Analisis Faktor Penyebab Waktu Tunggu Lama di Pelayanan Instalasi Farmasi Rawat Jalan RSUD Blambangan Analysis of Factors Causing Long Waiting Times On The Installation Services Outpatient Pharmacy RSUD Blambangan ABSTRAK Instalasi Farmasi RSUD Blambangan merupakan revenue center bagi Rumah Sakit. Waktu tunggu pelayanan Apotek Rawat Jalan RSUD Blambangan belum sesuai SPM Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi, menentukan akar permasalahan dan menentukan alternatif solusi atas permasalahan waktu tunggu pelayanan Instalasi Farmasi. Metode untuk mengidentifikasi akar masalah digunakan analisis tulang ikan (fish bone ishikawa) dan dilakukan Focus Group Discussion. Untuk memprioritaskan akar masalah ini digunakan metode USG (Urgency, Serious, and Growth). Metode untuk alternatif solusi adalah Mc. Namara. Hasil penelitian menunjukan 3 akar masalah yaitu proses screening lama dan satu loket, jauhnya Poli Penyakit Dalam sebagai resep terbanyak, tempat penerimaan resep BPJS dan umum jadi satu loket. Solusi nilai total tertinggi adalah menambah tenaga screening dan loket antrian. Sebelum menambah tenaga screening dan loket antrian, waktu tunggu rata-rata obat jadi 70,81 menit, racikan 139,85 menit. Setelah solusi waktu tunggu rata-rata obat jadi 63,88 menit, racikan 108 menit. Hasil solusi waktu tunggu mengalami penurunan, obat jadi 7 menit, racikan 31 menit. Kata Kunci: Antrian, instalasi farmasi, loket antrian, screening, waktu tunggu. ABSTRACT Installation of Hospital Pharmacy Blambangan a revenue center for the hospital. The waiting time Outpatient Hospital Pharmacy services Blambangan not appropriate SPM Ministry of Health of the Republic of Indonesia. This study aims to identify, determine root causes and determine alternative solutions for problems waiting time pharmacy installation services. The method used to identify the root cause analysis of Fish Bone Ishikawa and conducted Focus Group Discussion. To prioritize the root of this problem used USG method (Urgency, Serious, and Growth). Methods for alternative solutions is Mc. Namara. The results showed that the 3 root problem of the screening process and a long counter, away Poly Medicine as the largest prescribing, administering body and a general acceptance of the recipe so the counter. The solution is to add the highest total value of screening personnel and counter queue. Before adding power screening and counter queue, the average waiting time of the drug finished 70.81 minutes, the drug mixing 139.85 minutes. After solution the waiting time average the drug finished 63.88 minutes, the drug mixing 108 minutes. The results of the solution decreased waiting time, finished the drug 7 minutes, the mixing 31 minutes. Keywords: Counter Queue,Pharmacy, Queue, Screening, Waiting Time. 1 PENDAHULUAN Rumah Sakit adalah bagian terintegrasi dari keseluruhan sistem pelayanan kesehatan yang dikembangkan melalui rencana pembangunan kesehatan (1). Pembangunan harus dilandasi dengan wawasan kesehatan artinya pembangunan nasional harus memperhatikan kesehatan masyarakat dan merupakan tanggung jawab semua pihak, baik pemerintah maupun masyarakat (2). RSUD Blambangan Banyuwangi merupakan Rumah Sakit milik Pemerintah Kabupaten Banyuwangi yang didirikan tahun 1930. Lokasi RSUD Blambangan sangat strategis, berada dipusat kota, Jalan Letkol Istiqlah Nomor 49 Banyuwangi Jawa Timur telp 0333-421118 Fax 0333-421072. RSUD Blambangan termasuk rumah sakit type C, Akreditasi Dasar Penuh (5 pelayanan). Luas areal lahan RSUD Blambangan 