Proceedings of National Seminar on Applied Technology, Science, and Arts (1st APTECS), Surabaya, 22 Dec. 2009, ISSN 2086-1931 Ethanol Production from Molasses with Immobilized Cells Technique in Packed Bed Bioreactor by Extractive Fermentation MUSFIL AS, TRI WIDJAJA, ALI ALTWAY Department of Chemical Engineering, Sepuluh Nopember Institute of Technology , Surabaya, Indonesia email: [email protected] Abstract The aim of this research is to study the effect of glucose concentration, Ca-Alginat and K Carrageenan density in immobilized cells on packed-bed bioreactor performance for ethanol production and the effect solvent flow rate on performance for packed column by % extraction recovery. This experiment is performed with glucose concentration 10%v/v, 14%v/v, 18%v/v and immobilized cells Ca- Alginat and K-Carrageenan concentration 2%w/v and amyl alcohol as solvent. Based on the result of study we can conclude that glucose concentration and Ca-Alginat and K-Carrageenan concentration have an influence on concentration and ethanol productivity.The result showed the maximum average result of immobilized cells in immobilized Ca-Alginat cells, ethanol concentration 8,76 %/ 69,15 g/L, yield 33,76%, and ethanol productivity 82,98 g/L.hr while for immobilized cells in immobilized K-Carrageenan cells, ethanol concentration 7,63%/60,18g/L , yield 27,66% and ethanol productivity 72,22 g/L.hr. In extraction process, increasing amyl alhohol solvent flow rate will increase mass transfer and hence increase ethanol recovery. Keyword Ethanol, extractive- fermentation, immobilized cells, packed-bed bioreactor I. PENDAHULUAN Sebagaimana diketahui bahwa immobilized cell merupakan suatu proses untuk menghentikan pergerakan dari molekul enzim atau sel ditahan pada tempat tertentu dalam suatu ruang reaksi yang digunakan sebagai katalis. Immobilized cell ini dilakukan karena mikroorganisme ini sangat kecil dan mempunyai densitas yang mendekati dengan air, sehingga kemungkinan mikroorganisme akan terikat dalam aliran produk Keuntungan dengan menggunakan immobilisasi sel dibandingkan dengan free cell adalah memberikan kemudahan pemisahan produk, volumetrik produktivitas yang tinggi, meningkatkan proses kontrol dan mengurangi kontaminasi, menurunkan biaya pemisahan, serta mencegah terjadinya wash out pada aliran keluar produk. Diantara berbagai teknik immobilisasi yang ada, sistem penjebakan sel di dalam gel calcium-alginat merupakan metode yang paling sederhana dan berkarakter tidak beracun. Teknik immobilized cell dengan Ca-alginat dikembangkan oleh [1] dimana melibatkan drop-wise suspensi sel di dalam sodium alginat menjadi bed (mengeras), dan metode penjebakan ini sangat mudah di aplikasikan pada berbagai jenis sel seperti bakteria, cynobacteria, algae, fungi yeast. Penelitian dapat menggunakan bioreaktor berpengaduk (continous flow stirer tank), reaktor fluidized bed dan reaktor packed bed, tetapi oleh peneliti direkomendasikan bahwa reaktor packed bed untuk digunakan karena pertimbangan biaya dan pengoperasian yang relatif murah dibandingkan yang lain serta lebih memungkinkan untuk dioperasikan secara otomatisasi di industri. Proses fermentasi konvensional yang selama ini telah dilakukan mempunyai beberapa kelemahan yaitu pertama, fermentasi ini umumnya dilakukan menggunakan proses batch, hal ini dilakukan untuk memudahkan kontrol proses fermentasi dari