Sumber: https://www.google.co.id/url?sa=i&rct=j&q=&esrc=s&source=images&cd=&cad=rja&uact=8&ved=0ahUKEwj376HouObJAhUkK6YK HTCqDT8QjB0IBg&url=http%3A%2F%2Fid.aliexpress.com%2Fprice%2Fmother-childpainting_price.html&psig=AFQjCNEsW3pjVX8Rc-D-aHJB8ZBO7_UvQw&ust=1450563546842581, 19 Desember 2015 BUKU ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA (merujuk, Friedman, NANDA-NOC-NIC, Bailon & Maglaya dan IPKKI-PPNI) Hanny Rasni, SKp.,M.Kep. BAB 1. Penuntun Bentuk Asuhan Keperawatan Keluarga Saat Ini Keterikatan manusia dengan yang lainnya dalam keluarga juga terkait dengan kesehatan manusia di dalam keluarga sehingga teridentifikasi pula adanya kesehatan keluarga. Manusia dikatakan sehat ketika mampu secara mandiri tanpa bantuan memenuhi kebutuhan bio-psikososio-spiritual, begitu pula kesehatan masing-masing individu di dalam keluarga dengan interaksinya menunjukkan kemandirian dalam memenuhi kebutuhan keluarga sebagai kumpulan anggota keluarga dan interaksi di dalamnya. Aplikasi teori Orem mengenai kemandirian dalam perawatan diri individu untuk dinyatakan sehat dapat diterapkan dalam kesehatan keluarga. Kesehatan keluarga adalah keluarga secara mandiri mampu memenuhi kebutuhan segenap anggotanya untuk perawatan diri dan keluarga memenuhi fungsi-fungsi keluarga dan menyelesaikan tugas-tugas yang terkait dengan tingkat perkembangan keluarga (Tadych, 1985 dalam Friedman, 1992). Keluarga merupakan satu bagian klien dalam asuhan keperawatan. Secara umum, manusia memulai hidup dan bertumbuh menjadi manusia dewasa dimulai pada keluarga. Secara unik, setiap keluarga memiliki pola dan perilaku yang berbeda dengan keluarga lainnya. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi adanya pola dan perilaku yang berbeda pada keluarga dan anggota keluarga adalah pengaruh dari sosial kemasyarakatan tempat keluarga berada. Perawat dapat melakukan asuhan pada keluarga yang di dalamnya ada individu-individu sebagai anggota keluarga dengan memiliki kemampuan pemahaman dan keterampilan dari perawat mengenai keholistikan keluarga termasuk budaya dan kultur yang ada pada keluarga, nilai-norma yang berlaku pada keluarga, juga perkembangan keluarga. Asuhan keperawatan keluarga adalah suatu rangkaian kegiatan yang diberikan melalui praktek keperawatan kepada keluarga untuk membantu menyelesaikan masalah kesehatan keluarga dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan. Menurut North American Nursing Diagnosis Association (NANDA 2014 dalam IPKKI PPNI, 2015) diagnosis keperawatan adalah interpretasi ilmiah atas data hasil pengkajian dan interpretasi ini digunakan perawat untuk membuat rencana, melakukan implementasi serta evaluasi. Ikatan Perawat Kesehatan Komunitas Indonesia Persatuan Perawat Nasional Indonesia (IPKKI PPNI) pada tahun 2015 mengeluarkan Modul Panduan Dokumentasi Asuhan Keperawatan Komunitas (Individu, Keluarga, Kelompok/Komunitas) dengan Pendekatan NANDA, ICNP, NOC,NIC yang mencoba untuk menguraikan keutuhan bentuk asuhan keperawatan komunitas, salah satunya asuhan keperawatan keluarga, diuraikan dengan rumusan diagnosa keperawatan menggunakan rujukan dari NANDA, kemudian tujuan asuhan merujuk dari Bailon & Maglaya yang isinya merujuk NOC serta intervensi keperawatan keluarga merujuk dari NIC. Rumusan diagnosis asuhan keperawatan keluarga yang dituliskan dalam modul tersebut dinyatakan merujuk pada kemampuan keluarga memenuhi kebutuhan anggota-anggota keluarga, dengan bentuk asuhan keperawatan keluarga level 1 yaitu asuhan keperawatan yang berorientasi pada kebutuhan individu dalam keluarga. Sehingga dengan demikian menjelaskan bahwa asuhan keperawatan keluarga dengan orientasi keluarga sebagai kumpulan dan sebagai satu unit belum dibahas pada modul tersebut dan dengan demikian diupayakan pada buku ini untuk asuhan keperawatan keluarga tersebut dapat dijelaskan. BAB 2. PENGKAJIAN ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA Pengkajian asuhan keperawatan keluarga yang digunakan bersumber dari pengkajian asuhan keperawatan keluarga Friedman dengan adaptasi dari indikator Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) keluarga yang dinyatakan dalam 6 kelompok data: data-data identifikasi, tahap perkembangan dan riwayat keluarga, data lingkungan, struktur keluarga, fungsi-fungsi keluarga, koping dan stres keluarga (Friedman, 1992). Adapun indikator PHBS rumah tangga adalah: persalinan ditolong tenaga kesehatan, memberi ASI ekslusif, menimbang bayi dan balita setiap bulan, menggunakan air bersih, mencuci tangan dengan air bersih yang mengalir dan sabun, menggunakan WC/jamban sehat, memberantas jentik di rumah sekali seminggu, makan buah dan sayur setiap hari, melakukan aktivitas fisik setiap hari, dan tidak merokok di dalam rumah, sehingga bentuk format pengkajian asuhan keperawatan check list nya menjadi demikian: 2.1. FORMAT PENGKAJIAN KEPERAWATAN KELUARGA (sumber: IPKKI Jawa Timur Bekerjasama dengan PPNI Jawa Timur, 2014) Fasilitas Yankes No. Register Nama Perawat yang Tanggal Pengkajian mengkaji 1. DATA KELUARGA Nama Kepala Keluarga Bahasa sehari-hari Alamat Rumah & Telp Jarak yankes terdekat Agama & Suku Alat Transportasi DATA ANGGOTA KELUARGA No Nama Hub dgn Umur JK Suku PendidikanPekerjaan Status Gizi TTV Status Alat Bantu/ KK Terakhir Saat Ini (TB, BB, (TD, N,Imunisasi Protesa BMI) S, P) Dasar LANJUTAN No Nama Status Kesehatan Saat ini Riwayat Penyakit/ Alergi Analisis Masalah Kesehatan INDIVIDU (untuk menentukan fokus asuhan) (analisis masalah umum isinya sesuai output laporan perkesmas) B. Tahap dan Riwayat Perkembangan Keluarga Tahap Perkembangan Klg Saat Ini ________________________________________ Tugas Perkembangan Keluarga: Dapat dijalankan Tdk Dpt Dijalankan Bila Tdk dijalankan, sebutkan : ............................................................................................................. C. Struktur Keluarga Pola Komunikasi : Baik Disfungsional Peran Dlm Keluarga : Tdk Ada Masalah Ada Masalah Nilai/Norma KLg : Tdk ada konflik nilai Ada Konflik Pengambilan keputusan dalam keluarga D. Fungsi Keluarga Fungsi Afektif : Berfungsi Tdk Berfungsi Fungsi Sosial : Berfungsi Tdk Berfungsi Fungsi Ekonomi : Baik Kurang Baik Fungsi perawatan keluarga masuk dalam pengkajian tugas keluarga E. Pola Koping Keluarga : Efektif Tidak Efektif Stressor yg dihadapi keluarga :___________________________________________ 2. DATA PENUNJANG KELUARGA Rumah dan Sanitasi Lingkungan Kondisi Rumah : Kondisi rumah : a) Type rumah (permanen, semi permanen, tidak permanen) b) Lantai (tanah, plester) c) Kepemilikan rumah (sendiri, sewa) Ventilasi : Baik (10-15% dari luas lantai): ya/tidak Jendela setiap hari dibuka: ya/tidak Pencahayaan Rumah : Baik/ Tidak* cahaya matahari bisa menerangi ruangan dalam rumah :ya/tidak Saluran Buang Limbah : Tertutup/terbuka Air Bersih : Sumber air bersih: sumur/PAM/sungai/lainlain, sebutkan..... Kualitas air: tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa Jamban Memenuhi Syarat : Kepemilikan jamban : ya/tidak Jenis jamban : leher angsa/cemplung Jarak septic tank dengan sumber air Tempat Sampah: Kepemilikan tempat sampah ;Ya/Tidak* PHBS Di Rumah Tangga (mengkaji fungsi perawatan kesehatan keluarga) Jika ada Bunifas, Persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan : Ya/ Tidak* ............................................................................ Jika ada bayi, Memberi ASI ekslusif : Ya/ Tidak* .............................................................................. jika ada balita, Menimbang balita tiap bln : Ya/ Tidak* .............................................................................. Menggunakan air bersih untuk makan & minum: Ya/ Tidak* ........................................................................................... Menggunakan air bersih untuk kebersihan diri: Ya/ Tidak* ........................................................................................... Mencuci tangan dengan air bersih & sabun : Ya/ Tidak* ........................................................................................... Melakukan pembuangan sampah pada tempatnya : Ya/ Tidak* ........................................................................................... Menjaga lingkungan rumah tampak bersih ya/tidak ........................................................................................... (observasi dan validasi) Mengkonsumsi lauk dan pauk tiap hari : Ya/ Tidak* ........................................................................................... Menggunakan jamban sehat : Ya/ Tidak* ........................................................................................... Memberantas jentik di rumah sekali seminggu : Ya/ Tidak* (menguras, mengubur, menutup) ........................................................................................... Jenis : Makan buah dan sayur setiap hari : Ya/ Tidak* tertutup/terbuka……………………................... ........................................................ Melakukan aktivitas fisik setiap hari : Ya/ Tidak* ......................................................... Rasio Luas Bangunan Rumah dengan Jumlah Anggota Keluarga 8m2/orang : Ya/Tidak*………………................................ ............................ 3. ..................................................... Tidak merokok di dalam rumah : Ya/ Tidak* ............................................................ Penggunaan alkohol dan zat adiktif : ya/tidak ................................................................................... KEMAMPUAN KELUARGA MELAKUKAN TUGAS PEMELIHARAAN KESEHATAN ANGGOTA KELUARGA (mengkaji fungsi perawatan kesehatan keluarga) 1) Adakah perhatian keluarga kepada anggotanya yang menderita sakit: Ada Tidak karena ................................................ 2) Apakah keluarga mengetahui masalah kesehatan yang dialami anggota dalam keluarganya : Ya Tidak 3) Apakah keluarga mengetahui penyebab masalah kesehatan yang dialami anggota dalam keluarganya: Ya Tidak 4) Apakah keluarga mengetahui tanda dan gejala masalah kesehatan yang dialami anggota dalam keluarganya : Ya Tidak 5) Apakah keluarga mengetahui akibat masalah kesehatan yang dialami anggota dalam keluarganya bila tidak diobati/dirawat : Ya Tidak 6) Pada siapa keluarga biasa menggali informasi tentang masalah kesehatan yang dialami anggota keluarganya: Keluarga Tetangga Kader Tenaga kesehatan, yaitu.................(bisa lebih dari 1) 7) Keyakinan keluarga tentang masalah kesehatan yang dialami anggota keluarganya: Tidak perlu ditangani karena akan sembuh sendiri biasanya Perlu berobat ke fasilitas yankes Tidak terpikir 8) Apakah keluarga melakukan upaya peningkatan kesehatan yang dialami anggota keluarganya secara aktif : (bagaimana bentuk tindakan upaya peningkatan kesehatan), diturunkan setelah nomor 10 Ya Tidak,jelaskan ................................................................................... 9) Apakah keluarga mengetahui kebutuhan pengobatan masalah kesehatan yang dialami yang dialami anggota keluarganya : Ya Tidak , Jelaskan............................................................................ 10) Apakah keluarga dapat melakukan cara merawat anggota keluarga dengan masalah kesehatan yang dialaminya: (bagaimana cara keluarga merawat anggota keluarga yang sakit ---- 21 KDM) Ya Tidak, jelaskan .................................................................................................................................................................... ..................... 11) Apakah keluarga dapat melakukan pencegahan masalah kesehatan yang dialami anggota keluarganya: Ya Tidak, jelaskan.......................................................................... 12) Apakah keluarga mampu memelihara atau memodifikasi lingkungan yang mendukung kesehatan anggota keluarga yang mengalami masalah kesehatan : (indikator?, perlu ditambahkan lampiran penjelas) Ya Tidak, jelaskan .................................................................................................................................................................... ..................... 13) Apakah keluarga mampu menggali dan memanfaatkan sumber di masyarakat untuk mengatasi masalah kesehatan anggota keluarganya : Ya Tidak, jelaskan....................................................................................................................................................... ..................... KRITERIA KEMANDIRIAN KELUARGA : Kesimpulan: 1. Menerima petugas puskesmas ...... 2. Menerima yankes sesuai rencana ....... 3. Menyatakan masalah kesehatan secara benar ....... Tuliskan hasil: □ Kemandirian I : Jika memenuhi kriteria 1&2 □ Kemandirian II : jika memenuhi kriteria 1 s.d 5 □ Kemandirian III : jika memenuhi kriteria 1 s.d 6 □ Kemandirian IV : Jika memenuhi kriteria 1 s.d 7 4. Memanfaatkan faskes sesuai anjuran ........ 5. Melaksanakan perawatan sederhana sesuai anjuran 6. Melaksanakan tindakan pencegahan secara aktif ........ 7. Melaksanakan tindakan promotif secara aktif ........ 2.2. Penjelasan Format Pengkajian Asuhan Keperawatan Kesehatan Keluarga Konsep keperawatan kesehatan keluarga yang ada di Indonesia pada saat ini menggabungkan beberapa teori, yang umum digunakan adalah teori Bailon dan Maglaya (penjajakan tahap II) digabung dengan teori Friedman (penjajakan tahap I). Bailon dan Maglaya (1978) menuliskan penggolongan kesehatan keluarga ke dalam tiga jenis: 1. Keadaan kesehatan yang normal dari setiap anggota keluarga. 2. Keadaan di rumah maupun di lingkungan yang dapat membawa peningkatan kesehatan. 3. Sifat-sifat keluarga, dinamika atau tingkat kesanggupan keluarga yang dapat membawa perkembangan keluarga. Friedman (1998) sebagai penjajakan tahap I dalam pengkajian menyatakan untuk menetapkan status kesehatan keluarga dapat dilakukan dengan mengidentifikasi enam kelompok data, yaitu karakteristik umum keluarga, tahap perkembangan dan riwayat perkembangan keluarga, data lingkungan, struktur keluarga, fungsi keluarga, koping keluarga. 1. Identifikasi data-data keluarga Nama Kepala Keluarga Bahasa sehari-hari Alamat Rumah & Telp Jarak yankes terdekat Agama & Suku Alat Transportasi DATA ANGGOTA KELUARGA No Nama Hub dgn Umur JK Suku PendidikanPekerjaan Status Gizi TTV Status Alat Bantu/ KK Terakhir Saat Ini (TB, BB, (TD, N,Imunisasi Protesa BMI) S, P) Dasar LANJUTAN No Nama Status Kesehatan Saat ini Riwayat Penyakit/ Alergi Analisis Masalah Kesehatan INDIVIDU (untuk menentukan fokus asuhan) Keluarga memiliki nama sesuai dengan kepala keluarga, keluarga umumnya diawali dengan pernikahan suami-isteri yang menjalin hubungan dan memiliki latar belakang keluarga masing-masing. Indonesia dengan pulau-pulaunya memiliki berbagai budaya dan etnis, ciri etnis (kesukuan) melekat pada identitas seseorang yang dilatari oleh keluarganya, contoh Bapak yang berasal dari suku Sunda dan Ibu yang berasal dari suku Jawa dengan anak-anak yang lahir dan besar di Jember, maka menyatakan sebagai keluarga campuran suku Sunda-Jawa dengan perbauran interaksi sosial masyarakat Jember. a. Nama kepala keluarga Keluarga memiliki seseorang yang menjadi pemimpin tertinggi yang umumnya pada keluarga inti patriarki diemban oleh ayah, nama kepala keluarga menunjukkan dugaan identitas keluarga (misal: Bapak Togar dari suku Batak, Bapak Mulyono dari suku Jawa, Bapak Muhammad beragama Islam, Bapak Kristian beragama Kristen). Kerahasiaan dokumentasi data pada asuhan keperawatan yang dilaksanakan sepanjang asuhan, juga dilaksanakan pada asuhan keperawatan kesehatan keluarga dengan salah satunya dalam penulisan nama klien (nama lengkap keluarga tidak dituliskan dan tidak disebarluaskan pada publik) hanya menera inisial nama kepala keluarga. b. Alamat Lokasi keberadaan keluarga dapat menunjukkan wilayah geografi dan juga dugaan untuk keadaan lingkungan keluarga (misal: perumahan… menunjukkan tinggal di daerah pemukiman yang kemungkinan sebagian besar adalah penduduk pendatang dengan bentuk dan tipe rumah tertentu, dusun…menunjukkan tinggal di wilayah dengan sebagian besar adalah penduduk tetap/asli dengan bentuk dan tipe rumah yang sesuai dengan pola yang ada pada masyarakat, gang…menunjukkan tinggal di pemukiman padat penduduk). Alamat rumah dapat pula disertakan dengan nomor telepon yang dapat dihubungi ke keluarga bersangkutan, upayakan mendapatkan nomor telepon rumah bukan mobile telephone. Keluarga yang diutamakan adalah keluarga dengan masalah kesehatan atau keluarga rawan terjadi masalah kesehatan dengan mendapatkan data awal dari Puskesmas (Pusat Kesehatan Masyarakat) wilayah yang bersangkutan. Kunjungan keluarga merupakan tindak lanjut dari data awal tersebut sebagai bentuk binaan atau intervensi kesehatan serta pelaksanaan program Puskesmas (misal: keluarga dengan anggota keluarga yang menderita TBC, anak dengan gizi kurang, ibu hamil, anggota keluarga mengalami gangguan kesehatan jiwa, anggota keluarga berusia lansia, injuri pada anak yang dimungkinkan sebagai bukti adanya kekerasan dalam rumah tangga, anak mengalami retardasi mental, remaja pengguna zat adiktif) c. Komposisi Keluarga Friedman (1998) menuliskan mengenai komposisi keluarga sebagai identifikasi setiap anggota keluarga yang ada dan tinggal di dalam rumah 1) data demografi: nama anggota keluarga (insial/huruf depan nama panggilan), jenis kelamin (laki-laki/perempuan berdasarkan anatomi tubuh), hubungan (ayah, ibu, anak, suami, isteri, kakek, atau nenek), tempat dan tanggal lahir, pekerjaan dan pendidikan yang kesemuanya dibuat dalam satu tabel dengan mencatat identitas seluruh anggota keluarga. Anggota keluarga yang dewasa dicatat pertama dan diikuti oleh anak-anak dengan mulai dari yang paling tua, termasuk anggota keluarga tidak langsung yang juga tinggal dalam satu rumah sedangkan anggota keluarga yang tidak tinggal dalam satu rumah dapat dituliskan pada bagian akhir. d. Tipe bentuk keluarga Definisi-definisi keluarga diperluas dengan tipe-tipe keluarga yang digunakan secara umum, yaitu keluarga inti (nuclear family) dan keluarga besar (extended family). Keluarga inti adalah keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak (kandung/ adopsi, atau kandung dan adopsi). Keluarga besar adalah keluarga inti dan orang-orang yang berhubungan (oleh darah), lazimnya kakek-nenek, tante/bibi-paman, sepupu (Friedman, 1998;Suprajitno, 2003). Tradisional Non Tradisional 1. Keluarga Inti: suami-isteri dan anak 1. keluarga dengan salah satu orangtua yang hidup dalam rumah tangga yang (ibu/ayah) dan anak yang tinggal sama dalam satu rumahtangga tanpa ada a. keluarga dengan perkawinan pernikahan pertama 2. pasangan yang memiliki anak tanpa b.keluarga dengan orangtua menikah tiri/campur 3. pasangan hidup satu rumah tangga 2. Pasangan inti: suami-isteri tanpa menikah a. salah satu bekerja 4. keluarga gay/lesbian b. kedua orang bekerja 5. keluarga komuni (poligami) yang 3. keluarga dengan orangtua tunggal berada salam satu rumah tangga 4. keluarga besar: tiga generasi (Sussman 1974, Macklin 1988 dalam Friedman 1998) e. Etnis Indonesia dikenal dengan keragaman budaya kesukuan masyarakatnya, seperti suku Jawa, Sunda, Batak, Betawi, Makasar, Menado, Ambon, Padang, Dayak, dst. Stigma dan apriori tidak diperbolehkan ikut ketika melakukan asuhan keperawatan, pandangan positif perawat mengenai kesukuan harus ditanamkan dan penghargaan pada nilai-norma kesukuan yang ada dan diyakini keluarga harus dilakukan oleh perawat. Perawat juga diharapkan memiliki pengetahuan yang luas mengenai keragaman suku sehingga tidak menjadi penghambat dalam melakukan asuhan, utamakan mengenal mengenai kesukuan keluarga yang akan diasuh dan mampu berkomunikasi menggunakan bahasa-bahasa yang digunakan dalam keseharian, yang utamanya menggunakan bahasa kesukuan (daerah). Leininger (1970 dalam Friedman, 1998) menuliskan bahwa perawat perlu menggunakan pendekatan transkultural, klien mempunyai hak untuk dipahami latar belakang sosial budayanya dengan cara yang sama mengharapkan kebutuhan-kebutuhan fisik dan psikologis dapat dihargai dan diakui. Nilai sehat-sakit banyak dipengaruhi oleh budaya yang ada pada kesukuan, seperti pada masyarakat Jawa yang memberikan makan pada bayi sebelum berusia 6 bulan, tidak mengkonsumsi daging-ikan ketika memiliki luka adalah beberapa nilai yang bertentangan dengan nilai kesehatan modern. Perubahan perilaku keluarga dari nilaikeyakinan yang sudah diemban sejak lama membutuhkan waktu dan proses dengan pendekatan penggerakan kesadaran bukan paksaan sehingga adanya perubahan nilaikeyakinan menjadi dasar perubahan perilaku. Akulturasi budaya juga terjadi pada generasi angkatan muda saat ini, perbauran kelompok pendatang-kelompok asli, atau keluarga urban (merantau dari tempat asal) membawa pengaruh adanya perbauran budaya sehingga membentuk nilai-keyakinan yang berbeda dengan suku asalnya. Perawat selain mengidentifikasi kesukuan dari keluarga juga perlu mengidentifikasi nilai-keyakinan kesehatan terkait dengan budaya, adanya perubahan nilai-keyakinan dikarenakan pengetahuan, perbauran budaya, atau juga mengidentifikasi nilaikeyakinan keluarga yang berbeda dari masyarakat sekelilingnya. Shock culture dapat terjadi pada keluarga pendatang pada suatu wilayah dengan masyarakat homogen, kemampuan perawat untuk mampu mengidentifikasi masalah ini dan juga mampu untuk memfasilitas dukungan dalam menyelesaikan masalah tersebut merupakan keterampilan yang diperlukan dalam melakukan asuhan keperawatan. f. Religi/kepercayaan Agama-agama yang ada di Indonesia juga beragam: Islam, Kriten Protestan, Katolik, Hindu, Budha, serta Kong Hu Cu, dan Kepercayaan lain. Perbauran agama dengan budaya setempat juga terjadi pada masyarakat-keluarga sehingga kemungkinan akan terdapat keluarga dengan agama yang sama pada keluarga berlainan memiliki pola dan perilaku yang berbeda. Identifikasi Perawat adalah kebutuhan keluarga mengenai keyakinan/ kepercayaan dan menjalankan sesuai dengan keyakinan/ kepercayaan, seperti melaksanakan ibadah ketika sedang sakit, atau mendapat dukungan doa dari teman-teman perkumpulan agama. Nilai-kayakinan dengan dasar agama mendapat penghargaan dari perawat, seperti keluarga yang tidak mau menjadi akseptor KB dengan rasionalisasi dari keyakinan beragamanya diberikan alternatif pilihan untuk mengatur jarak kelahiran anak (menggunakan cara kalender) dan upaya perawatan anak dengan sehat. g. Status kelas sosial-ekonomi Kelas sosial pada masyarakat Indonesia seperti pada masyarakat sosial lainnya, terpilah pada beberapa strata: keluarga nigrat, keluarga pemuka adat yang umumnya merupakan keluarga kelas atas secara sosial dengan perlakukan khusus dari masyarakat berbeda dengan keluarga masyarakat awam/jelata. Masyarakat adat tertentu secara khusus telah mempunyai tata aturan masyarakat termasuk dalam pengelompokkan kelas sosial, seperti pada masyarakat Bali, masyarakat Badui, dan lainnya. Keluarga kelas pekerja umumnya merupakan keluarga yang menghargai kerja keras dan kedisiplinan seperti keluarga dengan pekerjaan turun-menurun dari generasinya sebagai pedagang-pengusaha, keluarga di Indonesia umumnya adalah keluarga tradisional-agraris yang masih menjunjung tinggi nilai-norma masyarakat yang telah berlangsung lama, termasuk dalam perilaku keluarga menurut kelas sosial, contoh: pada keluarga nigrat akan berbeda perlakuan orangtua pada anak dibandingkan dengan keluarga jelata termasuk penggunaan bahasa anak kepada orangtua (ngoko). Pemerintah Indonesia melalui BKKBN memilah keluarga berdasarkan ekonomi menurut ukuran kesejahteraan dengan indikator: 1. Keluarga sejahtera tahap I (KS I) adalah keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasar secara minimal, tetapi belum dapat memenuhi keseluruhan kebutuhan sosial psikologisnya, yaitu kebutuhan pendidikan, keluarga berencana (KB), interaksi dalam keluarga, interaksi dengan lingkungan tempat tinggal, dan transportasi Indikator keluarga sejahtera tahap I: a) melaksanakan ibadah menurut agama masing-masing yang dianut b) makan dua kali sehari atau lebih c) pakaian yang berbeda untuk berbagai keperluaan d) lantai rumah bukan dari tanah e) kesehatan (anak sakit atau pasangan usia subur ingin berKB di bawa ke arana/petugas kesehatan) 2. Keluarga sejahtera tahap II (KS II) adalah keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasar secara minimal serta telah memenuhi seluruh kebutuhan psikologisnya, tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan pengembangan, yaitu kebutuhan untuk menabung dan memperoleh informasi Indikator keluarga sejahtera tahap II: a. melaksanakan ibadah menurut agama masing-masing yang dianut b. makan dua kali sehari atau lebih c. pakaian yang berbeda untuk berbagai keperluan d. lantai rumah bukan dari tanah e. kesehatan (anak sakit atau pasangan usia subur ingin berKB dibawa kesarana/petugas kesehatan f. anggota keluarga melaksanakan ibadah secara teratur menurut agama masingmasing yang dianut g. makan daging/ikan/telur sebagai lauk pauk paling kurang sekali dalam seminggu h. memperoleh pakaian baru dalam satu tahun terakhir i. luas lantai tiap penghuni rumah 10 m² per orang j. anggota keluarga sehat dalam tiga bulan terakhir sehingga dapat melaksankan fungsi masing-masing k. keluarga yang berumur 15 tahun ke atas mempunyai penghasilan tetap l. bisa baca-tulis latin bagi seluruh anggota keluarga dewasa yang berumur 10 sampai dengan 60 tahun m. anak usia sekolah (7-15 tahun) bersekolah n. anak hidup dua atau lebih, keluarga dengan usia subur (PUS) saat ini memakai kontrasepsi 3. Keluarga sejahtera tahap III (KS III) adalah keluarga telah dapat memenuhi seluruh kebutuhan dasar, kebutuhan sosial psikologis, dan kebutuhan pengembangan tetapi belum dapat memberikan sumbangan (kontribusi) yang maksimal terhadap masyarakat secara teratur (dalam waktu tertentu) dalam bentuk material dan keuangan untuk sosial kemasyarakatan, juga berperan serta secara aktif dengan menjadi pengurus lembaga kemasyarakatan atau yayasan sosial, keagamaan, kesenian, olahraga, pendidikan, dll Indikator keluarga sejahtera tahap III a) melaksankan ibadah menurut agama masing-masing yang dianut b) makan dua kali sehari atau lebih c) pakaian yang berbeda untuk berbagai keperluan d) lantai rumah bukan dari tanah e) kesehatan (anak sakit atau pasangan usia subur (PUS) ingin berKB dibawa ke sarana/petugas kesehatan) f) anggota keluarga melaksanakan ibadah secara teratur menuurut agama masing-masing yang dianut g) makan daging/ikan/telur sebagai lauk pauk paling kurang sekali dalam seminggu h) memperoleh pakaian baru dalam satu tahun terakhir i) luas lantai tiap penghuni rumah 10 m² per orang j) anggota keluarga sehat dalam tiga bulan terakhir sehingga dapat melaksanakan fungsi masing-masing k) keluarga yang berumur 15 tahun ke atas mempunyai penghasilan tetap l) bisa baca tulis latin bagi seluruh anggota keluarga dewasa yang berumur 10 sampai dengan 6 tahun m) anak usia sekolah (7-15 tahun) bersekolah n) anak hidup dua atau lebih, keluarga masih PUS saat ini memakai kontrasepsi o) upaya keluarga untuk meningkatkan/menambah pengetahuan agama p) keluarga mempunyai tabungan q) makan bersama paling kurang sekali sehari r) ikut serta dalam kegiatan kemasyarakatan s) rekreasi bersama/penyegaran paling kurang dalam 6 bulan t) memperoleh berita dari surat kabar, radio, televisi, dan majalah u) anggota keluarga mampu menggunakan sarana transportasi 4. Keluarga sejahtera tahap III plus (KS III Plus) adalah keluarga yang telah dapat memenuhi seluruh kebutuhannya, baik yang bersifat dasar, sosial psikologis, maupun pengembangan,serta telah mampu memberikan sumbangan yang nyata dan berkelanjutan bagi masyarakat. Indikator keluarga sejahtera tahap III plus: a. melaksanakan ibadah menurut agama masing-masing yang dianut b. makan dua kali sehari atau lebih c. pakaian yang berbeda untuk berbagai keperluan d. lantai rumah bukan dari tanah e. kesehatan (anak sakit atau pasangan usia subur (PUS) ingin berKB dibawa ke sarana/petugas kesehatan) f. anggota keluarga melaksanakan ibadah secara teratur menurut agama masingmasing yang dianut g. makan daging/ikan/telur sebagai lauk pauk paling kurang sekali dalam seminggu h. memperoleh pakaian baru dalam satu tahun terakhir i. luas lantai tiap penghuni rumah 10 m² per orang j. anggota keluarga sehat dalam tiga bulan terakhir sehingga dapat melaksanakan fungsi masing-masing k. keluarga yang berumur 15 tahun ke atas mempunyai penghasilan tetap l. bisa baca tulis latin bagi seluruh anggota keluarga dewasa berumur 10 sampai dengan 60 tahun m. anak usia sekolah (7-15 tahun) bersekolah n. anak hidup dua atu lebih, keluarga masih PUS saat ini memakai kontrasepsi o. upaya keluarga untuk meningkatkan/menambah pengetahuan agama p. keluarga mempunyai tabungan q. makan bersama paling kurang sekali sehari r. ikut serta dalam kegiatan masyarakat s. rekreasi bersama/penyegaran paling kurang dalam 6 bulan t. memperoleh berita dari surat kabar, radio, televisi, dan majalah u. anggota keluarga mampu menggunakan sarana trasnportasi v. memberikan sumbangan secara teratur (waktu tertentu) dan sukarela dalam bentuk material kepada masyarakat w. aktif sebagai pengurus yayasan/panti h. Aktifitas rekreasi atau waktu luang Keluarga memiliki waktu-waktu luang yang diisi kegiatan bersama-sama oleh seluruh anggota keluarga, seperti bertamasya ke luar kota, atau ke kebun binatang pada saat hari minggu atau liburan. Identifikasi aktifitas rekreasi dapat mengetahui kebiasaan refreshing keluarga, seperti jalan-jalan, makan-makan, belanja, renang atau melakukan kegiatan khusus (bercocok-tanam, membuat prakarya, dll), rekreasi tidak selalu identik dengan pergi bertamasya. Identifikasi rekreasi dan waktu luang juga mengidentifikasi kemungkinan penguatan pada anggota keluarga yang ada dalam keluarga (komunikasi dan kebersamaan). Selain dari kegiatan bersama-sama, perawat juga mengidentifikasi rekreasi dri masing-masing anggota keluarga, seperti: kegiatan rekreasi ibu adalah pergi ke salon untuk merawat kuku kaki dan tangan setiap minggu karena hal tersebut dianggap ibu yang membuat ibu merasakan kenyamanan dan ketenangan setelah lelah bekerja mengasuh anak-anak dan suami, anak laki-laki berusia 12 tahun kegiatan rekreasinya adalah bermain bola di lapangan bola bersama dengan teman sebaya setiap hari minggu sore karena hal tersebut adalah kegiatan yang sangat disenangi dan dinantikan oleh si anak. 2. Riwayat dan tahap perkembangan keluarga B. Tahap dan Riwayat Perkembangan Keluarga Tahap Perkembangan Klg Saat Ini ________________________________________ Tugas Perkembangan Keluarga: Dapat dijalankan Tdk Dpt Dijalankan Bila Tdk dijalankan, sebutkan : ............................................................................................................. Asumsi dasar Aldous (1978 dalam Friedman, 1998) menuliskan asumsi dasar perkembangan keluarga yaitu: a. keluarga berkembang dan berubah dari waktu ke waktu dengan cara yang sama dan dapat diprediksi b. manusia mengalami maturasi dan berinteraksi sehingga melakukan tindakan dan reaksi terhadap lingkungan c. keluarga dan anggota melakukan tugas tertentu yang ditetapkan oleh mereka dengan konteks budaya dan masyarakat d. kecendrungan pada keluarga memulai sebuah awal dan akhir yang jelas Perkembangan Keluarga Duvall (1977 dalam Friedman, 1998; Hanson dan Boyd, 1996) menuliskan mengenai siklus kehidupan keluarga: a. Tahap 1: keluarga pemula (pasangan menikah) Tugas perkembangan keluarga pemula: 1) membangun perkawinan yang saling memuaskan 2) menghubungkan jaringan persaudaraan secara harmonis 3) merencanakan penambahan anggota baru (mempersiapkan menjadi orangtua) b. Tahap 2: keluarga sedang mengasuh anak (sampai dengan usia anak pertama 30 bulan) Tugas perkembangan keluarga dengan bayi: 1) membentuk keluarga muda sebagai satu unit 2) rekonsiliasi tugas-tugas perkembangan yang bertentangan dan kebutuhan anggota keluarga 3) mempertahankan hubungan perkawinan yang memuaskan 4) memperluas persahabatan dengan keluarga besar dengan menambahkan peran orangtua dan kakek-nenek c. Tahap 3: keluarga dengan anak tertua berumur 2-6 tahun Tugas perkembangan keluarga dengan anak usia prasekolah: 1) memenuhi kebutuhan anggota keluarga seperti rumah, ruang bermain, privasi, keamanan 2) mensosialisasikan anak 3) mengintegrasikan anak baru dengan tetap memenuhi kebutuhan anak alain 4) mempertahankan hubungan yang sehat dalam keluarga (suami-isteri, orangtua-anak, keluarga-sanak famili) d. Tahap 4: keluarga dengan anak tertua usia sekolah (6-13 tahun) Tugas perkembangan keluarga dengan anak usia sekolah: 1) mensosialisasikan anak-anak, meningkatkan prestasi sekolah, mengembangkan hubungan dnegan teman sebaya yang sehat 2) mempertahankan hubungan perkawinan yang memuaskan 3) memenuhi kebutuhan kesehatan fisik anggota keluarga e. Tahap 5: keluarga dengan anak tertua berusia 13-20 tahun Tugas perkembangan keluarga dengan anak usia remaja: 1) menyeimbangkan kebebasan dan tanggungjawab ketika remaja menjadi dewasa dan mandiri 2) memfokuskan kembali hubungan perkawinan 3) berkomunikasi secara terbuka antara orangtua-anak f. Tahap 6: keluarga melepas anak usia dewasa muda (anak pertama-akhir) Tugas perkembangan keluarga melepas anak usia dewasa muda: 1) memperluas siklus keluarga dengan memasukkan anggota keluarga baru yang didapatkan melalui perkawinan baru 2) melanjutkan untuk memperbaharui dan menyesuaikan kembali hubungan perkawinan 3) membantu orangtua dengan usia lanjut dan adanya masalah kesehatan degeneratif g. Tahap 7: orangtua usia pertengahan (pensiun, dan lepas jabatan pekerjaan) Tugas perkembangan keluarga dengan orangtua usia pertengahan: 1) menyediakan lingkungan yang meningkatkan kesehatan 2) mempertahankan hubungan-hubungan yang memuaskan dan penuh arti antara orangtuaanak 3) memperkokoh hubungan perkawinan h. Tahap 8: ada anggota keluarga dengan usia lanjut ( lebih dari 65 tahun) Tugas perkembangan keluarga dengan lansia: 1) mempertahankan pengaturan hidup yang memuaskan 2) menyesuaikan terhadap pendapatan yang menurun 3) mempertahankan hubungan perkawinan 4) menyesuaikan diri terhadap kehilangan pasangan 5) mempertahankan ikatan keluarga antar generasi 6) meneruskan untuk memahami eksistensi diri (menelaah dan integrasi hidup) Penentuan tahapan perkembangan keluarga bukan berdasar pada salah satu anggota keluarga tetapi berdasar pada seluruh anggota keluarga dnegan melihat dari identifikasi keluarga yang sedang dikaji dan melihat dari riwayat keluarga tersebut, contoh: suatu keluarga besar dengan nenek yang ikut pada keluarga tersebut semenjak 4 tahun terakhir, ayah-ibu, dan 4 orang anak dengan anak tertua berusia 15 tahun. Kepala keluaga adalah ayah di keluarga tersebut, sehingga tahapan perkembangan keluarga adalah tahapan ke-5 (keluarga dengan anak tertua berusia remaja, jadi bukan keluarga dengan lansia). Contoh lainnya, keluarga dengan kakek (68 tahun)-nenek (60 tahun), ayah-ibu, dan 3 orang anak dengan 1 diantaranya telah menikah dengan seorang isteri (menantu) dan memiliki 1 orang anak (cucu) yang bersama-sama tinggal di tempat tersebut, maka tahapan perkembangan keluarga tersebut adalah tahapan ke-8 ( keluarga dengan lansia, yaitu keluarga yang telah melewati tahapan-tahapan keluarga sebelumnya, dapat terjadi dalam keluarga tersebut kakek-nenek tidak lagi memegang kendali atau pengambil keputusan dalam keluarga tetapi telah diperankan oleh anak yang telah menikah ). C. Struktur Keluarga Pola Komunikasi : Baik Disfungsional Peran Dlm Keluarga : Tdk Ada Masalah Nilai/Norma KLg : Tdk ada konflik nilai Pengambilan keputusan dalam keluarga Struktur keluarga Ada Masalah Ada Konflik Struktur keluarga menurut Friedman (1998) terdiri dari norma dan nilai keluarga, peran, kekuasaan, dan proses atau pola komunikasi, hal ini berbeda dengan Ballard (2003) yang menuliskan struktur keluarga dapat dipilah menjadi komposisi keluarga, tipe, ukuran, hubungan perkawianan, dan jaringan sosial. a. Pola-pola komunikasi Proses tukar-menukar perasaan, keinginan, kebutuhan, dan opini (Mc Cubbin dan Dahl, 1985 dalam Friedman, 1998). Komunikasi keluarga adalah proses simbolik, transaksional untuk menciptakan dan mengungkapkan pengertian dalam keluarga (Galvin dan Brommel, 1986 dalam Friedman, 1998). Elemen komunikasi adalah adanya kognisi pada pengirim dan penerima pesan pada suatu waktu dan tempat tertentu dengan cara tertentu. Prinsip komunikasi: semua perilaku merupakan komunikasi dalam pengertian bahwa ada komunikasi verbal dan non verbal, komunikasi menghantar informasi dan maksud, komunikasi memiliki urutan (ada aksi –reaksi), terdapat komuniakasi digital dan analogis, komunikasi cenderung berulang, dan interaksi komunikasi bersifat simetris dan pelengkap. Komunikasi fungsional adalah adanya pengirim yang fungsional dan penerima yang fungsional. Pengirim fungsional adalah pengirim dengan kemampuan menyatakan masalah secara tegas, mampu menjelaskan, meminta umpan-balik, dan menerima upan-balik. Penerima fungsional adalah penerima yang memiliki kemampuan mendengar, melakukan umpan-balik, dan mampu melakukan validasi. Komunikasi disfungsional dapat terjadi karena adanya pemusatan pada diri-sendiri, seakan-akan meminta persetujuan, basa-basi, kurang empati. Pengirim disfungsional adalah pengirim yang memiliki asumsi-asumsi, menyampaikan pesan dengan ekspresi tidak jelas, dan menghakimi. Penerima disfungsional adalah penerima yang gagal mendengar, tidak mendengar, kurang eksploratif, dan kurang validasi. Pola-pola fungsional dalam komunikasi adalah adanya keterbukaan, komunikasi dengan perasaan, adanya hirarki kekuasaan dan aturan-aturan keluarga, dan pada konflik adanya resolusi konflik. Pola disfungsional yang mungkin ada pada keluarga adalah adanya gejala-gejala mengabaikan diri, tidak mampu fokus pada isu, dan komunikasi tertutup. Contoh: setiap sore keluarga Bp. J berkumpul di ruang keluarga an bercengkrama: anak-anak menceritakan kejadaian yang dialami di