33.415 M2 dan luas bangunan 15.327,30 M2. RSUD Blambangan memberikan pelayanan rawat jalan dan juga pelayanan rawat inap. Pelayanan rawat jalan dilakukan di 18 klinik yang ada, lengkap dengan dokter spesialisnya, kecuali poli umum dan medical check up. Selain itu ditunjang dengan unit penunjang, antara lain unit Laboratorium, Radiologi, Rehabilitasi Medik, Hemodialisa, Endoscopy dan Instalasi Farmasi. Jumlah tempat tidur yang ada di Rumah Sakit adalah 176 tempat tidur dengan klasifikasi kelas diantaranya adalah kelas VIP 11 TT, kelas I 27 TT, kelas II 26 TT dan kelas III 112 TT.(3) RSUD Blambangan mempunyai visi: menjadi rumah sakit andalan dan pusat rujukan spesialistik di Kabupaten Banyuwangi, misi: (1). Menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang bermutu dan mengutamakan keselamatan pasien dengan tetap memperhatikan aspek sosial, (2). Meningkatkan kelengkapan sarana dan prasarana pelayanan Rumah Sakit , (3). Mengembangkan sistem administrasi, informasi manajemen yang efektif, efisien dan didukung oleh Sumber Daya Manusia yang profesional, (4). Mewujudkan kinerja keuangan yang sehat dan akuntabel. Motto: Pelayanan hari ini harus lebih baik dari hari kemarin, dan Janji Pelayanan adalah bertekat memberikan pelayanan yang berkualitas kepada masyarakat dengan ramah, senyum dan salam (RSS) serta didasari dengan rasa kasih sayang, ikhklas, santun dan sabar (KISS). (3, 4) RSUD Blambangan Banyuwangi pada tahun 2013 mempunyai data jumlah pasien rawat jalan 69.490, dengan rata rata 222 per hari, BOR (Bed Occupancy Rate) 73,04 %, BTO (Bed Turn Over) 59,22 kali, TOI (Turn Over Interval) 1,66 hari, ALOS (Average Length Of Stay) 4,37 hari, GDR (Gross Death Rate) 63,7 ‰, NDR (Net Death Rate) 36,2 ‰. BOR mengalami trend peningkatan tiap tahun. Tahun 2010 sudah mulai tercapai sesuai target yang ditentukan. Namun GDR dan NDR masih tinggi, hal ini sangat mempengaruhi mutu pelayanan rawat inap RSUD Blambangan.(4) Instalasi Farmasi RSUD Blambangan merupakan revenue center bagi Rumah Sakit. Pendapatan RSUD Blambangan sebagaian diperoleh dari instalasi farmasi. Sebagai satu revenue center, maka perlu peningkatan mutu pelayanan Instalasi Farmasi RSUD Blambangan.(3) Instalasi Farmasi RSUD Blambangan memiliki 4 unit pelayanan yaitu pertama Apotek Rawat Inap melayani resep rawat inap, kedua Apotek Rawat Jalan yang melayani resep poli klinik (rawat jalan), ketiga Apotek Gawat Darurat, serta keempat Apotek Kamar Operasi (OK) dan Hemodialisa (HD). Apotek Gawat Darurat melayani resep pasien IRD, jika Apotek Rawat Inap tutup, pelayanan melalui Apotek Gawat Darurat. Pelayanan Apotek Rawat Jalan pada hari Senin sampai dengan Kamis, dimulai pukul 07.00 WIB sampai dengan 16.00 WIB, hari Jumat dan Sabtu mulai pukul 07.00 WIB sampai dengan 14.00 WIB. Apotek Rawat Jalan melayani semua 2 resep rawat jalan dengan jumlah resep 200 - 300 lembar tiap hari. Jumlah tenaga Instalasi Farmasi per Agustus 2014 adalah 24 orang, yaitu 4 Apoteker, 3 D III Farmasi dan 17 Asisten Farmasi. Jumlah tenaga Apotek Rawat Jalan 8 orang Asisten Apoteker dan 6 non Asisten Apoteker. Jam dinas diatur sebagai berikut pukul 07.00 WIB adalah 2 orang Asisten Apoteker dan 1 non Asisten Apoteker, pukul 08.00 WIB adalah 4 orang non Asisten Apoteker, pukul 09.00 WIB adalah 6 orang Asisten Apoteker. Bila ada Asisten Apoteker yang libur/extra di Apotek 1 (Rawat Inap) atau Apotek 3 (Gawat Darurat) maka dinas pagi diganti oleh Asisten Apotek dari Apotek Rawat Jalan. Jumlah tenaga yang ada dijadwal diatas tidak bisa mengatasi kondisi peak