BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Keluarga 2.1.1 Pengertian Menurut UU No.10 tahun 1992 keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari suami, istri, atau suami istri dan anaknya atau ayah dan anaknya atau ibu dan anaknya (dalam Setiadi, 2008).Menurut Friedman (2010) keluarga adalah sebagai suatu kelompok kecil yang unik dengan individu yang saling terkait dan bergantung secara erat.Dari pengertian di atas dapat diperoleh keluarga adalah suatu unit terkecil dari masyarakat yang mana antara yang satu dengan yang lain saling ketergantungan yang memiliki peran masing-masing. 2.1.2 Menurut Friedman, 2010 bentuk-bentuk keluarga adalah sebagai berikut: 1. Keluarga inti (Dual, Earner), yaitu keluarga yang dibantuk berdasarkan ikatan perkawinan yang direncanakan yang terdiri darimsuami, istri, dan anak-anak baik karena kelahiran (natural) maupun adopsi. 2. Keluarga tanpa anak, yaitu keluarga yang tidak memiliki anak tidak karena oleh penundaan pernikahan dan pola persalinan akan tetapi bisa karena pilihan pendidikan dan karier. 14 3. Extended family, yaitu keluarga inti ditambah dengan keluarga lain (karena hubungan darah), misalnya kakek, nenek, bibi, paman, sepupu termasuk keluarga modern, seperti orangtua tunggal, keluarga tanpa anak, serta keluarga pasangan sejenis (guy, lesbian family) 4. Keluarga orangtua tunggal, yaitu keluarga dengan kepala rumah tangga duda/janda yang bercerai, ditelantarkan atau berpisah. 5. Keluarga orangtua tiri, yaitu dalam keluarga ini dikenal dengan keluarga yang menikah lagi, yang dapat terbentuk dengan atau tanpa anak yang terdiri dari seorang ibu, anak kandung ibu tersebut dan ayah tiri. 6. Keluarga binuklir, yaitu keluarga yang terbentuk setelah perceraian yaitu terbentuk setelah perceraian yaitu anak merupakan anggota keluarga dari sebuah sistem keluarga yang terdiri atas dua rumah tangga inti matenal dan paternal, dengan keragaman dalam hal tingkat kerjasama dan waktu yang dihabiskan dalam tingkat kerjasama. 7. Cohabiting family, yaitu dua orang menjadi satu keluarga tanpa pernikahan, bisa memiliki anak atau tidak. 8. Keluarga homoseksual, yaitu dua atau lebih individu yang berbagi orientasi seksual yang sama. 15 2.1.3 Fungsi keluarga Peran dan fungsi keluarga dalam membentuk manusia sebagai anggota masyarakat yang sehat bio-sosial-spritual. Jadi keluarga adalah sebagai titik sentral pelayanan keperawatan. Diyakini bahwa keluarga yang sehat akan mempunyai anggota keluarga yang sehat mewujudkan masyarakat yang sehat. Menurut Friedman (2010) ada lima fungsi dasar keluarga, yaitu 1. Fungsi afektif yaitu fungsi internal keluarga untuk pemenuhan kebutuhan psikososial, saling mengasuh dan memberikan cinta kasih, serta saling menerima dan saling mendukung. 2. Fungsi sosialis di mana proses perkembangan dan perubahan individu keluarga, tempat anggota keluarga berinteraksi sosial dan belajar berperan di lingkungan sosial. 3. Fungsi reproduksi, yaitu fungsi meneruskan kelangsungan keturunan dan menambah sumber daya manusia. 4. Fungsi ekonomi, yaitu fungsi untuk memenuhi kebutuhan keluarga, seperti sandang, pangan, dan papan. 5. Fungsi perawatan kesehatan, yaitu kemampuan keluarga untuk merawat keluarga yang mengalami kesehatan keluarga. 