PENERAPAN METODE INSIDE OUTSIDE CIRCLE PADA

advertisement
PENERAPAN METODE INSIDE OUTSIDE CIRCLE PADA
PEMBELAJARAN MATEMATIKA SISWA KELAS VII
SMP NEGERI 8 LUBUKLINGGAU
TAHUN PELAJARAN 2013/2014
Oleh : Novi Nurmalasari 1, Yulianti, M.Pd.2, Yetri Ningsih, M.Pd.3
ABSTRAK
Skripsi ini berjudul "Penerapan Metode Inside Outside Circle pada Pembelajaran
Matematika Siswa Kelas VII SMP Negeri 8 Lubuklinggau Tahun Pelajaran
2013/2014". Permasalahan dalam penelitian ini adalah "Apakah hasil belajar
matematika siswa kelas VII SMP Negeri 8 Lubuklinggau tahun pelajaran
2013/2014 setelah penerapan metode Inside Outside Circle secara signifikan
sudah tuntas?". Penelitian ini bertujuan untuk untuk mengetahui ketuntasan hasil
belajar matematika siswa kelas VII SMP Negeri 8 Lubuklinggau setelah
diterapkan metode Inside Outside Circle. Metode penelitian yang digunakan
dalam penelitian ini adalah eksperimen semu. Populasi pada penelitian ini adalah
seluruh siswa kelas VII SMP Negeri 8 Lubuklinggau tahun pelajaran 2013/2014
dengan sampel kelas VII.A yang diambil secara random sampling. Pengumpulan
data dilakukan dengan teknik tes yang terdiri dari tujuh soal. Data yang terkumpul
dianalisis menggunakan uji-t. Berdasarkan hasil analisis uji-t pada taraf signifikan
 = 0,05, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar matematika siswa kelas VII SMP
Negeri 8 Lubuklinggau tahun pelajaran 2013/2014 setelah penerapan metode
Inside Outside Circle secara signifikan sudah tuntas. Rata-rata nilai tes akhir
sebesar 79,97 dengan persentase jumlah siswa yang tuntas belajar sebesar 85%.
Kata kunci
1
:
Inside Outside Circle, matematika
Alumni STKIP-PGRI, 2 dan 3 Dosen Pembimbing
A. Pendahuluan
4Manusia
membutuhkan
pendidikan
dalam
kehidupannya,
karena
pendidikan merupakan usaha agar manusia dapat mengembangkan potensi dirinya
melalui proses pembelajaran atau cara lain yang dikenal dan diakui oleh
masyarakat. Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional (dalam Trianto, 2010:1) menyebutkan bahwa pendidikan nasional
berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.
Pendidikan bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang
demokratis serta bertanggung jawab.
Dalam hal ini, sekolah sebagai lembaga pendidikan menjembatani
masyarakat mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Sekolah berperan
membentuk sumber daya manusia yang berkualitas yakni mengaktualisasikan
semua potensi peserta didik menjadi kompetensi yang dapat digunakan dalam
mengembangkan dirinya menjadi manusia yang beriman, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, dan mandiri. Dengan demikian, pendidikan perlu terus
dipertahankan keberlangsungannya agar kualitas manusia yang diharapkan dapat
terwujud.
Salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah guna mewujudkan
pendidikan berkualitas adalah perbaikan kompetensi guru. Tidak bisa dipungkiri,
bahwa guru adalah sosok yang mempunyai andil besar dalam pembelajaran di
sekolah. Keterampilan guru dalam mengajar berpengaruh pada hasil sekolah yang
bersangkutan. Hal ini tentunya menjadi motivasi tersendiri bagi guru untuk dapat
mengembangkan kemampuan profesional secara berkelanjutan. Tentu bukan hal
mudah membangun insan cendekia dengan segala keistimewaan yang dimiliki
oleh peserta didik.
Berdasarkan uraian di atas, guru diharapkan dapat menyajikan pembelajaran
yang mudah dipahami dan bervariasi. Guru dituntut dapat memilih metode
pembelajaran yang sesuai dengan materi dan karakteristik peserta didik.