hours. Data dari pelayanan farmasi, menyebutkan bahwa kondisi peak hours yaitu pada hari Senin sampai hari Kamis jam 10.00 WIB sampai dengan 13.00 WIB. Hal ini dikarenakan jadwal waktu pelayanan klinik rawat jalan mulai dilakukan pemeriksaan oleh dokter sepesialis. Harapan dari pelanggan atau pasien terhadap rumah sakit adalah untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang berkualitas dan handal. Pasien yang datang berobat ke rumah sakit menginginkan segera mendapatkan pelayanan tanpa harus menunggu dalam waktu yang lama. Hal ini bisa diwujudkan oleh rumah sakit, salah satunya adalah apabila SDM atau tenaga dengan jumlah memadai. Berdasarkan kunjungan rawat jalan dan jumlah resep yang masuk Apotek Rawat Jalan, Klinik Penyakit Dalam yang mempunyai kunjungan terbesar, diikuti Bedah Umum dan Poli Syaraf. Jumlah resep pasien BPJS sekitar 74 %, pasien umum 26 %. Jumlah rata rata resep peak hours jam 10.00 WIB sampai 13.00 WIB adalah 150 resep. Setiap resep yang diterima Apotek Rawat Jalan melalui alur pelayanan. Pelayanan resep Instalasi Rawat Jalan menggunakan sistem antrian atau loket hanya satu dan screening oleh satu orang. Computer yang digunakan hanya 2. Standar Pelayanan Minimal (SPM) pelayanan farmasi sesuai Depkes Republik Indonesia adalah waktu tunggu obat jadi ≤ 30 menit, obat racikan ≤ 60 menit, tidak adanya kejadian kesalahan pemberian obat 100 %, kepuasan pelangan ≥ 80 % dan penulisan resep sesuai formularium 100 %.(5) Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi waktu tunggu pelayanan, menentukan akar permasalahan kenapa waktu tunggu pelayanan resep lebih lama dari SPM, menentukan alternatif solusi atas permasalahan waktu tunggu pelayanan Instalasi Farmasi Rawat Jalan RSUD Blambangan. 3 METODE Berdasarkan hasil studi pendahuluan, ditemukan beberapa permasalahan yang saat ini dihadapi oleh RSUD Blambangan. Identifikasi masalah dilakukan melalui studi berbagai dokumen dan laporan tahunan RSUD Blambangan. Laporan tahunan dan dokumen tersebut kemudian dibandingkan dengan berbagai literatur dan pedoman atau standar pelayanan yang ditetapkan dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Gap antara kenyataan dan Standar Pelayanan Minimal merupakan masalah yang ada di RSUD Blambangan. Permasalahan pencapaian Standar Pelayanan Minimal (SPM) yang dikaji adalah waktu tunggu di Pelayanan Farmasi Rawat Jalan yang tidak sesuai dengan Standar Pelayanan Minimal. Untuk mengidentifikasi akar masalah waktu tunggu di Pelayanan Farmasi Rawat Jalan digunakan analisis tulang ikan (fish bone ishikawa) dan dilakukan Focus Group Discussion. Untuk memprioritaskan akar masalah ini digunakan metode USG (Urgency, Serious, and Growth). Identifikasi alternatif solusi adalah mengidentifikasi semua kemungkinan solusi yang dapat dilakukan pada tiap level akar masalah, dengan tujuan untuk menghilangkan, mengendalikan dan mendeteksi permasalahan. Metode untuk menemukan alternatif solusi yang akan dipakai adalah Mc. Namara. Setelah kita mengembangkan alternatif solusi, langkah selanjutnya adalah menganalisis setiap alternatif yang ada untuk menentukan alternatif mana yang akan kita pilih. Pemilihan alternatif terbaik dilakukan dalam rangka memilih alternatif yang paling menguntungkan bagi organisasi. Alternatif yang memberikan manfaat paling besar tentunya mendapat skor tinggi untuk dipilih. Aspek kedua adalah efektivitas. Alternatif solusi dikatakan efektif apabila mampu menyelesaikan masalah dan memberikan nilai tambah bagi organisasi. Aspek ketiga adalah kemudahan pelaksanaan. Apakah mungkin alternatif solusi yang kita ajukan dapat dilaksanakan atau tidak. Aspek berikutnya adalah biaya. Alternatif solusi yang biayanya rendah mempunyai skor tinggi. Dengan mempertimbangkan berbagai faktor tersebut, kita akan dapat menentukan alternatif solusi mana yang terbaik bagi organisasi. 