Net Present Value Shook (2002,372) berpendapat bahwa : “Konsep net present value merupakan metode evaluasi investasi yang menghitung nilai bersih saat ini dari uang masuk dan keluar dengan tingkat diskonto atau tingkat imbal hasil yang disyaratkan. Investasi yang baik mempunyai nilai bersih saat ini yang positif”. Sedangkan menurut Bambang Riayanto (1992,115) mengatakan bahwa: “Net present value adalah selisih antara present value dari keseluruhan proceeds yang didiscontokan atas dasar biaya modal tertentu dengan present value pengeluaran modal”. Dari kedua pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Net Present Value adalah Sebuah metode evaluasi Investasi dengan mengukur selisih antara present value dari proceeds dan nilai investasi awal. Kriteria suatu proyek investasi dapat diterima jika NPV lebih dari 0 (NPV > 0) dan suatu proyek akan ditolak jika NPV lebih kecil dari 0 (NPV < 0) (Ross, 2008). NPV atau Net Present Value ini banyak digunakan dalam penganggaran modal untuk menganalisa profitabilitas dari sebuah proyek ataupun proyeksi investasi. Para pemilik modal ataupun manajemen perusahaan dapat menggunakan perhitungan NPV ini untuk mengevaluasi apakah akan berinvestasi atau tidak berinvestasi pada suatu proyek baru ataupun investasi pada pembelian aset baru. Rumus NPV (Net Present Value) Rumus NPV ini cukup rumit karena menambahkan semua arus kas masa depan dari investasi, mendiskon arus kas tersebut dengan tingkat diskonto dan menguranginya dengan Investasi awal. Persamaan dan Rumus Net Present Value (NPV) ini dapat dilihat dibawah ini : NPV = (C1/1+r) + (C2/(1+r)2) + (C3/(1+r)3) + … + (Ct/(1+r)t) – C0 atau Dimana : NPV = Net Present Value (dalam Rupiah) Ct = Arus Kas per Tahun pada Periode t C0 = Nilai Investasi awal pada tahun ke 0 (dalam Rupiah) r = Suku Bunga atau discount Rate (dalam %) Selain rumus NPV diatas, kita juga dapat menggunakan tabel PVIFA (Present Value Interest Factor for an Annuity) kemudian masukan hasilnya ke persamaan atau rumus NPV dibawah ini : NPV = (Ct x PVIFA(r)(t)) – C0 Tabel FVIFA dapat dilihat pada gambar dibawah ini : FVIFA = 1 – (1+r)–n r Contoh Kasus Perhitungan NPV (Net Present Value) Manjemen Perusahaan INGIN MAJU ingin membeli mesin produksi untuk meningkatkan jumlah produksi produknya. Harga Mesin produksi yang baru tersebut adalah sebesar Rp. 150 juta dengan suku bunga pinjaman sebesar 12% per tahun. Arus Kas yang masuk diestimasikan sekitar Rp. 50 juta per tahun selama 5 tahun. Apakah rencana investasi pembelian mesin produksi ini dapat dilanjutkan? Penyelesaiannya : Diketahui : Ct = Rp. 50 juta C0 = Rp. 150 juta r = 12% (0,12) Jawaban : NPV = (C1/1+r) + (C2/(1+r)2) + (C3/(1+r)3) + (C3/(1+r)4) + (Ct/(1+r)t) – C0 NPV = ((50/1+0,12) + (50/1+0,12)2 + (50/1+0,12)3 + (50/1+0,12)4 + (50/1+0,12)5) – 150 NPV = (44,64 + 39,86 + 35,59 + 31,78 + 28,37) – 150 NPV = 180,24 – 150 NPV = 30,24 Jadi nilai NPV-nya adalah sebesar Rp. 30,24 juta. Menggunakan Tabel PVIFA Seperti yang dikatakan sebelumnya, bahwa NPV juga dapat dihitung dengan mengggunakan tabel PVIFA. Jika kita memiliki tabel PVIFA ini, perhitungan NPV menjadi lebih mudah dan cepat. Berdasarkan tabel PVIFA, angka yang didapat dari suku bunga 12% (r) dan periode 5 tahun (t) adalah sebesar 3.6048. Angka tersebut dimasukan ke rumus NPV dibawah ini : NPV = (Ct x PVIFA(r)(t)) – C0 NPV = (50 x PVIFA(12%)(5)) – C0 NPV = (50 x 3,6048) – 150 NPV = 180,24 – 150 NPV = 30,24 Hasilnya juga sama dengan nilai NPV yang didapat dari rumus NPV pertama yaitu se30,24 atau Rp. 30,24 juta. Analisis dan Penilaian NPV (Net Present Value) Dari hasil perhitungan contoh