BAB I REKOMBINASI DNA Teknologi DNA rekombinan Teknik DNA rekombinan adalah rekayasa genetika untuk menghasilkan sifat baru dengan cara merekombinasikan gen tertentu dengan DNA genom. Teknik DNA rekombinan merupakan kumpulan bertujuan untuk merekombinasi gen dalam tabung reaksi. Teknik DNA rekombinan meliputi isolasi DNA, teknik memotong DNA, teknik menggbung DNA dan teknik untuk memasukan DNA ke dalam sel hidup. Teknologi DNA rekombinan atau sering disebut juga rekayasa genetika ini adalah suatu ilmu yang mempelajari pembentukan kombinasi materi genetik yang baru dengan cara penyisipan molekul DNA ke dalam suatu vektor sehingga memungkinkannya terjadinya integrasi dan mengalami perbanyakan dalam suatu sel organisme lain yang berperan sebagai sel inang. Manfaat rekayasa genetika ini diantaranya adalah dimungkinkannya melakukan isolasi dan mempelajari fungsi masing-masing gen dan mekanisme kontrolnya. Selain itu, rekayasa genetika juga memungkinkan diperolehnya suatu produk dengan sifat tertentu dalam waktu lebih cepat dan jumlah lebih besar daripada produksi secara konvensional. Sejak jaman dahulu, nenek moyang kita telah mengetahui adanya keanekaragaman makhluk hidup. Keanekaragaman makhluk hidup ini memungkinkan manusia untuk memilih jenis makhluk hidup yang dikehendakinya. Salah satu upaya nenek moyang kita dalam memilih jenis makhluk hidup yang unggul adalah dengan breeding atau mengawinkan beberapa spesies unggul untuk didapatkan keturunan yang unggul pula dan memiliki sifat dari kedua induknya. Dengan semakin berkembangnya ilmu genetika dan ditemukannya gen, maka manusia pun memiliki alternatif lain yang lebih efektif yaitu melalui teknik rekayasa genetika (Genetic Engineering) dengan cara melakukan perubahan langsung pada DNA. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan DNA rekombinan. Teknik DNA rekombinan adalah suatu teknik di dalam rekayasa genetika untuk menghasilkan sifat baru dengan cara merekombinasikan gen tertentu dengan DNA genom. Teknik DNA rekombinan merupakan kumpulan teknik untuk merekombinasi gen dalam tabung reaksi. Teknik itu diantaranya isolasi DNA, teknik memotong DNA, teknik menggbung DNA dan teknik untuk memasukan DNA ke dalam sel hidup. Setelah DNA rekombinan terbentuk maka dilakukan proses transformasi ke host cell kemudian dilkakukan proses inkubasi sel bakteri tersebut. Setelah dilakukan inkubasi maka sel bakteri dapat diuji kehadiran DNA rekombinannya yaitu melalui uji antibiotik, uji medium seleksi dan seleksi putih biru. Setelah didapatkan bakteri dengan DNA rekombinan maka dilakukan purifikasi untuk mengisolasi gen yang direplikasi. Secara klasik analisis molekuler protein dan materi lainnya dari kebanyakan organisme ternyata sangat tidak mudah untuk dilakukan karena adanya kesulitan untuk memurnikannya dalam jumlah besar. Namun, sejak tahun 1970-an berkembang suatu teknologi yang dapat diterapkan sebagai pendekatan dalam mengatasi masalah tersebut melalui isolasi dan manipulasi terhadap gen yang bertanggung jawab atas ekspresi protein tertentu atau pembentukan suatu produk. Teknologi yang dikenal sebagai teknologi DNA rekombinan, atau dengan istilah yang lebih populer rekayasa genetika, ini melibatkan upaya perbanyakan gen tertentu di dalam suatu sel yang bukan sel alaminya sehingga sering pula dikatakan sebagai kloning gen. Banyak definisi telah diberikan untuk mendeskripsikan pengertian teknologi DNA rekombinan. Salah satu di antaranya, yang mungkin paling representatif, menyebutkan bahwa teknologi DNA rekombinan adalah pembentukan kombinasi materi genetik yang baru dengan cara penyisipan molekul DNA ke dalam suatu vektor sehingga memungkinkannya untuk terintegrasi dan mengalami perbanyakan di dalam suatu sel organisme lain yang berperan sebagai sel inang. Teknologi DNA rekombinan mempunyai dua segi manfaat. Pertama, dengan mengisolasi dan mempelajari masing-masing gen akan diperoleh pengetahuan tentang fungsi dan mekanisme kontrolnya. Kedua, teknologi ini memungkinkan diperolehnya produk gen tertentu dalam waktu lebih cepat dan jumlah lebih besar daripada produksi secara konvensional. Pada dasarnya upaya untuk mendapatkan suatu produk yang diinginkan melalui teknologi DNA rekombinan melibatkan beberapa tahapan tertentu. Tahapan-tahapan tersebut adalah isolasi DNA genomik atau kromosom yang akan diklon, pemotongan molekul DNA menjadi sejumlah fragmen dengan berbagai ukuran, isolasi DNA vektor, penyisipan fragmen DNA ke dalam vektor untuk menghasilkan molekul DNA rekombinan, transformasi sel inang menggunakan molekul DNA rekombinan, reisolasi molekul DNA rekombinan dari sel inang, dan analisis DNA rekombinan. Dasar teknologi DNA rekombinan Bakteri memiliki mekanisme seksual yang telah dibuktikan pada tahun 1946. Konsekwensi dari mekanisme seksual adalah: 1. Menyebabkan terbentuknya kombinasi gen-gen yang berasal dari dua sel yang berbeda 2. Terjadi pertukaran DNA atau gen dari satu sel ke sel yang lain. Mekanisme seksual ini tidak bersifat reproduktif atau tidak menghasilkan keturunan Gambar 1. Hasil Penelitian Lederberg dan Tatum Transfer DNA atau perpindahan DNA atau perpindahan DNA ke dalam bakteri dapat melalui tiga cara, yaitu konjugasi, transformasi, dan transduksi. DNA yang masuk ke dalam sel bakteri selanjutnya dapat berintegrasi dengan DNA atau kromosom bakteri sehingga terbentuk kromosom rekombinan. Konjugasi merupakan perpindahan DNA dari satu sel (sel donor) ke dalam sel bakteri lainnya (sel resepien) melalui kontak fisik antara kedua sel. Sel donor memasukkan sebagian DNA-nya ke dalam sel resepien. Transfer DNA ini melalui pili seks yang dimiliki oleh sel donor. Sel resepien tidak memiliki pili seks. DNA dari sel resepie berpindah ke sel resipien secara replikatif sehingga setelah proses ini selesai, sel jantan tidak kehilangan DNA. Ke dua sel tidak mengalami peningkatan jumlah sel dan tidak dihasilkan sel anak. Oleh karena itu, proses konjugasi disebut juga sebagai proses atau mekanisme seksual yang tidak reproduktif. Gambar 2. Proses konjugasi Gambar 3. Proses konjugasi yang menyebabkan resistensi pada plasmid Transformasi merupakan pengambilan DNA oleh bakteri dari lingkungan di sekelilingnya. DNA yang berada di sekitar bakteri (DNA asing) dapat berupa potongan DNA atau fragmen DNA yang berasal dari sel bakteri yang lain atau organisme yang lain. Masuknya DNA dari lingkungan ke dalam sel bakteri ini dapat terjadi secara alami. Pada tahun 1928 ditemukan strain bakteri yang tidak virulen dapat berubah sifatnya menjadi virulen disebabkan adanya strain yang tidak virulen dicampur dengan sel-sel bakteri strain virulen yang telah dimatikan. Tahun 1944 ditemukan bahwa perubahan sifat atau transformasi dari bakteri yang tidak virulen menjadi virulen disebabkan oleh adanya DNA dari sel bakteri strain virulen yang masuk ke dalam bakteri strain yang tidak virulen. Gambar 4. Proses transformasi Gambar 5. Proses transformasi pada sel bakteri Transduksi adalah cara pemindahan DNA dari satu sel ke dalam sel lainnya melalui perantaraan bakteriofage. Beberapa jenis virus berkembang biak di dalam sel bakteri. Virus-virus yang inangnya adalah bakteri sering disebut bakteriofag atau fage. Ketika virus menginfeksi bakteri, fage memasukkan DNA-nya ke dalam sel bakteri. DNA tersebut kemudian akan bereplikasi di dalam sel bakteri atau berintegrasi dengan kromosom baketri. DNA fage yang dikemas ketika membentuk partikel fage baru akan membawa sebagian DNA bakteri yang menjadi inangnya. Selanjutnya jika fage tersebut menginfeksi bakteri yang lain, maka fage akan memasukkan DNAnya yang sebagian mengandung DNA sel inang sebelumnya. Jadi, secara alami fage memindahkan DNA dari satu sle bakteri ke bakteri yang lain. Gambar 6. Proses transduksi pada sel bakteri Perangkat teknologi DNA rekombinan Adapun perangkat yang digunakan dalam teknik DNA rekombinan diantaranya enzim restriksi untuk memotong DNA, enzim ligase untuk menyambung DNA dan vektor untuk menyambung dan mengklonkan gen di dalam sel hidup, transposon sebagai alat untuk melakukan mutagenesis dan untuk menyisipkan penanda, pustaka genom untuk menyimpan gen atau fragmen DNA yang telah diklonkan, enzim transkripsi balik untuk membuat DNA berdasarkan RNA, pelacak DNA atau RNA untuk mendeteksi gen atau fragmen DNA yang diinginkan atau untuk mendeteksi klon yang benar. Vektor yang sering digunakan diantarnya plasmid, kosmid dan bakteriofag. Gambar 7. Plasmid bakteri sebagai vektor Enzim restriksi digunakan untuk memotong DNA. Enzim restriksi mengenal dan memotong DNA pada sekuens spesifik yang panjangnya empat sampai enam pasang basa. Enzim tersebut dikenal dengan nama enzim endonuklease restriksi. Berikut ini adalah macam-macam enzim endonuklease restriksi. Tabel 1. Enzim restriksi yang sering digunakan pada proses rekombinasi DNA Enzyme Source Recognition Sequence Cut EcoRI Escherichia coli 5'GAATTC 3'CTTAAG 5'---G AATTC---3' 3'---CTTAA G---5' EcoRII Escherichia coli 5'CCWGG 3'GGWCC 5'--- CCWGG---3' 3'---GGWCC ---5' BamHI Bacillus amyloliquefaciens 5'GGATCC 3'CCTAGG 5'---G GATCC--3' 3'---CCTAG G--5' HindIII Haemophilus influenzae 5'AAGCTT 3'TTCGAA 5'---A AGCTT---3' 3'---TTCGA A---5' TaqI Thermus aquaticus 5'TCGA 3'AGCT 5'---T CGA---3' 3'---AGC T---5' 5'---GC GGCCGC--3' 3'---CGCCGG CG--5' NotI Nocardia otitidis 5'GCGGCCGC 3'CGCCGGCG HinfI Haemophilus influenzae 5'GANTCA 3'CTNAGT 5'---G ANTC---3' 3'---CTNA G---5' Sau3A Staphylococcus aureus 3'CTAG 5'GATC 5'--- GATC---3' 3'---CTAG ---5' PovII* Proteus vulgaris 5'CAGCTG 3'GTCGAC 5'---CAG CTG---3' 3'---GTC GAC---5' SmaI* Serratia marcescens 5'CCCGGG 3'GGGCCC 5'---CCC GGG---3' 3'---GGG CCC---5' HaeIII* Haemophilus aegyptius 5'GGCC 3'CCGG 5'---GG CC---3' 3'---CC GG---5' HgaI[33] Haemophilus gallinarum 5'GACGC 3'CTGCG 5'---NN NN---3' 3'---NN NN---5' AluI* Arthrobacter luteus 5'AGCT 3'TCGA 5'---AG CT---3' 3'---TC GA---5' 5'GATATC 3'CTATAG 5'---GAT ATC---3' 3'---CTA TAG---5' EcoP15I Escherichia coli 5'CAGCAGN25NN 3'GTCGTCN25NN 5'--CAGCAGN25NN --3' 3'---GTCGTCN25 NN---5' KpnI[34] Klebsiella pneumoniae 3'CCATGG 5'GGTACC 5'---GGTAC C---3' 3'---C CATGG---5' PstI[34] Providencia stuartii 5'CTGCAG 3'GACGTC 5'---CTGCA G---3' 3'---G ACGTC---5' SacI[34] Streptomyces achromogenes 5'GAGCTC 3'CTCGAG 5'---GAGCT C---3' 3'---C TCGAG---5' SalI[34] Streptomyces albus 5'GTCGAC 3'CAGCTG 5'---G TCGAC---3' 3'---CAGCT G---5' ScaI[34] Streptomyces caespitosus 5'AGTACT 3'TCATGA 5'---AGT ACT---3' 3'---TCA TGA---5' EcoRV* Escherichia coli SpeI Sphaerotilus natans 5'ACTAGT 3'TGATCA 5'---A CTAGT---3' 3'---TGATC A---5' SphI[34] Streptomyces phaeochromogenes 5'GCATGC 3'CGTACG 5'---G CATGC---3' 3'---CGTAC G---5' StuI[35][36] Streptomyces tubercidicus 5'AGGCCT 3'TCCGGA 5'---AGG CCT---3' 3'---TCC GGA---5' XbaI[34] Xanthomonas badrii 3'AGATCT 5'TCTAGA 5'---T CTAGA---3' 3'---AGATC T---5' Ada beberapa bagian terpenting yang selalu digunakan dalam rekayasa genetika.Yang pertama adalah enzim seluler dan yang kedua adalah vektor. Hal tersebut akan dibahas sebagai berikut: Enzim seluler Enzim yang dipakai oleh orang-orang bioteknologi dalam memanipulasi DNA diantaranya adalah enzim Endonuklease, yaitu enzim yang mengenali batas-batas sekuen nukleotida spesifik dan berfungsi dalam proses restriction atau pemotongan bahan-bahan genetik. Penggunaan enzim ini yang paling umum antara lain pada sekuen palindromik. Enzim ini dibentuk dari bakteri yang dibuat sedemikian rupa sehingga dapat menahan penyusupan DNA, seperti genom bacteriophage.Ada juga DNA polimerisasi, yaitu enzim yang biasa dipakai untuk meng-copy DNA. Enzim ini mengsintesis DNA dari sel induknya dan membentuk DNA yang sama persis ke sel induk barunya. Enzim ini juga bisa didapatkan dari berbagai jenis organisme, yang tidak mengherankan, karena semua organisme pasti harus meng-copy DNA mereka. Selain DNA polimerisasi, ada juga enzim RNA polimerisasi yang berfungsi untuk ’membaca’ sekuen DNA dan mengsintesis molekul RNA komplementer. Seperti halnya DNA polimerisasi, RNA polimerisasi juga banyak ditemukan di banyak organisme karena semua organisme harus ’merekam’ gennya.Selanjutnya yang akan dibahas adalah enzim DNA ligase. Enzim DNA ligase merupakan suatu enzim yang berfungsi untuk menyambungkan suatu bahan genetik dengan bahan genetik yang lain. Contohnya saja, enzim DNA ligase ini dapat bergabung dengan DNA (atau RNA) dan membentuk ikatan phosphodiester baru antara DNA (atau RNA) yang satu dengan lainnya.Kemudian, ada pula enzim reverse transcriptases yang berfungsi membentuk blue-print dari molekul RNA membentuk cDNA (DNA komplementer). Enzim ini dibuat dari virus RNA yang mengubah genom RNA virus menjadi DNA ketika virus menginfeksi inangnya. Enzim ini biasa dipakai ketika bertemu dengan gen eukariotik yang biasanya terpisah-pisah menjadi potongan kecil dan dipisahkan oleh introns dalam kromosom. Vektor natural Sebagai salah satu cara untuk memanipulasi DNA di luar sel, para ilmuwan dalam bioteknologi harus bisa membuat suatu tempat yang keadaannya stabil dan cocok dengan tempat DNA yang dimanipulasi. Sekali lagi, alam telah memberikan solusi dari masalah ini. Vektor disini bisa diartikan sebagai alat yang membawa DNA ke dalam sel induk barunya. Agar suatu metode dalam rekayasa genetika dianggap berhasil, di dalam vektor, DNA hasil rekombinan seharusnya benar-benar hanya dibawa setelah sebelumnya DNA rekombinan digabungkan dengan DNA vektor melalui enzim ligase. Namun di dalam vektor, DNA rekombinan tidak termutasi lagi membentuk DNA dengan sifat baru. Contoh dari vektor natural dari alam adalah plasmid dan virus atau bacteriophage. Manfaat teknologi rekombinan DNA Aplikasi teknik DNA rekombinan dalam bioteknologi diantaranya adalah produksi vaksin, insulin, antibodi dan sebagainya. Misalkan saja insulin yang digunakan untuk mengatasi diabetes diproduksi dengan menggunakan teknik DNA rekombinan. Gen insulin yang berasal dari sapi kemudian ditentukan urutan DNA-nya setelah itu direkombinasikan di dalam suatu vektor misal plasmid kemudian dimasukan dalam sel bakteri. Selanjutnya bakteri ini mengalami transformasi dan bisa menghasilkan insulin. Ini adalah salah satu contoh aplikasi teknik DNA rekombinan dalam bioteknologi. Beberapa produk DNA rekombinan yang digunakan dalam terapi manusia, diantaranya : Insulin untuk penderita diabetes Faktor VIII untuk laki-laki menderita hemofilia a Faktor IX untuk hemofilia b Hormon pertumbuhan manusia (hgh) Erythropoietin (epo) untuk mengobati anemia Beberapa jenis interferon Beberapa interleukin Granulocyte-macrophage colony-stimulating factor (gm-csf) untuk menstimulasi sumsum tulang setelah transplantasi sumsum tulang Granulocyte koloni-stimulating factor (g-csf) untuk merangsang neutrofil produksi, misalnya, setelah kemoterapi dan untuk memobilisasi sel induk hematopoietik dari sumsum tulang ke dalam darah. Aktivator plasminogen jaringan (tpa) untuk melarutkan gumpalan darah Adenosin deaminase (ada) untuk mengobati beberapa bentuk severe combined immunodeficiency (scid) Hormon paratiroid Beberapa antibodi monoklonal Antigen permukaan hepatitis B untuk vaksinasi terhadap virus hepatitis B C1 inhibitor (c1inh) digunakan untuk mengobati edema angioneurotic turun-temurun. Gambar 8. Pembuatan Tanaman Transgenik dengan teknik rekombinasi DNA Rekombinasi terjadi akibat adanya perubahan susunan basa nitrogen dan sifat yang dibawa oleh suatu individu, berbeda dari sifat parentalnya. Rekombinan terjadi secara alami, baik melalui induksi, transformasi, konjugasi, maupun akibat dari adanya suatu crossing over saat meiosis. Rekombinasi DNA dapat terjadi baik secara alami maupun buatan oleh manusia. Rekombinasi terjadi sebagai suatu bentuk untuk bertahan dan beradaptasi terhadap perubahan yang terjadi. Pada tahun 1962 berhasil diisolasi genom bakteriofage dari plasmid sel bakteri. Genom bakteriofag ini menyebabkan terjadinya rekombinasi DNA bakteri. Rekombinasi DNA bakteri terjadi melalui 3 mekanisme yang berbeda, yaitu adanya transduksi, transformasi, dan konjugasi. Berikut merupaan meknisme terjadinya rekombinasi pada bakteri. Gambar 9. Bakteriofag mengakibatkan terjadinya rekombinasi pada bakteri melalui mekanisme transduksi Gambar 10. Rekombinasi yang terjadi diakibatkan oleh induksi materi genetik dari bakteriofage Transduksi merupakan suatu bentuk rekombinasi yang disebabkan adanya induksi dari bakteriofage. DNA virus menempel pada plasmid bakteri ketika bakteriofag menginfeksi bakteri. Bakteriofag memiliki suatu mekanisme tersebdiri untuk membuka pita DNA bakteri. Bakteriofag memiliki enzim yang mirip dengan DNA polimmerase I dan helikase sehingga pita DNA membuka dan DNA bakteri dapat disisipi dengan DNA bakteriofag. DNA akan mengalami ligasi yang dibantu oleh enzim ligase. Bakteriofag meyisipkan DNAnya secaran langsung ke dalam DNA atau plasmid bakteri dengan tyujuan agar semua kinerja dan protein yang dihasilkan oleh sel bakteri dapat dikontrol secara langsung untuk membentuk dan merakit bakteriofag. DNA atau plasmid dari bakteri akan dipotongmenggunakan enzim restriksi endonuklease sehingga menjadi potongan kecil dan digunakan untuk membentuk materi genetik bakteriofag. Ketika perakitan bakteiofag selesai, bakteriofag akan keluar dari bkteri dan sel bankteri akan mengalami lisis. Materi genetik yang terdapat dalam kapsid bakteriofag terdir dari materi genetik bakteri dan bakteriofag. Ketika bakteriofag menginfeksi bakteri lainnya. Akan terjadi penyisipan materi genetik dari bakteriofag ke dalam materi genetik bakteri. Transduksi ini menyebabkan terjadinya rekombinasi DNA yang terjadi karena vektor dari bakteriofag atau virus dan menyebabkan bakteri memiliki gen yang berasal dari bakteri lainnya. Gambar 11. Transformasi DNA bakteri Gambar 12. Percobaan tentang transformasi Transformasi DNA telah lama diketahui. Percobaan tentang transformasi pertamakali dilakukan oleh Griffith. Percobaan ini mrnggunakan bakteri strain S dan strain R. bakteri strain S merupakan bakteri virulen yang dapat mengakibatkan kematian pada hewan coba. Bakteri strain R merupakan bakteri nonvirulen yang tidak mengakibatkan kematian pada hewan coba yang diinjeksi dengan bakteri ini. Percobaan ini dilakukan dengan membunuh bakteri strain S dengan merebusnya, dan kemudian diinjeksikan pada mencit. Mencit yang diinjeksi dengan bakteri strain S yang telah dibunuh tersebut tidak mati dan tidak mengalami suatu kelainan. Kemudian, bakteri strain S yang telah direbus tersebut dicampurkan dengan bakteri strai R yng masih hiidup dan diinjeksikan ke mencit. Mencit tersebut mati. Berdasarkan hasil percobaan tersebut, memunculkan suatu pertanyaan besar, mengapa mencit yang diinjeksi dengan mencampurkan bakteri stain S yang telah dibunuh dengan cara dipanaskan dan bakteri strain R mati, padahal bakteri strain R bersifat nonvirulen. Berdasarkan percobaan tersebut diketahui bahwa terjadi rekombinasi DNA. Rekombinasi tersebut diakibatkan adanya trasnformasi. Sel yang terpapar oleh meteri genetik akan dengan mudah mengambil materi genetiok tersebut dari lingkungannya. Materi genetik yang berasal dari lingkungan akan berikatan dengan materi genetik dari sel yang mengakibatkan sel memiliki suatu sifat yang berbeda dari sifat sebelumnya. Penambahan materi genetik ini mempengaruhi eksprtesi gen dan protein yang dibentu oleh sel. Trnasformasi sangat lazim terjadi. Pene;iti yang bekerja dengan DNA maupun RNA dari makhluk lainnya harus berhati-hati karena materi genetik tersebut dapat dengan mudah masuk ke dalam sel dan menempel pada materi genetik yang terdapat dalam sel. Gambar 13. Konjugasi Konjugasi merupakan suatu cara alami untuk mentrasfer materi genetik antar bakteri. Ketika suatu bakteri telah kehabisan energi untuk melakukan pembelahan. Konjugasi sep[erti gambar 5 dilakukan oleh 2 jenis bakteri yang berbeda. Bakteri 1 memiliki plasmid yang mengandung faktor R sehingga resistan terhadap antibiotik. Sedangkan bakteri 2 memiliki plasmid tetapi tidak memiliki faktor R sehingga