kontaminasi mikroorganisme. Kedua, konsentrasi etanol yang dihasilkan sangat rendah karena produksi etanol yang terakumulasi akan meracuni mikroorganisme pada proses fermentasi. Akumulasi dari produk terlarut yang bersifat racun akan menurunkan secara perlahan-lahan dan bahkan dapat menghentikan pertumbuhan serta produksi mikroorganisme[2]. Pada proses konvensional terdapat fokus batasan proses adalah etanol inhibition, pada konsentrasi etanol dari fermentasi broth mencapai 12% (v/v), pertumbuhan spesifik mikroorganisme dan rate spesifik produksi akan turun, densitas sel dalam fermentor yang ada akan rendah sehingga larutan gula tidak terfermentasi dengan sempurna. Untuk itu, yang dapat dilakukan untuk meningkatkan produktivitas etanol dengan memindahkan kandungan inhibiting selama proses fermentasi. Berdasar sifat etanol lebih volatile daripada air, maka ada pemikiran untuk mengimplementasikan teknik pemisahan etanolair dengan menggunakan distilasi etanol pada kondisi vakum selama terjadinya proses fermentasi. Teknik ini bertujuan agar ethanol inhibitation dapat berpindah. Pada penelitian [2] telah melakukan teknik fermentasi dengan 462 Proceedings of National Seminar on Applied Technology, Science, and Arts (1st APTECS), Surabaya, 22 Dec. 2009, ISSN 2086 2086-1931 kondisi vacuum fermentation yang dapat menaikkan produksi etanol menjadi 82 g/L.jam dengan cell recycle,, sedangkan tanpa cell recycle diperoleh produksi etanol 40 g/L.jam, dan bila dibandingkan dengan menggunakan proses konvensional didapatkan produksi etanol hanya 29 g/L.jam. Sayangnya, memerlukan energi cost setara dengan biaya 1,05 kali dari energy cost yang diperlukan untuk proses batch konvensional untuk memproduksi azeotrop etanol. Pendekatan yang logis untuk meningkatkan mening produktifitas etanol dalam fermentor adalah dengan cara fermentasi ekstraktif dimana etanol yang terbentuk diekstrak dengan pelarut organik. Fermentasi ekstraktif mempunyai keuntungan tambahan yaitu mempermudah recovery dan pemurnian etanol, menggantikan menggan cara destilasi azeotrop yang biasa digunakan untuk memisahkan etanol dari broth fermentasi yang encer. Karena pada fermentasi ekstraktif terjadi pengurangan penghambatan pertumbuhan mikroorganisme oleh racun produk terakhir etanol, maka sebagai umpan fermentasi dapat digunakan larutan dengan kadar glukosa yang tinggi. ODOLOGI II. METODOLOGI Langkah-langkah langkah penelitian yaitu pretreatment molase, pengembangan kultur, pembuatan starter, pembuatan sel immobilisasi immobilisas kemudian dilakukan fermentasi dan ekstraksi. Pembuatan sel immobilisasi Pembuatan sel immobilisasi dilakukan dengan pembentukan bead dengan Na-Alginat Na dan κ-karaginan sebagai supporting matric matrice, dengan konsentrasi bead Ca-Alginat Alginat dan KK Karaginan adalah 2%. Proses fermentasi Proses fermentasi dimulai ai dengan memasukkan bead immobilisasi sel dalam tray fermentor sesuai dengan konsentrasi yang telah divariasikan. Memasukkan molase steril yang mengandung konsentrasi gula total sesuai variabel ke dalam fermentor (bioreaktor packed bed) dengan rate 0,06 L/jam, dilution rate 1,2 jam-1 Proses Ekstraksi Broth yang dihasilkan dari proses fermentasi dikontakkan solven dengan mengalirkan dari atas packed coloumn dengan mengatur rate broth dan rate solven yang dialirkan dari bagian bawah packed column. Kemudian diperoleh liquid yang keluar dari bagian atas