1
Alumni STKIP-PGRI, 2 dan 3 Dosen Pembimbing
Kemampuan anak dalam proses pembelajaran dapat memberikan hasil belajar
yang baik, salah satunya hasil belajar kognitif. Hasil belajar kognitif merupakan
hasil belajar yang diperoleh siswa dari pengetahuan yang berkaitan dengan
pemahaman terhadap materi pelajaran.
Seorang guru dapat menggunakan teknik penyajian yang menarik, sehingga
dapat meningkatkan motivasi dan keaktifan siswa dalam menguasai bahan
pelajaran dan tidak menimbulkan kebosanan dalam diri siswa, bahkan siswa akan
tertarik pada pelajaran yang diberikan khususnya pada pembelajaran matematika.
Hal ini dipertegas oleh pendapat Roestiyah (2008:1) yang menyatakan bahwa “Di
dalam proses belajar-mengajar, guru harus memiliki strategi, agar siswa dapat
belajar secara efektif dan efisien, mengena pada tujuan yang diharapkan. Salah
satu langkah untuk memiliki strategi itu ialah harus menguasai teknik-teknik
penyajian”. Dengan teknik-teknik penyajian yang berorientasi pada keaktifan
siswa diharapkan hasil belajar siswa dapat didapat secara optimal.
Berdasarkan hasil observasi yang peneliti lakukan di SMP Negeri 8
Lubuklinggau dengan melihat rekap nilai ulangan harian siswa, menunjukkan
bahwa nilai rata-rata hasil belajar siswa kelas VII pada mata pelajaran matematika
belum tuntas. Nilai rata-rata siswa adalah 47,23, sedangkan Kriteria Ketuntasan
Minimal (KKM) tahun 2013/2014 yang ditetapkan sekolah tersebut sebesar 70.
Dari 169 siswa, hanya 82 siswa (48,52%) yang dinyatakan tuntas, sedangkan 87
siswa lainnya (51,48%) dinyatakan belum tuntas. Hal ini disebabkan karena siswa
cenderung bersifat pasif dan tidak bersemangat mengikuti pembelajaran.
Menurut salah satu guru yang mengajar di SMP Negeri 8 Lubuklinggau
permasalahan masih belum tercapainya KKM yang ditetapkan ini pada umumnya
disebabkan karena siswa yang masih belum memahami dan mengerti tentang
materi yang diajarkan oleh guru. Umumnya siswa memilih diam dan menerima
apa adanya yang disampaikan oleh guru, pada saat guru mempersilahkan siswa
untuk bertanya, siswa memilih untuk diam, diam disini tidak bisa diartikan bahwa
siswa memahami dan mengerti akan materi yang disampaikan. Tetapi diam di sini
bisa diartikan bahwa siswa kurang memahami terhadap materi yang disampaikan
ataupun diam karena takut dan malu untuk bertanya. Sehingga interaksi yang
1
Alumni STKIP-PGRI, 2 dan 3 Dosen Pembimbing
terjadi di kelas hanya satu arah, dimana siswa hanya menerima apa yang
disampaikan oleh guru.
Upaya untuk mengatasi pemasalahan tersebut yaitu dengan melaksanakan
pembelajaran dengan menggunakan metode yang menarik dan tepat yang
menuntut keaktifan siswa untuk terlibat langsung dalam pembelajaran sehingga
penguasaan konsep matematika siswa akan lebih baik. Salah satu metode
pembelajaran yang dapat menciptakan kondisi aktif dan menyenangkan bagi siswa
adalah metode Inside Outside Circle. Menurut Suprijono (2010:97), “Metode
Inside Outside Circle adalah metode pembelajaran yang diawali dengan
pembentukan kelompok yang terdiri dari kelompok lingkaran dalam dan
kelompok lingkaran luar”. Metode Inside Outside Circle ini diharapkan dapat
meningkatkan keaktifan siswa dalam belajar. Keaktifan siswa dalam belajar ini
akan berorientasi pada peningkatan hasil belajar siswa.
Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti tertarik untuk mengadakan
penelitian dengan judul “Penerapan Metode Inside Outside Circle pada
Pembelajaran Matematika Siswa Kelas VII SMP Negeri 8 Lubuklinggau Tahun
Pelajaran 2013/2014”.