16 2.2 Dukungan Keluarga 2.2.1 Pengertian Menurut Friedman (2010) dukungan keluarga adalah sikap, tindakan, penerimaan keluarga terhadap anggotanya, di mana anggota keluarga memandang bahwa orang yang bersifat mendukung selalu siap memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan. Sedangkan menurut Sarwono (2003) dukungan keluarga adalah sebagai informasi verbal atau non verbal, saran, bantuan yang nyata atau tingkah laku yang diberikan oleh orang-orang yang akrab dengan subjek didalam lingkungannya atau yang berupa kehadiran dan hal-hal yang dapat memberikan keuntungan emosional yang berpengaruh pada tingkah laku penerimaannya. Dalam hal ini orang merasa memperoleh dukungan secara emosional merasa senang karena diperhatikan, mendapat saran atau kesan yang menyenangkan pada dirinya. Dukungan keluarga merupakan bagian dari dukungan sosial, karena dukungankeluarga telah mengkonseptualisasi dukungan sosial, oleh sebab itu, untuk membahas tentang dukungan keluarga terlebih dahulu untuk membahas tentang dukungan sosial. Dukungan sosial adalah suatu keadaan bermanfaat bagi individu yang diperoleh dari orang lain yang dapat dipercaya, sehingga seseorang akan tahu bahwa ada 17 orang lain yang mengahargai dan mencintainya (Cohen &Syme, 1996).Sedangkan menurut Friedman dukungan sosial adalah sebagai proses hubungan antara keluarga dan lingkungan sosial. Menurut Friedman (1998)dalam dukungan sosial keluarga, dukungan-dukungan yang diperoleh dapat bersifat internal dan eksternal. Dukungan sosial internal antara lain dukungan dari suami atau istri, dari saudara kandung, atau dukungan dari anak. Dukungan sosial keluarga eksternal antara lain sahabat, pekerjaan, tetangga, sekolah, keluarga besar, kelompok sosial, kelompok rekreasi, tempat ibadah, praktisi kesehatan(Setiadi, 2008). Dalam hal ini peneliti menggunakan dukungan sosial keluarga internal. 2.2.2 Menurut House, 1994 (dalam Setiadi, 2008) ada 4 bentukbentuk dukungan sosial, 1. Dukungan emosional yaitu dukungan keluarga terhadap individu untuk memberikan keyakinan bahwa individu dicintai dan diperhatikan. Keluarga sebagai sebuah tempat yang aman dan damai untuk istrahat dan pemulihan serta membantu penguasaan terhadap emosi. Setiap orang pasti membutuhkan bantuan afeksi dari orang lain, dukungan ini berupa dukungan simpati, dan empati, cinta, kepercayaan, dan penghargaan. Dengan demikian seseorang yang menghadapi persoalan 18 merasa dirinya tidak menanggung beban sendiri, tetapi masih ada orang lain yang memperhatikan, mau mendengar segala keluhannya, bersimpati, dan empati terhadap persoalan yang dihadapinya, bahkan mau membantu memecahkan masalah yang dihadapinya. 2. Dukungan informasional, yaitu keluarga berfungsi sebagai sebuah kolektor dan diseminatot (penyebar informasi).Bantuan informasi yang disediakan agar dapat digunakan oleh seseorang dalam menanggulangi persoalan-persoalan yang dihadapi, meliputi pemberian nasehat, pengarahan, ide-ide atau informasi lainnya yang dibutuhkan oleh informasi ini dapat disampaikan kepada orang lain ynag mungkin menghadapi persoalan yang sama tau hampir sama. 3. Dukungan instrumental, yaitu dukungan keluarga yang berupa barang dan jasa yang dapat membantu kegiatan individu.Bantuan bentuk ini bertujuan untuk mempermudah seseorang dalam melakukan aktifitasnya berkaitan dengan persoalan-persolan yang dihadapinya, atau menolong secara langsung kesulitan yang dihadapinya, atau menolong secara langsung kesulitan yang dihadapinya, misalnya dengan menyediakan peralatan lengkap dan memadai bagi penderita, menyediakan obat-obatan yang dibutuhkan dan lain-lain. 19 4. Dukungan penilaianyaitu dukungan keluarga terhadap individu sebagai bahan instropeksi diri dan motivasi agar berbuat baik dari sebelumnya. Keluarga bertindak sebagai sebuah umpan balik, membimbing dan menengahi pemecahan masalah sebagai sumber dan validator identitas keluarga.Penghargaan yang diberikan seseorang kepada pihak lain berdasarkan kondisi sebenanrnya dari penderita. Penilaian ini bisa positif dan negatif