REGULASI DAN LEMBAGA PENGEMBANG LKMS A. Pendahuluan Problematika rakyat di Indonesia yang terbesar saat ini, yaitu masalah kemiskinan. Kemiskinan bersifat multi dimensi, meliputi aspek sosial, budaya, bahkan agama. Kemiskinan bisa timbul adanya sebagian daerah yang belum dapat secara penuh tertangani, sehingga menjadi terisolasi, adanya daerah atau sector yang harus menampung tenaga kerja yang melimpah sedangkan tingkat produktifitasnya sangat rendah, sehingga terjadi ketidak seimbangan produksi. Ada juga daerah atau sektor yang belum sepenuhnya ikut dalam proses pembangunan sehingga tidak dapat menikmati hasil-hasilnya. Untuk meningkatkan produktifitas dan daya saing usaha kecil, salah satu faktor penunjang yang penting adalah ketersediaan modal yang cukup. Kendala permodalan bagi umumnya pengusaha kecil, umumnya tidak mampu dipenuhi oleh perbankan modern. Oleh karena kebutuhan permodalan usaha menjadi problem yang mendesak, tidak sedikit pengusaha kecil dan sektor informal mengambil jalan pragmatis. Yakni mencari permodalan dari “bank plecitrentenir”. Pola kredit yang dijalankan oleh rentenir sangatlah praktis dan sederhana. Mereka hampir tidak memperhatikan asas “prudential banking”. Hanya hubungan baik dan kepercayaanlah yang mendasari pengucuran kredit dari rentenir kepada pengusaha kecil. (Fitri Nurhartati, dkk, 2008:1) Pada pembahasan regulasi dan lembaga pengembang LKMS ini, akan dipaparkan beberapa pokok permasalahan tenteng bagaimana, realita, permasalahan serta solusi dalam penyelesaiannya. Semua itu akan dipaparkan dalam perspektif islam, dimana akan memberikan jasa dan cara yang halal kepada komunitas muslim. Diharapkan nantinya akan memberikan kontribusi yang layak bagi tercapainya tujuan sosio–ekonomi islam. 1 B. Pengertian regulasi dan lembaga pengembang LKMS Regulasi menurut KBBI adalah ketentuan yang mengikat warga kelompok masyarakat, dipakai sebagai panduan, tatanan, dan kendalikan tingkah laku yang sesuai dan diterima: setiap warga masyarakat harus menaati aturan yang berlaku, atau ukuran, kaidah yang dipakai sebagai tolak ukur untuk menilai atau membandingkan sesuatu. Dalam disipin ilmu hukum dan ekonomi tidak ada definisi baku tentang regulasi, dalam konteks ini regulasi dimaknai sebagai penggunaan instrumen hukum dalam implementasi dan upaya mencapai sasaran kebijakan sosial ekonomi. Karakteristik instrumen hukum mengatakan bahwa individu atau organisasi dapat dipaksa oleh pemerintah untuk menaati ketentuan yang berlaku, atau menerima hukuman dan atau sanksi. Perusahaan dapat dipaksa untuk menjual suatu produk tertentu, dalam jumlah dan harga yang ditetapkan (oleh Pemerintah), atau memasuki atau keluar dari suatu pasar tertentu, atau mengunakan teknik atau teknlogi tertentu dalam proses produksi. Sanksi dapat berupa denda, publikasi kesalahan di media massa, pidana, penutupan usaha, dan lain sebagainya. Perbedaan terjadi antara regulasi ekonomi dan regulasi sosial. Regulasi ekonomi terdiri dari dua type regulasi: regulasi struktural (structural regulation) dan conduct regulation. Regulasi struktural digunakan untuk mengatur struktur pasar, contohnya pembatasan ada entry dan exit ke dan dari suatu industri, atau aturan yang melarang layanan jasa profesional yang dilakukan oleh individu yang tidak memiliki qualifikasi yang sesuai. Conduct regulation digunakan untuk mengatur perilaku di dalam pasar. Contohnya, pengendalian harga, aturan yang melarang iklan dengan muatan di baah standar kualitas. Regulasi ekonomi utamanya diterapkan pada pasar yang bersifat monopoli dan