B. Landasan Teori
1. Hasil Belajar
Dimyati dan Mudjiono (2009:3) menyatakan bahwa ”Hasil belajar adalah
hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar”. Suprijono (2010:5)
menyatakan bahwa “Hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai,
pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan keterampilan”. Faktor-faktor
yang mempengaruhi hasil belajar menurut Baharudin dan Wahyuni (2008:19)
yaitu:
a. Faktor Internal
Faktor-faktor internal ini meliputi faktor fisiologis dan psikologis.
1) Faktor Fisiologis
Faktor fisiologis adalah faktor-faktor yang berhubungan dengan kondisi
fisik individu.
1
Alumni STKIP-PGRI, 2 dan 3 Dosen Pembimbing
2) Faktor Psikologis
Faktor psikologis adalah keadaan psikologis seseorang yang dapat
mempengaruhi proses belajar, antara lain: kecerdasan, motivasi, minat,
sikap, dan bakat.
b. Faktor Eksternal
Faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi hasil belajar dapat digolongkan
menjadi dua golongan, yaitu:
1) Lingkungan Sosial
Sekolah
:
Para guru, staf administrasi, dan teman-teman
sekelas.
Masyarakat:
Kondisi lingkungan masyarakat tempat tinggal
siswa.
Keluarga :
Ketegangan keluarga, sifat-sifat orangtua, letak
rumah, dan pengelolaan keluarga.
2) Lingkungan Non sosial
Faktor-faktor yang termasuk lingkungan nonsosial adalah:
a) Lingkungan alamiah, seperti kondisi udara dan sinar matahari.
b) Lingkungan instrumental berupa perangkat belajar.
c) Faktor materi pelajaran, yaitu guru harus menguasai materi
pelajaran dan berbagai metode mengajar yang dapat diterapkan
sesuai dengan kondisi siswa.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah
kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman
belajarnya. Hasil belajar yang dimaksud dalam penelitian ini adalah hasil belajar
aspek kognitif.
2. Pengertian Metode Inside Outside Circle
Menurut Djamarah (2010:408), “Metode
Inside Outside Circle adalah
pembelajaran yang memberikan kesempatan pada siswa agar saling berbagi
informasi pada saat yang bersamaan. Metode ini bisa digunakan dalam beberapa
mata pelajaran, seperti ilmu pengetahuan sosial, agama, matematika, dan bahasa”.
Menurut Suprijono (2010:97), “Metode Inside Outside Circle adalah metode
1
Alumni STKIP-PGRI, 2 dan 3 Dosen Pembimbing
pembelajaran yang diawali dengan pembentukan kelompok yang terdiri dari
kelompok lingkaran dalam dan kelompok lingkaran luar”.
Berdasarkan pendapat tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa metode Inside
Outside Circle adalah metode pembelajaran dimana siswa dibentuk menjadi
kelompok-kelompok yaitu kelompok dalam dan kelompok luar dimana masingmasing kelompok saling bertukar informasi mengenai materi pelajaran
Menurut Djamarah (2010:409), langkah-langkah metode Inside Outside
Circle adalah sebagai berikut:
a. Separuh kelas (atau seperempat jika jumlah siswa terlalu banyak) berdiri
membentuk lingkaran kecil. Mereka berdiri melingkar dan menghadap ke
luar.
b. Separuh kelas lainnya membentuk lingkaran di luar lingkaran yang
pertama. Dengan kata lain, mereka berdiri menghadap ke dalam dan
berpasangan dengan siswa yang berada di lingkaran dalam.
c. Dua siswa yang berpasangan dari lingkaran kecil dan lingkaran besar
berbagi informasi. Siswa yang berada di lingkaran kecil memulai.
Pertukaran informasi ini bisa dilakukan oleh semua pasangan dalam waktu
yang bersamaan.
d. Kemudian siswa yang berada di lingkaran kecil diam di tempat, sementara
siswa yang berada di lingkaran besar bergeser satu atau dua langkah searah
perputaran jarum jam. Dengan cara ini, masing-masing siswa mendapatkan
pasangan yang baru untuk berbagi.
e. Sekarang giliran siswa yang berada di lingkaran besar yang membagikan
informasi. Demikian seterusnya.
