebral, dan acute necrotizing haemorrhagic encephalitis.
Faktor Risiko Stroke Hemoragik
Faktor-faktor yang berperan dalam meningkatkan risiko terjadinya stroke
hemoragik.
Faktor Resiko

Umur
Umur merupakan faktor risiko yang paling kuat untuk stroke. Sekitar 30%
dari stroke terjadi sebelum usia 65; 70% terjadi pada mereka yang 65 ke atas.
Risiko stroke adalah dua kali ganda untuk setiap 10 tahun di atas 55 tahun.

Hipertensi
Risiko stroke berkaitan dengan tingkat sistolik hipertensi. Hal ini berlaku
untuk kedua jenis kelamin, semua umur, dan untuk resiko perdarahan,
atherothrombotik, dan stroke lakunar, menariknya, risiko stroke pada tingkat
hipertensi sistolik kurang dengan meningkatnya umur, sehingga ia menjadi kurang
kuat, meskipun masih penting dan bias diobati, faktor risiko ini pada orang tua.

Seks
Infark otak dan stroke terjadi sekitar 30% lebih sering pada laki-laki
berbanding perempuan, perbedaan seks bahkan lebih tinggi sebelum usia 65.
18

Riwayat keluarga
Terdapat lima kali lipat peningkatan prevalensi stroke antara kembar
monozigotik dibandingkan dengan pasangan kembar laki-laki dizigotik yang
menunjukkan kecenderungan genetik untuk stroke. Pada 1913 penelitian kohort
kelahiran Swedia menunjukkan tiga kali lipat peningkatan kejadian stroke pada
laki-laki yang ibu kandungnya meninggal akibat stroke, dibandingkan dengan
laki-laki tanpa riwayat ibu yang mengalami stroke. Riwayat keluarga juga
tampaknya berperan dalam kematian stroke antara populasi Kaukasia kelas
menengah atas di California.

Diabetes mellitus
Setelah faktor risiko stroke yang lain telah dikendalikan, diabetes
meningkatkan risiko stroke tromboemboli sekitar dua kali lipat hingga tiga kali
lipat berbanding orang-orang -tanpa diabetes. Diabetes dapat mempengaruhi
individu untuk mendapat iskemia serebral melalui percepatan aterosklerosis
pembuluh darah yang besar, seperti arteri koronari, arteri karotid atau dengan,
efek lokal pada mikrosirkulasi serebral.

Penyakit jantung
Individu dengan penyakit jantung dari jenis apa pun memiliki lebih dari
dua kali lipat risiko stroke dibandingkan dengan mereka yang fungsi jantungnya
normal.

Penyakit Arteri koroner :
Indikator kuat kedua dari keberadaan penyakit difus vascular aterosklerotik dan
potensi sumber emboli dari thrombi mural karena miocard infarction.

Gagal Jantung kongestif, penyakit jantung hipertensi : Berhubungan
dengan meningkatnya kejadian stroke

Fibrilasi atrial : Sangat terkait dengan stroke emboli dan fibrilasi atrial
karena penyakit jantung rematik; meningkatkan risiko stroke sebesar 17
kali.
Lainnya :
19
Berbagai lesi jantung lainnya telah dikaitkan dengan stroke, seperti prolaps
katup mitral, patent foramen ovale, defek septum atrium, aneurisma septum
atrium, dan lesi aterosklerotik dan trombotik dari ascending aorta.

Karotis bruits
Karotis bruits menunjukkan peningkatan risiko kejadian stroke, meskipun
risiko untuk stroke secara umum, dan tidak untuk stroke khusus dalam distribusi
arteri dengan bruit.

Merokok
Beberapa laporan, termasuk meta-analisis angka studi, menunjukkan
bahwa merokok jelas menyebabkan peningkatan risiko stroke untuk segala usia
dan kedua jenis kelamin, tingkat risiko berhubungan dengan jumlah batang rokok
yang dihisap, dan penghentian merokok mengurangi risiko, dengan resiko
kembali seperti bukan perokok dalam masa lima tahun setelah penghentian.

Peningkatan hematokrit
Penigkatan viskositas menyebabkan gejala stroke ketika hematokrit
melebihi 55%. Penentu utama viskositas darah keseluruhan adalah dari isi sel
darah merah; plasma protein, terutamanya fibrinogen, memainkan peranan
penting. Ketika meningkat viskositas hasil dari polisitemia, hyperfibrinogenemia,
atau paraproteinemia, biasanya menyebabkan gejala umum, seperti sakit kepala,
kelesuan, tinnitus, dan penglihatan kabur. Infark otak fokal dan oklusi vena retina
jauh kurang umum, dan dapat mengikuti disfungsi trombosit akibat trombositosis.
Perdarahan Intraserebral dan subarachnoid kadang-kadang dapat terjadi.

Peningkatan tingkat fibrinogen dan kelainan system pembekuan
Tingkat fibrinogen tinggi merupakan faktor risiko untuk stroke trombotik.
Kelainan sistem pembekuan darah juga telah dicatat, seperti antitrombin III dan
kekurangan protein C serta protein S dan berhubungan dengan vena thrombotic.

Hemoglobinopathy Sickle-cell disease :
Dapat menyebabkan infark iskemik atau hemoragik, intraserebral dan
perdarahan subaraknoid, vena sinus dan trombosis vena kortikal. Keseluruhan
kejadian stroke dalam Sickle-cell disease adalah 6-15%.
Paroxysmal Nocturnal Hemoglobinuria :
20
Dapat mengakibatkan trombosis vena serebral

Penyalahgunaan obat
Obat yang telah berhubungan dengan stroke termasuk methamphetamines,
norepinefrin, LSD, heroin, dan kokain. Amfetamin menyebabkan sebuah
vaskulitis nekrosis yang dapat mengakibatkan pendarahan petechial menyebar,
atau fokus bidang iskemia dan infark. Heroin dapat timbulkan sebuah
hipersensitivitas vaskular menyebabkan alergi . Perdarahan subarachnoid dan
difarction otak telah dilaporkan setelah penggunaan kokain.

Hiperlipidemia
Meskipun tingkat kolesterol tinggi telah jelas berhubungan dengan
penyakit jantung koroner, mereka sehubungan dengan stroke kurang jelas.
Peningkatan kolesterol tidak muncul untuk menjadi faktor risiko untuk
aterosklerosis karotis, khususnya pada laki-laki di bawah 55 tahun. Kejadian
hiperkolesterolemia menurun dengan bertambahnya usia. Kolesterol berkaitan
dengan perdarahan intraserebral atau perdarahan subarachnoid. Tidak ada
hubungan yang jelas antara tingkat kolesterol dan infark lakunar.

Kontrasepsi oral
Pil KB, estrogen tinggi yang dilaporkan meningkatkan risiko stroke pada
wanita muda. Penurunan kandungan estrogen menurunkan masalah ini, tetapi
tidak dihilangkan sama sekali. Ini adalah faktor risiko paling kuat pada wanita
yang lebih dari 35 tahun . Mekanisme diduga meningkat koagulasi, karena
stimulasi estrogen tentang produksi protein liver, atau jarang penyebab autoimun

Diet

Konsumsi alkohol :
Ada peningkatan risiko infark otak, dan perdarahan subarakhnoid
dikaitkan dengan penyalahgunaan alcohol pada orang dewasa muda. Mekanisme
dimana etanol dapat menghasilkan stroke termasuk efek pada darah tekanan,
platelet, osmolalitas plasma, hematokrit, dan sel-sel darah merah. Selain itu,
alkohol bisa menyebabkan miokardiopati, aritmia, dan perubahan di darah aliran
otak dan autoregulasi.

Kegemukan :
21
Diukur dengan berat tubuh relatif atau body mass indexs, obesitas telah
secara konsisten meramalkan berikutnya stroke. Asosiasi dengan stroke dapat
dijelaskan sebagian oleh adanya hipertensi dan diabetes. Sebuah berat relative
lebih dari 30% di atas rata-rata kontributor independen keatherosklerotik infark
otak berikutnya.

Penyakit pembuluh darah perifer
Karena bisa menyebabkan robeknya pembuluh darah. Infeksi Infeksi
meningeal dapat mengakibatkan infark serebral melalui pengembangan perubahan
inflamasi dalam dinding pembuluh darah. Sifilis meningovaskular dan
mucormycosis dapat menyebabkan arteritis otak dan infark.