peka terhadap antibiotik. Konjugasi merupakan peristiwa pengiriman atau membagi materi genetik yang dilakukan dengan menggunakan Sex filli. Plasmid mengalami replikasi dan ditrnasfer menuju vakteri lainnya melalui sex filli. Setelah selesai, bakteri 2 akan memiliki gen yang mengandung faktor R sehingga bersifat resisten terhadap antibiotik. Terdapat beberapa uji yang dilakukan untuk mengetahui terjadinya rekombinan atu tidak. Analisis yang sering dilakukan adalah dengan elektroforesis dan PCR. Gambar 14. Metode elektroforesis Elektroforesis gel memisahkan makromolekul berdasarkan laju perpindahan melewati gel dengan dipengaruhi oleh medan listrik. Pada asam nukleat, laju perpindahan molekul berbanding terbalik dengan ukuran molekulnya. Semakin besar molekul, maka semakin lambat laju perpindahannya dan jarak yang mampu ditempuh akan semakin pendek. Elektroforesis ini bisa digunakan untuk menentukan basa nitrogen yang menyusun DNA dan dapaty digunakan untuk membuat DNA sequencing. Gambar 15. Metode PCR PCR dilakukan untuk menentukan susunan nitrogen yang menyusun DNA. PCR dilakukan dengan mengisolasi DNA dari organisme dan dirunning untuk menentukan basa nitrogen yang menysunnya dengan menggunakan computer. Metode yng digunakan dalam PCR meliputi denaturasi, anneling, dan expanding. Gambar 16. Transformasi gen diperantarai plasmid Cara pembuatan insulin secara Rekombinan a. Ekstraksi mRNA dari sample pankreas manusia. Gunakan pelarut untuk melepaskan protein tanpa mempengaruhi DNA /RNA Sebagian mRNA manusia mempunyai ekor yang terdiri dari basa adenin yang berpasangan dengan timin dan sitosin dengan guanin. b. Hal ini mendesak mRNA untuk bergeser ke arah bead (affinity chromatography). Sebagian besar DNA dan non-mRNA tidak dapat melekat pada bead dan keduanya terpisah dari mRNA c. Plasmid disisipkan ke bakteri secara transformasi sehingga banyak salinan plasmid yang akan dibuat.biasanya setiap bakteri memilki satu plasmid. Khususnya Escherichia coli, bakteri usus sebagai ’pekerja’. Bakteri rekombinan yang baru memiliki gen yang baru. DNA mengkode sebuah protein yang menginstruksi bakteri untuk membuat mRNA baru yang membuat protein baru. Tujuannya untuk menciptakan bakteri yang menghasilkan insulin bagi manusia. d. Karena sejumlah mRNA telah diekstraksi, maka terdapat gen aktif pankreas. Untuk menemukan bakteri rekombinan spesifik dengan insulin sebagai target spesifik, kita membutuhkan ‘peta’ . Pada proses ini, perlu dibedakan baik sekuen insulin DNA ataupun protein insulin. Sel yang dapat mengekspresikan insulin dengan benar diidentifikasi. Kemudian dapat berkembang dalam jumlah banyak dalam media yang dibuat dalam asam amino, vitamin dan gula.sehingga insulin dalam jumlah banyak dapat diproduksi dengan cepat (bakteri menggandakan diri setiap 40 menit). Pecahkan sel, kemudian murnikan insulin dari protein bakteri dengan kromatografi. e. Kemas insulin murni, lalu simpan di vial atau injeksi. Rekombinasi membutuhkan enzim spesifik Proses identifikasi dan memahami enzim-enzim tersebut ditunjukan oleh E. coli. Enzim rekombinasi penting dikode oleh gen recA, B, C, dan D dan oleh gen ruvC. Gen rec B, C, dan D mengkode enzim RecBCD yang dapat menginisiasi rekombinan dengan melepaskan DNA. Protein RecA mempromosikan semua tahapan sentral pada proses: pemasangan dua DNA, formasi Holliday intermediate, dan cabang imigrasi seperti yang dijelaskan berikut. Nukleus tersebut sering disebut resolvases; resolvase E. coli merupakan protein RuvC. Enzim RecBCD berikatan dengan DNA linear pada salah satu ujung dan menggunakan energi ATP untuk berpindah sepanjang helix, melepaskan DNA didepan dan melepaskannya kembali dibelakang. Pelepasan kembali lebih lambat dari pelepasan sehingga gelembung strand tunggal segera terbentuk dan membesar. Strand tunggal dalam gelembung segera dipotong saat enzim bertemu susunan tertentu yang disebut chi ((5’)GCTGGTGG(3’). Ada sekitar 1000 dari sususan tersebut pada genom E. coli, dan berpengaruh meningkatkan frekuensi rekombinasi pada daerah dimana rekombinasi itu terjadi. Susunan yang meningkatkan frekuensi rekombinasi diidentifikasi pada beberapa organisme. Protein RecA tidak biasa telibat dalam metabolism DNA karena bentuk aktif enzim ini merupakan perintah, filament helix yang memasang secara kooperatif pada DNA dan mampu melibatkan monomer RecA. Formasi filament ini secara normal terjadi pada DNA strand tunggal seperti yang diproduksi oleh enzim RecBCD. Filamen juga akan terbentuk pada DNA duplex dengan gap strand tunggal, dimana monomer RecA berikataan pertama kali dengan DNA strand tunggal dalam gap dan kemudian kumpulan filament menyelimuti dupleks tetangganya. Paradigma in vitro yang berguna untuk aktivitas rekombinasi filament RecA adalah reaksi yang disebut pertukaran DNA strand. DNA dalam filament dibentangkan dengan DNA duplex kedua, dan strand ditukar antar dua DNA untuk membentuk heteroduplex DNA. Pertukaran yang terjadi antara tingkatan 3 samapi 6 pasangan basa dan berkembang menjadi arah yang unik, 5’_3’ yang berkaitan dengan DNA strand tunggal didalam filament. Reaksi ini dapat melibatkan tiga sampai empat strand, dan pada kasus berikutnya struktur Holliday merupakan intermediate dalam proses. Ketika intermediate Holliday terbentuk, enzim yang terlibat dalam melengkapi rekombinasi termasuk topoisomerase, resolvase, dan nuclease yang lain, DNA polymerase I atau III, dan DNA ligase. Protein RuvC (Mr20.000) pada E. coli menyayat intermediate Holliday banyak detail dari reaksi ini yang dilaksanakan oleh enzim rekombinasi dan koordinasi dari enzim ini belum banyak diketahui. Contoh enzim restriksi endonuklease yang biasa digunakan dalam DNA rekombinan ditunjukkan oleh tabel 1.Teknologi DNA rekombinan meliputi beberapa teknik, yaitu: 1. Teknik untuk mengisolasi DNA 2. Teknik untuk memotong DNA 3. Teknik untuk nggabungkan atau menyambungkan DNA 4. Teknik untuk memasukkan DNA rekombinan ke dalam sel hidup sehingga DNA rekombinan tersebut dapat bereplikasi dan dapat diekspresikan dalam sel bakteri lainnya atau sel resipien melalui kontak fisik antara dua sel. Isolasi DNA Isolasi DNA diawali dengan perusakan dan atau pembuangan dinding sel, yang dapat dilakukan baik dengan cara mekanis seperti sonikasi, tekanan tinggi, beku-leleh maupun dengan cara enzimatis seperti pemberian lisozim. Langkah berikutnya adalah lisis sel. Bahanbahan sel yang relatif lunak dapat dengan mudah diresuspensi di dalam medium bufer nonosmotik, sedangkan bahan-bahan yang lebih kasar perlu diperlakukan dengan deterjen yang kuat seperti triton X100 atau dengan sodium dodesil sulfat (SDS). Pada eukariot langkah ini harus disertai dengan perusakan membran nukleus. Setelah sel mengalami lisis, remukan-remukan sel harus dibuang. Biasanya pembuangan remukan sel dilakukan dengan sentrifugasi. Protein yang tersisa dipresipitasi menggunakan fenol atau pelarut organik seperti kloroform untuk kemudian disentrifugasi dan dihancurkan secara enzimatis dengan proteinase. DNA yang telah dibersihkan dari protein dan remukan sel masih tercampur dengan RNA sehingga perlu ditambahkan RNAse untuk membersihkan DNA dari RNA. Molekul DNA yang telah diisolasi tersebut kemudian dimurnikan dengan penambahan amonium asetat dan alkohol atau dengan sentrifugasi kerapatan menggunakan CsCl.Teknik isolasi DNA tersebut dapat diaplikasikan, baik untuk DNA genomik maupun DNA vektor, khususnya plasmid. Untuk memilih di antara kedua macam molekul DNA ini yang akan diisolasi dapat digunakan dua pendekatan. Pertama, plasmid pada umumnya berada dalam struktur tersier yang sangat kuat atau dikatakan mempunyai bentuk covalently closed circular (CCC), sedangkan DNA kromosom jauh lebih longgar ikatan kedua untainya dan mempunyai nisbah aksial yang sangat tinggi. Perbedaan tersebut menyebabkan DNA plasmid jauh lebih tahan terhadap denaturasi apabila dibandingkan dengan DNA kromosom. Oleh karena itu, aplikasi kondisi denaturasi akan dapat memisahkan DNA plasmid dengan DNA kromosom. Pendekatan kedua didasarkan atas perbedaan daya serap etidium bromid, zat pewarna DNA yang menyisip atau melakukan interkalasi di sela-sela basa molekul DNA. DNA plasmid akan menyerap etidium bromid jauh lebih sedikit daripada jumlah yang diserap oleh DNA kromosom per satuan panjangnya. Dengan demikian, perlakuan menggunakan etidium bromid akan menjadikan kerapatan DNA kromosom lebih tinggi daripada kerapatan DNA plasmid sehingga keduanya dapat dipisahkan melalui sentrifugasi kerapatan. Enzim Restriksi Tahap kedua dalam kloning gen adalah pemotongan molekul DNA, baik genomik maupun plasmid. Perkembangan teknik pemotongan DNA berawal dari saat ditemukannya sistem restriksi dan modifikasi DNA pada bakteri E. coli, yang berkaitan dengan infeksi virus atau bakteriofag lambda (l). Virus l digunakan untuk menginfeksi dua strain E. coli, yakni strain K dan C. Jika l yang telah menginfeksi strain C diisolasi dari strain tersebut dan kemudian digunakan untuk mereinfeksi strain C, maka akan diperoleh l progeni (keturunan) yang lebih kurang sama banyaknya dengan jumlah yang diperoleh dari infeksi pertama. Dalam hal ini, dikatakan bahwa efficiency of plating (EOP) dari strain C ke strain C adalah 1. Namun, jika l yang diisolasi dari strain C digunakan untuk menginfeksi strain K, maka nilai EOP-nya hanya 10-4. Artinya, hanya ditemukan l progeni sebanyak 1/10.000 kali jumlah yang diinfeksikan. Sementara itu, l yang diisolasi dari strain K mempunyai nilai EOP sebesar 1, baik ketika direinfeksikan pada strain K maupun pada strain C. Hal ini terjadi karena adanya sistem restriksi atau modifikasi (r/m) pada strain K. Pada waktu bakteriofag l yang diisolasi dari strain C diinfeksikan ke strain K, molekul DNAnya dirusak oleh enzim endonuklease restriksi yang terdapat di dalam strain K. Di sisi lain, untuk mencegah agar enzim ini tidak merusak DNAnya sendiri, strain K juga mempunyai sistem modifikasi yang akan menyebabkan metilasi beberapa basa pada sejumlah urutan tertentu yang merupakan tempat-tempat pengenalan (recognition sites) bagi enzim restriksi tersebut. DNA bakteriofag l yang mampu bertahan dari perusakan oleh enzim restriksi pada siklus infeksi pertama akan mengalami modifikasi dan memperoleh kekebalan terhadap enzim restrisksi tersebut. Namun, kekebalan ini tidak diwariskan dan harus dibuat pada setiap akhir putaran replikasi DNA. Dengan demikian, bakteriofag l yang diinfeksikan dari strain K ke strain C dan dikembalikan lagi ke strain K akan menjadi rentan terhadap enzim restriksi. Metilasi hanya terjadi pada salah satu di antara kedua untai molekul DNA.Berlangsungnya metilasi ini demikian cepatnya pada tiap akhir replikasi hingga molekul DNA baru hasil replikasi tidak akan sempat terpotong oleh enzim restriksi. Enzim restriksi dari strain K telah diisolasi dan banyak dipelajari. Selanjutnya, enzim ini dimasukkan ke dalam suatu kelompok enzim yang dinamakan enzim restriksi tipe I. Banyak enzim serupa yang ditemukan kemudian pada berbagai spesies bakteri lainnya. Pada tahun 1970 ditemukan enzim pertama yang kemudian dimasukkan ke dalam kelompok enzim restriksi lainnya, yaitu enzim restriksi tipe II. Ia mengisolasi enzim tersebut dari bakteri Haemophilus influenzae strain Rd, dan sejak saat itu ditemukan lebih dari 475 enzim restriksi tipe II dari berbagai spesies dan strain bakteri. Semuanya sekarang telah menjadi salah satu komponen utama dalam tata kerja rekayasa genetika. Enzim restriksi tipe II antara lain mempunyai sifat-sifat umum yang penting sebagai berikut: 1. Mengenali urutan tertentu sepanjang empat hingga tujuh pasang basa di dalam molekul DNA 2. Memotong kedua untai molekul DNA di tempat tertentu pada atau di dekat tempat pengenalannya 3. Menghasilkan fragmen-fragmen DNA dengan berbagai ukuran dan urutan basa. Sebagian besar enzim restriksi tipe II akan mengenali dan memotong urutan pengenal yang mempunyai sumbu simetri rotasi. Pemberian nama kepada enzim restriksi mengikuti aturan sebagai berikut. Huruf pertama adalah huruf pertama nama genus bakteri sumber isolasi enzim, sedangkan huruf kedua dan ketiga masingmasing adalah huruf pertama dan kedua nama petunjuk spesies bakteri sumber tersebut. Huruf-huruf tambahan, jika ada, berasal dari nama strain bakteri, dan angka romawi digunakan untuk membedakan enzim yang berbeda tetapi diisolasi dari spesies yang sama. Tempat pemotongan pada kedua untai DNA sering kali terpisah sejauh beberapa pasang basa. Pemotongan DNA dengan tempat pemotongan semacam ini akan menghasilkan fragmenfragmen dengan ujung 5’ yang runcing karena masing-masing untai tunggalnya menjadi tidak sama panjang. Dua fragmen DNA dengan ujung yang runcing akan mudah disambungkan satu sama lain sehingga ujung runcing sering pula disebut sebagai ujung lengket (sticky end) atau ujung kohesif. Hal itu berbeda dengan enzim restriksi seperti Hae III, yang mempunyai tempat pemotongan DNA pada posisi yang sama. Kedua fragmen hasil pemotongannya akan mempunyai ujung 5’ yang tumpul karena masing-masing untai tunggalnya sama panjangnya. Fragmen-fragmen DNA dengan ujung tumpul (blunt end) akan sulit untuk disambungkan. Biasanya diperlukan perlakuan tambahan untuk menyatukan dua fragmen DNA dengan ujung tumpul, misalnya pemberian molekul linker, molekul adaptor, atau penambahan enzim deoksinukleotidil transferase untuk menyintesis untai tunggal homopolimerik 3’. Ligasi molekul DNA Pemotongan DNA genomik dan DNA vektor menggunakan enzim restriksi harus menghasilkan ujung-ujung potongan yang kompatibel. Artinya, fragmen-fragmen DNA genomik nantinya harus dapat disambungkan (diligasi) dengan DNA vektor yang sudah berbentuk linier. Ada tiga cara yang dapat digunakan untuk meligasi fragmen-fragmen DNA secara in vitro. Pertama, ligasi menggunakan enzim DNA ligase dari bakteri. Kedua, ligasi menggunakan DNA ligase dari sel-sel E. coli yang telah diinfeksi dengan bakteriofag T4 atau lazim disebut sebagai enzim T4 ligase. Jika cara yang pertama hanya dapat digunakan untuk meligasi ujung-ujung lengket, cara yang kedua dapat digunakan baik pada ujung lengket maupun pada ujung tumpul. Sementara itu, cara yang ketiga telah disinggung di atas, yaitu pemberian enzim deoksinukleotidil transferase untuk menyintesis untai tunggal homopolimerik 3’. Dengan untai tunggal semacam ini akan diperoleh ujung lengket buatan, yang selanjutnya dapat diligasi menggunakan DNA ligase. Suhu optimum bagi aktivitas DNA ligase sebenarnya 37ºC. Akan tetapi, pada suhu ini ikatan hidrogen yang secara alami terbentuk di antara ujung-ujung lengket akan menjadi tidak stabil dan kerusakan akibat panas akan terjadi pada tempat ikatan tersebut. Oleh karena itu, ligasi biasanya dilakukan pada suhu antara 4 dan 15ºC dengan waktu inkubasi (reaksi) yang diperpanjang (sering kali hingga semalam). Pada reaksi ligasi antara fragmenfragmen DNA genomik dan DNA vektor, khususnya plasmid, dapat terjadi peristiwa religasi atau ligasi sendiri sehingga plasmid yang telah dilinierkan dengan enzim restriksi akan menjadi plasmid sirkuler kembali. Hal ini jelas akan menurunkan efisiensi ligasi. Untuk meningkatkan efisiensi ligasi dapat dilakukan beberapa cara, antara lain penggunaan DNA dengan konsentrasi tinggi (lebih dari 100µg/ml), perlakuan dengan enzim alkalin fosfatase untuk menghilangkan gugus fosfat dari ujung 5’ pada molekul DNA yang telah terpotong, serta pemberian molekul linker, molekul adaptor, atau penambahan enzim deoksinukleotidil transferase untuk menyintesis untai tunggal homopolimerik 3’ seperti telah disebutkan di atas. Transformasi Sel Inang Tahap berikutnya setelah ligasi adalah analisis terhadap hasil pemotongan DNA genomik dan DNA vektor serta analisis hasil ligasi molekul-molekul DNA tersebut. menggunakan teknik elektroforesis (lihat Bab X). Jika hasil elektroforesis menunjukkan bahwa fragmen-fragmen DNA genomik telah terligasi dengan baik pada DNA vektor sehingga terbentuk molekul DNA rekombinan, campuran reaksi ligasi dimasukkan ke dalam sel inang agar dapat diperbanyak dengan cepat. Dengan sendirinya, di dalam campuran reaksi tersebut selain terdapat molekul DNA rekombinan, juga ada sejumlah fragmen DNA genomik dan DNA plasmid yang tidak terligasi satu sama lain. Tahap memasukkan campuran reaksi ligasi ke dalam sel inang ini dinamakan transformasi karena sel inang diharapkan akan mengalami perubahan sifat tertentu setelah dimasuki molekul DNA rekombinan. Teknik transformasi pertama kali dikembangkan pada tahun 1970 oleh M. Mandel dan A. Higa, yang melakukan transformasi bakteri E. coli. Sebelumnya, transformasi pada beberapa spesies bakteri lainnya yang mempunyai sistem transformasi alami seperti Bacillus subtilis telah dapat dilakukan. Kemampuan transformasi B. subtilis pada waktu itu telah dimanfaatkan untuk mengubah strain-strain auksotrof (tidak dapat tumbuh pada medium minimal) menjadi prototrof (dapat tumbuh pada medium minimal) dengan menggunakan preparasi DNA genomik utuh. Baru beberapa waktu kemudian transformasi dilakukan menggunakan perantara vektor, yang selanjutnya juga dikembangkan pada transformasi E.coli. Hal terpenting yang ditemukan oleh Mandel dan Higa adalah perlakuan kalsium klorid (CaCl2) yang memungkinkan sel-sel E. coli untuk mengambil DNA dari bakteriofag l. Pada tahun 1972 S.N. Cohen dan kawan-kawannya menemukan bahwa sel-sel yang diperlakukan dengan CaCl2 dapat juga mengambil DNA plasmid. Frekuensi transformasi tertinggi akan diperoleh jika sel bakteri dan DNA dicampur di dalam larutan CaCl2 pada suhu 0 hingga 5ºC. Perlakuan kejut panas antara 37 dan 45ºC selama lebih kurang satu menit yang diberikan setelah pencampuran DNA dengan larutan CaCl2 tersebut dapat meningkatkan frekuensi transformasi tetapi tidak terlalu esensial. Molekul DNA berukuran besar lebih rendah efisiensi transformasinya daripada molekul DNA kecil. Mekanisme transformasi belum sepenuhnya dapat dijelaskan. Namun, setidak-tidaknya transformasi melibatkan tahap-tahap berikut ini. Molekul CaCl2 akan menyebabkan sel-sel bakteri membengkak dan membentuk sferoplas yang kehilangan protein periplasmiknya sehingga dinding sel menjadi bocor. DNA yang ditambahkan ke dalam campuran ini akan membentuk kompleks resisten DNase dengan ion-ion Ca2+ yang terikat pada permukaan sel. Kompleks ini kemudian diambil oleh sel selama perlakuan kejut panas diberikan. Seleksi Transforman dan Seleksi Rekombinan Oleh karena DNA yang dimasukkan ke dalam sel inang bukan hanya DNA rekombinan, maka kita harus melakukan seleksi untuk memilih sel inang transforman yang membawa DNA rekombinan. Selanjutnya, di antara sel-sel transforman yang membawa DNA rekombinan masih harus dilakukan seleksi untuk mendapatkan sel yang DNA rekombinannya membawa fragmen sisipan atau gen yang diinginkan. Pada dasarnya ada tiga kemungkinan yang dapat terjadi setelah transformasi dilakukan, yaitu (1) sel inang tidak dimasuki DNA apa pun atau berarti transformasi gagal, (2) sel inang dimasuki vektor religasi atau berarti ligasi gagal, dan (3) sel inang dimasuki vektor rekombinan dengan/tanpa fragmen sisipan atau gen yang diinginkan. Untuk membedakan antara kemungkinan pertama dan kedua dilihat perubahan sifat yang terjadi pada sel inang. Jika sel inang memperlihatkan dua sifat marker vektor, maka dapat dipastikan bahwa kemungkinan kedualah yang terjadi. Selanjutnya, untuk membedakan antara kemungkinan kedua dan ketiga dilihat pula perubahan sifat yang terjadi pada sel inang. Jika sel inang hanya memperlihatkan salah satu sifat di antara kedua marker vektor, maka dapat dipastikan bahwa kemungkinan ketigalah yang terjadi. Seleksi sel rekombinan yang membawa fragmen yang diinginkan dilakukan dengan mencari fragmen tersebut menggunakan fragmen pelacak (probe), yang pembuatannya dilakukan secara in vitro menggunakan teknik reaksi polimerisasi berantai atau polymerase chain reaction (PCR). Penjelasan lebih rinci tentang teknik PCR dapat dilihat pada Bab XII. Pelacakan fragmen yang