sekolah atau ketika bermain dan ibu-bapak mendengarkan cerita anak-anak, jika ada masalah pada salah satu anggota keluarga umumnya diselesaikan bersama-sama dnegan saling mengemukakan pendapat, ayah juga seringkali menjadi tempat untuk curahan perasaan anggota keluarga (ibu dan anak-anak), anak C (anak bungsu) cenderung menyampaikan kemauan atau pesan tanpa mau mendengarkan umpan balik dari lawan bicara dan juga kurang dapat untuk mendengarkan lawan bicara, Bp. J seringkali mengingatkan hal tersebut secara langsung pada anak C dengan terbuka. Keluarga tidak merasakan ada masalah komunikasi yang berarti dalam keluarga. b. Struktur kekuasaan Kekuasaan adalah kemampuan potensial maupun aktual dari individu untuk mengontrol, mempengaruhi, dan mengubah tingkah laku seseorang, meliputi sosial budaya, interaksi, dan komponen hasilnya (Mc Donald, 1980 dalam Friedman, 1998). Kekuasaan keluarga adalah karakteristik dari sistem keluarga sebagai kemampuan potensial maupun aktual dari individu untuk mengubah tingkah laku anggota keluarga (Olson dan Cromwell, 1975 dalam Friedman, 1998). Dasar kekuasaan adalah kekuasaan yang sah, kekuasaan yang tak berdaya, kekusaan referen, kekuasaan ahli, kekuasaan penghargaan, kekuasaan memaksa, kekuasaan afektif, dan kekuasaan manajemen ketegangan. Proses pembuatan keputusan dnegan konsensus, akomodasi, de-facto. Variabel yang mempengaruhi: hirarki kekuasaan keluarga, tipe keluarga, pembentukan koalisi, jaringan komunikasi keluarga, kelas sosial, tahap perkembangan keluarga, latar belakang budaya dan religius, kelompok situsional, variabel individu dan otonomi masing-masing anggota. Contoh: pengambilan keputusan dilakukan oleh Bp. J dengan meminta pendapat dari seluruh anggota keluarga dan memusyawarahkannya. Bp. J tidak mencampuri masalah anak-anak ketika anak-anak belum meminta bantuan, tetapi Bp. J selalu memantau perkembangan anak-anak dnegan menanyakan secara langsung kepad anak-anak, anak-anak dapat dengan bebas bercerita dan menyampaikan pandangan di dalam keluarga. Ibu juga turut menjadi pengambil keputusan bila Bp. J sedang tidak berada di rumah, seperti keputusan untuk memasukkan anak T ikut kegiatan klub sepak bola. c. Struktur peran Peran adalah beberapa set perilaku yang kurang lebih bersifat homogen dengan definisi yang disepakati, dan diharapkan secara normatif dari seseorang dalam situasi sosial tertentu (Nye, 1976 dalam Friedman, 1998). Kriteria berfungsi peran keluarga secara adekuat adalah adanya peran yang saling melengkapi, kesesuaian harapan peran pada keluarga dengan masyarakat, kehadiran peran yang memenuhi kebutuhan anggota keluarga, kemampuan keluarga memberikan respon terhadap perubahan dengan fleksibilitas peran (Gallser & Glasser, 1970 dalam Friedman, 1998). Tipe peran terbagi menjadi peran formal dan informal, seperti peran formal: peran parental (orangtua-anak) sebagai pengasuh, pengayom, pembimbing, peran pasangan (suami/isteri) sebagai pendamping hidup, peran saudara (kakak-adik), peran informal: pengharmonis hubungan adik-kakak, perusuh, pendamai, inisiator. Variabel yang mempengaruhi adalah kelas sosial, bentuk keluarga, latar belakang, tahap siklus kehidupan, model peran, peristiwa yang dialami. Contoh: Bp. J sebagai kepala keluarga yang bekerja sebagai pencari nafkah keluarga, ibu sebagai pengasuh (pemelihara) anak-anak dengan menyediakan kebutuhan makan, kebersihan, perawatan diri, dan juga sebagai teman bicara suami dan pasangan hidup. Anak I berperan sebagai pengayom bagi adik-adiknya dengan memberikan bimbingan saat belajar, atau membantu adik-adiknya dalam mengerjakan satu hal, anak III (busngsu) cenderung berperan sebagai penghibur keluarga dengan membuat gerak-gerak yang lucu saat keluarga sedang berkumpul atau menceritakan suatu hal, anak III cenderung menginginkan untuk selalu mendapatkan perhatian. Pelaksanaan Peran Sebagai Orangtua: Mengasuh dan membimbing anak sesuai tahap perkembangan Martono (1996) menuliskan mengenai mengasuh dan membimbing anak dalam keluarga yaitu melihat perkembangan anak dari bayi hingga dewasa yang terdiri dari lima tahap. Tahap ini akan dilalui secara berurutan. Setiap tahap mempunyai ciri dan tuntutan perkembangan tersendiri, untuk membantu perkembangan anak, orangtua harus memahami tahapan perkembangan tersebut dan memenuhi kebutuhan perkembangan anak pada tahap itu. Pemenuhan kebutuhan perkembangan anak meliputi pemenuhan kebutuhan jasmani, sosial, dan mental-emosionalnya. a. Tahap pertama: anak usia 0-1,5 tahun Perananan ibu (tokoh ibu) dalam membantu perkembangan anak usia 0-3 tahun amat menonjol. Usia 3 tahun, anak mengenal tokoh ayah, dan di sini peranan ayah mulai penting. Bayi di dalam kandungan hidup serba teratur, hangat, dan penuh perlindungan. Setelah dilahirkan, ia sepenuhnya bergantung kepada orang lain. Bayi perlu dibantu untuk mempertahankan hidupnya dalam suatu lingkungan yang masih asing dan baru baginya. Jangan membiarkan bayi terlalu lama atau sering menangis, karena tangisan tersebut menunjukkan bahwa bayi dalam keadaan stres. a. Ciri dan tuntutan perkembangan memperoleh rasa aman dan rasa percaya dari lingkungan merupakan dasar yang penting dalam hubungan anak dengan lingkungannya di kemudian hari. Rasa aman ini diperolehnya melalui sentuhan fisik yang menyenangkan dengan ibunya dan sesedikit mungkin mengalami hal-hal yang kurang menyenangkan. b. Sikap orangtua 1) Penuh kasih sayang dalam merawat dan mengasuh akan menimbulkan perasaan aman serta percaya pada bayi. 2) Kesiapan ibu pada setiap saat dibutuhkan oleh bayi, juga menimbulkan rasa aman dan percaya pada bayi. 3) Pemberian ASI sesuai dengan kebutuhan bayi. Tidak terlalu ketat dengan jadwal pemberian makanan, karena setiap bayi mempunyai kebutuhan yang berbeda-beda. 4) Bila ibu dalam keadaan terpaksa memberikan susu botol, perlakukanlah seperti bayi minum ASI, yaitu dengan cara memeluknya. 5) Ketika bayi rewel, carilah penyebabnya dan atasilah masalahnya. Tangisan tidak selalu berarti bahwa bayi lapar. 6) Angkat dan peluklah bayi serta gendonglah berkeliling rumah/halaman sambil menunjukkan benda-benda yang ada di sekitarnya 7) Sering-seringlah berbicara kepada bayi anda setiap hari, pada saat memakaikan pakaian, memberinya makan, memandikan, atau ketika melakukan kesibukan rumah tangga lainnya. Bayi tidak pernah terlalu muda untuk diajak bicara 8) Ajaklah bayi anda bermain sambil tersenyum dan tirulah gerakan, mimik, dan kegiatannya. Bayi akan menirukan kegiatan yang dilihatnya. 9) Senandungkan dan ayunlah bayi pada saat menidurkan, sehingga ia akan tertidur dengan nyaman 10) Perkenalkan dengan berbagai macam benda, bunyi-bunyian, dan warna. Hal ini akan mempercepat perkembangan bayi Segala hal yang dapat menggangu proses menyusui dalam hubungan ibu-anak pada tahap ini akan menyebabkan terganggunya pembentukan rasa aman dan percaya. Hal ini menyebabkan goyahnya tahap perkembangan berikutnya. Anak diliputi rasa tidak aman dan tidak percaya c. Gangguan/ penyimpangan yang dapat timbul pada tahap ini 1) Kesulitan makan 2) Mudah terangsang/marah/tersinggung (iritabilitas) 3) Menolak segala sesuatu yang baru 4) Sikap dan tingkah laku yang seolah-olah ingin melekat pada ibu dan menolak lingkungan Bila gangguan itu tidak diatasi dengan baik, maka pada masa dewasa timbul kelainan jiwa yang dicoraki ketergantungan (dependensi) yang kuat, seperti: 1) depresi (rasa murung, sedih, dan perasaan tertekan) 2) Adiksi obat 3) Skizofrenia (gangguan jiwa dengan kepribadian yang terpecah) b. Tahap kedua: anak usia 1,5 – 3 tahun Bertambah matangnya perkembangan fisik, anak sudah bisa berjalan, ia mulai menyadari bahwa gerakan badannya dapat diaturnya sendiri, dikuasai, dan digunakan untuk suatu maksud. Tahap ini merupakan tahap pembentukan rasa otonomi diri. Apabila terdapat gangguan dalam mencapai rasa otonomi diri maka anak akan dikuasai rasa malu, raguragu, dan pengekangan diri yang berlebihan. 1. Ciri dan tuntutan perkembangan Anak akan bergerak dan berbuat sesuatu sesuai dengan kemauannya sendiri, sehingga ia seolah-olah ingin mencoba sesuatu yang dapat dilakukannya, tak henti-henti ia berjalan dengan perasaan senang dan puas, tangannya meraih segala sesuatu yang terjangkau olehnya. Anakpun dapat menuntut atau menolak sesuatu yang ia kehendaki atau tidak dikehendaki, melalui pengalaman pada tahap ini akan tertanam dalam diri anak perasaan otonomi diri, yaitu suatu rasa kemampuan mengatur badannya dan lingkungannya sendiri. Hal ini akan menjadi dasar terbentuknya rasa yakin pada diri dan harga diri di kemudian hari. 2. Sikap orangtua a) doronglah agar anak dapat bergerak bebas dan berlatih melakukan hal-hal yang diperkirakan mampu ia kerjakan, sehingga akan menumbuhkan rasa kemampuan diri. Namun, harus bersikap tegas untuk melindungi dari bahaya, karena dorongan anak berbuat belum diimbangi oleh kemampuan untuk melaksanakannya secara wajar dan rasional b) usahakanlah agar anak mau bermain dengan anak lainnya, dengan demikian ia belajar mengikuti aturan permainan. Namun, jangan lupa bahwa dalam bermain atau berhubungan dengan orang lain, anak masih bersifat egoistis, yaitu mementingkan diri sendiri dan memperlakukan orang lain sebagai obyek atau benda sesuai dengan kemauannya sendiri. c) Banyaklah berbicara kepada anak dalam kalimat pendek yang mudah dimengerti d) Bacakanlah buku cerita atau dongeng kepada anak setiap hari, dan doronglah agar ia mau menceritakan kepada oranglain mengenai yang dilihat atau dengar e) Ajaklah anak ke taman, toko, kebun binatang, lapangan terbang, atau tempat lainnya f) Usahakanlah agar anak dapat membereskan mainannya setelah bermain, membantu kegiatan rumah tangga yang ringan dan menanggalkan pakaiannnya sendiri tanpa bantuan. Hal ini akan melatih bertanggungjawab g) Latihlah anak dalam hal kebersihan diri, yaitu buang air kecil dan buang air besar pada tempatnya, namun jangan terlalu ketat h) Latihlah anak untuk makan sendiri memakai sendok dan garpu, dan ajaklah anak makan bersama keluarga i) Berilah alat permainan yang sederhana, dan doronglah agar anak mau bermain balokbalok atau menggambar j) Jangan terlalu banyak memberikan larangan. Namun, orangtua pun jangan terbiasa menuruti segala permintaan anak. Bujuklah dan tenangkanlah anak ketika ia kecewa, dengan cara memeluknya dan mengajaknya berbicara. Gangguan dalam mencapai rasa otonomi diri akan berakibat bahwa anak dikuasai oleh rasa malu dan keragu-raguan serta pengekangan diri yang berlebihan, sebaliknya dapat juga terjadi sikap melawan dan memberontak. 3. gangguan/penyimpangan yang dapat timbul pada tahap ini a. kesulitan makan, terutama bila ibu memaksa makan b. suka mengadat (ngambek/tempertantrum) c. tingkah laku kejam (sadistik) d. tingkah laku menentang dan keras kepala e. gangguan dalam berhubungan dengan orang lain yang diwarnai oleh sikap menyerang (agresi) c. Tahap ketiga: anak usia 3-6 tahun anak mengalami peningkatan kemampuan berbahasa dan kemampuan melakukan kegiatan yang bertujuan, anak siap meluaskan lingkup gerak terhadap dunia sekitarnya. 1. ciri dan tuntutan perkembangan a. anak bersifat ingin tahu, banyak bertanya berbagai macam, dan meniru kegiatan di sekitarnya b. anak mulai melibatkan diri dalam kegiatan bersama dan menunjukkan inisiatif untuk mengerjakan sesuatu, tapi ia tidak mementingkan hasilnya. Pengalaman dalam melakukan aktivitas ini amat penting artinya bagi anak c. seringkali terlihat bahwa anak cenderung berpindah-pindah dan meninggalkan tugas yang diberikan kepadanya untuk melakukan yang lain. Hal ini dapat menimbulkan krisis baru karena hal itu bertentangan dengan lingkungan yang semakin menuntut, sehingga anak mengalami kekecewaan. d. Jika dalam tahap sebelumnya hanya tokoh ibu yang bermakna bagi anak, dalam tahap ini tokoh ayah mempunyai peran penting baginya, di sini terbentuk segitiga hubungan kasih sayang ayah-ibu-anak. Anak laki-laki merasa lebih sayang kepada ibunya, dan anak perempuan lebih sayang kepada ayahnya e. Melalui peristiwa ini, anak dapat mengalami perasaan sayang, benci, iri hati, persaingan, memiliki, begitu pula mengalami perasaan takut dan cemas f. Kedua orangtua harus bekerjasama untuk membantu anak melalui tahap ini. Peranan orangtua sebagai tokoh ayah (sebagai tokoh pria dewasa) dan tokoh ibu (sebagai tokoh perempuan dewasa) sangat penting g. Ayah dan ibu merupakan suatu kesatuan, oleh karena itu orangtua jangan mau dimanipulasi oleh anak. Ayah dan ibu memberikan kasih sayang yang sama, baik terhadap anak perempuan ataupun anak lak-laki. h. Dengan terselesaikannya hubungan segitiga tersebut, maka anak perempuan akan beridentifikasi dengan ibunya, dan anak laki-laki dengan ayahnya (identitas seksual maupun identitas diri). i. Bila ibu terlalu dominan (menonjol pengaruhnya) dalam rumah tangga, sedangkan ayah kurang tegas atau ayah tidak ada (absen) secara fisik atau mental, anak akan terjadi identifikasi (proses meniru) yang salah. Anak laki-laki akan beridentifikasi dengan ibunya, sehingga ia lebih mengembangkan sifat keperempuanan. j. Sebaliknya, bila ibu bersikap dingin dan kurang dekat dengan anak perempuannya, maka anak tersebut akan beridentifikasi dengan ayahnya, dan ia lebih mengembangkan sifat kepriaan. k. Anak mulai melihat adanya perbedaan jenis kelaminnya, seringkali terlihat anak lakilaki memegang alat kelaminnya sampai ereksi. Jangan anak dimarahi karena hal ini, tetapi alihkanlah perhatiannya, bila diatasi dengan baik fase ini akan berakhir dengan baik pada usia 6 tahun. Sikap orangtua a) berilah kesempatan kepada anak untuk menyaluran inisiatifnya, sehingga ia mendapat kesempatan untuk membuat kesalahan dan belajar dari kesalahan tersebut b) ikut sertakan anak dalam aktivitas keluarga, misalnya menyapu, berbelanja ke pasar, memasak, atau membetulkan mainan yang rusak c) jangan menakut-nakuti anak, pada anak laki-laki akan berakibat cemas, karena tahap ini ia sangat takut akan kehilangan alat kelaminnya (kartasis), sedangkan pada anak perempuan timbul rasa iri hati d) dengar dan hargailah pendapat serta usul yang dikemukakan oleh anak e) jangan menuntut yang melebihi kemampuan anak f) ibu perlu lebih dekat kepada anak prempuannya, sebaliknya ayah perlu lebih akrab dengan anak laki-lakinya g) jawablah pertanyaan anak dengan benar, jangan membohongi atau menunda jawabannya, misalnya bila anak bertanya bagaimana caranya adik keluar dari perut mama, jawablah bahwa keluarnya melalui jalan lahir,, jangan katakan dibelah dari perut, hal ini akan menakutkan bagi anak yang dapat berdampak negatif pada jiwanya. h) Sering-seringlah membacakan buku cerita atau dongeng, kemudian diskusikanlah isi ceritanya dan tanyakanlah beberapa pertanyaan kepada anak i) Berilah ia kesempatan utnuk mengunjungi tetangga, teman, dan saudara tanpa ditemani. j) Luangkan waktu setiap hari untuk berdialog dengan anak, dengarkanlah ia dan tunjukkanlah bahwa orangtua mengerti pembicaraannya dengan mengulangi topik yang dibicarakanya, pada saat ini janganlah menggurui, mencaci, dan menyepelekannya k) Ajarkanlah untuk membedakan yang salah dan yang benar, serta tata tertib dan sopan santun yang berlaku di masyarakat setempat. l) Peranan ayah menjadi penting di sini, oleh karena itu ajaklah anak bermain bersama, disini ayah perlu bersikap sebagai teman bagi anak Gangguan dalam mencapai rasa inisiatif akan menyebabkan anak merasa bersalah, rasa takut berbuat sesuatu, takut mengemukakan sesuatu, serta serba salah dalam pergaulan Gangguan penyimpangan yang dapat timbul pada tahap ini: a) kesulitan belajar b) masalah sekolah c) masalah pergaulan dengan teman d) anak yang pasif dan takut serta kurang kemauan, kurang inisiatif d. tahap keempat: anak usia 6-12 tahun Jika hubungan segitiga antara ayah-ibu-anak terselesaikan dengan baik, maka anak berada pada tahap yang tenang, tidak bergejolak lagi. Anak siap meninggalkan rumah/orangtua dalam waktu terbatas untuk belajar di sekolah 1. ciri dan tuntutan perkembangan a) dorongan utama dalam diri anak usia ini adalah usaha untuk menyelesaikan tugas yang dihadapi secara sempurna dan kemampuan untuk menghasilkan sesuatu. Anak sadar akan kekurangannya dari orang dewasa dalam menghadapi pelbagai persoalan, namun ia akan berusaha terus mengerjakan berbagai hal. b) Pada tahapan ini anak suka bersaing (kompetitif), bukan lagi terpusat pada dirinya (egosentrik), oleh karena itu anak menginginkan hubungan dan kerjasama yang berkesinambungan dengan orang lain. Ia membutuhkan teman sebaya untuk mengukur kemampuan dan merasakan kegunaan dirinya serta perbedaan dan persamaan dengan teman-temannya. Mereka cenderung memilih teman sebaya menurut jenis kelamin yang sama dan memilih kegiatan yang sesuai untuk memantapkan dirinya c) Dalam tahapan ini anak baru mampu merasakan hubungan sosial dalam kelompok, saling memberi dan menerima, rasa setia kawan dan memegang teguh aturan yang berlaku d) Orangtua tidak lagi menjadi satu-satunya sumber tokoh yang ditiru (tokoh identifikasi). Anak mulai melihat dan mengagumi orang lain, orangtua teman, guru, dan tokoh lainnya. Mereka cenderung beridentifikasi dengan sifat atau model orang yang berkesan bagi mereka dan orang yang mereka kagumi. Identifikasi mulai beralih dari tokoh didalam keluarga ke tokoh di luar keluarga, misalnya tokoh idola atau tokoh dalam film. e) Peranan guru menjadi sangat penting dalam kehidupan anak, seringkali anak lebih menurut kepada guru daripada kepada orangtuanya. Berbagai sikap dan tingkah laku guru di dalam kelas, seringkali dibawa pulang dan ditiru oleh anak, oleh karena itu, betapa pentingnya wibawa yang sehat harus dimiliki oleh seorang guru, dan betapa pentingnya hubungan orangtua dan guru sebagai tokoh orang dewasa yang saling melengkapi, bukan saling bertentangan. 