Homosistinemia atau homosistinuria
Predisposisi trombosis arteri atau vena di otak. Estimasi risiko stroke di
usia muda adalah 10-16%.

Migrain
Sering pasien mengalami stroke sewaktu serangan migrain.

Suku bangsa
Kejadian stroke di Afrika-Amerika lebih tinggi secara tidak proporsional
dari kelompok lain.

Lokasi geografis
Di Amerika Serikat dan kebanyakan negara Eropa, stroke merupakan
penyebab kematian ketiga paling sering, setelah penyakit jantung dan kanker.
Paling sering, stroke disebabkan oleh perubahan aterosklerotik bukan oleh
perdarahan. Kekecualian adalah pada setengah perempuan berkulit hitam, di
puncak pendarahan yang daftar. Di Jepang, stroke hemorragik adalah penyebab
utama kematian pada orang dewasa, dan perdarahan lebih umum dari
aterosklerosis.

Sirkadian dan faktor musim
Variasi sirkadian dari stroke iskemik, puncaknya antara pagi dan siang
hari. Hal ini telah menimbulkan hipotesis bahwa perubahan diurnal fungsi platelet
dan fibrinosis mungkin relevan untuk stroke. Hubungan antara variasi iklim
musiman dan stroke iskemik telah didalihkan. Peningkatan dalam arahan untuk
22
infark otak diamati di Iowa. Suhu lingkungan rata-rata menunjukkan korelasi
negatif dengan kejadian cerebral infark di Jepang. Variasi suhu musiman telah
berhubungan dengan resiko lebih tinggi cerebral infark dalam usia 40-64 tahun
pada penderita yang nonhipertensif, dan pada orang dengan kolesterol serum
bawah 160mg/dL.
2. Anatomi Otak
Otak terdiri dari sel-sel otak yang disebut neuron, sel-sel penunjang yang
dikenal sebagai sel glia, cairan serebrospinal, dan pembuluh darah. Semua orang
memiliki jumlah neuron yang sama sekitar 100 miliar, tetapi koneksi di antara
berbagi neuron berbeda-beda. Pada orang dewasa, otak membentuk hanya sekitar
2% (sekitar 1,4 kg) dari berat tubuh total, tetapi mengkonsumsi sekitar 20%
oksigen dan 50% glukosa yang ada di dalam darah arterial
Otak diselimuti oleh selaput otak yang disebut selaput meninges. Selaput
meninges terdiri dari 3 lapisan :
1. Lapisan durameter yaitu lapisan yang terdapat di paling luar dari otak dan
bersifat tidak kenyal. Lapisan ini melekat langsung dengan tulang
tengkorak. Berfungsi untuk melindungi jaringan-jaringan yang halus dari
otak dan medula spinalis.
2. Lapisan araknoid yaitu lapisan yang berada dibagian tengah dan terdiri
dari lapisan yang berbentuk jaring laba-laba. Ruangan dalam lapisan ini
disebut dengan ruang subaraknoid dan memiliki cairan yang disebut cairan
serebrospinal. Lapisan ini berfungsi untuk melindungi otak dan medulla
spinalis dari guncangan.
3. Lapisan piameter yaitu lapisan yang terdapat paling dalam dari otak dan
melekat langsung pada otak. Lapisan ini banyak memiliki pembuluh
darah. Berfungsi untuk melindungi otak secara langsung.
Otak dibagi kedalam lima kelompok utama, yaitu :
1. Telensefalon (endbrain), terdiri atas:
Hemisfer serebri yang disusun oleh korteks serebri, system limbic, basal
ganglia dimana basal ganglia disusun oleh nucleus kaudatum, nucleus
klaustrum dan amigdala.
23
2. Diensefalon (interbrain) yang terbagi menjadi epitalamus, thalamus,
subtalamus, dan hipotalamus.
3. Mesensefalon (midbrain) corpora quadrigemina yang memiliki dua
kolikulus yaitu kolikulus superior dan kolikulus inferior dan terdiri dari
tegmentum yang terdiri dari nucleus rubra dan substansia nigra
4. Metensefalon (afterbrain), pons dan medulla oblongata
5. Cerebellum
Kebutuhan energy oksigen jaringan otak adalah sangat tinggi oleh karena
out aliran darah ke otaj harus berjalan lancar. Adapun pembuluh darah yang
memperdarahi otak diantaranya adalah :
1. Arteri Karotis ;
Arteri karotis interna dan arteri karotis eksterna bercabang dari arteri
karotis komunis setinggi tulang rawan carotid. Arteri karotis kiri langsung
bercabang dari arkus aorta, tetapi arteri karotis komunis kanan berasal dari
arteri brakiosefalika. Arteri karotis eksterna memperdarahi wajah, tiroid, lidah
dan taring. Cabang dari arteri karotis eksterna yaitu arteri meningea media,
memperdarahi struktur-struktur di daerah wajah dan mengirimkan satu
cabang yang besar ke daerah duramater. Arteri karotis interna sedikit
berdilatasi tepat setelah percabangannya yang dinamakan sinus karotikus.
Dalam sinus karotikus terdapat ujung-ujung saraf khususnya berespon
terhadap perubahan tekanan darah arteri, yang secara reflex mempertahankan
suplai darah ke otak dan tubuh.
Arteri karotis interna masuk ke otak dan bercabang kira-kira setinggi
kiasma optikum, menjadi arteri serebri anterior dan media. Arteri serebri
media adalah lanjutan langsung dari arteri karotis interna. Setelah masuk ke
ruang subaraknoid dan sebelum bercabang-cabang arteri karotis interna
mempercabangkan arteri ophtalmica yang memperdarahi orbita. Arteri serebri
anterior menyuplai darah pada nucleus kaudatus, putamen, bagian-bagian
kapsula interna dan korpus kalosum dan bagian-bagian lobus frontalis dan
parietalis.
24
Arteri serebri media menyuplai darah untuk bagian lobus temporalis,
parietalis dan frontalis. Arteri ini sumber darah utama girus presentralis dan
postsentralis.
2. Arteri Vertebrobasilaris
Arteri vertebralis kiri dan kanan berasal dari arteri subclavia sisi yang
sama. Arteri subclavia kanan merupakan cabang dari arteri inomata,
sedangkan arteri subklavia kiri merupakan cabang langsung dari aorta. Arteri
vertebralis memasuki tengkorak melalui foramen magnum, setinggi
perbatasan pons dan medulla oblongata.
Kedua arteri tersebut bersatu membentuk arteri basilaris. Tugasnya
mendarahi sebagian diensfalon, sebaian lobus oksipitalis dan temporalis,
apparatus koklearis dan organprgan vestibular.
3. Sirkulus Arteriosus Willisi
Arteri karotis interna dan arteri vertebrobasilaris disatukan oleh
pembuluhpembuluh darah anastomosis ya itu sirkulus arteriosus willisi.
3. Fisiologi Otak
Ada dua hemisfer di otak yang memiliki masing-masing fungsi. Fungsifungsi dari otak adalah otak merupakan pusat gerakan atau motorik, sebagai
pusat sensibilitas, sebagai area broca atau pusat bicara motorik, sebagai area
Wernicke atau pusat bicara sensoris, sebagai area visuosensoris, dan otak kecil
yang berfungsi sebagai pusat koordinasi serta batang otak yang merupakan
tempat jalan serabut-serabut saraf ke target organ
Otak dibagi menjadi beberapa bagian :
1. Cerebrum
Merupakan bagian otak yang memenuhi sebagian besar dari otak kita yaitu 7/8
dariotak.

Mempunyai 2 bagian belahan otak yaitu otak besar belahan kiri yang
berfungsi mengatur kegaiatan organ tubuh bagian kanan. Kemudian otak
besar belahan kanan yang berfungsi mengatur kegiatan organ tubuh bagian
kiri.
25

Bagian kortex cerebrum berwarna kelabu yang banyak mengandung badan
sel saraf. Sedangkan bagian medulla berwarna putih yang bayak
mengandung dendrite dan neurit. Bagian kortex dibagi menjadi 3 area
yaitu area sensorik yang menerjemahkan impuls menjadi sensasi. Kedua
adalah area motorik yang berfungsi mengendalikan koordinasi kegiatan
otot rangka. Ketiga adalah area asosiasi yang berkaitasn dengan ingatan,
memori, kecedasan, nalar/logika, kemauan.