Menurut Taniredja (2011:112), langkah-langkah metode Inside Outside
Circle adalah sebagai berikut:
a. Separuh kelas berdiri membentuk lingkaran kecil dan menghadap ke luar.
b. Separuh kelas lainnya membentuk lingkaran di luar lingkaran pertama,
menghadap ke dalam.
c. Dua siswa yang berpasangan dari lingkaran kecil dan besar berbagi
informasi. Pertukaran informasi ini bisa dilakukan oleh semua pasangan
dalam waktu yang bersamaan.
d. Kemudian siswa berada di lingkaran kecil diam di tempat, sementara siswa
yang berada di lingkaran besar bergeser atau dua langkah searah jarum
jam.
e. Sekarang giliran siswa yang berada di lingkaran besar yang membagi
informasi.
f. Demikian seterusnya.
1
Alumni STKIP-PGRI, 2 dan 3 Dosen Pembimbing
Berdasarkan langkah-langkah pembelajaran metode Inside Outside Circle
menurut para ahli tersebut, maka peneliti dapat menentukan langkah-langkah
pembelajaran sebagai berikut:
a. Guru membentuk siswa menjadi dua kelompok dan berdiri membentuk
lingkaran kecil. Mereka berdiri melingkar dan menghadap ke luar.
b. Guru meminta separuh kelas lainnya membentuk lingkaran di luar lingkaran
yang pertama. Dengan kata lain, siswa berdiri menghadap ke dalam dan
berpasangan dengan siswa yang berada di lingkaran dalam.
c. Guru menjelaskan materi pelajaran.
d. Guru meminta siswa yang berpasangan dari lingkaran kecil dan lingkaran besar
berbagi informasi. Siswa yang berada di lingkaran kecil memulai. Pertukaran
informasi ini bisa dilakukan oleh semua pasangan dalam waktu yang
bersamaan.
e. Guru meminta siswa yang berada di lingkaran kecil diam di tempat, sementara
siswa yang berada di lingkaran besar bergeser satu atau dua langkah searah
perputaran jarum jam. Dengan cara ini, masing-masing siswa mendapatkan
pasangan yang baru untuk berbagi informasi mengenai materi yang dipelajari.
f. Guru menetapkan giliran siswa yang berada di lingkaran besar yang
membagikan informasi. Demikian seterusnya.
Menurut Taniredja (2011:112) ada beberapa kelebihan dan kelemahan dari
metode Inside Outside Circle yaitu: kelebihan penggunaan model Inside Outside
Circle ini adalah, siswa akan mudah mendapatkan informasi yang berbeda-beda
dan beragam dalam waktu bersamaan. Sedangkan kekurangan penerapan model
Inside Outside Circle adalah membutuhkan ruang kelas yang besar, terlalu lama
sehingga tidak konsentrasi dan disalah gunakan untuk bergurau, dan rumit untuk
dilakukan.
C. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah eksperimen dengan jenis
eksperimen semu dengan desain berbentuk pretest-postets group design. Yang
menjadi populasi dalam penelitian ini adalah adalah seluruh siswa kelas VII SMP
Negeri 8 Lubuklinggau tahun pelajaran 2013/2014 dan sebagai sampel kelas VII E sebagai
1
Alumni STKIP-PGRI, 2 dan 3 Dosen Pembimbing
kelas sampel yang diberi perlakuan model pembelajaran kooperatif tipe Inside
Outside Circle dan. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah teknik
tes. Tes dalam penelitian ini dilakukan dua kali yaitu sebelum (pre-test) dan
sesudah (post-test) materi diajarkan. Tes yang digunakan dalam penelitian ini
adalah soal berbentuk essay sebanyak 6 soal dengan materi menghitung luas dan
keliling bangun segi empat. Teknik analisis data dalam penelitian adalah uji-t,
karena data berdistribusi normal maka rumus yang digunakan adalah:

x  0
t =
s
(Sugiyono, 2009 : 96)
n
Keterangan :
S
:
Simpangan baku
x
:
Skor rata-rata
n
:
Jumlah sampel keseluruhan
0
:
Proporsi pada hipotesis (µ0 = 70)
Untuk membuktikan hipotesis di atas diperlukan hipotesis nol (H0) dan
hipotesis alternatif (Ha) sebagai berikut :
H0 : Rata-rata hasil belajar siswa setelah penerapan model pembelajaran
kooperatif tipe Inside Outside Circle kurang dari 70 (µ < 70)
Ha : Rata-rata hasil belajar siswa setelah penerapan model pembelajaran
kooperatif tipe Inside Outside Circle lebih dari atau sama dengan 70
(µ  70)
Kriteria pengujiannya adalah terima H0 jika t hitung < t tabel dan tolak H0 jika
t hitung > t tabel pada taraf signifikasi yaitu α = 0,05
D. Hasil Penelitian dan Pembahasan
1. Hasil Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada tanggal 28 April sampai dengan 31 Mei 2014
di kelas VII.E di SMP Negeri 8 Lubuklinggau. Pelaksanaannya dilakukan secara
langsung oleh peneliti dan sesuai dengan jadwal yang berlangsung di sekolah
tersebut. Metode pembelajaran yang digunakan adalah metode Inside Outside
Circle pada materi pokok segitiga dan segi empat.
