Analisis Pengaruh Pemberian Logam Berat (Pb, Cd, Cu) terhadap Pertumbuhan Melastoma malabathricum L. Yessica Astrini, Ratna Yuniati, dan Andi Salamah Departemen Biologi, FMIPA UI Depok 16424, Indonesia [email protected], [email protected], [email protected] Abstrak Telah dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian logam berat Pb, Cd dan Cu dalam medium terhadap pertumbuhan Melastoma malabathricum L. serta kemampuannya mengakumulasi logam berat tersebut di akar, batang dan daun. Empat puluh delapan stek batang dibagi ke dalam 10 kelompok perlakuan, yaitu kelompok kontrol, kelompok medium yang diberi 25, 50, 75 μM PbCl 2; 20,100, 200 μM CdCl2; 10, 45, dan 130 μM CuCl2. Pengamatan parameter pertumbuhan meliputi tinggi tanaman, panjang akar, dan jumlah daun. Pengamatan dilakukan setiap 2 hari sekali selama 1 bulan dan diakhiri dengan pengukuran kadar logam berat dalam akar, batang dan daun. Hasil penelitian menunjukkan perlakuan pemberian 25 μM PbCl2, 50 μM PbCl2 dan 75 μM PbCl2 tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan M. malabathricum, karena tanaman tersebut dapat tetap tumbuh normal, sehingga tergolong tanaman yang toleran terhadap Pb. Penghambatan pertumbuhan M. malabathricum terjadi pada perlakuan 20, 100, 200 μM CdCl2, 45 μM CuCl2, dan 130 μM CuCl2, namun pertumbuhan meningkat pada medium yang diberi 10 μM CuCl2. Hasil pengujian kadar logam berat memperlihatkan Pb, Cd dan Cu lebih banyak terakumulasi dalam jaringan akar dibandingkan dengan batang dan daun, akan tetapi M. malabathricum tidak dapat digolongkan sebagai tanaman hiperakumulator ketiga logam tersebut. Effect of heavy metals (Pb, Cd, Cu) treatment on plant growth in Melastoma malabathricum L. Abstract The current study focused on the impact of three heavy metals (lead, cadmium, copper) on growth and performance of Melastoma malabathricum L. and its ability to accumulate those elements in root, stem and leaves tissues. Fourty eight stems were divided into ten groups consist of control group, treatment groups which was administered with 25, 50, 75 μM PbCl2; 20, 100, 200 μM CdCl2; 10, 45 and 130 μM CuCl2. The growth of plant were observed once every two day for a month. The observation include measurement of plant height, root length, and amount of leaves. The amount of heavy metals which were accumulated in plant tissue was also measured at the end of research. The result from treatment group of 25 μM PbCl2, 50 μM PbCl2, 75 μM PbCl2 do not show significant effect of M. malabathricum growth, since those plants still grow normally, which indicate that M. malabathricum has a tolerance of Pb. Twenty micromolar of CdCl2, 100 μM CdCl2, 200 μM CdCl2, 45 μM CuCl2, and 130 μM CuCl2 show symptoms such as growth delay and inhibition on M. malabathricum, but the growth was increased in 10 μM CuCl2. The result of heavy metals analysis in plant tissue shows that M. malabathricum accumulate Pb Cd and Cu in root, and only small amount were transported to stem and leaves, but M. malabathricum is not a plant hyperaccumulator of those heavy metals. Keywords: Heavy metal, Pb, Cd, Cu, Melastoma malabathricum L., growth, accumulator. Analisis pengaruh..., Yessica Astrini, FMIPA, 2014 PENDAHULUAN Jumlah penduduk yang semakin bertambah di banyak kota besar akan meningkatkan laju pembangunan dan berdampak pada peningkatan volume limbah serta polusi yang dapat mengancam daya dukung lingkungan [1]. Beberapa kandungan dalam limbah yang berpotensi menimbulkan pencemaran adalah kandungan bahan organik, padatan tersuspensi, serta kandungan Bahan Beracun Berbahaya (B3), yaitu logam berat berbahaya seperti Zn, Cd, Cu, Cr dan Pb. Logam berat yang berasal dari limbah industri dan hasil buangan transportasi memberi kontribusi besar pada polusi udara di banyak kota besar [2]. Kandungan logam berat sebagai sumber antropogenik juga memiliki konsentrasi berkali lipat lebih tinggi di area industri dibandingkan dengan daerah yang terbebas dari polusi. Selain timbal (Pb), tembaga (Cu) dan kadmium (Cd) juga menjadi sumber pencemaran lingkungan [3]. Logam berat seperti Pb, Cd dan Cu merupakan racun dalam konsentrasi tertentu bagi tanaman dan organisme lain. Toksisitas Pb dapat merusak membran sel, mengganggu proses mitosis, menghambat sintesis DNA dan inaktivasi enzim. Selain itu konsentrasi Pb yang tinggi juga dapat mengubah morfologi akar tanaman, menurunkan kemampuan biji untuk berkecambah, menghambat