Mempunyai 4 macam lobus yaitu :
-
Lobus frontal berfungsi sebagai pusat penciuman, indera peraba.
-
Lobus temporal berungsi sebagai pusat pendengaran
-
Lobus oksipetal berfungsi sebagai pusat pengliihatan.
-
Lobus parietal berfungsi sebagai pusat ingatan, kecerdasan, memori,
kemauan, nalar, sikap.
2. Mesencephalon
Merupakan bagian otak yang terletak di depan cerebellum dan jembatan
varol. Berfungsi sebagai pusat pengaturanan refleks mata, refleks
penyempitan pupil mata dan pendengaran.
3. Diencephalaon
Merupakan bagia otak yang terletak dibagian atas dari batang otak
dan di depan mesencephalon.
Terdiri dari talamus yang berfungsi untuk pemancar bagi impuls
yang sampai di otak dan medulla spinalis.
Bagian yang kedua adalah hipotalamus yang berfungsi sebagai pusat
pengaturan suhu tubuh, selera makan dan keseimbangan cairan tubuh,
rasalapar, sexualitas, watak, emosi.
4. Cerebellum
Merupakan bagian otak yang terletak di bagian belakang otak besar.
Berfungsi sebagai pusat pengaturan koordinasi gerakan yang disadari dan
keseimbangan tubuh serta posisi tubuh.
Terdapat 2 bagian belahan yaitu belahan cerebellum bagian kiri dan
belahan cerebellum bagian kanan yang dihubungkan dengan jembatan varoli
26
yang berfungsi untuk menghantarkan impuls dari otot-otot belahan kiri dan
kanan.
5. Medulla oblongata
Disebut juga dengan sumsum lanjutan atau penghubung atau batang
otak. Terletak langsung setelah otak dan menghubungkana dengan medulla
spinalis, di depan cerebellum. Susunan kortexmya terdiri dari neeurit dan
dendrite dengan warna putih dan bagian medulla terdiri dari bdan sel saraf
dengan warna kelabu. Berfungsi sebagai pusat pengaturan ritme respirasi,
denyut jantung, penyempitan dan pelebaran pembuluh darah, tekanan darah,
gerak alat pencernaan, menelan, batuk, bersin,sendawa.
6. Medulla spinalis
Disebut denga sumsum tulang belakang dan terletak di dalam ruasruas tulang belakang yaitu ruas tulang leher sampaia dengan tulang
pinggang
yang kedua.Berfungsi
sebagai
pusat
gerak refleks
dan
menghantarkan impuls dari organ ke otak dan dari otak ke organ tubuh.
4. Patogenesis Stroke Hemoragik
A. Perdarahan Intraserebral
Perdarahan intraserebral paling sering terjadi ketika tekanan darah
tinggi kronis melemahkan arteri kecil, menyebabkannya robek. Penggunakan
kokain atau amfetamin dapat menyebabkan tekanan darah dan perdarahan
sementara tapi sangat tinggi. Pada beberapa orang tua, sebuah protein
abnormal yang disebut amiloid terakumulasi di arteri otak. Akumulasi ini
(disebut angiopati amiloid) melemahkan arteri dan dapat menyebabkan
perdarahan.[6]
Penyebab umum yang kurang termasuk kelainan pembuluh darah saat
lahir, luka, tumor, peradangan pembuluh darah (vaskulitis), gangguan
perdarahan, dan penggunaan antikoagulan dalam dosis yang terlalu tinggi.
Pendarahan gangguan dan penggunaan antikoagulan meningkatkan resiko
kematian dari perdarahan intraserebral.[6]
27
B. Perdarahan Subaraknoid
Perdarahan subaraknoid biasanya hasil dari cedera kepala. Namun,
perdarahan karena cedera kepala menyebabkan gejala yang berbeda dan
tidak dianggap sebagai stroke.[6] Perdarahan subaraknoid dianggap stroke
hanya jika terjadi secara spontan yaitu, ketika perdarahan tidak hasil dari
kekuatan-kekuatan eksternal, seperti kecelakaan atau jatuh. Sebuah
perdarahan spontan biasanya hasil dari pecahnya aneurisma mendadak di
sebuah arteri otak, yaitu pada bagian aneurisma yang menonjol di daerah
yang lemah dari dinding arteri itu.[6]
Aneurisma biasanya terjadi di percabangan arteri. Aneurisma dapat
muncul pada saat kelahiran (bawaan), atau dapat berkembang kemudian,
yaitu setelah bertahun-tahun dimana tekanan darah tinggi melemahkan
dinding arteri. Kebanyakan perdarahan subaraknoid adalah hasil dari
aneurisma kongenital.
Mekanisme lain yang kurang umum adalah perdarahan subaraknoid
dari pecahnya koneksi abnormal antara arteri dan vena (malformasi arteri) di
dalam atau di sekitar otak. Sebuah malformasi arteri dapat muncul pada saat
kelahiran, tetapi biasanya hanya diidentifikasi jika gejala berkembang.
Jarang sekali suatu bentuk bekuan darah pada katup jantung yang terinfeksi,
perjalanan (menjadi emboli) ke arteri yang memasok otak, dan
menyebabkan arteri menjadi meradang. arteri kemudian dapat melemah dan
pecah.[6]
5. Patofisiologi Stroke Hemoragik
Penghentian total aliran darah ke otak menyebabkan hilangnya kesadaran
dalam waktu 15-20 detik dan kerusakan otak yang irreversibel terjadi setelah
tujuh hingga sepuluh menit. Penyumbatan pada satu arteri menyebabkan
gangguan di area otak yang terbatas (stroke). Mekanisme dasar kerusakan ini
adalah selalu defisiensi energi yang disebabkan oleh iskemia. Perdarahan juga
menyebabkan iskemia dengan menekan pembuluh darah di sekitarnya.[7]
Pembengkakan
sel,
pelepasan
mediator
vasokonstriktor,
dan
penyumbatan lumen pembuluh darah oleh granulosit kadang-kadang mencegah
28
reperfusi, meskipun pada kenyataannya penyebab primernya telah dihilangkan.
Kematian sel menyebabkan inflamasi, yang juga merusak sel di tepi area
iskemik (penumbra). Gejala ditentukan oleh tempat perfusi yang terganggu,
yakni daerah yang disuplai oleh pembuluh darah tersebut.[7]
Penyumbatan pada arteri serebri media yang sering terjadi menyebabkan
kelemahan
otot
dan
spastisitas
kontralateral,
serta
defisit
sensorik
(hemianestesia) akibat kerusakan girus lateral presentralis dan postsentralis.
Akibat selanjutnya adalah deviasi okular, hemianopsia, gangguan bicara motorik
dan sensorik, gangguan persepsi spasial, apraksia, dan hemineglect.[7]
Penyumbatan arteri serebri anterior menyebabkan hemiparesis dan defisit
sensorik kontralateral, kesulitan berbicara serta apraksia pada lengan kiri jika
korpus kalosum anterior dan hubungan dari hemisfer dominan ke korteks
motorik kanan terganggu. Penyumbatan bilateral pada arteri serebri anterior
menyebabkan apatis karena kerusakan dari sistem limbik.[7]
Penyumbatan
arteri
serebri
posterior
menyebabkan
hemianopsia
kontralateral parsial dan kebutaan pada penyumbatan bilateral. Selain itu, akan
terjadi kehilangan memori.[7]
Penyumbatan arteri karotis atau basilaris dapat menyebabkan defisit di
daerah yang disuplai oleh arteri serebri media dan anterior. Jika arteri koroid
anterior tersumbat, ganglia basalis (hipokinesia), kapsula interna (hemiparesis),
dan traktus optikus (hemianopsia) akan terkena. Penyumbatan pada cabang arteri
komunikans posterior di talamus terutama akan menyebabkan defisit
sensorik.[7]
Penyumbatan total arteri basilaris menyebabkan paralisis semua
eksteremitas dan otototot mata serta koma. Penyumbatan pada cabang arteri
basilaris dapat menyebabkan infark pada serebelum, mesensefalon, pons, dan
medula oblongata. Efek yang ditimbulkan tergantung dari lokasi kerusakan:[7]