struktur pasar yang terlalu sedikit atau banyak kompetisi. (http://maswig.blogspot.com, diakses tanggal 02 maret 2015). Sedangkan Lembaga Pengembang LKMS adalah Suatu komponen yang viable dan kompetitif dari sistem keuangan secara keseluruhan dalam 2 mengembangkan keuangan secara islam yang beroperasi dan berdampingan dengan sistem konvensional. (Fitri Nurhartati, dkk, 2008:70). Lembaga Keuangan Mikro Syariah (Islamic Microfinance) merupakan institusi yang menyediakan jasa-jasa keuangan kepada penduduk yang berpendapatan rendah dan masyarakat yang temasuk kelompok miskin yang berdasarkan prinsip syariah (Nurawami, 2013). Lembaga Keuangan Mikro Syariah telah menjadi alat yang penting dalam menanggulangi kemiskinan dan membantu pembangunan melalui pengembangan kapasitas bagi masyarakat miskin untuk menikmati kemandirian yang lebih besar dan keberlanjutan dengan memberikan mereka akses ke jasa keuangan.(https://www.academia.edu/8989233, diakses pada tanggal 2 Maret 2015). Lembaga Keuangan Mikro syariah (LKMS) terdiri dari berbagai lembaga diantaranya BPRS (Bank Perkreditan Mikro Syariah), BMT (Baitul Mal Wat Tanwil), serta Koperasi Syariah. Ketiga lembaga tersebut mempunyai hubungan yang erat dan saling mempengaruhi satu sama lain dan berhubungan erat dengan lembaga syari’ah yang lebih besar. (http://nayyasemangat.blogspot.com, diakses pada 01 Maret 2015). Berarti regulasi dan lembaga pengembang LKMS ini sangat berperan penting dalam Usaha Kecil dan Menengah (UKM) yang dijalankan oleh sebagian masyarakat. Nasib perekonomian mereka sangat ditentukan oleh lembaga ini, terutama kebijakan-kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah Indonesia. C. Regulasi LKMS Melalui Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Sektor jasa keuangan merupakan sektor yang memiliki keterkaitan dengan hampir semua sektor dalam perekonomian nasional. Meskipun kinerja sektor keuangan di Indonesia belakangan ini menunjukkan pertumbuhan yang cukup signifikan, namun pertumbuhan yang berkeadilan belum dapat dicapai karena pada kenyataannya aksesibilitas masyarakat berpendapatan rendah dan pengusaha mikro terhadap fasilitas pembiayaan terutama dari perbankan masih sangat rendah. Terbatasnya akses terhadap sektor perbankan tersebut dapat menjadi pintu 3 masuk bagi kreditur informal yang menerapkan suku bunga tinggi. Dengan demikian, untuk memenuhi kebutuhan layanan keuangan yang terjangkau terutama bagi masyarakat berpenghasilan rendah dan pelaku usaha mikro, keberadaan lembaga keuangan yang mengkhususkan diri pada pemberdayaan kalangan masyarakat berpenghasilan rendah dan pelaku usaha mikro menjadi sangat penting. Pemerintah telah menetapkan Undang-undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro (LKM) pada tanggal 8 Januari 2013. UndangUndang tentang LKM tersebut mengamanatkan beberapa materi pengaturan teknis lebih lanjut terkait perizinan usaha, kelembagaan LKM, serta persyaratan terkait transformasi LKM menjadi Bank Perkreditan Rakyat dalam bentuk Peraturan Otoritas Jasa Keuangan. Hal ini mengingat berdasarkan amanat Undang-Undang tentang LKM yang menyatakan bahwa Otoritas Jasa Keuangan sebagai otoritas yang membina, mengatur dan mengawasi LKM. Sehingga dengan adanya LKM-LKM yang beroperasi dengan izin serta kelembagaan yang diatur oleh OJK, diharapkan LKM-LKM tersebut dapat terus berkontribusi untuk memberdayakan masyarakat berpenghasilan rendah dan pelaku usaha mikro dengan tetap memperhatikan aspek prudensial dan perlindungan terhadap nasabah. Sehubungan dengan hal tersebut, maka Otoritas Jasa Keuangan menetapkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) yang mencakup 3 hal, yaitu: Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Keuangan Mikro, Pembinaan dan Pengawasan Lembaga Keuangan Mikro dan Penyelenggaraan Usaha Lembaga Keuangan Mikro. (http://www.ojk.go.id, diakses pada tanggal 02 Maret 2015). 1. Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Keuangan Mikro Berdasarkan POJK Nomor 12/POJK.05/2014 tentang perizinan usaha dan kelembagaan lembaga keuangan mikro menyatakan bahwa bentuk badan hukum LKM/LKMS, yaitu perseroan terbatas dan koperasi. LKM/LKMS dapat dimiliki oleh perorangan yang berwarga Negara 4 Indonesia, badan usaha milik desa atau kelurahan, pemerintah kabupaten / kota hingga koperasi. Jumlah minimum modal yang disetor sebesar Rp. 50 juta untuk tingkat desa / kelurahan, Rp. 100 juta untuk tingkat kecamatan dan Rp. 500 juta untuk tingkat kabupaten / kota. Dalam aturan ini juga mengatur pembukaan mengenai tata cara pembukaan, operasional dan penutupan kantor cabang LKM/LKMS serta memuat mengenai transformasi LKM/LKMS menjadi BPR/BPRS. Hal ini dapat dilakukan apabila LKM/LKMS tersebut melakukan kegiatan lintas kabupaten/kota. (http://mysharing.co/ojk-terbitkan-tiga-aturan-lembaga-keuangan-mikro) 2. Penyelenggaraan Usaha Lembaga Keuangan Mikro POJK Nomor 13/POJK.05/2014 tentang Penyelenggaraan Usaha Lembaga Keuangan Mikro pasal 13 ayat 1 menetapkan bahwa LKM yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah wajib menggunakan akad yang sesuai dengan Prinsip Syariah. Akad yang sesuai dengan Prinsip Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. kegiatan usaha penghimpunan simpanan dilakukan dengan menggunakan akad wadiah, mudharabah, atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah serta disetujui oleh OJK. b. kegiatan usaha penyaluran pembiayaan dilakukan dengan menggunakan akad mudharabah, musyarakah, murabahah, ijarah, salam, istishna, ijarah muntahiah bit tamlik atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah serta disetujui oleh OJK. c. Kegiatan jasa pemberian konsultasi dan pengembangan usaha dilakukan dengan menggunakan akad ijarah, ju’alah atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah serta disetujui oleh OJK. kegiatan pendanaan melalui penerimaan pinjaman dilakukan dengan menggunakan akad 5 qordh, mudharabah, musyarakah atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah serta disetujui oleh OJK. Untuk dapat memperoleh persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), LKM mengajukan permohonan kepada OJK dengan melampirkan fatwa DSN MUI. Selain melakukan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), LKM yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah dapat melakukan pengelolaan dana sosial berupa zakat, infak, dan sodaqoh. Sedangkan pembukuan atas pengelolaan dana sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dilakukan secara terpisah. (http://www.ojk.go.id, diakses pada tanggal 02 Maret 2015). POJK ini juga mengatur mengenai kesehatan LKM. Jika LKM tersebut tidak memenuhi tingkat kesehatan, terdapapt klausul mengenai langkah-langkah penyehatan yang dapat dilakukan LKM sebagaimana yang diatur dalam pasal 29 ayat (1). LKM harus memenuhi rasio likuiditas dan rasio solvabilitas dan wajib menyampaikan laporan berkala ke OJK sebagaimana yang tercantum dalam pasal 25 ayat (1). (http://www.ojk.go.id, diakses pada tanggal 02 Maret 2015). 