soal kita diatas, nilai bersih saat ini atau nilai Net Present Value (NPV) adalah Positif dengan nilai sebesar Rp. 30,24 juta. Ini berarti Mesin Produksi yang bersangkutan dapat menghasilkan sekitar Rp. 30,24 juta setelah melunasi biaya pembelian mesin dan juga biaya bunga. Sesuai dengan perhitungan tersebut, maka dapat diputuskan bahwa rencana investasi pembelian mesin produksi baru dapat dilanjutkan. Nilai NPV yang positif (NPV > 0) menunjukan bahwa penerimaan lebih besar dibandingkan dengan nilai yang diinvestasikan sedangkan nilai NPV negatif (NPV < 0) menandakan penerimaan lebih kecil dibandingkan dengan pengeluaran atau akan mengalami kerugian pada investasinya setelah mempertimbangkan Nilai Waktu Uang (Time Value of Money). Namun apabila hasil perhitungan NPV adalah Nol (NPV = 0), maka artinya investasi atau pembelian tersebut hanya balik modal (tidak untung dan tidak rugi). Dan tentunya, Semakin besar angka positifnya, semakin besar pula penerimaan yang bisa didapatkannya. Oleh karena itu, perhitungan NPV ini tidak saja digunakan untuk mengevaluasi layak atau tidaknya untuk berinvestasi, namun juga digunakan untuk membandingkan investasi mana yang lebih baik jika terdapat dua pilihan investasi atau lebih. Perlu diketahui juga, meskipun perhitungan NPV ini merupakan alat yang sangat bagus untuk membuat keputusan dalam berinvestasi,, yaitu Keuntungan dengan menggunakan metode NPV adalah memperhitungkan nilai waktu uang (time value of money), mempertimbangkan semua arus kas yang diharapkan pada potensi investasi tanpa memperhatikan waktu dari arus kas tersebut dan model ini memungkinkan perbandingan yang dibuat antara proyek dengan pola arus kas yang berbeda dengan menggunakan tingkat diskonto yang sama yang ditetapkan sebelumnya (Klammer, 2000) namun tidak selalu akurat , yaitu Kelemahan dari metode ini adalah model memberikan sebuah kesalahan kecermatan, perhitungan present value didasarkan pada estimasi dari ketidakpastian arus kas masa akan datang, keakuratan perhitungan keuangan mungkin berakibat pada kualitas dan faktor waktu tanpa menerima pertimbangan yang cukup dan asumsi pemilihan discount rate adalah sulit untuk sebagian individu (Klammer, 2000). Hal ini dikarenakan persamaannya bergantung pada banyak perkiraan dan asumsi yang sangat sulit untuk benar-benar akurat. Seperti pada contoh kasus diatas, manajemen perusahaan INGIN MAJU tidak tahu dengan pasti apakah mesin tersebut akan menghasilkan Rp. 50 juta per tahunnya (karena hanya perkiraan atau asumsi) dan mungkin juga tingkat bunga akan berubah seiring dengan perkembangan pasar, terkecuali terdapat perjanjian yang pasti dengan pihak kreditur. Satu-satunya yang diketahui oleh manajemen perusahaan adalah biaya yang dikeluarkan untuk membeli mesin produksi tersebut pada saat ini. Payback Period Menurut Abdul Choliq dkk (2004) payback period dapat diartikan sebagai jangka waktu kembalinya investasi yang telah dikeluarkan, melalui keuntungan yang diperoleh dari suatu proyek yang telah direncanakan. Sedangkan menurut Bambang Riyanto (2004) payback period adalah suatu periode yang diperlukan untuk dapat menutup kembali pengeluaran investasi dengan menggunakan proceeds atau aliran kas netto (net cash flows). Selanjutnua menurut Djarwanto Ps (2003) menyatakan bahwa payback period lamanya waktu yang diperlukan untuk menutup kembali original cash outlay. Berdasarkan uraian dari beberapa pengertian tersebut maka dapat dikatakan bahwa payback period dari suatu investasi menggambarkan panjang waktu yang diperlukan agar dana yang tertanam pada suatu investasi dapat diperoleh kembali