-
Pusing, nistagmus, hemiataksia (serebelum dan jaras aferennya, saraf
vestibular).
-
Penyakit Parkinson (substansia nigra), hemiplegia kontralateral dan
tetraplegia (traktus piramidal).
29
-
Hilangnya sensasi nyeri dan suhu (hipestesia atau anastesia) di bagian
wajah ipsilateral dan ekstremitas kontralateral (saraf trigeminus [V] dan
traktus spinotalamikus).
-
Hipakusis (hipestesia auditorik; saraf koklearis), ageusis (saraf traktus
salivarus), singultus (formasio retikularis).
-
Ptosis, miosis, dan anhidrosis fasial ipsilateral (sindrom Horner, pada
kehilangan persarafan simpatis).
-
Paralisis palatum molle dan takikardia (saraf vagus [X]). Paralisis otot
lidah (saraf hipoglosus [XII]), mulut yang jatuh (saraf fasial [VII]),
strabismus (saraf okulomotorik [III], saraf abdusens [V]).
-
Paralisis pseudobulbar dengan paralisis otot secara menyeluruh (namun
kesadaran tetap dipertahankan).
6. Gejala Klinis Stroke Hemoragik
Gejala klinis stroke ada berbagai macam, diantaranya adalah ditemukan
perdarahan intraserebral (ICH) yang dapat dibedakan secara klinis dari stroke
iskemik, hipertensi biasanya ditemukan, tingkat kesadaran yang berubah atau
koma lebih umum pada stroke hemoragik dibandingkan dengan stroke iskemik.
Seringkali, hal ini disebabkan peningkatan tekanan intrakranial. Meningismus
dapat terjadi akibat adanya darah dalam ventrikel.[2]
Defisit neurologis fokal. Jenis defisit tergantung pada area otak yang
terlibat. Jika belahan dominan (biasanya kiri) terlibat, suatu sindrom yang
terdiri dari hemiparesis kanan, kerugian hemisensory kanan, meninggalkan
tatapan preferensi, bidang visual kana terpotong, dan aphasia mungkin terjadi.
Jika belahan nondominant (biasanya kanan) terlibat, sebuah sindrom
hemiparesis kiri, kerugian hemisensory kiri, preferensi tatapan ke kanan, dan
memotong bidang visual kiri. Sindrom belahan nondominant juga dapat
mengakibatkan pengabaian dan kekurangan perhatian pada sisi kiri.[2]
Jika cerebellum yang terlibat, pasien beresiko tinggi untuk herniasi dan
kompresi batang otak. Herniasi bisa menyebabkan penurunan cepat dalam
tingkat kesadaran, apnea, dan kematian. Tanda-tanda lain dari keterlibatan
cerebellar atau batang otak antara lain: ekstremitas ataksia, vertigo atau
30
tinnitus, mual dan muntah, hemiparesis atau quadriparesis, hemisensory atau
kehilangan sensori dari semua empat anggota, gerakan mata yang
mengakibatkan kelainan diplopia atau nistagmus, kelemahan orofaringeal atau
disfagia, wajah ipsilateral dan kontralateral tubuh.[2]
A. Perdarahan Intraserebral
Sebuah perdarahan intraserebral dimulai tiba-tiba. Di sekitar
setengah dari jumlah penderita, serangan dimulai dengan sakit kepala parah,
sering selama aktivitas. Namun, pada orang tua, sakit kepala mungkin
ringan atau tidak ada. Gejala disfungsi otak menggambarkan perkembangan
yang terus memburuk sebagai perdarahan. Beberapa gejala, seperti
kelemahan, kelumpuhan, hilangnya sensasi, dan mati rasa, sering hanya
mempengaruhi satu sisi tubuh. Orang mungkin tidak dapat berbicara atau
menjadi bingung. Visi dapat terganggu atau hilang. Mata dapat
menunjukkan arah yang berbeda atau menjadi lumpuh. Mual, muntah,
kejang, dan hilangnya kesadaran yang umum dan dapat terjadi dalam
beberapa detik untuk menit.[8]
B. Perdarahan Subaraknoid
Sebelum robek, aneurisma yang biasanya tidak menimbulkan gejala
kecuali menekan pada saraf atau kebocoran sejumlah kecil darah, biasanya
sebelum pecah besar (yang menyebabkan sakit kepala), menghasilkan
tanda-tanda peringatan, seperti berikut:[8]
-
Sakit kepala, yang mungkin luar biasa tiba-tiba dan parah (kadangkadang disebut sakit kepala halilintar)
-
Sakit pada mata atau daerah fasial
-
Penglihatan ganda
-
Kehilangan penglihatan tepi
Tanda-tanda peringatan dapat terjadi menit ke minggu sebelum
pecahnya aneurisma. Individu harus melaporkan setiap sakit kepala yang
tidak biasa ke dokter segera.[8]
Aneurisma yang pecah biasanya menyebabkan sakit kepala, tiba-tiba
parah dan mencapai puncak dalam beberapa detik. Hal ini sering diikuti
31
dengan kehilangan kesadaran singkat. Hampir setengah dari orang yang
terkena meninggal sebelum mencapai rumah sakit.
Beberapa orang tetap berada dalam koma atau tidak sadar dan
sebagian lainnya bangun, merasa bingung, dan mengantuk. Dalam beberapa
jam atau bahkan menit, penderita mungkin menjadi tidak responsif dan sulit
untuk dibangunkan. [8]
Dalam waktu 24 jam, darah dan cairan serebrospinal di sekitar otak
mengiritasi lapisan jaringan yang menutupi otak (meninges), menyebabkan
leher kaku serta sakit kepala terus, sering dengan muntah, pusing, dan nyeri
pinggang. [2]
Sekitar 25% dari orang yang mengalami gejala-gejala yang
mengindikasikan kerusakan pada bagian tertentu dari otak, seperti berikut:
[2,8]
-
Kelemahan atau kelumpuhan pada satu sisi tubuh (paling umum)
-
Kehilangan sensasi pada satu sisi tubuh
-
Kesulitan memahami dan menggunakan bahasa
Gangguan berat dapat berkembang dan menjadi permanen dalam
beberapa menit atau jam. Demam adalah gejala umum selama 5 sampai 10
hari pertama. Sebuah perdarahan subaraknoid dapat menyebabkan beberapa
masalah serius lainnya, seperti: [2,8]
-
Hydrocephalus: Dalam waktu 24 jam, darah dari perdarahan
subaraknoid dapat membeku. Darah beku dapat mencegah cairan di
sekitar otak (cairan serebrospinal) dari pengeringan seperti biasanya
tidak. Akibatnya, darah terakumulasi dalam otak, peningkatan tekanan
dalam tengkorak. Hydrocephalus mungkin akan menyebabkan gejala
seperti sakit kepala, mengantuk, kebingungan, mual, dan muntahmuntah dan dapat meningkatkan risiko koma dan kematian.
-
Vasospasme: Sekitar 3 sampai 10 hari setelah pendarahan itu, arteri di
otak dapat kontrak (kejang), membatasi aliran darah ke otak.
Kemudian, jaringan otak tidak mendapatkan oksigen yang cukup dan
dapat mati, seperti pada stroke iskemik. Vasospasm dapat menyebabkan
32
gejala mirip dengan stroke iskemik, seperti kelemahan atau hilangnya
sensasi pada satu sisi tubuh, kesulitan menggunakan atau memahami
bahasa, vertigo, dan koordinasi terganggu.
-
Pecah kedua: Kadang-kadang pecah kedua terjadi, biasanya dalam
seminggu.
7. Diagnosis dan Pemeriksaan Penunjang Stroke Hemoragik
Diagnosis stroke dapat ditegakkan berdasarkan riwayat dan keluhan
utama pasien. Beberapa gejala/tanda yang mengarah kepada diagnosis stroke
antara lain: hemiparesis, gangguan sensorik satu sisi tubuh, hemianopia atau
buta mendadak, diplopia. Vertigo, afasia, disfagia, disartria, ataksia, kejang
atau penurunan kesadaran yang keseluruhannya terjadi secara mendadak. [1]
Pada
manifestasi
perdarahan
intraserebral,
terdapat
pembagian
berdasarkan Luessenhop et al. Pembagian ini juga berguna dalam menentukan
prognosis pada pasien stroke dengan perdarahan intraserebral.[9]