pertumbuhan akar, menghambat proses fotosintesis dan transpirasi. Konsentrasi Cd yang berlebihan juga dapat menghambat penyerapan air dan unsur hara oleh akar, merusak fungsi kloroplas, inaktivasi enzim, menghambat pertumbuhan akar dan daun serta menyebabkan klorosis pada daun. Berbeda dengan Pb dan Cd, Cu merupakan unsur hara mikro yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman tetapi Cu dapat menjadi racun jika konsentrasinya melebihi 20-30 mg.kg-1. Konsentrasi tinggi Cu dapat mengubah permeabilitas membran, struktur kromatin dan aktivitas enzim yang terlibat dalam fotosintesis dan respirasi. Inisiasi dari akar lateral juga dapat dihambat oleh peningkatan konsentrasi Pb, Cd dan Cu di bawah perlakuan pemberian logam berat [4][2]. Tembaga merupakan logam yang terlibat dalam reaksi reduksi oksidasi dan dapat mengkatalisis produksi reactive oxygen species (ROS) atau spesies oksigen reaktif seperti radikal superoksida (O2●-), radikal hidroksil (OH●-), dan hidrogen peroksida (H2O2). Logam berat lainnya seperti Pb dan Cd merupakan logam yang secara fisiologis tidak diperlukan tanaman, sehingga Pb dan Cd tidak dapat secara langsung terlibat dalam reaksi biologis redoks dengan oksigen. Namun di bawah cekaman Pb dan Cd, level ROS dalam sel akan meningkat karena kedua logam tersebut dapat menghambat mekanisme proteksi tanaman, termasuk aktivitas enzim antioksidan seperti superoksida dismutase (SOD), katalase, peroksidase (POD), glutathion reduktase dan glutathion peroksidase [5]. Beberapa tanaman yang tumbuh di lingkungan mengandung logam berat, telah mengembangkan kemampuannya untuk dapat mengakumulasi logam tersebut dalam konsentrasi yang tinggi tanpa memperlihatkan gejala toksisitas. Tanaman-tanaman yang dapat menyerap dan mengakumulasi logam berat dan metaloid (semi logam) dalam konsentrasi tinggi disebut sebagai tanaman hiperakumulator. Tanaman hiperakumulator setidaknya harus mampu mengakumulasi logam Cd lebih dari 100 mg.kg-1; As, Cu, Pb 1000 mg.kg-1 dan Zn 10.000 mg.kg-1 dari total berat kering tanaman atau dari total akumulasi dalam jaringan daun [5][6]. Kemampuan tanaman untuk dapat bertahan pada lingkungan tercemar dapat dimanfaatkan sebagai agen fitoremediasi [7]. Salah satu tanaman lokal yang berpotensi menjadi agen fitoremediasi adalah Melastoma malabathricum L. Kemampuan tanaman tersebut sebagai Analisis pengaruh..., Yessica Astrini, FMIPA, 2014 akumulator aluminium (Al) telah diteliti. Tanaman tersebut mampu membentuk kompleks ligan Al atau kompartementasi dan menyimpan Al lebih dari 10.000 mg Al kg-1 di dalam jaringan [8]. Walaupun pemanfaatan M. malabathricum telah luas dilakukan sebagai agen fitoremediasi, namun masih sedikit informasi yang tersedia mengenai kemampuan akumulasi Pb, Cd dan Cu serta pengaruhnya terhadap pertumbuhan M. malabathricum. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pertumbuhan M. malabathricum dalam media yang diberi unsur Pb, Cd dan Cu dengan konsentrasi yang berbeda-beda, serta untuk mengetahui kemampuan M. malabathricum mengakumulasi unsur-unsur yang tergolong ke dalam logam berat dalam upaya pemanfaatan tanaman tersebut sebagai agen fitoremediasi di lingkungan tercemar sehingga diharapkan potensi M. malabathricum sebagai indikator ekologis dari polusi, khususnya akibat pencemaran dari Pb, Cd dan Cu dapat diketahui. METODE PENELITIAN Rancangan penelitian Penelitian yang dilakukan bersifat eksperimental menggunakan rancangan acak lengkap (3 x 3), terdiri dari 10 perlakuan dan 3 pengulangan. Kelompok perlakuan diperlukan untuk mengetahui perbedaan pengaruh pemberian logam berat, meliputi kelompok perlakuan pertama (KP1), yaitu kelompok tanaman yang ditambahkan Pb (PbCl2) pada medium tumbuh dengan konsentrasi masing-masing 25 μM, 50 μM dan 75 μM. Kelompok perlakuan kedua (KP2), yaitu kelompok tanaman yang ditambahkan Cd (CdCl2) pada medium tumbuh dengan konsentrasi masing-masing 20 μM, 100 μM dan 200 μM, serta kelompok perlakuan ketiga (KP3), yaitu kelompok tanaman yang ditambahkan Cu (CuCl2) pada medium tumbuh dengan konsentrasi masing-masing 10 μM, 45 μM dan 130 μM. Pemeliharaan Melastoma malabathricum L. Melastoma malabathricum yang diambil dari halaman belakang Stadion UI dibersihkan dari kotoran untuk dipelihara dalam bak berdiameter 30 cm berisi air. Posisi tanaman disangga dengan menggunakan styrofoam dan diletakkan sedemikian rupa sehingga pangkal batang terendam air selama 1 