makalah - Unpad Repository

advertisement
RHIZOBACTERIA PENDUKUNG PERTUMBUHAN TANAMAN
Plant Growth Promotor Rhizobacteria
MAKALAH
Oleh :
Intan Ratna Dewi A.
NIP. 132 306 081
Jurusan Budidaya Pertanian
Program Studi Agronomi
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
2007
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur dipanjatkan ke hadirat Allah SWT, yang telah memberikan
berkat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Makalah
Plant Growt Promoting Rhizobacteria
Pada kesempatan ini tim penulis menyampaikan ucapan terima kasih
kepada Prof. Dr Tualar Simarmata atas saran dan masukan pada penulisan
makalah ini, Kepala Labarotarium Produksi Tanaman serta staf pengajar
minat budidaya pada khususnya. Tanpa bantuannya sulit bagi penulis untuk
dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini.
Penulis telah berusaha untuk menyempurnakan tulisan ini, namun
sebagai
manusia
penulis
pun
menyadari akan
keterbatasan
maupun
kehilafan dan kesalahan yang tanpa disadari. Oleh karena itu, saran dan
kritik untuk perbaikan makalah ini akan sangat dinantikan.
Bandung, Desember 2007
2
RHIZOBACTERIA PENDUKUNG PERTUMBUHAN TANAMAN
Plant Growth Promotor Rhizobacteria
Pendahuluan
Pertumbuhan tanaman adalah proses terjadinya peningkatan jumlah dan
ukuran daun dan batang. Hasil pertumbuhan tanaman adalah produk yang dapat
dikonsumsi atau dimanfaatkan menjadi produk lain, atau hanya bersifat estetis.
Pengambilan hasil dinamakan pemanenan, yang dapat dilakukan oleh manusia,
hewan atau peralatan mesin.
Setiap proses pertumbuhan memerlukan energi. Tanaman mendapatkan
energinya dari matahari melalui proses fotosintesis, yang merupakan proses
penyerapan cahaya oleh pigmen hijau (klorofil) dalam daun. Energi cahaya, air dan
CO2 menghasilkan O2 dan gula sederhana. Tanaman kemudian memanfaatkan gula
sederhana ini untuk mensintesa gula yang lebih kompleks serta karbohidrat untuk
disimpan sebagai energi yang dapat digunakan kembali jika dibutuhkan untuk
mensintesa selulosa dan hemiselulosa pada dinding sel, atau menggabungkannya
dengan nitrogen untuk mensintesa protein. Bagaimana tanaman memanfaatkan energi
ini bergantung pada stadia pertumbuhan tanaman dan kondisi lingkungan (Rayburn,
1993).
Pertumbuhan tanaman tidak hanya terjadi pada bagian atas (tajuk) tanaman,
tetapi juga terjadi pada bagian bawah (akar) tanaman. Akar menentukan kemampuan
tanaman untuk menyerap nutrisi dan air, pertumbuhannya ditentukan oleh area daun
yang aktif melakukan fotosintesis karena akar bergantung pada penangkapan energi
oleh daun. Pada saat suplai energi terbatas, maka energi yang ada digunakan oleh
jaringan tanaman yang paling dekat dengan lokasi fotosintesis. Oleh karena itu akar
menerima energi hanya pada saat ada kelebihan energi yang diproduksi melalui
fotosintesis yang tidak digunakan untuk pertumbuhan tajuk tanaman.
3
Proses pertumbuhan tajuk dan akar merupakan proses yang saling berkaitan
satu sama lain. Apabila terjadi gangguan pada salah satunya maka akan menyebabkan
gangguan pada bagian lainnya. Misalnya pada kondisi kekurangan air dan nitrogen,
pertumbuhan tajuk lebih mengalami hambatan darip ada bagian akar. Hal ini
disebabkan akar bertugas lebih banyak untuk mencari air dan sumber N dari dalam
tanah untuk didistribusikan ke bagian tajuk. Pada saat ketersediaan air memadai maka
pertumbuhan tajuk kembali ke arah normal sehingga distribusi fotosintat ke akar juga
kembali normal.
Tanaman membutuhkan sedikitnya 13
unsur
hara
untuk
perkembangannya.
pertumbuhan
Beberapa
dan
unsur
berada dalam bentuk tersedia dalam
semua jenis tanah, sedangkan lainnya
dalam bentuk tid ak tersedia sehingga
membutuhkan tambahan dari luar tanah
dalam bentuk pemupukan. Unsur hara ini
berperan sebagai nutrisi bagi tanaman,
sedangkan sistem yang mengendalikan
pertumbuhan dan perkembangan tanaman
adalah substansi kimia yang konsentrasinya sangat rendah, yang disebut substansi
pertumbuhan tanaman, hormon pertumbuhan tanaman (fitohormon), atau pengatur
pertumbuhan tanaman (plant growth regulator / PGR) (Gardner dkk., 1991).
Pengatur Pertumbuhan Tanaman
Istilah pengatur pertumbuhan tanaman (PGR) meliputi kategori yang luas
yaitu substansi organik (selain vitamin dan unsur mikro) yang dalam jumlah sedikit
saja telah dapat merangsang, menghambat atau sebaliknya mengubah proses
fisiologis. PGR endogen diproduksi di dalam tubuh tanaman diartikan sebagai
hormon tanaman atau fitohormon. Istilah hormon berasal dari proses fisiologi hewan
4
yang berarti suatu substansi yang disintesis dalam suatu organ yang pada gilirannya
merangsang terjadinya respon pada organ yang lain. Hormon tanaman tidak khusus
seperti hormon hewan dalam hal organ tempat sintesisnya ataupun organ tempat
responnya, tetapi cenderung mengikuti pola tingkah-laku yang umum.
PGR pada saat ini dibagi menjadi 5 kelas: auksin, giberelin, sitokinin atau
kinin, penghambat pertumbuhan (inhibitor), dan etilen. Dua hormon terakhir secara
kimiawi tidak dapat masuk ke dalam salah satu dari 5 kategori di atas. Keduanya
diisolasi berturut-turut dari biji sejenis tanaman kol (Brassica napus) dan tanaman
tingkat tinggi tertentu lainnya. Substansi-substansi ini mungkin masih membutuhkan
revisi dalam sistem klasifikasi yang berlaku saat ini. Banyak analogi dari kebanyakan
hormon yang ada dalam 5 kelas ini yang diproduksi secara sintesis dan banyak di
antaranya memperoleh pemanfaatan yang penting dalam bidang pertanian.
Sifat-sifat tertentu diperlukan bagi suatu senyawa agar dapat dikelompokkan
sebagai fitohormon: (1) tempat sintesis berbeda dari tempat aktivitas (misalnya
sintesis di pucuk dan daun muda, tetapi responnya pada batang, akar atau organ-organ
lainnya); (2) respon
dihasilkan oleh
jumlah
yang
sangat
kecil
(yaitu
konsentrasinya bisa sekecil 10-9 M); (3) tidak seperti pada vitamin dan enzim, respon
mungkin berbentuk formatif dan plastik (tidak terpulihkan, misalnya respon trophy).
Seringkali pemasokan fitohormon secara alami di bawah optimal, dan
dibutuhkan sumber dari luar untuk menghasilkan respon yang dikehendaki. Jumlah
auksin di atas optimal umumnya bertindak sebagai herbisida. Umumnya suatu
fitohormon bertindak secara sinergis dengan hormon-hormon lainnya dalam
meningkatkan suatu respon.
Organ tanaman merespon macam-macam konsentrasi PGR dengan cara yang
berbeda. Tajuk tanaman dipacu oleh auksin dalam kisaran konsentrasi yang luas,
sedangkan akar terhambat kecuali untuk kisaran konsentrasi yang sempit. Antar ruas
pada jenis tanaman pendek tertentu akan memanjang sampai ketinggian yang normal
bila diberi perlakuan giberellin dalam kisaran luas. Umumnya hormon bekerja secara
sinergis untuk memacu respon dan tidak bekerja sendiri-sendiri.
5
Secara umum PGR menghasilkan respon yang sifatnya sebagai berikut: (1)
auksin merangsang pertumbuhan dengan cara pemanjangan sel dan menyebabkan
dominansi ujung; (2) giberellin meningkatkan pertumbuhan meristem samping dalam
daun dan antar buku; (3) sitokinin merangsang pertumbuhan dengan cara pembelahan
sel; (4) penghambat pertumbuhan (inhibitor) mengerdilkan pemanjangan dan
mempercepat absisi dan penuaan; dan (5) etilen meningkatkan pematangan buah dan
pertumbuhan horisontal.
Respon pengatur pertumbuhan pada tanaman tidak selalu berupa pertumbuhan
secara fisik, namun juga perbaikan dalam proses fisiologi tanaman. Misalnya pada
akar adanya PGR meningkatkan kemampuan akar dalam memfiksasi nitrogen,
menyerap fosfor dalam kondisi ketersediaan terbatas, dan sebagainya. PGR yang
dapat memperbaiki proses fisiologi tanaman melalui akar biasanya bersifat eksogen
atau berasal dari luar tanaman. PGR ini berasal dari dalam tanah, khususnya dari
interaksi akar tanaman dengan organisme yang ada dalam tanah.
Akar Tanaman
Akar merupakan organ vegetatif utama yang memasok air, mineral dan bahanbahan yang penting untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Pertumbuhan
akar yang kuat umumnya diperlukan untuk kekuatan dan pertumbuhan tajuk tanaman.
Apabila akar mengalami kerusakan karena gangguan secara biologis, fisik atau
mekanis sehingga mengurangi fungsinya maka pertumbuhan tajuk juga akan
terganggu.
Gambar 1. Akar dan rambut akar.
6
Fungsi akar bagi tanaman
adalah: (1) penyerapan; (2) penambatan
(anchorage); (3) penyimpanan; (4) transport; dan (5) perbanyakan (propagation).
Akar juga merupakan sumber utama beberapa PGR bagi tanaman tertentu.
Penyerapan air dan mineral terutama terjadi melalui ujung akar dan bulu akar,
walaupun bagian akar yang lebih tua dan lebih tebal juga menyerap sebagian. Akar
yang lebih tua memainkan fungsi yang diperlukan untuk transport dan penyimpanan
bahan, yang beranalogi dengan transport bahan dari dan ke daun melalui batang dan
percabangan. Akar dikotil seringkali berfungsi sebagai organ utama penyimpan
cadangan makanan.
Perakaran dari sejumlah spesies tanaman dapat digunakan untuk perbanyakan
karena kemampuannya untuk membentuk pucuk tambahan dan menyimpan cadangan
makanan yang mendukung pertumbuhan pucuk baru tersebut. Selain itu akar dapat
menghasilkan
PGR berupa
giberellin
dan
sitokinin,
yang
mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan secara keseluruhan.
Panjang akar merupakan hasil perpanjangan sel-sel di belakang meristem
ujung; sedangkan lebar akar yang lebih daripada pembesaran sel-sel ujung merupakan
hasil dari meristem lateral atau pembentukan kambium, yang memulai pertumbuhan
sekunder dari meristem kambium. Pertumbuhan panjang dan lingkar akar umumnya
beranalogi dengan pertumbuhan panjang dan lingkar pada tajuk, tetapi pada
percabangan lateral tidak terdapat analogi antara bagian taju k dengan akar.
Percabangan akar muncul dari lingkaran tepi yang jauh di dalam jaringan tua atau
jaringan yang berdiferensiasi, berbeda dengan percabangan tajuk yang muncul dari
ujung dan berasal dari permukaan.
Perbedaan dalam pola perkembangan perakaran, walaupun sesuai dengan
sifatnya, biasanya juga sangat dipengaruhi oleh lingkungan tanah baik secara
langsung maupun tidak langsung. Faktor-faktor di atas tanah yang mempengaruhi
pertumbuhan tajuk, terutama transport karbohidrat ke akar, dapat memberikan
pengaruh yang besar terhadap pertumbuhan akar, seperti juga faktor-faktor rizosfer
7
yaitu kelembaban, temperatur, kandungan nutrisi, bahan-bahan toksin, kekuatan
agregat dan agen biologis.
Umumnya karakteristik akar dikendalikan oleh sejumlah gen, sehingga
terdapat perbedaan antar genotipe. Perbedaan genetik ini kemudian berinteraksi
dengan lingkungan tanah. Mekanisme kendali genetik untuk perakaran sangat
kompleks, tetapi seperti pada tajuk tanaman, ditunjukkan juga adanya kerja hormon
pertumbuhan. Auksin (Indole Acetic Acid) meningkatkan pertumbuhan akar hanya
bila dalam konsentrasi rendah.
Kebutuhan akan auksin dibuktikan dengan diperlukannya faktor daun pada
perbanyakan dengan cara stek agar bakal tanaman dapat membentuk akar. Banyak
spesies yang membutuhkan beberapa jaringan daun atau pucuk yang aktif, untuk
menghasilkan pengatur pertumbuhan yang dapat berdifusi. Suatu kofaktor akar, yang
berhasil dipisahkan dan diidentifikasi sebagai katekol dan pirogalol, bekerja secara
sinergis dengan IAA untuk memacu pembentukan akar.
Rizosfer
Istilah rizosfer menunjukkan bagian tanah yang dipengaruhi perakaran
tanaman (Subba Rao, 1994). Rizosfer dicirikan oleh lebih banyaknya kegiatan
mikrobiologis dibandingkan kegiatan di dalam tanah yang jauh dari perakaran
tanaman. Intensitas kegiatan semacam in tergantung dari panjangnya jarak tempuh
yang dicapai oleh eksudasi sistem perakaran. Istilah “efek rizosfer” menunjukkan
pengaruh keseluruhan perakaran tanaman terhadap mikroorganisme tanah. Maka akan
lebih banyak jumlah bakteri, jamur dan actinomycetes dalam tanah yang termasuk
rizosfer dibandingkan tanah yang tidak memiliki rizosfer. Beberapa faktor seperti tipe
tanah, kelembaban tanah, pH dan temperatur, dan umur serta kondisi tanaman
mempengaruhi efek rizosfer.