Khusus untuk manifestasi perdarahan subaraknoid, pada banyak studi
mengenai perdarahan subaraknoid ini dipakai sistem skoring untuk
33
menentukan berat tidaknya keadaan perdarahan subaraknoid ini dan
dihubungkan dengan keluaran pasien. [10]
Sistem grading yang dipakai antara lain :
Sistem skoring pada no 1 dan 2 dipakai pada kasus SAH primer akibat
rupturnya aneurisma. [10]
Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk mendukung diagnosis stroke
dan menyingkirkan diagnosis bandingnya. Laboratorium yang dapat dilakukan
pada penderita stroke diantaranya adalah hitung darah lengkap, profil
pembekuan darah, kadar elektrolit, dan kadar serum glukosa. [2]
Pemeriksaan pencitraan juga diperlukan dalam diagnosis. Pencitraan
otak adalah langkah penting dalam evaluasi pasien dan harus didapatkan dalam
basis kedaruratan. Pencitraan otak membantu dalam diagnosis adanya
perdarahan, serta dapat menidentifikasi komplikasi seperti perdarahan
intraventrikular, edem otak, dan hidrosefalus. Baik CT non kontras ataupun
MRI otak merupakan pilihan yang dapat digunakan.2
CT non kontras otak dapat digunakan untuk membedakan stroke
hemoragik dari stroke iskemik. Pencitraan ini berguna untuk membedakan
34
stroke
dari
patologi
intrakranial
lainnya.
CT
non
kontras
dapat
mengidentifikasi secara virtual hematoma yang berdiameter lebih dari 1 cm.2
MRI telah terbukti dapat mengidentifikasi stroke lebih cepat dan lebih
bisa diandalkan daripada CT scan, terutama stroke iskemik. MRI dapat
mengidentifikasi malformasi vascular yang mendasari atau lesi yang
menyebabkan perdarahan.2
Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah elektrokardiogram
(EKG) untuk memulai memonitor aktivitas hantung. Disritmia jantung dan
iskemia miokard memiliki kejadian signifikan dengan stroke.2
Oleh karena tidak seluruh Rumah Sakit memiliki alat-alat di atas, maka
untuk memudahkan pemeriksaan dapat dilakukan dengan sistem lain, misalnya
sistem skoring yaitu sistem yang berdasarkan gejala klinis yang ada pada saat
pasien masuk Rumah Sakit. Sistem skoring yang sering digunakan antara lain:
35
Stroke dapat didiagnosa banding dengan penyakit-penyakit lain seperti:
ensefalitis, meningitis, migrain, neoplasma otak, hipernatremia, stroke iskemik,
perdarahan
subaraknoid,
hematoma
subdural,
kedaruratan
hipertensif,
hipoglikemia, labirinitis, dan Transient Ischemic Attack (TIA).2
8. Penatalaksanaan Perdarahan Intraserebral
A. Diagnosis
dan
Penilaian
Gawat
Intrakranial dan Penyebabnya
36
Darurat
pada
Perdarahan
a. Pemeriksaan pencitraan yang cepat dengan CT atau MRI direkomendasikan
untuk membedakan stroke iskemik dengan perdarahan intracranial (AHA/ASA,
Class I, Level of evidence A).1
b. Angiografi CT dan CT dengan kontras dapat dipertimbangkan untuk membantu
mengidentifikasi pasien dengan risiko perluasan hematoma (AHA/ASA, Class II,
Level of evidence B). Bila secara klinis atau radiologis terdapat kecurigaan yang
mengarah ke lesi structural termasuk malformasi vaskuler dan tumor, sebaiknya
dilakukan angiografi CT, venografi CT, CT dengan kontras, MRI dengan kontras,
MRA, dan venografi MR (AHA/ASA, Class IIa, Level of evidence B). (Lihat Bab
X Pemeriksaan Diagnostik pada Stroke Akut).
2. Tatalaksana Medis Perdarahan Intrakranial
a. Pasien dengan defisiensi berat factor koagulasi atau trombositopenia berat
sebaiknya mendapat erapi penggantian factor koagulasi atau trombosit
(AHA/ASA, Class I, Level of evidence C).
b. Pasien dengan perdarahan intracranial dan peningkatan INR terkait obat
antikoagulan oral sebaiknya tidak diberikan walfarin, tetapi mendapat terapi untuk
menggganti vitamin K-dependent factor dan mengkoreksi INR, serta mendapat
vitamin K intravena (AHA/ASA, Class I, Level of evidence C). Konsentrat
kompleks protrombin tidak menunjukkan perbaikan keluaran dibandingkan
dengan Fresh Frozen Plasma (FFP). Namun, pemberian konsentrat kompleks
protrombin dapat mengurangi komplikasi dibandingkan dengan FFP dan dapat
dipertimbangkan sebagai alternative FFP (AHA/ASA, Class IIa, Level of evidence
B).
c. Apabila terjadi gangguan koagulasi maka dapat dikoreksi sebagai berikut:
Vitamin K 10 mg IV diberikan pada penderita dengan peningkatan INR
dan diberikan dalam waktu yang sma dengan terapi yang lain karena efek akan
timbul 6 jam kemudian. Kecepatan pemberian <1 mg/menit untuk meminimalkan
risiko anafilaksis.2,3,4
FFP 2-6 unit diberikan untuk mengoreksi defisiensi factor pembekuan
darah bila ditemukan sehingga dengan cepat memperbaiki INR atau aPTT. Terapi
FFP ini untuk mengganti pada kehilangan factor koagulasi.2,3,4
37
d. Faktor VIIa rekobinan tidak mengganti semua factor pembekuan, dan walaupun
INR menurun, pembekuan bias jadi tidak membaik. Oleh karena itu, factor VIIa
rekombinan tidak secara rutin direkomendasikan sebagai agen tunggal untuk
mengganti antikoagulan oral pada perdarahan intracranial. (AHA/ASA, Class III,
Level of evidence C). Walaupun factor VII a rekombinan dapat membatasi
perluasan hematoma pada pasien ICH tanpa koagulopati, risiko kejadian
tromboemboli akan meningkat dengan factor VIIa rekombinan dan tidak ada
keuntungan nyata pada pasien yang tidak terseleksi (AHA/ASA, Class III, Level
of evidence A).
e. Kegunaan dari transfuse trombosit pada pasien perdarahan intracranial dengan
riwayat
penggunaan
antiplatelet
masih
tidak
jelas
dan
dalam
tahap
penelitian(AHA/ASA, Class IIb, Level of evidence B).
f. Untuk mencegah tromboemboli vena pada pasien dengan perdarahan
intracranial, sebaiknya mendapat pneumatic intermittent compression selain
dengan stoking elastis (AHA/ASA, Class I, Level of evidence B).
g. Setelah dokumentai penghentian perdarahan LMWH atau UFH subkutan dosis
rendah dapat dipertimbangkan untuk pencegahan tromboembolin vena pada
pasien dengan mobilitas yang kurang setelah satu hingga empat hari pascaawitan
(AHA/ASA, Class IIb, Level of evidence B).
h. Efek heparin dapat diatasi dengan pemberian proamin sulfat 10-50 mg IV
dalam waktu 1-3 menit. Penderita dengan pemberian protamin sulfat perlu
pengawasan ketat untuk melihat tanda-tanda hipersensitif (AHA/ASA, Class I,
Level of evidence B).
3. Tekanan Darah
4. Penanganan di Rumah Sakit dan Pencegahaan Kerusakan Otak Sekunder
a. Pemantauan awal dan penanganan pasien penrdarahan intracranial sebaiknya
dilakukan di ICU dengan dokter dan perawat yang memiliki keahlian perawatan
intensif neurosains (AHA/ASA, Class I, Level of evidence B).
b. Penanganan Glukosa
c. Obat kejang dan antiepilepsi
38
Kejang sebaiknya diterapi dengan obat antiepilepsi (AHA/ASA, Class I,
Level of evidence C). Pemantauan EEG secara kontinu dapat diindikasikan pada
pasien
perdarahan
intrakrranial
dengan
kesadaran
menurun
tanpa
mempertimbangkan kerusakan otak yang terjadi. (AHA/ASA, Class IIa, Level of