bulan. Pemeliharaan tanaman diawali dengan tahap pengakaran melalui stek batang sepanjang 5-7 cm sejumlah 48 batang. Stek yang sudah memiliki tinggi awal 10 cm, jumlah daun 3 helai, serta panjang akar 1 cm digunakan sebagai bahan penelitian. Stek tersebut kemudian ditumbuhkan di dalam medium cair berisi larutan Hoagland ¼ konsentrasi (2,5 mM Ca(NO3)2, 0,25 mM K2HPO4, 2 mM KNO3, 0,4 mM MgSO4, 0,02 mM H3BO3, 6,7 µM MnCl2, 1,8 µM ZnSO4, 0,5 µM CuSO4, 0,3 µM Na2MoO4, EDTA.2Na dan FeSO4.7H2O) selama 2 minggu. Larutan hara diganti secara terjadwal setiap 1 minggu untuk mempertahankan pH dan komposisi medium. Nilai pH diukur pada awal penelitian hingga akhir penelitian untuk memastikan pH tetap bernilai 5.5. Ketersediaan oksigen dipasok dengan menggunakan aerator yang dipasang pada wadah pemeliharaan tanaman. Perlakuan terhadap Melastoma malabathricum Tanaman yang telah diaklimatisasi selama 2 minggu, dipindahkan ke dalam wadah plastik berwarna hitam berdiameter 7 cm dengan 3 ulangan untuk masing-masing konsentrasi perlakuan logam berat dan kontrol. Tanaman ditumbuhkan dalam larutan hara Hoagland ¼ konsentrasi sebanyak 500 ml untuk masing-masing wadah. Tanaman dalam wadah disangga dengan styrofoam dan diberi cekaman logam berat 25 μM, 50 μM dan 75 μM untuk perlakuan Pb, 20 μM, 100 μM dan 200 μM untuk perlakuan Cd dan10 μM, 45 μM dan 130 μM untuk Analisis pengaruh..., Yessica Astrini, FMIPA, 2014 perlakuan Cu. Larutan hara dan larutan logam berat diperbarui setiap 7 hari sekali selama 1 bulan penelitian. Pengukuran pertumbuhan tanaman Setiap dua hari sekali, pertumbuhan dan kondisi tanaman diamati. Pengamatan tersebut meliputi pengamatan kuantitatif, yaitu tinggi tanaman (cm), panjang akar dari akar terpanjang (cm) di setiap tanaman, dan jumlah daun yang dihasilkan (helai), serta pengamatan yang bersifat kualitatif, yaitu adanya bintik coklat atau klorosis pada daun dan kebusukan atau penghitaman pada akar. Pengukuran akumulasi logam berat Akumulasi logam berat dapat diketahui melalui analisis jaringan tanaman. Analisis bertujuan untuk mengidentifikasi dan mengukur jumlah logam berat yang terakumulasi dalam jaringan tersebut. Analisis dilakukan terhadap 1 gram berat basah untuk masing-masing akar, batang dan daun di Laboratorium Afiliasi Departemen Kimia FMIPA-UI. Pengolahan data Data kuantitatif berupa tinggi tanaman, jumlah daun, panjang akar, serta total akumulasi logam berat dalam jaringan tanaman disusun dalam bentuk tabel penelitian. Dihitung nilai rerata ( ) dan standar deviasi (SD), kemudian data tersebut dimasukkan ke dalam tabel kumulatif dan divisualisasikan dalam bentuk grafik, kemudian dianalisis secara deskriptif. HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil pengamatan secara keseluruhan, perlakuan pemberian CuCl2 10 μM pada medium menunjukkan pertumbuhan yang cenderung lebih baik dibandingkan dengan perlakuan lain, walaupun rerata panjang akar lebih rendah dari kontrol. Perlakuan pemberian PbCl2 memperlihatkan hasil yang tidak berbeda bahkan tinggi tanaman dan jumlah helaian daun lebih baik dibandingkan kontrol. Tanaman yang diberi perlakuan CdCl2 100 µM, CdCl2 200 µM, CuCl2 45 µM dan CuCl2 135 µM tidak memiliki toleransi terhadap konsentrasi logam berat yang diberikan karena memperlihatkan pertumbuhan yang terhambat dan berakhir pada kematian. Tabel 1. Rekapitulasi data kuantitatif pengaruh pemberian logam berat PbCl2, CdCl2, CuCl2 terhadap pertumbuhan Melastoma malabathricum Parameter Pertumbuhan ( ± SD) Perlakuan logam berat (µM) Kontrol PbCl2 25 PbCl2 50 PbCl2 75 CdCl2 20 CdCl2 100 CdCl2 200 CuCl2 10 CuCl2 45 CuCl2 130 Pertambahan Tinggi Tanaman (cm) Pertambahan Panjang Akar (cm) Pertambahan Jumlah Daun (helai) 14 ± 2,64 17 ± 1,73 18 ± 1 17 ± 1,73 Layu Mati Mati 18,66 ± 2,51 Mati Mati 10,5 ± 0,57 7,5 ± 0,57 7±0 10 ± 1,73 Layu Mati Mati 8,5 ± 2,12 Mati Mati 6±2 8,6 ± 2,5 10 ± 1 9 ± 2,64 Layu Mati Mati 8,66 ± 1,52 Mati Mati Analisis pengaruh..., Yessica Astrini, FMIPA, 2014 Pertumbuhan M. Malabathricum pada medium mengandung PbCl2 Setelah perlakuan logam berat selama 1 bulan, terlihat tidak ada perbedaan pertumbuhan yang cukup berarti antara kontrol dengan M. malabathricum yang diberi PbCl2 dengan 3 konsentrasi yang berbeda. Perlakuan PbCl2 75 μM memperlihatkan akar tumbuh lebih panjang (2,5-3 cm) dibandingkan dengan perlakuan 25 μM dan 50 μM. Hal tersebut menunjukkan bahwa PbCl2 meningkatkan pertumbuhan tanaman. Melastoma