1
Alumni STKIP-PGRI, 2 dan 3 Dosen Pembimbing
Sehari sebelum pertemuan pertama dilaksanakan, peneliti mengadakan
sosialisasi tentang pembelajaran dengan metode Inside Outside Circle. Sosialisasi
ini perlu dilaksanakan mengingat pembelajaran dengan metode Inside Outside
Circle ini belum pernah diterapkan sebelumnya. Peneliti juga menginformasikan
materi yang akan diajarkan dengan metode Inside Outside Circle ini yaitu materi
pokok segi tiga.
Jumlah pertemuan tatap muka yang dilakukan adalah lima kali pertemuan
dengan rincian satu kali pemberian tes awal, tiga kali proses pembelajaran dengan
metode Inside Outside Circle dan satu kali pemberian tes akhir. Selama tiga kali
proses pelaksanaan penelitian penelitipun merekapitulasi nilai tes dalam setiap
pertemuan. Hal ini dilakukan untuk melihat perkembangan nilai hasil belajar anak
selama penelitian.
a. Deskripsi Data Kemampuan Awal Siswa
Kemampuan awal siswa adalah kemampuan yang dimiliki siswa
sebelum mengikuti pembelajaran yang diberikan. Kemampuan awal tersebut
menggambarkan kesiapan siswa dalam menerima pembelajaran yang akan
disampaikan oleh guru. Pemberian tes awal digunakan untuk mengetahui
kemampuan awal siswa pada materi pokok segi tiga. Pemberian tes awal
(pretes) dilaksanakan pada hari Senin pada tanggal 12 Mei 2014 di kelas VII.E
yang diikuti 36 siswa.
Berdasarkan hasil perhitungan (Lampiran C), rekapitulasi data tes awal
dapat dilihat pada tabel 1:
Tabel 1
Rekapitulasi Data Tes Awal
Nilai
Nilai
Tertinggi
Terrendah
60,53
26,32
Tuntas
Tidak Tuntas
0 siswa (0%)
36 siswa (100%)
Rata-Rata
Nilai
41,89
Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa nilai rata-rata yang
diperoleh siswa sebesar 41,89 dengan nilai tertinggi yang diperoleh sebesar
60,53 dan nilai terrendah sebesar 26,32. Sedangkan siswa yang tuntas
sebanyal 0 siswa (0%) dan sebanyak 36 siswa (100%) tidak tuntas. Sehingga
1
Alumni STKIP-PGRI, 2 dan 3 Dosen Pembimbing
dapat dikatakan bahwa ketuntasan belajar siswa untuk tes awal sebesar 0%.
Jadi dapat disimpulkan bahwa secara deskriptif kemampuan awal siswa
sebelum penerapan metode Inside Outside Circle termasuk kategori belum
tuntas.