evidence B). Pasien dengan perubahan status kesadaran yang didapatkan
gelombang epiloptogenik pada EEG sebaiknya diterapi dengan obat antiepilepsi
(AHA/ASA, Class IIa Level of evidence C). Pemberian antikonvulsan profilaksis
tidak direkomendasikan. (AHA/ASA, Class III, Level of evidence B).
5. Prosedur/ Operasi
a. Penanganan dan Pemantauan Tekanan Intrakranial
Pasien
dengan
skor
GCS
<8,
dengan
tanda
klinis
herniasi
transtentorial,atau dengan perdarahan intraventrikuler yang luas atau hidrosefalus,
dapat dipertimbangkan untuk penanganan dan Pemantauan tekanan intrakranial.
Tekanan perfusi otak 50-70 mmHg dapat dipertahankan tergantung pada status
otoregulasi otak (AHA/ASA, Class Iib, level of evidance C).
Drainase
ventrikular
sebagai
tata
laksana
hidrosefalus
dapat
di[pertimabngkan pada pasien dengan penurunan tingakt kesadaran (AHA/ASA
Class IIa, Level of evidance B).
b. Perdarahan Intraventikuler
Walaupun
pemberian
intraventrikuler
recombinant
tissue-type
plasminogen activator (rTPA) untuk melisiskan bekuan darah intraventrikuler
memiliki tingkat komplikasi yang cukup rendah, efikasi dan keamanan dari tata
laksana ini masih belum pasti dan dalam tahap penelitian (AHA/ASA, Class IIb,
Level of evidance B).
c. Evakuasi hematom
Pada sebagian besar pasien dengan perdarahan intrakranial, kegunaan
tindakan operasi masih belum pasti (AHA/ASA, Class Iib, level of evidance C).
Pasien dengan
perdarahan serebral
yang mengalami
perburukan
neurologis, atau yang terdapat kompresi batang otak, dan atau hidrosefalus akibat
obstruksi ventirkel sebaiknya menjalani operasi evakuasi bekuan darah
secepatnnya (AHA/ASA, Class I, Level of evidance B) . 1 Tata laksana awal pada
39
pasien tersebut dengan drainase ventrikuler saja tanpa evakuasi bekuan darah
tidak direkomendasikan (AHA/ASA, Class III, Level of evidance C) .
Pada pasien dengan bekuan darah di lobus > 30 ml dan terdapat di 1 cm
dari permukaan, evakuasi perdarahan intrakranial supratentorial dengan
kraniotomi standar dapat dipertimbangkan (AHA/ASA, Class IIb, Level of
evidance B) .
aspirasi streotaktik maupun endoskopik dengan atau tanpa penggunaan
trombolitik masih belum pasti dalam tahap penelitian (AHA/ASA, Class IIb,
Level of evidance B).
perdarahan intrakranial supratentorial untuk meningkatakan keluaran fungsional
atau angka kematian, kraniotomi segera dapat merugikan karena dapat
meningkatkan faktor resiko perdarahan berulang (AHA/ASA, Class III, Level of
evidance B) .
d. Prediksi keluaran dan penghentian dukungan teknologi
Perintah penundaan tidak diresusitasi direkoimendasikan untuk tidak
melakukan perawatan penuh dan agresif dilakukan selama 2 hari (AHA/ASA,
Class Iia, Level of evidance B), Kecuali pada pasien yang sejak semula ada
keinginan untuk tidak diresusitasi.
e. Pencegahan perdarahan intrakranial berulang
Pada perdarahan intrakranial dimana stratifikasi risiko pasien telah disusun
untuk mencegah perdarahan berulang keputusan tatalaksana dapat berubah karena
pertimbangan beberapa faktor risiko, antara lain lokasi lobus dari perdarahan
awal, usia lanjut, dalam pengobatan antikoagulan, terdapat alel E2 atau E4
apolipoprotein dan perdarahan mikro dalam jumlah besar pada MRI (AHA/ASA,
Class IIa, Level of evidance B) .
Setelah periode akut perdarahan intrakranial dan tidak ada kontra indikasi
medis, tekanan darah sebaiknya dikontrol dengan baik terutama pada pasien yang
lokasi perdarahannya tipikal dari vaskulopati hipertensif (AHA/ASA, Class IIa,
Level of evidance A) .
40
Setelah periode akut perdarahan intrakranial, target dari tekanan darah
dapat dipertimbangkan menjadi <140/90 mmHg atau <130/80 mmHg jika
diabetes penyakit ginjal kronik (AHA/ASA, Class IIa, Level of evidance B) . 1
Penghentian pemakaian antikoagulan jangka panjang sebagai tatalaksana
fibrilasi atrial nonvalvuler mungkin direkomendasikan setelah perdarahan
intrakranial lobar spontan karena relatif berisiko tinggi untuk perdarahan berulang
(AHA/ASA, Class IIa, Level of evidance B). Pemberian antikoagulan dan terapi
antiplatelet setelah perdarahan intrakranial nonlobar dapat dipertimbangkan,
terutama pada keadaan terdapat indikasi pasti penggunaan terapi tersebut
(AHA/ASA, Class IIb, Level of evidance B). 1
Pelanggaran konsusmsi alkohol berat sangat bermanfaat (AHA/ASA,
Class IIa, Level of evidance B).
6. Rehabilitasi dan pemulihan
Mengingat potensi yang serius dari perdarahan intrakranial berupa
kecacatan yang berat, serius dan kompleks, semua pasien sebaiknya dilakukan
rehabilitasi secara multidisiplin (AHA/ASA, Class IIa, Level of evidance B). Jika
memungkinkan , rehabilitasi dapat dilakukan sedini mungkin dan berlanjut
disarana rehabilitasi komunitas, sebagai bagian dari program terkoordinasi yang
baik antara perawatan di rumah sakit dengan perawatan berbasis rumah sakit
dengan perawatan berbasis rumah (Home care) untuk meningkatkan pemulihan
(AHA/ASA, Class IIa, Level of evidance B).
Penatalaksanaan di Ruang Gawat Darurat
1. Evaluasi Cepat dan Diagnosis
Oleh karena jendela terapi dalam pengobatan stroke akut sangat pendek, maka
evaluasi dan diagnosis harus dilakukan dengan cepat, sistematik, dan cermat
(AHA/ASA, Class I, Level of evidence B). Evaluasi gejala dan klinik stroke akut
meliputi:
a. Anamnesis, terutama mengenai gejala awal, waktu awitan, aktivitas penderita
saat serangan, gejala seperti nyeri kepala, mual, muntah, rasa berputar, kejang,
41
cegukan (hiccup), gangguan visual, penurunan kesadaran, serta faktor risiko
stroke (hipertensi, diabetes, dan lain-lain).1
b. Pemeriksaan fisik, meliputi penilaian respirasi, sirkulasi, oksimetri, dan suhu
tubuh. Pemeriksaan kepala dan leher (misalnya cedera kepala akibat jatuh saat
kejang, bruit karotis, dan tanda-tanda distensi vena jugular pada gagal jantung
kongestif). Pemeriksaan torak (jantung dan paru), abdomen, kulit dan
ekstremitas.1
c. Pemeriksaan neurologis dan skala stroke. Pemeriksaan neurologis terutama
pemeriksaan saraf kranialis, rangsang selaput otak, sistem motorik, sikap dan cara
jalan refleks, koordinasi, sensorik dan fungsi kognitif. Skala stroke yang
dianjurkan saat ini adalah NIHSS (National Institutes of Health Stroke Scale)
(AHA/ASA, Class 1, Level of evidence B).1
2. Terapi Umum
a. Stabilisasi Jalan Napas dan Pernapasan
-
Pemantauan secara terus menerus terhadap status neutologis, nadi, tekanan
darah, suhu tubuh, dan Saturasi oksigen dianjurkan dalam 72 jam, pada
pasien dengan defisit neurologis yang nyata (ESO, Class IV, GCP).2
-
Pembetian oksigen dianjurkan pada keadaan dengan saturasi oksigen < 95%
(ESO, Class V, GCP).2
-
Perbaiki jalan nafas termasuk pemasangan pipa orofaring pada pasien yang
tidak sadar. Berikan bantuan ventilasi pada pasien yang mengalami