2. Sikap orangtua a) berilah kesempatan kepada anak untuk menyelesaikan tugasnya dengan baik, apabila anak sedang belajar atau bermain, tunggulah sampai ia selesai sebelum anda menyuruhnya mengerjakan pekerjaan lain. b) Doronglah anak untuk dapat menikmati kegiatan di luar rumah, misalnya belajar berkelompok dengan teman, kegiatan olahraga, kesenian, atau pramuka c) Doronglah anak untuk banyak berhubungan dengan teman dan orang lain d) Hendaklah orangtua juga menepati janji dan mematuhi peraturan yang sudah dibuat e) Binalah kerjasama yang baik dengan guru, agar terdapat kesamaan antar disiplin dan peraturan di rumah dengan disekolah f) Peran guru dan sekolah menjadi amat penting. Hendaknya guru jangan pilih kasih. Hargailah anak sesuai dengan kemampuan yang ia capai, bukan karena latar belakang keluarganya. Hal ini akan mendorong anak untuk bertambah rajin menyelesaikan tugas dan mencapai hasil yang baik. Gangguan dalam tahapan ini, yang menghambat tercapainya rasa mantap atau kepuasan bekerja untuk menghasilkan sesuatu, akan mengakibatkan bahwa anak diliputi oleh perasaan kekurangan diri, ketidakampuan, dan perasaan rendah diri 3. Gangguan/penyimpangan yang dapat timbul pada tahapan ini: a) Gangguan dalam prestasi sekolah b) Takut menghadapi kompetisi c) Sulit berteman d) Takut dan pasif di luar rumah, tetapi merajalela di rumah e) Gangguan dalam sikap terhadap pekerjaan dan tanggungjawab e. Tahap kelima: anak usai 12-18 tahun Tahap ini lebih dikenal dengan masa remaja, yaitu suatu tahap perkembangan antara masa kanak-kanak dan dewasa. Terjadi perubahan yang pesat dalam bidang fisik, mentalemosional, dan sosial. Perkembangan fisik menyamai orang dewasa, tetapi emosinya belum dapat mengikuti perkembangan fisik yang pesat itu. Secara fisik (biologi), remaja memiliki kemampuan orang dewasa, namun secara psikologik dan sosial mereka belum mendapatkan hak untuk menggunakan kemampuan itu. Mereka dianggap tidak pantas untuk melakukan seperti anak-anak, tetapi merekapun tidak diberi hak dan kesempatan seperti orang dewasa. Hal ini sering menyebabkan gejolak emosi yang dapat menimbulkan masalah tidak saja bagi remaja itu sendiri, tetapi juga bagi orang yang menghadapinya. Para remaja sangat peka terhadap stres, frustasi, dan konflik yang tidak saja meliputi masalah dengan diri sendiri (internal), tetapi juga masalah dalam pergaulan (eksternal) 1. Ciri dan tuntutan perkembangan Tahap ini remaja berjuang untuk mencari identitas dirinya yang akan menentukan peranannya di dalam masyarakat, yaitu identitas didalam bidang seksual, umur, dan pekerjaan. Kelompok usia ini menunjukkan ciri-ciri sebagai berikut: a. Remaja bersifat ingin tahu Kalau memungkinkan, ia ingin mencoba dam melakukan percobaan (eksperimen), karena itu kesempatan untuk keluar dari lingkungan rumah memungkinkan ia menemukan hal baru. Ia tertarik pada hal-hal yang ekstrim, namun mereka juga menyadari bahwa eksperimen selalu disertai dengan bahaya dan tanggungjawab b. Protes terhadap orangtua Remaja cenderung tidak menyetujui nilai-nilai hidup orangtuanya. Mereka berusaha mencari identitas diri dan sering disertai dengan cara menjauhkan diri dari orangtuanya, dalam upaya mencari identitas diri, remaja sering mengagumi tokoh di luar lingkungan keluarganya seperti guru, orangtua teman, tokoh masyarakat atau tokoh idola lainnya (misalnya dalam media cetak dan elektronik) c. Sangat memperhatikan badan sendiri Perkembangan fisiknya mengalami perubahan yang sangat pesat, sehingga menjadi perhatian khususnya pada remaja sering terlihat berdiri di depan kaca berjam-jam lamanya, mulai berdandan dan jerawat kecil pun akan menjadi perhatiannya d. Setia kawan dengan kelompok sebaya Remaja merasa adanya keterikatan atau kebersamaan dengan kelompok sebaya, oleh karena itu sering kita melihat adanya kebudayaan remaja, yaitu kesamaan dalam cara berpakaian, cara berbicara yang menggunakan bahasa remaja, mempunyai hobi yang sama, serta sikap dan perilaku yang sama pula. Remaja tidak mau berbeda dari kelompok sebaya, kadang-kadang remaja berperilaku tertentu hanya karena ingin diterima di kelompok sebaya. kelompok sebaya jauh lebih mempunyai arti yang sangat penting yang dapat berperan sebagai teman senasib, partner, atau saingan. Melalui kehidupan berkempok ini remaja dapat memainkan peranannya, bereksperimen, serta menyalurkan ekspresi diri. Di sinilah mereka merasa dirinya diterima dalam segala bentuk keberhasilan dan kegagalannnya e. Perilaku yang sangat labil dan berubah-ubah Pada waktu tertentu mereka tampak bertanggungjawab dan pada waktu yang lain tampak masa bodoh. Hal ini menujukkan bahwa dalam diri remaja terdapat konflik yang mendalam, yang membutuhkan pengertian dan penanganan yang bijaksana. Semakin matang remaja tersebut, maka sifat diatas akan semakin berkurang, dimana akhirnya remaja akan berkembang dan mempunyai pribadi yang stabil, sehingga kembali menghargai orangtuanya dengan segala kelebihan dan kekurangnnya 2. sikap orangtua orangtua harus mengenal anaknya, bukan hanya sekedar bertemu muka, bercakap-cakap sebentar karena tinggal dalam satu rumah. Mengenal adalah suatu usaha yang terus menerus dengan perhatian dan kasih sayang, yaitu dengan cara: a) mengamati, yaitu melihat atau mendengar cerita mengenai yang dilakukan oleh anak remaja b) bermain, yaitu ikut serta dengan permainan anak remaja c) bercakap, yaitu sering melakukan pembicaraan, jadi bukan hanya kalau ingin menegur, waktu anak remaja melakukan kesalahan. Bila orang tua sudah mengenal anak remajanya, maka sebagian dari kesulitan akan teratasi d) mendampingi dan membimbing remaja dalam menghadapi tantangan kehidupan ini. Berilah ia semangat untuk lebih banyak melihat masa depan dengan segala harapan serta keyakinan akan adanya dorongan dan dukungan dari orangtuanya e) sikap orangtua bukanlah untuk ikut-ikut bingung dan kuatir seperti yang dilami remaja, tetapi justru untuk mengatasi kebingungan dan perasaan kuatir tadi, agar remaja mempunyai keyakinan dan dasar yang kuat untuk menghadapi tantang hidup. Semua ini harus dilakukan atas dasar pengalaman serta pengertian yang mendalam atas situasi yang dialami para remaja. Dalam hal ini orangtua harus menjadi pemimpin yang baik, yaitu pemimpin yang berada di muka, memberikan contoh dari sikap dan perilakunya, pemimpin yang berada di tengah-tengah memberikan semangat serta pemimpin yang berada di belakang yang mendororng dan mengetahui kekurangan dan kelebihannya. Dengan bertindak sebagai pemimpin yang mengawasi saja, tak akan mungkin memperoleh hasil yang baik, oleh karena itu disamping diawasi, remaja memerlukan teladan dan dorongan dari orangtuanya. Apabila hal ini semua diterapkan, maka para remaja dengan sendirinya akan mendekati orangtuanya, sebab orangtualah yang dianggap sebagai satu-satunya tempat berlindung serta tempat bertumpu yang tepat. 3. hal yang perlu diperhatikan dalam membina remaja: a) pengaruh teman sebaya sangat besar terhadap remaja, oleh karena pada usia itu ada rasa kebanggaan tersendiri akan popularitas. Beri kesempatan pada mereka untuk bergaul. Tetapi orangtua harus secara teratur memberikan batasan tentang mana lingkungan yang baik dan mana pula yang buruk, dengan contoh yang nyata. Namun, jangan terlalu banyak memberikan nasihat, karena hal itu justru akan meregangkan hubungan orangtua dengan anak b) beri tugas yang rutin kepada remaja, misalnya tugas yang menyangkut pekerjaan rumah tangga hal ini akan memberikan pengaruh yang baik terhadap dirinya c) latihlah anak remaja untuk berani menolak godaan yang berasal dari lingkungan sosial yang berpengaruh negatif d) dalam mengawasi studi, orangtua dapat mendorong dengan belajar bersama anaknya e) keisengan remaja merupakan gejala yang biasa atau normal. Hal ini disebabkan karena kadang-kadang ia merasa jemu oleh kesibukan sehari-hari, sebaiknya, orangtua membatasi agar keisengan iu tidak membahayakan lingkungan atau remaja itu sendiri f) dalam mengisi waktu luang bagi para remaja, orangtua hendaknya berpedoman pada keserasian antara kesibukan yang diberikan kepada mereka dengan kebebasan yang dikehendakinya g) rekreasi yang wajar dan sehat sangat berguna bagi remaja, karena menimbulkan ketenangan, rasa bebas, dan situasi rileks, disamping itu, kegunaannya adalah sebagai pelepas energi fisik dan emosional, sehingga ada kesempatan untuk berkhayal, memperluasa pergaulan dan menemukan hal-hal yang baru. h) Hendaknya remaja diberikan pendidikan seks yang selaras dengan perkembangan jiwanya, jika ada masalah seks tanggapilah hal ini dengan sungguh-sungguh bila mereka menghadapi masalah sewaktu pertama kali berpacaran, berilah mereka petunjuk sebagaimana layaknya seorang kakak terhadap adiknya Seringkali karena pengalaman dan tekanan dari lingkungan, remaja dihinggapi rasa rendah diri, apabila menghadapi masalah demikian, maka sebaiknya orangtua mengusahakan hal-hal sebagai berikut: a) Menyadarkan remaja bahwa keinginan tanpa usaha yang penuh ketekunan akan sia-sia b) Tonjolkanlah kelebihan yang terlibat pada remaja tadi, agar ia mengabaikan kelemahannya dan selanjutnya bertumpu pada kelebihannya tersebut 4. gangguan/penyimpangan yang dapat timbul pada tahap ini: a) Gangguan dalam tercapainya identitas yang posistif dalam tahap ini mengakibatkan kekaburan dan kekososngan identitas diri. Misalnya, seorang anak yang gagal beridentifikasikan dengan orangtuanya akan menyebabkan ia tidak mempunyai identitas diri, baik dalam identitas seksual maupun identitas pekerjaan, sehingga ia tidak mau bersekolah dengan baik b) Kadang-kadang remaja mengambil identitas negatif dan terjerumus pada kenakalan remaja, karena bagi remaja jauh lebih baik memperoleh suatu identitas, walaupun negatif, daripada terombang-ambing dalam ketidaktentuan diri, yang dapat menimbulkan kecemasan memuncak atau depresi d. Nilai-nilai keluarga Nilai adalah ciri sentral dari sistem kepercayaan seorang individu karena kualitas keabadian; nilai bukanlah siklus hidup usia pendek, nilai berfungsi sebagai pedoman bagi tindakan (Rokeach, 1973 dalam Friedman, 1998). Nilai keluarga adalah suatu sistem ide, sikap, dan kepercayaan tentang suatu keseluruhan hal/konsep yang secara sadar atau tidak sadar mengikat bersama-sama seluruh anggota keluarga dalam suatu budaya lazim (Parad dan Caplan, 1965 dalam Friedman, 1998). Beberapa yang dapat diidentifikasi adanya nilai yaitu pada panutan keluarga, jenis pekerjaan keluarga, pendidikan keluarga, kemandirian, keamanan finansial, agama, melakukan kegiatan bagi orang lain, mengenai memiliki anak, nilai berhutang/tidak berhutang, mengenai menabung. Nilai keluarga dibandingkan dengan nilai pada masyarakat menandakan adanya perbedaan dapat mengakibatkan terjadi konflik nilai, nilai yang normal adalah nilai yang sesuai dengan nilai yang berlaku secara universal dan sesuai masyarakatnya. D. Fungsi Keluarga Fungsi Afektif : Berfungsi Tdk Berfungsi Fungsi Sosial : Berfungsi Tdk Berfungsi Fungsi Ekonomi : Baik Kurang Baik Fungsi perawatan keluarga masuk dalam pengkajian tugas keluarga 5. Fungsi keluarga Fungsi keluarga menurut Fiedman (1998) adalah fungsi afektif, fungsi sosialisasi, fungsi perawatan kesehatan, dan fungsi reproduksi. a. Fungsi afektif Adam (1971, dalam Friedman 1998) menyampaikan keluarga menjadi seorang ahli dalam memenuhi kebutuhan psikologis-kebutuhan untuk memahami, kasih sayang dan kebahagiaan. Komponen fungsi afektif adalah memelihara saling asuh: keluarga sebagai tempat untuk memperoleh kehangatan, dukungan, cinta, dan penerimaan dan perkembangan hubungan yang akrab: keintiman dapat memenuhi kebutuhan psikologis terhadap keakraban emosional dengan orang lain dan memungkinkan individu dalam hubungan tersebut untuk mengetahui seluruh keunikan satu sama lain (Andrews, 1974 dalam Friedman, 1998) Atribut-atribut sosioemosional dalam keluarga sehat a) lingkungan keluarga sebagai pembangkit dan pemelihara pertalian kasih sayang, seseorang dicintai pertama kali dan belajar mencintai dan memberi b) kesempatan untuk mengembangkan identitas diri c) kesempatan membentuk jati diri 1) Gaya Pengasuhan Santrock (2002) menuliskan mengenai gaya pengasuhan orangtua pada anakanaknya, orang tua ingin anak bertumbuh menjadi individu-individu yang dewasa secara sosial, dan mereka mungkin merasa frustasi dalam mencoba menemukan cara terbaik untuk mencapai pertumbuhan ini. Diana Baumrind (1971, dalam Santrock 2002) menekankan tiga tipe pengasuhan yang dikaitkan dengan aspek-aspek yang berbeda dalam perilaku sosial anak : otoriter, otoritatif (demokratik), dan Laiseezfaire (permisif) dengan pengelompokan permissive-indulgent dan permissiveindifferent a. pengasuhan yang otoriter suatu gaya membatasi dan menghukum yang menuntut anak untuk mengikuti perintah-perintah orangtua dan menghormati pekerjaan dan usaha. Orangtua yang otoriter menetapkan batas-batas yang tegas dan tidak memberi peluang yang besar kepada anak-anak untuk berbicara (bermusyawarah). Pengasuhan yang otoriter diasosiasikan dengan inkompetensi sosial anak-anak. Misalnya, seorang orangtua yang otoriter mungkin mengatakan :”Kau lakukan itu sesuai dengan perintahku atau tidak sama sekali. Tidak usah banyak bicara!”Anak-anak yang orangtuanya otoriter seringkali cemas akan perbandingan sosial, gagal memprakarsai kegiatan, dan memiliki keterampilan komunikasi yang rendah. b. pengasuhan yang otoritatif (demokratik) mendorong anak-anak agar mandiri tetapi masih menetapkan batas-batas dan pengendalian atas tindakan-tindakan mereka. Musyawarah verbal yang ekstensif dimungkinkan, dan orangtua memperlihatkan kehangatan serta kasih sayang kepada anak. Pengasuhan yang otoritatif diasosiasikan dengan kompetensi sosial anak-anak. Orangtua yang otoritatif mungkin melingkarkan lengannya kepada anak dengan cara yang baik dan berkata: “Kau tahu kau seharusnya tidak boleh melakukan hal itu; ayo kita bicara bagaimana kau dapat mengatasi situasi seperti ini lebih baik di masa yang akan datang.” Anak-anak yang mempunyai orangtua otoritatif berkompetensi secara sosial, percaya diri, dan bertanggungjawab sosial c. pengasuhan yang permissive-indifferent suatu gaya dimana orangtua sangat tidak terlibat dalam kehidupan anak; tipe pengasuhan ini diasosiasikan dengan inkompetensi sosial anak, khususnya kurang kendali diri. Orangtua ini tidak dapat menjawab pertanyaan: “ini sudah jam 10 malam. Kau tahu di mana anak kita?”anak-anak memiliki keinginan yang kuat agar orangtua mereka perduli terhadap mereka; anak-anak yang orangtuanya bergaya permissive-indifferent mengembangkan suatu perasaan bahwa aspekaspek lain kehidupan orangtua lebih penting daripada mereka. Anak-anak yang orangtuanya bergaya permmisive-indifferent menjadi inkompeten secara sosial, mereka memperlihatkan kendali diri yang buruk dan tidak membangun kemandirian dengan baik d. Pengasuhan yang permmissive-indulgent Suatu gaya pengasuhan dimana orangtua sangat terlibat dalam kehidupan anakanak mereka tetapi menetapkan sedikit batas atau kendali terhadap mereka. Pengasuhan yang permmisive indulgent diasosiasikand degan inkompetensi sosial anak, khususnya kurang kendali diri. Orangtua seperti itu membiarkan anak-anak mereka melakukan apa saja yang mereka inginkan, dan akibatnya ialah anak-anak tidak pernah belajar mengendalikan perilaku mereka sendiri dan selalu mengharapkan kemauan mereka dituruti. Beberapa orangtua dengan sengaja mengasuh anak-anak mereka dengan cara seperti ini karena mereka yakin kombinasi keterlibatan yang hangat dengan sedikit kekangan akan menghasilkan anak yang kreatif dan percaya diri. 2) Mengasuh dan Membimbing Anak Dalam Keluarga Martono (1996) menuliskan mengenai mengasuh dan membimbing anak, yaitu adanya perkembangan anak yang terjadi menurut suatu pola tertentu, terdiri dari beberapa tahap yang beralih dari satu tahap ke tahap berikutnya secara berurutan, oleh karena itu mengasuh dan membimbing anak berlangsung secara berkesinambungan dan perlu disesuaikan dengan tahap perkembangan anak. Sebagaimana dijelaskan, perkembangan anak dipengaruhi oleh faktor bawaan dan faktor lingkungan. Kedua faktor itu perlu diperhatikan dalam mengasuh dan membimbing anak. Faktor bawaan adalah sifat yang dibawa anak sejak lahir. Faktor bawaan dapat mempercepat, menghambat, atau melemahkan pengaruh faktor lingkungan. Setiap anak itu unik, artinya bahwa tidak ada satu anak pun yang persis sama. Dalam mengasuh dan membimbing anak yang satu dengan yang lainnya, perlu memperhatikan sifat mereka masing-masing. Faktor lingkungan adalah pengaruh luar atau lingkungan yang mempengaruhi perkembangan anak. Faktor lingkungan meliputi suasana lingkungan dalam keluarga dan hal lain yang berpengaruh dalam perkembangan anak, seperti sarana dan prasarana yang tersedia, misalnya alat bermain, lapangan bermain, atau TV. Faktor lingkungan dapat merangsang berkembangnya fungsi tertentu dari anak, sehingga mempercepat perkembangan anak. Namun, faktor lingkungan juga dapat memperlambat atau mengganggu kelangsung perkembangan anak. Di sini, peran orangtua dalam mengasuh dan membimbing anak ialah menciptakan suasana lingkungan yang dapat mendukung perkembangan anak dengan sebaik-baiknya. Jadi, dalam mengasuh dan membimbing anak, kita harus mengenal dan menciptakan lingkungan yang dapat mendukung perkembangan anak ke arah yang positif. Keluarga merupakan lembaga pertama dan utama dalam mendidik anak. Pendidikan di lingkungan keluarga merupakan dasar-dasar pertama perkembangan anak. Mengasuh dan membimbing anak ialah mendidik anak agar kepribadian anak dapat berkembang dengan sebaik-baiknya, sehingga menjadi manusia dewasa yang bertanggungjawab. Mengasuh dan membimbing anak melibatkan seluruh aspek kepribadian anak, baik aspek jasmani, intelektual, emosional dan keterampilan, serta aspek norma dan nilai. Hakikat mengasuh dan membimbing anak meliputi pemberian kasih sayang dan rasa aman, sekaligus disiplin dan contoh yang baik, oleh karena itu diperlukan suasana kehidupan keluarga yang stabil dan bahagia. Mengasuh dan membimbing anak selain merupakan tantangan dalam keluarga, juga merupakan pengalaman yang menyenangkan dan memuaskan. Mengasuh dan membimbing anak membutuhkan pengetahuan, keterampilan, pengalaman, dan kesabaran orangtua. Sementara kebanyakan orangtua melakukan secara alamiah, namun ada beberapa prinsip dasar yang perlu diterapkan. Prinsip dalam mengasuh dan membimbing anak: a) penuh kasih sayang Sejak kecil anak harus dapat merasakan bahwa ia disayangi, disenangi, diperhatikan, diterima, dan dihargai. Kasih sayang itu ditunjukkan secara wajar, sesuai dengan umur anak. Misalnya dengan mencium, membelai, memuji, menepuk bahunya, mengucapkan kata-kata yang menghiburkan atau meneguhkan. Kasih sayang orangtua harus ajek dan tulus, artinya tetap ada sepanjang masa, bahkan pada saat anak berbuat salahpun dia tetap merasa bahwa ia disayangi. Nyata, sehingga anak benar-benar merasakan adanya kasih sayang tersebut. Suasana kasih sayang penting dikembangkan di dalam keluarga, terutama dalam kehidupan orangtua sebagai suami isteri, sebagai contoh langsung kepada anak. Kasih sayang dan kesetiaan di atara suamiisteri akan menimbulkan perasaan aman di dalam keluarga, sehingga menjadi tempat berkembangnya anak-anak dengan subur. Hal ini akan mendorong terbentuknya kasih sayang di dalam jiwa dan sanubari anak-anak. b) Penanaman disiplin yang kontruktif Sebaiknya sediakan batasan dari tingkah laku anak yang merupakan tata tertib dalam keluarga. Hal ini akan merupakan pedoman bagi anak, sehingga ia dapat mengerti tingkah laku apa yang diperbolehkan dan tingkah laku mana yang tidak diperbolehkan. Dengan adanya tata tertib ini akan juga dilatih agar mengenal disiplin, sehingga ia dapat mengendalikan diri serta bertanggungjawab. Hal ini sangat penting bila anak sudah dewasa, agar ia dapat menyesuaikan diri dengan norma dan aturan di masyarakat. Sepuluh cara dalam melaksanakan disiplin pada anak 1. konsisten (tidak berubah) ada kesepakatan antara ayah dan ibu, sehingga setiap tindakan dalam menanamkan disiplin tidak berubah-ubah/. Apabila terjadi perbedaan pendapat antara ayah dan ibu agar diselesaikan berdua tanpa diketahui oleh anak. 2. jelas berikan aturan yang sederhana dan jelas sehingga anak mudah melakukannya. 