yang berpengaruhnya sangat berarti bagi seseorang. Berkaitan dengan dukungan sosial keluarga maka penilaian yang sangat membantu adalah penilaian positif 2.2.3 Menurut Friedman (Setiadi, 2008) membagi 5 tugas keluarga dalam bidang kesehatan yang harus dilakukan, yaitu: a. Mengenal masalah kesehatan setiap angggotanya. Perubahan sekecil apapun yang dialami anggota keluarga secara tidak langsung menjadi perhatian dan tanggung jawab keluarga, maka apabila menyadari adanya perubahan perlu segera dicatat kapan terjadinya, perubahan apa yang terjadi dan besar perubahannya. b. Mengambil keputusan untuk melakukan tindakan yang tepat bagi keluarga. Tugas ini merupakan upaya keluarga yang utama untuk mencari pertolongan yang tepat sesuai dengan keadaan keluarga, dengan pertimbangan siapa diantara keluarga yang mempunyai kemampuan memutuskan untuk 20 menentukan tindakan keluarga maka segera melakukan tindakan yang tepat agar masalah kesehatan dapat dikurangi. c. Memberikan keperawatan anngotanya yang sakit atau tidak dapat mebentu dirinya sendiri karena cacat atau usianya yang terlalu muda. d. Mempertahankan susana rumah yang menguntungkan kesehatan dan perkembangan kepribadian anggota keluarga. e. Mempertahankan hubungan timbal balik antara keluarga dan lembaga kesehatan (pemanfaatan fasilitas yang ada) 2.3 Harga Diri Rendah 2.3.3 Pengertian Harga Diri Rendah Harga diri rendah adalah perasaan tidak berharga dan rendah diri yang berkepanjangan akibat evaluasi yang negatif terhadap diri sendiri atau kemampuan diri, adanya perasaan hilang kepercayaan diri, merasa gagal karena tidak mampu mencapai keinginan sesuai ideal diri (Keliat, 1998). Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa harga diri rendah adalah perasaan seseorang yang menganggap dirinya rendah, tidak percaya diri, hilang harapan, tidak berguna dan tidak dapat menilai dirinya sendiri secara positif berdasarkan evaluasi dirinya yang diperoleh dari dirinya sendiri maupun orang lain. Individu dengan harga diri rendah adalah individu yang menutup diri 21 dengan lingkungannya, menyendiri, hanya mengetahui hal-hal yang negatif tentang dirinya sendiri dan individu yang tidak secara bebas mengapresiasikan dirinya di lingkungannya karena merasa lingkungan tidak menerima dirinya. 2.3.4 Klasifikasi Harga Diri Rendah Klasifikasi harga diri rendah dalam diagnosa keperawatan NANDA 2010 adalah: 1. Harga diri rendah situasional Harga diri rendah situasional adalah persepsi negatif tentang diri sendiri karena adanya situasi yang terjadi seperti, karena adanya trauma yang muncul secara tiba-tiba misalnya, harus dioperasi, kecelakaan, perkosaan atau dipenjara termasuk dirawat di rumah sakit bisa menyebabkan harga diri rendah karena penyakit fisik atau pemasangan alat bantu yang membuat lingkungan klien tidak nyaman, kegagalan yang dialami, perubahan peran sosial dan adanya penolakan dari lingkungan. Tanda dan gejala adalah merasa tidak mampu menghadapi suatu peristiwa, merasa bimbang, merasa tidak berguna, bicara lambat, dan perilaku tidak asertif (tidak mampu mengkomunikasikan keinginannya). 2. Harga diri rendah kronik Perasaan negatif tentang diri sendiri yang berlangsung lama. Individu dengan harga diri rendah kronik 22 sebelum sakit atau sebelum dirawat klien sudah memiliki pikiran negatif dan meningkat saat dirawat. Faktor pendukung peyebab harga diri rendah kronik yaitu tidak dapat beradaptasi dengan lingkungan, kurang kasih sayang, kurang mengambil bagian dalam suatu masyarakat, tidak dianggap di lingkungan, ketidaksesuaian perilaku dengan norma yang ada, tidak melakukan aturan norma spiritual, merasa tidak dihargai orang