8
Gambar 2. Perakaran (kiri), perbesaran mikroskop daerah perakaran / rizosfer (kanan)
Efek
rizosfer
selain
tampak
da
lam
bentuk
melimpahnya
jumlah
mikroorganisme juga dalam adanya distribusi bakteri yang memiliki ciri mempunyai
kebutuhan khusus, yaitu asam amino, vitamin-vitamin B, dan faktor pertumbuhan
khusus (kelompok nutrisional). Laju kegiatan metabolik mikroorganisme rizosfer itu
berbeda dengan laju kegiatan metabolik mikroorganisme dalam tanah non-rizosfer.
Hiltner pada tahun 1904 menggambarkan rizosfer sebagai bagian dari tanah
yang secara langsung dipengaruhi oleh substansi yang dikeluarkan dari akar ke dalam
larutan tanah, sehingga tercipta kondisi yang menyenangkan bagi bakteri tertentu
(Bruehl, 1987). Ia juga menggambarkan adanya organisme yang merugikan di sekitar
akar dari tanaman yang sakit dan organisme yang bermanfaat di sekitar akar dari
tanaman yang sehat. Fakta biologi utama dari rizosfer atau daerah yang dipengaruhi
akar adalah jumlah yang banyak dan aktivitas yang tinggi dari mikroorganisme tanah
dalam area ini dibandingkan dengan tanah tanpa akar. Di antara dua area ini terdapat
area transisi di mana pengaruh akar menurun seiring dengan jarak. Biasanya daerah
rizosfer merupakan lapisan tipis yang tetap menempel pada akar setelah tanah di
sekitar akar dihilangkan dengan cara menggoyangkan perakaran (Katznelson, 1965,
dalam Bruehl, 1987).
Menurut Wood (1989), rizosfer adalah bagian tanah di mana lebih banyak
terdapat bakteri di sekitar akar tanaman daripada tanah yang jauh dari akar tanaman.
Rizosfer juga dibedakan menjadi daerah permukaan akar (rizoplan) dan daerah
9
sebelah luar dari akar itu sendiri (endorizosfer). Selain menghasilkan efek biologi,
akar juga mempengaruhi sifat kimia dan sifat fisika tanah, sehingga secara tidak
langsung mempengaruhi mikroorganisme tanah.
Clark (1942 in Bruehl, 1987) menyatakan rizoplan adalah habitat khusus atau
lokasi aktivitas mikrobia. Rizoplan atau permukaan akar mendukung terjadinya
aktivitas biologi yang tinggi serta memiliki sensitivitas yang tinggi terhadap pengaruh
akar pada mikroflora dan mikrofauna tanah. Analisa terhadap struktur halus atau
lapisan epitel dari perakaran tanaman setelah diinokulasi dengan bakteri khusus
menunjukkan bahwa bakteri menjadi lekat pada permukaan perakaran dengan
bantuan dari lapisan eksternal yang bersifat musilagen atau disebut ‘musigel’ yang
secara normal terdapat pada sistem perakaran yang sedang aktif tumbuh.
Rasio rizosfer terhadap tanah (R : S) dapat digunakan untuk memperkirakan
perubahan dalam populasi mikroba yang disebabkan pertumbuhan tanaman. Rasio
R : S dihitung dengan membagi jumlah mikroorganisme dalam rizosfer tanah dengan
jumlah mikroorganisme dalam tanah yang bebas dari pertumbuhan tanaman. Hasilnya
dapat dinyatakan berdasarkan berat akar bersama dengan tanah yang melekat
padanya. Efek rizosfer yang lebih besar dijumpai lebih banyak karena bakteri (nilai
R : S memiliki rentangan dari 10 hingga 20 atau seringkali lebih) daripada karena
actinomycetes atau jamur. Sedangkan karena protozoa atau alga hanya dapat dilihat
perubahan yang sangat kecil.
Daerah sekitar perakaran, rizosfer, relatif kaya akan nutrisi / unsur hara di
mana fotosintat tanaman hilang sebanyak 40% dari akar. Konsekuensinya dukungan
rizosfer cukup besar dan kemampuan menggunakan populasi mikrobia aktif yang
bermanfaat, netral atau yang merusak berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman.
Pentingnya populasi mikrobia di sekitar rizosfer adalah untuk memelihara kesehatan
akar, pengambilan nutrisi atau unsur hara, dan toleran terhadap stress / cekaman
lingkungan pada saat sekarang telah dikenal. Mikroorganisme menguntungkan ini
dapat menjadi komponen yang signifikan dalam manajemen pengelolaan untuk dapat
10
mencapai hasil, yang mana ditegaskan bahwa hasil tanaman budidaya dibatasi hanya
oleh lingkungan fisik alamiah tanaman dan potensial genetik bawaan.
Umumnya rizosfer dari kebanyakan tanaman mengandung bakteri Gramnegatif, tidak berspora, berbentuk batang, dan terdapat pada daerah rizoplan.
Beberapa genus bakteri ini adalah Pseudomonas, Arthrobacter, Agrobacterium,
Azotobacter, Mycobanterium, Flavobacterium, Cellulomonas, Micrococcus, dsb.,
ditemukan dalam jumlah yang banyak namun ada juga yang tidak ditemukan sama
sekali. Bakteri yang membutuhkan asam amino lebih banyak terdapat di daerah
rizoplan dan daerah rizosfer dibandingkan tanah di luar rizosfer. Actinomycetes
penghasil antibiotik lebih banyak terdapat dalam rizosfer dibandingkan tanah tanpa
rizosfer.
Rizosfer dapat mengalami perubahan, di antaranya diakibatkan oleh: (1)
penambahan tanah; (2) pemberian nutrisi melalui daun; dan (3) inokulasi artifisial biji
atau tanah yang mengandung sediaan mikroorganisme hidup, terutama bakteri.
Banyak percobaan telah dilakukan untuk meneliti pengaruh penambahan pupuk N, P,
dan K terhadap mikroflora rizosfer. Hasilnya masih belum dapat digenuslisasikan
karena penambahan maupun penurunan R : S telah dilaporkan terjadi sebagai suatu
akibat dari penggunaan pupuk.
Translokasi hasil fotosintesis dari daun ke akar merupakan bagian dari
kegiatan metabolik normal pada tumbuhan. Oleh karena itu bila ada bahan-bahan
yang dibubuhkan secara sengaja ke daun dan masuk ke dalam jaringan daun, maka
translokasinya tidak akan terlalu sulit. Banyak penelitian menemukan bahwa
senyawa-senyawa yang disemprotkan ke daun ditemukan kembali dalam cairan yang
dikeluarkan oleh perakaran tanaman. Bahan-bahan kimia yang diaplikasikan pada
daun dapat meningkatkan atau menurunkan aktivitas mikroflora dalam rizosfer.
Inokulan
benih
mikroorganisme
mikrobia seperti Azotobacter,
pelarut-P
mungkin
dapat
Beijerinckia,
membantu
Rhizobium
menci
ptakan
atau
adanya
mikroorganisme yang menguntungkan di dalam rizosfer yaitu tepat di sekitar akar
yang sedang tumbuh.
11
Jumlah rizosfer meningkat pada tanah-tanah yang kering dibandingkan pada
tanah-tanah basah. Temperatur dan kelembaban secara langsung berpengaruh
terhadap mikroorganisme, dan secara tidak langsung terhadap tanaman. Pengaruh
tidak langsung inilah yang kelihatannya lebih penting. Beberapa organisme secara
nyata dapat langsung beradaptasi dengan rizosfer, namun dalam keberhasilannya
membentuk koloni dengan akar dipengaruhi oleh adanya kompetisi dengan organisme
lain dan kondisi tanamannya (Bruehl, 1987).
Ketergantungan satu mikroorganisme terhadap mikroorganisme lain dalam hal
produk ekstra-selular, terutama asam amino dan faktor perangsang pertumbuhan,
dapat dianggap sebagai suatu efek asosiatif dalam rizosfer. Beberapa penelitian
menunjukkan adanya peningkatan kandungan asam amino dalam tanaman yang
ditumbuhkan
pada tanah
yang
diinokulasi
dengan
mikroorganisme
khusus.
Pengamatan serupa dilakukan dalam hal pengaruhnya terhadap peningkatan vitaminB, auksin, giberellin, dan antibiotik. Diketahui bahwa senyawa giberellin dan yang
serupa giberellin dihasilkan oleh genus-genus bakteri yang umumnya dijumpai di
dalam rizosfer, seperti Azotobacter, Arthrobacter, Pseudomonas dan Agrobacterium.
Sekresi antiobiotik oleh mikroorganisme dan penghambatan pertumbuhan
secara biologis terhadap mikroorganisme lain yang peka, ditemukan terjadi baik
dalam penanaman di lapangan maupun dalam kultur murni. Efek antagonistik dalam
rizosfer ini diharapkan terjadi secara alami bahkan dalam tanah yang tidak
dibudidayakan. Namun dari segi agronomi adanya penghambatan yang berlebihan
terhadap pertumbuhan Azotobacter atau Rhizobium di daerah perakaran akan
menyebabkan penurunan fiksasi nitrogen atau pembentukan bintil akar.
Proses-proses Mikrobia dalam Rizosfer
Pelepasan sejumlah karbon terfiksasi selama fotosintesis dari akar ke dalam
tanah adalah faktor utama penghematan karbon dari tanaman, yang diharapkan dapat
memberikan keuntungan pada tanaman itu sendiri. Beberapa proses-proses mikrobia
12
terjadi karena adanya stimulasi dalam rizosfer, meskipun manfaatnya bagi tanaman
tidak selalu nyata. Proses-proses tersebut dijelaskan dalam uraian berikut ini:
Sifat Asosiasi yang Memfiksasi Nitrogen
Bakteri pemfiksasi nitrogen yang tidak bersimbiosis biasanya terdapat dalam
rizosfer dan di bawah kondisi nitrogen yang terbatas memungkinkan terjadinya
kompetisi yang lebih menguntungkan dari mikroorganisme lain. Tidak terdapat bukti
yang jelas yang dapat mendukung stimulasi selektif dari organisme ini, dan bakteri
ini kelihatannya tidak menginvasi akar. Bagaimana pun, terdapat asosiasi spesifik
antara Azotobacter paspali dengan Paspalium notatum, serta antara Azospirillum sp
dengan akar sereal.
Kelangsungan asosiasi rizosfer-pemfiksasi nitrogen bergantung pada pasokan
karbon yang dapat dioksidasi serta efisiensi dari konversinya. Fiksasi nitrogen
termasuk “boros” karena membutuhkan ATP dan efisiensi untuk organisme bebasnya
berkisar dari 4 g C g-1 N dalam Azospirillum brasiliense sampai dengan 174 g C g-1 N
dalam Aerobacter aerogenes. Hanya senyawaan karbon sederh ana yang dapat
digunakan. Jika diasumsikan bahwa konversi dari efisiensi karbon berasal dari akar
adalah 10 g C g-1 N; bakteri pemfiksasi nitrogen meliputi 10% populasi rizosfer; dan
keseluruhan karbon yang hilang dari akar adalah merupakan ketersediaan bagi
seluruh bakteri, maka jika 150 g C m-2 adalah hilang dari akar potensi maksimum
pemfiksasi nitrogen hanyalah 1,5 g N m-2.
Bukti atas peranan nyata asosiasi rizosfer-pemfiksasi nitrogen berasal dari 2
sumber. Keseimbangan nitrogen bagi sistem vegetasi berbeda tanpa legum seringkali
menunjukkan suatu akumulasi kelebihan jumlah nitrogen yang hilang disebabkan
pengangkutan oleh tanaman, pencucian dan denitrifikasi. Hal ini bisa disebabkan oleh
input curah hujan dalam kisaran 1,5 g N m-2 yr-1 dan mungkin saja lebih tinggi, atau
oleh adanya fiksasi nitrogen baik oleh sianobakteri maupun oleh bakteri rizosfer.
13
Perubahan dalam Ketersediaan Nutrisi
Dalam kondisi pasokan nutrisi yang rendah, populasi rizosfer akan bersaing
dalam memperebutkan beberapa jenis nutrisi sehingga kemudian mereduksi pasokan
nutrisi tersebut bagi tanaman. Sebagai contoh, sejumlah fosfat tersedia bagi tanaman
dapat menjadi berkurang atau malah meningkat, bila dibandingkan dengan tanah
tanpa
rizosfer.
Mangan
dalam
ebntuk
Mn2+
dapat
teroksidasi
menjadi
mangandioksida yang dapat larut dalam rizosfer, menyebabkan defisiensi mangan
pada tanaman gandum, meskipun larutan kultur bakteri rizosfer menghasilkan
senyawaan (ionophores) yang mendukung pengambilan mangan oleh akar.
Imobilisasi nutrisi dapat terjadi dalam rizosfer, disebabkan oleh adanya materi
berasal dari akar yang memiliki rasio C : N yang tinggi. Hal ini dapat menjadi
berguna untuk nutrisi yang mobil seperti NO3- yang dapat tercuci dari daerah
perakaran. Terlebih lagi bagian yang banyak dari bakteri tanah adalah bakteri
fakultatif anaerob dan respirasi oleh keduanya serta oleh populasi rizosfer dapat
mereduksi potensi redoks dengan baik untuk memungkinkan terjadinya denitrifikasi.