b. Deskripsi Data Kemampuan Akhir Siswa
Setelah kemampuan awal siswa diketahui, dilanjutkan kegiatan
pembelajaran dengan metode Inside Outside Circle. Kegiatan pembelajaran
dilaksanakan sebanyak tiga kali pertemuan dengan menerapkan metode Inside
Outside Circle pada materi segitiga. Pada akhir penelitian dilakukan tes akhir
untuk mengetahui kemampuan akhir siswa. Kemampuan akhir siswa adalah
kemampuan siswa dalam penguasaan materi pokok segi tiga pada kelas VII.E
di SMP 8 Lubuklinggau yang merupakan hasil belajar siswa setelah proses
pembelajaran. Tes kemampuan akhir (postest) dilaksanakan pada hari Senin,
26 Mei 2014 yang dikuti sebanyak 36 siswa.
Berdasarkan hasil perhitungan (Lampiran C), rekapitulasi data tes
akhir dapat dilihat pada table 2 :
Tabel 2
Rekapitulasi Data Tes Akhir
Nilai
Nilai
Tertinggi
Terrendah
94,74
60,53
Tuntas
Tidak Tuntas
31 siswa (85%) 5 siswa (15%)
Rata-Rata
Nilai
79,97
Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa rata-rata ( x ) nilai secara
keseluruhan sebesar 79,97 dengan nilai tertinggi sebesar 94,74 dan nilai
terrendah sebesar 60,53. Siswa yang tuntas untuk tes akhir sebanyak 31 siswa
(85%) dan sisanya sebanyak 5 siswa (15%) tidak tuntas. Jadi secara deskriptif
dapat dikatakan bahwa kemampuan akhir siswa setelah penerapan metode
Inside Outside Circle termasuk dalam kategori tuntas karena persentase
ketuntasan yang diperoleh siswa secara klasikal sebesar 85%.
Dari hasil analisis diperoleh bahwa rata-rata nilai pretes adalah 41,89
dan untuk rata-rata nilai postes adalah 79,97. Ini dapat dilihat bahwa terjadi
peningkatan rata-rata nilai dari pretes ke postes sebesar 38,08. Sedangkan
1
Alumni STKIP-PGRI, 2 dan 3 Dosen Pembimbing
persentase jumlah siswa yang tuntas pada pretes sebesar 0% dan pada postes
sebesar 85%. Untuk ketuntasan belajar inipun mengalami peningkatan sebesar
85,00%. Secara rinci peningkatan nilai rata-rata dan ketuntasan belajar
tersebut dapat dilihat pada grafik 4.1:
100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
94.74
79.97
60.53
60.53
pretes
41.89
26.31
postes
Nilai Rata-Rata
Pretes
Grafik 4.1
Peningkatan Nilai Rata-Rata Nilai dan Ketuntasan Belajar
B. Pembahasan Hasil Penelitian
Berdasarkan pada rumusan masalah yang dikemukakan dalam penelitian ini
yaitu apakah hasil belajar matematika siswa kelas VII SMP Negeri 8
Lubuklinggau tahun pelajaran 2013/2014 setelah penerapan metode Inside
Outside Circle secara signifikan sudah tuntas.
Setelah dilakukan perbandingan hasil tes awal dan tes akhir maka dapat
diketahui bahwa terdapat peningkatan hasil belajar. Pada tes awal nilai rata-rata
siswa ( x ) sebesar 41,89 dan setelah penerapan metode Inside Outside Circle ratarata hasil belajar siswa ( x ) meningkat menjadi 79,97. Peningkatan yang terjadi
sebesar 38,08. Jika dibandingkan dengan data tes awal, terdapat pula peningkatan
jumlah siswa yang tuntas. Jika pada tes awal ketuntasan siswa 0% setelah
penerapan siswa yang tuntas mencapai 85,00%. Jadi terdapat peningkatan
persentase jumlah siswa yang tuntas belajar sebesar 85,00%.
1
Alumni STKIP-PGRI, 2 dan 3 Dosen Pembimbing
Berdasarkan hasil analisis pengujian hipotesis diperoleh thitung > ttabel (6,516
> 1,697) dengan demikian hipotesis yang diajukan dapat diterima kebenarannya,
artinya hasil belajar siswa setelah penerapan metode Inside Outside Circle secara
signifikan sudah tuntas.
Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Heri
Setiawan (2012), dengan judul “Penerapan Metode Inside Outside Circle terhadap
Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas X SMA Negeri 8 Lubuklinggau”. Hasil
penelitiannya menyimpulkan bahwa setelah diterapkan model pembelajaran
Metode Inside Outside Circle hasil belajar matematika meningkat sebesar 54%
dari nilai rata-rata pretes sebesar 65,89 ke nilai rata-rata postes sebesar 85,30.