lain, gangguan psikiatrik, mengalami kegagalan yang berulang, berpikir negatif, adanya peristiwa yang mengakibatkan trauma. Tanda dan gejala adalah bergantung dengan orang lain, merasa tidak mampu mengahadapi suatu peristiwa, berpikir negatif yang berlebihan tentang diri sendiri, merasa bersalah, merasa malu, sering kurang berhasil dalam suatu kegiatan, tidak mau mencoba situasi baru, merasa ragu, kontak mata kurang, perilaku tidak asertif, mengkritik diri sendiri dan menolak hal positif yang ada pada dirinya (menolak diri sendiri) 2.3.5 Proses Terjadinya Harga Diri Rendah Menurut Peplau dan Sulivan (Yosep, 2007) harga diri berkaitan dengan pengalaman interpersonal, dalam tahap perkembangan dari bayi sampai lanjut usia. Anak yang sering dipersalahkan, diberi tekananyang mengakibatkan perasaan amannya tidak terpenuhi dan merasa ditolak oleh lingkungan. 23 Jjika koping yang digunakan tidak efektif akan menimbulkan harga diri rendah. Dalam pembentukan harga diri seseorang lingkungan memiliki peran yang besar karena seperti yang dikatakan oleh Kaplan (2002) bahwa lingkungan sosial akan mempengaruhi harga diri individu. Dengan interaksi dengan lingkungan sosial individu akan mendapat pengalaman sebagai hasil dari interaksi tersebut. Individu yang tidak diterima dengan baik dilingkungan akan mengakibatkan adanya perubahan sosial seperti perasaan dikucilkan, ditolak oleh lingkungan sosial, tidak dihargai yang dapat menimbulkan stres dan akan cenderung memiliki persaan ditolak oleh masyarakat. Dengan adanya penilaian yang negatif terhadap dirinya sendiri akan terjadi penolakan pada dirinya sendiri, merasa tidak berharga dan tidak dapat bertanggung jawab atas kehidupan sendiri (Yosep, 2007). Menurut penelitian Ruth Wadman dkk (2008) dalam penelitiannya mengatakan bahwa individu dengan harga diri rendah bisa terjadi karena sifat individu yang pemalu serta didukung dengan lingkungan sosial yang sangat buruk, dan interaksi terhadap lingkungan yang terbatas mengakibatkan sifat pemalu yang semakin bertahan. Individu yang pemalu juga akan sangat sulit untuk bersosialisasi dengan orang lain karena individu dengan pemalu memiliki kelemahan dalam melakukan 24 interaksi. Individuyang pemalu akan berinteraksi dengan lambat, tegang dan cemas. individu pemalu sebenarnya memiliki keinginan untuk melakukan interaksi dengan orang lain, tapi individu tersebut memiliki ketakutan dan jika hal ini berlanjut lama maka akan mengakibatkan individu semakin membatasi diri dalam bersosialisasi dan tertutup dengan orang lainyang mengakibatkan terjadinya harga diri rendah. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses terjadinya harga diri rendah yaitu faktor predisposisi dan faktor prepitasi. 1. Faktor predisposisi Faktor predisposisi terjadinya harga diri rendah diantaranya adanya penolakan orangtua yang tidak realistis, kegagalan berulang kali, kurang mempunyai tanggung jawab personal, ketergantungan pada orang lain, ideal diri yang tidak realistis. 2. Faktor presipitasi Faktor presipitasi terjadinya harga diri rendah diantaranya adanya kehilangan bagian tubuh, perubahan penampilan /bentuk tubuh, kegagalan atau produktivitas yang menurun. Faktor predisposisi dan presipitasi akan mempengaruhi seseorang dalam berpikir, bersikap, maupun bertindak, sehingga akan mempengaruhi pada koping individu tersebut yang pada akhirnya mekanisme koping individu menjadi tidak efektif. Koping individu tidak efektif yang muncul diantaranya mengurangi 25 kontak social dengan orang lain (menarik diri) atau pun perasaan marah terhadap dirinya maupun orang lain (perilaku kekerasan), sebagaimana disampaikan (Yosep, 2007) 26