malabathricum yang ditumbuhkan dalam larutan hara mengandung Pb, setelah 30 hari tidak memperlihatkan gejala fitotoksisitas berupa perubahan warna (diskolorasi), pigmentasi, menguning dan layu. (a) (b) (c) (d) Keterangan: (a). Kontrol (b). PbCl2 25 μM (c). PbCl2 50 μM (d). PbCl2 75 μM Gbr 1. M. malabathricum setelah 30 hari perlakuan PbCl2 dalam medium ¼ full strength larutan Hoagland. Melastoma mampu beradaptasi dalam lingkungan mengandung logam PbCl2. Hal tersebut ditandai dengan peningkatan produktivitas akar pada konsentrasi yang lebih tinggi. Tinggi tanaman dan jumlah daun yang dihasilkan dari ketiga perlakuan PbCl2 tersebut juga menunjukkan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan kontrol. Pemaparan logam berat yang berlebihan selain akan berdampak negatif pada tanaman, juga dapat memicu mekanisme perlawanan atau perlindungan diri oleh tanaman terhadap keberadaan logam berat. Salah satu bentuk mekanisme tersebut adalah melalui sintesis suatu molekul yang memiliki fungsi primer dalam proses detoksifikasi, yaitu fitokhelatin (PCs) dan juga molekul yang bertindak dalam translokasi logam, yaitu metallothionin (MTs)[9]. Inaktivasi efek toksik dari beberapa logam akan memicu berlangsungnya mekanisme biokimia untuk melakukan sintesis fitokhelatin. Peptida tersebut disintesis secara enzimatik dari glutathione atau homolognya melalui reaksi katalisis oleh fitokhelatin sintase, yaitu enzim yang diaktivasi oleh keberadaan logam berat, termasuk Pb. Fitokhelatin memiliki komponen sistein yang tinggi sehingga mudah meciptakan kompleks dengan logam toksik [10]. Tanaman juga akan memproduksi antioksidan, berupa katalase dan peroksidase sebagai respons dari adanya logam berat.[9] Katalase dan peroksidase tersebut merupakan beberapa enzim kunci yang mempertahankan sel ketika melawan cekaman oksidatif, yaitu cekaman Analisis pengaruh..., Yessica Astrini, FMIPA, 2014 akibat ROS (Reactive Oxygen Species) seperti H2O2. Degradasi H2O2 menjadi air dan oksigen akan dibawa oleh katalase menuju peroksisom atau oleh peroksidase menuju vakuola, dinding sel dan sitosol, sehingga tidak akan mengganggu metabolisme tanaman.Tanaman-tanaman yang toleran terhadap pemaparan logam berat dalam konsentrasi tinggi akan memperlihatkan peningkatan aktivitas katalase dan peroksidase ketika terpapar logam berat tersebut [11]. Hasil analisis kadar logam berat menunjukkan bahwa akumulasi Pb lebih banyak terakumulasi di akar, dibandingkan di jaringan batang dan daun. Mobilitas Pb yang rendah disebabkan oleh kuatnya afinitas pengikatan Pb pada dinding sel akar dan membentuk endapan dan kristal, sehingga logam tersebut akan banyak tertahan di akar. Logam Pb diserap oleh rambut akar untuk didepositkan pada dinding sel dalam konsentrasi yang cukup tinggi. Transportasi Pb ke bagian batang dan daun sangat terbatas, yaitu hanya sekitar 3% Pb dalam akar yang akan ditranslokasikan ke batang, sehingga Pb akan terakumulasi dalam jumlah yang cukup besar di dalam akar. Gbr 2. Total akumulasi Pb di akar, batang dan daun Dinding sel dan vakuola merupakan kompartemen utama yang bertanggungjawab dalam penyimpanan Pb pada banyak jenis tumbuhan[12]. Akumulasi Pb di dinding sel dan vakuola diketahui merupakan mekanisme perlindungan plasmalemma untuk menjaga agar konsentrasi ion toksik di sitoplasma tetap rendah. Namun, lokalisasi Pb pada sel akar Iris lactea dan Iris tectorum, ditemukan tersimpan sepanjang plasma membran dari ujung akar yang dipaparkan 10 mM Pb. Hal tersebut memperlihatkan bahwa Pb ditransportasikan tidak hanya secara pasif di apoplast, yaitu dinding sel atau ruang intersellular, tetapi juga di sitoplasma [13]. Tanaman dengan konsentrasi logam berat yang tinggi di dalam jaringannya disebut sebagai tanaman hiperakumulator. Tanaman hiperakumulator setidaknya harus mampu mengakumulasi logam Pb lebih dari 1,000 μg.g-1 dari total berat kering tanaman atau mengakumulasi lebih dari 1,000 μg.g-1 Pb dalam daun [14][5]. Melastoma malabathricum mengakumulasi banyak logam Pb namun tidak mengakumulasi lebih dari 1,000 μg.g-1 Pb dalam daun, sehingga tanaman tersebut tidak dikategorikan sebagai hiperakumulator Pb, melainkan tanaman yang toleran terhadap Pb, karena tidak ditemukan pertumbuhan yang terhambat pada M. malabathricum, walaupun logam Pb diketahui sangat toksik bagi tanaman [15]. Analisis pengaruh..., Yessica Astrini, FMIPA, 2014 Pertumbuhan M. Malabathricum pada medium mengandung CdCl2 