seluruhnya. Metode analisis payback period bertujuan untuk mengetahui seberapa lama (periode) investasi akan dapat dikembalikan saat terjadinya kondisi break even-point (jumlah arus kas masuk sama dengan jumlah arus kas keluar). Analisis payback period dihitung dengan cara menghitung waktu yang diperlukan pada saat total arus kas masuk sama dengan total arus kas keluar. Dari hasil analisis payback period ini nantinya alternatif yang akan dipilih adalah alternatif dengan periode pengembalian lebih singkat Rumus Payback Period Berikut ini adalah rumus Payback Period (PP) : Payback Period = Nilai Investasi / Kas Masuk Bersih Catatan : Rumus ini mengasumsikan bahwa besarnya kas masuk bersih adalah sama pada setiap periode atau sama pada setiap tahunnya. Atau : Payback Period=n+(a-b)/(c-b) x 1 tahun n = Tahun terakhir dimana jumlah arus kas masih belum bisa menutup investasi mula-mula a = Jumlah investasi mula-mula b = Jumlah kumulatif arus kas pada tahun ke – n c = Jumlah kumulatif arus kas pada tahun ke n + 1 Catatan : Rumus periode pengembalian jika arus kas per tahun jumlahnya berbeda Contoh kasus perhitungan Payback Period Manajemen PT. INGIN MAJU sedang mempertimbangkan pembelian mesin produksi komponen elektronika. Dengan membeli Mesin produksi yang berharga Rp. 250 juta ini, keuntungan atau pendapatan bersih didapat dari penambahan mesin tersebut adalah sebesar Rp. 70 juta pertahun. Berapakah Payback Period untuk Mesin Produksi ini? Diketahui : Nilai Investasi = Rp. 250.000.000,Kas Masuk Bersih = Rp. 70.000.000,Payback Period = ? Payback Period = Nilai Investasi / Kas Masuk Bersih Payback Period = Rp. 250.000.000,-/ Rp. 70.000.000,Payback Period = 3,57 Jadi Periode pengembalian modal atau payback period untuk mesin produksi tersebut adalah selama 3,57 tahun. Kelebihan yaitu dengan mudah dan sederhana bisa di hitung untuk menenntukan lamanya waktu pengembalian dana investasi, memberikan informasi mengenai lamanya break even project, sebagai alat pertimbangan resiko karena semakin pendek payback periodnya maka semakin pendek pula resiko kerugiannya, untuk membandingkan dua proyek yang memiliki resiko dan rate of return yang sama dengan cara melihat jangka waktu pengembalian investasi (payback period) apabila payback period-nya lebih pendek itu yang dipilih. Kelemahan yaitu metode ini mengabaikan penerimaan-penerimaan investasi atau proceeds yang diperoleh sesudah payback periode tercapai, mengabaikan time value of money (nilai waktu uang),tidak memberikan informasi mengenai tambahan value untuk perusahaan, digunakan untuk mengukur kecapatan kembalinya dana, dan tidak mengukur keuntungan proyek pembangunan yang telah direncanakan. Internal Rate of Return Menurut Brigham & Houston, penerjemah : Ali Akbar Yulianto (2009;524) adalah : “IRR adalah metode penyusutan peringkat usulan investasi dengan menggunakan tingkat pengembalian dari sebuah investasi, yang dihitung dengan menemukan tingkat diskonto yang menyamakan nilai sekarang dari arus kas masuk masa depan ke biaya proyek. Sedangkan menurut Arthur J. Keown, John D. Martin, J. William Petty. David F. Scott, JR (2008; 301) “IRR adala h kriteria keputusan penganggaran modal yang mencerminkan tingkat pengembalian yang didapat dari suatu proyek.” Jadi IRR adalah suatu kriteria keputusan yang di ambil perusahaan dalam penganggaran modal yang mencerminkan tingkat pengmbalian suatu proyek. IRR dapat menjadi sebuah indikator dari tingkat efisiensi dari suatu investasi. Sebuah proyek atau investasi dapat dilakukan apabila sebuah laju pengembaliannya (rate of return) yaitu lebih besar dari laju pengembaliannya