diinginkan antara lain dapat dilakukan melalui cara yang dinamakan hibridisasi koloni (lihat Bab X). Koloni-koloni sel rekombinan ditransfer ke membran nilon, dilisis agar isi selnya keluar, dibersihkan protein dan remukan sel lainnya hingga tinggal tersisa DNAnya saja. Selanjutnya, dilakukan fiksasi DNA dan perendaman di dalam larutan pelacak. Posisi-posisi DNA yang terhibridisasi oleh fragmen pelacak dicocokkan dengan posisi koloni pada kultur awal (master plate). Dengan demikian, kita bisa menentukan koloni-koloni sel rekombinan yang membawa fragmen yang diinginkan. Gambar 17. Teknik rekombinan DNA Teknologi yang dikenal sebagai teknologi DNA rekombinan merupakan suatu upaya perbanyakan gen tertentu di dalam suatu sel lain atau lebih dikenal dengan kloning gen, sehingga dalam hal ini terjadi pembentukan kombinasi materi genetik yang baru dengan menyisipkan molekul DNA ke dalam suatu vektor sehingga memungkinkannya untuk terintegrasi dan mengalami perbanyakan di dalam suatu sel organisme lain yang berperan sebagai sel inang. Dalam hal ini perlu dilakukan beberapa teknik yaitu teknik isolasi DNA, teknik pemutusan DNA dengan menggunakan enzim retriksi endonuklease, teknik penyambungan DNA dan teknik pemasukan DNA ke dalam sel lain. Dalam penggunaan DNA rekombinan ini memungkinkan didapatkannya produk dengan gen tertentu dalam waktu yang lebih cepat dan dalam jumlah yang besar daripada perlakuan secara konvensional. Dalam perlakuan dengan menggunakan DNA rekombinan ini dilakukan beberapa tahapan yang tercakup semua teknik di atas: 1. Isolasi DNA yang diawali dengan melakukan perusakan serta penghilangan dinding sel. Dalam proses ini dapat dilakukan secara mekanis ataupun dengan cara enzimatis. Setelah perusakan sel telah dilakukan, langkah selanjutnya adalah pelisisan sel hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan buffer nonosmotik, serta deterjen yang kuat seperti triton X-100 atau dengan sodium dodesil sulfat (SDS). Remukan sel yang diakibatkan oleh lisisnya sel dibuang dengan melakukan sentrifugasi sehingga bisa dibedakan antara bagian yang rusak serta organel target. Yang pada akhirnya didapatlkan DNA yang nantinya dilakukan pemurnian dengan penambahan amonium asetat dan alkohol. Teknik isolasi DNA ini dapat diaplikasikan untuk DNA genomik maupun DNA vektor, khususnya plasmid. Plasmid pada umumnya berada dalam struktur tersier yang sangat kuat atau dikatakan mempunyai bentuk covalently closed circular sedangkan DNA kromosom ikatan antara kedua untaiannya lebih longgar. Hal ini akan menyebabkan DNA plasmid lebih rentan terhadap terjadinya denaturasi protein apabila dibandingkan dengan DNA kromosom. Tahap kedua dalam kloning gen adalah pemotongan molekul DNA, baik genomik maupun plasmid. Perkembangan teknik pemotongan DNA berawal dari saat ditemukannya sistem restriksi dan modifikasi DNA pada bakteri E. coli, yang berkaitan dengan infeksi virus atau bakteriofag lambda. Virus l digunakan untuk menginfeksi dua strain E. coli, yakni strain K dan C. Jika l yang telah menginfeksi strain C diisolasi dari strain tersebut dan kemudian digunakan untuk mereinfeksi strain C, maka akan diperoleh l progeni (keturunan) yang lebih kurang sama banyaknya dengan jumlah yang diperoleh dari infeksi pertama. Dalam hal ini, dikatakan bahwa efficiency of plating (EOP) dari strain C ke strain C adalah 1. Namun, jika l yang diisolasi dari strain C digunakan untuk menginfeksi strain K, maka nilai EOP-nya hanya 10-4. Artinya, hanya ditemukan l progeni sebanyak 1/10.000 kali jumlah yang diinfeksikan. Sementara itu, l yang diisolasi dari strain K mempunyai nilai EOP sebesar 1, baik ketika direinfeksikan pada strain K maupun pada strain C. Hal ini terjadi karena adanya sistem restriksi/modifikasi (r/m) pada strain K. 2. Selanjutnya adalah pemotongan DNA dengan menggunakan enzim restriksi endonuklease. Pemutusan ini dilakukan di dalam strain tertentu yang bertujuan untuk mencegah agar tidak merusak DNA. Selain itu strain tersebut juga mempunyai suatu sistem modifikasi yang menyebabkan pemutusan basa pada urutan tertentu yang merupakan recognition sites bagi enzim restriksi tersebut. Pemotongan DNA genomik dan DNA vektor dengan menggunakan enzim restriksi ini harus menghasilkan ujung-ujung potongan yang kompatibel dalam arti setiap fragmen DNAnya harus dapat disambungkan dengan DNA vektor yang sudah berbentuk linier. 3. Tahap penyambungan DNA terdapat beberapa cara, yaitu penyambungan dengan menggunakan enzim DNA ligase dari bakteri, penyambungan dengan menggunakan DNA ligase dari sel E. coli yang telah diinfeksi dengan bakteriofag T4 atau sering disebut dengan enzim T4 ligase. Serta dengan pemberian enzim deoksinukleotidil transferase untuk menyintesis untai tunggal homopolimerik 3’. Dengan untai tunggal semacam ini akan diperoleh ujung lengket buatan, yang selanjutnya dapat diligasi menggunakan DNA ligase. Aktiviotas enzim ini berada pada suhu 37 ºC. namun, proses penyambungan biasa dilakukan pada suhu 4 dan 15ºC. 4. Tahap berikutnya adalah analisa terhadap hasil pemotongan DNA genomik dan DNA vektor serta analisis hasil ligasi molekulmolekul DNA dengan menggunakan teknik elektroforesis. Hasil dari penyambungan ini dimasukkan ke dalam sel inang agar dapat diperbanyak dengan cepat. Dalam hal ini pada campuran reaksi tersebut selain terdapat molekul DNA rekombinan, juga ada sejumlah fragmen DNA genomik dan DNA plasmid yang tidak terligasi satu sama lain. Tahap memasukkan campuran reaksi ligasi ke dalam sel inang ini dinamakan transformasi. Sehingga diharapkan sel inang mengalami perubahan sifat tertentu setelah dimasuki molekul DNA rekombinan. 5. Tahap selanjutnya adalah seleksi transforman dan seleksi rekombinan. Cara seleksi sel transforman akan diuraikan lebih rinci pada penjelasan tentang plasmid. Pada dasarnya ada tiga kemungkinan yang dapat terjadi setelah transformasi dilakukan, yaitu sel inang tidak dimasuki DNA apa pun atau berarti transformasi gagal,sel inang dimasuki vektor religasi atau berarti ligasi gagal, dan sel inang dimasuki vektor rekombinan dengan atau tanpa fragmen sisipan atau gen yang diinginkan. Untuk membedakan antara kemungkinan pertama dan kedua dilihat perubahan sifat yang terjadi pada sel inang. Jika sel inang memperlihatkan dua sifat marker vektor, maka dapat dipastikan bahwa kemungkinan kedualah yang terjadi. Seleksi sel rekombinan yang membawa fragmen yang diinginkan dilakukan dengan mencari fragmen tersebut menggunakan fragmen pelacak yang pembuatannya dilakukan secara in vitro menggunakan teknik reaksi polimerisasi berantai atau polymerase chain reaction . Gambar 18. Teknik Rekombinasi DNA Rekombinasi memiliki tiga mekanisme dasar dalam menjalani prosesnya. Yaitu transformasi, konjugasi dan transduksi. Transformasi merupakan transfer DNA telanjang yang umumnya berasal dari satu sel bakteri ke dalam sel yang berbeda. Prosesnya adalah ketika sebuah sel bakteri pecah atau lisis maka DNA sirkular akan terlepas ke lingkungan. Efisiensi transformasi bergantung pada kompetensi sel. Konjugasi merupakan pemindahan materi genetik berupa plasmid secara langsung melalui kontak sel dengan membentuk struktur seperti jembatan diantara dua sel bakteri yang berdekatan. Umumnya terjadi pada bakteri gram negatif. Sedangkan transduksi merupakan transfer materi genetik dari satu bakteri ke bakteri lainnya dengan menggunakan virus bakteri sebagai vektor. Transfer ini menggunakan prinsip dasar dari galur donor yang menyediakan DNA bagi galur resipien. Perbedaan utamanya dengan transfer DNA lainnya adalah DNA ditransfer melalui perantaraan bakteriofag. Terdapat beberapa jenis teknologi rekombinasi yang sedang berkembang saat ini, diantaranya adalah: 1. Homologous recombination Meningkatkan keragaman Menjaga integritas genome (DNA repair) 2. Site-specific recombination Termasuk non homolog bagian DNA rekombinasi di bagian spesifik. Fragmen DNA bergabung kembali untuk membuat kombinasi baru Fragmen yang menyediakan lokasi tertentu dimana akan terjadinya rekombinasi dan integrasi genom virus Immunoglobulin gen DNA splicing 3. Transposition Bagian terkecil DNA (transposons) yang dapat bergerak sendiri untuk beberapa lokasi dalam kromosom inang DNA. Integrasi segmen kecil dari DNA ke dalam kromosom Terjadi di lokasi yang berbeda dalam genom segmen DNA. Gen Imunoglobulin dirakit dengan rekombinasi Contoh yang penting dari peristiwa rekombinasi terprogram yang terjadi selama perkembangan adalah generasi gen Imunoglobulin dari segmen gen yang dipisahkan pada genome. Imunoglobulin (atau antibody), diproduksi oleh B lymphocytes, merupakan prajurit darin sistem imun vertebrata-molekul yang berikatan dengan agen menular dan semua substansi asing bagi organisme. Mamalia seperti manusia mampu meproduksi jutaan antibody dengan perbedaan ikatan khusus. Namun, genom manusia mengandung hanya 100.000 gen. rekombinasi membiarkan organisme untuk memproduksi perbedaan yang luar biasa dari sejumlah kecil kapsitas DNA-coking. Vertebrata umumnya memproduksi kelas ganda immunoglobulin. Untuk mengilustrasikan bagaimana keanekaragaman antibody digenerisasi, kami akan fokus pada kelas immunoglobulin (IgG) pada manusia. Imunoglobulin terdiri atas dua cincin polipeptida berat dan dua cincin polipeptida ringan, masing-masing cincin memiliki daerah tidak tetap dengan susunan yang sangat berbeda dari satu immunoglobulin dengan immunoglobulin yang lainnya. Ada dua family berbeda dari cincin polipeptida ringan, yaitu kappa dan lambda, yang bebeda pada susunan daerah konstannya. Masing-masing dari tiga tipe cincin polipeptida tersebut (cincin berat, cincin ringan kappa, dan lambda), perbedaan dari daerah variablenya digenerasi dengan mekanisme yang sama. Gen untuk polipeptida ini dibagi menjadi segmen dan tandan yang mengandung versi ganda dari masing-masing segmen yang ada pada genom. Satu versi dari masing-masing segmen digabungkan untuk membentuk gen lengkap. Organisasi DNA yang mengkode cincin ringan kappa IgG manusia dan proses yang mana cincin ringan kappa dewasa digenerasi ditunjukan oleh GB 24-38b. sel yang tidak terdiferensiasi, informasi yang dikode untuk cincin polipeptida ini dipisahkan menjadi tiga segmen. Segmen V (variable)mengkode residu 95 pasangan basa wilayah variable, segmen J (joining) mengkode residu 12 asam amino wilayah variable berikutnya, dan segmen C mengkode wilayah konstan. Ada sekitar 300 segmen V berbeda , 4 segmen J berbeda, dan 1 segmen C. seperti pada sel batang (stem)tulang sumsum membedakan untuk membentuk B limposit dewasa, satu V dan satu J dibawa secara bersama-sama oleh rekombinasi tempat khusus. Ini merupakan delesi DNA yang deprogram secara efektif, dan DNA yang terlibat dibuang. Ada 300x 4=1200 kemungkinan kombinasi. Proses rekombinasi tidaklah senyata rekombinasi tempat khusus seperti yang dijelaskan sebelumnya, dan beberapa variasi kombinasi terjadi pada susunan persimpangan V-J yang menambahkan faktor sekurangnya 2.5 pada total variasi yang mungkin, sehingga sekitar 2.5 x 1200 = 3000 kombinasi V-J yang berbeda dapat digenerasi. Penggabungan akhir kombinasi V-Jke wilayah C diselesaikan dengan reaksi penyambungan RNa setelah transkripsi. Penyambungan RNA akan dijelaskan pada bab berikutnya. Gen untuk cincin berat dan lambda cinicn ringan dibentuk secara sama. Pada cincin berat, ada lebuh banyak segmen gen dan lebih dari 5000 kemungkinan kombinasi. Karena semua cincin berat dapat berkombinasi dengan semua cincin ringan untuk mengenerasi immunoglobulin, ada sekurangnya 3000 x 5000 atau 1.5 x 107 kemungkinan IgG. Keberagaman lainnya digenerasi karena susunan V diperlakukan pada mutasi tinggi (mekanisme yang tidak diketahui) selama diferensiasi Blimposit. Masing-masing B-limposit dewasa memproduksi hanya satu antibody, tetapi cakupan antibody yang diproduksi oleh sel yang berbeda sangat banyak. Enzim yang mengkatalisasi penyusunan kembali gen ini belum diisolasi , tetapi susunan yng mengkoreksi proses penggabungan V-J yang sepertinya disadari oleh enzim yang telah teridentifikasi ini. Proses rekombinasi ini membantu untuk mengilustrasikan prinsip bahwa rekombinasi tidak menghancurkan material genetic yang dipelihara oleh proses replikasi dan perbaikan. di sini kita bisa lihat proses penyusunan yang nyata yang terjadi hanya pada sel-sel khususnya (germ-line DNA tidak tipengaruhi) dan memungkinkan organisme lebih efisien menggunakan sumber informasi genetik. KUIS 1. Menurut saudara mungkinkah menitipkan gen manusia pada tumbuhan? Jelaskan! 2. Menurut saudara mungkinkah menitipkan gen tumbuhan pada manusia? Jelaskan! 3. Mengapa perkawinan antar spesies jarang menghasilkan keturunan dan jika berhasil menghasilkan keturunan umumnya steril? 4. Mengapa rekombinasi antara sel tumor dan sel sel B diperlukan untuk memperoleh antibodi? 5. Jelaskan mengapa crossing over sangan penting pada terjadinya proses rekombinasi? BAB II GENETIKA POPULASI Genetika Populasi Genetika populasi adalah bidang biologi yang mempelajari komposisi genetik populasi biologi, dan perubahan dalam komposisi genetik yang dihasilkan dari pengaruh berbagai faktor, termasuk seleksi alam. Genetika populasi mengejar tujuan mereka dengan mengembangkan model matematis abstrak dinamika frekuensi gen, mencoba untuk mengambil kesimpulan dari model-model tentang pola-pola kemungkinan variasi genetik dalam populasi yang sebenarnya, dan menguji kesimpulan terhadap data empiris. Genetika populasi terikat erat dengan studi tentang evolusi dan seleksi alam, dan sering dianggap sebagai landasan teori Darwinisme modern. Ini karena seleksi alam merupakan salah satu faktor yang paling penting yang dapat mempengaruhi komposisi genetik populasi. Seleksi alam terjadi ketika beberapa varian dalam populasi-out mereproduksi varian lainnya, sebagai akibat karena lebih disesuaikan dengan lingkungan, atau 'yang lebih cocok'. Menganggap perbedaan kebugaran setidaknya sebagian karena perbedaan genetik, ini akan menyebabkan makeup genetik populasi yang akan diubah dari waktu ke waktu. Dengan mempelajari model formal perubahan frekuensi gen, genetika populasi oleh karena itu berharap untuk menjelaskan proses evolusi, dan untuk memungkinkan konsekuensi dari hipotesis evolusi yang berbeda yang dapat dieksplorasi dalam cara yang tepat secara kuantitatif. Seiring dengan pesatnya kemajuan teknologi di bidang biologi molekuler, aspek-aspek ilmu genetika juga mengalami perkembangan yang sangat pesat. Aspek yang dimaksud masuk ke dalam ranah ilmu genetika yaitu clasical genetics, molecular genetics dan population genetics. Quantitative genetics yang membahas secara mendalam berbagai macam sifat kuantitatif seperti tinggi badan, berat badan, IQ, kepekaan terhadap penyakit, dan sebaginya masuk ke dalam ilmu population genetics. Ilmu population genetics pula yang mendukung teori evolusi yang dikemukaan oleh Charles Darwin 150 tahun lalu. Ilmu ini menggunakan berbagai macam pendekatan statistik untuk membuktikan, menjelaskan atau mendeteksi adanya perubahan organisme dalam lingkungan oleh sebab adanya dorongan evolusi (evolutionary force). Dari sinilah lahir istilah Neo-Darwinism Dalam Neo-Darwinism, evolusi dideskripsikan sebagai perubahan frekuensi alel yang ada dalam populasi di tempat dan waktu tertentu oleh sebab adanya evolutionary force. Evolutionary force yang dimaksud di sini terdiri dari (1) Mutation, sebagai the building block of evolution, ia cenderung meningkatkan variasi genetis atau frekuensi alel yang menjadi subyek seleksi alam; (2) Natural Selection, terdiri dari directional selection, stabilizing selection dan disruptive selection; (3) random genetic drift, yang cenderung menekan variasi genetis; (4) Non-random mating yang meningkatkan homozigositas fenotip tanpa mempengaruhi frekuensi alel; (5) migration, yang mendorong kesamaan frekuensi alel antar populasi yang berbeda. Untuk mempelajari pola pewarisan sifat pada tingkat populasi terlebih dahulu perlu difahami pengertian populasi dalam arti genetika atau lazim disebut juga populasi Mendelian. Populasi mendelian ialah sekelompok individu suatu spesies yang bereproduksi secara seksual, hidup di tempat tertentu pada saat yang sama, dan di antara mereka terjadi perkawinan (interbreeding) sehingga masing-masing akan memberikan kontribusi genetik ke dalam lungkang gen (gene pool), yaitu sekumpulan informasi genetik yang dibawa oleh semua individu di dalam populasi. Deskripsi susunan genetik suatu populasi mendelian dapat diperoleh apabila kita mengetahui macam genotipe yang ada dan juga banyaknya masing-masing genotipe tersebut. Sebagai contoh, di dalam populasi tertentu terdapat tiga macam genotipe, yaitu AA, Aa, dan aa. Maka, proporsi atau persentase genotipe AA, Aa, dan aa akan menggambarkan susunan genetik populasi tempat mereka berada. Adapun nilai proporsi atau persentase genotipe tersebut dikenal dengan istilah frekuensi genotipe. Jadi, frekuensi genotipe dapat dikatakan sebagai proporsi atau persentase genotipe tertentu di dalam suatu populasi. Dengan perkataan lain, dapat juga didefinisikan bahwa frekuensi genotipe adalah proporsi atau persentase individu di dalam suatu populasi yang tergolong ke dalam genotipe tertentu. Pada contoh di atas jika banyaknya genotipe AA, Aa, dan aa masing-masing 30, 50, dan 20 individu, maka frekuensi genotipe AA = 0,30 (30%), Aa = 0,50 (50%), dan aa = 0,20 (20%). Frekuensi Alel Di samping dengan melihat macam dan jumlah genotipenya, susunan genetik suatu populasi dapat juga dideskripsi atas dasar keberadaan gennya. Hal ini karena populasi dalam arti genetika, seperti telah dikatakan di atas, bukan sekedar kumpulan individu, melainkan kumpulan individu yang dapat melangsungkan perkawinan sehingga terjadi transmisi gen dari generasi ke generasi. Dalam proses transmisi ini, genotipe tetua (parental) akan dibongkar dan dirakit kembali menjadi genotipe keturunannya melalui segregasi dan rekombinasi gen-gen yang dibawa oleh tiap gamet yang terbentuk, sementara gen-gen itu sendiri akan mengalami kesinambungan (kontinyuitas). Dengan demikian, deskripsi susunan genetik populasi dilihat dari gen-gen yang terdapat di dalamnya sebenarnya justru lebih bermakna bila dibandingkan dengan tinjauan dari genotipenya.Susunan genetik suatu populasi ditinjau dari gen-gen yang ada dinyatakan sebagai frekuensi gen, atau disebut juga frekuensi alel, yaitu proporsi atau persentase alel tertentu pada suatu lokus. Pola pewarisan suatu sifat tidak selalu dapat dipelajari melalui percobaan persilangan buatan. Pada tanaman keras atau hewan-hewan dengan daur hidup panjang seperti gajah, misalnya, suatu persilangan baru akan memberikan hasil yang dapat dianalisis setelah kurun waktu yang sangat lama. Demikian pula, untuk mempelajari pola pewarisan sifat tertentu pada manusia jelas tidak mungkin dilakukan percobaan persilangan. Pola pewarisan sifat pada organisme-organisme semacam itu harus dianalisis menggunakan data hasil pengamatan langsung pada populasi yang ada. Seluk-beluk pewarisan sifat pada tingkat populasi dipelajari pada cabang genetika yang disebut genetika populasi. Genetika populasi mempunyai cakupan yang sangat luas karena melibatkan populasi suatu biotik dan abiotik. Dalam pembahasan masalah genetika populasi ekosistem menjadi tinjaun penting yang akan menghubungkan terjadinya perubahan suatu populasi akibat adanya adaptasi bahkan suatu mutasi dalam kerangka konsep evolusi. Sebagai gambran bahwa semua variasi di dalam tapak hutan terbentuk sebagai hasil kekuatan alami. Hal itu tersedia untuk digunakan rimbawan jika dapat dikenali dan dikemas ke dalam individu pohon dalam wujud peningkatan genotip. Sumber terakhir dari semua variabilitas adalah mutasi. Sebagai tambahan variabilitas yang ditemukan pada tapak alami, manusia dapat menghilangkan dan menciptakan baik variabilitas baru maupun membentuk bersamasama genotypes untuk menciptakan kombinasi genetik baru dan bermanfaat. Walaupun variasi di dalam hutan saat ini