3. memperhatikan harga diri anak bila memungkinkan, jangan menghukum anak di hadapan orang lain. Hal ini akan membuat anak merasa malu, sehingga tetap mempertahankan perilakunya yang salah tersebut (karena gengsi) 4. beralasan dan dapat dimengerti alasan tata tertib yang dilakukan itu perlu dijelaskan kepada anak, sehingga anak melakukannya dengan penuh kesadaran. Namun, pada situasi tertentu orangtua perlu memahami posisi anak. Hal ini akan menambah dekatnya hubungan orangtua dan anak 5. memberikan hadiah hadiah berupa pujian atau barang, diberikan apabila anak berbuat sesuai dengan yang diharapkan 6. hukuman hukuman terutama dititikberatkan pada perbuatan anak yang salah, bukan pada diri anak sendiri, agar tidak timbul rasa dendam serta anak tidak kehilangan kepercayaan kepada dirinya. Bila mungkin, orangtua harus segera berbaik kembali dengan anak, tanpa rasa dendam. Dalam menegur anak bila berbuat salah, sebaiknya jangan lupa menyebutkan perbuatan yang baik terlebih dahulu sebelum menyebutkan perbuatan yang salah 7. luwes jangan terlalu kaku dalam menegakkan disiplin, khususnya terhadap remaja. Sesuatu yang baik diterapkan pada seorang anak, belum tentu berlaku untuk anak yang lain. Jadi, sesuaikan dengan situasi dan kondisi anak. 8. keterlibatan anak sebaiknya anak dilibatkan dalam membuat setiap tata tertib 9. bersikap tegas apabila dianggap perlu memberikan hukuman, jangan terbawa arus bujuk rayu anak. Bersikap tegas bukan berarti bersikap kasar, baik dalam tindakan (fisik) maupun perkataan. 10. jangan emosional dalam menghukum anak , hindari keterlibatan emosi orangtua. Misalnya jika orangtua dalam keadaan jengkel, dapat menghukum anak tidak sesuai dengan kesalahannya c) Meluangkan waktu kebersamaan Meluangkan waktu bersama anak merupakan hal yang amat penting dalam pendidikan, sehingga terciptalah lingkungan dan suasana yang menunjang perkembangan mereka. Misalnya meluangkan waktu untuk: a. bermain bersama dengan tujuan untuk mendapatkan kesenangan anak dan hindarkan sikap mengatur dan mempengaruhi mereka b.berbincang-bincang dengan anak, saling mendengar dan saling menanggapi. c. Melatih keterampilan sehari-hari, seperti memasak atau memperbaiki mainan, yang akan sangat berguna bagi mreka di kemudian hari d.Melakukan kegiatan bersama secara teratur, seperti makan, menonton, atau berlibur bersama akan menambah semangat dan perasaan memiliki di dalam keluarga d) membedakan yang salah dan benar, yang baik dan yang buruk Ajarkan kepada anak untuk membedakan yang salah dan yang benar, yang baik dan yang buruk. Hal-hal yang diajarkan ialah nilai-nilai yang berlaku di lingkungan keluarga, masyarakat sekitarnya, dan budaya bangsa, misalnya adat istiadat, norma, dan nilai yang berlaku. Hal itu diperlukan agar anak mudah menyesuaikan diri dengan masyarakat. Contoh: berlaku ramah dan jujur terhadap orang lain, menghargai orang lain beserta miliknya. Sikap dan perilaku hormat terhadap orang yang lebih tua. Cara yang paling baik yaitu orangtua langsung memberikan contoh dalam sikap dan perilakunya seharihari. e) mengembangkan sikap saling menghargai Orangtua perlu menciptakan suasana saling menghargai satu sama lain, misalnya bila orangtua berbuat salah, jangan segan untuk segera meminta maaf. Tunjukkan perhatian terhadap kegiatan anak, berlaku jujur dan tulus setiap saat, jangan pilih kasih, selalu berusaha menepati janji, dan menunjukkan kepercayaan kepada anak. Disamping itu, orang tua juga perlu mendorong anak agar menghargai dan menghormati orangtua f) memperhatikan dan mendengar pendapat anak Orangtua memberi perhatian kepada anak sejak usia dini dan mencoba melihat segala sesuatu dari sisi anak. Dengarkan dan berusahalah untuk mengerti pendapat anak tanpa dipengaruhi oleh pendapat orangtua. Pakailah bahasa yang mudah dimengerti oleh anak. Hal ini akan membuat hubungan orangtua dan akan akan menjadi lebih dekat, sehingga anak dapat menyatakan perasaannya, termasuk perasaan yang baik dan yang buruk seperti rasa marah dan tidak senang, tanpa takut kehilangan kasih sayang dari orangtua. g) Membantu mengatasi masalah Anak membutuhkan bimbingan bila ia terbentur pada suatu masalah, namun orangtua jangan memaksakan pendapatnya. Tawarkanlah pendapat anda kepada anak, namun bukan merupakan peraturan yang mutlak harus dijalankan. Berilah kesempatan terlebih dahulu kepada mereka untuk menyelesaikan masalahnya sebelum anda memberikan bantuan sehingga mereka tidak menjadi malas dan selalu tergantung kepada orangtua h) Mengembangkan kemandirian Rasanglah inisiatif anak dan berikan kebebasan kepada mereka untuk mengembangkan diri. Beri kesempatan kepada mereka utnuk mengerjakan sesuatu menurut mereka sendiri, asal tidak bertentangan dengan norma masyarakat, untuk memupuk inisiatif dini, orangtua perlu memuji hasil karya anak. Bila hasil karya anak selalu dicela, maka hal tersebut akan bersarang terus dalam hatinya, sehingga kegairahan dan kepercayaan diri anak menjadi berkurang. Anak akan apatis, malas, sukar mengambil keputusan, dan selalu bergantung pada orang lain. i) Memahami keterbatasan anak Setiap anak mempunyai keterbatasan. Hendaknya orangtua jangan menuntut melebihi kemampuan anak, dan jangan membandingkan anak yang satu dengan yang lain. Diagram Pertalian Contoh: Keterangan: Bp. J dan isteri memiliki hubungan yang erat, sedangkan Bp. J memiliki hubungan yang sangat lemah dengan anak-anak, Bp. J seringkali tidak ada di rumah karena berlayar, anak-anak kurang dapat berkomunikasi dengan Bp. J, anak I dan II memiliki konflik dan seringkali bertengkar serta tidak saling bicara, anak I dan Ii saling tidak menyukai. * jika tali memiliki bentuk gelombang ganda berarti hubungan sangat negatif. tali 4 berarti hubungan sangat kuat, tali 3 berarti hubungan sedang, tali 2 berarti hubungan lemah, tali 1 berarti hubungan sangat lemah. b. Fungsi sosialisasi Sosialisasi adalah semua proses dalam sebuah komunitas (keluarga) tempat manusia berada, berdasarkan sifat kelenturannya melalui pengalaman-pengalaman yang diperoleh selama hidup, manusia memperoleh karakteristik sosial yang terpola (Honigman, 1967 dalam Friedman, 1998). Contoh: keluarga menyekolahkan anak-anak ke sekolah formal, dan anak-anak diperbolehkan bermain kerumah tetangga, anak-anak juga diperbolehkan untuk bermain ke lapangan bermain, keluarga kadang kala bertamu ketetangga sekitar rumah, keluarga juga seringkali terlibat dalam aktifitas warga: kerja bakti, perlombaan agustusan. c. Fungsi perawatan kesehatan Nilai sehat-sakit menurut keluarga, pengetahuan mengenai sehatan, kepercayaan kesehatan pada anggota keluarga dan keluarga merupakan bagian yang dikaji dalam fungsi perawatan kesehatan. Pola perilaku sehat dalam keluarga: a) gaya hidup: pola diet, tidur, istirahat, latihan dan rekreasi, kebiasaan menggunakan obat dan perawatan diri Perawat mencatat diet harian keluarga selama 3 hari terakhir: Makanan yang disajikan Jumlah Keterangan (makan di rumah/luar, masak sendiri/beli, jumlah uang yang dibelanjakan) Makan Pagi Kudapan pagi Makan siang Kudapan Makan malam Kudapan sebelum tidur b) perawatan lingkungan: praktik kebersihan dan keamanan Pola kebersihan yang dapat mengurangi kemungkinan infeksi dan penyebarannya: 1) mencuci tangan dengan sabun sebelum makan dan setelah ke toilet 2) menggunakan handuk yang berbeda. Jika ada penyakit kulit yang infeksius seperti skabies dapat mengakibatkan penularan 3) minum dengan gelas atau cangkir bersih yang berbeda. Anak tidak diberikan minum dari dot/ atau botol tetapi langsung menggunakan gelas. 4) Mandi dan kebersihan, dihubungkan dengan kesehatan, tetap menghargai budaya kebersihan menurut adat setempat yang tidak mengganggu kesehatan. c) perawatan preventif: pemeriksaan kesehatan ke klinik/posyandu, imunisasi. d) perawatan kesehatan gigi, keluarga melakukan perawatan gigi dan mulut dengan pemeriksaan ggi teratur 1 bulan sekali, penggunaan air yang mengandung Flouride, menyikat gigi setelah makan dan ketika mau tidur, tidak terlalu sering mengkonsumsi makanan karbohidrat atau yang mengalami fermentasi dan menyebabkan caries gigi. d. Fungsi reproduksi Identifikasi pada fungsi reproduksi adalah pada perencanaan jumlah keluarga termasuk program keluarga berencana. Contoh: anak I dilahirkan setelah 2 tahun pernikahan tanpa mengikuti program penundaan kehamilan, anak II dilahirkan setelah anak I berusia 6 tahun dengan menggunakan alat KB (IUD) dan saat ini keluarga ingin menambah anggota keluarga baru setelah anak II berusia 4 tahun tetapi belum ada tanda kehamilan dari Ibu C. E. Pola Koping Keluarga : Efektif Tidak Efektif Stressor yg dihadapi keluarga :___________________________________________ 6. Stress dan Proses Koping keluarga Secara konstan keluarga selalu mengalami perubahan termasuk mengenai persepsi dan hidup, strrss dan koping diidentifikasi dengan dasar: adanya stimulus dari dalam keluarga atau dari luar, adanya kebutuhan berkembang secara normal dan berkelanjutan serta terus-menerus dari seluruh anggota keluarga, situasi yang tak terduga yang melibatkan keluarga menghasilkan adanya tuntutan untuk berubah yang berakibat pada perubahan pada keluarga sebagai bentuk adaptasi keluarga. Strategi dan proses koping adalah sesuatu yang penting untuk dapat melaksanakan dan menyatakan fungsi-fungsi keluarga. Pola dan sumber koping digunakan untuk melakukan adaptasi dan mencapai tingkat kesejahteraan (kesehatan) keluarga yng lebih tinggi. Penelitian yang dilakukan oleh Stirling County (dalam Friedman, 1998) mendapatkan hasil adanya ½ orang dewasa mengalami gangguan mental dnegan pencetus terutama adalah kematian pasangan, perceraian, dan kemiskinan. Semakin banyak terpajan atau terpapar, semakin tidak siap menghadapi stersor-sresor (Pearlin & Cshooler, 1978 dalam Friedman, 1998). Bloom (1977 dalam Friedman, 1998) menyimpulkan banyak klien dirawat di RS karena sakit mental, adanya kasus bunuh diri, dan pembunuhan terkait dengan hancurnya perkawinan (perceraian, penyelewengan, kematian pasangan). Ancaman: keluarga dengan kemiskinan, keluarga dengan kematian aggota keluarga, keluarga dengan pendidikan rendah, keluarga dengan masalah sekolah. Stressor adalah kejadian-kejadian dalam hidup yang cukup serius sehingga menimbulkan perubahanperubahan dalam sistem keluarga. Keluarga yang berada dalam krisis secara konsisten cenderung melihat kejadian dengan cara subjektif dan kacau. Stress adalah repon atau keadaan tegang yang dihasilkan oleh tuntutan nyata yang belum ditangani (Antonovsky; Burr, 1973). Adaptasi adalah proses penyesuaian terhadap perubahan adaptasi positif atau negatif yang dapat menurunkan atau meningkatkan derajat kesehatan (Burgess, 1980). Strategi Adaptasi menuurt White (1974, dalam Friedman ,1998) : 1) mekanisme pertahanan: cara-cara yanag dipelajari kebiasaan/otomatis untuk berespon (penyangkalan terhadap isu penting keluarga/perilaku menghindari), jika hal ini yang dilakukan maka proses adaptasi disfungsional 2) srategi koping: upaya penyelesaian masalah seorang individu yang diharapkan pada tuntutan yang berakitan dengan keadaan kesejahteraannya, tetapi benar-benar menekan sumber-sumber dari individu tersebut (Lazarus et al, 1974 dalam Friedman, 1998) 3) pengusaan: penggunaan stategi koping yang efektif dengan adanya kompetensi keluarga (memiliki cara-cara yang memadai untuk menangani keadaan darurat dari suatu situasi atau tugas) Tabel Stresor dalam keluarga Kehilangan Nilai 99 98 58 1. Kematian seorang anak 2. Kematian salah satu orang tua atau pasangan 3. Anak laki-laki atau perempuan yang sudah menikah berpisah/bercerai Ketegangan dalam Pernikahan 4. Pasangan/orang tua berpisah/bercerai 79 5. Pasangan/orang tua “berselingkuh” 68 6. Peningkatan kesulitan dengan hubungan seksual antara suami dan istri 58 Pelanggaran hukum dalam keluarga 7. Penganiayaan fisik atau seksual atau kekerasan di rumah 76 8. Seorang anggota keluarga dimasukkan ke penjara atau tahanan anak 68 9. Seorang anggota lari dari rumah 61 Penyakit dan ketegangan “perawatan” keluarga 10. Seorang anggota mengalami cacat fisik atau sakit kronik 73 11. Peningkatan kesulitan dalam mengelola anggota yang sakit kronik 58 atau cacat 12. Peningkatan tanggung jawab untuk memberikan bantuan asuhan 47 langsung/finansial kepada orang tua suami/istri Ketegangan intra-keluarga 13. Salah satu anggota tampak tergantung pada alkohol atau obat-obatan 66 14. Seorang anggota tampak memiliki masalah emosional 58 15. Peningkatan kesulitan mengatur anak remaja 55 Ketegangan dalam kehamilan dan kelahiran anak 16. Kehamilan seorang anggota yang belum menikah 65 17. Seorang anggota melahirkan atau mengadopsi anak 50 18. Seorang anggota mengalami keguguran 50 Transisi dan ketegangan kerja keluarga 19. Seorang anggota kehilangan atau berhenti dari pekerjaan 55 20. Seorang anggota berhenti bekerja selama periode yang lama 51 21. Seorang anggota pensiun dari pekerjaan 48 Ketegangan finansial dan usaha 22. Mencari tunjangan kesejahteraan 55 23. Seorang anggota memulai sebuah usaha baru 50 24. Perubahan pasar agrikultur atau pasar saham, yang mengganggu 43 penghasilan keluarga Transisi “masuk dan keluar” 25. Anggota dewasa muda keluar dari rumah 43 26. Seorang anggota menikah 42 27. Seorang anggota pindah kembali ke rumah atau orang baru pindah ke 42 dalam rumah tangga Sumber: Diambil dari McCubbin, Patterson & Wilson (1983) dalam Friedman (2010) dalam Riskika,2015 Koping keluarga: respon positif, sesuai masalah, afektif, persepsi, dan respon perilaku yang digunakan keluarga dan subsistemnya untuk menyelesaikan masalah / menurunkan stres yang diakibatkan suatu kejadiaan. Strategi koping internal adalah kemampuan keluarga menyatukan seluruh anggota keluarga dan memelihara kekohesifan keluarga (anggota keluarga memiliki tanggung jawab kuat terhadap keluarga dan tujuan kolektif) dan fleksibilitas peran. Strategi koping eksternal adalah penggunaan sistem pendukung sosial oleh keluarga (Hall & Weaver, 1974 dalam Friedman, 1998). Krisis adalah keadaan/masa kacau dalam kehidupan keluarga ketika suatu kejadian/rentetan kejadian yang menuntut sumber-sumber keluarga dan kemampuan koping, tanpa ada penyelesaian masalah. Akibat dari ketidakseimbangan antara permintaan dan sumber-sumber atau upaya-upaya koping (Patterson, 1988 dalam Friedman, 1998). Strategi koping keluarga adalah respon koping normatif, yaitu mengubah situasi yang penuh dnegan stres, dengan menggunakan taktik/cara yang berfungsi untuk mengendalikan makna dari masalah, dan mekanisme-mekanisme (upaya) yang penting digunakan untuk membantu menyelesaikan masalah dan mengendalikan stress yang ada. Contoh: Stressor Jangka Panjang dan koping: Keluarga Bp. J sedang mengalami kesulitan dalam hal pembiayaan kehidupan, seperti: biaya anak-anak sekolah. Ibu C seringkali menangis di malam hari saat menjelang tidur (dalam kamar), anak-anak saat ini belum membayar SPP sekolah selama 3 bulan. Stressor jangka pendek dan koping: tadi pagi anak III merengek meminta dibelikan bakso saat ada tamu, ibu C memukul anak III karena menurut Ibu C: anak membuat malu keluarga. Contoh lainnya: keluarga Bp. M saat ini memiliki masalah Bp. M menderita stroke, keluarga merasakan adanya perubahan peran dalam keluarga, Ibu M berjualan sayur di pasar semenjak Bp. M sakit (sejak 6 bulan yang lalu), Bp. M seringkali marah kepada ibu M dan memukul ibu M jika pulang terlalu malam. Bp. M seringkali mengurung diri dalam kamar dan tidak berbicara dengan anggota keluarga yang lain. Anak I seringkali ke luar rumah beberapa hari dan pulang dalam keadaan mabuk, anak I merasakan tidak dipahami dalam keluarga, anak II seringkali melakukan pekerjaan pemeliharaan kebersihan dan kerapihan rumah, anak II jarang sekali ke luar rumah. Keluarga tidak pernah bercengkerama semenjak Bp. M sakit dan kembali ke rumah dari perawatan di Rumah Sakit (RS). Saat ini keluarga mempunyai masalah untuk pembayaran penunggakan perawatan Bp. M di RS. Anak I sedang menuntut Ibu M untuk diberikan uang sesegera mungkin dengan alasan untuk mencari kerja, dan ibu M kebingungan menghadapi anak I. 4. Lingkungan Keluarga dalam Perilaku Hidup Bersih dan Sehat dalam Rumah Tangga DATA PENUNJANG KELUARGA Rumah dan Sanitasi Lingkungan Kondisi Rumah : PHBS Di Rumah Tangga (mengkaji fungsi perawatan kesehatan keluarga) Jika ada Bunifas, Persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan : Ya/ Tidak* ............................................................................ Jika ada bayi, Memberi ASI ekslusif : Ya/ Tidak* .............................................................................. jika ada balita, Menimbang balita tiap bln : Ventilasi : Ya/ Tidak* Baik (10-15% dari luas lantai): ya/tidak .............................................................................. Jendela setiap hari dibuka: ya/tidak Menggunakan air bersih untuk makan & minum: Ya/ Tidak* ........................................................................................... Pencahayaan Rumah : Menggunakan air bersih untuk kebersihan diri: Baik/ Tidak* Ya/ Tidak* cahaya matahari bisa menerangi ruangan dalam ........................................................................................... rumah :ya/tidak Mencuci tangan dengan air bersih & sabun : Ya/ Tidak* Saluran Buang Limbah : ........................................................................................... Tertutup/terbuka Melakukan pembuangan sampah pada tempatnya : Ya/ Tidak* Air Bersih : ........................................................................................... Sumber air bersih: sumur/PAM/sungai/lain Menjaga lingkungan rumah tampak bersih lain, sebutkan..... ya/tidak Kualitas air: tidak berwarna, tidak berbau, tidak ........................................................................................... berasa (observasi dan validasi) Mengkonsumsi lauk dan pauk tiap hari : Ya/ Tidak* ........................................................................................... Jamban Memenuhi Syarat : Menggunakan jamban sehat : Kepemilikan jamban : ya/tidak Ya/ Tidak* Jenis jamban : leher angsa/cemplung ........................................................................................... Jarak septic tank dengan sumber air Memberantas jentik di rumah sekali seminggu : Ya/ Tidak* (menguras, mengubur, menutup) Tempat Sampah: ........................................................................................... Kepemilikan tempat sampah ;Ya/Tidak* Makan buah dan sayur setiap hari : Ya/ Tidak* Jenis : ........................................................ tertutup/terbuka……………………................... Melakukan aktivitas fisik setiap hari : Ya/ Tidak* ......................................................... ..................................................... Tidak merokok di dalam rumah : Ya/ Tidak* Rasio Luas Bangunan Rumah dengan Jumlah ............................................................ Anggota Keluarga 8m2/orang : Penggunaan alkohol dan zat adiktif : ya/tidak Ya/Tidak*………………................................ ................................................................................... Kondisi rumah : d) Type rumah (permanen, semi permanen, tidak permanen) e) Lantai (tanah, plester) f) Kepemilikan rumah (sendiri, sewa) ............................ Sumber gambar:www.slideshare.net,20desember 2015 Sukarni (1989) menuliskan mengenai tempat tinggal, yang meliputi: sumber air, pembuangan kotoran manusia, bangunan yang meliputi ventilasi, jenis bahan bangunan, luas per penghuni, kandang ternak (kalau ada), pembuangan limbah atau sampah rumah tangga. Syarat tempat tinggal serta pengaruhnya terhadap kesepakatan secara umum; berdasarkan pada hubungannya dengan status kesehatan. Beberapa hal tersebut sukar dipisahkan karena biasanya pada suatu tempat tinggal yang mempunyai sumber sanitasi yang buruk, akan mempunyai pula pembuangan kotoran, ventilasi yang buruk, dan kepadatan penghuni yang tidak memenuhi syarat kesehatan. Sebagai contoh berdasarkan penelitian Sutomo dkk pada tahun 1982, tentang sumber air dan jamban keluarga di daerah pedesaan yang meliputi 9 propinsi dengan 8.597 rumah tangga, hasilnya adalah sebagai berikut: 12,2 % menggunakan air yaitu sumur pompa dalam atau dangkal, 73,4 % menggunakan sumber air yang kurang bersih, seperti sumur terbuka, mata air, air hujan, dan 14,4 % menggunakan air kotor dari sungai, kolam, dll. Sedangkan pembuangan kotoran manusia 10, 2% menggunakan jamban keluarga yang memenuhi syarat kesehatan yaitu antara lain tertutup ; memakai “septic tank”, 36,5 % menggunakan jamban yang kurang memenuhi syarat kesehatan misalnya kakus cemplung; dan 63,3 % masih tidak memenuhi syarat kesehatan seperti di udara terbuka, di selokan, di sungai. Penelitian lain tentang pelaksanaan program Samijaya (Sarana Air minum dan Jamban Keluarga) atau MCK (Mandi, Cuci, Kakus) ternyata menunjukkan penurunan prevalensi penyakitpenyakit diare, kulit, dan mata. Sumber gambar: rumahminimalissederhana.com,20desember2015 Bangun perumahan, luas lantai per penghuni, ventilasi sangat mempengaruhi penularan penyakit terutama penyakit saluran pernafasan seperti TBC, batuk rejan (pertusis). Jenis lantai, atap, dinding, dan jendela mempengaruhi pula perlindungan para penghuninya terhadap dingin, panas, dan hujan. Lantai dari tanah mempengaruhi penyebaran penyakit parasit, di daerah pedesaan sering menempatkan hewan ternaknya di dalam atau terlalu dekat dengan rumah. Keadaan ini dapat menimbulkan pengembangbiakan lalat yang dapat pula menyebarkan penyakit. a. sumber air: air sangat penting untuk kehidupan, kebutuhan air sangat mutlak, 73 % dari bagian tubuh tanpa jaringan lemak adalah air. Jumlah air yang terdapat dalam tubuh manusia adalah sbb: sekitar 80 % dari berat badan (BB) bayi yang mempunyai BB rendah, sekitar 70-75% BB neonatus, sekitar 65 % BB orang dewasa. Jika tubuh kita kehilangan air 5 % BB anak dan orang dewasa, akan membahayakan, karena mengalami dehidrasi. Untuk keperluan sehari-hari di Indonesia baru mencapai 100 liter saja, dengan perincian, minum 5 liter, masak 5 liter, membersihkan/mencuci 15 liter, mandi 30 liter, kakus 45 liter. Jenis air yang dikaitkan dengan sumber dibedakan menjadi: air hujan, embun, yaitu air yang diperoleh dari udara karena terjadinya melalui proses presipitasi dari awan, atmosfir yang mengandung air, air permukaan tanah, dapat berupa air yang tergenang atau air mengalir, misalnya danau, sungai, laut air sumber dangkal, air tanah yaitu air permukaan yang meresap dalam tanah sehingga telah mengalami penyaringan oleh tanah, batu-batuan, maupun pasir. Air tanah dapat juga menjadi air permukaan. Syarat air minum ditentukan oleh syarat fisik, kimia dan bakteriologis. Syarta fisik: jika air tidak berwarna, berasa, berbau, jernih dengan suhu di bawah suhu udara sehingga terasa nyaman, syarat kimia: tidak mengandung zat kimia atau mineral yang berbahaya bagi kesehatan (tidak mengandung CO2, H2S, NH4), syarat bakteriologis, tidak mengandung bakteri E. Coli yang melampaui batas yang ditentukan, 90 % dari air contoh yang diperiksa selama 1 bulan dengan tehnik penyaringan bebas dari E. Coli jumlah bakteri tidak boleh melebihi 4 dari setiap 100 cc, tidak boleh melebihi 7 dari setiap 200 cc serta tidak lebih dari 132 untuk setiap 500 cc air. Sumber air keperluan rumah tangga di Indonesia kebanyakan adalah sumur, kira-kira 45 %, agar air sumur memenuhi syarat kesehatan sebagai air rumah tangga, maka air sumur dilindungi dari pencemaran, sumur yang baik harus memenuhi syarat. “Air Bersih Menurut Depkes RI, air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari yang kualitasnya memenuhi syarat-syarat kesehatan dan dapat diminum apabila dimasak. Sedangkan syarat kesehatan air bersih menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 416 Tahun 1990 sebagai berikut: 1. Syarat fisik, antara lain tidak berbau, tidak berwarna, tidak berasa 2. Syarat kimia, antara lain : Derajat keasaman (pH) antara 6,5-9,2; Tidak boleh ada zat kimia berbahaya (beracun); Unsur kimiawi yang diizinkan tidak boleh melebihi standar yang telah ditentukan; serta Unsur kimiawi yang disyaratkan mutlak harus ada dalam air. 3. Syarat bakteriologis, antara lain : Tidak ada bakteri/virus kuman pathogen dalam air; Bakteri yang tidak berbahaya namun menjadi indikator pencemaran tinja (Coliform bacteria) harus negative 4. Syarat radioaktivitas: Tidak ada zat radiasi yang berbahaya dalam air.” sumber: helpingpeopleideas.20 desember 2015 Syarat lokasi: untuk menghindari pengotoran yang harus diperhatikan adalah jarak sumur dengan cubluk (lobang kakus), lobang galian sampah, lobang air limbah (cesspool, seepage pit), serta sumber-sumber pengotoran yang lain. Jaraknya tergantung kemiringan tanah, keadaan tanah, yang umumnya minium 100 m, dan jika letaknya di daerah yang miring diusahakan letak sumber air tidak di bawah sumber pengotoran, membuat pada tempat yang mengandung air tanah, jangan yang dibuat pada tanah yang rendah yang kemungkinan dapat terendam jika terjadi banjir. Syarat konstruksi: Sumur gali tanpa pompa dengan dinding sumur, 3 m dalamnya dari permukaan tanah terbuat dari tembok (semen) yang tidak tembus air. Bakteri hanya hidup di lapisan tanah kurang dari 3 m di bawah tanah. 1 ½ meter berikut terbuat dari batu bata yang tidak ditembok, ke dalam sumur sampai mencapai tanah, di atas tanah dibuat dinding permukaan dan juga untuk keamanan. Lantai sumur ditembok ± 1 ½ dari dinding sumur, agak miring dan ditinggikan 20 cm di atas permukaan tanah. Dasar sumur diberi kerikil untuk menghindari kekeruhan waktu ditimba, saluran pembuangan air limbah dari sumur panjangnya minimum 120 m. Sumur gali yang dilengkapi pompa: pembuatan sama dengan sumur gali tanpa pompa, hanya air diambil dengan pompa dan sumur tertutup. Sumur pompa: saringan atau pipa yang berlubang berada di dalam lapisan tanah yang mengandung air. b. Pembuangan kotoran manusia: syarat pembuangan kotoran manusia menurut Ehlera dan Stell dalam Entjang; tidak mengotori tanah permukaan, tidak mengotori air permukaan, tidak mengotori air tanah, kotoran tidak boleh terbuka sehingga dapat dipergunakan oleh lalat untuk bertelur atau berkembang biak, kakus harus terlindung atau tertutup, pembuatan mudah dan murah. Bangunan kakus yang memenuhi syarat kesehatan terdiri dari: rumah kakus, lantai kakus (sebaiknya semen), slab (tepat kaki atau pijakan), closet (tempat feses masuk), pit-sumur penampungan feses (cubluk), bidang resapan. Beberapa istilah dalam pembuangan kotoran manusia, pit privy (cubluk): lubang dengan diameter 80-120 cm sedalam 2,5-8 m dinding diperkuat dengan batu bata atau tembok, hanya dapat dibuat di tanah atau dengan air tanah yang dalam, angsa-trine: closetnya berbentuk leher angsa sehingga selalu terisi air, fungsinya sebagai sumbat sehingga bau busuk tidak keluar, keuntungannya ialah: aman untuk anak-anak, dapat dibuat di dalam rumah karena tidak bau, bored hole latrine: seperti cubluk hanya ukuran kecil, karena dari semen tera, jika penuh dapat meluap sehingga mengotori air permukaan, overhung latrine: rumah kakus dibuat di atas kolam, selokan, kali, rawa, dll. Feses ini dapat mengotori air permukaan. Sumbergambar: www.solusiwcmampet.com,20desember2015 Sumber gambar:repisatory.usu.ac.id,20desember 2015 “Jamban Sehat Menurut Notoatmodjo (2007), jamban atau latrine merupakan tempat pembuangan kotoran manusia baik tinja maupun air seni. Kotoran manusia (feces) adalah sumber penyebaran berbagai macam penyakit seperti tifus, disentri, kolera, bermacam-macam cacing (gelang, kremi, tambang, pita), schistosomiasis dan sebagainya. Sedangkan menurut Suyono & Budiman (2011), beberapa penyakit yang dapat ditularkan melalui tinja manusia diantaranya kholera, disentri, tifus abdominalis, gastroenteritis, polio mielitis anterior akuta, hepatitis infeksiosa, cacingan, antraks, leptospirosis, skistosomiasis atau legionelosis. Sementara menurut Slamet (2009) tinja dan urin manusia berbahaya karena mengandung banyak kuman patogen, baik berbentuk virus (Enter ovirus), bakteri (Coliform tinja, Salmonella sp., Shigella sp., Vibrio cholera), protozoa (E. Histolytica) dan metazoa (A. Lumbricoides). Beberapa syarat jamban sehat (Notoatmodjo, 2007), antara lain : 1. Tidak mengotori permukaan tanah di sekeliling jamban 2. Tidak mengotori air permukaan di sekitarnya 3. Tidak mengotori air tanah di sekitarnya 4. Tidak terjangkau oleh serangga terutama lalat, kecoa dan binatang-binatang lainnya 5. Tidak menimbulkan bau 6. Mudah digunakan dan dipelihara 7. Sederhana desainnya 8. Murah 9. Dapat diterima oleh pemakainya” sumber: helpingpeopleideas.20 desember 2015 c. Pembuangan sampah: yang dimaksud dengan sampah adalah semua zat atau benda yang sudah tidak terpakai yang berasal dari rumah tangga atau hasil proses industri, ada dua jenis sampah: a) Garbage (sampah basah): sisa pengolahan atau sisa makanan yang dapat membusuk, b) Rubbish (sampah kering): adalah yang tidak membusuk, misalnya gelas/kaca, plastik yang tidak mudah terbakar, kayu yang mudah terbakar. Agar sampah tidak membahayakan manusia, maka perlu pengaturan yaitu: penyimpanannya, pengumpulan, pembuangan. Penyimpanan sampah diperlukan tempat sampah di tiap rumah, isinya cukup 1 m³, tempat sampah harus: terbuat dari bahan yang mudah dibersihkan dan tidak mudah rusak, harus tertutup rapat, ditempatkan di luar rumah. Pengumpulan sampah dapat dilakukan secara: perseorangan dikumpulkan oleh keluarga di tempat tertentu, pembuangan dapat dilakukan dengan individudal incineration: cara dikumpulkan di lubang sampah kemudian dibakar di pekarangan masing-masing, sanitary land fill: sampah dibuang ditempat yang rendah, kemudian diurug supaya tidak dikorek oleh hewan (kucing, anjung), land fill: sampah dibuang di tempat rendah, biasanya di luar kota dan sebaiknya jenis sampah kering. “Tempat Sampah Menurut Slamet (2009), hubungan sampah dengan kesehatan dapat dikelompokkan menjadi efek yang langsung dan tidak langsung. Efek langsung adalah efek yang disebabkan karena kontak langsung dengan sampah, sedangkan efek tidak langsung berupa penyakit bawaan vektor yang berkembang biak dalam sampah. Penyakit bawaan sampah sangat luas dan dapat berupa penyakit menular, tidak menular, dapat juga berupa akibat kebakaran, keracunan dan lain- lain dimana penyebabnya dapat berupa bakteri, jamur, cacing dan zat kimia.”sumber: helpingpeopleideas.20 desember 2015 Sumbergambar:www.kompasiana.com, 20 desember 2015 d. Pembuangan air limbah rumah tangga (sewage disposal): yang dimaksud dengan air limbah adalah terdiri dari kotoran manusia, air kotoran dari dapur, kamar mandi termasuk air kotor dari permukaan tanah. Pengaturan air limbah adalah supaya: mencegah pengotoran sumber air rumah tangga, menjaga kebersihan makanan, supaya sayuran dan bahan makanan lain tidak terkontaminasi, melindungi ikan dari pencemaran, melindungi air minum dari ternak, mencegah berkebangbiakan bibit penyakit (cacing, lalat, dll) menghilangkan adanya baubauan dan pemandangan tak sedap. Cara-cara pembuangan air limbah: dengan pengenceran (disposal by dilution) air limbah di buang ke sungai, danau atau laut. Air limbah akan mengalami purifikasi alami. Syarat-syarat yang harus dipenuhi adalah: sungai atau danau tidak boleh dipergunakan untuk keperluan lain, airnya harus cukup sehingga pengencerannya paling sedikit 30-40 kali, air mengalir jadi cukup mmengandung oksigen. Cesspool: yaitu menyerupai sumur, dibuat pada tanah yang berpasir agar air buangan mudah dan cepat meresap ke dalam tanah. Bagian atasnya dibeton, bila sudah penuh (± 6 bulan) lumpur disedot keluar, atau membuat secara berangkai, jarak dari sumber air minimum 45 m dan dari fondasi rumah minimal 6 m. Seepage pit (sumur resapan): sumur yang hanya menerima air limbah yang telah mengalami pengolahan, misalnya dari septic-tank sehingga fungsinya hanya peresapan, dibuat pada tanah berpasir, diameter 1-2,5 m, dalam 2,5 m, lama pemakaian 6-10 tahun. Septic tank: cara terbaik, memerlukan tanah yang luas, dan biayanya mahal. Sumber gambar: pengembanganiptekpudipemukiman.blogspot.com,20desember2015 e. Perumahan: keadaan perumahan adalah salah satu faktor yang menentukan higiene dan sanitasi lingkungan. Perumahan yang terlalu sempit dan rapat mengakibatkan tinggi kejadinya penyakit, kecelakaan dll. Rumah sehat yang dianjurkan oleh wislow (dalam entjang) : 1. memenuhi kebutuhan fisiologis: yaitu suhu ruangan tidak banyak berubah, berkisar 18-20 ºC. suhu ruangan bergantung pada: suhu udara luar, pergeseran udara, kelembaban udara, suhu benda di sekitarnya, cukup mendapat penerangan (sinar): cukup penerangan siang maupun malam terutama pada pagi hari cukup mendapat sinar matahari, cukup terjadi pertukaran hawa (ventilasi): ruangan tetap segar karena cukup oksigen, cukup mempunyai jendela yang luas keseluruhan ± 15 % dari luas lantai, jendela harus sering dibuka, cukup mempunyai isolasi suara: dinding kedap suara, baik dari luar maupun dari dalam, sebaiknya jauh dari sumber kegaduhan suara, misalnya: pabrik, kereta api, lapangan terbang, sekolah Sumbergambar: www.popeti.com, diakses 20desember 2015 2. memenuhi kebutuhan psikologis: rumah merupakan tempat dimana anggota keluarga berkumpul dan saling berhubungan, seluruh anggota keluarga serta kebiasaan hidup sehari-hari merupakan satu kesatuan yang berhubungan erat. Penderitaan, kebahagiaan, maupun perbuatan salah seorang anggota keluarga akan mempengaruhi pula anggota keluarga yang lain, rumah bukan sekedar untuk tempat istirahat, melainkan juga merupakan tempat untuk mendapatkan kesenangan, kecintaan dan kebahagiaan jadi: cara pengaturannya harus memenuhi rasa keindahan, adanya jaminan kebebasan setiap anggota keluarga, ruangan bagi anggota keluarga yang telah dewasa harus sendiri-sendiri sehingga tidak terganggu privacinya, harus ada tempat keluarga berkumpul, harus ada ruang tamu, untuk kehidupan bermasyarakat. 3. menghindari terjadinya kecelakaan: konstruksi dan bahan bangunan harus kuat, ada sarana pencegahan terjadinya kecelakaan di sumur, kolam, dan lain-lain, terutama untuk anak-anak, tidak mudah terbakar, ada alat pemadam kebakaran 4. menghindari terjadinya penyakit: adanya sumber air yang sehat, cukup kualiats dan kuantitas, ada tempat pembuangan kotoran, sampah, dan air limbah yang baik, dapat mencegah perkembangbiakan vektor penyakit, cukup luas dimana luas kamar tidur ± 5 m² per kapita per luas lantai, luas ruangan (space) per orang dikatakan: kurang, jika luas ruangan kurang dari 7 m², cukup diantara 7-10 m², baik lebih dari 10 m², rumah yang terlalu sempit akan mempengaruhi adanya kejadian penyakit karena : kebersihan kurang, fasilitas dalam rumah untuk setiap anggota keluarga kurang, memudahkan terjadinya penularan sakit, privacy setiap anggota keluarga terganggu. Sumbergambar:www.rancanaganrumahminimalis.com,21desember 2015 Mobilitas geografis keluarga merupakan bagian yang diidentifikasi pada kelompok data lingkungan. Kegiatan rutin aktifitas luar rumah dari masing-masing anggota keluarga diidentifikasi untuk mengetahui rutinitas harian keluarga dan identifikasi masalah mobilitas tersebut, seperti Bapak pergi kerja ke SDN 03 Tegal besar dengan menggunakan sepeda motor berjarak 10 Km dari rumah, ibu pergi ke pasar setiap hari untuk berbelanja dengan menggunakan sepeda kayuh dengan jarak sekitar 3 Km, dan anak-anak pergi ke sekolah dengan berjalan kaki dari rumah dengan jarak rumah ke sekolah sekitar 200 m. Asosiasi dan transaksi keluarga dengan komunitas adalah kegiatan-kegiatan sosial yang dilakukan keluarga, seperti: Bapak dengan organisasi guru, anak-anak dengan klub sepakbola, ibu dengan perkumpulan PKK RT. Identifikasi kegiatan-kegiatan sosial ini diidentifikasi untuk mengetahu keterlibatan-keaktifan keluarga dalam interaksi sosial yang erat kaitannya dengan keterampilan dan kemampuan sosialisasi keluarga dengan masyarakat. Sistem pendukung dan jaringan sosial keluarga (eco map) merupakan data lingkungan yang menggambarkan interaksi kelularga dnegan masyarakat sekitarnya dan yang mengidentifikasi tipe hubungan yang terbentuk. Contoh: Kel.besar Bp. J Klp. Arisan RT Kader Kesehatan Teman kerja Klub spk.bola Teman dekat rumah Sekolah Keterangan: hubungan Bp. J dengan teman sekantor tidak harmonis dan sebaliknya, Ibu Y tidak ada mengkikuti kegiatan luar rumah, hanya sekedar hadir ketika arisan RT setiap bulan, dan menerima Kader kesehatan jika berkunjung kerumah. Anak I dan ke II jarang berinteraksi dengan teman-temannya di dekat rumah lebih banyak menghabiskan waktu di dalam rumah, sedangkan anak III seringkali ke urmah tetangga dan begitu pula sebaliknya. Anak II ikut dalam klus sepakbola dan baru saja mewakili klub untuk pertandingan di luar kota. Anak II rajin belajar dan menjadi juara kelas, sedangkan anak I dan III beberapa kali tidak masuk sekolah dan kurang rajin untuk belajar begitu pula mengenai nilai di sekolah rata-rata nilai cukup. Hubungan dengan keluarga besar Bp. J yang berada di satu derah cukup harmonis, setiap bulan keluarga J berkunjung ke keluarga besar dan begitu pula sebaliknya. Penjajakan Tahap II TUGAS KESEHATAN KELUARGA (Mengacu Pada Bailon & Maglaya) 5. KEMAMPUAN KELUARGA MELAKUKAN TUGAS PEMELIHARAAN KESEHATAN ANGGOTA KELUARGA (mengkaji fungsi perawatan kesehatan keluarga) 14) Adakah perhatian keluarga kepada anggotanya yang menderita sakit: Ada Tidak karena ................................................ 15) Apakah keluarga mengetahui masalah kesehatan yang dialami anggota dalam keluarganya : Ya Tidak 16) Apakah keluarga mengetahui penyebab masalah kesehatan yang dialami anggota dalam keluarganya: Ya Tidak 17) Apakah keluarga mengetahui tanda dan gejala masalah kesehatan yang dialami anggota dalam keluarganya : Ya Tidak 18) Apakah keluarga mengetahui akibat masalah kesehatan yang dialami anggota dalam keluarganya bila tidak diobati/dirawat : Ya Tidak 19) Pada siapa keluarga biasa menggali informasi tentang masalah kesehatan yang dialami anggota keluarganya: Keluarga Tetangga Kader Tenaga kesehatan, yaitu.................