Bagaimana pun evapotranspirasi dapat menyebabkan rizosfer menjadi kering,
meningkatkan difusi oksigen dan pengambilannya oleh tanaman dapat memindahkan
nitrat dari daerah yang memiliki potensi mendenitrifikasi. Ketersediaan oksigen juga
dapat ditingkatkan
melalui
sel-sel
aerenkhim
di
dalam
tanaman sehingga
memungkinkan difusi ke dalam rizosfer, terutama pada tanaman akuatik.
Produksi Hormon Tumbuh
Mikroorganisme rizosfer menghasilkan senyawaan seperti growth hormon
dan phytotoxin yang dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Keanekaragaman
substrat dalam rizosfer yang tersedia untuk pertumbuhan tanaman menunjukkan
banyaknya produk yang bermanfaat.
Secara relatif, di laboratorium cukup mudah untuk menunjukkan produksi
senyawaan tertentu dari suatu organisme dan pengaruhnya bagi tanaman. Akan tetapi
cukup sulit untuk mengetahui bentuk aktif senyawaan ini serta konsentrasi berapa
14
yang mendukung keberadaannya dalam tanah. Pengukuran dalam tanah menjadi sulit
pada saat konsentrasi senyawaan sangat rendah serta dihasilkan secara lokal.
Identifikasi senyawaan ini biasanya dilakukan melalui bioassay yang hanya dapat
mendeskripsikannya sebagai senyawaan “serupa auksin”. Beberapa senyawaan,
misalnya auksin dan etilen, menghambat pertumbuhan tanaman pada satu konsentrasi
tetapi menstimulir pertumbuhan pada suatu konsentrasi yang rendah. Kebanyakan
jenis utama hormon tanaman dapat dihasilkan oleh bakteri dan fungi.
Asam indole asetat (IAA) adalah suatu auksin yang diproduksi dari triptofan.
Enzim ini terdapat dalam rambut akar yang menggulung pada akar legum yang
disebabkan adanya rizobia tertentu, dan juga dimetabolisir oleh bakteri tanah
sehingga keberadaannya dalam tanah akan bergantung pada tingkat akumulasinya. Di
dalam kondisi anaerob, etilen dapat terbentuk pada konsentrasi yang cukup dapat
menghambat perpanjangan akar sereal. Selain juga diperoduksi dari metionin, IAA
juga dimetabolisir oleh mikroorganisme. Sedikit informasi yang ada mengenai
sitokinin dan asam absisat dalam tanah.
Efek fitotoksik dari suatu tanaman yang ditanam sebelumnya dalam suatu
sistem pertanaman, dipengaruhi oleh penguraian mikroba terhadap residu tanaman.
Apabila efek dari suatu mikroorganisme terjadi pada tahap perkecambahan benih,
maka tidak mudah untuk membedakan efek metabolik dari efek fisik seperti misalnya
konsentrasi oksigen tereduksi. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa asam
dihidrostearat dan vanilin adalah fitotoksin utama, tetapi asam alifatik seperti asetat
dan asam oksalat juga dihasilkan oleh bakteri dan fungi, terutama dalam kondisi
anaerob yang juga mencegah penguraiannya. Substratnya berasal dari bahan organik,
pupuk hijau, residu tanaman dan limbah hewan. Sedikit sekali diketahui efek asam
aromatik seperti p-hidroksibenzoat dan asam p-kumarat yang telah ditemukan dalam
tanah. Kebanyakan senyawaan fenolik pada akhirnya menjadi bagian dari fraksi asam
humat pada bahan organik tanah.
Produksi antibiotik oleh mikroorganisme tanah terjadi dalam biakan kultur di
laboratorium, tetapi produksinya dalam tanah di lapangan belum diketahui. Antibiotik
15
dapat menghambat atau merangsang pertumbuhan tanaman secara langsung atau
secara tidak langsung.
Gambar 3. Produksi antibiotik secara in situ dari mikroba tanah dan rizosfer.
Secara tidak langsung antibiotik ini menghambat pertumbuhan dengan cara
pemindahan
mikroorganisme
patogen
yang
mengganggu
pertumbuhan.
Jika
senyawaan ini dihasilkan, maka dapat dinonaktifikan dengan cara penjerapan oleh liat
atau penguraian oleh mikroorganisme. Senyawaan mengandung sulfur yang tidak
stabil seperti hidrogen sulfida dihasilkan oleh bakteri pereduksi sulfat, dalam rizosfer
dapat menimbulkan toksisitas pada tanaman padi.
Alelopati
Telah banyak terdapat laporan penelitian mengenai interaksi inhibitor atau
stimulator antar tanaman, dan antara tanaman dengan mikroorganisme. Interaksi ini
dinamakan alelopati. Sebagai contoh couchgrass (Agropyron repens), suatu gulma
yang ditemukan di banyak negara, mengurangi pertumbuhan gandum (Triticum
aestivum) dan lucerne (Medicago sativa). Vegetasi di sekitar kacang hitam / black
walnut (Juglans nigra) sangat jarang, dan hal ini disebabkan adanya suatu substansi
bersifat racun yang dihasilkan tanaman kacang hitam untuk tanaman di dekatnya.
Konsentrasi NO3- pada tanah yang ditanami seringkali lebih rendah
dibandingkan tanah yang tidak ditanami, meskipun setelah diperhitungkan dengan
nitrogen yang diambil oleh tanaman dan kehilangan karena pencucian (yang biasanya
lebih rendah pada tanah yang ditanami dibandingkan tanah yang tidak ditanami).
16
Terdapat serangkaian bukti yang menunjukkan bahwa nitrifikasi dipengaruhi oleh
bahan kimia yang bersifat alel yang dihasilkan oleh beberapa spesies tanaman dan
mikroorganisme. Juga terdapat bukti bahwa tingkat nitrifikasi sangat menurun pada
saat tahap pertumbuhan tanaman menuju tahap vegetasi maksimum.
Bakteri sebagai Mikroorganisme Tanah
Organisme yang menghuni tanah meliputi mikroorganisme, tanaman dan
hewan. Adanya organisme hidup dalam tanah menyebabkan perubahan biokimia
dalam tanah, dan untuk memahami caranya dalam mempengaruhi fungsi-fungsi tanah
maka diperlukan informasi aktivitas organisme tersebut. Hal ini termasuk reaksireaksi yang dilakukan oleh organisme, interaksi yang terjadi antar organisme dan
antara organisme dengan lingkungannya (Wood, 1989).
Mikroorganisme yang menghuni tanah dapat dikelompokkan menjadi bakteri,
actinomycetes,
jamur,
alga
dan
protozoa.
Bakt
eri
merupakan
kelompok
mikroorganisme tanah yang paling dominan dan mungkin meliputi separuh dari
biomassa mikroba dalam tanah. Bakteri terdapat dalam segala macam tipe tanah
tetapi populasinya menurun dengan bertambahnya kedalaman tanah. Secara umum
profil horizon A terdiri dari lebih banyak mikroorganisme daripada horizon B dan C.
Dalam kondisi anaerob, bakteri mendominasi tempat dan melaksanakan kegiatan
mikrobiologi dalam tanah karena jamur dan actinomycetes tidak dapat tumbuh baik
tanpa adanya oksigen (Subba Rao, 1994).
Bakteri adalah
organisme terkecil di dalam tanah, tetapi merupakan
mikroorganisme paling banyak dalam tanah. Organisme ini merupakan sel
prokaryotik, karena tidak mempunyai struktur yang membatasi membran di dalam
sitoplasmanya. Nukleoplasmanya tidak dipisahkan dari sitoplasma, seperti pada
fungi, protozoa, dan eukaryot lainnya. Dinding sel bakteri terutama tersusun dari
peptidoglikan, dan reproduksinya terjadi melalui pembelahan penggandaan diri.
Proses penggabungan / konjugasi melibatkan pemindahan sejumlah besar materi
17
genetik antara sel donor dan penerima pada pasangan gandaannya (Paul and Clark,
1989).
Pengelompokkan terhadap bakteri dapat dilakukan antara lain berdasarkan
reaksinya dengan penanda/pewarna Gram, yang berdasarkan komponen dinding sel di
mana bakteri yang menyerap pewarna dikelompokkan sebagai bakteri Gram-positif;
sedangkan bakteri yang tidak menyerap pewarna dikelompokkan sebagai bakteri
Gram-negatif. Pengelompokkan juga dapat dilakukan berdasarkan proses fisiologi,
yaitu autochtonous bagi bakteri yang pertumbuhannya terjadi secara lambat dalam
tanah yang tidak mengandung substrat yang mudah dioksidasi, serta zymogenous bagi
bakteri yang pertumbuhan dan aktivitasnya cepat pada saat residu segar ditambahkan
ke dalam tanah.
Pertumbuhan bakteri dalam kondisi keberadaan oksigen dan tidak ada
oksigen, juga digunakan sebagai kriteria untuk membedakan bakteri menjadi:
anaerobik (tidak ada oksigen); aerobik (ada oksigen); dan anaerobik fakultatif (tidak
ada oksigen atau ada oksigen). Bentuk sel bakteri adalah khas berbentuk bola seperti
batang atau spiral, berukuran panjang 1,5 – 2,5 µm dan diameter 0,5 – 1,0 µm.
Jumlah bakteri dalam 1 g tanah bervariasi dari 106 – 109, tetapi tidak terdistribusi
secara merata dalam tanah melainkan mengambil tempat dalam koloni kecil,
seringkali berasosiasi dengan sumber dari substrat organik (misalnya akar tanaman).
Salah satu dari karakteristik penting bakteri sebagai suatu kelompok adalah
berbagai manfaat biokimia yang dimilikinya. Suatu organisme seperti Pseudomonas
sp mampu memetabolisir berbagai jenis bahan kimia termasuk pestisida, sedangkan
Nitrobacter sp hanya mampu menghasilkan energi dari oksdasi nitrit menjadi nitrat.
Thiobacillus ferrooxidans mendapatkan energi dari oksidasi senyawa sulfur tereduksi
dan dari ion-ion ferro, dan memiliki nilai pH optimum untuk pertumbuhan sekitar 2.
Clostridium sp mampu untuk tumbuh dalam kondisi ketiadaan oksigen dan dapat
memperoleh nitrogen melalui reduksi gas nitrogen dari atmosfe r. Rhizobium sp
membentuk nodul-nodul pemfiksasi N2 pada akar tanaman legum.
18
Gambar 4. Pseudomonas sp hasil pembesaran mikroskop electron (kiri), transmisi mikroskop
electron dari bakteri PGPR Azospirillum brasiliense (Az) yang menempati satu ruang sel
yang sama (kanan).
Dalam sistem Bergey mengenai Bakteriologi Determinatif (Bergey’s Manual
of
Determinative
Bacteriology),
bakteri
diklasifikasikan
menjadi
kelompok
taksonomi ordo, famili, genus, dan spesies berdasarkan konsep Linneaeus klasik yaitu
tata nama ganda (binomial nomenklatur). Sepuluh ordo termasuk ke dalam kelas
Schizomycetes. Dari 10 ordo tersebut, 3 di antaranya yaitu Pseudomonales,
Eubacteriales dan Actinomycetales berisi spesies bakteri yang seringkali dijumpai
dalam tanah.
Dari 190 genus bakteri yang terdapat dalam manual Bergey, 97 genus (57%)
terdiri dari spesies yang diperkirakan sebagai bakteri tanah. Sebagai contoh,
Arthrobacter sp., membentuk sekitar setengah dari total koloni bakteri yang tumbuh
pada pelat pelarutan (dilution plates). Spora pembentuk baksilus dan actinomycetes
biasanya juga mudah ditemukan. Genus-genus yang disebutkan terdahulu, yang
mendominasi kebanyakan transformasi biokimia utama dalam tanah, kemungkinan
membentuk kurang dari 10% total populasi bakteri. Bakteri lainnya, termasuk
actinomycets, yang memproduksi filamen atau miselia (serupa dengan fungi), lebih
kecil ukuran diameternya. Dalam media kultur, Streptomyces sp. dan actinomycetes
lainnya menghasilkan antibiotik, dan tanah merupakan sumber utama organisme yang
digunakan untuk menghasilkan senyawaan ini secara komersil.
19
Bakteri tanah yang paling umum termasuk dalam genus Pseudomonas,
Arthrobacter, Clostridium, Achromobacter, Bacillus, Micrococcus, Flavobacterium,
Corynibacterium, Sarcina dan Mycobacterium. Kelompok bakteri lain yang umum
dijumpai dalam tanah adalah myxobacteria yang termasuk genus Myxococcus,
Chondrococcus, Archangium, Polyangium, Cytophaga dan Sporocytophaga. Dua
genus terakhir termasuk selulolitik dan karenanya dominan dalam lingkungan yang
kaya selulosa. Myxobacteria menjadi predator bagi bakteri Gram-negatif lainnya
melalui proses lisis.
Gambar 5. Contoh genus bakteri yang ada dalam tanah, Azotobacter (kiri) dan Arthrobacter
(kanan)
Dalam tanah selain terdapat bakteri yang menguntungkan, juga terdapat bakteri yang
merugikan atau bersifat pathogen. Sebagai contoh adalah Clostridium sp yang
umumnya terdapat dalam tanah dan kotoran hewan. Bakteri ini merupakan organisme
anaerobik yang menghasilkan spora, dan beberapa spesies seperti C. tetani dan C.
perfringens adalah penyebab tetanus dan gas gangren. Penyakit ini dapat bersifat
letal.