merupakan hasil kekuatan alami di mana rimbawan hanya mempunyai sedikit kendali, adalah penting untuk memahami kekuatan ini. Rimbawan menentukan jumlah dan macam variasi genetik ditemukan antar dan di dalam populasi. Bentuk kekuatan ini dasar untuk area spesiasi yang khusus dan mencakup kejadian evolusi. Di dalam terminologi yang paling sederhana, variabilitas di dalam tapak alami disebabkan oleh empat faktor utama. Dua faktor akan menyebabkan terjadinya peningkatan variasi dan dua yang menurunkan. Kekuatan secara alami aktif untuk meningkatkan variasi adalah mutasi dan gene flow sedangkan yang menurunkan adalah seleksi alami dan genetik drift. Kekuatan yang bekerja digambarkan secara sistimatik. Mutasi Mutasi merupakan sumber variasi yang terakhir. Suatu mutasi adalah suatu perubahan turun temurun di dalam konstitusi Genetik dari suatu organisma, pada umumnya di tingkat gen. Sejak total genetik diperbaiki pada suatu pohon (genotypenya) ditentukan oleh tindakan dan interaksi beribu-ribu kombinasi allelic dan genic, mutasi dapat terjadi di suatu tempat dalam suatu organisma dengan frekwensi patut dipertimbangkan, tetapi ini tidak akan sering terjadi untuk gen spesifik dan gen lain yang kompleks atau untuk memberikan karakteristik pohon. Walaupun membicarakan tentang frekwensi mutasi nyata jumlah tak lain hanya suatu praktek akademis, sebab mereka sangat bertukar-tukar oleh jenis dan loci di dalam jenis, suatu figur umum sering dikutip adalah 1 dalam 10,000 sampai 1 dalam 100,000 gen. Ketika seseorang mempertimbangkan bahwa pohon mempunyai sepuluh ribu gen, biasa untuk pohon tunggal mempunyai beberapa mutasi. Kebanyakan tersimpan dan hanya mempunyai sedikit efek pada phenotype pohon itu. Mutasi terjadi kurang lebih secara acak. Kebanyakan mutasi adalah mengganggu, dan banyak yang hilang dari populasi itu. Melewati waktu, kekuatan evolusi sudah membuat banyak populasi yang baik menyesuaikan diri dengan lingkungan, dengan gen dan gen kompleks populasi yang lebih sesuai untuk pertumbuhan dan reproduksi. Kesempatan mutasi acak akan meningkatkan sistem koordinasi yang baik adalah sangat kecil. Ada sejumlah kekuatan yang mengubah pola variasi dalam populasi. Meningkat dengan mutasi dan gene flow dan yang dikurangi oleh seleksi alami dan genetik drift. Beberapa Mutasi tertahan dalam populasi, sungguhpun merupakan gangguan, sebab mereka dari type yang resesif dan tidaklah dapat ditemukan atau dikenali kecuali jika terbentuk homozygous. Nilai mutasi macam ini tidak mungkin yang diketahui. Mungkin hanya menjadi penting kemudian ketika kekuatan berbeda mempengaruhi lingkungan dan mutasi yang tadinya sia-sia, membuat pohon lebih cocok untuk tumbuh dan atau bereproduksi. Mutasi netral atau resesif ini tidak secara normal mengganggu suatu sistem genetik terintegrasi seperti akan suatu yang dominan. Oleh karena itu, mereka dapat terbawa sepanjang populasi untuk banyak generasi. Walaupun mutasi mungkin kecil dan jarang, akan menghasilkan variasi yang mungkin membuat suatu pohon dapat menyesuaikan diri seperti pada perubahan lingkungan. Gene flow ( Migrasi Gen). Tindakan lain dalam suatu populasi yang meningkatkan variasi disebut gen flow, migrasi alleles dari satu populasi atau spesies lain dimana mereka mungkin hadir atau pada suatu frekwensi berbeda. Gen flow dapat diakibatkan oleh beberapa penyebab, tetapi yang paling umum adalah bergeraknya pollen atau benih. Adakalanya, arus gen atau perpindahan gen berlangsung pada tingkatan spesies melalui suatu proses yang disebut introgression bahwa kadang-kadang terjadi antara dua jenis setelah hybridisasi. Hybridisasi membawa bersama-sama dua kompleks genetik parental berlainan, dengan begitu menciptakan suatu genotip baru. Organisma baru ini mungkin tidak dengan baik menyesuaikan diri dengan bersaing dengan jenis parental, tetapi kadang-kadang itu akan ditemukan suatu "relung" lingkungan itu khususnya cocok dan itu memungkinkan genotype baru untuk tumbuh dan bereproduksi. Sebab genotype yang baru adalah jarang, atau salah satu dari suatu bentuk, pada umumnya pertukaran gen dengan salah satu parent untuk menghasilkan suatu backcross untuk salah satu jenis parental itu. Setelah proses ini terjadi beberapa kali, menghasilkan populasi pohon serupa dengan parental asli, walaupun mereka akan berisi beberapa gen atau gen kompleks yang ditransfer dari satu jenis parental kepada yang lain. Konsep gen flow dapat digunakan pada program breeding . Sebagai contoh, Pinus Jeffreyi adalah suatu bentuk yang baik jenis peka kepada kumbang penggerek reproduksi cemara. Pinus Coulteri, pada sisi lain, mempunyai bentuk lebih miskin sebab kulit batangnya lebih tebal, hambatan kepada kumbang penggerek itu. Jika kita menciptakan suatu persilangan P. Coulteri x P. Jeffreyi dan kemudian backcross untuk P. Jeffreyi beberapa kali dan memilih individu yang paling diinginkan, suatu pohon yang adalah serupa ke Pinus Jeffrey dapat diproduksi bahwa masih membawa resistensi kumbang penggerek patut dipertimbangkan. Gen yang kompleks untuk kulit batang lebih tebal ditransfer dari Pinus Coulteri ke Pinus Jeffrey. Gen flow dapat menjadi penting dalam populasi alami, dan akan merubah perbedaan dalam bentuk variasi. Gen flow bersama dengan rekombinasi adalah sumber yang segera meningkatkan bentuk variasi dalam banyak populasi, sungguhpun sumber variasi yang terakhir adalah mutasi. Seleksi Seleksi alami adalah suatu kekuatan kuat yang pada umumnya mengurangi variabilitas. Sebab menentukan pohon yang akan tumbuh dan bereproduksi, mempunyai suatu directional (nonrandom) mempengaruhi perbaikan genetik pohon dalam suatu populasi. Seleksi alami menyokong fittest, kombinasi gen membuat lebih cocok untuk tumbuh dan bereproduksi pada lingkungan yang ditentukan. Seleksi alami memelihara dan mengakibatkan suatu peningkatan dibanyak genotypes yang paling cocok untuk suatu lingkungan spesifik. Walaupun seperti umumnya proses yang mengurangi variabilitas, seleksi alami dapat benar-benar memelihara atau meningkatkan variasi jika seleksi menyokong heterozygotes. Apakah seleksi alami bekerja untuk menyokong heterozygotes (memelihara variabilitas) atau homozygotes (mengurangi variabilitas) sekarang ini suatu topik patut dipertimbangkan walaupun kebanyakan ahli genetika berpikir bahwa seleksi bekerja mengurangi variasi dengan kebaikan alleles terbaik dalam suatu kondisi homozygous. Sering sukar untuk menilai efek seleksi sebab sangat banyak faktor terlibat dalam penentuan pohon yang terbaik dicoba untuk tumbuh dan bereproduksi. Masing-Masing karakteristik baik mempunyai nilai seleksi sendiri, dan adaptasi yang diciptakan oleh satu faktor positif lain atau dengan mengurangi pengaruh yang lain. Secara umum, seleksi alami dianggap sebagai suatu kekuatan kuat untuk mengurangi variabilitas di dalam suatu populasi dalam arah yang ditentukan. Genetic Drift Genetik drift adalah suatu mekanisme kompleks yang beroperasi melalui fluktuasi kesempatan (maupun fluktuasi yang disebabkan tekanan seleksi) dalam frekwensi allele di dalam suatu populasi. Sangat penting suatu peristiwa sampling dimana frekwensi gen populasi keturunan kebetulan menyimpang dari yang ditemukan pada populasi parental. Dengan demikian populasi hampir selalu kecil dan mempunyai suatu kecenderungan ke arah maksud mendalam atau hilangnya suatu allele yang mempengaruhi suatu karakteristik. Seperti Genetik drift cenderung mengurangi variasi dengan perbaikan atau kehilangan alleles. Genetik drift adalah bukanlah arah dan cenderung menciptakan "kekacauan" gen atau alleles diperbaiki atau hilang dengan cepat pada suatu kesempatan. Walaupun teori Genetik drift adalah masuk akal, operasinya sukar untuk membuktikan dengan pohon berumur panjang dan banyak pertimbangan dapat dikutip mengapa tidak bisa menjadi suatu faktor di dalam variasi pohon hutan yang alami. Tetapi di samping keberatan ini, beberapa tapak alami menunjukkan bentuk variasi yang bisa menjadi hasil genetik drift jika terlaksana. Genetik drift pada umumnya sangat penting dalam breeding populasi kecil barangkali 25 atau lebih sedikit individu, suatu situasi yang sering terjadi dalam kehutanan dalam kaitan catastrophies alami atau pengaruh manusia. Perkembangan teknik molekuler seperti penemuan teknik Polymerase Chain Reaction (PCR) yang mampu mengamplifikasi untai DNA hingga mencapai konsentrasi tertentu, penggunaan untai DNA lestari sebagai marker dalam proses PCR, penemuan lokus mikrosatelit yang hipervariabel, dan penemuan metode sekuensing DNA, telah menyebabkan ilmu genetik molekuler mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam studi biologi suatu populasi. Terobosan-terobosan ini, bersamaan dengan berkembangnya teknik pemodelan matematika melalui program-program komputer, telah mempermudah para peneliti untuk mendapatkan data genetik suatu populasi yang sangat berguna dalam merancang program konservasi suatu spesies tertentu. Penerapan studi genetik dalam permasalahan konservasi didasari oleh teori genetika populasi. Genetika populasi merupakan salah satu cabang ilmu biologi populasi yang mempelajari tentang faktor-faktor yang menentukan komposisi genetik suatu populasi dan bagaimana faktorfaktor tersebut berperan dalam proses evolusi. Genetika populasi juga meliputi studi terhadap berbagai faktor yang membentuk struktur genetik suatu populasi dan menyebabkan perubahan-perubahan evolusioner suatu spesies sepanjang waktu. Terdapat beberapa faktor yang sangat berperan dalam kejadian evolusi pada suatu populasi, yaitu mutasi, rekombinasi, seleksi alam, genetic drift, gene flow, dan perkawinan yang tidak acak. Faktor-faktor tersebut akan memepengaruhi keragaman genetik pada suatu populasi. Prinsip utama dalam genetik populasi adalah prinsip Hardy-Weinberg. Prinsip Hardy-Weinberg menduga bahwa, dalam kondisi tertentu, frekuensi alel dan genotipe akan tetap konstan dalam suatu populasi, dan keduanya saling berhubungan satu sama lain. Kondisi-kondisi tertentu yang dimaksud dalam prinsip Hardy-Weinberg ini meliputi : 1) kawin secara seksual dan acak, 2) tidak ada seleksi alam, 3) kejadian mutasi diabaikan, 4) tidak ada individu yang masuk atau keluar dari suatu populasi, dan 5) ukuran populasi yang cukup besar. Jika kondisi-kondisi ini terpenuhi oleh suatu populasi, maka populasi tersebut disebut sebagai populasi yang berada dalam keseimbangan Hardy-Weinberg (Hardy-Weinberg Equilibrium). Penyimpangan dari keseimbangan Hardy-Weinberg ini merupakan dasar untuk mendeteksi kejadian inbreeding, fragmentasi populasi, migrasi, dan seleksi. Memahami dan mempertahankan keragaman genetik suatu populasi sangat penting dalam konservasi karena keragaman genetik yang tinggi akan sangat membantu suatu populasi beradaptasi terhadap perubahan-perubahan yang terjadi di lingkungan sekitarnya, termasuk mampu beradaptasi terhadap penyakit-penyakit yang ada di alam. Sebagai contoh, suatu populasi dengan keragaman genetik yang rendah dapat kita umpamakan sebagai suatu kelompok individu yang saling bersaudara satu sama lain. Sehingga dalam jangka panjang, perkawinan yang terjadi di dalam kelompok tersebut akan merupakan perkawinan antar saudara (inbreeding). Kejadian inbreeding ini akan menyebabkan penurunan kualitas reproduksi dan menyebabkan suatu individu menjadi sensitif terhadap patogen. Dengan mengetahui status genetik suatu populasi, kita dapat merancang program konservasi untuk menghindari kepunahan suatu spesies. Misalnya dengan memasukkan individu baru yang berasal dari populasi yang memiliki keragaman genetik yang tinggi ke dalam populasi dengan keragaman genetik yang rendah (istilahnya : memasukkan darah baru atau darah segar ke dalam suatu populasi) untuk menghindari kejadian inbreeding. Atau tindakan-tindakan konservasi lainnya seperti menjadikan wilayah yang dihuni oleh populasi spesies dengan keragaman genetik yang tinggi sebagai taman nasional? (Ahli manajemen konservasi tentu lebih paham tentang hal ini). Segala usaha yang dilakukan tetap memiliki tujuan yang sama, yaitu untuk mempertahankan keragaman genetik pada suatu populasi spesies untuk mempertahankan keberadaannya di alam di masa yang akan datang. Genetika populasi juga membahas transmisi bahan genetik pada ranah populasi. Genetika populasi dapat dikelompokkan sebagai cabang genetika yang berfokus pada pewarisan genetik. Pengertian populasi dalam arti genetika atau lazim disebut juga populasi Mendelian ialah sekelompok individu suatu spesies yang bereproduksi secara seksual, hidup di tempat tertentu pada saat yang sama, dan di antara mereka terjadi perkawinan (interbreeding) sehingga masingmasing akan memberikan kontribusi genetik ke dalam lungkang gen (gene pool), yaitu sekumpulan informasi genetik yang dibawa oleh semua individu di dalam populasi. Genetika populasi merupakan salah satu cabang ilmu biologi populasi yang mempelajari tentang faktor-faktor yang menentukan komposisi genetik suatu populasi dan bagaimana faktor-faktor tersebut berperan dalam proses evolusi. Genetika populasi juga meliputi studi terhadap berbagai faktor yang membentuk struktur genetik suatu populasi dan menyebabkan perubahan-perubahan evolusioner suatu spesies sepanjang waktu. Terdapat beberapa faktor yang sangat berperan dalam kejadian evolusi pada suatu populasi, yaitu mutasi, rekombinasi, seleksi alam, genetic drift, gene flow, dan perkawinan yang tidak acak. Faktor-faktor tersebut akan memepengaruhi keragaman genetik pada suatu populasi. Prinsip utama dalam genetik populasi adalah prinsip HardyWeinberg. Prinsip Hardy-Weinberg menduga bahwa, dalam kondisi tertentu, frekuensi alel dan genotipe akan tetap konstan dalam suatu populasi, dan keduanya saling berhubungan satu sama lain. Kondisikondisi tertentu yang dimaksud dalam prinsip Hardy-Weinberg ini meliputi : 1. Kawin secara seksual dan acak 2. Tidak ada seleksi alam 3. Tidak ada mutasi dari satu keadaan alel kepada yang lainnya 4. Tidak ada individu yang masuk atau keluar dari suatu populasi 5. Ukuran populasi yang cukup besar 6. Meiosis normal, peluang yang menjadi faktor operatif ada pada gametogenesis. Frekuensi Genotipe dan Frekuensi Alel Deskripsi susunan genetik suatu populasi mendelian dapat diperoleh apabila kita mengetahui macam genotipe yang ada dan juga banyaknya masing-masing genotipe tersebut. Sebagai contoh, di dalam populasi tertentu terdapat tiga macam genotipe, yaitu AA, Aa, dan aa. Maka, proporsi atau persentase genotipe AA, Aa, dan aa akan menggambarkan susunan genetik populasi tempat mereka berada. Frekuensi genotipe didefinisikan sebagai proporsi atau persentase genotipe tertentu di dalam suatu populasi. Frekuensi genotipe dapat pula diartikan sebagai proporsi/persentase individu di dalam suatu populasi yang tergolong ke dalam genotipe tertentu. Frekuensi genetik menggambarkan susunan genetik populasi tempat mereka berada. Susunan genetik suatu populasi ditinjau dari gen-gen yang ada dinyatakan sebagai frekuensi gen, atau disebut juga frekuensi alel, yaitu proporsi atau persentase alel tertentu pada suatu lokus. Contoh perhitungan frekuensi genotipe dan frekuensi alel adalah data frekuensi golongan darah sistem MN pada orang Eskimo di Greenland menurut Mourant (1954) menunjukkan bahwa frekuensi golongan darah M, MN, dan N masing-masing sebesar 83,5 %, 15,6%, dan 0,9% dari 569 sampel individu. Genotipe golongan darah M, MN, dan N masing-masing adalah IMIM, IMIN, dan ININ. Jadi, dari data frekuensi genotipe tersebut dapat dihitung besarnya frekuensi alel IM dan IN. Frekuensi alel IM = 83,5% + ½ (15,6%) = 91,3%, sedang frekuensi alel IN = 0,9% + ½ (15,6%) = 8,7%. Hasil perhitungan frekuensi alel dapat digunakan untuk menentukan sifat lokus tempat alel tersebut berada. Suatu lokus dikatakan bersifat polimorfik jika frekuensi alelnya yang terbesar sama atau kurang dari 0,95. Sebaliknya, suatu lokus dikatakan bersifat monomorfik jika frekuensi alelnya yang terbesar melebihi 0,95. Jadi, pada contoh golongan darah sistem MN tersebut lokus yang ditempati oleh alel IM dan IN adalah lokus polimorfik karena frekuensi alel terbesarnya ( IM = 91,3%), masih lebih kecil dari 0,95. Proporsi lokus polimorfik pada suatu populasi sering kali digunakan sebagai salah satu indeks keanekaragaman genetik. Nilai lainnya yang juga sering digunakan sebagai indeks keanekaragaman genetik suatu populasi adalah heterozigositas rata-rata atau frekuensi heterozigot (H) rata-rata. Pada contoh di atas besarnya nilai H untuk lokus MN adalah 15,6%. Jika dapat diperoleh nilai H untuk lokus-lokus yang lain, maka dapat dihitung nilai heterozigositas rata-rata pada populasi tersebut. Jika kondisi-kondisi ini terpenuhi oleh suatu populasi, maka populasi tersebut disebut sebagai populasi yang berada dalam keseimbangan Hardy-Weinberg (Hardy-Weinberg Equilibrium). Penyimpangan dari keseimbangan Hardy-Weinberg ini merupakan dasar untuk mendeteksi kejadian inbreeding, fragmentasi populasi, migrasi, dan seleksi. Untuk mempelajari pola pewarisan sifat pada tingkat populasi terlebih dahulu perlu difahami pengertian populasi dalam arti genetika atau lazim disebut juga populasi Mendelian. Populasi mendelian ialah sekelompok individu suatu spesies yang bereproduksi secara seksual, hidup di tempat tertentu pada saat yang sama, dan di antara mereka terjadi perkawinan (interbreeding) sehingga masing-masing akan memberikan kontribusi genetik ke dalam lungkang gen (gene pool), yaitu sekumpulan informasi genetik yang dibawa oleh semua individu di dalam populasi. Deskripsi susunan genetik suatu populasi mendelian dapat diperoleh apabila kita mengetahui macam genotipe yang ada dan juga banyaknya masing-masing genotipe tersebut. Di samping dengan melihat macam dan jumlah genotipenya, susunan genetik suatu populasi dapat juga dideskripsi atas dasar keberadaan gennya. Hal ini karena populasi dalam arti genetika, seperti telah dikatakan di atas, bukan sekedar kumpulan individu, melainkan kumpulan individu yang dapat melangsungkan perkawinan sehingga terjadi transmisi gen dari generasi ke generasi. Dalam proses transmisi ini, genotipe tetua (parental) akan dibongkar dan dirakit kembali menjadi genotipe keturunannya melalui segregasi dan rekombinasi gen-gen yang dibawa oleh tiap gamet yang terbentuk, sementara gen-gen itu sendiri akan mengalami kesinambungan (kontinyuitas). Dengan demikian, deskripsi susunan genetik populasi dilihat dari gen-gen yang terdapat di dalamnya sebenarnya justru lebih bermakna bila dibandingkan dengan tinjauan dari genotipenya. Susunan genetik suatu populasi ditinjau dari gen-gen yang ada dinyatakan sebagai frekuensi gen, atau disebut juga frekuensi alel, yaitu proporsi atau persentase alel tertentu pada suatu lokus. Hasil perhitungan frekuensi alel dapat digunakan untuk menentukan sifat lokus tempat alel tersebut berada. Suatu lokus dikatakan bersifat polimorfik jika frekuensi alelnya yang terbesar sama atau kurang dari 0,95. Sebaliknya, suatu lokus dikatakan bersifat monomorfik jika frekuensi alelnya yang terbesar melebihi 0,95. Proporsi lokus polimorfik pada suatu populasi sering kali digunakan sebagai salah satu indeks keanekaragaman genetik. Nilai lainnya yang juga sering digunakan sebagai indeks keanekaragaman genetik suatu populasi adalah heterozigositas rata-rata atau frekuensi heterozigot (H) rata-rata. Perhitungan frekuensi alel menggunakan data elektroforesis Frekuensi alel pada suatu populasi spesies organisme dapat dihitung atas dasar data elektroforesis protein/enzim atau zimogram yang menampilkan pita-pita sebagai gambaran mobililitas masing-masing polipeptida penyusun protein . Elektroforesis merupakan teknik pemisahan molekul yang berbeda-beda ukuran dan muatan listriknya. Oleh karena itu, molekul-molekul yang akan dipisahkan tersebut harus bermuatan listrik seperti halnya protein dan DNA. Prinsip kerja elektroforesis secara garis besar dapat dijelaskan sebagai berikut. Sampel ditempatkan pada salah satu ujung media berupa gel, kemudian kedua ujung