4 HASIL Hari Rabu tanggal 10 September 2014 jam 11.00 WIB menentukan akar masalah waktu tunggu antrian di Apotek Rawat Jalan. Beberapa akar masalah yang ditemukan adalah: (1). Tenaga asisten apoteker kurang, (2). Tenaga asisten apoteker masih sebagai cadangan untuk farmasi satu dan tiga, (3). Tidak semua petugas apotek paham administrasi, (4). Tempat penerimaan resep BPJS dan umum jadi satu loket, (5). Ketersediaan obat tidak lancar, (6). Computer ada dua, (7). Proses screening lama dan satu loket, (8). Prasarana tempat penerimaan obat kurang, (9). Peresepan elektronik belum berjalan, (10). SIM lemot dan program belum lengkap, (11). Tempat duduk tunggu BPJS dan umum sama, (12). Jauhnya Poli Penyakit Dalam sebagai resep terbanyak, (13). Ruang tunggu pasien kurang nyaman dan kurang luas, (14). Resep poli datang bersamaan (Gambar 1 Fish Bone Ishikawa). 5 Man Environment Tenaga Asisten Apoteker kurang Jauhnya Poli Penyakit Dalam sebagai resep terbanyak Tenaga Asisten Apoteker masih sebagai Tempat duduk tunggu BPJS dan umum sama cadangan untuk Farmasi satu dan tiga Ruang tunggu pasien kurang nyaman dan kurang luas Tidak semua petugas apotik paham administrasi SIM lemot dan program belum lengkap Waktu Tunggu Pelayanan Farmasi Lama Computer ada dua Proses screening lama dan satu Perencanaan dan ketersediaan obat belum memadai Tempat Penerimaan Resep BPJS dan Umum jadi satu loket Resep poli datang bersamaan Loket Antrian ada 2 Peresepan elektronik belum berjalan Ketersediaan obat tidak lancar Prasarana tempat penerimaan resep obat kurang Belum dibedakan loket antrian BPJS dan umun. Metode Material Gambar 3.2 Diagram fishbone Ishikawa. Gambar 1. Diagram Fish Bone Ishikawa. 6 Setelah ditemukan beberapa akar masalah, dibatasi 3 akar masalah mengunakan metode USG (Urgency, Serious, and Growth) yaitu: (1). Proses screening lama dan satu loket, (2). Jauhnya Poli Penyakit Dalam sebagai resep terbanyak, (3). Tempat penerimaan resep BPJS dan umum jadi satu loket (Tabel 1). Tabel 1. Prioritas Akar Masalah. No. Akar Masalah U S G Total Rangking 1. Tenaga Asisten Apoteker kurang. 2 2 1 4 XIV 2. Tenaga Asisten Apoteker masih sebagai cadangan untuk farmasi 1 dan 3. 3 2 1 6 XIII 3. Tidak semua petugas apotek paham administrasi. 2 2 2 8 XI 4. Tempat penerimaan resep BPJS dan umum jadi satu loket . 5 5 3 75 III 5. Ketersediaan obat tidak lancar. 2 2 3 12 X 6 Computer ada dua. 3 2 2 12 IX 7. Proses screening lama dan satu loket. 5 5 4 100 I 8 Prasarana tempat penerimaan obat kurang. 3 4 4 48 V 9 Peresepan elektronik belum berjalan. 2 2 2 8 XII 10 SIM lemot dan program belum lengkap. 3 3 3 27 VII 11 Tempat duduk tunggu BPJS dan umum sama. 2 3 3 18 VIII 12 Jauhnya Poli Penyakit Dalam sebagai resep terbanyak. 5 4 4 80 II 13 Ruang tunggu pasien kurang nyaman dan kurang luas. 4 3 3 36 VI 14 Resep poli datang bersamaan. 