Bakteri juga digolongkan berdasarkan caranya memperoleh makanan. Bakteri
autotrof dapat mensintesis sendiri kebutuhan makanannya, sedangkan bakteri
heterotrof bergantung dari makanan yang sudah terbentuk sebelumnya untuk
nutrisinya. Bakteri fotoautotrof adalah bakteri yang energi makanannya diperoleh
dengan perantaraan sinar matahari, seperti misalnya bakteri fotosintetik yang
20
berlawanan dengan bakteri kemoautotrof yang mengoksidasi bahan anorganik untuk
memperoleh energi dan pada waktu bersamaan memanfaatkan karbon dari CO2 untuk
pertumbuhannya.
Pada kelompok bakteri kemoautotrof termasuk juga kelompok bakteri
kemoautotrof obligat yang lebih menyukai substrat khusus tertentu. Contohnya
adalah Nitrobacter yang memanfaatkan nitrit; Nitrosomonas yang memanfaatkan
amonium; Thiobacillus yang mengubah senyawa belerang anorganik menjadi sulfat;
dan Ferrobacillus yang mampu mengubah besi fero menjadi feri.
Bakteri Akar (Rhizobacteria)
Selama
dasawarsa
terakhir
istilah
“rhizobacteria”
digunakan untuk
menggambarkan bakteri rizosfer yang membentuk koloni dengan akar (Schroth and
Hancock, 1982 dalam Kloepper, et al., 1985). Kolonisasi akar adalah suatu proses di
mana bakteri bertahan melakukan inokulasi ke dalam benih tanaman atau ke dalam
tanah, penggandaan diri dalam spermosfer dalam responnya terhadap eksudat benih
yang kaya akan karbohidrat dan asam amino, menempel pada permukaan akar, dan
mengkoloni sistem perakaran yang sedang berkembang.
Berbagai manfaat positif dari bakteri dalam rizosfer telah menjadikannya
sumber potensial bagi ketersediaan nutrisi dalam tanah serta mendorong pertumbuhan
tanaman sehingga menjadi lebih baik. Beberapa bakteri tanah berasosiasi dengan akar
tanaman budidaya dan memberikan pengaruh yang bermanfaat pada tanaman
inangnya. Bakteri ini dikelompokkan ke dalam PGPR (Plant Growth Promoting
Rhizobacteria). Strains PGPR yang sering ditemukan di antaranya Pseudomonas
fluorescent.
Penelitian yang melibatkan bakteri yang hidup bebas sebagai inokulan bagi
tanaman pertanian memiliki genus yang sama dengan Azospirillum. Pada akhir tahun
1800, efek yang menguntungkan dari simbiosis rizobia pada tanaman legum telah
dikembangkan dan penelitian telah sampai pada pertanyaan dapatkah manfaat yang
21
diperoleh oleh tanaman yang bersimbiosis dengan legum diperoleh oleh tanaman
tanpa simbiosis legum dengan bakteri tanah lainnya.
Selama 70 tahun ke belakang, penggunaan inokulan mikrobia lebih banyak
melibatkan rizobia dan tanaman legum. Hak cipta pertama kali bagi inokulan rizobia
diberikan pada awal abad ini, kemudian diikuti dengan eksploitasi secara komersial.
Adanya berbagai kendala dan ketidaksesuaian yang ditimbulkan oleh rizobia hasil
produksi massal mengarahkan penelitian pada pengembangan perbaikan strain
Rhizobium yang akan memperbaiki rizobia asal tanah dan membentuk nodul yang
efektif dalam jumlah besar pada tanaman. Selain itu teknik aplikasinya dimodifikasi
untuk mendistribusikan inokulum yang viabilitasnya tinggi pada perkecambahan
benih.
Banyak
hambatan
ekologis
membatasi
keberhasilan
rizobia
yang
diinokulasikan pada tanah (Young and Burns, 1993).
Seringkali diasumsikan bahwa peningkatan pertumbuhan tanaman setelah
inokulasi adalah respon langsung terhadap bakteri yang diinokulasikan. Dalam hal
rizobia, penampakkan nodul didampingkan dengan pengukuran sensitif terhadap
fiksasi nitrogen menggunakan
15
N dan teknik reduksi asetilen, memungkinkan
terjadinya korelasi yang jelas antara respon tanaman dengan inokulan. Bagaimana
pun masih terdapat sebab dan akibat yang membingungkan pada saat mengkaji fungsi
dari inokulan mikrobia lainnya.
Rizobia Pendukung Pertumbuhan Tanaman (PGPR)
Hasil
penelitian
menunjukkan
bahwa
strain
bakteri
tertentu
ayng
diintroduksikan ke dalam tanah dapat mengatasi keseimbangan mikrobia dalam
rizosfer. Hasil ini dikemukakan pada tahun 1980 ketika mutan yang terjadi secara
spontan dari strain spesifik pseudomonas fluoresens, yang resisten terhadap antibiotik
rifampicin, diinokulasikan ke dalam benih tanaman kentang pada suatu percobaan
lapang. Strain mutan yang menggantikan populasi fungi dan bakteri asli akar dan
berkoloni di luar akar tanaman selama tahap pertumbuhan tanaman. Penelitian yang
intensif untuk memonitor bakteri tertentu dalam lingkungan telah dilakukan selama
22
beberapa tahun yang lalu, membawa pada beberapa sistem penandaan yang baur yang
dapat diaplikasikan untuk mengukur kolonisasi akar oleh bakteri, termasuk
Azospirillum.
Pada saat mengembangkan konsep mengenai kolonisasi akar, sangat penting
untuk diperhatikan bahwa kapasitas kolonisasi akar adalah spesifik-strain. Oleh
karenanya tidak semua pseudomonas fluoresens menunjukkan kolonisasi akar, dan
salah satu yang harus diekstrapolasi dari laporan individual mengenai kolonisasi oleh
suatu strain adalah semua strain dari takson yang sama akan berkoloni dengan akar.
Maka koloni dengan akar mewakili suatu pengelompokkan dari total komunitas
bakteri rizosfer, dan kelompok ini dinamakan rizobakteri.
Istilah ”kolonisasi akar” dapat digunakan untuk menggambarkan prosesproses yang secara fundamental berbeda. Ada suatu persetujuan umum di antara para
peneliti bakteri bahwa kolonisasi akar adalah suatu proses aktif, bukan suatu
peristiwa yang kebetulan ditemukan antara bakteri tanah dan akar tanaman.
Kolonisasi akar adalah suatu proses di mana bakteri diinokulasikan ke dalam benih
atau tanah, dapat bertahan hidup dan menggandakan diri dalam spermosfer dalam
responsnya terhadap eksudat benih yang kaya akan nutrisi, berasosiasi dengan
permukaan akar dan mengkoloni sistem akar yang sedang berkembang dalam tanah
dengan mikroflora asli tanah.
Rizobia dapat menghasilkan 1 dari 3 jenis efek pada tanaman inang yang
diinokulasi: menghilangkan, menetralkan
atau
bermanfaat.
Rizobakteri
yang
bermanfaat dinamakan Plant Growth-Promoting Rhizobacteria (PGPR). Oleh karena
itu, PGPR dapat dipertimbangkan secara fungsional sebagai bakteri bermanfaat yang
mengkolonisasi akar.
Efek PGPR pada tanaman yang diinokulasi dikelompokkan menjadi dua,
yaitu: mendukung pertumbuhan tanaman dan pengendali secara biologis (biokontrol).
Meskipun secara konseptual kedua efek ini sangat berbeda, dalam prakteknya sangat
sulit bahkan hampir tidak mungkin untuk menentukan perbedaan dan batas antara
keduanya. Strain PGPR Pseudomonas fluoresens dipilih untuk meningkatkan
23
pertumbuhan dan
hasil dari tanaman
kentang, tetapi
gagal
mempengaruhi
pertumbuhan tanaman yang ditumbuhkan dalam kondisi gnotobiotic. Dan growth
promotion yang terjadi pada kondisi tanah lapang berkaitan dengan reduksi populasi
rizoplan asli, yaitu fungi dan bakteri.
Pertumbuhan tanaman distimulasi PGPR secara tidak langsung dengan cara
mereduksi aktivitas organisme lainnya, sehingga dinamakan biokontrol. Sebaliknya,
beberapa strain PGPR mendukung pertumbuhan tanaman secara langsung dalam
ketiadaan mikroflora asli rizosfer. Meskipun inhibisi dari mikroflora asli tidak terlibat
dengan growth promotion, biokontrol dapat terjadi pada saat PGPR diuji dalam kajian
penyakit atau pada percobaan lapang dengan patogen asli.
Biokontrol pada beberapa kasus diperkirakan muncul akibat dari penyakit
yang terbebaskan. Akar menunjukkan pemanjangan atau percabangan yang berlebih
akibat perlakuan PGPR, dapat meloloskan infeksi dari fungi patogen asal tanah yang
lebih mudah menginfeksi benih muda. Selain itu infeksi patogen yang terlokalisir
dalam 1 area sistem perakaran mungkin diseimbangkan oleh suatu peningkatan global
dalam biomassa akar sebagai kompensasi.
Apabila dilakukan evaluasi PGPR dalam penelitian lapangan atau tanah
lapangan yang disimpan dalam penelitian greenhouse, memungkin kan untuk
menggambarkan efek yang teramati dari PGPR pada tanaman inang secara prinsip
sebagai pendukung pertumbuhan atau biokontrol dengan mencatat perkembangan
pertumbuhan tanaman dan simptom yang terjadi selama pertumbuhan tanaman.
Biokontrol terhadap fitopatogen tampaknya menjadi mekanisme utama dari
PGPR (Plant Growth Promoting Rhizobacteria). Penekanan fitopatogen merupakan
hasil dari produksi metabolit sekunder atau datang pada tanaman dengan sendirinya
sebagai sistem pertahanannya. PGPR berbasis inokula seharusnya dapat bersaing
dengan mikroorganisme indigenous dan dengan efisien mendiami daerah perakaran
tanaman untuk melindunginya.
24
Gambar 6. Scanning elektron micrograph Pseudomonas fluoresens
Kisaran Tanaman Inang bagi PGPR
Selama 5 tahun yang lalu penelitian PGPR dilanjutkan dengan tambahan 3
tujuan. Pertama, pekerjaan yang telah dilakukan pada tanaman “tanpa akar” sebagai
tanaman inang menunjukkan bahwa mayoritas tanaman kondusif terhadap induksi
PGPR terhadap pertumbuhan. Tuju an kedua melibatkan karakterisasi dampak
spesifik PGPR, yaitu dampak lain selain mendukung hasil produksi. Studi pada
tujuan kedua ini telah mengarahkan pada keberadaan 2 sub-kelas baru dari PGPR dan
menunjukkan bahwa PGPR dapat juga digunakan sebagai agen biokontrol. Tujuan
ketiga dari pekerjaan ini membuktikan bahwa beberapa strain PGPR dapat
mendukung pertumbuhan tanaman secara langsung, yaitu dengan meniadakan
kehadiran mikroorganisme patogenik atau yang merugikan.
Tanaman inang bagi bakteri PGPR memiliki kisaran yang cukup luas, di antaranya
adalah :
Barley
Iswandi et al. (1987) meneliti efek “rhizopseudomonad” strain 7NSK2 yang diisolasi
dari kultur hidroponik tanaman barley, terhadap barley yang ditumbuhkan di
lapangan. Bobot kering tanaman yang mendapat perlakuan PGPR meningkat dari 5 –
20% dibandingkan dengan kontrol tanpa PGPR.
25
Kedelai
Strain Pseudomonas putida mengkolonisasi akar lateral dan akar utama tanaman
kedelai (Phaseolus vulgaris L.) dalam kultur hidroponik. Dihasilkan peningkatan
kadar lignin dalam akar, bobot tanaman meningkat dalam perlakuan P. putida setelah
diinokulasi dengan Fusarium solani f. sp. phaseoli.
Kanola
Potensi untuk mendapatkan peningkatan hasil pada kanola (Brassica campestris L
dan B. napus L.) melalui perlakuan PGPR dilaporkan pada tahun 1988. Lebih dari
4000 strain bakteri dikumpulkan dari zona akar dan secara individu dievaluasi untuk
tumbuh pada temperatur 4 – 14oC, metabolisme eksudat benih, kemotaksis terhadap
aspargin dan kolonisasi akar. 887 dari strain ini diuji kemampuan growth promotornya dalam percobaan green house menggunakan tanah dari lapangan. 35 strain
meningkatkan area daun, 13 strain meningkatkan hasil sampai 57% selama 2 tahun, 3
strain meningkatkan hasil 6 – 13% selama 2 tahun. Strain PGPR yang diidentifikasi
dalam pengujian ini termasuk P. putida, P. fluorescens, Serratia liquefaciens, P.
putida biovar B, dan Arthrobacter citreus.
Kapas
Dua strain dari P. fluorescens yang ditapis (di-screening) untuk antagonisme secara in
vivo pada 2 patogen tanaman, jamur dan bakteri, meningkatkan bobot tanaman 8 –
40% pada tanaman kapas berusia 4 minggu dalam percobaan green house dengan
tanah lapangan.
Jagung
Evaluasi lapangan terhadap pseudomonad PGPR pada jagung dilakukan selama 5
tahun. Strain bakteri diseleksi sebagai growth promotor pada percobaan green house
dalam berbagai kondisi pertumbuhan di mana secara visual terlihat terjadi pemacuan
pertumbuhan dan peningkatan bobot kering tanaman. Pada percobaan lapangan, strain
26
mengkoloni akar pada kepadatan populasi rata-rata Log 3 cfu/cm akar dan
mempengaruhi peningkatan hasil dari 3 – 3,5 bu/acre dibandingkan dengan kontrol
pada berbagai lokasi sekitar 5 tahun.