3. Pembinaan dan Pengawasan Lembaga Keuangan Mikro Dalam mejalankan POJK nomor 14/POJK.05.2014 tantang pembinaan dan pengawasan lembaga keuangan mikro, maka OJK akan melakukan koordinasi dengan kementrian koperasi dan UKM serta kementrian dalam negeri. Sedangka untuk pembinaan dan pengawasan ternadap LKM/LKMS didelegasikan kepada pemerintah kabupaten/kota. Sebagaimana dalam pasal 25 ayat 1 tentang Pembinaan dan pengawasan yang didelegasikan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota atau pihak lain yang ditunjuk meliputi: a. Penerimaan laporan keuangan dan input data ke dalam sistem aplikasi; b. Pelaksanaan analisis laporan keuangan LKM; c. Penerimaan dan analisis laporan lain; 6 d. Pelaksanaan tindak lanjut atas laporan lainnya; e. Penyusunan rencana kerja pemeriksaan, pelaksanaan pemeriksaan, dan tindak lanjut atas hasil pemeriksaan LKM; f. Pengenaan sanksi administratif kepada LKM selain pencabutan izin usaha dan denda; dan g. Pelaksanaan langkah-langkah penyehatan terhadap LKM yang mengalami kesulitan likuiditas dan solvabilitas yang membahayakan keberlangsungan usaha. Selain itu, aturan ini juga memuat mengenai pemeriksaan terhadap LKM/LKMS. LKM/LKMS Agar memeperoleh keyakinan mengenai kondisi yang sebenarnya serta meneliti kesesuaian kondisi LKM/LKMS dengan peraturan perudang-undangan dan memastikan bahwa LKM/LKMS telah melakukan upaya agar bisa memenuhi kewajiban kepada nasabah. (http://www.ojk.go.id, diakses pada tanggal 02 Maret 2015). D. Perkembangan Lembaga Pengembang LKMS. Problematika rakyat Indonesia yang terbesar saat ini pada masalah kemiskinan. Kemiskinan bersifat multidimensi, meliputi aspek sosial, budaya, bahkan agama. Kemiskinan bisa timbul adanya sebagian daerah yang belum dapat secara penuh tertangani, sehingga menjadi terisolasi, adanya daerah atau sector yang harus menampung tenaga kerja yang melimpah sedangkan tingkat produktifasnya sangat rendah, sehingga terjadi ketidakseimbangan produksi. Perkembangan LKM di Indonesia sendiri telah dimulai sejak zaman penjajahan (zaman belanda) higga saat ini, serta mengungkap latar belakang perkembangan LKM di Indonesia dan pemerintah pusat dan propinsi dalam perkembangan LKM. Pada masa pemerintahan Soekarno (1945-1966), terutama pada tahun 1957-1965, sistem keuangan formal sangat sangat dikekang dan hampir mengalami kehancuran sebagai akibat dari kebijakan-kebijakan yang diterapkan. (Veithzal, Rivai, 2013:700). Ada juga daerah atau sektor yang belum sepenuhnya ikut dalam proses pembangunan sehingga tidak dapat menikmati 7 hasil-hasilnya. (Fitri Nurhartati, dkk, 2008:54). Beberapa masalah yang dihadapi oleh usaha mikro diantaranya : 1. Aspek pemasaran Pengusaha mikro tidak memiliki perencanaan dan strategi pemasaran yang baik. Usahanya hanya dimulai dari coba-coba, bahkan tidak sedikit yang karena terpaksa. Jangkauan pemasarannya sangat terbatas, sehingga informasi produknya tidak sampai pada calon pembeli potensial. 2. Aspek Manajemen Pengusaha mikro biasanya tidak memiliki pengetahuan yang baik tenteng sistem manajemen pengelolaan usaha, sehingga sulit dibedakan antara aset keluarga dan usaha. 3. Aspek Teknis Aspek tenis yang masih menjadi problem meliputi cara berproduksi, sistem penjualan, sampai pada titik adanya badan hukum serta perizinan usaha yang lain. 4. Aspek Keuangan Kendala yang sering mengemuka dalam setiap perbincangan usaha kecil adalah lemahnya di bidang keuangan.Pengusaha mikro hampir tidak memiliki akses yang luas kepada sumber permodalan. Secara intern perkembangan dan pengelolaan akuntansi, perkembangan akuntansi menjadi suatu disiplin yang terpandang sampai ke penghujung abad 19, karena hanya menekankankan pelaporan mengenai