sebagai ekstrak, dan liquid yang keluar dari bagian bawah wah sebagai rafinat. Menganaliskan kan ekstrak dengan metode Gas Chromatografi. Berikut ini Gambar 1 peralatan yang dipakai : Gambar 1 Peralatan Bioreaktor Kontinyu ntinyu Packed Bed Dengan keterangan : 1. tetes 7. statif 2. pompa peristaltic 8. rafinat 3. bioreaktor packed bed 9.solvent 4. broth fermentasi 10. ekstrak 5. ekstraktor 11. penampung gas CO2 6. immobilisasi sel III. HASIL DAN PEMBAHASAN Percobaan fermentasi kontinyu dimulai dengan bead Ca-Alginat/K Alginat/K-Karaginan dimasukkan ke dalam kolom sampai memenuhi ketinggian bead, molase dipompa ke bawah bioreaktor packed bed dengan menggunakan pompa peristaltik dengan flow rate yang tetap yaitu 0,06 L/jam, dengan dilution rate 1,2 jam-1, molase dipompa melalui tubing silikon dan sebagai produk etanol diperoleh dari effluent liquid dari bagian atas bioreaktor packed bed. Sedangkan pada fermentasi batch dilakukan di dalam reaktor batch stirrer yang dilengkapi jaket yang terdapat pat liquid inlet dan liquid outlet. Pengaduk yang digunakan diatur dengan kecepatan rpm tetap. tap. Sebagai produk fermentasi batch diperoleh dari liquid yang terdapat di dalam batch stirrer bioreaktor. Percobaan fermentasi kontinyu dan fermentasi batch dilakukan an pada kondisi pH tetap 4 – 5. Hasil produk etanol dianalisa menggunakan gas chromatography,, serta sel bebas pada fermentasi batch dianalisa menggunakan metode optical density. Pengaruh Konsentrasi Glukosa terhadap Kadar Etanol yang dihasilkan Hubungan konsentrasi etanol pada berbagai konsentrasi glukosa dengan bead Ca Ca-Alginat 2% dan K-karaginan karaginan 2% serta fermentasi secara batch ditunjukkan pada Gambar 2. Gambar 2 Konsentrasi Etanol vs Konsentrasi Glukosa 463 Proceedings of National Seminar on Applied Technology, Science, and Arts (1st APTECS), Surabaya, 22 Dec. 2009, ISSN 2086 2086-1931 Dari hasil percobaan, pada konsentrasi glukosa 10%, 14%, 18%, 28% konsentrasi etanol yang dihasilkan dengan bead Ca-Alginat Ca 2% secara berurutan sebesar 40,78 g/L, 41,43 g/L, 57,48 g/L, 69,15 g/L pada konsentrasi glukosa 10%, 14%, 18% konsentrasi etanol yang dihasilkan dengan bead K-karaginan karaginan 2% secara berurutan sebesar 17,683 g/L, 32,415 g/L, 56,998 g/L, sedangkan pada konsentrasi glukosa 10%, 14%, 18%, 28 % konsentrasi etanol yang dihasilkan dengan fermentasi secara batch secara berurutan sebesar 7,39 g/L, 8,84 g/L, 8,92 g/L, 5,6 g/L. Konsentrasi asi etanol tertinggi dicapai pada konsentrasi glukosa 28% dengan bead CaCa Alginat 2% yaitu sebesar 61,34 g/L dan dengan bead K-Karagianan Karagianan 2%, dicapai pada konsentrasi glukosa 18 % sebesar 56,99 g/L. Pada bead Ca-Alginat 2% dan bead K-karaginan K 2%, semakin tinggi konsentrasi glukosa maka semakin tinggi kadar etanol yang dihasilkan. Hal ini dikarenakan pada konsentrasi glukosa yang lebih tinggi, tersedia lebih banyak substrat yang dapat dikonversi menjadi etanol sehingga produk yang dihasilkan jugaa lebih tinggi. Sedangkan untuk fermentasi secara batch konsentrasi etanol tertinggi dicapai pada konsentrasi glukosa 18% sebesar 8,92 g/L, kemudian pada konsentrasi glukosa 28 % mengalami penurunan. Hal ini disebabkan karena pada konsentrasi glukosa tingg tinggi (28%) menyebabkan substrat menjadi inhibitor [4] serta terjadinya osmosis smosis yang tinggi [3] [ sehingga membran plasma sel keluar mengakibatkan sel berkurang, etanol yang dihasilkan juga berkurang. Pengaruh Konsentrasi Glukosa terhadap Yield Etanol Yield merupakan upakan perbandingan banyaknya produk etanol yang dihasilkan terhadap glukosa yang terkonsumsi selama reaksi fermentasi. Gambar 3 menunjukkan hubungan yield etanol rata-rata rata (%) vs konsentrasi glukosa dalam molase (%). 