Kacang-kacangan
Strain A-13 dari Bacillus subtilis diketahui dapat meningkatkan pertumbuhan
tanaman kacang di lapangan. Penelitian berikutnya mengindikasikan bahwa strain
mempengaruhi peningkatan produksi sekitar 14 – 24%. Strain A-13 ini tidak seperti
kebanyakan strain Bacillus sp., di mana A-13 adalah pengkoloni akar. Kolonisasi
akar berkaitan dengan peningkatan keseluruhan pertumbuhan tanaman, pertumbuhan
akar yang lebih cepat dan lebih tersedianya nutrisi tanaman. Oleh karena itu strain A13 ini dinyatakan termasuk dalam golongan PGPR.
Padi
Sakthivel et al. (1986) mengisolasi strain P. fluorescens dari rizosfer berbagai
tanaman dan strain terseleksi menunjukkan spektrum lebar secara in vitro dalam hal
antibiosis terhadap fungi dan bakteri patogen. Pada saat strain ini dilapiskan pada
benih padi yang ditanam dalam pot menggunakan tanah dari lapangan, 4 strain
menginduksi peningkatan tinggi tanaman sekitar 12 – 14% lebih tinggi.
Tanaman sayuran
Pengaruh beberapa bakteri yang mengkolonisasi akar pada tanaman sayuran
dilaporkan dalam kolaborasi bilateral (Elad et al., 1987). Perlakuan biji dengan
bakteri dalam percobaan pot meningkatkan bobot kering dua minggu setelah
penanaman untuk tomat, lada, tembakau, ketimun, dan melon. Allelix Crop
Technologies, perusahaan bioteknologi Kanada, telah mengevaluasi PGPR, yang
pada awalnya dipilih untuk meningkatkan pertumbuhan canola, pada tanaman
sayuran (R. Lifshitz, komunikasi pribadi). Beberapa strain pseudomonads flourescent
dan Serratia spp. membantu pertumbuhan sebagaimana dibuktikan oleh peningkatan
27
bobot kering pucuk dan akar dalam percobaan di rumah kaca dengan tanah lapangan
pada tomat, ketimun, jagung manis, wortel, dan seledri. Tim peneliti di Kalifornia
menyelidiki pengaruh PGPR pada seledri (M.N. Schroth, komunikasi pribadi). Tiga
puluh bakteri yang mengkolonisasi akar, termasuk yang dikonfirmasi sebagai PGPR
pada tanaman lainnya, ditapis langsung di lapangan untuk peningkatan pertumbuhan
seledri dengan Fusarium oxysporum f.sp. apii yang secara alami ada di lapangan.
Empat strain dipilih untuk digunakan dalam tiga percobaan tindak lanjut yang diulang
tiga kali. Tercatat bahwa ada spesifitas genotipik yang sangat kuat dalam respons
terhadap inokulasi PGPR. Satu strain PGPR menstimulasi peningkatan yang
signifikan dalam pertumbuhan awal (peningkatan bobot kering dan/atau segar) pada
ketiga percobaan dan peningkatan panen yang signifikan, yaitu 12 sampai 15% lebih
besar daripada kontrol pada dua percobaan. Strain yang sama tidak memiliki
pengaruh ketika diuji pada kultivar yang lain.
Kolonisasi Rizosfer (Rhizosphere Colonization)
Plant growth-promoting rhizobacteria (PGPR) pertama kali diteliti oleh
Kloepper dan Scroth (1982) untuk menggambarkan bakteri tanah yang mendiami
daerah perakaran tanaman yang dinokulasikan ke dalam benih dan ternyata
meningkatkan pertumbuhan tanaman. Proses kolonisasi selengkapnya adalah sebagai
berikut: kemampuan mempertahankan diri (survive) dari proses inokulasi ke dalam
benih, penggandaan diri dalam spermosfer (daerah
di sekeliling benih) dalam
responsnya terhadap eksudat benih, penyerangan terhadap permukaan akar, dan
berkolonisasi / mendiami daerah perkaran untuk memperkuat sistem perakaran
(Nelson, 2004).
Ketidakefektifan PGPR di lapangan sering kali berhubungan dengan
ketidakmampuannya dalam mendiami daerah perakaran (Bloemberg and Lugtenberg,
2001). Identifikasi mengenai ciri atau sifat bakteri yang bervariasi serta gen spesifik
yang berkontribusi dalam proses ini, hanya sedikit. Memasukkan gerakannya,
chemotaxis pada benih dan eksudate akar, produksi pili atau fimbriae, produksi sel
28
spesifik komponen permukaan, kemampuan dalam menggunakan komponen spesik
dari eksudat akar, sekresi, dan quorum sensing. Genus mutan mengubah ekspresi
dari sifat ini dan membantu pemahaman kita mengenai aturan yang tepat yang
masing-masing memegang peranan dalam proses kolonisasi ini.
Gambar 7. Hasil penapisan (screening) laser mikrograph dari akar kanola yang baru 5 hari
dikolonisasi oleh Pseudomonas putida strain 6-8, ditandai dengan protein fluoresens hijau
(ditunjukkan oleh arah panah). Garis putih di pojok kiri bawah berukuran 60 µm.
Kemajuan dalam sistem identifikasi yang baru, di mana sebelumnya gen yang
tidak berkarakter dibuat menggunakan metode penapisan (screening) nonbias yang
mengandalkan
teknologi perpaduan gen (gene fusion). Metode ini menggunakan
reporter transposons dan teknologi ekspresi in vitro (IVET) untuk mendeteksi
ekspresi gen selama kolonisasi (www.plantmanagementnetwork.org).
Pentingnya aspek kolonisasi adalah untuk bersaing dengan mikroorganisme
indigenous yang telah ada di dalam tanah dan rizosfer dalam memperkuat tanaman.
Faktor yang terlibat dalam interaksi ini telah dihalangi oleh ketidakmampuan untuk
membudidayakan dan menggolongkan bermacam-macam jenis dalam komunitas
rizosfer dan
untuk menentukan
bagaimana komunitas yang berbeda itu dengan
spesies tanaman, umur tanaman, lokasi pada akar, dan sifat tanah.
29
Mekanisme Kerja PGPR
PGPR meningkatkan pertumbuhan tanaman dengan cara langsung dan tidak
langsung, tetapi mekanisme spesifiknya tidak hanya melibatkan karakter yang baik
(Glick, 1995). Mekanisme langsung dari plant growth promotion oleh PGPR dapat
diperlihatkan dalam ketiadaan patogen tanaman. Atau mikroorganisme rizosfer
lainnya, sedangkan mekanisme tidak langsung melibatkan kemampuan PGPR dalam
menurunkan pengaruh yang merusak / mengganggu dari patogen tanaman terhadap
hasil tanaman budidaya.
Pengaruh PGPR secara langsung dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman
terjadi melalui bermacam-macam mekanisme, di antaranya fiksasi nitrogen bebas
yang ditransfer ke dalam tanaman, produksi siderophore yang meng-khelat besi (Fe)
dan membuatnya tersedia bagi akar tanaman, melarutkan mineral seperti fosfor dan
sintesis phytohormon. Peningkatan langsung dari pengambilan mineral melalui
peningkatan dalam spesifik flux ion di permukaan tanaman karena keberadaan PGPR
ini telah juga dilaporkan. Strains PGPR bisa jadi menggunakan satu atau lebih
mekanisme ini dalam rizosfer. Telah diketahui bahwa PGPR mensintesis auksin dan
sitokinin atau terlibat dalam sintesis etilen tanaman.
Pengaruh PGPR secara tidak langsung dalam meningkatkan pertumbuhan
tanaman terjadi melalui penekanan dari fitopatogen yang dilakukan melalui
mekanisme yang berbeda. Ini termasuk kemampuan dalam memproduksi siderofor
yang mengkhelat Fe, menjadikannya tidak tersedia bagi patogen; kemampuan dalam
mensintesis metabolit anti fungal seperti antibiotik, dinding sel fungal – lysing enzim
atau hidrogen sianida, yang menekan pertumbuhan patogen jamur; kemampuan untuk
bersaing secara sukses dengan patogen untuk nutrisi atau unsur hara atau tempat
khusus dalam perakaran tanaman; dan kemampuannya dalam menimbulkan resistensi
sistemik.
30
Gambar 8. Contoh kajian in vitro terhadap penghambatan (inhibisi) pertumbuhan fungi. Isolat
bakteri yang berbeda diuji kemampuan inhibisinya terhadap pertumbuhan Rhizoctonia sp.,
penyakit tular tanah pada tanaman legum. Daerah inhibisi terlihat sekitar isolat 4-31 pada
bagian atas pelat agar.
Indikasi adanya mekanisme kerja yang mendukung pertumbuhan oleh PGPR
adalah pada saat strain bakteri meningkatkan pertumbuhan secara tidak langsung
dengan cara mengubah keseimbangan mikrobia dalam rizosfer. Siderofor pengkhelat
Fe, antibiotik, dan HCN diproduksi oleh beberapa PGPR dan telah dikaitkan dengan
kemampuannya mereduksi patogen tanaman serta rizobakteria yang bersifat toksik.
Kaitan HCN dalam mendukung pertumbuhan secara langsung melalui penemuan
bahwa beberapa rizobakteria yang bersifat toksik menghasilkan HCN, yang
menghambat pertumbuhan tanaman dan bahwa rizobakteria yang merugikan ini dapat
dihambat oleh beberapa strain PGPR (Schippers, 1988, dalam Kloepper, et al., 1985).
Interaksi dengan Bakteri Pelarut Fosfat
Pengaruh utama dari Arbuskular Michoryza adalah memperbaiki pengambilan
fosfat oleh tanaman melalui micelium eksternal dari jamur mikoriza arbuskular yang
berperan sebagai jembatan antara akar dan mengelilingi mikrohabitat tanah.
Keberadaannya memberikan akses terhadap ion fosfat dari larutan tanah melewati
31
zone pengurasan fosfat mengelilingi akar. Jamur mikoriza arbuskular berkontribusi
terhadap pengambilan P dan ketersediaannya melalui mata rantai biotik dan geokimia
dalam ekosistem tanah sehingga berpengaruh pada kecepatan siklus P dan polanya
dalam sistem pertanian dan ekosistem alamiah. Fosfat tersedia karena bakteri pelarut
fosfat berperan dengan cara menghemat pelarutan sumber fosfat yang tidak bisa
diraih oleh permukaan akar untuk membatasi difusi, dimaksudkan bahwa jika fosfat
terlarut diambil oleh miselium mikoriza arbuskula, interaksi mikrobia sinergistik
seharusnya memperbaiki ketersediaan P dalam tanaman (Barea et.al., 1983).
Simbiosis Rhizobium dengan Tanaman Legum
Anggota tertentu komunitas rizosfer dapat memasuki hubungan simbiotik
dengan tanaman inang membentuk mikoriza dan nodul akar. Nodul dibentuk pada
akar tanaman aktinoriza oleh Francia sp. dan pada akar legum oleh Rhizobium sp.
dan Bradyrhizobium sp. Bakteria tersebut memperoleh karbohidrat dari tanaman
inang dan memasok tanaman dengan senyawa nitrogen yang diperoleh dari nitrogen
di atmosfer. Legum merupakan komponen penting dari komunitas tanaman alami dan
sistem pertanian. Sebagian besar informasi yang tersedia adalah mengenai legum
pertanian.
Peran legum dalam sistem pertanian
Fiksasi nitrogen hasil simbiosis oleh tanaman legum memberikan masukan
nitrogen terbesar ke dalam ekosistem alami. Di Selandia Baru, yang tidak
menggunakan pupuk nitrogen untuk produksi rumput, pernah dilaporkan laju fiksasi
oleh semanggi putih (Trifolium repens) yang melebihi 60 g N m-2 th-1. Manfaat legum
telah diakui selama berabad-abad; semanggi (Trifolium sp) merupakan bagian dari
sistem rotasi berpola empat yang dipraktekkan di Inggris selama abad ke tujuhbelas,
dan sistem tumpang sari kacang-kacangan (Phaseolus vulgaris) dan jagung (Zea
mays) saat ini umum ditemukan di Amerika Selatan dan AfrikaTimur.
32
Mayoritas genus dan spesies legum adalah di daerah tropis, dan tempatnya
pada jaman dahulu mungkin di tanah tercuci di hutan tropis. Legum temperat dan
subtropis berkembang dari sini. Beberapa darinya, terutama yang termasuk dalam
famili Trifolieae, seperti Trifolium sp. dan Medicago sp, dan famili Viceae, seperti
Pisum sp. dan Cicer sp. telah beradaptasi dengan tanah netral atau berkapur yang
memiliki nutrisi lebih tinggi. Sebagian besar legum yang ditanam di pertanian
temperat, yang menerima perhatian lebih besar, termasuk ke dalam kelompok
tersebut dan peran legum di daerah lainnya tidak dipelajari secara luas. Tanaman
legum pada umumnya dapat dibagi ke dalam tanaman legum yang ditanam karena
bijinya yang kaya akan protein, seperti biji kedelai (Glycine max) dan kacang merah
(Cicer arietinum) dan legum pakan ternak, seperti semanggi putih (T. repens) dan
kudzu (Pueraria phaseoloides). Kacang kedelai saat ini merupakan tanaman legum
bulir yang dominan dengan produksi tahunan 10 8 ton di seluruh dunia.
Nodul hanya dapat secara aktif memfiksasi nitrogen apabila tanaman tersebut
dipasok secara memadai dengan semua unsur yang penting untuk pertumbuhan.
Legum memiliki kebutuhan tambahan yang tinggi akan molibden, komponen dari
nitrogenase. Legum sering kali ditanam di tanah asam, terutama di daerah tropis dan
subtropis, yang memiliki konsentrasi H+, Al 3+, dan Mn2+ tinggi dan konsentrasi fosfat
dan Ca2+ rendah, dapat membatasi pertumbuhan, nodulasi, dan fiksasi nitrogen.