Gejala toksisitas Cd pada tanaman yang diberi perlakuan CdCl2 sebesar 200 µM tampak setelah 4 hari pemberian perlakuan. Gejala tersebut terlihat selama 5 hari sebelum tanaman mati, sedangkan dengan perlakuan CdCl2 sebesar 100 µM, gejala toksisitas tampak setelah 10 hari pemberian perlakuan dan terlihat selama 6 hari sebelum tanaman mati. Tanaman yang diberi perlakuan 20 µM CdCl2 juga menampakkan gejala toksisitas hingga tanaman mati pada 5 hari sebelum pemanenan. Namun masih ada tanaman yang mampu bertahan hidup dan menghasilkan helaian daun pada ulangan lainnya. Nicotiana tabacum yang dipaparkan 200 µM CdCl2 setelah 4 hari juga memperlihatkan gejala keracunan, berupa klorosis dan layu [11]. Daun tidak dapat kembali normal sekalipun cekaman logam berat dihentikan. Efek toksisitas Cd yang muncul terlihat tanaman berubah menjadi tidak sehat, layu daun menguning dan akar menghitam. Kebanyakan pencemaran udara menyebabkan kerusakan dan perubahan fisiologi tanaman yang selanjutnya akan diekspresikan dalam bentuk gangguan pertumbuhan. Efek toksisitas Cd pada tanaman akan lebih tinggi jika dibandingkan dengan efek toksisitas Pb. Hal tersebut disebabkan oleh sifat Cd yang lebih mudah ditransportasikan dari akar menuju daun, sedangkan Pb cenderung terkonsentrasi di dalam dinding sel akar sehingga fraksi Cd akan lebih banyak ditemukan tertumpuk dalam dinding sel daun dibandingkan dengan Pb [16]. Daun yang mulai menampakkan gejala klorosis pada hari keempat perlakuan CdCl2 200 μM disebabkan oleh penurunan kadar klorofil [17]. Logam Cd diketahui dapat merusak fotosistem I dan menyebabkan defisiensi Fe. Kerusakan yang terjadi pada fotosistem tersebut akan berdampak pada menurunnya laju fotosintesis [11]. (a) (b) (c) (d) Keterangan: (a). Kontrol (b). CdCl2 20 μM (c). CdCl2 100 μM (d). CdCl2 200 μM Gbr 3. M. malabathricum setelah 30 hari perlakuan CdCl2 dalam medium ¼ full strength larutan Hoagland. Jumlah helaian daun yang dihasilkan pada perlakuan seluruh konsentrasi CdCl2, yaitu 20 μM, 100 μM dan 200 μM menurun seiring bertambahnya waktu hingga masa pemanenan. Gugurnya daun pada seluruh perlakuan disebabkan oleh dampak negatif dari logam berat terhadap fisiologi tumbuhan, yaitu berkaitan dengan proses fotosintesis dan pertumbuhan. Analisis pengaruh..., Yessica Astrini, FMIPA, 2014 Telah diketahui bahwa logam berat memiliki dampak terhadap fase gelap dan fase terang dalam fotosintesis. Hal tersebut terjadi karena adanya pergantian gugus Mg dalam klorofil dengan Cd, sehingga laju fotosintetis menurun [18]. Logam Cd selain menghambat biosintesis klorofil, dilaporkan juga menghambat sintesis asam 5-aminolevulenat (ALA) dan pembentukan fotoreaktif serta kompleks protoklorofilide [11]. Penghitaman yang terjadi pada akar merupakan salah satu respons cekaman oksidatif yang terjadi karena tanaman tidak toleran terhadap pemaparan logam berat. Cekaman oksidatif dapat muncul akibat pemaparan logam berat yang memicu munculnya reactive oxygen species (ROS) dan dapat berinteraksi dengan PUFA (polyunsaturated fatty acid) dan FA (fatty acid) untuk membentuk aldehida, salah satunya adalah MDA (malondialdehyde) berupa senyawa oksidatif yang paling melimpah [11]. Dalam sistem biologi, sumber utama MDA adalah peroksidasi PUFA. Aldehid tersebut merupakan molekul yang sangat toksik dan biasa digunakan sebagai penanda biologis akibat terjadinya mutasi [19]. Hasil analisis menunjukkan bahwa akumulasi Cd pada perlakuan kontrol, CdCl2 20 μM, 100 μM dan 200 μM lebih banyak di jaringan akar, dibandingkan di jaringan batang dan daun. Penyimpanan logam tersebut dalam akar merupakan strategi eksklusi. Logam berat tersebut akan diimobilisasi untuk mencegah terjadinya gangguan fotosintesis, sehingga tanaman akan memiliki toleransi yang baik terhadap konsentrasi logam yang toksik [17]. Kadar logam Cd dalam daun pada perlakuan 100 μM tidak dapat dilakukan karena berat total daun tidak mencapai berat minimum untuk pengukuran. Gbr 4. Total akumulasi Cd di akar, batang dan daun Kadmium dapat dengan mudah masuk ke dalam jaringan tanaman disebabkan oleh mobilitas Cd yang tinggi. Kadmium merupakan unsur yang paling mudah larut dalam air jika dibandingkan dengan logam berat lainnya seperti Co, Cu dan Zn[20], sehingga sangat mudah terserap oleh akar tanaman dan didistribusikan hingga daun [21]. Selain itu, Cd memiliki ikatan koordinasi menyerupai Zn, sehingga Cd dan Zn dapat berkompetisi membentuk