gel tersebut diberi aliran listrik selama beberapa jam sehingga komponen-komponen penyusun sampel akan bergerak menuju kutub yang muatan listriknya berlawanan dengannya. Kecepatan gerakan (mobilitas) tiap komponen ini akan berbeda-beda sesuai dengan ukuran molekulnya. Makin besar ukuran molekul, makin lambat gerakannya. Akibatnya, dalam satuan waktu yang sama molekul berukuran besar akan menempuh jarak migrasi yang lebih pendek daripada jarak migrasi molekul berukuran kecil. Pola pita seperti pada zimogram esterase di atas sebenarnya merupakan gambaran fenotipe, bukan genotipe. Namun, analisis variasi fenotipe terhadap kebanyakan enzim pada berbagai macam organisme sering kali dapat memberikan dasar genetik secara sederhana. Seperti diketahui, tiap enzim dapat mengandung sebuah polipeptida atau lebih dengan susunan asam amino yang berbeda sehingga menghasilkan fenotipe berupa pita-pita dengan mobilitas yang berbeda. Variasi fenotipe ini disebabkan oleh perbedaan alel yang menyusun genotipe. Jika alel-alel yang menyebabkan perbedaan polipeptida pada enzim tertentu terletak pada suatu lokus, maka bentuk alternatif enzim yang diekspresikannya dikenal sebagai alozim. Alel yang mengatur alozim biasanya bersifat kodominan, yang berarti dalam keadaan heterozigot kedua-duanya akan diekspresikan. Populasi mendelian yang berukuran besar sangat memungkinkan terjadinya kawin acak (panmiksia) di antara individuindividu anggotanya. Artinya, tiap individu memiliki peluang yang sama untuk bertemu dengan individu lain, baik dengan genotipe yang sama maupun berbeda dengannya. Dengan adanya sistem kawin acak ini, frekuensi alel akan senantiasa konstan dari generasi ke generasi. Prinsip ini dirumuskan oleh G.H. Hardy, ahli matematika dari Inggris, dan W.Weinberg, dokter dari Jerman,. sehingga selanjutnya dikenal sebagai hukum keseimbangan Hardy-Weinberg. Di samping kawin acak, ada persyaratan lain yang harus dipenuhi bagi berlakunya hukum keseimbangan Hardy-Weinberg, yaitu tidak terjadi migrasi, mutasi, dan seleksi. Dengan perkatan lain, terjadinya peristiwaperistiwa ini serta sistem kawin yang tidak acak akan mengakibatkan perubahan frekuensi alel. Deduksi terhadap hukum keseimbangan Hardy-Weinberg meliputi tiga langkah, yaitu (1) dari tetua kepada gamet-gamet yang dihasilkannya, (2) dari penggabungan gamet-gamet kepada genotipe zigot yang dibentuk, dan (3) dari genotipe zigot kepada frekuensi alel pada generasi keturunan. Sebagai contoh bahwa pada generasi tetua terdapat genotipe AA, Aa, dan aa, masing-masing dengan frekuensi P, H, dan Q. Sementara itu, frekuensi alel A adalah p, sedang frekuensi alel a adalah q. Dari populasi generasi tetua ini akan dihasilkan dua macam gamet, yaitu A dan a. Frekuensi gamet A sama dengan frekuensi alel A (p). Begitu juga, frekuensi gamet a sama dengan frekuensi alel a (q). Dengan berlangsungnya kawin acak, maka terjadi penggabungan gamet A dan a secara acak pula. Oleh karena itu, zigot-zigot yang terbentuk akan memilki frekuensi genotipe sebagai hasil kali frekuensi gamet yang bergabung. Pada Tabel 15.1 terlihat bahwa tiga macam genotipe zigot akan terbentuk, yakni AA, Aa, dan aa, masing-masing dengan frekuensi p2, 2pq, dan q2. Oleh karena frekuensi genotipe zigot telah didapatkan, maka frekuensi alel pada populasi zigot atau populasi generasi keturunan dapat dihitung. Fekuensi alel A = p2 + ½ (2pq) = p2 + pq = p (p + q) = p. Frekuensi alel a = q2 + ½ (2pq) = q2 + pq = q (p + q) = q. Dengan demikian, dapat dilihat bahwa frekuensi alel pada generasi keturunan sama dengan frekuensi alel pada generasi tetua. Pada manusia dan beberapa spesies organisme lainnya dikenal adanya jenis kelamin homogametik (XX) dan heterogametik (XY). Pada jenis kelamin homogametik hubungan matematika antara frekuensi alel yang terdapat pada kromosom X (rangkai X) dan frekuensi genotipenya mengikuti formula seperti pada autosom. Namun, pada jenis kelamin heterogametik formula tersebut tidak berlaku karena frekuensi alel rangkai X benar-benar sama dengan frekuensi genotipe. Pada jenis kelamin ini tiap individu hanya membawa sebuah alel untuk masing-masing lokus pada kromosom X-nya. Migrasi merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi bagi berlakunya hukum keseimbangan Hardy-Weinberg. Hal ini berarti bahwa peristiwa migrasi akan menyebabkan terjadinya perubahan frekuensi alel. Lebih jauh, kuantifikasi migrasi dalam bentuk laju migrasi (lazim dilambangkan sebagai m), sering kali digunakan untuk menjelaskan adanya perbedaan frekuensi alel tertentu di antara berbagai populasi, misalnya perbedaan frekuensi golongan darah sistem ABO yang terlihat sangat nyata antara ras yang satu dan lainnya. Laju migrasi dapat didefinisikan sebagai proporsi atau persentase alel tertentu di dalam suatu populasi yang digantikan oleh alel migran pada tiap generasi. Faktor lain yang dapat menyebabkan terjadinya perubahan frekuensi alel adalah mutasi. Namun, peristiwa yang sangat mendasari proses evolusi ini sebenarnya tidak begitu nyata pengaruhnya dalam perubahan frekuensi alel. Hal ini terutama karena laju mutasi yang umumnya terlalu rendah untuk dapat menyebabkan terjadinya perubahan frekuensi alel. Selain itu, individu-individu mutan biasanya mempunyai daya hidup (viabilitas), dan juga tingkat kesuburan (fertilitas) yang rendah. Dari kenyataan tersebut di atas dapat dimengerti bahwa mutasi hanya akan memberikan pengaruh nyata terhadap perubahan frekuensi alel jika mutasi berlangsung berulang kali (recurrent mutation) dan mutan yang dihasilkan memiliki kemampuan untuk beradaptasi dengan lingkungan yang ada. Individu-individu dapat memberikan kontribusi genetik yang berbeda karena mereka mempunyai daya hidup dan tingkat kesuburan yang berbeda. Proporsi atau persentase kontribusi genetik suatu individu kepada generasi berikutnya dikenal sebagai fitnes relatif atau nilai seleksi individu tersebut. Nilai fitnes relatif berkisar antara 0 dan 1. Faktor lain yang meyebabkan gangguan keseimbangan HardyWeinberg adalah sistem kawin tidak acak (non random mating). Jika dilihat dari segi fenotipe, ada sistem kawin tidak acak yang dikenal sebagai perkawinan asortatif. Dengan perkataan lain, perkawinan asortatif adalah sistem kawin tidak acak yang didasarkan atas fenotipe. Perkawinan asortatif dapat berupa perkawinan asortatif positif atau asortatif negatif (disasortatif). Pada perkawinan asortatif positif individu-individu yang mempunyai fenotipe sama cenderung untuk lebih sering bertemu bila dibandingkan dengan individu-individu dengan fenotipe berbeda. Sebaliknya, pada perkawinan asortatif negatif individu-individu yang mempunyai fenotipe berbeda cenderung untuk lebih sering bertemu bila dibandingkan dengan individu-individu dengan fenotipe yang sama. Di samping perkawinan asortatif ada pula sistem kawin tidak acak yang tidak memandang fenotipe individu tetapi dilihat dari hubungan genetiknya. Sistem kawin semacam ini dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu silang dalam (inbreeding) dan silang luar (outbreeding). Silang dalam adalah perkawinan di antara individu-individu yang secara genetik memiliki hubungan kekerabatan, sedang silang luar adalah perkawinan di antara individu-individu yang secara genetik tidak memiliki hubungan kekerabatan. Perkawinan asortatif positif dan silang dalam akan meningkatkan frekuensi genotipe homozigot. Sebaliknya, perkawinan asortatif negatif dan silang luar akan meningkatkan frekuensi genotipe heterozigot. Persilangan luar akan meningkatkan frekuensi heterozigot. Di samping itu, jika silang dalam dapat menyebabkan terjadinya tekanan silang dalam yang berpengaruh buruk terhadap individu yang dihasilkan, silang luar justru dapat memunculkan individu hibrid dengan sifat-sifat yang lebih baik daripada kedua tetuanya yang homozigot. Fenomena keunggulan yang diperlihatkan oleh individu hibrid hasil persilangan dua tetua galur murni (homozigot) disebut sebagai vigor hibrida atau heterosis. Ada beberapa teori mengenai mekanisme genetik yang menjelaskan terjadinya heterosis. Salah satu di antaranya adalah teori dominansi, yang pada prinsipnya menyebutkan bahwa alel-alel reseif merugikan yang dibawa oleh masing-masing galur murni akan tertutupi oleh alel dominan pada individu hibrid yang heterozigot. Misalnya, ada alel A yang menyebabkan akar tanaman tumbuh kuat sementara alel a menjadikan akar tanaman lemah. Sementara itu, alel B menyebabkan batang menjadi kokoh, sedang alel b menyebabkan batang lemah. Persilangan antara galur murni AAbb (akar kuat, batang lemah) dan aaBB (akar lemah, batang kuat) akan menghasilkan hibrid AaBb yang mempunyai akar dan batang kuat. Fenomena heterosis sudah sering sekali dimanfaatkan pada bidang pemuliaan tanaman, antara lain untuk merakit varietas jagung hibrida. Galur murni A disilangkan dengan galur murni B, mendapatkan hibrid H. Namun, karena biji hibrid H ini dibawa oleh tongkol tetuanya (A atau B) yang kecil, maka jumlah bijinya menjadi sedikit dan tidak cukup untuk dijual kepada petani. Oleh karena itu, jagung hibrida yang dipasarkan biasanya bukan hasil silang tunggal (single cross) seperti itu, melainkan hasil silang tiga arah (three-way cross) atau silang ganda (double cross). Pada silang tiga arah hibrid H digunakan sebagai tetua betina untuk disilangkan lagi dengan galur murni lain sehingga biji hibrid yang dihasilkan akan dibawa oleh tongkol hibrid H yang ukurannya besar. Agak berbeda dengan silang tiga arah, pada silang ganda hibrid H disilangkan dengan hibrid I hasil silang tunggal antara galur murni C dan D. Dalam silang ganda ini, sebagai tetua betina dapat digunakan baik hibrid H maupun hibrid I karena kedua-duanya mempunyai tongkol yang besar. Memahami dan mempertahankan keragaman genetik suatu populasi sangat penting dalam konservasi karena keragaman genetik yang tinggi akan sangat membantu suatu populasi beradaptasi terhadap perubahan-perubahan yang terjadi di lingkungan sekitarnya, termasuk mampu beradaptasi terhadap penyakit-penyakit yang ada di alam. Sebagai contoh, suatu populasi dengan keragaman genetik yang rendah dapat kita umpamakan sebagai suatu kelompok individu yang saling bersaudara satu sama lain. Sehingga dalam jangka panjang, perkawinan yang terjadi di dalam kelompok tersebut akan merupakan perkawinan antar saudara (inbreeding). Kejadian inbreeding ini akan menyebabkan penurunan kualitas reproduksi dan menyebabkan suatu individu menjadi sensitif terhadap patogen. Perkembangan teknik molekuler seperti penemuan teknik Polymerase Chain Reaction (PCR) yang mampu mengamplifikasi untai DNA hingga mencapai konsentrasi tertentu, penggunaan untai DNA primer sebagai marker dalam proses PCR, penemuan lokus mikrosatelit yang hipervariabel, dan penemuan metode sekuensing DNA, telah menyebabkan ilmu genetik molekuler mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam studi biologi suatu populasi. Isolasi Reproduksi Isolasi reproduksi, barier atau hambatan geografik dapat memungkinkan terjadinya pernisahan dua populasi (allopatric). Hal tersebut terjadi karena adanya penimbunan pengaruh faktor-faktor luar (ekstrinsik) yang menyebabkan terjadinya isolasi faktor-faktor intrinsik. Keadaan ini memungkinkan terjadinya isolasi reproduksi, meskipun kedua populasi tersebut berada dalam satu lingkungan kembali (sympatric). Macam-macam mekanisme isolasi intrinsik adalah mekanisme yang mencegah/menghalangi terjadinya perkawinan, mekanisme yang mencegah terbentuknya hibrida, mekanisme yang mencegah kelangsungan hibrida. Isolasi ekogeografi Dua populasi yang terpisah oleh hambatan fisik, dapat menjadi berbeda begitu khusus sesuai dengan lingkungannya. Apabila pada suatu saat kedua populasi tersebut dikumpulkan menjadi satu, keduanya tidak akan mampu saling mengadakan perkawinan. Hal ini disebabkan karena keduanya tidak dapat lagi menyesuaikan diri pada kondisi yang baru. Mereka telah memperoleh perubahan genetik akibat dari keadaan sekelilingnya. Sebagai contoh adalah tanaman Platanus occidentalis dan Platanus orientalis. Keduanya dapat diserbukkan secara buatan dengan hasil keturunannya tetap, fertil. Namun penyerbukan secara alam tidak pemah terjadi karena masingmasing hanya dapat hidup di lingkungannya sendiri. Dalam hal ini mereka tidak hanya terpisah secara geografi saja tetapi juga secara genetik. Isolasi habitat Antara. dua populasi simpatrik yang menghuni daerah yang berbeda lebih sering terjadi perkawinan daripada antara sesama populasi setempat namun berbecla sifat- sifat genetiknya. Dapat dikemukakan sebagai contoh adalah katak Bufo fowleri dan Bufo americanus. Keduanya dapat kawin dan menghasilkan keturunan yang fertil. Kalau pada suatu waktu tempat tinggalnya bercampur ternyata bahwa Bufo fowleri akan lebih banyak mengadakan perkawinan dengan sesamanya dibanding dengan Bufo americanus. Hal ini disebabkan karena Bufo fowleri akan memilih tempat tinggalnya untuk kawin di air yang tenang, sedangkan Bufo americanus di kubangan-kubangan air hujan. Isolasi iklim musim Pinus radiata dan Pinus muricata keduanya terclapat di beberapa tempat di California dan tergolong simpatrik. Kedua jenis Pinus tersebut dapat disilangkan tetapi perkawinan silang ini boleh dikatakan tidak pernah terjadi di alam. Hal ini disebabkan karena perbedaan masa berbunga Pinus radiata terjadi pada awal Februari sedang Pinus muricata pada bulan April. Berikut ini adalah contoh empat jenis katak yang tergolong pada genus Rana. Meskipun hidup di daerah yang sama tetapi tidak terjadi persilangan, karena perbedaan masa aktif perkawinan. Isolasi perilaku Pada berbagai jenis ikan ternyata kelakuan meminang ikan betina oleh ikan jantan berbeda. Sebagai contoh diambil 2 perbandingan sebagai berikut, yang satu membuat sarang dengan 2 lubang untuk masuk dan keluar, sarang digantungkan pada tumbuhan air, sedangkan yang lain pada sarang hanya ada satu lubang ialah tempat masuk saja, sarang dibuat pada dasar kolam. Isolasi mekanik Yang dimaksud dengan isolasi mekanik adalah hal yang menyangkut struktur yang berkaitan dengan peristiwa perkawinan itu sendiri. Misal bila hewan jantan dari suatu spesies jauh lebih besar ukurannya daripada jenis betina. Atau jika alat kelamin yang jantan mempunyai bentuk yang sedemikian rupa sehingga tidak dapat cocok dengan alat kelamin yang betina. Pada beberapa makhluk bentuk alat kelamin itu sedemikian rupa hingga dalam hal ini berlaku apa yang disebut sistem "lock and key" (kunci dan gembok), tetapi pada kebanyakan makhluk tidaklah demikian. Pada hewan kaki sejuta yang termasuk genus Brochoria dijumpai bahwa bentuk alat kelamin pada yang jantan berbeda-beda hingga sering digunakan sebagai titik tolak untuk klasifikasi, tetapi pada yang betina bentuknya serupa. Isolasi mekanik semacam ini pada tumbuhan ternyata lebih berpengaruh dibanding dengan pada hewan, terutama yang berkaitan dengan hewan penyebar serbuk sari. Seperti disinggung di muka tentang adaptasi maka ada kekhususan bentuk bunga dalam hubungannya dengan hewan penyebar serbuk sari. Isolasi gamet Sebagaimana diketahui peristiwa penyerbukan tidak tentu mengakibatkan peristiwa fertilisasi. Pada percobaan menggunakan Drosophila virilis dan Drosophila americana, dengan inseminasi buatan maka sperma dari jenis jantan tidak dapat mencapai sel telur karena tidak dapat bergerak sebagai akibai adanya cairan penghambat dalarn saluran reproduksi. Pada spesies Drosophila lain mekanismenya berbeda; pada waktu sperma masuk dalam saluran reproduksi, saluran tersebut membengkak hingga sperma-sperma tersebut mati. Peristiwa isolasi garnet juga dijumpai pada tanaman tembakau dalam hal ini meskipun serbuk sari sudah diletakkan pada stigma tetapi tidak terjadi fertilisasi karena inti dari serbuk sari tersebut tidak dapat mencapai inti telur dalam ovul. Mekanisme Yang Mengurangi Keberhasilan Intersection Cross (persilangan) : 1. Gametic Mortality (Kematian Gamet), meskipun oleh struktur yang kebetulan memungkinkan bahwa dua spesies binatang atau tumbuh-tumbuhan dapat mengadakan perkawinan, fertilisasi yang sebenarnya mungkin tidak akan terjadi. Contohnya adalah persilangan antara Drosophila virilis dengan Drosophila Americana, sperma dari lalat jantan bila sampai pada alat kelamin betina segera berhenti bergerak karena keadaan yang tidak sesuai pada alat kelamin tersebut. Dengan demikian sperma tidak akan mencapai sel telur. Drosophila yang lain menghasilkan reaksi antara pada saluran betina jika mereka mengadakan perkawinan antar spesies. Reaksi ini menyebabkan alat kelamin betina mengembang dan dengan demikian menghalangi sperma untuk mencapai sel telur dan mati. 2. Zygot Mortality (Kematian Gamet), hybrid seringkali sangat lemah dan berbentuk tidak baik sehingga sering mati sebelum mereka dikeluarkan dari induknya. Hal ini berarti bahwa gene flow antara kedua golongan induk tidak terjadi. 3. Hybrid Invibility, yaitu anggota dari kedua spesies berdekatan kemungkinan dapat mengadakan persilangan dan menghasilkan keturunan yang fertil. Jika keturunan ini dan keturunannya lagi bersifat sekuat orang tua mereka disamping adaptasi sebaik orang tua mereka juga, maka dua populasi ini tidak akan tetap terpisah untuk jangka waktu lama jika mereka simpatrik. Hal ini mengakibatkan mereka tidak lagi disebut sebagai dua spesies yang penuh tetapi jika anak-anaknya dan keturunan berikutnya kurang begitu teradaptasi, mereka segera lenyap. 