Legum yang mengandalkan fiksasi nitrogen umumnya lebih sensitif terhadap
kemasaman daripada legum sama yang memanfaatkan NH4+ dan NO3- (mineral N).
Legum bernodul secara efektif dapat tumbuh dengan baik di tanah dengan kandungan
mineral nitrogen rendah; bagaimanapun juga, konsentrasi mineral nitrogen tinggi
dapat
menghalangi
nodulasi
dan fiksasi
nitrogen
di
atmosfer, sehingga
menghilangkan manfaat legum.
Infeksi
Fiksasi nitrogen pada legum bergantung pada serangkaian interaksi yang
sangat terkoordinasi antara tanaman famili Leguminoseae dan bakteri tanah, yang
33
termasuk ke dalam genus Rhizobium dan Bradyrhizobium, yang mengakibatkan
pembentukan nodul akar. Hingga saat ini, keberadaan nodul baru diperiksa hanya
pada 48% genus legum dan pada 86% dari 48% ini ditemukan nodul. Tidak semua
legum dinodulasi oleh semua rizobia. Sebagai contoh, rizobia lucerne (Medicago
sativa) hanya menodulasi lucerne dan bukan legum lainnya, dan rizobia yang
menodulasi legum lainnya tidak menodulasi lucerne. Pengelompokkan legum yang
dinodulasi oleh spesies bakteri yang sama menimbulkan konsep spesifitas inokulasi
silang.
Dalam Bergey’s Manual of Systematic Bacteriology (1984), klasifikasi awal
bakteri nodul sebagai genus tunggal, Rhizobium, yang dibagi ke dalam spesies
menurut spesifitas inokukasi silang dimodifikasi untuk mencakup dua genus.
Rhizobium sekarang dikasifikasikan sebagai genus spesies yang berkembang cepat
dan menghasilkan asam di media laboratorium, yang terutama menodulasi legum
temperat. Genus yang baru, Bradyrhizobium, terdiri atas spesies yang berkembang
lambat dan menghasilkan alkalin di media laboratorium, yang terutama menodulasi
legum tropis.
Dalam
keadaan
non-simbiotik,
rizobia
biasanya
Gram-negatif,
tidak
membentuk spora, berbentuk bulat, hidup secara saprofit pada kisaran yang lebar dari
sumber karbon organik, tetapi tidak dapat memfiksasi nitrogen. Dengan adanya akar
legum yang sesuai, rizobia ini mampu mengatasi mekanisme pertahanan tanaman,
menginfeksi akar, membentuk nodul, mensintesis nitrogenase dan komponen penting
lainnya serta mengikat nitrogen.
Meskipun telah banyak penelitian mengenai infeksi legum oleh rizobia, tetapi
mekanisme terperinci masih tetap belum diketahui. Tahap utamanya seperti terlihat
pada gambar 9. Belum terdapat bukti yang meyakinkan bahwa eksudat akar legum
secara spesifik menstimulasi multiplikasi atau kemotaksis dari rizobia yang tepat.
Bagaimana pun, multiplikasi dalam rizosfer adalah penting jika rizobia berkompetisi
dengan organisme rizosfer lainnya untuk lokasi infeksi potensial pada permukaan
perakaran. Penggulungan dan percabangan dari rambut akar adalah respon awal yang
34
terlihat pada tanaman legum sebagai inang, kemungkinan disebabkan oleh produksi
IAA oleh rizobia dari triptofan yang dikeluarkan oleh akar. Derajat penggulungan
rambut akar yang terlihat nyata (360o atau lebih) merupakan karakteristik dari
interaksi yang kompatibel.
Gambar 9. Diagram skematik pembentukan nodul pada kebanyakan tanaman legum.
Penempelan rizobia pada permukaan akar mungkin merupakan salah satu
tahap deteksi yang kritis sehubungan dengan keberhasilan infeksi. Telah pernah
dikemukakan sebelumnya bahwa penempelan terjadi disebabkan oleh antigen reaksisilang yang unik secara imunolo gis (suatu lektin glikoprotein) pada dinding sel
35
semanggi putih (T. repens) dan R. leguminosarum biovar trifolii. Suatu tahap kedua
dari penempelan diperkirakan dengan kuat menempelkan rizobia pada permukaan
rambut akar, kemungkinan disebabkan produksi selulosa mikrofibria selular. Rizobia
yang menempel seringkali terjadi pada saat rambut akar menggulung, hal ini
membawa pada peningkatan konsentrasi sinyal kimia dari mikrobia secara lokal serta
respon yang mengikutinya dari tanaman.
Bagian akar yang terinfeksi han ya sedikit dan bervariasi, selain itu
kebanyakan infeksi (68 – 99% dalam Trifolium sp.) gugur sebelum mencapai bagian
dasar rambut akar. Benang-benang infeksi merupakan struktur tubular yang
membawa rizobia, seringkali dalam berkas tunggal, dari titik masuk ke dalam rambut
akar ke sel-sel bagian dalam pada korteks akar. Rizobia dapat menyebabkan
perubahan arah pertumbuhan dinding sel tanaman inang sehingga rambut akar dapat
menerima
penetrasi
rizobia.
Cara
lainnya,
eksopolisakarida
irzobia
dapat
menstimulasi suatu peningkatan aktivitas enzim pektat tanaman (poligalakturonase)
yang menyebabkan pelunakan dinding sel rambut akar sehingga memungkinkan
terjadinya penetrasi oleh rizobia. Pembentukan benang infeksi dapat dianggap
sebagai pengendalian terhadap reaksi perlawanan patogen tanaman inang.
Tidak semua tanaman legum diinfeksi melalui rambut akar. Pada tanaman
kacang tanah (Arachis hypogaea), legum mimosoid umumnya dan batang bernodul
Sesbania sp., infeksi terjadi pada akar lateral yang baru muncul, atau secara langsung
melalui epidermis. Karena kebanyakan legum tidak memiliki rambut akar dan juga
nodul yang berasosiasi dengan akar lateral, umumnya infeksi sering terjadi dalam selsel epidermal.
Pembentukan Nodul
Pada saat rizobia memasuki bagian dalam sel-sel korteks akar, rizobia ini
menggandakan diri serta menyebabkan sejumlah sel mulai berproliferasi (tumbuh)
dan kemudian membentuk suatu nodul. Saat bakteri mengisi sel yang berproliferasi
maka ia mulai membesar dan berubah menjadi bakteroid, ribosomnya dan
36
kemampuan menggandanya menghilang, mulai mensintesis nitrogenase serta
dikelilingi oleh membran yang dibentuk oleh dinding sel tanaman inang. Bakteroid
terendam dalam suatu larutan yang mengandung leghaemoglobin, yang mentransport
oksigen untuk respirasi pada tekanan parsial yang sangat rendah, yang dengan cara ini
memproteksi nitrogenase sensitif-oksigen. Leghaemoglobin, yang serupa dengan
haemoglobin, menyebabkan nodul berwarna merah muda. Tahanan difusi dari nodul
juga menahan tingkat difusi oksigen ke dalam nodul.
Nodul mungkin saja berbentuk bulat, silindris, datar, dan seringkali bidentat
(berlubang di kedua sisinya) atau dengan percabangan coralloid (tertutup / terisolasi),
atau mungkin saja bentuknya tidak beraturan. Dalam sebuah nodul mungkin terdapat
1010 bakteroid, biasanya mengandung sebuah strain tunggal Rhizobium, meskipun
terjadi juga penempatan oleh strain ganda. Seiring usia nodul, sel-sel kehilangan
leghaemoglobinnya dan terbentuk sebuah vakuola besar diikuti dengan nekrosis.
Belumlah jelas benar apakah rizobia yang viable dilepaskan ke dalam tanah
mengikuti kematian nodul, berasal dari bakteroid ataukah dari sel-sel yang tersisa
dalam benang infeksi yang tidak membentuk nodul.
Strain rizobia yang membentuk nodul pada legum dinamakan infektif. Strain
yang kemampuan fiksasi nitrogennya tinggi dinamakan efektif, dan strain yang
kemampuan fiksasi nitrogennya rendah dinamakan inefektif. Bagaimana pun, meski
legum dinodulasi oleh strain yang sangat efektif, dan secara berkelanjutan mengambil
sejumlah porsi nitrogen dari tanah dalam bentuk NO3- dan NH4+, pasokan nitrogen
akan tetap tersedia. Strain yang sama dapat menunjukkan perbedaan tingkat
efektivitas pada spesies atau varietas tanaman inang yang berbeda. Akar yang
diinfeksi oleh strain inefektif memiliki nodul yang lebih kecil dan lebih pucat
dibandingkan yang terinfeksi oleh strain efektif.
Hanya bagian tertentu dari akar legum yang peka terhadap infeksi pada suatu
waktu tertentu, dan sel-sel akar dalam zone infeksi ini masih dapat diinfeksi hanya
selama 12 – 24 jam. Inkompatibilitas (ketidaksesuaian) antara strain dan tanaman
inang dapat terjadi pada setiap tahap infeksi dan nodulasi, dan karenanya spesifitas
37
inokulasi-silang tidak dapat dihindari untuk tahap awal penempelan strain pada akar.
Polisakarida Rhizobium nampaknya penting dalam menentukan kesesuaian legum, di
mana
pada
mutan
strain
ini
kek
urangan
eksopolisakarida
normal
yang
memperlihatkan infeksi dan nodulasi yang kurang baik.
Pada Rhizobium, gen-gen yang menyebabkan rambut akar menggulung,
pembentukan benang infeksi dan induksi nodul spesifik tanaman inang, ditempatkan
pada sejumlah besar Symplasmids indigenous, yang juga membawa gen-gen untuk
pembentukan nitrogenase (nif) dan fiksasi nitrogen (fix). Pada Bradyrhizobium,
analogi fungsional dari gen-gen nod, nif dan fix ini dilakukan oleh kromosom. Empat
gen nodulasi, nod D, A, B, C adalah berdekatan dan sangat terlindungi. Gen-gen ini
mengendalikan penggulungan rambut akar, dan nod D adalah suatu regulator gen
yang konstitutif (selalu dihasilkan daripada menjadi penginduksi) dalam Rhizobium
leguminosarium biovar trifolii.
Gen-gen nod adalah teratur dan harmonis, melalui nod D, dengan cara
bersenyawa
dalam
eksudat
akar legum.
Pada
semanggi
putih,
diproduksi
hidroksiflavon pada zone yang dapat diinfeksi dari munculnya rambut akar,
menstimulasi ekspresi gen nod dalam hitungan menit, sedangkan coumarins dan
isoflavon diproduksi di belakang ujung akar menahan transkripsi gen nod.
Keberhasilan dari suatu infeksi tertentu bergantung pada rasio senyawaan penstimulir
dan penghambat (inhibitor), yang melengkapi tanaman dengan suatu mekanisme
pengaturan nodulasi. Saat nod D berinteraksi dengan flavonoid, gen nod lainnya
seperti nod F dan nod E yang terlibat dalam kisaran spesifik tanaman inang diinduksi,
dan pada akhirnya meregulasi gen-gen non-symplasmid lainnya sedemikian rupa
seperti yang terlibat dalam produksi poligalakturonase.
Jumlah nitrogen yang difiksasi oleh tanaman legum bergantung pada
efektivitas dan ketahanan hidup nodul. Nodul dari tanaman tahunan cenderung mati
pada saat tanaman berbunga dan pembentukan biji, kemungkinan disebabkan
kompetisi
karbohidrat.
Pengeratan
atau
penggoresan pada
semanggi
dapat
menyebabkan kematian nodul sebagai akibat terganggunya fotosintesis. Awal
38
terjadinya kekeringan seringkali menyebabkan tanaman mengurangi nodul-nodulnya.
Nodul dari tanaman atau pepohonan legum dapat bertahan hidup selama beberapa
tahun. Nodul dapat juga berumur pendek apabila diparasiti oleh larva serangga seperti
hama polong (Sitonia lineata). Parah atau ringannya serangan dapat dikurangi dengan
melakukan irigasi pada musim kering, sehingga dapat memperpanjang umur nodul.
Ekonomi karbon dari legum
Bakteri dalam nodul harus dipenuhi kebutuhan energinya agar dapat
memfiksasi nitrogen, dan kemudian juga membutuhkan oksigen untuk mengoksidasi
karbohidrat. Nodul dan sistem akar yang berasosiasi dengannya menerima 15 – 30%
dari nett fotosintat yang diproduksi oleh legum. Meskipun hampir tidak mungkin
untuk mengukur “biaya” fungsi nodul secara individual, teori perkiraan menduga
bahwa aktivitas nitrogenase adalah “biaya” utama dalam nodul yang memanfaatkan
sistem respirasi.
Sebagian dari “biaya” ini sehubungan dengan reduksi proton
menjadi gas hidrogen oleh enzim sementara mereduksi nitrogen. Beberapa strain
rizobia memiliki suatu sistem pengambilan hidrogen (Hup = hydrogen uptake) yang
mendaur ulang hidrogen melalui oksidasinya menjadi air. Nodul memiliki sistem Hup
yang harus memanfaatkan fotosintat secara lebih efisien; bagaimana pun belum ada
keuntungan hasil bersih yang diketahui.
Meskipun fiksasi nitrogen menggambarkan ekonomi dalam pengertian
“biaya” dari produksi pertanian, suatu legum yang memfiksasi nitrogen benar-benar
mampu “membayar harga”, dalam pengertian “biaya”, dari sistem respirasi yang
terlibat. Legum yang mendapatkan sebagian besar nitrogennya melalui fiksasi,
membutuhkan banyak energi untuk asimilasi nitrogen dibandingkan dengan legum
yang sama yang menggunakan mineral nitrogen dari tanah. Bagaimana pun, di
lapangan tidak terdapat perbedaan yang biasa teramati antara produksi legum
bergantung pada fiksasi dengan legum yang sama yang menggunakan mineral
nitrogen dari tanah.