likuiditas dan solvabilitas perusahaan bagi pemilik dan bank atau lembaga keuangan lain. Adanya revolusi industri di Negara-negara barat mengakibatkan semakin berkembangnya dunia usaha, dan memberikan pengaruh terhadap semakin dibutuhkannya akuntansi. Perkembangan ini semakin mendorong adanya investasi masyarakat dalam perusahaan, dan akuntansi semakin dibutuhkan tidak hanya untuk menyajikan posisi harta kekayaan perusahaan dan prospek perusahaan dalam memperoleh laba. (Ainun Na’im, 1988:10). Permasalahan lain yang muncul dalam usaha mikro sering digambarkan sebagai kelompok yang kemampuan permodalan UKM rendah. Rendahnya akses 8 UKM terhadap lembaga keuangan formal, sehingga yang menjadi permasalahan lagi seperti : Produk bank tidak sesuai dengan kebutuhan dan kondisi UKM. Adanya anggapan berlebihan terhadap besarnya resiko kredit UKM. Biaya transaksi kredit UKM relative tinggi. Persyaratan bank teknis kurang dipenuhi (agunan, proposal). Terbatasnya akses UKM terhadap pembiayaan equity. Monitoring dan koleksi kredit UKM tidak efisien. Bantuan teknis belum efektif dan masih harus disediakan oleh bank sendiri sehingga biaya pelayanan UKM mahal. Bank pada umumnya belum terbiasa dengan pembiayaan kepada UKM. (Veitzhal Rivai, 2013:701). Dari permasalahan yang ada dalam LKMS, pemerintah mulai menerapkan regulasi-regulasi. Adapun pengembangan usaha mikro syariah yang dilakukan salah satunya dengan mengoptimalkan peran strategis koperasi-koperasi syariah atau lebih dikenal dengan istilah Baitul Maal Wattamwil (BMT). Untuk meningkatkan produktifitas dan daya saing usaha kecil dan menengah, salah satu faktor penunjang yang penting adalah ketersediaan modal yang cukup. (Fitri Nurhartati, dkk, 2008:55) Pemberian pinjaman kredit harus diartikan sebagai suntikan modal yang sifatnya sementara dan rangsangan. Karena pemberian pinjaman harus mampu mendorong produksi yang akhirnya akan meningkatkan kapitalisasi usaha kecil, dengan menjalankan ekonomi/baitul tamwil yang efektif dan efisien, menjadi motor penggerak roda bisnis lembaga tersebut. Adapun ciri-ciri ekonomi/baitul tamwil adalah sebagai berikut : Harus mencerminkan kebutuhan pasar dan masyarakat. Harus mudah dikontrol dan diawasi. Harus mampu menciptakan distribusi asetatau kekayaan secara merata dan adil. Harus mendapatkan keuntungan. 9 Harus konsisten dengan visi dan misinya. Memiliki prosedur yang sederhana dan praktis. (Fitri Nurhartati, dkk, 2008:56). Selain koperasi-koperasi syariah, pengembang LKMS yang lain yaitu Perbankan dan BPR. Perbankan yang segmen pasarnya lebih banyak pada pengusaha Usaha Kecil dan Menengah (UKM) adalah Bank Perkreditan Rakyat (BPR). BPR adalah lembaga keuangan bank yang menerima simpanan hanya dalam bentuk deposito berjangka, tabungan, dan/atau bentuk lain yang dipersamakan dengan itu dan menyalurkan dana dalam bentuk kredit atau dalam bentuk lain dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat yang melaksanakan kegiatan usahanya melaui prinsip konvensional atau berdasarkan prinsip syariah. (Ali Suyanto Herli, 2013:3). Prospek perkembangan BPR dan lembaga pembiayaan mikro syariah sangatlah luas, karena jumlah pelaku usaha kecil dan menengah sangat besar, jauh lebih besar dari jumlah pelaku usaha kelas konglomerasi yang cenderung menjadi rebutan perbankan umum. Lembaga pembiayaan usaha mikro ini tersebar dari perbankan (BPR), koperasi simpan pinjam, lembaga BMT, dan PT. Pegadaian Syariah. (Ali Suyanto Herli, 2013:5). E. Tujuan dan Mekanisme Lembaga Pengembang LKMS. Mekanisme keuangan berbasis hutang/simpan pinjam secara syariah inilah yang memiliki tujuan secara umum yang bersifat kebaikan, tolong menolong, dan sosial. Skema keuangan berorientasi pada qard. Pada skema hutang, Islam memberikan aturan yang jelas. Dalam aktifitas pinjaman tidak diberlakukan pinjaman bersyarat. Sebab pinjaman yang bersyarat merupakan pinjaman yang menarik manfaat. Pinjaman ini tidak dibenarkan menurut Islam. Hadits Nabi menyatakan “ Kullu qardun jarra naf’an fahuwa riba”. Setiap pinjaman yang mengambil manfaat adalah riba. (Muhamad, 2013:318). 