penurunan kesadaran atau disfungsi bulbar dengan gangguan jalan napas
(AHA/ASA, Class I, Level of evidence C).1
-
Terapi oksigen diberikan pada pasien hipoksia (AHA/ASA, Class I, Level of
evidence C).1
-
Pasien stroke iskemik akut yang nonhipoksia tidak mernerlukan terapi
oksigen (AHA/ASA, Class III, Level of evidence B).1
-
Intubasi ETT (Endo Tracheal Tube) atau LMA (Laryngeal Mask Airway)
diperlukan pada pasien dengan hipoksia (p02 <60 mmHg atau pCO2 >50
mmHg), atau syok, atau pada pasien yang berisiko untuk terjadi aspirasi.
42
-
Pipa endotrakeal diusahakan terpasang tidak lebih dari 2 minggu. Jika pipa
terpasang lebih dari 2 rninggu, maka dianjurkan dilakukan trakeostomi.
b. Stabilisasi Hemodinamik
-
Berikan cairan kristaloid atau koloid intravena (hindari pernberian cairan
hipotonik seperti glukosa).
-
Dianjurkan pemasangan CVC (Central Venous Catheter), dengan tujuan
untuk memantau kecukupan cairan dan sebagai sarana untuk rnemasukkan
cairan dan nutrisi.
-
Usahakan CVC 5 -12 mmHg.
-
Optimalisasi tekanan darah (Iihat Bab V.A Penatalaksanaan Tekanan Darah
pada Stroke Akut)
-
Bila tekanan darah sistolik <120 mmHg dan cairan sudah mencukupi, maka
obat-obat vasopressor dapat diberikan secara titrasi seperti dopamin dosis
sedang/ tinggi, norepinefrin atau epinefrin dengan target tekanan darah
sistolik berkisar 140 mmHg.
-
Pemantauan jantung (cardiac monitoring) harus dilakukan selama 24 jam
pertama setelah serangan stroke iskernik (AHA/ASA, Class I, Level of
evidence B).
-
Bila terdapat adanya penyakit jantung kongestif, segera atasi (konsultasi
Kardiologi).
Hipotensi arterial harus dihindari dan dicari penyebabnya. Hipovolemia harus
dikoreksi dengan larutan satin normal dan aritmia jantung yang mengakibatkan
penurunan curah jantung sekuncup harus dikoreksi (AHA/ASA, Class I, Level of
evidence C).1
c. Pemeriksaan Awal Fisik Umum
-
Tekanan darah
-
Pemeriksaan jantung
-
Pemeriksaan neurologi umum awal:
i. Derajat kesadaran
ii. Pemeriksaan pupil dan okulomotor
iii. Keparahan hemiparesis
43
d. Pengendalian Peninggian Tekanan Intrakranial (TIK)
-
Pemantauan ketat terhadap penderita dengan risiko edema serebral harus
dilakukan dengan memperhatikan perburukan gejala dan tanda neurologis
pada hari-hari pertama setelah serangan stroke (AHA/ASA, Class I, Level of
evidence B).1
-
Monitor TIK harus dipasang pada pasien dengan GCS <9 dan penderita
yang mengalami penurunan kesadaran karena kenaikan TIK (AHA/ASA,
Class V, Level of evidence C).1
-
Sasaran terapi adalah TIK kurang dari 20 mmHg dan CPP >70 mmHg.
-
Penatalaksanaan penderita dengan peningkatan tekanan intrakranial meliputi
:
i. Tinggikan posisi kepala 200 - 300
ii. Posisi pasien hendaklah menghindari tekanan vena jugular
iii. Hindari pemberian cairan glukosa atau cairan hipotonik
iv. Hindari hipertermia
v. Jaga normovolernia
vi. Osmoterapi atas indikasi:
o Manitol 0.25 - 0.50 gr/kgBB, selama >20 menit, diulangi setiap 4 - 6
jam dengan target ≤ 310 mOsrn/L. (AHA/ASA, Class III, Level of
evidence C). Osmolalitas sebaiknya diperiksa 2 kali dalam sehari
selama pemberian osmoterapi.
o Kalau perlu, berikan furosemide dengan dosis inisial 1 mg/kgBB i.v.
vii. Intubasi untuk menjaga normoventilasi (pCO2 35 - 40 mmHg).
Hiperventilasi mungkin diperlukan bila akan dilakukan tindakan operatif.
viii. Paralisis neuromuskular yang dikombinasi dengan sedasi yang adekuat
dapat mengurangi naiknya TIK dengan cara mengurangi naiknya tekanan
intratorakal dan tekanan vena akibat batuk, suction, bucking ventilator
(AHA/ASA, Class III-IV, Level of evidence C). Agen nondepolarized
seperti vencuronium atau pancuronium yang sedikit berefek pada histamine
dan blok pada ganglion lebih baik digunakan (AHA/ASA, Class III-IV,
Level of evidence C). Pasien dengan kenaikan krtitis TIK sebaiknya
44
diberikan relaksan otot sebelum suctioning atau lidokain sebagai
alternative.3
ix. Kortikosteroid tidak direkomendasikan untuk mengatasi edema otak dan
tekanan tinggi intracranial pada stroke iskemik, tetapi dapat diberikan kalau
diyakini tidak ada kontraindikasi. (AHA/ASA, Class III, Level of evidence
A).1
x. Drainase ventricular dianjurkan pada hidrosefalus akut akibat stroke
iskemik serebelar (AHA/ASA, Class I, Level of evidence B).1
xi. Tindakan bedah dekompresif pada keadaan iskemik sereberal yang
menimbulkan efek masa, merupakan tindakan yang dapat menyelamatkan
nyawa dan memberikan hasil yang baik. (AHA/ASA, Class I, Level of
evidence B).
e. Penanganan Transformasi Hemoragik
Tidak ada anjuran khusus tentang terapi transformasi perdarahan
asimptomatik (AHA/ASA, Class Ib, Level of evidence B).1 Terapi transformasi
perdarahan simtomatik sama dengan terapi stroke perdarahan, antara lain dengan
memperbaiki perfusi serebral dengan mengendalikan tekanan darah arterial secara
hati-hati.
f. Pengendalian Kejang
-
Bila kejang, berikan diazepam bolus lambat intravena 5-20mg dan diikuti
oleh fenitoin, loading dose 15-20 mg/kg bolus dengan kecepatan maksimum
50 mg/menit.
-
Bila kejang belum teratasi, maka perlu dirawat di ICU.
-
Pemberian antikonvulsan profilaksis pada penderita stroke iskemik tanpa
kejang tidak dianjurkan (AHA/ASA, Class III, Level of evidence C).1
-
Pada stroke perdarahan intraserebral, obat antikonvulsan profilaksis dapat
diberikan selama 1 bulan, kemudian diturunkan, dan dihentikan bila tidak
ada kejang selama pengobatan (AHA/ASA, Class V, Level of evidence C).3
g. Pengendalian Suhu Tubuh
-
Setiap pederita stroke yang disertai demam harus diobati dengan antipiretika
dan diatasi penyebabnya (AHA/ASA, Class I, Level of evidence C).1
45
-
Berikan Asetaminofen 650 mg bila suhu lebih dari 38,5 oC (AHA/ASA
Guideline)1 atau 37,5 oC (ESO Guideline).3
-
Pada pasien febris atau berisiko terjadi infeksi, harus dilakukan kultur dan
hapusan (trakea, darah dan urin) dan diberikan antibiotik. Jika memakai
kateter ventrikuler, analisa cairan serebrospinal harus dilakukan untuk
mendeteksi meningitis.
-
Jika didapatkan meningitis, maka segera diikuti terapi antibiotic (AHA/ASA
Guideline).3
h. Pemeriksaan Penunjang
-
EKG
-
Laboratorium (kimia darah, fungsi ginjal, hematologi, faal hemostasis,
kadar gula darah, analisis urin, analisa gas darah, dan elektrolit)
-
Bila perlu pada kecurigaan perdarahan subaraknoid, lakukan punksi lumbal
untuk pemeriksaan cairan serebrospinal
-
Pemeriksaan radiologi
i. Foto rontgen dada
ii. CT Scan
B. Penatalaksanaan Umum di Ruang Rawat
1. Cairan
a. Berikan cairan isotonis seperti 0,9% salin dengan tujuan menjaga euvolemi.
Tekanan vena sentral dipertahankan antara 5-12 mmHg.
b. Pada umumnya, kebutuhan cairan 30 ml/kgBB/hari (parenteral maupun
enteral).
c. Balans cairan diperhitungkan dengan mengukur produksi urin sehari