39
Ammonium (NH4+) diproduksi melalui fiksasi, diekskresikan ke dalam sel
sitoplasma tanaman inang di mana ia kemudian berasimilasi dan digunakan untuk
mensintesis nitrogen organik untuk transport dalam tanaman. Legum dapat
dikelompokkan berdasarkan bentuk nitrogen yang dikirim keluar dari nodul. Legumlegum dari daerah temperat seperti semanggi (Trifolium sp.) dan lucerne (Medicago
sativa) mengirim keluar amida seperti asparagin dan glutamin, sedangkan legum
daerah tropis seperti Phaseolus sp. dan kedelai (Glycine max) mengirim keluar ureida
seperti allantoin dan asam allantoic. Transport ureida kemungkinan lebih efisien
daripada transport amida dalam pengertian mol-C yang digunakan dalam sintesis.
Sehubungan pentingnya legum dalam pertanian dan ekosistem alami, maka
tidak ada pendugaan yang dapat diandalkan dari jumlah nitrogen difiksasi dalam
kondisi lapangan. Tingkat fiksasi untuk beberapa legum telah diketahui, tetapi
pendugaan ini beragam, sebagai contoh tingkat fiksasi N 4,5 – 67,3 g m-1 yr-1 pada
tanaman semanggi putih (Trifolium repens), dan sangat bergantung pada metode
pengukuran yang digunakan.
Inokulan Rizobium
Karakteristik strain Bradyrhizobium adalah tumbuh dengan lambat, Gramnegatif, merupakan bakteri tanah. Genus Bradyrhizobium mewakili kelompok
heterogen dari bakteri bernodul dalam hubungan taksonomi yang tidak begitu
dimengerti (Jordan, 1984 dalam FNCA, 2006). Genus Bradyrhizobium saat ini terdiri
dari 6 spesies, yaitu : Bradyrhizobium japonicum, Bradyrhizobium elkanii,
Bradyrhizobium
liaoningense, Bradyrhizobium yuanmingense, Bradyrhizobium
betae, dan Bradyrhizobium canariense.
Berdasarkan
pada
sekuens
gen
16 S
rRNA,
genus Bradyrhizobium
diklasifikasikan ke dalam clade dalam Proteobakteria bersama dengan bakteri tanah
oligotrofi atau akuatik seperti Rhodopseudomonas palustris, Rhodoplanes roseus,
Nitrobacter winogradskyi, Blastobacter denitrificans, dan patogen Afipia sp.
40
Isolasi strain Rizobium
1. Koleksi dan konservasi (penyimpanan) nodul akar di lapangan.
Peralatan untuk koleksi dan konservasi nodul akar :
Vial (tabung) sampling dengan dessicated silica gel : Untuk perjalanan ke lapangan
selama lebih dari 2 hari, nodul akar yang dikumpulkan harus dicegah dari proses
dekomposisi dan invasi mikroorganisme tanah yang tercampur dengan prosedur
isolasi selanjutnya. Oleh karena itu, nodul akar yang dikumpulkan disimpan dalam
sebuah vial (tabung) dengan dessicated silica gel. Jika warna gel berubah menjadi
merah muda, dessicant harus diganti oleh yang baru yang berwarna biru.
Gambar 10. Vial sampling untuk nodul akar.
Sekop yang kuat dibutuhkan untuk mengkoleksi nodul akar dari legum liar, karena
tanah tempat tumbuhnya sangat keras. Karena itu dibutuhkan sebuah sekop yang kuat
untuk menggali ke atas akar legum.
Peralatan lainnya adalah buku tulis dan pensil; peta daerah yang lengkap; peta
topografi; kompas dan GPS; kamera; pisau; forsep; plastik ziplock kecil untuk sampel
tanah dan akar; lap kertas; tinta permanen; dan plastik besar untuk koleksi spesimen
herbarium.
41
Hal-hal yang harus dipertimbangkan sebelum melakukan sampling :
a. identifikasi lokasi
b. identifikasi tanaman inang
c. identifikasi tanah.
Koleksi dan perawatan dari nodul akar :
Gali seluruh tanaman untuk mendapatkan nodul akar; pindahkan dengan hati-hati
tanah di sekitar nodul akar; nodul akar yang terlihat dapat dikoleksi dengan forsep.
Seluruh nodul dari sebuah tanaman inang tunggal mewakili 1 unit dari bahan yang
dikoleksi dan disimpan dalam vial yang sama. Nodul akar dari tanaman berbeda
tetapi berasal dari 1 spesies tidak dapat disatukan karena masing-masing
menggambarkan lingkungan tanah berbeda meskipun jika hanya terpisah beberapa
meter. Vial yang berisi nodul akar kering disimpan dalam pendingin pada suhu 4oC
sampai dilakukan isolasi bradyrhizobia.
2. Isolasi Bradyrhizobia dari nodul akar kering.
Hari pertama : cuci nodul akar kering di bawah air mengalir untuk membuang
kontaminasi tanah, kemudian pindahkan nodul akar yang bersih ke air steril.
Biarkan nodul akar dalam air steril dalam pendingin pada suhu 4oC semalaman agar
menyerap air.
Hari kedua : sterilisasi permukaan nodul akar dengan cara mencelupkannya dalam
ethanol 70% untuk 30 detik, dan dalam larutan Na-hipoklorit 3% untuk 3 menit.
Nodul akar selanjutnya dicuci sekurangnya 5 kali dengan air steril. Setiap nodul akar
dihancurkan dalam sebuah tabung microfuge dengan larutan gliserol 15% sebanyak
100 µl. 10 µl dari suspensi berlumpur dengan larutan gliserol 15% ditempatkan dalam
formasi baris ke permukaan media ekstrak yeast mannitol agar.
Suspensi berlumpur dengan larutan gliserol 15% dalam suatu tabung microfuge
disimpan dalam freezer pada suhu -30oC sampai isolasi bradyrhizobia selesai. Jika
isolasi tidak berhasil, larutan gliserol ditempatkan ulang ke dalam pelat baru untuk
memperoleh kultur yang murni.
42
Dua minggu kemudian : Pelat diinkubasi pada suhu 28oC selama 2 minggu dalam
posisi terbalik. Koloni tunggal yang berhasil diisolasi ditempatkan ulang ke dalam
pelat baru untuk memperoleh kultur yang murni.
Gambar 11. Isolasi Bradyrhizobium dari nodul akar kering. Nodul akar kering ditempatkan
dalam silika gel biru (kiri), koloni Bradyrhizobium berasal dari nodul akar tanaman Vigna liar
yang berhasil diisolasi (kanan).
3. Isolasi dari nodul segar.
Akar segar dari tanaman legum dikumpulkan dari lapangan, dibersihkan di
bawah air mengalir untuk membuang semua tanah dan partikel organik yang
menempel. Forsep digunakan untuk memegang nodul, dan akar dengan nodul yang
menempel dipotong, 2 – 3 mm pada setiap sisi nodul. Nodul yang utuh, tidak rusak,
dicelupkan ke dalam larutan ethanol 95% atau isopropanol selama 10 detik (untuk
memecahkan tegangan permukaan dan membuang gelembung udara dari jaringan);
pindahkan ke dalam larutan Na-hipoklorit atau klorox 2,5 – 3% (v/v) 1 : 1 (v/v) dan
direndam selama 4 – 5 menit. Pecahannya dibilas dalam air bersih yang diganti
sebanyak 5 kali menggunakan forsep steril untuk memindahkannya. Forsep dapat
disterilkan dengan cara dicelupkan dalam alkohol dan dipanaskan. Gelas steril atau
plastik petri dapat digunakan sebagai wadah untuk alkohol, Na-hipoklorit, dan air.
Cara lainnya, nodul dapat ditempatkan dalam Erlenmeyer flask volume 125 ml.
Cairan pensteril dan pencuci dapat diganti sesuai kebutuhan, tinggalkan nodul dalam
43
flask. Larutan merkuri klorida (0,1% berat/volume) atau larutan dari hidrogen
peroksida (3% w/v) dapat digunakan untuk sterilisasi nodul.
Nodul tersebut dihancurkan di dalam tabung steril dengan menggunakan
batang kaca steril dan air steril. Campuran nodul dan air tersebut kemudian
diencerkan dan ditempatkan dalam formasi baris di atas permukaan piring YMA
(Yeast-Mannitol Agar) mengandung Red Congo. Piring Petri yang diinokulasi
diinkubasi pada 25-28 °C selama 3 sampai 10 hari, bergantung pada strain dan
spesies hingga koloni muncul. Koloni rhizobia berlendir, bundar, dan tidak atau
sedikit menyerap Red Congo. Isolat dari satu koloni rhizobia tunggal kemudian
dimurnikan dan dikonfirmasi sebagai Rhizobium dengan mendemonstrasikan
kemampuan membentuk nodul pada legum inang uji dalam kondisi terkendali
(otentikasi isolat).
Metode kedua adalah isolasi dengan jarum. Metode jarum ini et rutama
berguna pada nodul yang baru dipanen diameter 2 mm atau lebih. Nodul tersebut
pada awalnya dicuci dalam air, lalu dalam alkohol, dan kemudian, dengan
menggunakan forsep, dilewatkan secara cepat melalui api. Nodul yang permukaanya
steril tersebut diletakkan di atas kertas penyaring steril berukuran kecil (2 x 2 cm) di
dalam piring Petri steril. Selembar kertas penyaring yang baru hendaknya digunakan
untuk setiap nodul. Piring Petri yang sama dapat digunakan untuk beberapa nodul.
Forsep berujung tumpul dicelupkan ke dalam alkohol 95% dan dipanaskan sebentar.
Dengan meletakkan nodul di atas kertas penyaring steril dan memegangnya dengan
forsep, sebagian kecil nodul te rsebut dipotong dengan pisau skalpel yang telah
dipanaskan. Ujung jarum inokulasi steril (dengan piringan 1 mm) dimasukkan ke
dalam permukaan potongan. Inokulum kemudian diletakkan di atas piringan tersebut
dan langsung ditempatkan dalam formasi baris di atas piring YMA mengandung CR
dan piring YMA mengandung BTB. Apabila menggunakan metode jarum, nodul juga
dapat dipegang oleh satu tangan sementara tangan lainnya memasukkan jarum. Kedua
pangkal telapak tangan saling dirapatkan agar tangan stabil.
44
Bakteri Non Simbiotik pada Rizosfer dan Jamur
Istilah rizobakteria digunakan untuk menggambarkan bagian dari bakteri
rhizosfer yang mampu berkoloni dalam lingkungan perakaran (Kloepper et al., 1985).
Koloni akar yang bermanfaat, rizosfer bakteria, PGPR ditentukan oleh tiga (3)
karakteristik intrinsik yakni :
1. Bakteri harus mampu berkolonisasi di dalam akar.
2. Bakteri harus dapat mempertahankan diri / survive dan menggandakan diri
dalam mikro habitatnya yang berasosiasi dengan perakaran tanaman, dalam
kompetisinya dengan mikrobiota lainnya, paling tidak pada waktu diperlukan
untuk memperlihatkan kativitas perlindungannya,
3. Bakteri harus mendukung/meningkatkan pertumbuhan tanaman.
PGPR diketahui berperan dalam proses ekosistem penting, seperti kontrol
biologi dari patogen tanaman, siklus nutrisi / unsur hara dan atau pertumbuhan benih
(Persello-Cartieaux et al., 2003; Barea et al., 2004; Zahir et al., 2004). Pseudomonas
dan Bacillus merupakan genus yang hampir sebagian besar digambarkan memiliki
PGPR, tetapi banyak juga takson lainnya juga berisi PGPR.
PGPR dibagi dalam dua kelompok, yakni PGPR yang terlibat dalam siklus
nutrisi / unsur hara dan phytostimulasi, dan PGPR yang terlibat dalam biokontrol dari
patogen tanaman (Bashan dan Holguin, 1998). Proses dalam PGPR melibatkan siklus
nutrisi / unsur hara termasuk hubungannya dengan fiksasi nitrogen non simbiotik dan
perannya untuk meningkatkan ketersediaan fosfat dan nutrisi / unsur hara lainnya di
dalam tanah. Banyak bakteria diazotroph asimbiotik telah banyak diketahui dan
dicoba sebagai biofertilizer (Kennedy et al.,2004). Beberapa hasil penelitian tidak
sampai pada kesimpulan, tetapi cukup mendorong untuk memperbaiki prosedur
seleksi dan produksi kualitas inokulan untuk aplikasi praktis. Seleksi PGPR
diazotroph yang efektif adalah sangat penting untuk perkembangan selanjutnya dari
teknologi ini.
Banyak rizobakteria (dan rizofungi) yang mampu melarutkan fosfat terlarut,
biasanya dengan melepaskan asam organik khelat (Kucey et al., 1989; Whitelaw,
45
2000; Richardson, 2001; Vessey et al., 2004). Phosphate solubilizing bacteria (PSB)
telah diidentifikasi, tetapi keefektifannya dalam sistem tanah-tanaman masih belum
jelas (Barea, et al., 2002a). Pertama, inokulasi PSB harus berada pada akar yang
berasosiasi dengan habitat tanahnya. Karenanya direkomendasikan bahwa inokulasi
PSB dipilih dari populasi PGPR yang ada untuk mengambil keuntungan dari
kemampuannya untuk berkolonisasi pada lingkungan mikro rizosfer.