(bisa lebih dari 1) 20) Keyakinan keluarga tentang masalah kesehatan yang dialami anggota keluarganya: Tidak perlu ditangani karena akan sembuh sendiri biasanya Perlu berobat ke fasilitas yankes Tidak terpikir 21) Apakah keluarga melakukan upaya peningkatan kesehatan yang dialami anggota keluarganya secara aktif : (bagaimana bentuk tindakan upaya peningkatan kesehatan), diturunkan setelah nomor 10 Ya Tidak,jelaskan ................................................................................... 22) Apakah keluarga mengetahui kebutuhan pengobatan masalah kesehatan yang dialami yang dialami anggota keluarganya : Ya Tidak , Jelaskan............................................................................ 23) Apakah keluarga dapat melakukan cara merawat anggota keluarga dengan masalah kesehatan yang dialaminya: (bagaimana cara keluarga merawat anggota keluarga yang sakit ---- 21 KDM) Ya Tidak, jelaskan .................................................................................................................................................................... ..................... 24) Apakah keluarga dapat melakukan pencegahan masalah kesehatan yang dialami anggota keluarganya: Ya Tidak, jelaskan.......................................................................... 25) Apakah keluarga mampu memelihara atau memodifikasi lingkungan yang mendukung kesehatan anggota keluarga yang mengalami masalah kesehatan : (indikator?, perlu ditambahkan lampiran penjelas) Ya Tidak, jelaskan .................................................................................................................................................................... ..................... 26) Apakah keluarga mampu menggali dan memanfaatkan sumber di masyarakat untuk mengatasi masalah kesehatan anggota keluarganya : Ya Tidak, jelaskan....................................................................................................................................................... ..................... 1. Tahap Penjajakan II Ketidaksanggupan keluarga di dalam melaksanakan perawatan kesehatan dapat dilihat dari kemampuan keluarga dalam melaksanakan 5 tugas kesehatan keluarga, yaitu keluarga mampu: mengenal masalah kesehatan, mengambil keputusan untuk melakukan tindakan, melakukan perawatan anggota keluarga yang sakit, menciptakan lingkungan yang dapat meningkatkan kesehatan, dan keluarga mampu memanfaatkan fasilitas kesehatan yang terdapat di lingkungan setempat. 1) Ketidaksanggupan mengenal masalah disebabkan karena: a. Ketidaktahuan mengenai fakta-fakta (pengertian masalah, tanda dan gejala, faktor penyebab dan yang mempengaruhinya serta persepsi keluarga terhadap masalah). b. rasa takut akan akibat-akibat bila masalah diketahui: sosial (dicap oleh masyarakat, hilangnya penghargaan dari kwan dan tetangga, ekonomi (ongkos), fisik/psikologis c. sikap dan falsafah hidup 2) ketidaksanggupan mengambil keputusan mengenai tindakan kesehatan yang tepat disebabkan karena: a. tidak mengerti mengenai sifat, berat dan luasnya masalah b. masalah kesehatan kurang dirasakan oleh keluarga c. keluarga merasa menyerah terhadap masalah yang dialami karena tidak dapat menyelesaikan masalah d. keluarga merasa takut akan efek samping dari penyakit e. keluarga mempunyai sikap negatif terhadap masalah kesehatan f. keluarga kurang dapat menjangkau fasilitas kesehatan yang ada g. keluarga kurang percaya terhadap tenaga kesehatan h. keluarga mendapat informasi yang salah terhadap tindakan dalam mengatasi masalah kesehatan 3) Ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang sakit : a. keluarga tidak mengetahui keadaan penyakitnya (sifat, penyebaran, komplikasi, prognosis, dan cara perawatannya) b. keluarga tidak mengetahui tentang sifat dan perkembangan perawatan yang dibutuhkan c. keluarga tidak mengetahui keberadaan fasilitas yang diperlukan untuk perawatan d. keluarga tidak mengetahui sumber – sumber yang ada dalam keluarga (anggota keluarga yang bertanggungjawab, sumber keuangan/finansial, fasilitas fisik, psikososial) e. sikap negatif keluarga terhadap anggota keluarganya yang sakit f. adanya konflik individu g. sikap/pandangan hidup menyimpang dari kesehatan h. perilaku mementingkan diri sendiri 4) Ketidakmampuan keluarga memelihara/memodifikasi lingkungan rumah yang sehat: a. sumber – sumber keluarga yang dimiliki tidak mencukupi/seimbang: keuangan, tanggungjawab/wewenang anggota keluarga, fisik (isi rumah yang tak teratur), sempit/berjejal b. keluarga kurang dapat melihat keuntungan/manfaat pemeliharaan lingkungan c. keluarga tidak mengetahui pentingnya hygiene sanitasi d. keluarga tidak mengetahui upaya pencegahan penyakit e. sikap/pandangan negatif keluarga terhadap hygiene sanitasi f. ketidakkompakan antar anggota keluarga dalam memelihara lingkungan rumah: sikap mementingkan diri sendiri, tida ada kesepakatan, acuh terhdap anggota keluarga yang mengalami krisis 5) ketidakmampuan keluarga menggunakan fasilitas/pelayanan kesehatan di masyarakat: a. keluarga tidak mengetahui keberadaan fasilitas kesehatan b. keluarga kurang /tidak memahami keuntungan – keuntungan yang dapat diperoleh dari fasilitas kesehatan c. tingkat kepercayaan keluarga rendah terhadap petugas dan fasilitas kesehatan d. keluarga mempunyai pengalaman yang kurang baik terhadap petugas kesehatan e. fasilitas yang ada tidak terjangakau oleh keluarga (ongkos, fisik-lokasi) f. tidak ada atau kurangnya sumber daya keluarga (tenaga: penjaga anak, keuangan: biaya perawatan) g. rasa asing atau tidak adanya dukungan dari masyarakat sekitar (pada jenis gangguan jwa) h. adanya sikap/filsafat hidup yang menyimpang dari kesehatan. Kesimpulan dari hasil pengkajian asuhan keperawatan keluarga : KRITERIA KEMANDIRIAN KELUARGA : Kesimpulan: 1. Menerima petugas puskesmas 2. Menerima yankes sesuai rencana 3. Menyatakan masalah kesehatan secara benar ...... Tuliskan hasil: ....... ....... □ Kemandirian II : jika memenuhi kriteria 1 s.d 5 □ Kemandirian III : jika memenuhi kriteria 1 s.d 6 □ Kemandirian IV : Jika memenuhi kriteria 1 s.d 7 4. Memanfaatkan faskes sesuai anjuran 5. Melaksanakan perawatan sederhana sesuai anjuran □ Kemandirian I : Jika memenuhi kriteria 1&2 ........ 6. Melaksanakan tindakan pencegahan secara aktif ........ 7. Melaksanakan tindakan promotif secara aktif ........ 5. Perumusan Diagnosa Keperawatan Keluarga Diagnosa keperawatan keluarga dianalisis dari hasil pengkajian terhadap adanya masalah dalam tahap perkembangan keluarga, lingkungan keluarga, struktur keluarga, fungsi-fungsi keluarga, dan koping keluarga, yang bersifat aktual, risiko atau kesejahteraan, dimana perwat memiliki kewenangan dan tanggungjawab untuk melakukan tindakan keperawatan bersamasama dengan keluarga dan berdasarkan kemampuan dan sumber daya keluarga. Diagnosa keperawatan keluarga dirumuskan berdasarkan data yang didapatkan dari hasil pengkajian. IPKKI-PPNI (2015) menuliskan bahwa label diagnosis keperawatan menurut NANDA (2015-2017) meliputi: 1. diagnosis berfokus pada masalah Diagnosis berfokus pada masalah, selama ini dikenal dengan label aktual. Merupakan clinical judgment yang menggambarkan respon yang tidak diinginkan klien terhadap kondisi kesehatan/proses kehidupan yang ada pada keluarga 2. diagnosis risiko 3. diagnosis promosi kesehatan 4. diagnosis sindrom Daftar Diagnosis Keperawatan Keluarga mengacu NANDA 2015-207 (sumber:IPKKI-PPNI,2015) Domain Kelas Kode Domain 1: Promosi Kesehatan Kelas 2: Manajemen Kesehatan a.00080 b.00099 c.00188 Domain 4:aktivitas/istirahat Domain 5:persepsi/kognitif Kelas 5: perawatan diri Kelas 4:kognisi Kelas 5:komunikasi Kelas 1: peran caregiver a.00098 Kelas 2: hubungan keluarga a. 00058 b.00063 c. 00060 d.00159 Domain 7: hubungan peran a.00222 b.00157 a.00106 b.00061 c.00062 d.00056 e.00164 f.00057 Kelas 3: a. 00223 performa peran b.00207 c.00229 d.00064 e.00055 f.00052 Domain 9: koping/tolernsi stress Kelas 2: respon koping a. 00074 b. 00073 c.00075 d.00226 e.00212 Rumusan Diagnosis a.ketidakefektifan manajemen regimen terapeutik keluarga b. ketidakefektifan pemeliharaan kesehatan c. perilaku kesehatan cenderung berisiko a.hambatan pemeliharaan di rumah a. ketidakateketifan kontrol impuls b. kesiapan meningkatkan komunikasi a. kesiapan meningkatkan pemberian ASI b. ketegangan peran pemberi asuhan c.risiko ketegangan peran pemberi asuhan d. ketidakmampuan menjadi orangtua e. kesiapan meningkatkan menjadi orangtua f. risiko ketidakmampuan menjadi orangtua a. risiko gangguan perlekatan b. disfungsi proses keluarga c. gangguan proses keluarga d. kesiapan meningkatkan proses keluarga a. ketidakefektifan hubungan b. kesiapan meningkatkan hubungan c. risiko ketidakefektifan hubungan d. konflik peran orangtua e. ketidakefektifan performan peran f. hambatan interaksi sosial a. penurunan koping keluarga b. ketidakmampuan koping keluarga c. kesiapan meningkatkan koping keluarga d. risiko ketidakefktifan perencanaan aktifitas e. kesiapan meningkatkan penyesuaian Domain 10: prinsip hidup Kelas 3: nilai keyakinan/aksi kongruen a. 00083 b.00170 c.00184 Domain 11: keamanan/proteksi Kelas 4: hazard lingkungan Kelas 1: pertumbuhan a. 00181 b.00180 a. 00113 a. risiko pertumbuhan tidak proporsional Kelas 2: perkembangan pengasuh a. 00112 a. risiko keterlambatan perkembangan a. stres pemberi asuhan b. risiko stres pada pemberi asuhan c. gangguan kemampuan untuk melakukan perawatan d. risiko gangguan kemampuan untuk melakukan perawatan a. gangguan komunikasi b. gangguan status psikologis a. masalah ketenagakerjaan b. gangguan proses keluarga c.kurangnya dukungan keluarga d. masalah dukungan sosial e. masalah hubungan f. risiko gangguan koping keluarga a. kemampuan untuk mempertahankan kesehatan b. gangguan mempertahankan kesehatan c. risiko bahaya lingkungan Domain 13: pertumbuhan/perkemban gan pengasuh Emosional/ isu psikologikal Perawatan keluarga Promosi kesehatan a.10027773 b. 10027787 c.10029621 d.10032270 a. 10023370 b.10038411 a. 10029841 b.10023078 c.10022473 d.10022753 e.10035744 f.10032364 Promosi kesehatan a. 10023452 b. 10000918 c.10032386 Manajemen perawatan jangka panjang medikasi a. 10021994 Perawatan diri Manajemen risiko a. 10000925 a. 10029792 b. 10030233 c.10029856 d.10032289 e.10032301 f.10033470 g.10032340 h.10033489 i.10015122 j.10015133 k.10033436 a. 10022635 a. konflik pengambilan keputusan b. risiko hambatan religiositas c. kesiapan meningkatkan pengambilan keputusan a. kontaminasi b. risiko kontaminasi a. kurangnya pengetahuan tentang penyakit a. gangguan kemampuan untuk manajemen pengobatan a. gangguan kerumahtanggaan a. kekerasan rumah tangga b. keselamatan lingkungan yang efektif c. masalah keselamatan lingkungan d. risiko terjadinya penyalahgunaan e. risiko terjadinya pelecehan anak f. risiko terjadinya pengabaian anak g. risiko terjadinya pelecehan lansia h. risiko terjadinya pengabaian lansia i. risiko untuk jatuh j. risiko terinfeksi k. risiko terjadinya pengabaian Keadaan sosial a. 10029860 b. 10029887 c.10029904 d.10022563 e.10022753 a. masalah finansial b. tinggal di rumah c. masalah perumahan d. pendapatan yang tidak memadai e. kurangnya dukungan sosial Beberapa definisi diagnosa keperawatan keluarga: a. kerusakan penatalaksanaan pemeliharaan rumah: suatu kondisi dimana keluarga mengalami/berisiko mengalami kesulitan mempertahankan kebersihan dan menjaga lingkungan rumah. b. risiko terhadap cedera (kurangnya kesadaran terhadap bahaya lingkungan): suatu kondisi dimana keluarga mempunyai risiko yang merugikan yang disebabkan kurangnya kesadaran terhadap bahaya lingkungan atau usia maturasi. c. risiko terhadap penularan infeksi/penyakit: kondisi dimana keluarga berisiko menularkan agen-agen patogen ke anggota yang lain d. komunikasi keluarga disfungsional: keadaan dimana keluarga mengalami atau berisiko terhadap penurunan untuk mengirim/menerima pesan e. berduka yang diantisipasi: suatu keadaan dimana keluarga mengalami reaksireaksi dalam berespon terhdap kehilangan bermakna yang diperkirakan f. berduka disfungsional: suatu kondisi keluarga mengalami berduka pada jangka panjang yang tak teratasi dan menimbulkan aktivitas yang merusak g. perubahan proses keluarga (dampak anggota keluarga sakit dalam sistem keluarga): suatu keadaan dimana dukungan keluarga yang biasa diterima, mengalami/berisiko mendapat suatu stressor yang mengancam terapi keluarga yang sebelumnya efektif h. perubahan menjadi orangtua: suatu keadaan diman akeluarga memperlihatkan ketidakmampuan yang nyata atau potensial dalam menyediakan lingkungan yang mendukung dalam pemeliharaan tumbuh kembang anggota keluarga i. perubahan penampilan peran: suatu kondisi dimana keluarga mengalami/berisiko mengalami gangguan pada cara ia merasakan penampilan perannya j. gangguan citra tubuh: suatu pernyataan pengalaman keluarga yang berada dalam/kemungkinan mengalami suatu gangguan dalam cara individu menerima citra tubuhnya sendiri k. koping keluarga menurun: suatu keadaan dimana orang utama yang menjadi pendukung (anggota keluarga, teman dekat) tidak cukup/tidak efektif memberi dukungan untuk mencapai kesepakatan, kenyamanan, bantuan atau dorongan yang dibutuhkan keluarga untuk mengatasi atau melaksanakan tugas-tugas secara adaptif berkenaan dengan perubahan kesehatannya. l. koping keluarga tidak efektif (ketidakmampuan) : suatu keadaan dimana keluarga menunjukkan/berisiko menunjukkan perilaku destruktif dalam berespon terhdap ketidakmampuan untuk mengatasi stressor internal/eksternal karena ketidakaadekuatan sumber (fisik, kognitif, psikologis) m. risiko terhdap tindakan kekerasan: suatu keadaan dimana keluarga telah atau berisiko menjadi merusak yang dairahkan pda orang lain atau lingkungan n. perilaku mencari bantuan kesehatan: suatu kondisi dimana keluarga pada kesehatan yang stabil secara aktif mencari cara untuk mengubah kebisaan kesehatan diri/lingkungan untuk lebih meningkatkan kesehatan o. konflik peran orangtua: suatu keadaan dimana orangtua mendapatkan pengalaman pertama atau mengalami perubahan peran dalam berespon terhdap faktor dari luar (sakit, hospitalisasi, perceraian, perpisahan) p. perubahan pertumbuhan dan perkembangan: suatu keadaan dimana keluarga mengalami/berisiko terhadap kerusakan kemampuan untuk melakukan tugastugas perkembangan q. perubahan pemeliharaan kesehatan: suatu keadaan dimana keluarga mengalami/ berisiko untuk mengalami gangguan dalam kesehatan yang disebabkan oleh gaya hidup yang tidak sehat atau kurangnya pengetahuan dan keterampilan dalam menangani suatu kondisi r. kurang pengetahuan: suatu kondisi keluarga mengalami kekuarangan pengetahuan kognitif dan keterampilan mengenai suatu kondisi atau pengobatan s. isolasi sosial: suatu keadaan dimana keluarga mengalami/memahami suatu kebutuhan atau mengharapkan untuk melibatkan orang lain tetapi tdiak dapat membuat hubungan tersebut t. kerusakan interaksi sosial: suatu keadaan dimana keluarga mengalami atau berisiko mengalami pengalaman yang negatif, insufisiensi atau respon yang tidak memuaskan dalam interaksi u. ketidakpatuhan: suatu kondisi dimana keluarga yang sebenarnya atau melakukan tetapi dicegah dari melakukannya oleh faktor-faktor yang menghalangi ketaatan terahdap anjuran yang berhubungan dengan kesehatan yang diberikan oleh profesi kesehatan v. gangguan identitas pribadi: suatu kondisi dimana keluarga mengalami atau berisiko mengalami ketdiakmampuan utnuk membedakan antara dalam dirinya dan bukan dirinya w. penatalaksanaan aturan terapeutik keluarga (tidak efektif): suatu pola dimana keluarga mengalami/berisiko mengalami kesulitasn dalam menyatukan program kehidupan sehari-ahri utnuk penatalaksanaan penyakit dan gejala sisa penyakit yang memenuhi tujuan kesehatan khusus. 6. Faktor-faktor yang berhubungan atau etiologi yang tidak dituliskan dalam rencana asuhan keperawatan tetapi sebagai acuan Etiologi dari diagnosa keperawatan keluarga berdasarkan hasil pengkajian dari tugas perawatan kesehatan keluarga (penjajakan II) dengan menentukan ketidakmampuan keluarga (tidak mampu menggunakan fasilitas, atau ketidakmampuan memodifikasi lingkungan, atau bila lebih dari satu ketidakmampuan maka digunakan etiologi ketidakmampuan merawat). Khusus untuk diagnosa keperawatan potensial (sejahtera/wellness) menggunakan/boleh tidak menggunakan etiologi. Dalam satu keluarga dapat saja perawat menemukan lebih dari 1 (satu) diagnosa keperawatan keluarga, untuk menentukan prioritas terhadap diagnosa keperawatan keluarga yang ditemukan, dihitung dengan menggunakan cara sebagai berikut: Ada 4 kriteria dalam menentukan prioritas dari masalah-masalah keperawatan kesehatan keluarga: 1. sifat masalah: dikelompokkan dalam ancaman kesehatan/risiko, tidak sehat/kurang sehat dan krisis (aktual) yang diketahui 2. kemungkinan dari masalah dapat diubah (diselesikan): adalah kemungkinan berhasilnya mengurangi masalah, atau mencegah masalah bila seandainya ada tindakan 3. potensial masalah untuk dicegah: adalah sifat dan beratnya masalah yang akan timbul yang dapat dikurangi atau dicegah bila tidak ada tindakan 4. masalah yang menonjol: adalah cara keluarga melihat dan menilai masalah dalam hal beratnya dan mendesaknya masalah. Skala untuk menentukan prioritas Asuhan Keperawatan Keluarga (Bailon dan Maglaya, 1978) No 1. KRITERIA BOBOT Sifat masalah 1 Skala: 2. Tidak/kurang sehat 3 Ancaman kesehatan 2 Keadaan sejahtera 1 Kemungkinan masalah dapat diubah 2 Skala: 3. Mudah 2 Sebagian 1 Tidak dapat 0 Potensial masalah untuk dicegah 1 Skala: 4. Tinggi 3 Cukup 2 Rendah 1 Menonjolnya masalah 1 Skala: Masalah berat, harus segera ditangani 2 Ada masalah tetapi tidak perlu ditangani 1 Masalah tidak dirasakan 0 Skoring: a. Tentukan skor untuk setiap kriteria b. Skor dibagi dengan angka tertinggi dan kalikanlah dengan bobot Skor Angka tertinggi X bobot c. Jumlahkanlah skor untuk semua kriteria Faktor – faktor yang dapat mempengaruhi penentuan prioritas: Dengan melihat kriteria yang pertama, yaitu sifatnya masalah, bobot yang lebih berat diberikan pada tidak/kurang sehat karena yang pertama memerlukan tindakan segera, dan biasanya disadari dan dirasakan oleh keluarga, krisis diberi bobot paling sedikit karena masalah telah berlangsung cukup lama dan keluarga masih belum berpotensi untuk menyelesaikan. Untuk kriteria kedua, yaitu untuk kemungkinan masalah dapat diubah/diselesaikan, perawat perlu memperhatikan terjangkaunya faktor – faktor sebagai berikut: a) Pengetahuan yang ada sekarang, teknologi dan tindakan untuk menangani masalah b) Sumber daya keluarga: dalam bentuk fisik, keuangan dan tenaga c) Sumber daya perawat: dalam bentuk pengetahuan, ketrampilan, dan waktu d) Sumber daya masyarakat: dalam bentuk fasilitas, organisasi dalam masyarakat, dan sokongan masyarakat Untuk kriteria ketiga, yaitu potensial masalah dapat dicegah, faktor – faktor yang perlu diperhatikan adalah: a) Kepelikan dari masalah, yang berhubungan dengan penyakit atau masalah b) Lamanya masalah, yang berhubungan dengan jangka waktu masalah itu ada c) Tindakan yang sedang dijalankan adalah tindakan – tindakan yang tepat dalam memperbaiki masalah d) Adanya kelompok high risk atau kelompok yang sangat peka, akan menambah potensi atau mencegah masalah Untuk kriteria keempat, yaitu menonjolnya masalah, perawat perlu menilai persepsi atau bagaimana keluarga melihat masalah kesehatan tersebut. Nilai skor yang tertinggi, akan menentukan masalah mana yang lebih dahulu diprioritaskan untuk dilakukan intervensi keperawatan keluarga. 