Hasil penelitian ini didukung oleh temuan peneliti di lapangan selama proses
belajar-mengajar menggunakan metode Inside Outside Circle siswa terlihat lebih
aktif, siswa cenderung siap mengikuti kegiatan pembelajaran dengan mempelajari
terlebih dahulu materi yang akan dibahas di kelas. Dengan metode Inside Outside
Circle ini kecenderungan guru menjelaskan materi hanya dengan ceramah dapat
dikurangi, sehingga siswa lebih bisa mengkontruksi pengetahuannya sendiri
sedangkan guru lebih banyak berfungsi sebagai fasilitator daripada pengajar.
Berbeda dengan pengajaran matematika menggunakan metode konvensional,
selama proses belajar-mengajar siswa terlihat kurang begitu aktif. Siswa hanya
mendengarkan secara teliti serta mencatat poin-poin penting yang dikemukakan
oleh guru. Hal ini mengakibatkan siswa pasif, karena siswa hanya menerima apa
yang disampaikan guru sehingga siswa mudah jenuh, kurang inisiatif dan
bergantung kepada guru.
Dalam pengajaran matematika menggunakan metode Inside Outside Circle
memungkinkan siswa dapat bekerja sama dengan temannya di mana siswa saling
bekerjasama dalam mempelajari materi yang dihadapi. Dalam pembelajaran ini
siswa dilatih untuk mempresentasikan kepada teman sekelas apa yang telah
mereka kerjakan. Dari sini siswa memperoleh informasi maupun pengetahuan
serta pemahaman yang berasal dari sesama teman dan guru. Perbedaan hasil
belajar yang muncul juga disebabkan karena siswa yang diberi pembelajaran
menggunakan metode Inside Outside Circle mempunyai pengalaman dalam
mempresentasikan pendapatnya dan hasil pekerjaannya kepada teman.
1
Alumni STKIP-PGRI, 2 dan 3 Dosen Pembimbing
Berdasarkan pengamatan menunjukkan bahwa model pembelajaran Inside
Outside Circle dapat meningkatkan hasil belajar dengan baik. Metode Inside
Outside Circle dapat dijadikan alternatif bagi guru dalam menyampaikan materi
pelajaran, membantu mengaktifkan kemampuan siswa untuk bersosialisasi dengan
siswa lain. Siswa terbiasa bekerja sama dan memanfaatkan waktu sebaik mungkin
untuk belajar, sehingga hal ini dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
Adapun kendala yang tampak dalam penelitian ini untuk pertemuan pertama
adalah siswa-siswa yang pasif. Tahap diskusi kelompok yang seharusnya
menyelesaikan soal dengan berpikir dan berdiskusi dengan pasangan satu bangku
tetapi siswa masih memanfaatkan kegiatan ini untuk berbicara di luar materi
pelajaran dan kurang berperan aktif dalam menemukan penyelesaian serta
menanyakan jawaban dari soal tersebut pada pasangan yang lain sehingga terjadi
keributan.
Pertemuan pertama dilaksanakan pada hari Jum’at, 16 Mei 2014. Kendala
yang terjadi pada pertemuan ini adalah ributnya siswa membentuk lingkaran atau
saat melaksanakan pembelajaran kelompok. Siswa merasa aneh kenapa harus
berbentuk lingkaran, sehingga mereka bingung mencari kelompok. Namun setelah
dijelaskan tentang metode Inside Outside Circle, siswa terlihat tertarik namun
masih belum mengerti cara pelaksanaannya. Sehingga pada pertemuan pertama ini
hanya 5 siswa dari 36 siswa yang menjawab. Keaktifan siswa masih kurang
karena siswa masih sibuk dengan aktivitas masing-masing. Untuk mengatasi
kendala dalam penerapan metode Inside Outside Circle, tersebut guru akan
berkeliling kelas dengan mengingatkan kembali tahap-tahap yang harus siswa
lalui.