4 4 4 64 IV Sumber : Hasil FGD 10 September 2014 Penyelesaian masalah adalah suatu kegiatan mencari dan menghilangkan akar masalah. Bukan gejala masalah yang diselesaikan, tetapi akar masalahnya yang diatasi, agar tidak berulang kembali. Metode untuk menemukan alternatif solusi yang akan dipakai adalah Mc. Namara. Hasil FGD pada tangal 10 September 2014 menghasilkan beberapa solusi yaitu: (1). Membedakan loket umum dan BPJS, (2). Menambah tenaga screening dan loket antrian, (3). Menambah computer, (4). Memfokuskan tenaga khusus farmasi rawat jalan (5). Sistem peresepan elektronik, 7 (6). Membuka pelayanan obat di Poli Penyakit Dalam (Tabel 2). Setiap alternatif solusi di skor antara 1-5 dari masing-masing anggota FGD, kemudian ditotal. Total skor yang tertinggi merupakan pilihan alternatif solusi. Tabel 2. Alternatif Solusi Mc.Namara. No Alternatif Solusi Efektifitas 1. Membedakan loket umum dan BPJS 4 2. Menambah tenaga screening dan loket antrian 3. Efisiensi Kemudahan Total Keterangan 4 4 64 II 5 5 5 125 I Menambah computer 2 1 3 6 V 4. Memfokuskan tenaga khusus Farmasi Rawat Jalan 3 3 3 27 IV 5. Sistem Peresepan Elektronik 1 2 1 2 VI 6. Membuka pelayanan obat di Poli Penyakit Dalam 5 4 3 60 III (biaya) Total: Sumber: Hasil FGD 10 september 2014 Skor 1: sangat tidak efektif/ sangat tidak murah/ sangat tidak mudah/ sangat tidak mampu. Skor 2: tidak efektif/ tidak murah/ tidak mudah/ tidak mampu. Skor 3: cukup efektif/ cukup murah/ cukup mudah/ cukup mampu. Skor 4: efektif/ murah/ mudah/ mampu. Skor 5: sangat efektif/ sangat murah/ sangat mudah/ sangat mampu. Alternatif solusi yang mempunyai nilai total tinggi adalah menambah tenaga screening dan loket antrian. Pola antrian dapat dipecah dan memperpendek waktu screening dan memperpendek waktu tunggu antrian di Pelayanan Farmasi Rawat Jalan. . Solusi yang mempunyai nilai total tertinggi adalah menambah tenaga screening dan loket antrian. Solusi pertama ini akan segera dilaksanakan oleh Apotek Rawat Jalan, untuk mengurangi waktu tunggu pelayanan resep Apotek Rawat Jalan. Sebelum solusi dilaksanakan, jumlah tenaga screening dan loket masih satu. Tanggal 17 September 2014 dilakukan pengamatan waktu tunggu pelayanan resep Apotek Rawat Jalan. 8 Waktu pengamatan pada saat peak hours, hasil pengamatan waktu tunggu pelayanan resep ratarata obat racikan 139,85 menit, obat jadi 70,81 menit. Waktu tunggu ini belum memenuhi target yang ditetapkan. Sesuai dengan rencana, tanggal 2 Oktober 2014 melaksanakan solusi menambah tenaga screening dan loket antrian menjadi dua. Pada hari tersebut dilakukan pengamatan waktu tunggu pelayanan resep Apotek Rawat Jalan. Waktu pengamatan pada saat peak hours, hasil pengamatan waktu tunggu pelayanan resep sesudah solusi rata-rata obat racikan 108 menit, obat jadi 63,88 menit . Sebelum menambah tenaga screening dan loket antrian, waktu tunggu rata-rata obat jadi 70,81 menit, racikan 139,85 menit. Setelah melaksanakan solusi waktu tunggu rata-rata obat jadi 63,88 menit, racikan 108 menit. Hasil solusi waktu tunggu mengalami penurunan, obat jadi 7 menit, racikan 31 menit. Penurunan waktu tersebut tunggu belum memenuhi target yang ditetapkan Departemen Kesehatan Republik Indonesia yaitu obat jadi ≤ 30 menit dan racikan ≤ 60 menit. Hari Rabu tanggal 8 Oktober 2014 dilaksanakan FGD (supervisi 2) untuk mengevaluasi hasil solusi menambah 2 tenaga screening dan loket antrian. Hasil FGD menunjukan penurunan belum sesuai SPM Instalasi Farmasi yang ditetapkan Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Untuk mengatasi waktu tunggu lama tersebut, pihak Manajemen akan melaksanakan solusi lain yaitu: (1). Membedakan loket umum dan BPJS, (2). Membuka pelayanan obat di Poli Penyakit Dalam, (3). Memfokuskan tenaga khusus Farmasi Rawat Jalan, (4). Menambah computer, (5). Sistem Peresepan Elektronik. Pelaksanaan semua solusi direncanakan bulan November 2014, kecuali Peresepan Elektronik tahun 