10 Aspek syariah yang mendasari diantaranya AlQur’an dan Hadits, musyawarah dan kesepakatan, dokumentasi, saksi, wanprestasi, rukun qardh. Aspek ini bertujuan menyalurkan dana untuk kaum dhuafa. Lembaga keuangan hanya boleh mengenakan biaya administrasi. Adapun skema teknis perbankan qard adalah sebagai berikut : PERJANJIAN QORDHUL BANK SYARIAH NASABAH TENAGA KERJA Modal 100% Kembali Modal PROYEK USAHA 100 % KEUNTUNGAN Dari bagan ini, dapat kita pahami bahwa antara nasabah dan bank syariah terlebih dahulu melakukan kesepakatan bersama dan akad di awal. Selanjutnya nasabah menggunakan pinjaman untuk proyek usaha, dimana bank syariah memberikan modalnya 100% sesuai pinjaman yang diinginkan nasabah. Kemudian nasabah menggunakan tenaga kerja dalam proses usahanya. Sesuai dengan waktu yang telah disepakati nasabah harus mengembalikan pinjaman pada 11 bank syariah, dan ketika nasabah sudah mendapat keuntungan maka nasabah akan memberikan bagi hasil kepada pihak bank syariah sebagai partner dalam bekerja. Adapun tujuan kongrit dari LKMS, yaitu : Tumbuh dan berkembang di masyarakat serta melayani UKM. Diterima sebagai sumber pembiayaan anggota UKM. Mandiri dan mengakar di masyarakat. Jumlah cukup banyak dan penyebarannya luas. Berada dekat dengan masyarakat, dapat menjangkau (melayani) anggota dan masyarakat. Memiliki prosedur dan persyaratan peminjaman dana yang dapat dipenuhi anggotanya (tanpa agunan). Membantu memecahkan masalah kebutuhan dana yang selama ini tidak bisa dijangkau oleh kelompok miskin. Mengurangi berkembangnya pelepas uang (money lenders). Membantu menggerakkan usaha produktif masyarakat. (Veithzal Rifai, 2013:706). F. Peranan Pemerintah dan LKMS Terhadap UMKM Pemerintah mempunyai peran yang besar dakam mengembangkan UMKM yang ada di Indonesia, karena pembuat kebijakan-kebijakan penting hanya dapat di lakukan oleh pemerintah. Seperti yang kita ketahui bersama UMKM di Indonesia dewasa ini mengalami persaingan hebat dengan produk import yang beredar di Indonesia. Hal ini tentu akan semakin mempersulit UMKM untuk mengembangkan usahanya, karena produk yang di hasilkan kalah saing dengan produk dari luar negeri. Keadaan ini tidak bisa di biarkan terus berlarut, karena dapat mempengaruhi kondisi perekonomian Indonesia. Hal ini bisa terjadi karena UMKM menyumbangkan PDB terbesar di Indonesia. 12 Langkah yang bisa di ambil pemerintah terkait dengan kemajuan UMKM di Indonesia adalah denhan menerapkan beberapa kebijakan guna melindungi UMKM ,diantaranya: Menetapkan kebijakan kuota terhadap produk yang akan masuk ke Indonesia, hal ini di maksudkan agar produk yang dihasilkan UMKM di Indonesia bisa meraih pasar, dikarenakan barang import menjadi sedikit akibat adanya pembatasan. Menetapkan kebijakn tarif yang tinggi. Supaya produk yang di import harga jual di pasaran Indonesia menjadi lebih tinggi di bandingkan dengan produk luar negeri. Dengan demikian UMKM tetap bisa mengembangkan usahanya Mempermudah UMKM dalam mengurusi perizinan tempat maupun usaha, dengan birokrasi yang baik