kompleks dengan protein untuk diserap oleh akar dan didistribusikan ke seluruh jaringan tanaman. Efek kompetisi antara transport Zn dan Cd pada T. caerulescens menyebabkan Cd dapat ditransportasikan ke sel melalui transporter Zn. Kompetisi tersebut terjadi karena ion Zn2+ dan Cd 2+ memiliki sisi aktif dari transporter logam yang sama di membran plasma sel akar [22]. Logam Cd menghambat pertumbuhan karena Cd dapat mengubah permeabilitas dan selektivitas membran. Logam tersebut mampu memengaruhi unsur Ca dan P yang memegang peran penting dalam menjaga integritas membran sel. Ketidakseimbangan nutrien akibat pengaruh logam Cd tersebut akan berpengaruh terhadap proses penyerapan dan konsentrasi Ca dan P di dalam akar [16]. Analisis pengaruh..., Yessica Astrini, FMIPA, 2014 Ion-ion logam transisi, termasuk Cd menjadi mobile di dalam tanah karena adanya proses asidifikasi dari rhizosfer dan sekresi khelat oleh akar. Ion transisi tersebut akan diserap dan dibawa melalui jalur simplas di akar dari sel ke sel menuju lapisan endodermal melalui protein transport di membran plasma sel-sel akar. Selama proses tersebut, immobilisasi dan penyimpanan logam berat terjadi terutama di vakuola sel akar. Untuk ditransportasikan menuju daun, logam harus dibawa menuju xilem secara apoplas. Di dalam daun, setelah masuk ke dalam sel, Cd mengaktivasi pembentukan ligan Cd yang disebut fitokheatin oleh enzim fitokhelatin sintase1 (AtPCS1) di sitoplasma [12]. Tanaman telah mengembangkan mekanisme untuk mengurangi kerusakan akibat ion logam berat. Salah satu bentuk pertahanan utama untuk meawan cekaman Cd, tanaman akan mensekresikan eksudat berupa malat atau sitrat untuk mengikat ion logam sehingga mencegah penyerapan oleh akar. Namun karena mobilitas Cd yang sangat tinggi, Cd dapat mudah masuk ke dalam akar melalui jaringan korteks dan masuk ke dalam pembuluh xilem melalui jalur apoplas atau simplas [23]. Melastoma malabathricum bukan merupakan tanaman akumulator Cd karena tidak mampu menyerap dan menyimpannya dan muncul gejala fitotoksisitas setelah dipaparkan dengan CdCl2 [11]. Pertumbuhan M. Malabathricum pada medium yang mengandung CuCl2 Gejala toksisitas Cu pada tanaman yang diperlakukan dengan CuCl2 sebesar 130 µM tampak setelah 10 hari perlakukan, sedangkan pada 45 µM CuCl2 gejala toksistas tampak setelah 15 hari diperlakukan. Tanaman yang diberi perlakuan 10 µM CuCl2 tidak menampakkan gejala toksisitas, bahkan memiliki pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan dengan kontrol. Berdasarkan hasil tersebut, tampak bahwa waktu yang dibutuhkan tanaman untuk mengakumulasi Cu sampai memperlihatkan gejala keracunan tergantung pada konsentrasi Cu dalam larutan nutrisi. Melastoma malabathricum yang diberi perlakuan CuCl2 130 µM memperlihatkan gejala toksisitas yang mirip dengan gejala toksisitas akibat konsentrasi CdCl2 100 µM. Sebelum tanaman mati pada hari ke-26 setelah perlakuan, terlihat gejala berupa tulang daun menjadi merah kecoklatan, diikuti dengan klorosis dan gugur. Gejala toksisitas tersebut terjadi karena keberadaan logam berat dalam medium dapat menurunkan konsentrasi Fe pada daun. Pada beberapa kasus, hal tersebut muncul tanpa adanya efek signifikan dari konsentrasi Fe dalam akar. Penurunan translokasi Fe menuju daun merupakan suatu hal umum yang sering muncul akibat pemaparan logam berat. Fe akan lebih banyak tertahan dalam akar sehingga tidak didistribusikan menuju daun, dan daun akan mengalami klorosis [24]. Namun hal yang berbeda tampak pada M. malabathricum yang diberi perlakuan CuCl2 sebesar 10 μM, yang tidak memperlihatkan adanya gangguan pertumbuhan, baik penurunan tinggi tanaman maupun produktivitas daun hingga masa pengamatan selesai. Hal tersebut sejalan dengan hasil penelitian [24] yang membuktikan bahwa Cistus ladanifer yang ditumbuhkan secara hidroponik, menampakkan gejala klorosis hanya ketika diberi logam Cu sebesar 50 µM hingga 75 µM. Analisis pengaruh..., Yessica Astrini, FMIPA, 2014 (a) (b) (c) (d) Keterangan: (a). Kontrol (b). CuCl2 10 μM (c). CuCl2 45 μM (d). CuCl2 130 μM Gbr 5. M. malabathricum setelah 30 hari perlakuan CuCl2 dalam medium ¼ full strength larutan Hoagland. Walaupun CuCl2 dalam konsentrasi tinggi diketahui dapat menghambat pertumbuhan akar, pada percobaan yang menggunakan M. malabathricum, penghambatan pertumbuhan akar hanya terlihat pada konsentrasi 45 µM dan 130 µM. Hal tersebut juga diperlihatkan oleh hasil