2015. Dengan harapan segera terpenuhi waktu tunggu pelayanan resep, sesuai SPM Instalasi Farmasi Rawat Jalan Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 9 DISKUSI Instalasi Farmasi RSUD Blambangan merupakan revenue center bagi Rumah Sakit. Pendapatan RSUD Blambangan sebagaian diperoleh dari instalasi farmasi. Sebagai satu revenue center, maka perlu peningkatan mutu pelayanan Instalasi Farmasi RSUD Blambangan (3). Instalasi Farmasi RSUD Blambangan memiliki 4 unit pelayanan yaitu pertama Apotek Rawat Inap, kedua Apotek Rawat Jalan, ketiga Apotek Gawat Darurat, serta keempat Apotek Kamar Operasi (OK) dan Hemodialisa (HD). Waktu tunggu pelayanan Apotek Rawat Jalan RSUD Blambangan belum sesuai SPM Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Waktu tunggu pelayanan resep sesuai Standar Pelayanan Minimal adalah resep obat jadi ≤ 30 menit, obat racik ≤ 60 menit (6). Jumlah tenaga Instalasi Farmasi per Agustus 2014 adalah 24 orang, yaitu 4 Apoteker, 3 D III Farmasi dan 17 Asisten Farmasi. Jumlah tenaga Apotek Rawat Jalan 8 orang Asisten Apoteker dan 6 non Asisten Apoteker. Berdasarkan Departemen Kesehatan Republik Indonesia di Rumah Sakit satu Apoteker untuk 30 tempat tidur. Menurut penelitian Syukraa (2012) kebutuhan Asisten Apoteker dengan jumlah resep 700 adalah 34 Asisten Apoteker. Metode perhitungan tenaga Instalasi Farmasi Rawat Jalan Rumah Sakit mengunakan metode WISN (WorkLoad Indicators of Staffing Needs).Berdasarkan penelitian ini Jumlah tenaga Apotek Rawat Jalan kurang 4 orang Asisten Apoteker. Beberapa akar masalah waktu tunggu lama di Pelayanan Instalasi Rawat Jalan yang ditemukan adalah: (1). Tenaga asisten apoteker kurang, (2). Tenaga asisten apoteker masih sebagai cadangan untuk farmasi satu dan tiga, (3). Tidak semua petugas apotek paham administrasi, (4). Tempat penerimaan resep BPJS dan umum jadi satu loket, (5). Ketersediaan obat tidak lancar, (6). Computer ada dua, (7). Proses screening lama dan satu loket, (8). Prasarana tempat penerimaan obat kurang, (9). Peresepan elektronik belum berjalan, (10). SIM lemot dan program belum lengkap, (11). Tempat duduk tunggu BPJS dan umum sama, (12). Jauhnya Poli Penyakit Dalam sebagai resep terbanyak, (13). Ruang tunggu pasien kurang nyaman dan kurang luas, (14). Resep poli datang bersamaan. Setelah ditemukan beberapa akar masalah, dibatasi 3 akar masalah mengunakan metode USG (Urgency, Serious, and Growth) yaitu: (1). Proses screening lama dan satu loket, (2). Jauhnya Poli Penyakit Dalam sebagai resep terbanyak, (3). Tempat penerimaan resep BPJS dan umum jadi satu loket. Berdasarkan metode tapisan Mc. Namara, menghasilkan beberapa solusi yaitu: (1). Menambah tenaga screening dan loket antrian, (2). Membedakan loket umum dan BPJS, (3). Membuka pelayanan obat di Poli Penyakit Dalam, (4). Memfokuskan tenaga khusus Farmasi Rawat Jalan, (5). Menambah computer, (6). Sistem Peresepan Elektronik. Solusi yang mempunyai nilai total tertinggi adalah menambah tenaga screening dan loket antrian. 10 Penelitian Susilowati (2002) Pengembangan Model Sistem Antrian Resep pada Farmasi Rawat Jalan Rumah Sakit Haji Jakarta. Umumnya sistem antrian menganut prinsip yang datang duluan akan dilayani terlebih dahulu (first come, first served) (7). Menurut Rahajeng Windaresti (2009) proses administrasi, faktor status pasien Jamkesmas , jumlah loket, faktor jenis resep racikan dan jadi, sangat mempengaruhi waktu tunggu (8). Sebelum menambah tenaga screening dan loket antrian, waktu tunggu rata-rata obat jadi 70,81 menit, racikan 139,85 