Kedua, kemampuan inokulasi PSB untuk menyediakan P bagi tanaman bisa
jadi terbatas, salah satunya akibat senyawa yang dilepaskan oleh PSB untuk
melarutkan fosfat secara cepat menurun atau karena fosfat terlarut diikat kembali
sebelum fosfat itu mencapai permukaan akar. Bagaimanapun, jika fosfat dilepaskan
oleh PSB diambil oleh miselium mikoriza, hasilnya akan menjadi interaksi mikrobia
sinergis kooperatif yang dapat memperbaiki perolehan P oleh tanaman.
Spesies Azospirilium juga dipertimbangkan menjadi PGPR (Okon, 1994;
Bashan, et al., 1990). Aktivitas yang signifikan dari bakteri ini adalah produksi
auksin – merupakan tipe fitohormon yang berpengaruh pada morfologi akar dan
dengan demikian, memperbaiki pengambilan unsur hara dalam tanah. Ini mungkin
bisa lebih penting daripada aktivitas pengikatan nitrogen (Dobbelaere et al., 1999).
Spesies Azospirilium sudah digunakan sebagai inokulan pada benih di bawah kondisi
lapang (Dobbelaere et al., 2001). Walaupun banyak studi melaporkan keuntungan
dari inokulasi Azospirillium, beberapa di antaranya menampilkan hasil yang tidak
konsisten. Namun demikian kita dapat menetapkan bahwa dengan manajemen
praktek yang sesuai, penggunaan inokulan ini akan bermanfaat bagi nutrisi tanaman.
PGPR spesifik berperan sebagai agen biokontrol dari mikrobia patogen
tanaman (Lugtenberg et al., 1991; Alabouvette et al., 1997; Chin-A-Woeng et al.,
2003; de Boer et al., 2003; Persello-Cartieaux et al., 2003). Kontrol biologi dari
penyakit tular tanah (soil-borne diseases) diketahui
dihasilkan dari : 1. reduksi
pertumbuhan saprofitik dari patogen dan kemudian kekerapan dalam menginfeksi
akar melalui mikrobia antagonisme, dan atau 2. menstimulasi / merangsang dari
penyebab resisten sistemik Induces Resistance Systemic (ISR) dalam tanaman inang
46
(van Loon et al., 1998). Hal ini dicapai melalui pelepasan antibiotik oleh PGPR. Di
antara faktor antifungal yang diproduksi oleh PGPR, acetyphloroglucinols (Landa
et al., 2003; Picard et al., 2004) dan phenacines (Chin-A-Woeng et al., 2003; Ownley
et al., 2003) merupakan produk yang menerima perhatian terbanyak.
Beberapa mikroorganisme menguntungkan bagi tanaman dengan beberapa
cara, contohnya spesies Trichoderma mengontrol patogen jamur melalui perannya
sebagai mikrobia antagonis dan menyebabkan terlokalisasi dan respons pertahanan
sistemik tanaman (Harman et al., 2004). Endophytic bakteria dan jamur berperan
sebagai peningkat pertumbuhan dan sebagai agen biokontrol (Harman et al., 2004).
Baru-baru ini terdapat postulat bahwa mekanisme tambahan untuk pertumbuhan
tanaman yang dinaikkan oleh PGPR terjadi karena perubahan komunitas mikrobial
rizosfer (Ramos et.al., 2003). Mekanisme tidak langsung akan menarik untuk
dievaluasi pengaruh nyatanya dari aktivitas ini dalam biologi rizosfer.
Tantangan dalam Seleksi dan Karakterisasi PGPR
Salah satu tantangan dalam mengembangkan PGPR untuk penerapan
komersial adalah memastikan bahwa seleksi yang efektif dan prosedur screening di
tempat,
sehingga
sebagian
besar
mikroorganisme
yang
menjanjikan
dapat
diidentifikasi. Dalam industri kimia pertanian, 1.000 calon senyawa di-screening
setiap tahun untuk menyeleksi salah satu atau dua senyawa untuk kemajuan
selanjutnya. Pendekatan serupa tidak hanya untuk PGPR. Diperlukan strategi yang
efektif untuk memulai isolasi dan screening dari isolat rhizobacterial. Penting untuk
mempertimbangkan tanaman tak spesifik atau adaptasi pada tanah khusus, kondisi
iklim atau patogen dalam seleksi kondisi isolasi, dan screening assay. Model
spermosphere atau enrichment technique yang mengandalkan eksudat benih sebagai
sumber nutrisi / unsur hara, telah digunakan untuk menyeleksi dan mengisolasi
bakteri pengikat N2 di rizosfer padi (Thomas, et al., 1982). Satu pendekatan untuk
menyeleksi organisme dengan potensi untuk mengontrol fitopatogen tular tanah (soilborne phytopathogens) adalah dengan mengisolasi organisme itu dari tanah
47
suppresive terhadap
patogen itu (Weller, et al., 2002). Pendekatan lain yang
dilibatkan dalam seleksi berdasarkan ciri / sifatnya yang diketahui berasosiasi dengan
PGPR seperti kolonisasi akar, 1-aminocyclopropane-1-carboxylate (ACC) aktivitas
deaminasi (Glick, et al., 1995; Giacomodonato, et al., 2001), antibiotik dan produksi
siderofore. Perkembangan dari high throughput assay systems and effective bioassays
akan memfasilitasi seleksi dari superior strains.
Tantangan dalam Aplikasi PGPR di Lapangan
Pencapaian penampilan yang konsisten di lapangan, di mana terdapat
heterogenitas faktor biotik dan abiotik serta kompetisi dengan organisme indigenous,
adalah lebih sulit. Pengetahuan mengenai faktor ini dapat membantu dalam
penentuan konsentrasi yang optimal, waktu dan penempatan inokulan dan manajemen
tanah
dan
tanaman
yang
strateg
is
untuk
meningkatkan
perkembangbiakan inokulan (Bowen and Rovira, 1999).
ketahanan
dan
Kosep dari teknik atau
pengelolaan rizosfer untuk meningkatkan fungsi PGPR dengan memanipulasi
tanaman inang (host plant), substrat untuk PGPR atau melalui praktek agronomis
adalah untuk memperoleh perhatian yang meningkat.
Peningkatan formulasi yang lebih baik untuk meningkatkan ketahanan dan
aktivitasnya di lapangan dan kesesuaian dengan perlakuan kimia dan biologi pada
benih adalah perhatian pada lokasi lainnya; pendekatan termasuk di dalamnya
optimisasi kondisi pertumbuhan sebelumnya untuk perumusan dan peningkatan dari
perbaikan carriers dan aplikasi teknologi (Bashan, 1998; Bowen and Rovira, 1999;
Date, 2001).
Telah banyak dilakukan penelitian yang mengaplikasikan PGPR, serta
meneliti carrier (bahan pembawa) yang baik bagi inokulan rizobia. Salah satu hasil
penelitian PGPR di Indonesia adalah yang dilakukan oleh BATAN (Badan Tenaga
Nuklir Nasional), di mana penelitian salah satunya ditujukan untuk mendapatkan
bahan pembawa yang baik bagi pertumbuhan dan kelangsungan hidup rizobia.
48
Teknik nuklir dan teknik terkait lainnya digunakan untuk mengevaluasi
keefektifan inokulan dalam hubungannya dengan tanaman inang dan tanah Sejumlah
formula telah menunjukkan kemampuan memfiksasi N asosiatif sebesar 15 – 21%
dengan teknik isotop
15
N. Sementara sterilisasi bahan pembawa pupuk hayati
60
digunakan radiasi Co. Alur produksi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
Pupuk hayati yang umum digunakan merupakan kultur campuran mikroba
tanah alami (indigenous) yang mampu memfiksasi N2 dan melarutkan fosfat, serta
menghasilkan hormon pertumbuhan yang meningkatkan penyerapan hara oleh
tanaman. Penggunaan pupuk hayati ini dapat menjadi alternatif pemecahan masalah
karena dapat menekan penggunaan pupuk buatan sehingga lebih bersifat ramah
lingkunga. Dalam penelitian ini aplikasi PGPR dilakukan pada tanaman sayuran, dan
memperlihatkan kenaikan hasil produksi tanaman, ukuran yang lebih besar serta umur
panen yang lebih cepat. Inokulan PGPR dinamakan Azora, yang merupakan hasil
pengembangan formulasi yang ditujukan untuk mengurangi kebutuhan pupuk N, P
dan K. Azora ini mengandung isolat bakteri penghasil hormon tumbuhan, pemfiksasi
N2, dan pelarut fosfat (Gandanegara, 2007).
49
Hasil tanaman pada perlakuan kontrol (kiri)
dan pada perlakuan Azora (kanan).
Hasil tanaman pada perlakuan 10 ton
pupuk kandang (kiri) dan pada perlakuan
10 ton pupuk kandang+Azora (kanan).
Gambar 12. Hasil penelitian aplikasi PGPR Azora pada tanaman sayuran.
Prospek yang Akan Datang
Sebagaimana pemahaman mengenai kompleksnya lingkungan rizosfer,
mekanisme aksi PGPR, dan aspek praktek dari formulasi inokulan, kita dapat
menduga untuk mengetahui produk PGPR baru menjadi tersedia. Sukses dari produk
ini akan bergantung pada kemampuan untuk mengelola rizosfer untuk meningkatkan
ketahanan dan data kompetisi dari mikroorganisme bermanfaat ini (Bowen and
Rovira, 1999). Pengelolaan rizosfer akan memerlukan pertimbangan tanah dan
praktek budidaya tanaman dan uga
j
formulasi inokulan dan pelepasannya.
Peningkatan daya genetik dari strains PGPR untuk meningkatkan kolonisasi dan
keefektifannya melibatkan tambahan satu atau lebih ciri atau sifat yang berasosiasi
dengan PGPR. PGPR menawarkan pendekatan lingkungan yang berkelanjutan untuk
meningkatkan produksi dan kesehatan tanaman.
50
DAFTAR PUSTAKA
Bashan, Y. 1998. Inoculants of plant growth-promoting bacteria for use in
agriculture. Biotechnol. Adv.
Bloemberg, G. V., and Lugtenberg, B. J. J. 2001. Molecular basis of plant growth
promotion and biocontrol by rhizobacteria. Curr. Opin. Plant Biol.
Bowen, G. D., and Rovira, A. D. 1999. The rhizosphere and its management to
improve plant growth. Adv. Agron.
Bruehl, G.W. 1987. Soilborne Plant Pathogens. MacMillan Publ. Co. Canada.
Date, R. A. 2001. Advances in inoculant technology: a brief review. Austral. J. Exp.
Agric.
Forum for Nuclear Cooperation in Asia (FNCA). 2006. Biofertilizer manual. JAIC.
Gandanegara, S. 2007. Azora pupuk hayati untuk tanaman jagung dan sayur. Pusat
Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi. BATAN.
Gardner, F.P., R.B. Pearce, dan R.L. Mitchel. 1991. Fisiologi tanaman budidaya.
Terjemahan. H. Susilo, Subiyanto (Ed). UI Press. Jakarta.
Giacomodonato, M. N., Pettinari, M. J., Souto, G. I., Mendez, B. S., and Lopez, N. I.
2001. A PCR-based method for the screening of bacterial strains with antifungal
activity in suppressive soybean rhizosphere. World J. Microbiol. Biotechnol.
Glick, B. R. 1995. The enhancement of plant growth by free-living bacteria. Can. J.
Microbiol.
Kloepper, J.W., R.M. Zablotowocz, E.M. Tipping and R. Liftshitz. 1985. Plant
growth promotion mediated by bacterial rhizosphere colonizers. In The
Rhizosphere and Plant Growth, 315 – 326. Beltsville Symposia in Agricultural
Research. 1991. Kluwer Academic Publ. Printed in Netherlands.
Lubeck, P. S., Hansen, M., and Sorensen, J. 2000. Simultaneous detection of the
establishment of seed-inoculated Pseudomonas fluorescens strain DR54 and
native soil bacteria on sugar beet root surfaces using fluorescence antibody
and in situ hybridization techniques. FEMS Microbiol. Ecol. 33:11-19 (24)
51
Nelson, L.M. 2004. Plant Growth Promoting Rhizobacteria (PGPR): Prospects for
New Inoculants.
http://www.plantmanagementnetwork.org. Diakses tanggal 26 November 2007.
Paul, E.A. and F.E. Clark. 1989. Component of soil biota. In Soil microbiology and
biochemistry. Academic Press Inc. UK.
Pelczar, M.J., dan E.C.S Chan. 1996. Dasar-dasar mikrobiologi. Terjemahan. UI
Press. Jakarta.
Plant
Growth
Promoting
Rhizobacteria
and
http://www.biw.kuleuven.be/dtp/cmpg/pgprb.htm.
November 2007.
Biod
egradation.
2006.
Diakses
tanggal
26
Rayburn, E.B. 1993. Plant Growth and Development as the Basis of Forage
Management. http://www.caf.wfu.edu/~forage/growth.htm. Diakses tanggal 3
Desember 2007.
Sorensen, J., Jensen, L. E., and Nybroe, O. 2001. Soil and rhizosphere as habitats for
Pseudomonas inoculants: New knowledge on distribution, activity and
physiological state derived from micro-scale and single-cell studies. Plant Soil.
Subba Rao, N.S. 1994. Mikroorganisme tanah dan pertumbuhan tanaman.
Terjemahan. UI Press. Jakarta.
Wood, Martin. 1989. Soil biology. Blackie and Son Ltd. New York.
Young, C.S. and R.G. Burns. 1993. Detection, survival, and activity of bacteria added
to soil. In Soil Biochemistry Vol. 8. Jean-Marc Bollag and G. Stotzky (Ed).
Marcel Dekker, Inc. USA.
52
Download