7. Perencanaan Keperawatan Keluarga Perencanaan keperawatan keluarga terdiri dari penetapan tujuan yang mencakup tujuan umum dan tujuan khusus serta dilengkapi dengan kriteria dan standar. Kriteria dan standar merupakan pernyataan spesifik tentang hasil yang diharapkan dari setiap tindakan keperawatan berdasarkan tujuan khusus yang ditetapkan. Data Diagnosa NOC NIC Keperawatan Keluarga Contoh: bentuk asuhan keperawatan keluarga dengan perilaku kekerasan dalam rumah tangga 1. Pengkajian Perawat perlu untuk peduli pada standar yang digunakan dalam mengkaji keluarga yang kemungkinan berbeda pada satu wilayah dengan wilayah lainnya. Keluarga mempunyai unit otonomi, perawat perlu untuk mengingat tidak penghakimi keadekuatan keluarga dengan segera tanpa mempertimbangkan kaitan budaya. Pada tabel 2 digambarkan standar parental untuk mendeterminasi keamanan dan kesejahteraan anak yang dapat digunakan dalam membantu mengkaji potensi keluarga (Humpreys dan Campbell, 2004). Tabel 2 Standar Orangtua untuk Menggambarkan Keamanan dan Kesejahteraan Anak, Departemen Pelayanan Anak dan Keluarga Illinois, 1985. STANDAR INDIKATOR Manajemen pendapatan dan keuangan Pendapatan Keluarga memiliki pendapatan untuk Kemampuan kerja orangtua memenuhi kebutuhan dasar keluarga untuk Riwayat kemampuan kerja makanan, tempat tinggal, pakaian, pendidikan Pendapatan dari pekerjaan dan asuhan kesehatan Pendapatan dari sumber lainnya Bantuan subsidi Kemampuan orangtua untuk mengakses sumber komunitas sesuai kebutuhan Manajemen Keuangan Orangtua mendemonstrasikan keterampilan Keterampilan pembiayaan yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan Keterampilan belanja dasar keluarga Keterampilan perencanaan menu Riwayat belanja Pembelanjaan yang tidak penting (alkohol, rokok, dll) Keterampilan menabung Pengetahuan dari sumber untuk menghemat Perawatan Fisik Makanan Keluarga mampu menyajikan kualitas dan Ada kuantitas makanan yang sesuai kuantitas makanan yang dibutuhkan untuk Beberapa kali ada makanan selingan mencapai kesehatan yang adekuat dan Keseimbangan nutrisi dari menu harian perkembangan anggota keluarga Pola belanja Keterampilan mempersiapkan menu Peralatan masak yang memadai di rumah Kebersihan makanan Kebersihan area dapur Tempat tinggal Orangtua menyediakan lingkungan tempat Keamanan elektrikal pada lingkungan rumah tinggal yang aman dan terlindung Adanya lingkungan rumah yang nyaman-panasdingin Keadekuatan dinding, pintu, jendela, lantai, tiang. Ruangan dapat dikunci Adekuat bunyi pintu ketika ditutup Adekuat sumber air, aman, bersih Kondisi sanitasi dalam dan luar Sampah terbuang Anak aman dari pengobatan, alat-alat yang bersih dan potensi lain yang dapat membahayakan Pakaian Orangtua menyediakan dan memelihara pakaian dalam kuantitas dan kualitas Tersedia dan digunakannya pakaian sesuai dengan keadaan cuaca Keadaan perbaikan pakaian Kebersihan pakaian Keterampilan belanja termasuk pakaian Kebersihan personal Frekuensi mandi dan membersihkan Pola perawatan gigi Pola perawatan rambut (membersihkan, mencuci dan menyisir) Perawatan Kesehatan Menyediakan peralatan kebersihan diri Orangtua meyediakan perawatan kesehatan untuk anak Frekuensi pemeriksaan Riwayat imunisasi Peralatan perawatan kesehatan di rumah Pengobatan regular ketika dibutuhkan Pengetahuan orangtua mengenai kebutuhan kesehatan anak Abilitas untuk perawatan dalam kasus kedaruratan Afeksi Suami-isteri Orangtua menampilkan perhatian yang tinggi Perilaku berhubungan dengan interaksi fisik pada setiap pasangan positif Perilaku berhubungan dengan interaksi verbal positif Orangtua ke anak Perilaku berhubungan dengan interaksi fisik Orangtua menampilkan perasaan positif negatif Perilaku berhubungan dengan interaksi verbal negatif Sibling dengan sibling Perilaku berhubungan dengan interaksi fisik Interaksi antara sibling dilakukan dengan positif positif, perasaan sesuai dengan usia Perilaku berhubungan dengan interaksi verbal positif Perilaku berhubungan dengan interaksi fisik negatif Perilaku berhubungan dengan interaksi verbal negatif Perilaku berhubungan dengan interaksi fisik positif Perilaku berhubungan dengan interaksi verbal positif Perilaku berhubungan dengan interaksi fisik negatif Perilaku berhubungan dengan interaksi verbal negatif Pendidikan Pendidikan sosial Orangtua menampilkan kompetensi untuk Keterampilan kebersihan dan perawatan kesehatan mendidik anak dalam keterampilan sosial, Keterampilan berpakaian, perawatan sesuai konteks usia dan budaya Keterampilan interaksi interpersonal dan penyelesaian masalah Keterampilan nurisi dan makan Keterampilan transportasi Keterampilan perawatan anak Keterampilan keamanan dan perlindungan Pendidikan akademik Orangtua menyekolahkan anak sesuai usia dan Prasekolah, partisipasi pada perawatan harian pencapaian akademik Keterampilan membaca, menulis, dan berhitung Bersekolah Pola PR dan interaksi orangtua Adanya permainan edukasional Kinjungan orangtua, komunikasi dengan personil sekolah Pola perhatan pada sekolah Pengujian pada diagnosa khusus ketika diindikasikan Bimbingan Orangtua menyeduakan metode positif dari Perilaku berhubungan dengan penyediaan nasihat menyediakan bimbingan pada anak sesuai usia dan umpan balik pada anak Tingkat pengetahuan tumbuh kembang anak Filosofi dan metode menyediakan kinjungan anak Filosofi dan metode menyediakan disiplin dan batasan untuk anak Tingkahlaku dan kemampuan untuk mengakses sumber untuk pedoman profesional dan konseling untuk anak dan orangtua sesuai kebutuhan Selain dari format di atas yang dapat digunakan dalam melakukan pengkajian keluarga dengan kasus penganiayaan-penelantaran anak, maka dapat pula menggunakan format umum yang lazim digunakan dalam pengkajian keperawatan keluarga dengan menggunakan Model Friedman (terlampir) dan format pengkajian inilah yang digunakan pada tinjauan kasus dalam bab selanjutnya. Riwayat kesehatan yang dikaji secara spesifik dari keluarga adalah (1) kepedulian orangtua, (2) riwayat keluarga umum, (3) riwayat anak secara khusus. Pada lampiran dapat dilihat mengenai manifestasi klinis dari potensi adanya salah asuhan pada anak. 2. Diagnosa dan Rencana Asuhan Wong, dkk (2003) menuliskan mengenai rencana asuhan keperawatan keluarga dengan kasus penganiayaan anak bukan saja keluarga sebagai satu unit tetapi juga pemberian asuhan pada anggota keluarga yang mengalami penganiayaan. 2.1 Diagnosa Keperawatan: Resiko trauma berhubungan dengan karakteristik anak, pengasuh dan lingkungan Tujuan 1. pasien: akan menampilkan tak adanya penganiayaan Intervensi keperawatan/rasional 1. Lakukan tindakan pencegahan adanya penganiayaan - Laporkan dugaan unutk meningkatkan otonomi - Bantu dalam memindahkan anak dari lingkungan yang tidak aman dan ciptakan lingkungan yang aman - Ciptakan keyakinan perlindungan untuk merawat anak di RS jika diindikasikan untuk mencegah keberlanjutan penganiayaan di RS 2. Rujuk keluarga pada agensi sosial untuk membantu keuangan, makanan, pakaian, perumahan, dan perawatan kesehatan untuk membantu pencegahan penelantaran 3. Tetap berdasarkan fakta, catatan yang obyektif untuk dokumentasi, termasuk: - kondisi fisik anak - respon perilaku anak pada orangtua, yang lain, dan lingkungan -wawancara dengan anggota keluarga 4. Kolaborasikan kemampuan team multidisiplin untuk perkembangan evaluasi berkelanjutan dari anak dalam rumah perlindungan atau dalam pengembalian di keluarganya sendiri 5. Waspada untuk tanda dari keberlanjutan penganiayaan 6. Bantu orangtua mengidentifikasi siklus presipitasi tindakan penganiayaan dan cara alternatif untuk menyetujui meluapkan rasa marah dibandingkan dengan menyerang anak 7. Rujuk pada tempat alternatif ketika diindikasikan untuk mencegah terjadi injuri di masa akan datang Kriteria hasil: Anak menampilkan tidak terjadinya injuri di masa yang akan datang 2.2 Diagnosa Keperawatan: Takut/cemas berhubungan dengan negatif interaksi interpersonal, berulangnya salah asuhan, ketidakberdayaan, potensi kehilangan orangtua Tujuan Pasien 1: akan menampilkan menurunnya atau tidak adanya rasa cemas atau stress Intervensi keperawatan/Rasional 1. Sediakan pelayanan asuhan konsisten dan lingkungan terapeutik selama di rumahsakit dalam rangka menurunkan tress anan dan dapat menjadi contoh peran untuk keluarga 2. Tunjukan penerimaan anak pada anak walaupun anak tidak mengubrisnya 3. Tunjukkan perhatian walaupun tidak mendapat renforcement, dikarenakan setiap anak membutuhkannya 4. Rencanakan aktifitas untuk mendapatkan perhatian dari perawat, dewasa lainnya, dan anak lain, gunakan permainan sepanjang menjalin hubungan ini 5. Puji kemampuan anak dalam upaya meningkatkan harga diri anak 6. Periksa anak untuk mengetahui masalah kesehatan spesifik untuk dirawat, yang bukan kasus kekerasan 7. Hindari terlalu banyak bertanya karena mengecewakan anak dan rujuk pada pertanyaan dengan profesi lainnya 8. Gunakan permainan, khususnya permainan keluarga atau bonekarumah, untuk menginvestigasi jenis dari hubungan yang diterima anak 9. Tugaskan orang yang tetap untuk menangani kasus sehingga anak tidak bingung 10. Bantu anak dalam melalui proses kehilangan atau berduka jika harus dipisahkan dengan orangtua 11. Tingkatkan anak dalam mengungkapkan perasaan mengenai orangtua dan lingkungan yang diinginkan ke depan untuk memfasilitasi koping 12. Tingkatkan pengenalan pada orangtua asuh yang akan mengasuh anak sebelum anak ditempatkan Kriteria Hasil: Anak tidak mengalami stress atau stress minimal Anak menjalin hubungan positif dengan pemberi asuhan Anak dapat menerima kelepasan dengan orangtua 2.3 Diagnosa Keperawatan: Gangguan parenting berhubungan dengan karakteristik anak, pengasuh atau situasi dimana menjadi presipitasi perilaku penganiayaan Tujuan pasien 1 (keluarga): akan menampilkan kemampuan dari interaksi positif dengan anak Intervensi keperawatan/rasional 1. Identifikasi keluarga pada resiko dari potensi penganiayaan sehingga menunjang intervensi institusi 2. Dukung sentuhan parental pada anak karena seluruh anak membutuhkannya 3. Lakukan pemberian asuhan anak yang empati, khususnya metode disiplin yang efektif 4. Ajarkan anak untuk mengenal situasi yang menempatkan anak pada resiko dari penganiayaan seksual, dan ajarkan respon asertif untuk menghindari penganiayaan Kriteria hasil: keluarga menunjukkan kemampuan interaksi positif dengan anak Tujuan pasien 2 (keluarga): akan mencapai dukungan yang adekuat Intervensi keperawatan/rasional 1. Berikan asuhan ibu dengan langsung terlibat perhatian pada orangtua, mengambil alih tanggungjawab asuhan anak sampai perasaan orangtua siap untuk berpartisipasi, dan berfokus pada kebutuhan orangtua sehingga orangtua dapat lebih sering menemukan kebutuhan anak 2. Rujuk orangtua pada kelompok dukungan khusus dan/ atau konseling untuk dukungan jangka lama 3. Bantu mengidentifikasi satu kelompok dukungan untuk orangtua, seperti keluarga besar atau tetangga dekat; bantu dalam menandai pemahaman yang lain mengenai peran penting mereka dalam mencegah penganiayaan di masa akan datang 4. Rujuk pada agensi sosial dimana dapat membantu menyediakan dalam area seperti dukungan finansail, perumahan yang adekuat,dan pekerjaan Kriteria Hasil: Orangtua menunjukan kegiatan sebagai pengasuh Orangtua mencari dukungan kelompok dan individu Orangtua mendapatkan bantuan dari masalah yang ada Tujuan pasien 3 (keluarga): dapat menunjukkan pengetahuan mengenai tumbuh kembang normal Intervensi keperawatan/ rasional 1. Ajarkan harapan realistik dari perilaku anak dan kapabilitasnya 2. Tunjang metode alternatif fari disiplin, seperti mengenai konsekuensi waktu, dan kata-kata, sehingga orangtua belajar metode disiplin anti kekerasan 3. Perkirakan metode dari penanganan masalah perkembangan atau tujuan, seperti negatifisme anak, toilettraining, dan kemandirian karena situasi ini dapat mengulasi kejadian penganiayaan 4. Ajarkan demonstrasi melalui dan model peran dibandingkan hanya menceramahi; hindari pendekatan otoriter karena keluarga dapat menjadi sensitif pada kritik atau dominasi dan kehilangan harga diri Kriteria hasil: keluarga menampilkan pemahaman mengenai harapan normal untuk anaknya. Selain diagnosa keperawatan dan rencana asuhan keperawatan keluarga tersebut, menurut Ball dan Bindler (2003) dapat pula dirumuskan diagnosa keperawatan seperti di bawah ini: a. Koping defensif berhubungan dengan gangguan psikologi b. Nyeri berhubungan dengan implikasi injuri c. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan implikasi injuri d. Gangguan tumbuh-kembang berhubungan dengan tidak adanya dukungan orangtua dan lingkungan e. Gangguan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan asupan kalori yang tidak adekuat f. Gangguan pemeliharaan kesehatan berhubungan dengan kehilangan pencapaian kebutuhan anak oleh orangtua. g. Takut berhubungan dengan kekerasan fisik aktual atau resiko pengulangan injuri. h. Resiko injuri berhubungan dengan penganiayaan fisik. i. Resiko kekerasan (orangtua) berhubungan dengan tidakmampuan memanage marah. Pada Humpreys dan Campbell (2004) menuliskan intervensi asuhan dengan pendekatan umum yang dapat di lihat pada lampiran 2. 3. Tindakan Keperawatan menurut NIC(Nursing Interventions Calssification) Pada NIC terdapat intervensi khusus yang menuliskan mengenai perlindungan kekerasan pada anak : 1. Identifikasi ibu mengenai adanya keterlambatan 4 bulan atau lebih mengenai kehamilan atau tidak ada asuhan prenatal 2. Identifikasi orangtua yang mempunyai riwayat kekerasan, depresi atau sakit psikiatrik umum 3. Identifikasi orangtua yang mendemonstrasikan peningkatan kebutuhan untuk pendidikan bagi orangtua (contoh: orangtua dengan masalah belajar, orangtua yang bermasalah dengan mengungkapkan perasaan, orangtua dengan anak pertama, orangtua yang masih remaja) 4. Identifikasi orangtua yang mempunyai riwayat masa anak-anak yang tidak bahagia berhubungan dengan kekerasan, penolakan, atau perasaan tidak dicintai 5. Identifikasi situasi krisis yang dapat menyebabkan kekerasan (contoh: pengangguran, perceraian, kekerasan domestik) 6. Determinasi dimana keluarga mendapatkan dukungan sosial untuk membantu masalah keluarga, mendapatkan perawatan anak 7. Identifikasi anak/bayi dengan kebutuhan perawatan yang tinggi (contoh: prematur, bblr, intoleransi makan, masalah kesehatan umum dalam kegawatdaruratan, ketidakmampuan perkembangan, hiperaktif dan gangguan penurunan atensi) 8. Identifikasi penjelasan pengasuh dari injuri pada anak yang kemungkinan tidak konsisten, menyalahkan anak lain, atau menunjukkan kesalahan dalam pemberian asuhan 9. Determinasi dimana anak menunjukkan tanda adanya penganiayaan fisik, penelantaran, penganiayaan seksual, atau penganiayaan emosional 10. Tinkatkan pelayanan untuk mengobsevasi anak dan melakukan investigasi 11. Catat waktu dan durasi kunjungan selama di rumah sakit 12. Monitor interaksi orang tua-anak dan catat observasi tersebut 13. Catat gejala akut dalam anak menolak ketika dipisah kan dari keluarga 14. determinasi ketika orangtua mempunyai harapan yang tidak realistik untuk perilaku anak atau mereka mempunyai atribusi negatif untuk perilaku anak 15. Monitor gangguan eksterem pada anak, seperti anak diam saja ketika dilakukan prosedur invasif 16. Monitor anak untuk peran yang dimainkan, seperti menyamankan orangtua, atau perilaku overaktif atau agresif 17. Dengarkan perasaan dari ibu hamil mengenai kehamilan dan harapan mengenai tidak lahirnya anak 18. Monitor reaksi orangtua baru untuk bayinya, observasi perasaan penolakan, takt atau tidak terima dalam gender 19. Monitor untuk pengulangan kunjungan ke klinik untuk masalah yang kecil 20. Bangun sistem untuk menandai catatan dari anak yang diduga adanya kekerasan pada anak 21. Monitor perkembangan gangguan dari status fisik atau emosi anak 22. Determinasi pengetahuan orangtua dari kebutuhan perawatan anak dan menyediakan kebutuhan tersebut 23. Instruksikan orangtua untuk mengikuti program pelatihan untuk mengambil keputusan, penyelesaian masalah, keterampilan perawatan dan mengasuh 24. Bantu keluarga mengidentifikasi strategi koping untuk situasi yang penuh tekanan 25. Sediakan informasi pada orangtua mengenai cara mengatasi anak yang menangis, empati terhadap ketidakmampuan mereka 26. Ajarkan orangtua untuk mendisiplinkan anak tidak dengan menghukum 27. Tingkatkan latihan interaksi orangtua-anak 28. Berikan informasi pada anak yang lebih tua mengenai pemberian perawatan pada anak yang lebih muda 29. Berikan kenyamanan pada anak dengan komunikasi terapeutik dan stimulasi perkembangan 30. Pada anak dengan penganiayaan seksual, yakinkan kejadian tersebut bukan kesalahannya dan berikan kesempatan anak untuk mengekspresikan perasaan dengan terapi bermain sesuai dengan tingkat usia 31. Sediakan pelayanan pada keluarga dengan resiko dengan melakukan kunjungan berkala 32. Rujuk keluarga pada pelayanan dan konseling profesional dan juga kelompok- kelompok yang telah ada atau shelter bagi penganiayaan anak jika dibutuhkan 33. Berikan informasi sumber- sumber pelayanan komunitas dan menuliskan alamat yang dapat dihubungi Sejumlah tindakan-tindakan tersebut di atas dapat digunakan sebagai pedoman dalam melakukan intervensi keluarga dengan kasus penganiayaan pada anak. 8. Tahap Evaluasi Sesuai dengan rencana tindakan yang telah diberikan, dilakukan penilaian untuk melihat keberhasilannya. Bila tidak/belum berhasil, perlu disusun rencana baru yang sesuai. Semua tindakan keperawatan mungkin tidak dapat dilaksanakan dalam satu kali kunjungan ke keluarga. Untuk itu dapat dilaksanakan secara bertahap sesuai dengan waktu dan kesediaan keluarga. Evaluasi disusun dengan menggunakan SOAP secara operasional S adalah hal – hal yang dikemukakan oleh keluarga secara subyektif setelah dilakukan intervensi keperawatan, misalnya: keluarga mengatakan nyerinya berkurang O adalah hal – hal yang ditemui oleh perawat secara obyektif serta dilakukan intervensi keperawatan, misalnya: BB naik 1 kg dalam 1 bulan A adalah analisa dari hasil yang telah dicapai dengan mengacu pada tujuan yang terkait dengan diagnosis P adalah perencanaan yang akan datang setelah melihat respon dari keluarga pada tahapan evaluasi Tahapan evaluasi dapat dilakukan secara formatif dan sumatif. Evaluasi formatif adalah evaluasi yang dilakukan selama proses asuhan keperawatan, sedangkan evaluasi sumatif adalah evaluasi akhir.