4. Hybrid Sterility, yaitu beberapa persilangan antar spesies menghasilkan hybrid yang kuat tetapi steril. Contoh terbaik adalah persilangan antara kuda dengan keledai yang menghasilkan hybrid mule. Mule mempunyai sifat-sifat lebih unggul daripada kedua induknya, tetapi mule adalah binatang steril. Isolasi perkembangan Pada Rana pipiens terjadi peristiwa fertilisasi Yang berhasil tetapi embrionya tidak dapat tumbuh dan segera mati. Pada dunia ikan peristiwa semacam ini banyak terjadi; seringkali telur dari suatu spesies dibuahi oleb sperma dari spesies lain, tetapi segera terjadi seperti halnya pada Rana pipiens di atas. Ketidakmampuan hidup suatu hibrida Peristiwa perkawinan yang tidak dapat berlangsung karena adanya hambatan geografi, perubahan genetik, adanya perbedaan musim perkawinan, perbedaan kelakuan dan akhirnya karena hambatan mekanik. Kalau hambatan ini kita anggap sebagai hambatan pada langkah pertarna, maka hambatan selanjutnya terjadi pada langkah berikutnya. Jadi dalam hal ini perkawinan dapat terjadi, tetapi pembentukan gametnya terlambat. Berikumya adalah peristiwa yang langkah pertarna dan kedua tidak mendapat halangan suatu apa, tetapi kemudian hambatan terjadi pada langkah berikutnya. Perkawinan dapat berlangsung, pembentukan garnet dapat terjadi, tetapi embrio yang terjadi tidak dapat tumbuh dan berkembang. Pada langkah berikutnya adalah peristiwa di mana semua fase tersebut di atas dapat dilalui dengan selamat tetapi ternyata kemudian perkembangan dari hibrida adal lemah, cacat dan kebanyakan mati sebelurn dapat mengadakan reproduksi. Dari kejadian tersebut dapat disimpulkan bahwa tiada pertukaran gen antara kedua induk. Dalarn praktek dijumpai ini pada tanaman tembakau yang mati sebelum berbunga karena adanya tumor pada bagian vegetatifnya. Deduksi terhadap hukum keseimbangan Hardy-Weinberg meliputi tiga langkah, yaitu (1) dari tetua kepada gamet-gamet yang dihasilkannya, (2) dari penggabungan gamet-gamet kepada genotipe zigot yang dibentuk, dan (3) dari genotipe zigot kepada frekuensi alel pada generasi keturunan. Secara lebih rinci ketiga langkah ini dapat dijelaskan sebagai berikut. Misalkan pada generasi tetua terdapat genotipe AA, Aa, dan aa, masing-masing dengan frekuensi P, H, dan Q. Sementara itu, frekuensi alel A adalah p, sedang frekuensi alel a adalah q. Dari populasi generasi tetua ini akan dihasilkan dua macam gamet, yaitu A dan a. Frekuensi gamet A sama dengan frekuensi alel A (p). Begitu juga, frekuensi gamet a sama dengan frekuensi alel a (q). Dengan berlangsungnya kawin acak, maka terjadi penggabungan gamet A dan a secara acak pula. Oleh karena itu, zigot-zigot yang terbentuk akan memilki frekuensi genotipe sebagai hasil kali frekuensi gamet yang bergabung. Tiga macam genotipe zigot yang terbentuk, yakni AA, Aa, dan aa, masing-masing dengan frekuensi p2, 2pq, dan q2. Faktor yang berpengaruh pada keseimbangan HardyWeinberg Kawin acak Populasi mendelian yang berukuran besar sangat memungkinkan terjadinya kawin acak (panmiksia) di antara individuindividu anggotanya. Artinya, tiap individu memiliki peluang yang sama untuk bertemu dengan individu lain, baik dengan genotipe yang sama maupun berbeda dengannya. Dengan adanya sistem kawin acak ini, frekuensi alel akan senantiasa konstan dari generasi ke generasi. Prinsip ini dirumuskan oleh G.H. Hardy, ahli matematika dari Inggris, dan W.Weinberg, dokter dari Jerman, sehingga selanjutnya dikenal sebagai hukum keseimbangan Hardy-Weinberg. Di samping kawin acak, ada persyaratan lain yang harus dipenuhi bagi berlakunya hukum keseimbangan Hardy-Weinberg, yaitu tidak terjadi migrasi, mutasi, dan seleksi. Dengan perkatan lain, terjadinya peristiwaperistiwa ini serta sistem kawin yang tidak acak akan mengakibatkan perubahan frekuensi alel. Migrasi Migrasi merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi bagi berlakunya hukum keseimbangan Hardy-Weinberg. Hal ini berarti bahwa peristiwa migrasi akan menyebabkan terjadinya perubahan frekuensi alel. Lebih jauh, kuantifikasi migrasi dalam bentuk laju migrasi (lazim dilambangkan sebagai m), sering kali digunakan untuk menjelaskan adanya perbedaan frekuensi alel tertentu di antara berbagai populasi, misalnya perbedaan frekuensi golongan darah sistem ABO yang terlihat sangat nyata antara ras yang satu dan lainnya. Laju migrasi dapat didefinisikan sebagai proporsi atau persentase alel tertentu di dalam suatu populasi yang digantikan oleh alel migran pada tiap generasi. Sebagai contoh, jika pada tiap generasi sebanyak 80 dari 1000 ekor ikan normal digantikan oleh ikan albino, maka dikatakan bahwa laju migrasinya 0,08 atau 8%. Secara matematika, hubungan antara perubahan frekuensi alel dan laju migrasi dapat dilihat sebagai persamaan berikut: pn – P = (po – P)(1 – m)n pn = frekuensi alel pada populasi yang diamati setelah n generasi migrasi P = frekuensi alel pada populasi migran po = frekuensi alel pada populasi awal (sebelum terjadi migrasi) m = laju migrasi n = jumlah generasi Mutasi Faktor lain yang dapat menyebabkan terjadinya perubahan frekuensi alel adalah mutasi. Namun, peristiwa yang sangat mendasari proses evolusi ini sebenarnya tidak begitu nyata pengaruhnya dalam perubahan frekuensi alel. Hal ini terutama karena laju mutasi yang umumnya terlalu rendah untuk dapat menyebabkan terjadinya perubahan frekuensi alel. Selain itu, individu-individu mutan biasanya mempunyai daya hidup (viabilitas), dan juga tingkat kesuburan (fertilitas), yang rendah. Dari kenyataan tersebut di atas dapat dimengerti bahwa mutasi hanya akan memberikan pengaruh nyata terhadap perubahan frekuensi alel jika mutasi berlangsung berulang kali (recurrent mutation) dan mutan yang dihasilkan memiliki kemampuan untuk beradaptasi dengan lingkungan yang ada. Hubungan matematika antara laju mutasi dan perubahan frekuensi alel dapat dirumuskan seperti pada contoh berikut ini. Misalnya, di dalam suatu populasi terdapat alel A dan a, masingmasing dengan frekuensi awal po dan qo. Mutasi berlangsung dari A ke a dengan laju mutasi sebesar u. Sebaliknya, laju mutasi alel a menjadi A adalah v. Dengan demikian, perubahan frekuensi alel A akibat mutasi adalah ∆p = vqo – upo, sedang perubahan frekuensi alel a akibat mutasi adalah ∆q = upo – vqo. Ketika dicapai keseimbangan di antara kedua arah mutasi tersebut nilai ∆p dan ∆q adalah 0. Oleh karena itu, vqo = upo, atau secara umum vq = up. Jika persamaan ini dielaborasi, maka akan didapatkan p = v/(u + v) dan q = u/(u + v). Seleksi Individu-individu dapat memberikan kontribusi genetik yang berbeda karena mereka mempunyai daya hidup dan tingkat kesuburan yang berbeda. Proporsi atau persentase kontribusi genetik suatu individu kepada generasi berikutnya dikenal sebagai fitnes relatif atau nilai seleksi individu tersebut. Nilai fitnes relatif berkisar antara 0 dan 1. Genotipe superior di dalam suatu populasi, atau disebut juga genotipe baku, dikatakan memiliki nilai fitnes relatif sama dengan 1, sementara untuk genotipe-genotipe lainnya nilai fitnes relatif besarnya kurang dari 1. Proporsi pengurangan kontribusi genetik suatu genotipe bila dibandingkan dengan kontribusi genetik genotipe baku disebut koefisien seleksi (s) genotipe tersebut. Dengan perkataan lain, nilai fitnes relatif genotipe ini adalah 1 – s. Kawin tidak Acak Faktor lain yang meyebabkan gangguan keseimbangan HardyWeinberg adalah sistem kawin tidak acak (non random mating). Jika dilihat dari segi fenotipe, ada sistem kawin tidak acak yang dikenal sebagai perkawinan asortatif. Dengan perkataan lain, perkawinan asortatif adalah sistem kawin tidak acak yang didasarkan atas fenotipe. Perkawinan asortatif dapat berupa perkawinan asortatif positif atau asortatif negatif (disasortatif). Pada perkawinan asortatif positif individu-individu yang mempunyai fenotipe sama cenderung untuk lebih sering bertemu bila dibandingkan dengan individu-individu dengan fenotipe berbeda. Sebaliknya, pada perkawinan asortatif negatif individu-individu yang mempunyai fenotipe berbeda cenderung untuk lebih sering bertemu bila dibandingkan dengan individu-individu dengan fenotipe yang sama. Di samping perkawinan asortatif ada pula sistem kawin tidak acak yang tidak memandang fenotipe individu tetapi dilihat dari hubungan genetiknya. Sistem kawin semacam ini dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu silang dalam (inbreeding) dan silang luar (outbreeding). Silang dalam adalah perkawinan di antara individu-individu yang secara genetik memiliki hubungan kekerabatan, sedang silang luar adalah perkawinan di antara individu-individu yang secara genetik tidak memiliki hubungan kekerabatan. Perkawinan asortatif positif dan silang dalam akan meningkatkan frekuensi genotipe homozigot. Sebaliknya, perkawinan asortatif negatif dan silang luar akan meningkatkan frekuensi genotipe heterozigot.Cara menghitung frekuensi alel dalam suatu populasi. Misalkan dalam suatu populasi, terdapat 2 alel dalam satu lokus, yaitu A1 dan A2, maka dalam populasi tersebut hanya ada variasi genotip individu sebagai berikut A1A1, A1A2, dan A2A2. Di alam perkawinan antar spesies jarang terjadi Fertilisasi atau pembuahan adalah proses bersatunya spermatozoa dengan ovum. Inti sperma bergabung dengan inti ovu, sehingga kromosom yang haploid sebagai hasil meiosis dari kedua macam gamet akan bergabung sehingga zigot yang terbentuk sebagai hasil fertilisasi itu mengandung kromosom yang kembali dalam susunan diploid. Zigot akan membelah berulang-ulang secara mitosis, sehingga terjadi embrio dan individu baru yang tetap dalam susunan diploid. Dalam proses fertilisasi ini hanya dapat terjadi pada spesies yang sama, sehingga akan didapatkan keturunan yang fertil. Hal ini dikarenakan pada sel telur terdapat suatu glikoprotein sebagai reseptor pada bagian zona pelusida yang sama pasa satu speisies. Sehingga spesies lain tidak dapat membuahi sel telur. Susunan glikoprotein dan glikolipid yang ada pada membrane sel telur berbeda antara spesies satu dengan yang lain. Pada saat fertilisasi,ovum hanya dapat menerima sperma yang susunannya bersesuaian sehingga hampir tidak mugkin sperma dapat membuahi ovum spesies lain yang dalam evolusi disebut dengan isolasi gametik. Kecuali jika kekerabatannya sangat dekat dengan susunan sel telurnya mirip sehingga mungkin saja terjadi fertilisasi. Seperti pada buah mangga A dikawinkan dengan mangga B menghasilkan varietas mangga AB yang bersifat unggul. Meskipun reseptor pada zona pelucida khas species, yang dapat berarti hanya dapat berikatan dengan protein perikatan telur spermatozoon species yang sama. Namun terdapat pula suatu kemungkinan dimana terjadi kecocokan antara reseptor dengan protein sperma antar species. Tetapi hewan yang berbeda species itu, namun biasanya harus berada dalam satu Familia, seperti antara kuda dan kedelai, atau harimau dan singa. Hal ini dikarenakan reseptor pada zona pelucida ovumnya masih dapat bersetangkup dengan protein perikatan telur pada kepala spermatozoa pasangan. Pada percobaan di laboratorium dapat pula dilakukan fertilisasi buatan antara species yang berada bada ordo yang berbeda. Untuk itu zona pelucida dari sel telur dibuang sehingga spermatozoon dapat menembus masuk telur dengan tanpa halangan. Untuk mempelajari susunan kromosom sperma di laboratorium dilakukan fertilisasi ovum hamster yang bebas zona. Setelah kepala spermatozoa masuk ovum, terjadi perpasangan kromosom homolog, dan waktu metafase dapat ditangkap semua kromosom yang berasal dari spermatozoa itu. Telah dianalisa, bahwa reseptor spermatozoa pada zona pelucida itu terdiri dari bagian selubung sel berupa oligosakarida, sebagai percabangan yang menonjol ke luar dari protein zona. Struktur kimia dari oligosakarida dengan protein pangkalnya itu pun kini sudah diketahui yang diharapkan dapat dipakai untuk mencari suatu zat yang mampu mengubah sedikit struktur oligosakarida itu, sehingga dapat mengulangi perikatan dengan protein plasmalema spermatozoa. Ada dua macam hambatan (barrier) yang menyebabkan dua spesies tidak bisa menghasilkan keturunan, yaitu: 1. Pre-zygotic barriers (hambatan sebelum terjadinya sigot/fertilisasi), yang meliputi: Habitat isolation (mempunyai habitat yang berbeda) Behavioral isolation (tingkah laku seksual yang berbeda) Temporal isolation (waktu kematangan/kesiapan yang berbeda) Tiga hambatan ini menyebabkan dua spesies yang berbeda tidak bisa melakukan perkawinan. Jika mereka melakukan perkawinan maka hambatan yang terjadi adalah: Mechanical isolation (struktur organ kelamin yang tidak cocok) Gametic isolation (gamet jantan dan gamet betina tidak cocok) 2. Post-zygotic barriers (hambatan setalah terjadinya sigot), yang meliputi: Reduced hybrid viability dimana hibrid tidak dapat berkembang atau gagal mencapai kematangan seksual Reduced hybrid fertility dimana hibrid tidak dapat menghasilkan gamet yang berfungsi Hybrid breakdown yang menghasilkan keturunan dari hibrid mempunyai viabilitas dan fertilitas yang menurun Mekanisme isolasi yang berfungsi untuk menghalangi aliran gen antara spesies juga terjadi dalam spesies yang sama. Tiap spesies menyusun populasi local yang dipisahkan secara geografi atau secara ekologi. Mekanisme isolasi tersebut membuat pertukaran gen antara populasi tertentu ditiadakan. Isolasi reproduktif dibagi menjadi 2, yaitu: 1. Isolasi prazigot. Adalah isolasi yang menyebabkan dua spesies tidak dapat kawin, atau isolasi yang menghalangi terjadinya fertilisasi. Berdasarkan penyebabnya isolasi prazigot dibagi menjadi 5 yaitu sebagai berikut: a. Isolasi temporal yang disebabkan oleh adanya perbedaan masa kawin atau kematangan gamet terjadi pada saat yang berbeda. Contohnya : Lalat buah Drosophilla pseudobscura memiliki masa kawin di sore hari sedangkan Drosophilla pseusimilis memiliki masa kawin di pagi hari. b. Isolasi ekologi, disebabkan karena 2 spesies yang berkerabat dekat terdapat di daerah geografi yang sama, namun di habitat yang berbeda. Contohnya , katak pohon kawin di danau yang tidak permanen (kubangan) sedangkan katak banteng kawin di danau atau badan air yang lebih besar / permanen. c. Isolasi perilaku, disebabkan karena adanya perbedaan perilaku tertentu atau ritual yang berbeda – beda pada masa kawin, dan perilaku tersebut hanya dapat dimengerti oleh pasangan dari spesies yang sama sehingga spesies lain tidak mengerti, sehingga tidak terjadi perkawinan. Contohnya burung bower Australia jantan , akan menghiasi sarangnya untuk menarik perhatian betinanya, setelah betina memasuki sarang maka jantan akan menari dan memainkan nada – nada kicauan setelah ritual selesai maka terjadilah perkawinan dikarenakan pasangan dari satu spesies ini saling mengerti. d. Isolasi mekanik, disebabkan karena adanya perbedaan struktur kelamin, perbedaan anatomi atau morfologi membuat dua spesies yang berbeda tidak dapat kawin. Contohnya pada tumbuhan sage hitam, memiliki struktur bunga yang kecil sehingga hanya bisa dipolinasi oleh lebah kecil, sedangkan tumbuhan sage putih memiliki struktur bunga yang besar sehingga hanya bisa dipolanasi oleh lebah yang besar. e. Isolasi gamet , disebabkan karena adanya perbedaan susunan molekul dan kimiawi yang berbeda antara dua gamet. Contoh pada ikan, ikan yang meletakkan telurnya diair tidak akan dibuahi oleh sperma dari spesies yang berbeda karena selaput sel telur mengandung protein tertentu yang hanya dapat mengikat molekul sel sperma dari spesies yang sama. 2. Isolasi postzigot Terjadi jika isolasi prazigot gagal, diantaranya: a. Hibrid. Pada umumnya, embrio yang terbentuk dari dua spesies yang berbeda akan gugur. Hal itu disebabkab karena gen – gen dari kedua induk yang berbeda, tidak dapat bekerja sama mendorong mekanisme membentuk embrio normal. Contohnya semua hybrid dari telur katak banteng yang dibuahi oleh katak leopard akan mati pada stadium embrio. b. Hybrid mandul. Terjadi jika induk memiliki jumlah kromosom yang berbeda sehingga sinapsis atau pemasangan kromosom homolog dalam meiosis tidak terjadi. Contohnya hybrid dari kuda dan keledai menghasilkan mule, yaitu gabungan kuda dan keledai mandul. c. Hybrid pecah , hybrid berkembang menjadi subur dan dapat menghasilkan generasi F2 dari persilangan antara 2 hibrid atau hybrid dengan galur induk. Filal 2 yang dihasilkan ini disebut hybrid pecah. Perkawinan beda spesies tidak dapat terjadi karena menurut ilmu genetika setiap spesies memiliki jumlah kromosom yang berbeda dan memiliki kekhususan system reproduksinya masing-masing. Jika terjadi kasus perkawinan beda spesies maka akan terjadi infertile karena setiap mahluk hidup memiliki system dan organ reproduksi yang berbeda. Infertilitas yang disebabkan oleh factor congenital seringkali banyak dijumpai. Termasuk abnormalitas ini adalah abnormalitas dalm pembentukan ovarium, oviduk, uterus, cervix, vagina dan vulva. Beberapa diantaranya bersifat letal, beberapa bersifat gangguan dalam fungsional dan morfologi. Kondisi morfologi yang sering dijumpai adalah hipoplasia dan aplasia ovarium, anomaly pada organ genitalia tubuler, hermafrodit, freemartin, White heifer disease dan doble servix. Hal ini berakibat beberapa diantara ternak tersebut mengalami program culling. Sekitar 5238 pemotongan ternak yang tidak bunting terjadi di Brazil, 17.27% mengalami problem pada kasus-kasus genital seperti agenesis, atrophy, hypoplasia and tumours. Hipoplasi gonad pada sapi tidak mudah untuk didiagnosa dan pada kasus hipoplasia ovarium bilateral biasanya tidak menunjukkan karakter perkembangan seksual sekunder. Biasanya mereka anestrus dan infertil. Jika kelainan bersifat unilateral maka organ seksual normal bias ditemukan dan aktivitas estrus dapat dijumpai. Biasanya mereka normal tetapi fertilitasnya jauh dibawah hewan yang organnya normal. Kondisi tersebut dapat disebabkan karena gen resessif yang muncul atau karena kegagalan proses meiosis dalam pertukaran genetik sehingga untuk menghindari kasus-kasus seperti ini perlu digunakan induk-induk yang benar-benar bagua secara genetik sebagai breeding stock. Faktor genetik (keturunan) yaitu suatu sifat kebapakan yang berasal dari bapak atau ibu yang menurun kepada anak. Bila manifestasinya pada alat kelamin, mempunyai peranan dalam menimbulkan kemajiran pada ternak. Factor ini bila muncul pada alat kelamin, akan tampak dalam bentuk kelainan anatomi. Kelainan anatomi yang bersifat menurun ini umumnya disebabkan oleh kelainan pada kromosom kelamin (sex Chromosome) atau adanya kelainan satu gen yang resesif pada autosomnya. Ada yang mempengaruhi satu jenis kelamin saja, tetapi dapat pula maempengaruhi kedua jenis kelamin. Tergantung kepada berat tidaknya kelainan anatomi yang bersifat menurun pada alat kelamin tersebut, gangguan anatomi dapat mudah dikenali sejak awal periode reproduksi, dapat pula baru dijumpai setelah umur tua atau setelah menghasilkan banyak keturunan. Ada beberapa factor yang dapat memperberat terjadinya kelainan genetiuk pada alat kelamin, seperti bangsa ternak, lokasi geografis dari peternakan, musim, jenis kelamin, umur induk, dan beberapa macam zat bersifat racun yang masuk dalam tubuh melalui pakan. Factor genetic yang menimbulkan kemajiran mencapai 0,2-3% dari seluruh kasus kemajiran yang dilaporkan. Kelainan genetic ini selain mempengaruhi bentuk alat kelmain juga fungsi alat kelamin menjadi berkurang atau hilang sama sekali. Seperti disebutkan diatas, beberapa factor non genetic juga dapat pula mempengaruhi timbulnya kelainan anatomi pada alat kelamin. Factor nongenetik terutama dalam bentuk bahan organic, yang dapat mendorong terjadinya kelainan anatomi alat tubuh disebut teratogen. Bahan-bahan seperti racun dalam tanaman, bahan organic atau anorganik dapat bertindak sebagai teratogen. Kelainan anatomi pada alat kelamin yang disebabkan oleh factor genetic dan bersifat menurun, dapat terjadi baik pada hewan jantan maupun betina. Kelainan anatomi dapat terjadi pada ovarium dan saluran alat kelamin betina seperti tuba falopii, uterus, serviks, vagina, dan vulva pada hewan betina. Pada hewan jantan dapat terjadi pada testis, epididimis, vas deferens, kelenjar asesoris dan penis pada hewan jantan. Kelainan alat kelamin jantan yang bersifat menurun disebabkan olleh gen yang resesif pada autosomnya, dapat terjadi pada semua bagian alat kelamin jantan sejak dari testis, saluran-salurannya seperti epididimis, vasdeferens, ampula sampai penias dan kelenjar asesorisnya. Suatu keadaan yang testisnya gagal turun kedalam rongga skrotum melalui saluran inguinal. Sehingga testis tetap berada dalam rongga abdomen. Kegagalan penurunan bisa terjadi hanya satu testis disebut kriptorchid monolateral atau monorchid, dapat pula terjadi pada kedua testis disebut kriptorchid bilateral. Kriptorchid ini dapat terjadi pada semua hewan mamalia, tetapi yang paling sering dijumpai adalah kuda, kambing dan babi. Pada sapi, kelainan ini jarang. Kriptorchid baik yang monolateral maupun yang bilateral merupakan kelainan letak anatomi testis, dan bersifat herediter atau menurun. Penye4babnya adalah menyempitnya saluran inguinal, sehingga testis tidak dapat melewati saluran ini dan gagal memasuki skrotum dari rongga perut pada saat menjelang kelahiran. Pada kuda dan sapi, kelainan anatomi ini merupakan kelainan genetic yang dibawa oleh gen dominant pada yang jantan. Hewan jantan penderita kriptorchid yang bilateral sepenuhnya steril, karena kedua testis yang berada didalam rongga perut tidak mampu mengadakan proses spermatogenesis, sehingga tidak dapat dihasilkan sel spermatozoa. Kriptorchid yang monolateral, proses spermatogenesis masih dapat terjadi pada testis yang berada dalam rongga skrotum, namun air mani yang dihasilkan mempunyai konsentrasi rendah dan kondisinya encer. Pada sapi, kambing dan domba, pejantan yang kriptorchid harus dipotong, setelah dipelihara dalam rangka penggemukan. KUIS 1. Sebutkan beberapa faktor agar hukum Hardy-Weinberg berlaku! 2. Mengapa pada populasi yang kecil hukum Hardy-Weinberg tidak berlaku? 3. Apakah perbedaan antara genetic flow dengan genetic drift? 