45 40 38.22 37.93 Yield Etanol (%) 35 25 30.96 30.71 30 19.029 23.09 20 26.729 24.127 15.97 12.37 15 10 4.85 5 0 10 14 18 Konsentrasi Glukosa dalam Molase (%) Ca-Alginat 2 % K-Karaginan 2 % 28 Batch Gambar 3 Yield Etanol vs Konsentrasi Glukosa Dari Gambar 3 terlihat bahwa pada bead Ca-Alginat Alginat 2% yield etanol tertinggi dicapai pada konsentrasi substrat 10 % yaitu sebesar 38,22% dan pada bead K-karaginan karaginan 2 % yield etanol tertinggi dicapai pada konsentrasi substrat 18 % yaitu sebesar besar 26,73 %, sedangkan pada fermentasi secara batch dicapai pada konsentrasi substrat 10%. Kenaikan konsentrasi glukosa tidak selalu diiringi dengan bertambahnya yield etanol, untuk immobilisasi sel yang menggunakan bead Ca Ca-Alginat semakin besar konsentrasi rasi glukosa maka semakin kecil yield etanol dan untuk immobilisasi sel yang menggunakan K KKaraginan semakin besar konsentrasi glukosa maka semakin besar pula yield etanol yang dihasilkan. Sedangkan untuk fermentasi secara batch semakin besar konsentrasi gglukosa maka semakin kecil yield etanol. Pengaruh Konsentrasi Glukosa terhadap Produktivitas Etanol Produktivitas pada proses fermentasi dinyatakan sebagai gram produk etanol/liter/jam. Gambar 4 menunjukkan hubungan produktivitas etanol rata rata-rata (%) vs konsentrasi glukosa dalam molase (%). Gambar 4 Produktivitas Etanol vs Konsentrasi Glukosa Dari hasil asil percobaan, pada Gambar 4 konsentrasi glukosa 10%, 14%, 18%, 28% produktivitas etanol yang dihasilkan pada bead Ca-Alginat Alginat 2%, secara berurutan sebesar 50,98 g/L.jam, 51,78 g/L.jam, 71,85 g/L.jam, 82,98 g/L.jam pada konsentrasi glukosa 10 %, 14 %, 18%, bead K-karaginan 2% sebesar 21,22 g/L.jam, 38,898 g/L.jam, 68,397 g/L.jam. Sedangkan pada konsentrasi glukosa 10%, 14%, 18%, 28% produktivitas etanol yang dihasilkan pada fermentasi secara batch sebesar 0,15 g/L.jam, 0,16 g/L.jam, 0,17 g/L.jam, 0,108 g/L.jam. Produktivitas etanol berbanding lurus dengan konsentrasi etanol karena produktivitas etanol merupakan konsentrasi etanol dibagi dengan residence time. Dari hasil percobaan ditinjau konsentrasi, yield dan produktivitas etanol menggunakan immobilisasi sel dengan supporting matrice NaAlginat lebih besar dari menggunakan immobilisasi sel dengan supporting matrice κKaraginan, hal ini disebabkan karena metode/ treatment pembuatan bead Ca-Alginat Alginat maupun K-Karaginan Karaginan berbeda. Pada pembuatan bead 464 Proceedings of National Seminar on Applied Technology, Science, and Arts (1st APTECS), Surabaya, 22 Dec. 2009, ISSN 2086 2086-1931 Ca-Alginat Alginat tidak memerlukan pemanasan (yang diperlukan suhu kamar/ 30o C), sedangkan pada pembuatan bead K-Karaginan Karaginan memerlukan pemanasan sampai pada suhu 700 C kemudian diturunkan hingga suhu 400 C. Pada pemanasan suhu ini menyebabkan beberapa bakteri dimungkinkan mati sehingga jumlah bakteri berkurang, hal ini mengakibatkan konsentrasi etanol yang dihasilkan juga berkurang. urang. Dilihat dari konsentrasi, yield dan produktivitas etanol fermentasi kontinyu lebih baik daripada fermentasi secara