Untuk pertemuan kedua yaitu pada hari Senin, 19 Mei 2014 dikarenakan
siswa telah mengenal pola pelaksanaan metode Inside Outside Circle maka pada
pertemuan kedua ini terlihat siswa telah mulai bisa mengikuti kegiatan. Siswa
terlihat aktif dan antusias dalam kelompok sehingga pada waktu sesi tanya jawab
banyak siswa yang bisa menjawab. Dari 36 siswa sebanyak 20 siswa mampu
merespon dengan cepat pertanyaan peneliti. Pada umumnya siswa telah
mengetahui pola penerapan model pembelajaran ini, sehingga pada pertemuan
1
Alumni STKIP-PGRI, 2 dan 3 Dosen Pembimbing
kedua ini siswa merasa asyik dan aktif saat diajak melakukan diskusi dan tanya
jawab.
Untuk pertemuan terakhir yaitu pada hari Jum’at, 21 Mei 2014 tidak ada
kendala yang berarti, dimana siswa terlihat antusias menunggu penerapan
pembelajaran ini. Mereka menganggap pembelajaran ini mampu memberikan
kesempatan pada mereka agar saling berbagi informasi pada saat yang bersamaan.
Sehingga saat diadakan sesi tanya jawab hampir 90% siswa akan angkat tangan
untuk mencoba menjawab.
Fenomena dan kendala yang tampak setiap pertemuan dapat diatasi oleh
peneliti dengan bantuan guru pamong. Setiap akhir pertemuan peneliti
mengadakan refleksi dengan guru pamong, sehingga tiap pertemuan mengalami
perbaikan pembelajaran dan hasil belajar siswapun meningkat seiring dengan
aktifnya siswa dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar
E. SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa
hasil belajar matematika siswa kelas VII SMP Negeri 8 Lubuklinggau tahun
pelajaran 2013/2014 setelah penerapan metode Inside Outside Circle secara
signifikan sudah tuntas. Rata-rata nilai tes akhir sebesar 79,97 dengan persentase
jumlah siswa yang tuntas belajar sebesar 85%. Hal ini didukung dengan hasil
analisis pengujian hipotesis diperoleh thitung (6,516) > ttabel (1,697) dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa hasil belajar matematika siswa kelas VII SMP
Negeri 8 Lubuklinggau tahun pelajaran 2013/2014 setelah penerapan metode
Inside Outside Circle secara signifikan sudah tuntas.
1
Alumni STKIP-PGRI, 2 dan 3 Dosen Pembimbing
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2006. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi
Aksara.
________. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka
Cipta
Baharudin dan Wahyuni. 2008. Teori Belajar dan Pembelajaran. Yogjakarta: ArRuzz Media.
Daryanto. 2008. Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Daryanto dan Rahardjo, Muljo. 2012. Model Pembelajaran Inovatif. Yogyakarta:
Gava Media.
Dimyati dan Mudjiono. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta
Djamarah, Saiful Bahri. 2010. Strategi Belajar dan Mengajar. Jakarta : Penerbit
Rineka Cipta.
Nurafni. 2012. Pengaruh Metode Inside Outside Circle terhadap Hasil Belajar
Matematika Siswa Kelas VIII SMP Negeri 2 Palembang. Palembang:
Universitas PGRI Lubuklinggau.
Roestyah. 2008. Metode dan Strategi Pembelajaran. Jogjakarta: CV. Karyono.
Sanjaya, Wina. 2011. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses
Pendidikan. Bandung: Tarsito.
Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta:
Rineka Cipta.
Sudjana. 2005. Metoda Statistika. Bandung: Tarsito.
Sudjana, Nana. 2004. Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Tarsito.
Sugiyono. 2009. Statisitka untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.
Suherman, E dan Sukjaya Y. 1990. Petunjuk Praktis untuk Melaksanakan
Evaluasi Pendidikan Matematika. Bandung : Wijaya Kusuma.
Suprijono, Agus. 2010. Cooperative Learning (Teori dan Aplikasi PAKEM).
Yogyakarta : Pustaka Relajar.
Susanti. 2009. Penerapan Metode Inside Outside Circle Terhadap Materi Pokok
Persamaan Linier Satu Variabel di Kelas VII SMP Negeri 31
Purwokarta. Palembang: Universitas PGRI Lubuklinggau.
Soejadi. 2000. Menjadi Guru Profesional Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan
Menyenangkan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Taniredja, dkk. 2011. Model-model Pembelajaran Inovatif. Bandung: Alfabeta.
Trianto. 2010. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta:
Kencana.
1
Alumni STKIP-PGRI, 2 dan 3 Dosen Pembimbing
Download