penelitian [25] yang menunjukkan adanya penghambatan pertumbuhan akar Vitis vinifera dalam medium hidroponik dengan konsentrasi CuCl2 di atas 10 μM. Tanaman yang tidak toleran terhadap logam berat akan menyebabkan munculnya tanda-tanda toksisitas, terutama pada akar karena adanya peningkatan vakuolisasi dan plasmolisis yang terjadi pada perlakuan Cu dengan konsentrasi lebih dari 10 μM [24][25]. Gejala keracunan Cu dapat dengan mudah dilihat, yaitu akar mengalami penghitaman, ujung akar membengkak dan pembentukan rambut-rambut akar semakin berkurang. Hal tersebut terjadi karena Cu mampu merusak selsel rhizodermal. Jika tanaman diberi pemaparan Cu yang berlebihan, tanaman tersebut akan mengalami perubahan histologi khususnya pada jaringan akar, termasuk peningkatan vakuolisasi sel, bagian epidermis yang pecah, plasmolisis dan pecahnya sel-sel di bagian rhizodermis dan korteks. Hasil analisis menunjukkan logam Cu lebih banyak terakumulasi di jaringan akar, dibandingkan di batang dan daun. Total akumulasi Cu paling tinggi terdapat pada perlakuan CuCl2 45 μM. Hasil analisis tersebut sesuai dengan hasil penelitian [25] yang menunjukkan logam Cu pada Vitis vinifera lebih banyak terakumulasi di jaringan akar, yaitu 12,000 μg.g-1, dan meningkat seiring dengan peningkatan konsentasi Cu yang dipaparkan [26]. Analisis pengaruh..., Yessica Astrini, FMIPA, 2014 Gbr 6. Total akumulasi Cu dalam jaringan akar, batang dan daun. Akar tanaman lebih banyak mengakumulasi Cu dibandingkan dengan bagian batang ataupun daun. Hal tersebut mengindikasi logam-logam berada dalam bentuk yang tersedia bagi tanaman, namun memiliki mobilitas yang terbatas untuk ditranslokasikan menuju bagian atas tanaman. Pada perlakuan CuCl2 45 μM, total akumulasi Cu dalam daun cukup besar, yaitu mencapai 221 μg.g-1. Kandungan Cu yang cukup tinggi dalam daun, dapat terjadi karena adanya senyawa-senyawa aerosol di atmosfer yang mengandung Cu masuk ke dalam daun melalui stomata [25]. Hal tersebut secara alami juga terjadi pada tanaman-tanaman yang terpapar fungisida melalui aplikasi pada daun sehingga akan mengakumulasi Cu di bagian mesofil daun. Kadar logam Cu dalam daun pada perlakuan 130 μM tidak dapat dilakukan karena berat total daun tidak mencapai berat minimum untuk pengukuran. Logam Cu merupakan unsur esensial bagi pertumbuhan tanaman, namun dapat bersifat toksik apabila terakumulasi lebih dari 20 μg.g-1 dalam jaringan daun [26]. Alasan tersebut dapat menjadi penjelasan bahwa M. malabathricum yang ditumbuhkan dalam medium mengandung 10 μM CuCl2, mengakumulasi 4,48 μg.g-1 logam Cu dalam daun dapat bertahan hidup dengan produktivitas tanaman yang jauh lebih baik dibandingkan dengan M. malabathricum yang ditumbuhkan dalam medium mengandung 45 dan 130 μM CuCl2 yang mengalami kematian. Analisis kadar logam berat menunjukkan dengan perlakuan 45 μM CuCl2 tanaman mengakumulasi 221 μg.g-1 logam Cu. Hal tersebut kemungkinan yang menyebabkan kematian tanaman. Terdapat dua tipe mekanisme perlawanan tanaman terhadap cekaman Cu, yaitu mekanisme eksklusi dan sekuestrasi. Hasil penelitian menunjukkan Cu lebih banyak terakumulasi di dalam akar sehingga mekanisme M. malabathricum untuk bertahan hidup dalam cekaman Cu karena memilki mekanisme eksklusi. Secara umum, strategi eksklusi adalah mentranslokasikan sejumlah kecil logam berat dari akar ke daun. Mekanisme tersebut terjadi dengan mengubah ion logam toksik dari positif menjadi negatif di dalam dinding sel akar, membentuk fitat (phytate) dan khelasi menjadi fitokhelatin untuk diakumulasi di dalam vakuola sebagai mekanisme toleransi sehingga mengurangi transport dari akar ke bagian atas tumbuhan [27]. KESIMPULAN Pemberian 25 μM, 50 μM dan 75 μM PbCl2 tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan M. malabathricum. CuCl2 pada konsentrasi 45 μM dan 130 μM serta CdCl2 pada konsentrasi 20 Analisis pengaruh..., Yessica Astrini, FMIPA, 2014 μM, 100 μM, dan 200 μM menghambat pertumbuhan M. malabathricum. Perlakuan pemberian 10 μM CuCl2 mampu meningkatkan pertumbuhan M. malabathricum. Melastoma malabathricum tidak tergolong sebagai tanaman hiperakumulator Pb, Cd, maupun Cu. DAFTAR ACUAN [1] Herlianto. (1997). Urbanisasi, pembangunan dan kerusuhan kota. P.T. Alumni. [2] Liu, N., Z. Lin & H. Mo. (2012). Metal (Pb, Cd, and Cu)-induced reactive oxygen species accumulations in aerial root cells of the chinese banyan (Ficus microcarpa). Ecotoxicology, 21, 