batch. Pada fermentasi secara kontinyu menggunakan immobilisasi sel Ca-Alginat Alginat dan K-Karaginan K sebagai supporting matrice,, dimana bakteri bakt zymomonas mobilis dijebak di dalam bead, dengan adanya immobilisasi sel membuat gradien glukosa, kemudian mengikuti konsentrasi glukosa yang lebih rendah yang akan menjadi noninhibitor [3]. Sedangkan fermentasi secara batch bakteri zymomonas mobilis dalam alam keadaan bebas (free ( cells) menyebabkan terjadinya plasmolisis, terlepasnya membran plasma dari dinding sel ke lingkungannya, serta sifat substrat yang inhibitor terhadap sel yang menyebabkan yebabkan rate fermentasi turun [1]. Pengaruh Kecepatan Rate Broth dan Rate Solven Terhadap % Recovery Pada proses ekstraksi menggunakan perbandingan rate broth : rate solven = 1 : 1 dengan yang dipakai sebagai solven adalah amyl alkohol dan pada kolom ekstraktor digunakan packing raschig rings. rings Proses ekstraksi dilakukan selama 12 jam kemudian diambil sampel ekstrak dan rafinat untuk dianalisakan konsentrasi etanol dengan menggunakan metode Gas Chromatografi (GC). Gambar 5 menunjukkan hubungan konsentrasi glukosa (%) dengan % recovery dengan perbandingan rate broth : rate solven amyl alkohol = 1 : 1. Pada rate broth 0,15 L/jam cenderung mengalami kenaikan kemudian stabil dengan bertambahn ya konsentrasi glukosa, % recovery tertinggi = 89,55 % pada konsentrasi glukosa 22%. Sedangkan pada rate broth 0,09 L/jam mengalami penurunan dengan bertambahnya konsentrasi glukosa, % recovery tertinggi = 84,43 % pada konsentrasi glukosa 14 %. Dari Gambar 5 diatas diketahui bahwa pada rate broth 0,15 L/jam didapatkan % recovery etanol lebih tinggi daripada rate broth 0,09 L/jam. Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar liquid continue (amyl alkohol) yang masuk ke kolom maka semakin besar pula % recovery ekstraksi, kstraksi, hal ini disebabkan naiknya koefisien perpindahan massa karena semakin besarnya laju alir liquid continue continue, sehingga mengakibatkan jumlah etanol yang diekstrak semakin besar dan harga % recovery juga menjadi semakin besar. IV. KESIMPULAN Dari hasil percobaan diperoleh hasil rata ratarata tertinggi pada immobilisasi sel Ca Ca-Alginat 2%; konsentrasi etanol 69,15 g/L (8,76 %), yield 33,76%, produktivitas etanol 82,98 g/L.jam sedangkan pada immobilisasi sel Kkaraginan 2% diperoleh konsentrasi etano etanol 60,18g/L (7,63%), yield 27,66% dan produktivitas etanol 72,22 g/L.jam g/L.jam. Pada fermentasi secara batch diperoleh hasil tertinggi konsentrasi etanol sebesar 8,92 g/L (1,13%), yield etanol sebesar 23,09% dan pr produktivitas etanol 0,17 g/L.jam. Semakin besar rrate solven amyl alkohol maka laju perpindahan perpindahan massanya semakin besar sehingga % recovery juga semakin besar. V. DAFTAR PUSTAKA [1] Goksungur, Y. and N. Zorlu, (2001), “Production of Ethanol From Beet Molasses by Ca-Alginate Alginate Immobilized Yeast Cells in a Packed-Bed Bioreactor”, Turk J. Biol., 25, page 265-275. Turkey. [2] Minier, M, and Goma, G, (1982), “Etanol Production by Extractive Fermentation”, J Biotechnology and Bioengineering Bioengineering, 34, hal 1565-1579. [3] Barros, M.R.A.,J.M.S Cabra and J.M.Novais, (1987), “Production Ethanol by Immobilized Saccharomyces Bayanus in an extractive Fermentation System”, Biotechnology and Bioengineering Vol XXIX hal 1097-1104. Gambar 5 Hubungan Konsentrasi Glukosa dengan % Recovery 465