apabila melakukan suatu investasi lain (bunga deposito bank, reksadana dan lainlainnya). Fungsi dari IRR juga dapat dipakai dalam menentukan apakah benar bahwa investasi tersebut dapat dilaksanakan ataukah tidak. Karena itu,biasanya dipakai dengan acuan bahwa investasi yang telah dilakukan harus lebih tinggi dari Minimum Acceptable Rate of Return (MARR). MARR ialah suatu laju dari pengembalian minimum dari suatu investasi yang berani dilakukan oleh sebuah investor. Rumus IRR Sebuah suku bunga IRR akan didapat apabila NPV = 0 maksutnya suku bunga yang dapat diberikan investasi yang memberikan NPV = 0. Syarat paling utama yaitu ialah IRR > dari suku bunga MARR nya. Untuk memperoleh suatu hasil akhir dari sebuah perhitungan IRR, maka kita harus mencari terlebih dahulu nilai dari discount rate yang akan menghasilkan NPV positif. kemudian kita cari discount rate yang akan menghasilkan NPV negatif. Berikut ini adalah Rumus IRR: Keterangannya : IRR = Internal Rate of Return i1 = Tingkat Diskonto yang akan menghasilkan NPV bernilai (+) i2 = Tingkat Diskonto yang akan menghasilkan NPV bernilai (-) NPV1=Net Present Value yaitu bernilai positif NPV2= Net Present Value yaitu bernilai negatif IRR memiliki tiga buah nilai dimana pada masing-masing nilai tersebut memiliki makna tersendiri terhadap suatu kriteria investasi. Berikut ini untuk lebih jelasnya: IRR < SOCC, maksudnya bahwa usaha atau proyek tersebut tidak layak secara finansial. IRR = SOCC, maksutnya suatu usaha atau proyek tersebut berada dalam keadaan break even point. IRR > SOCC, maksutnya yaitu suatu usaha atau proyek tersebut layak secara finansial. Dimana SOCC adalah Social Opportunity Cost of Capital/biaya modal. Kelebihan dan Kekurangan IRR Kelebihan dari metode perhitungan IRR yaitu tidak dipertimbangkan time value of Money. Dengan begitu perhitungan dapat dilakukan lebih tepat dan realistis dibandingkan dengan menggunakan metode accounting rate of return. Sedangkanpada kekurangan metode ini yaitu perlu waktu untuk menghitungnya, termasuk pada saat cas inflow tidak terdistribusi secara merata (walaupun kebanyakan kalkulator bisnis sudah dilengkapi dengan sebuah program untuk menghitung IRR). Selain itu pada metode ini juga tidak dapat mengidentifikasi ukuran investasi dalam berbagai proyek yang bersaing dan juga tingkat keuntungannya. Contoh Soal : Perusahaan INGIN MAJU mempertimbangkan usulan proyek investasi Rp 150.000.000. Umur proyek tersebut diperkirakan 5 tahun tanpa nilai sisa. Arus kas yang dihasilkan: Tahun 1 : Rp 60.000.000 Tahun 2 : Rp 50.000.000 Tahun 3 : Rp 40.000.000 Tahun 4 : Rp 35.000.000 Tahun 5 : Rp 28.000.000 Bila diasumsikan MARR = 10% Jawab: Dicoba dengan faktor diskonto 16%: Tahun 1 arus kas : Rp 60.000.000 x 0,8621 = Rp 51.726.000 Tahun 2 arus kas : Rp 50.000.000 x 0,7432 = Rp 37.160.000 Tahun 3 arus kas : Rp 40.000.000 x 0,6417 = Rp 25.668.000 Tahun 4 arus kas : Rp 35.000.000 x 0,5523 = Rp 19.330.500 Tahun 5 arus kas : Rp 28.000.000 x 0,419 = Rp 17.973.200 Total PV = Rp 100.131.700 Investasi Awal = Rp 150.000.000 NPV = Rp – 49.868.300 Dicoba dengan faktor diskonto 10%: Tahun 1 arus kas : Rp 60.000.000 x 0,9090 = Rp 54.540.000 Tahun 2 arus kas : Rp 50.000.000 x 0,8264 = Rp 41.320.000 Tahun 3 arus kas : Rp 40.000.000 x 0,7513 = Rp 30.052.000 Tahun 4 arus kas : Rp 35.000.000 x 0,6830 = Rp 23.905.500 Tahun 5 arus kas : Rp 28.000.000 x 0,6209 = Rp 17.385.200 Total PV = Rp 167.202.200 Investasi Awal = Rp 150.000.000 NPV = Rp 17.202.200 IRR = 10% + (Rp.17.202.200/Rp. 67.070.500) x 6 % IRR = 11,5388% Kesimpulannya, proyek investasi tersebut bisa diterima. Karena IRR > 1