ditambah dengan pengeluaran cairan yang tidak dirasakan (produksi urin sehari
ditambah 500 ml untuk kehilangan cairan yang tidak tampak dan ditambah lagi
300 ml per derajat Celcius pada penderita panas). 45
46
d. Elektrolit (natrium, kalium, kalsium dan magnesium) harus selalu diperiksa
dan diganti bila terjadi kekurangan sampai tercapai nilai normal.
e. Asidosis dan alkalosis harus dikoreksi sesuai dengan hasil analisa gas darah.
f. Cairan yang hipotonik atau mengandung glukosa hendaklah dihindari kecuali
pada keadaan hipoglikemia.
2. Nutrisi
a. Nutrisi enteral paling lambat sudah harus diberikan dalam 48 jam, nutrisi
oral hanya boleh diberikan setelah hasil tes fungsi menelan baik.
b. Bila terdapat gangguan menelan atau kesadaran menurun makanan, nutrisi
diberikan melalui pipa nasogastrik.
c. Pada keadaan akut, kebutuhan kalori 25-30 kkal/kg/hari dengan komposisi:
-
Karbohidrat 30-40 % dari total kalori;
-
Lemak 20-35 % (pada gangguan nafas dapat lebih tinggi 35-55 %);
-
Protein 20-30% (pada keadaan stress kebutuhan protein 1.4-2.0
g/kgBB/hari (pada gangguan fungsi ginjal <0.8 g/kgBB/hari).
d. Apabila kemungkinan pemakaian pipa nasogastrik diperkirakan >6 minggu,
pertimbangkan untuk gastrostomi.
e. Pada keadaan tertentu yaitu pemberian nutrisi enteral tidak memungkinkan,
dukungan nutrisi boleh diberikan secara parenteral.
f. Perhatikan diit pasien yang tidak bertentangan dengan obat-obatan yang
diberikan. Contohnya, hindarkan makanan yang banyak mengandung vitamin
K pada pasien yang mendapat warfarin.4
3. Pencegahan dan Penanganan Komplikasi
a. Mobilisasi dan penilaian dini untuk mencegah komplikasi subakut (aspirasi,
malnutrisi, pneumonia, thrombosis vena dalam, emboli paru, dekubitus,
komplikasi ortopedi dan kontraktur) perlu dilakukan (AHA/ASA, Level of
evidence B and C).1
b. Berikan antibiotika atas indikasi dan usahakan sesuai dengan tes kultur dan
sensitivitas kuman atau minimal terapi empiris sesuai dengan pola kuman
(AHA/ASA, Level of evidence A).1
47
c. Pencegahan dekubitus dengan mobilisasi terbatas dan atau memakai kasur
antidekubitus.
d. Pencegahan thrombosis vena dalam dan emboli paru.
e. Pada pasien tertentu yang beresiko menderita thrombosis vena dalam,
heparin subkutan 5000 IU dua kali sehari atau LMWH atau heparinoid perlu
diberikan (AHA/ASA, Level of evidence A).5 Resiko perdarahan sistemik dan
perdarahan intraserebral perlu diperhatikan.6 Pada pasien imobilisasi yang
tidak bias menerima antikoagulan, penggunaan stocking eksternal atau aspirin
direkomendasikan untuk mencegah thrombosis vena dalam. (AHA/ASA, Level
of evidence A and B).6
9.
Komplikasi dan Prognosis Stroke Hemoragik
Peningkatan tekanan intrakranial dan herniasi adalah komplikasi yang
paling ditakutkan pada perdarahan intraserebral. Perburukan edem serebri
sering mengakibatkan deteoriasi pada 24-48 jam pertama. Perdarahan awal
juga berhubungan dengan deteorisasi neurologis, dan perluasan dari
hematoma tersebut adalah penyebab paling sering deteorisasi neurologis
dalam 3 jam pertama. Pada pasien yang dalam keadaan waspada, 25% akan
mengalami penurunan kesadaran dalam 24 jam pertama. Kejang setelah
stroke dapat muncul. Selain dari hal-hal yang telah disebutkan diatas, stroke
sendiri adalah penyebab utama dari disabilitas permanen.
Prognosis bervariasi bergantung pada tingkap keparahan stroke dan
lokasi serta ukuran dari perdarahan. Skor dari Skala Koma Glasgow yang
rendah berhubungan dengan prognosis yang lebih buruk dan mortalitas yang
lebih tinggi.
Apabila terdapat volume darah yang besar dan pertumbuhan dari
volume hematoma, prognosis biasanya buruk dan outcome fungsionalnya
juga sangat buruk dengan tingkat mortalitas yang tinggi. Adanya darah dalam
ventrikel bias meningkatkan resiko kematian dua kali lipat. Pasien yang
menggunakan antikoagulasi oral yang berhubungan dengan perdarahan
48
intraserebral juga memiliki outcome fungsional yang buruk dan tingkat
mortilitas yang tinggi.
49
BAB III
PEMBAHASAN
Pada kasus ini dirawat seorang laki-laki berusia 59 tahun dengan diagnose
penurunan kesadaran ec Stroke hemoragik. Berdasarkan anamnesis yang
didapatkan, keluhan utama yakni penurunan kesadaran yang sebelumnya
mengalami muntah tiga kali tanpa didahului mual. Pusing berputar (+), kelemahan
anggota gerak kanan (+), bicara pelo(+). Riwayat hipertensi (+).
Berdasarkan pemeriksaan fisik, didapati vital sign, yaitu kesadaran sopor,
TD 140/90 mmHg, frekuensi nadi 104 kali/menit, frekuensi napas 26 kali/menit,
temperatur 36,8°C. Pada pemeriksaan saraf kranialis, nervus olfaktorius (I),
optikus (II), okulomotorius (III), troklearis (IV), trigeminus (V), abdusen (VI),
akustikus (VIII), glossopharingeus (IX), vagus (X), aksesorius (XI), serta
hipoglossus (XII) tidak dapat dinilai.
Pada pemeriksaan refleks dijumpai refleks fisiologis dalam batas nomal di
ekstremitas atas dan bawah serta dijumpai refleks patologis Babinski di kaki kiri
Pemeriksaan kekuatan motorik pada ekstremitas atas dan bawah kiri tidak
dapat dinilai
50
DAFTAR PUSTAKA
1. Kelompok Studi Stroke Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia.
Guideline Stroke 2007. Edisi Revisi. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf
Indonesia: Jakarta, 2007.
2. Nasissi, Denise. Hemorrhagic Stroke Emedicine. Medscape, 2010. [diunduh
dari: http://emedicine.medscape.com/article/793821-overview]
3. Rohkamm, Reinhard. Color Atlas of Neurology. Edisi 2. BAB 3. Neurological
Syndrome. George Thieme Verlag: German, 2003.
4. Tsementzis, Sotirios. A Clinician’s Pocket Guide: Differential Diagnosis in
Neurology and Neurosurgery. George Thieme Verlag: New York, 2000.
5. Sjahrir, Hasan. Stroke Iskemik. Yandira Agung: Medan, 2003
6. Ropper AH, Brown RH. Adams and Victor’s Principles of Neurology. Edisi 8.
BAB 4. Major Categories of Neurological Disease: Cerebrovascular Disease.
McGraw Hill: New York, 2005.
7. Sotirios AT,. Differential Diagnosis in Neurology and Neurosurgery.New York.
Thieme Stuttgart. 2000.
8. Silbernagl, S., Florian Lang. Teks & Atlas Berwarna Patofisiologi. EGC:
Jakarta, 2007.
9.
MERCK,
2007.
Hemorrhagic
Stroke.
Diperoleh
dari:
http://www.merck.com/mmhe/sec06/ch086/ch086d.html.
10. Mesiano, Taufik. Perdarahan Subarakhnoid Traumatik. FK UI/RSCM, 2007.
Diunduh
dari:
http://images.omynenny.multiply.multiplycontent.com/attachment/0/R@u
uzQoKCrsAAFbxtPE1/SAH%20traumatik%20Neurona%20by%20Taufik
%20M.doc?nmid=88307927
11. Samino. Perjalanan Penyakit Peredaran Darah Otak. FK UI/RSCM, 2006.
Diunduh
dari:
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/13PerjalananPenyakitPeredaranDara
hOtak021.pdf/13PerjalananPenyakitPeredaranDarahOtak021.html
12. Price, Sylvia A. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit ed.6.
EGC, Jakarta. 2006.
51
Download