4. Mengapa pada hukum Hardy-Weinberg mensyaratkan terjadinya kawin acak? 5. Menurut saudara adakah hubungan antara crossing over dengan humum Hardy-Weinberg? Jelaskan! BAB III KAIDAH MENDEL Gregor Johann Mendel dilahirkan tahun 1822 pada kekaisaran Austria (sekarang masuk Republik Ceko). Mendel mempelajari ilmu genetika dengan menggunakan tanaman ercis sebagai bahan eksperimen. Melalui percobaannya ini ia menyimpulkan sejumlah aturan mengenai pewarisan sifat yang dikenal dengan nama Hukum Pewarisan Mendel. Pada tahun 1856 Mendel memperlihatkan pengalaman-pengalamannya yang masyhur di bidang pembiakan tumbuh-tumbuhan. Menjelang tahun 1865 dia sudah menemukan hukum keturunannya yang kesohor dan mempresentasikan hasil kerjanya di depan perkumpulan ilmuwan di bidang hayati pada masa tersebut.Tahun 1866 hasil penyelidikannya diterbitkan oleh majalah Transactions milik perkumpulan itu dengan judul "Experiments with Plant Hybrids." Manuskrip keduanya diterbitkan oleh majalah itu juga tiga tahun kemudian. Kendati majalah itu bukanlah majalah besar, tetapi banyak terdapat di pelbagai perpustakaan besar. Di samping itu Mendel mengirim satu salinan kepada Karl Nageli, seorang tokoh ilmu genetika pada zaman itu. Karl Nageli membaca salinan itu dan kirim balasan kepada Mendel namun ilmuwan genetika ini belum dapat menangkap pesan penting hasil karya Mendel. Sesudah itu karya ilmiah Mendel diabaikan dan dilupakan orang selama hampir tiga puluh tahun lamanya. Jerih payah Mendel baru diketemukan kembali tahun 1900 oleh tiga ilmuwan dari tiga bangsa yang berbeda-beda: Hugo de Vries dari Negeri Belanda, Carl Correns dari Jerman dan Erich von Tschermak dari Austria. Mereka bekerja secara terpisah ketika menemukan artikel Mendel. Para ilmuwan ini sudah punya pengalaman sendiri di bidang botani. Masing-masing secara tersendiri menemukan hukum Mendel. Pada kurun waktu yang sama William Bateson, ilmuwan berkebangsaan Inggris, membaca hasil karya Mendel dan segera mengumumkan dukungannya pada pentingnya karya Mendel dalam bidang ilmu genetika, sehingga Mendel mendapat sambutan meriah dan penghargaan atas karya besarnya yang dilakukan semasa hidup. Mendel mengetahui bahwa pada semua organisme hidup terdapat unit dasar yang kini disebut gen yang secara khusus diturunkan oleh orang tua kepada anak-anaknya. Dalam dunia tumbuh-tumbuhan yang diselidiki Mendel, tiap ciri khusus, misalnya warna benih, bentuk daun, ditentukan oleh pasangan gene. Suatu tumbuhan mewariskan satu gen tiap pasang dari tiap induknya. Mendel menemukan, apabila dua gene mewariskan satu kualitas tertentu yang berbeda misalnya, satu gen untuk benih hijau dan lain gene untuk benih kuning akan menunjukkan dengan sendirinya dalam tumbuhan tertentu itu. Tetapi, gen yang berciri lemah tidaklah hilang dan mungkin terus tersimpan dan muncul kembali. Mendel menyadari, tiap kegiatan sel atau gamet (serupa dengan sperma atau telur pada manusia) berisi pansangan alela. Mendel menegaskan, hanyalah suatu kebetulan bilamana gen dari satu pasang terjadi pada satu gamet dan diteruskan kepada keturunan tertentu. Pemberian sebidang tanah atau bentuk kekayaan lain kepada seseorang setelah pemiliknya meninggal merupakan tindakan yang sah dan telah dilaksanakan orang lebih dari 10000 tahun. Berbeda dengan tipe pewarisan yang sah seperti tersebut di atas, penurunan sifat-sifat biologi dari orang tua kepada keturunannya disebut kebakaan. Karena satuan biologi kebakaan itu diberi nama gen, maka ilmu tentang kebakaan itu disebut genetika. Semua makhluk hidup memiliki sifatsifat turun-remurun, sebab setiap individu berasal dari individu lain yang semacam. Telah umum diketahui bahwa seekor anjing akan lebih mirip bapak dan induk anjing daripada mirip dengan kucing, sebaliknya anak kucing akan lebih mirip bapak dan induk kucing daripada mirip dengan anjing. Jadi anjing dan kucing memiliki sifat turun-temurun yang dipunyai oleh anggota jenisnya, tetapi.ddak semua anjing atau kucing persis sama benar satu sama lain, bahkan saudari seperindukan pun mungkin memperlihatkan perbedaan yang nyata. Jadi variasi, yaitu terjadinya perbedaan antar individu organisme, menutupi kesamaan dasar yang disebabkan kebakaan. Beberapa dari perbedaan ini juga turun-temurun, tetapi yang lain tidak. Kadang-kadang suatu perbedaan sifat dapat terjadi karena perbedaan cara mengasuh (membesarkan). Umpamanya, seekor anak anjing dari keturunan anjing besar mungkin akan tumbuh menjadi anjing kecil dan lemah sebab tidak diberi makan secukupnya, sedangkan anak anjing lain dari kerurunan yang sama yang memperoleh makanan yang baik akan tumbuh menjadi anjing yang besar dan kuat. Meskipun demikian, adakalanya perbedaan itu tidak disebabkan oleh perbedaan pemeliharaan, melainkan disebabkan oleh sesuaru sifat pembawaan sejak lahir. Pada sekelompok anjing seperindukan yang dihasilkan dari silangan antara anjing kecil dan anjing besar, maka anak-anak anjing ini mungkin tumbuh menjadi anjing dewasa yang berbeda-beda besarnya, walaupun anjing-anjing itu diberi makan secukupnya. Oleh karena itu, tampaklah bahwa ada dua macam perbedaan antarindividu organisme: (1) perbedaan yang ditentukan oleh keadaan luar, yaitu yang dapat ditelusuri dari lingkungan; dan (2) perbedaan yang dibawa sejak lahir, yaitu yang dapat ditelusuri dari genetikanya. Ini berarti bahwa setiap makhluk dewasa harus dianggap sebagai hasil kombinasi antara warisan alami yang diterima dari orang tuanya dan lingkungan tempat hidupnya. Dalam bahasa genetika suatu fenotipe (penampilan dan cara berfungsinya) individu merupakan hasil interaksi antara genotipe (warisan alami) dan lingkungannya. Dari kaidah umum genetika pertama ini jelas bahwa tak ada sifat suatu individu yang disebabkan hanya oleh faktor genetik atau hanya oleh lingkungan. Keduanya selalu terlibat, sebab sifat mana pun harus memiliki lingkungan untuk mengekspresikannya. Walaupun sifat khas suatu fenotipe tertentu tak dapat melulu ditentukan oleh genotipe atau oleh lingkungan, ada kemungkinan perbedaan fenotipe antara individu yang terpisah itu disebabkan oleh perbedaan genotipe atau oleh perbedaan.lingkungan atau oleh kedua-duanya. Jadi, jika dua individu yang memiliki genotipe yang sama dibesarkan dalam lingkungan yang berbeda, maka perbedaan apa pun yang mungkin tampak pada fenotipenya tentulah disebabkan oleh lingkungannya. Demikian pula jika dua individu dipelihara dalam lingkungan yang konstan, maka perbedaan fenotipe apa pun yang akan muncul pasti disebabkan oleh genotipenya. Oleh karena itu, hanya dengan mempelajari perbedaan-perbedaan kita dapat memisahkan di bagian mana dan bagaimana unsure genetic itu berperanan. Pada kenyataannya hanya ada satu cara yang paling tepat unruk menentukan bahwa suatu perbedaan fenotipe itu disebabkan oleh kebakaan, yaitu dengan cara memperlihatkan bahwa perbedaan itu dapat direruskan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Kaidahkaidah yang mengatur penurunan sifat-sifat dari tetua kepada kerurunannya berkaitan dengan nama Mendel, dan berikut ini akan dibahas karya Mendel. Kaidah-Kaidah Mendel Manusia tertarik oleh ilmu genetika sejak awal sejarah yang terekam dan telah diketahui bahwa sejak 6000 tahun yang silam manusia telah merekam silsilah kuda. Walaupun begitu, sampai kirakira 120 tahun yang lalu, segala usaha untuk menjelaskan hasil rekaman silsilah itu selalu gagal, sebab peneliti-peneliti itu memusatkan perhatiannya pada terlalu banyak sifat pada suatu saat dan akibatnya tidak dapat membedakan mana hutan mana pohon (tak dapat melihat persoalan). Seorang ilmuwan Austria, yang bernama Gregor Mendel (1822-1884) adalah orang yang mula-mula dapat merumuskan kaidah dasar kebakaan dan mencatat penemuannya itu dalam suatu karya ilmiah yang diterbitkan pada tahun 1866. Percobaan-percobaan Mendel seluruhnya dikerjakan pada tumbuhan, terutama Pisum sativum (satu macam ercis), tetapi kesimpulannya kini dapat diterapkan pada hampir semua bentuk makhluk hidup. Tidak seperti peneliti-peneliti terdahulu, Mendel membatasi perhatiannya pada penurunan (transmission) satu atau beberapa sifat dalam eksperimen penangkaran yang terencana, yaitu suatu eksperimen yang tumbuhan induknya memperlihatkan satu atau lebih sifat yang sama tetapi dengan ekspresi yang kontras ditangkarsilangkan (cross-bred) atau disilangkan, dan catatan yang teliti dari hasil silangannya selama beberapa generasi disimpan dengan baik. Keberhasilan Mendel terutama disebabkan oleh cara pendekatan terhadap masalah yang dilakukan secara logis. Hasil-hasil pengamatannya, ia lakukan bukan hanya diterangkan melalui metode pendekatan, tetapi juga melalui saran-sarannya tentang unsur khusus yang berkaitan dengan apa yang kini disebut gen. Ia telah mencapai kemajuan yang luar biasa ke arah pemahaman yang nyata tentang kebakaan. Kehebatan sumbangan Mendel bukan terletak pada pengamatannya, tetapi pada cara mengambil kesimpulan. Analisisnya yang teoritis tentang kebakaan itu berada jauh ke depan dari masanya dan ia sangat kecewa bahwa semasa hidupnya hasii karyanya dilupakan orang. Baru pada tahun 1900, hasil-hasil Mendel dibaca oleh para ahli sehingga diketahui betapa pentingnya karya Mendel, sehingga Mendel menjadi terkenal di seluruh dunia dalam beberapa bulan saja. Sejak penemuan kembali karya Mendel itu, genetika menjadi salah satu cabang utama biologi, yang mempengaruhi setiap aspek biologi, dari mulai proses-proses biokimia dalam sel dan perilaku virus di satu pihak sampai perilaku populasi dan jalannya evolusi di lain pihak. Konsep tentang gen sebagai suatu faktor kebakaan tak disangsikan lagi merupakan salah satu dasar biologi modern, yang pentingnya sebanding dengan konsep sel dan konsep evolusi. Dari caranya Mendel menangani program penangkaran jelaslah bahwa ia menyadari adanya dua persyaratan praktis bagi keberhasilan perencanaan suaru percobaan yang kritis tentang kebakaan dari setiap organisme yang bereproduksi secara kawin. Pertama, persilangan harus dilakukan antar tetua yang memiliki sifat yang sama tetapi memperlihatkan penampilan yang kontras. Jika umpamanya kita ingin mempelajari sesuatu tentang kebakaan sifat pendeknya batang pada tumbuhan tertentu, kita harus menyilangkan suatu individu yang memiliki batang yang ukurannya normal dengan individu yang batangnya pendek, sedangkan semua sifat lainnya kira kesampingkan. Persyaratan kedua ialah bahwa masing-masing tetuanya harus berasal dari galur penangkaran murni (yaitu suatu galur individu yang berbiak sejati bagi sifat-sifat yang sedang diamati), sebab jika persyaratan ini tidak terpenuhi, perbedaan apa pun yang tampak pada keturunannya tak dapat dianggap berasal dari perbedaan turun-temurun antara tetuanya.'Galur murni' yang demikian hanya dapat diperoleh dengan pasti pada organisme yang mengadakan perkawinan sindiri secara terarur (yang dalam hal tumbuhan berbunga berarti bahwa setiap bunga secara teratur diserbuk oleh serbuk sarinya sendiri). Pewarisan Monohibrid Koleus belang (Coleus blumei), suatu tanaman kebun yang umum, cocok dengan persyaratan suatu organisme yang dapat digunakan untuk percobaan genetika dan dapat dipakai untuk mempertunjukkan bentuk-bentuk yang khas suatu silangan dengan hanya saru sifat yang diamati. Silangan yang demikian itu disebut silangan monohibrid. Sifat C. blumei yang diamati ialah torehan tepi daun. Beberapa tanaman memiliki tepi,bering git (crenate) dangkal, tanaman-tanaman lain memiliki daun yang bercoreh (incised) agak dalam Tanaman yang memperlihatkan salah satu dari sifat ini selanjutnya akan disebut sebagai tanaman dangkal dan tanaman dalam. Jika suatu tanaman dangkal yang menangkar sejati disilangkan dengan tanaman dalam yang pula menangkar sejati (dengan jalan membuang benang sari muda salah satu tanaman, lalu kita serbuk kepala putik yang resesif dengan serbuk sari bunga tanaman lain), maka semua keturunan silangannya memiliki daun bertoreh dalam, jadi mirip salah satu tipe tetuanya saja. Sifat demikian yang memunculkan dirinya pada semua turunan suatu silangan antara dua tetua menangkar sejati (dalam hal ini sifat dalam), disebut dominan, dan sifat alternatifnya yang tidak muncul (di sini sifat dangkal) disebut resesif. Bagaimanapun urutannya pelaksanaan silangan ini, hasilnya ternyata sama, yaitu tanpa memandang apakah tanaman dangkal atau tanaman dalam yang digunakan sebagai tetua biji (tetua betina) atau sebagai tetua serbuk sari (tetua jantan). Jika silangan dalam ini, yang dapat disebut F1 karena silangan ini merupakan generasi filial pertama, dibiarkan menyerbuk sendiri, maka akan muncul fakta yang mengagumkan pada F2 atau generasi filial keduanya. Selain hanya menghasilkan tanaman dalam, seperti halnya tetua (atau generasi P) dalam, Fl dalam akan menghasilkan satu campuran turunan dalam dan turunan dangkal yang mirip dengan kedua fenotipe tetua asalnya tanpa ada individu-individu turunannya dengan rupa antara. Selanjutnya tampak bahwa tanaman dalam jumlahnya lebih banyak daripada tanaman dangkal dengan nisbah kira-kira 3:1. Dengan alasan seperti akan dijelaskan kemudian untuk memperoleh nisbah yang mendekati angka tersebut perlu diambil contoh dalam jumlah banyak. Jika individu-individu F2 ini kini dibiarkan menyerbuk sendiri, terbukti bahwa tanaman pada F3 yang berasal dari F2 dangkal semuanya adalah anaman dangkal, dan penyerbukan sendiri yang lebih lanjut menguatkan bahwa tanaman ini menangkar sejati (true breeding) unruk sifat ini. Walaupun demikian, F2 dalarn tidak semuanya berperilaku sama dan pada penyerbukan sendiri selanjutnya akan muncul dua macam. Kira-kira sepertiganya akan hanya berupa tanaman dalam dan dapat diperlihatkan dengan penyerbukan sendiri lebih lanjut yang akan menangkar sejati bagi sifat ini, tetapi sisanya dua pertiga akan menghasilkan tipe dalam dan tipe dangkal menurut perbandingan 3:1, seperti halnya F2 sendiri. Jadi F2 terdiri atas tiga genotipe: tipe dalam yang menangkar seiati (seperti salah satu tetuanya), silangan dalam (seperti F1), dan tipe dangkal yang menangkar sejati (seperti tetua lainnya). Perbandingan antarta ketiga genotipe itu berturut-turut 1 : 2 : 1, atau 1/4: 1/2 : 1/4 jika dinyatakan sebagai bagian dari keseluruhan. Penjelasan tentang Sikngan Monohibrid Dari kenyataan bahwa tanaman dangkal tidak muncul pada F1, tetapi tampak lagi pada F2 bersama-sama dengan tanaman dalam dan tanpa satupun tipe peralihan, jelaslah bahwa sesuatu dari tanaman tetua yang repi daunnya dangkal telah terbawa ke silangan F1 tanpa perubahan, sedangkan pada F2- nya akan memisahkan diri. Jelas pula, bahwa susuatu ini bukan hanya hanya sifat dangkal (yang tidak tampak pada F1) tetapi beberapa faktor yang menentukan perkembangan sifat itu pada tahap yang cocok pada perkembangan daun tumbuhan tertentu. Faktor penenru (determinan) suatu sifat turun-temurun seperti pertakikan (indentation) daun itu disebut gen yang kini dikenal sebagai suatu segmen tertentu dari satu molekul DNA yang tedetak pada titiktertenru sepanjang kromosom di dalam inti. Jika satu gen memiliki rebih jari satu keadaan dan masing-masing dari padanya menghasilkan perbedaan fenotipe, keadaan altenatif ini dikenal dengan istilah alel (alleles). Pada persilangan yang sedang diamati, gen untuk pertakikan (lekukan) daun memiliki dua keadaa atau dua alel, yaitu alel dalam dan alel dangkal. Karena sel kelamin atau gamet pada organisme yang berkembang biak melalui perkawinan merupakan satu-satunya hubungan antara tetua dan keturunannya, jelas juga bahwa gamet harus terlibat dalam transmisi gen dari generasi ke generasi berikutnya. Pada silangan monohibrid yang sedang kita amati, tanaman tetua dalam dihasilkan oleh peleburan kedua gamet dari galur dalam yang menangkar sejati, tanaman tetua dangkal dihasilkan oleh peleburan dua gamet.dari galur dangkal yang menangkar sejati, dan F1 dihasilkan oleh peleburan dua gamet yang masing-masing satu dari setiap galur, tanpa mempermasalahkan dari mana silangan itu dilakukan. Hasil-silangan dapat dijelaskan dengan berasumsi bahwa: (l) setiap sel (kecuali gamet) tanaman Coleus memiliki dua alel gen yang mengatur perlekukan daun, satu berasal dari tetua betinanya dan satu yang lain dari tetua jantan, (2) pada pembentukan gamet (bakal biji dan serbuk sari) kedua alel itu rerpisah saru dari yang lain atau bersegregasi dengan hasil bahwa setiap gamet hanyha memiliki satu alel, dan (3) pada pembuahan gamet-gamet melebur berpasangan secara acak, sehingga zigot dan individu baru yang berkembang memiliki lagi dua alel. Daur ini diulang jika gamet-gamet dibentuk oleh generasi baru. Bagaimana asumsi ini berlaku bila diterapkan pada silangan monohibrid? Jika alel yang dominan bagi pentakikan dalam dinyatakan dengan A dan alel yang resesif untuk pentakikan dangkal dengan a, maka kedua penangkaran murni individu P dapat dinyatakan dengan AA dan aa, sebab keduanya memiliki dua alel yang identik dalam setiap sel tubuhnya. Demikian pula individu F1 dapat dinyatakan denganAa, sebab dalam masing-masing sel tubuhnya terdapat satu alel A dan saru alel a. Atas dasar bahwa alel akan bersegregasi iika gamet terbentuk, maka setiap individu P akan memberikan hanya satu macam gamet (baik bakal bijinya maupun serbuk sarinya) yang berisi alel A (jika individu itu AA), atau alel a jika individu itu aa). Demikian pula individu F1 akan menghasilkan dua macam gamet betina (bakal biji), A dan a, dalam jumlah yang sama, dan dua macam gamet jantan (serbuk sari), dalam jumlah yang sama. Bila suatu bakal biji A dibuahi oleh satu serbuk sari A hasilnya ialah tumbuhan AA, yang pada gilirannya hanya akan menghasilkan gamet A, jadi menangkar sejati. Jika satu bakal biji a dibuahi oleh serbuk sari a, akan kita peroleh tumbuhan ad yang juga menangkar sejati. Akan terapi jika satu bakal biii A dibuahi oleh serbuk sari a, atau sebaliknya, maka akan kita peroleh satu tumbuhan Aa, yang seperti individu F1 akan menghasilkan gamet A dan a, dan terulanglah pola keturunan F2, bila menyerbuk sendiri. Hanya kebetulan (chance) yang akan menentukan yang mana dari kedua alel yang ada dalam sel tubuh suatu individu itu yang akan memasuki suatu gamet tertentu. Kebolehjadian atau probabilitas bahwa suatu gamet F1 bakal biji atau serbuk sari) akan membawa alel dominan A adalah satu dari dua, atau 1/2, seperti halnya dengan satu mata uang yang dilemparkan ke udara memiliki kemungkinan yang sama (yaitu probabilitas 1/2 ) untuk jatuh dengan bagian muka atau bagian belakang menghadap ke atas. Probabilitas bahwa suaru gamet rertenru, bakal biji atau serbuk sari, akan membawa alel resesif a adalah1/2 juga. Kebetulan juga menerirukan apakah bakal biji A arau a yang akan dibuahi oleh serbuk sari a, sebab pembuahan merupakan suaru kejadian acak (random elrent). Jadi pengaturan transmisi gen itu bergantung pada hukum kebetulan yang berlaku pula bagi simua kemungkinan atau kejadian acak. Suatu individu F2 yang bergenotipe AA sudah pasti berasal dari bakal biji A yang dibuahi oleh serbuk sari A. Karena probabilitas bakal biji F1 dengan kandungan A adalah ½ dan probabilias dari serbuk sari F1 dengan kandungan A juga ½ maka probalitas untuk memperoleh biji pada F2 dengan kandungan A melalui pembuahan acak ialah ½ x ½ = ¼. Kesimpulan ini merupakan contoh penerapan hasil kali hukum probalibitas yang pada pokoknya menyatakan bahwa probabilitas kejadian yang simultan dari dua arau lebih peristiwa yang independen adalah sama dengan hasil kali probabilitas dari kejadian-kejadian itu secara terpisah. Dengan mengikuti pemikiran yang sama unruk genotipe F2 yang lainnva, maka penyerbukan sendiri dari F1 dapat dilukiskan sebagai berikut: F1: Aa x Aa Bakal Biji F1: ½ A x 1/2a Serbuk Sari F1: ½ A x ½ a Genotip F2: ¼ AA + ¼ Aa + 1/4aA + 1/4aa = ¼ AA + ½ Aa + 1/4aa Genotip dengan susunan rersebut dalam perbandingan Seperti di atas memberikan nisbah genotipe 1:2:1, atau karena individu AA dan Aa akan nampak serupa maka nisbah fenoripenya adalah 3:1. Jadi asumsi kita mengarah pada penjelasan yang sesuai dengan hasil pengamatan. Silangan monohibrid dari geneiasi tetua ke generasi F1 ditafsirkan dengan metode probabilitas unruk perhitungan nisbah gamet dan zigot. Beberapa Istilah Genetika yang Bermanfaat Sampai di sini sudah sepantasnya diperkenalkan, beberana istilah yang akan membantu dalam menjelaskan tentang silangansilangan yang ada dalam istilah genetika. Salah satu asumsi yang digunakan untuk menjelaskan nislah monohibrid ialah