UMKM bisa dengan mudah mendapat pelayanan yang terkait dengan hal perizinan. Memberi fasilitas yang layak seperti pengusaha-pengusaha besar,terutama dalam hal fasilitas, contohnya penempatan lokasi yang strategis dan fasilitas lain (air, jalan, dan lain-lain). UMKM dalam mengembangkan usahanya, tentu membutuhkan modal. Hal ini yang menjadi masalah UMKM, karena dalam menambah uangnya bila harus meminjam uang ke bank umum tentu prosesnya lama dan berbelit-belit. Maka peran Lembaga Keuangan Mikro Syariah(LKMS) sangat penting dalam hal peminjaman modal kepada UMKM dengan syarat yang mudah dan proses yang cepat dan tidak memberatkan UMKM selain itu sistem transaksinya menggunakan sistem syariah. 13 G. Kesimpulan Lembaga Keuangan Mikro Syariah (Islamic Microfinance) merupakan institusi yang menyediakan jasa-jasa keuangan kepada penduduk yang berpendapatan rendah dan masyarakat yang temasuk kelompok miskin yang berdasarkan prinsip syariah. Kehadiran LKMS seperti BMT di tengah usaha kecil dan mikro cukup dirasakan manfaatnya. Hal ini merupakan peluang untuk berkembang dalam menyediakan akses modal bagi pengembangan penanggulangan kemiskinan, usaha kecil dan mikro dan dengan kelebihan seperti: kemudahan dalam prosedur, keringanan persyaratan, cepatnya pelayanan, dan sistem “jemput bola”. LKMS sebagai sebuah institusi tentu memiliki resiko yang melekat padanya (inherent risk) yang akan mempengaruhi aktivitas perbankan khususnya, dan perekonomian nasional umumnya. Maka dari itu, regulasi yang bersifat insentif dan mendukung tentu sangat diperlukan. Regulasi merupakan pengaturan aktivitas bank sehingga kegagalan bank dapat diminimalisir. Regulasi juga dimaksudkan untuk melindungi nasabah dan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap produk-produk perbankan terkait (agent of trust) dengan resiko yang mungkin muncul. Serta menjaga kelangsungan LKM/LKMS agar tetap beroperasi dan berkontribusi untuk memberdayakan masyarakat berpenghasilan rendah dan pelaku usaha mikro dengan tetap memperhatikan aspek prudensial dan perlindungan terhadap nasabah. Maka dari itu dukungan dari pemerintah sebagai pemegang kebijakan sangatlah diharapkan. 14 DAFTAR PUSTAKA Ainun Na’im, Akuntansi Keuangan, BPFE Yogyakarta, Yogyakarta 1988. Ali Suyanto Herli, Pengelolaan BPR dan Lembaga Keuangan Pembiayaan Mikro, Andi Yogyakarta, Yogyakarta, 2013. Amiruddin K, Perbankan Syariah Dalam Perspektif Hukum, Jurnal Al -Risalah, Vol. 11 No.1, (Mei, 2011). Fitri Nurhartati, dkk, Koperasi Syariah, Era Adi Citra Intermedia, Surakarta, 2008 Muhamad, Manajemen Keuangan Syariah, Muhamad, Yogyakarta, 2013. Nurawami, Shofia., 2013 “Peranan Lembaga Keuangan Mikro dan Konstribusi Kredit terhadap Pendapatan Kotor UKM Rumah Tangga setelah menjadi Kreditur” Jurnal Studi Kasus BMT Muamalat. Damodar N. Gujarati, “Basic Econometrics” fourth edition McGraw-Hill,. New York ` http://www.kemenkeu.go.id/en/node/43639, diakses pada 01 maret 2015. http://nayyasemangat.blogspot.com/2012/10/peranan-lembaga-keuanganmikro-syariah.html, diakses pada 01 Maret 2015. http://alminist.blogspot.com/2010/08/peraturan-hukum-lembagakeuangan.htm, diakses pada 01 Maret 2015. http://maswig.blogspot.com/2009/04/pandangan-saya-tentangregulasi.html, diases pada tanggal 2 Maret 2015. http://www.ojk.go.id/ojk-rilis-peraturan-tentang-lembaga-keuangan mikro, diakses pada tanggal 2 Maret 2015. https://www.academia.edu/8989233/Model_Optimalisasi_Lembaga_Keua ngan_Mikro_Syariah_LKMS_dalam_Rangka_Pengembangan_dan_Pemberdayaa n_Wilayah_Pedesaan, diakses pada tanggal 2 Maret 2015. 15