menit. Setelah melaksanakan solusi, waktu tunggu rata-rata obat jadi 63,88 menit, obat racikan 108 menit. Hasil solusi waktu tunggu mengalami penurunan, obat jadi 7 menit, racikan 31 menit. Penurunan waktu tunggu belum memenuhi target yang ditetapkan Departemen Kesehatan Republik Indonesia yaitu obat jadi ≤ 30 menit dan obat racikan ≤ 60 menit. Untuk mengatasi waktu tunggu lama tersebut, pihak Manajemen RSUD Blambangan akan melaksanakan solusi lain yaitu: (1). Membedakan loket umum dan BPJS, (2). Membuka pelayanan obat di Poli Penyakit Dalam, (3). Memfokuskan tenaga khusus Farmasi Rawat Jalan, (4). Menambah computer, (5). Sistem Peresepan Elektronik. Pelaksanaan semua solusi direncanakan bulan November 2014, kecuali Peresepan Elektronik tahun 2015. Penelitian yang dilakukan Putu Kusmunarini dan Bhaskara menunjukan keunggulan resep elektronik lebih mengutungkan dibandingkan resep manual dan mengurangi waktu tunggu pelayanan Instalasi Farmasi Rumah Sakit (9). Berdasarkan hasil FGD, Standar Pelayanan Minimal Instalasi Farmasi Departemen Kesehatan Republik Indonesia dan Analisis Kebutuhan Tenaga menggunakan Metode WISN, ada beberapa saran untuk mengatasi Waktu Tunggu Lama di Pelayanan Instalasi Farmasi Rawat Jalan RSUD Blambangan sebagai berikut: 1. Jadwal pelayanan Dokter Spesialis Rawat Jalan lebih awal, sehingga tidak terjadi penumpukan resep karena pelayanan yang bersamaan. 2. Menindaklanjuti hasil FGD pihak Manajemen dan Instalasi Farmasi RSUD Blambangan akan segera melakasanakan solusi lain bulan November 2014 yaitu: Membedakan loket umum dan BPJS. Membuka pelayanan obat di Poli Penyakit Dalam. Memfokuskan tenaga khusus Farmasi Rawat Jalan. Menambah computer. 11 3. Melakukan sistem komputerisasi tahun 2015 untuk pencatatan hasil pemeriksaan dokter (medical record) dan terapi yang diberikan (resep), yang bisa online langsung ke Unit Farmasi Rawat Jalan. 4. Meningkatkan kerjasama dan koordinasi dengan dokter terutama dokter spesialis untuk memberikan obat sesuai dengan Standar Formularium yang berlaku di RSUD Blambangan, sehingga mengurangi waktu untuk konfirmasi resep. 5. Menambah tenaga Asisten Apoteker sebanyak 4 orang yang sesuai beban kerja yang ada. DAFTAR PUSTAKA 1. Adikoesoemo. Manajemen Rumah Sakit. Pt Pustaka Sinar Harapan; 2012. 2. Undang Undang RI. Tentang Kesehatan. 2009. 3. Hidayat T. Profil RSUD Blambangan Kabupaten Banyuwangi 2013. 4. Hidayat T. Laporan Tahunan Rumah Sakit Umum Daerah Blambangan Kabupaten Banyuwangi Tahun 2013. Banyuwangi; 2014. 5. Kurnianingsih A. Pengembangan Pelayanan Farmasi Klinik RSUD Blambangan Pemerintah Kabupaten Banyuwangi. Banyuwangi; 2014. 6. Febriawati H. Manajemen Logistik Farmasi Rumah Sakit. Yogyakarta: Gosyen Publishing; 2013. 7. Kemenkes. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1197/MENKES/SK/X/2004. 2004. 8. Syukraa. Analisis Kebutuhan Tenaga Berdasarkan Beban Kerja dengan Teknik Work Sampling Mengunakan Metode WISN Di Unit Farmasi Rawat Jalan Krakatau Medika Hospital Cilegon. 2012. 9. Susilowati. Pengembangan Model Sistem Antrian Resep pada Farmasi Rawat Jalan Rumah Sakit Haji Jakarta. Jakarta: Universitas Indonesia; 2002. 12 10. Windaresti R. Intervensi Antrian Resep Pasien Rawat Jalan Terhadap Waktu Tunggu Pelayanan Instalasi Farmasi RSUD Blambangan Banyuwangi. Banyuwangi: Universitas Brawijaya Malang; 2009. 11. Putu Kusmunarini, Bhaskara ID. Penerimaan Dokter Dan Waktu Tunggu pada Peresepan Elektronik Dibandingkan Peresepan Manual. Manajemen Kesehatan Nasional. 2011; 14:133-138. 