bahwa setipa sel tumbuhan Coleus (arau setiap organisme diploid) memiliki dua alel suatu gen tertentu, satu berasal dari tetua betina dan satu lagi dari tetua janran. Jadi suatu individu dapat memiliki dua alel yang identik, AA atau aa, arau dua alel tidak identik Aa. Individu-individu hasil penangkaran murni mempunyai alel identik disebut homozigus (homozigous) , atau satu homozigot, untuk sifat tertentu, sedang individu silangan yang kedua mempunyai alel tidak identik disebut heterozigus, atau satu heterozigot. Istilah fenotipe yang digunakan untuk menyatakan rupa suaru individu yang berkaitan dengan sifat atau sifat-sifat tertentu, dan istilah genotipe yang menyatakan susunan genetika suaru individu yang berkaitan dengan sifat, atau sifat-sifat yang sama, telah dikemukakan sebelumnya.Tetapi perlu kiranya dicatat bahwa fenotipe suatu individu biasanya dinyatakan dengan kata-kata atau ungkapan deskriptif (umpamanya dalam, dangkal, tipe liar), sedangkan genotipe biasanya dinyatakan dengan huruf (misalnya AA, Aa, aa). Silang-Uji (Testcross) Monohibrid. Seperti telah dikemukakan individu AA dan Aa dari Coleus blumei memiliki tepi daun bertakik dalam, sebab alel A sepenuhnya dominan terhadap alel a. Hal ini menimbulkan pertanyaan bagaimana individu homozigot dan heterozigot yang fenotipnya dominan dapat dibedakan saru sama lain. Salah satu cara untuk menjawab adalah dengan cara menyilangkan fenotip dominan dengan fenotip resesif yang homozigot. Silangan demikian disebut silang uji, dan hasilnya akan sesuai dengan salah satu dari dua pola yang berbeda sejalan dengan apakah fenotip yang dominan itu homozigot atau heterozigot. Silang uji homozigot dominan AA (dalam) X aa (dangkal) Bakal biji semua adalah A Serbuk sari semua adalah a Keturunan semua adalah Aa (dalam) Silang uji heterozigot dominan Aa (dalam) X aa (dangkal) Bakal biji ½ A + ½ a Serbuk sari semuanya adalah a Keturunannya ½ Aa (dalam) + ½ aa (dangkal) Terlihat jika individu yang diuji itu homozigot bagi alel dominan, semua keturunan silang uji itu memperlihatkan sifat dominan. Jika individu yang diuji heterozigot maka keturunannya terdiri atas 50% dengan sifat dominan dan 50% dengan sifat resesif. Jumlah keturunan suatu silang uji harus cukup tinggi (tidak kurang dari tujuh atau delapan) untuk memastikan bahwa tidak adanya fenotip resesif yang mungkin terjadi diantara keturunan itu tidak disebabkan karena kebetulan, jadi dapat diuji dengan statistika dalam pengertian modern. Pewarisan Dihibrid Setelah mcmperharikan apa yang terjadi pada sacu silangan yang melibatkan satu gen, apakah yang akan terjadi bilamana dua gen yang masing-masing memperlihatkan pewarisan monohibrid yang khas terlibat dalam silangan yang sama? Selain sifat pelekukan daun dari Coleus blumei yang digunakan untuk menunjukkan pewarisan monohibrit, sifat temuan-temuan lainnya pada daun tanaman ini ialah pola peruratannya. Ada dua alternatif ekspresi fenotipe dari sifat ini, yang selanjunya disebut dengan istilah teratur dan tidak teratur. Dengan menggunakan silangan monohibrid akan terlihat bahwa tak teratur dominan terhadap teratur. Persilangan antara kedua tanaman C. Blumei yang menangkar sejati yang berbeda pertakikan atau perlekukan dan peruratan daunnya akan menghasilkan individu F1 yang dalam tak-teratur. F1 yang sama, tanpa memandang apakah kedua alel dominan, dalam (A) dan tak-teratur (diberi lambang B), berasal jari satu tetua atau kedua-duanya resesif, dangkal (a) dan terarur (b) berasal dari tetua lainnya, atau apakah satu dominan (A atau B) dan satunya resesif (a atau b) berasal dari masing-masing tetua. Selanjutnya, seperti halnya pada silangan monohibrid, tidak peduli dari tetua yang mana, jantan atau betina, alel tertentu akan muncul. Diekspresikan dengan lambang, F1-nya akan sama, bagaimanapun keempat kemungkinan silangan itu dibuat: Tetua betina Tetua Jantan AA BB x aa bb aa bb x AA BB AA bb x aa BB aa BB x AAbb Dari kenyataan bahwa pemunculan F1 adalah sama (yaitu dalam tak-teratur) tak perduli apakah kedua alel dominan itu berasal dari tetua yang sama atau dari retua yang berbeda, dapatlah disimpulkan bahwa gen untuk pertakikan daun (A/a) dan peruraran daun (B/b)tidak saling mengganggu dalam .menghasilkan efek pada fenotipe, yaitu keduanyak bertindak bebas (independen). Seandainya individu F1 kemudian diserbuk sendiri untuk menghasilkan individu F2, keempar fenotipe yang mungkin terjadi (dalam tak teratur, dalam teratur, dangkal tak teratur, dan dangkal teratur) semuanya akan muncul. Selanjutnya, tanpa memandang dari mana keempat tipe persilangan individu Fl yang diserbuk sendiri itumuncul, angka perbandingan fenotipe F2-nya akan mendekati nisbah ideal, yaitu 9:3:3:1 dengan perincian sebagai berikut: A- B- (9) dalam tak teratur (memperlihatkan kedua-duanya dominan) A- bb (3) dalam teratur (memperlihatkan yang pertama dominan dan yang kedua resesif) Aa Bdangkal tak teraturt (memperlihatkan yang kedua dominan dan yang pertama resesif) Aa bb (1) dangkal teratur (memperlihatkan kedua-duanya resesif). Catatan: Cara pemberian tanda fenotipe dengan kombinasi penggunaan huruf dan garis, seperti A- B- untuk mei silangan yang di dalamnya dominasi sifat atau sifat-sifat adalah lengkap. Suatu individu yang diberi tanda A- B- bapat berarti salah satu dari keempat kemungkinan genotipe, yaitu AA BB, Aa BB, Aa Bb, AA ABb, Aa Bb). Bila tanaman F2 diserbuk sendiri untuk menghasilkan tanaman F3 seperti dilakukan pada silangan monohibrid, maka terjadi kemungkinan untuk mengklasiflkasikan individu F2 ke dalam genotip masing-masing berdasarkan apakah tumbuhan yang sedang diamati menangkar sejati atau tidak dinilai dari perlekukan (pertakikan) atau peruratan daun saja atau diamati kedua-duanya. Penjelasan tentang Silangan Dihibrid Telah dijelaskan nisbah genotipe F2, yaitu 1 AA : 2 Aa : 1 aa, bagi satu silangan monohibrid dapat diterangkan oleh kombinasi acak antara gamer jantan dan gamet betina, yang kedua-duanya memiliki dua tipe (A dan a) dalam jumlah yang sama. Untuk menjelaskan hasil silangan dihibrid perlu dibuat asumsi tambahan bahwa gen untuk kedua sifat itu bersegregasi dan berkombinasi kembali secara bebas dan sendiri-sendiri, sehingga selama pembentukan gamet terdapat kemungkinan yang sama bahwa A atau a akan bergabung, baik dengan B maupun dengan b. Heterozigot ganda F1 dengan susunan genetik Aa Bb, karenanya akan dapat diharapkan memberikan jumlah yang sama untuk keempat macam gamet, AB, Ab, aB, dan ab. Dengan menggunakan metode probabilitas seperti yang digunakan bagi kasus monohibrid, keempat macam gamer ini dapat diharapkan berkombinasi secara acak sebagai berikut: Bakal biji F1 Serbuk sari F1 ¼ AB 1/4 Ab ¼ aB 1/4 ab ¼ AB 1/4 Ab ¼ aB 1/4 ab Genotipe F2 1/16 AA BB 1/16 AA Bb 1/16 Aa BB 1/16 Aa Bb (baris atas x ¼ AB) 1/16 AA Bb 1/16 AA bb 1/16 Aa Bb 1/16 Aa bb (baris atas x ¼ Ab) 1/16 AA BB 1/16 Aa Bb 1/16 aa BB 1/16 aa Bb (baris atas x ¼ aB) 1/16 Aa Bb 1/16 Aa bb 1/16 aa Bb 1/16 aa bb (baris atas x ¼ AB) Keenam belas kombinasi zigot ini dapat diringkaskan menjadi sembilan genotipe yang menghasilkan nisbah genotipe: 9:3:3:1 1/16 AA BB 1/16 AA bb 1/16 aa BB 1/16 aa bb 2/16 Aa BB 2/16 Aa bb 2/16 aa Bb 2/16 AA Bb 4/16 Aa Bb ------------------------------------------------------------------------------------------------------9/16 A- B(dalam tak teratur) 3/16 A- bb ( dalam teratur) 3/16 aa B(dangkal tak teratur) 1/16 aa bb ( dangkal teratur) Dari keempat fenotipe yang timbul pada F2 dari silangan dihibrid, dua selalu sama dengan tetuanya, tetapi yang dua lagi adalah baru, atau tipe rekombinan (recombinant) yaitu tipe yang sifat teruanya dikombinasikan kembali menurut cara yang berbeda. Misalnya, jika kedua fenotipe tetuanya adalah dalam tak teratur dan dangkal teratur, lalu kedua fehotipe rekombinannya adalah dalam teratur dan dangkal tak teratur. Sifat silang dihibrid ini mudah dijelaskan menurut asumsi yang dibuat sebagai berikut: suaru tanaman F1 dari silangan antara dalam tak teratur x dangkal teratur (yaitu AA BB x aa bb) dihasilkan dari pelebura antara gamet terua tipe AB dan ab. F1 demikian pada gilirannya akan menghasilkan gamet bukan hanya kedua tipe tetuanya, melainkan juga kedua tipe rekombinannya , yaitu Ab dan aB, dan selanjutnya akan menghasilkan semua keempat tipe itu dalam jumlah yang sama. Sebaliknya jika tanaman F1 dihasilkan dari silangan dalam teratur X dangkal tak teratur (AA bb X aa BB), tipe gamet tetuanya adalah Ab dan aB, dan tipe rekombinannya adalah AB dan ab, tetapi lagi-lagi frekuensi gamet rekombinannya sama dengan pada tipe tetuanya. Terbentuknya tipe tetua dan tipe rekombinan gamet dalam jumlah yang sama pada kenyataannya adalah kriteria segregasi bebas dari kedua gen itu. KUIS 1. Jelaskan apa yang dimaksud segregasi bebas menurut Mendel! 2. Menurut saudara apakah kelebihan Mendel dibanding peneliti lain pada zamannya. 3. Mengapa dalam penelitian genetika diperlukan induk dari galur murni untuk meneliti sifat-sifat tertentu? BAHAN BACAAN 1. Arthur C Guyton and John E.Hall. 1996. Textbook Of Medical Physiology. 9th.ed W.B aunders Company. Pennsylvania 2. Aitken RJ, Paterson M, van Duin M. 1996. The potential of the zona pellucida as a target for immunocontraception. Am Journal 3. D. L. Hartl and A. G. Clark.. 2000. Principles of Population Genetics . Sinauer 4. J. F. Crow and M. Kimura. 2001. An Introduction to Population Genetics Theory. Burgess Publishing Alpha Editions 5. Kimball, J. 2009. Recombinant DNA. http://users.rcn.com/ jkimball.ma.ultranet/BiologyPages/R/RecombinantD NA.html. Diakses tanggal 19 Juni 2010. 6. Scumdoctor. 2006. Rekombinan DNA dan Faktor Pembekuan. http://www.scumdoctor.com. Diakses tanggal 2 Juni 2010. 7. Schwerin, M., G. Brockmann, J. Vanselow, and H.M. Seyfert. 1995. Perspectives of molecular genome analysis in livestock improvement. Archiv fur Tierzucht Archives of Animal Breeding 38: 21-31 8. Soller, M. 1994. Marker assisted selection - an overview. Animal Biotechnology 5: 193-207 9. Sutarno. 1998. Candidate gene marker for production traits in beef cattle. In Veterinary Biology. Perth: Murdoch University. 10. Zaifbio. 2010. Genetika Populasi. http ://www.zaifbio.edu. Diakses tanggal 15 Juni 2010. 11. Okasha, Samir. 2006. Population Genetics.http: //plato.stanford. edu/entries/population-genetics/.Diakses tanggal 22 Juni 2010 12. Suryo. 2008. Genetika: Strata 1.Gadjah Mada University Press: Yogyakarta Kata Pengantar Atas berkat rahmat Allah SWT, saya telah berhasil menyelesaikan buku ajar yang berjudul Genetika Rekombinasi dan Populasi. Buku ajar ini merupakan bagian dari sub topik bahasan dalam ilmu Genetika yang disampaikan pada kuliah mahasiswa S1 di Jurusan Biologi Universitas Brawijaya. Buku ajar ini disusun untuk membantu mahasiswa memahami beberapa pokok bahasan yang terkait dengan terjadinya rekombinasi gen maupun masalah populasi dan faktor-faktor yang terlibat. Buku ajar ini akan terus disempurnakan mengingat perkembangan ilmu pengetahuan sangat dinamis. Kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan untuk kesempurnaan materi di dalamnya. Malang, 2010 Penulis 1. 2. 3. 4. DAFTAR ISI Kata Pengantar.......................................................................................i Daftar Isi................................................................................................ii BAB I. Rekombinasi DNA..................................................................1 Teknologi DNA Rekombinasi............................................................1 Dasar Teknologi Rekombinasi............................................................3 Perangkat Teknologi DNA Rekombinasi..........................................6 Enzim Seluler.........................................................................................9 Vektor Natural.....................................................................................10 Manfaat Teknologi Rekombinasi DNA...........................................10 Cara Pembuatan Insulin Secara Rekombinan.................................19 Rekombinasi Membutuhkan Enzim Spesifik..................................20 Isolasi DNA.........................................................................................21 Enzim Restriksi....................................................................................22 Ligasi Molekul DNA..........................................................................25 Transformasi Sel Inang......................................................................26 Seleksi Transformasi Dan Seleksi Rekombinan.............................27 Gen Imunoglobulin Dirakit Dengan Rekombinasi.......................32 BAB II. Genetika Populasi.................................................….……35 Frekuensi Alel.....................................................................................37 Mutasi...................................................................................................38 Seleksi...................................................................................................40 Genetic Drift.......................................................................................41 Frekuensi Genotipe Dan Frekuensi Alel........................................44 Isolasi Reproduksi..............................................................................51 Isolasi Ekogeografi.............................................................................51 Isolasi Habitat.....................................................................................52 Isolasi Iklim Musim............................................................................52 Isolasi Perilaku.....................................................................................52 Isolasi Mekanik....................................................................................53 Isolasi Gamet.......................................................................................53 Isolasi Perkembangan.........................................................................54 Ketidak Mampuan Hidup Suatu Hibrida........................................55 Faktor Yang Berpengaruh Pada Keseimbangan HardyWeinberg..............................................................................................56 Kawin Acak.................................................................................56 Migrasi.........................................................................................56 Mutasi...........................................................................................57 Seleksi...........................................................................................57 Kawin Tidak Acak.....................................................................58 Di Alam Perkawinan Antar Spesies Jarang Terjadi...............58 Isolasi Prazigot.....................................................................................61 Isolasi Postzigot...................................................................................62 5. BAB III. Kaidah Mendel....................................................................65 Kaidah-kaidah mendel........................................................................68 Pewarisan monohibrid........................................................................69 Penjelasan tentang silangan monohibrid..........................................71 Silang uji (testcross) monohibrid......................................................74 Pewarisan dihibrid...............................................................................75 Bahan bacaan.......................................................................................80 Buku Ajar Genetika MAB4261 GENETIKA REKOMBINASI DAN POPULASI oleh Muhaimin Rifa’i, PhD.Med.Sc JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2010 Genetika G enetika Rekombinasi & P opulasi Genetika Untuk Mahasiswa Biologi G enetika Rekombinasi & Populasi Genetika Rekombinasi dan Populasi Muhaimin Rifa’i Edisi Pertama Diterbitkan oleh: Galaxy Science Jl. Kamelia 21, Malang, 65145 Telp: 0341-3140691 Email: [email protected] ISBN: 978-602-97628-1-5 Editor : Widodo, PhD.Med.Sc dan Dr. M. Sasmito Djati Tata Isi : Dr. Eng. Agus Naba Desain Sampul: Kalvin Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang memperbanyak atau memindahkan sebagian atau seluruh isi buku ini ke dalam bentuk apapun, secara elektronis maupun mekanis, termasuk fotokopi, merekam, atau dengan teknik perekaman lainnya, tanpa izin tertullis penerbit. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Hak Cipta, Bab XII Ketentuan Pidana, Pasal 72, Ayat (1), (2), dan (6). 1. 2. 3. Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Ayat (1) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 1000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidanan penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.5000.000.000 (lima miliar rupiah) Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 24 atau Pasal 55 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan / atau denda paling banyak Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah). Garis-garis Besar Program Pengajaran (GBPP) Judul Mata Kuliah Kode Mata Kuliah Dosen Deskripsi Singkat : GENETIKA : MAB4261 : Muhaimin Rifa’i, SSi, PhD.Med.Sc, Dr. Ir. Estri Laras A, MScSt, Dra. Fatchiah, PhD, Widodo, SSi, PhD.Med.Sc : Menjelaskan dan membahas tentang materi dan dasar-dasar pewarisan sifat, kromosom dan materi genetik, perubahan materi pewarisan sifat dan pengaruhnya dalam ekspresi gen dan pewarisan sifat dalam populasi, perkecualian mendel, pautan seks, mutasi dan perbaikan DNA, struktur kromosom, kode genetik, transkripsi dan translasi, DNA ekstrakromosom, crossing over, pemetaan kromosom, rekombinasi, dan genetika populasi. Tujuan Instruksional Umum: Setelah menempuh mata kuliah Genetika, mahasiswa mampu menjelaskan dan menganalisis materi dan dasar-dasar pewarisan sifat, perubahan materi pewarisan sifat dan pengaruhnya serta pewarisan sifat dalam populasi. Referensi: Strickberger, M.W. 1985. Genetics. Macmillan Pub. Co. New York.; Lewin. B. 1994. Genes V. John Wiley and Sons, New York.; Surya. 1991. Genetika Manusia. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Kelas B JADWAL KULIAH : GENETIKA (MAB 4261) HARI/JAM: RABU/11.10 – 13.50 RUANG : MP 1.4 Dosen Pengajar : Dr. Ir. Estri Laras Arumingtyas, MScSt (ELA, Koordinator); Fatchiyah, PhD (FAT); Muhaimin Rifai, PhD (MR); Dr. Sri Widyarti, MS (SW). No. Tanggal 1. 24-02-2010 2. 03-03-2010 3. 10-03-2010 4. 17-03-2010 5. 24-03-2010 6. 31-03-2010 7. 07-04-2010 8. 14-04-2010 9. 21-04-2010 10. 28-04-2010 11. 05-05-2010 12. 13. Materi Dosen Structure and function of chromosomes and gene (DNA) (Tugas) Kode genetic, Transkripsi, Translasi dan protein (Kuis) FAT DNA ekstrakromosomal (DNA plasmid, DNA mitokondria, DNA kloroplas) (SCL) Mendelisme : monohybrid, dihibrid, segregasi, independent assortment (Tugas) Teori kemungkinan dan pewarisan sifat (Tugas) FAT FAT ELA ELA Perkecualian Mendel : interaksi alel, interaksi gen, poligen, alel ganda, penentuan seks, terpaut seks (Kuis) Sexual and asexual reproduction in relation with alternation of generations, sex linked characteristics and their transmission (SCL) (Tugas) UTS ELA SW 12-05-2010 Mitosis and meiosis, the relation with cell cycle, chromosome movements and definitions of haploid and diploid (Tugas) Kromosom, variasi kromosom dan kelainan Kromosom (Kuis) Structure and details of prokaryotic DNA duplication including details of DNA polymerase. (SCL) Mutasi dan repair DNA(Tugas) 19-05-2010 Linkage, dan crossing over (Tugas) MR 14. 26-05-2010 Pemetaan kromosom (Tugas) MR 15. 02-06-2010 Rekombinasi (Kuis) MR 16. 09-06-2010 Genetika Populasi (SCL) MR Mengetahui Ketua Jurusan Biologi FMIPA Univ. Brawijaya Dr. Sri Rahayu, MKes NIP.131 652 770 ELA TIM SW SW SW Koordinator Dr. Ir. Estri Laras A., MScSt NIP. 131 759 546