1. Koesoemo A. MANAJEMEN RUMAH SAKIT: PT PUSTAKA SINAR HARAPAN; 2012. 2. Undang Undang RI. Tentang Kesehatan2009. 3. Hidayat T. PROFIL RSUD BLAMBANGAN KABUPATEN BANYUWANGI 2013. 4. Hidayat T. LAPORAN TAHUNAN RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BLAMBANGAN KABUPATEN BANYUWANGI TAHUN 2013. Banyuwangi2014. 5. Febriawati H. MANAJEMEN LOGISTIK FARMASI RUMAH SAKIT. Yogyakarta: Gosyen Publishing; 2013. 6. KEMENKES. KEPUTUSAN MENTER! KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1197/MENKES/SK/X/2004. 2004. 7. Susilowati. Pengembangan Model Sistem Antrian Resep pada Farmasi Rawat Jalan Rumah Sakit Haji Jakarta. Jakarta: Universitas Indonesia; 2002. 8. Windaresti R. INTERVENSI ANTRIAN RESEP PASIEN RAWAT JALAN TERHADAP WAKTU TUNGGU PELAYANAN INSTALASI FARMASI RSUD BLAMBANGAN BANYUWANGI. BANYUWANGI: UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG; 2009. 9. Putu Kusmunarini, bhaskara ID. PENERIMAAN DOKTER DAN WAKTU TUNGGU PADA PERESEPAN ELEKTRONIK DIBANDINGKAN PERESEPAN MANUAL. MANAJEMEN KESEHATAN NASIONAL. 2011;14:133-8. 1. Koesoemo A. MANAJEMEN RUMAH SAKIT: PT PUSTAKA SINAR HARAPAN; 2012. 2. Undang Undang RI. Tentang Kesehatan2009. 3. Hidayat T. PROFIL RSUD BLAMBANGAN KABUPATEN BANYUWANGI 2013. 13 4. Hidayat T. LAPORAN TAHUNAN RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BLAMBANGAN KABUPATEN BANYUWANGI TAHUN 2013. Banyuwangi2014. 5. Febriawati H. MANAJEMEN LOGISTIK FARMASI RUMAH SAKIT. Yogyakarta: Gosyen Publishing; 2013. 6. KEMENKES. KEPUTUSAN MENTER! KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1197/MENKES/SK/X/2004. 2004. 7. Susilowati. Pengembangan Model Sistem Antrian Resep pada Farmasi Rawat Jalan Rumah Sakit Haji Jakarta. Jakarta: Universitas Indonesia; 2002. 8. Windaresti R. INTERVENSI ANTRIAN RESEP PASIEN RAWAT JALAN TERHADAP WAKTU TUNGGU PELAYANAN INSTALASI FARMASI RSUD BLAMBANGAN BANYUWANGI. BANYUWANGI: UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG; 2009. 1. Koesoemo A. MANAJEMEN RUMAH SAKIT: PT PUSTAKA SINAR HARAPAN; 2012. 2. Undang Undang RI. Tentang Kesehatan2009. 3. Hidayat T. PROFIL RSUD BLAMBANGAN KABUPATEN BANYUWANGI 2013. 4. Hidayat T. LAPORAN TAHUNAN RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BLAMBANGAN KABUPATEN BANYUWANGI TAHUN 2013. Banyuwangi2014. 5. Febriawati H. MANAJEMEN LOGISTIK FARMASI RUMAH SAKIT. Yogyakarta: Gosyen Publishing; 2013. 6. KEMENKES. KEPUTUSAN MENTER! KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1197/MENKES/SK/X/2004. 2004. 7. Susilowati. Pengembangan Model Sistem Antrian Resep pada Farmasi Rawat Jalan Rumah Sakit Haji Jakarta. Jakarta: Universitas Indonesia; 2002. 1. Koesoemo A. MANAJEMEN RUMAH SAKIT: PT PUSTAKA SINAR HARAPAN; 2012. 2. Undang Undang RI. Tentang Kesehatan2009. 3. Hidayat T. PROFIL RSUD BLAMBANGAN KABUPATEN BANYUWANGI 2013. 4. Hidayat T. LAPORAN TAHUNAN RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BLAMBANGAN KABUPATEN BANYUWANGI TAHUN 2013. Banyuwangi2014. 5. Febriawati H. MANAJEMEN LOGISTIK FARMASI RUMAH SAKIT. Yogyakarta: Gosyen Publishing; 2013. 6. KEMENKES. KEPUTUSAN MENTER! KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1197/MENKES/SK/X/2004. 2004. 14 1. Koesoemo A. MANAJEMEN RUMAH SAKIT: PT PUSTAKA SINAR HARAPAN; 2012. 2. Undang Undang RI. Tentang Kesehatan2009. 3. Hidayat T. PROFIL RSUD BLAMBANGAN KABUPATEN BANYUWANGI 2013. 4. Hidayat T. LAPORAN TAHUNAN RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BLAMBANGAN KABUPATEN BANYUWANGI TAHUN 2013. Banyuwangi2014. 5. Febriawati H. MANAJEMEN LOGISTIK FARMASI RUMAH SAKIT. Yogyakarta: Gosyen Publishing; 2013. 15