2004–2011. [3] Erika-Andrea, L., M. Mirela, Ş. Marin, C. Oana, R. Cecilia & M. Valer. (2010). Assessment of Pb, Cd, Cu and Zn availability for plants in Baia Mare mining region. Journal of Plant Development, 17, 139-144. [4] Gjorgieva, D., T. Kadifkova-Panovska, K. Baceva & T. Stafilov. (2010). Assessment of heavy metal pollution in Republic of Macedonia using a plant assay. Arch Environment Contamination Toxicology, 60, 233–240. [5] Tamura, H., M. Honda, T. Sato & H. Kamachi. (2005). Pb hyperaccumulation and tolerance in common buckwheat (Fagopyrum esculentum Moench). Journal of Plant Research, 118, 355–359. [6] Pallardy, Stephen G. (2008). Physiology of woody plants. 3rd ed. Rev. ed. of: Physiology of woody plants / Theodore T. Kozlowski Stephen G. Pallardy. 2nd ed. c1997. Elsevier Inc. [7] Schulze, E., E. Beck & K. Muller-Hohenstein. (2002). Plant ecology. Springer-Verlag, Heidelberg. [8] Watanabe, T., S. Misawa & M. Osaki. (2005). Aluminum accumulation in the roots of Melastoma malabathricum, an aluminum-accumulating plant. Canadian Journal of Botany, 83,1518-1522. [9] Bekesiova, B., S. Hraska, J. Libantova, J. Moravcikova, I. Matuskova. (2007). Heavymetal stress induced accumulation of chitinase isoforms in plants. Molecular Biology Rep, 35, 579–588. [10] Andra, S. S., R. Datta, D. Sarkar, K. C. Makris, C. P. Mullens, S. V. Sahi & S. B. H. Bach. (2009). Induction of Lead-Binding Phytochelatins in Vetiver Grass [Vetiveria zizanioides (L.)]. Journal of Environment Quality,38, 868–877. [11] Wang, Z., Y. Zhang, Z. Huang & L. Huang. (2008). Antioxidative response of metalaccumulator and non-accumulator plants under cadmium stress. Plant Soil, 310, 137-149. [12] Kaya, G., C. Ozcan & M. Yaman. (2009). Flame Atomic Absorption Spectrometric Determination of Pb, Cd, and Cu in Pinus nigra L. and Eriobotrya japonica Leaves Used as Biomonitors in Environmental Pollution. Bulletin Environmental Contamination Toxicology, 84, 191–196. Analisis pengaruh..., Yessica Astrini, FMIPA, 2014 [13] Han, Y., S. Huang, J. Gu, S. Qiu & J. Chen. (2008). Tolerance and accumulation of lead by species of Iris L. Ecotoxicology,17, 853–859. [14] Pallardy, Stephen G. 2008. Physiology of woody plants. 3rd ed. Rev. ed. of: Physiology of woody plants / Theodore T. Kozlowski Stephen G. Pallardy. 2nd ed. c1997. Elsevier Inc. [15] Srivastava, A. K., P. Venkatachalam, K. G. Raghothama & S. V. SahiSource. (2006). Identification of lead-regulated genes by suppression subtractive hybridization in the heavymetal accumulator Sesbania drummondii. Planta,6, 1353-1365. [16] Costa, E. T. S., L. R. G. Guilherme, E. E. C de Melo, B. T. Ribeiro, E. d. S. B. Inacio, E. d. C. Severiano, V. Faquin & B. A. Hale. (2011). Assessing the tolerance of castor bean to Cd and Pb for phytoremediation purposes. Biology Trace Element Research, 145, 93100. [17] Bindu, T., M. M. Sumi & E. V. Ramasamy. (2009). Decontamination of water polluted by heavy metals with Taro (Colocasia esculenta) cultured in a hydroponic NFT system. Environmentalist,30, 35-40. [18] Angelova, V &. K. Ivanov. (2008). Bio-accumulation and distribution of heavy metals in black mustard (Brassica nigra Koch). Environment Monitory Assessment, 153, 449-459. [19] Bidar, G., A. Verdin, G. Garcon, C. Pruvot, F. Laruelle, A. Grandmougin-Ferjani, F. Douay & P. Shirali. (2008). Changes in faty acid composition and content of two plants (Lolium perenne and Trifolium repens) grown during 6 and 18 months in a metal (Pb, Cd, Zn) contaminated field. Water, Air and Soil Pollution,192, 281-291. [20] Maiti, S. K. & S. Jaiswal. (2007). Bioaccumulation and translocation of metals in the natural vegetation growing on fly ash lagoons: a field study from Santaldih thermal power plant, West Bengal, India. Environment Monitory Assessment,136, 355-370. [21] Simon, E. 1977. Heavy metals in soils, vegetation development and heavy metal tolerance in plant populations from metalliferous areas. New Phytologist, 1: 75-188. [22] Papoyan, A., M. Pineros & L. V. Kochian. 2007. Plant Cd²⁺ and Zn²⁺ Status Effects on Root and Shoot Heavy Metal Accumulation in Thlaspicaerulescens. New Phytologist, 1: 51-58. [23] Thapa, G., A. Sadhukhan, S. K. Panda & L. Sahoo. (2012). Molecular mechanistic model of plant heavy metal tolerance. Biometals, 25, 489-505. [24] Kidd, P.S., J. Diez & C. M. Martinez. 2003. Tolerance and bioaccumulation of heavy metals in five populations of Cistus ladanifer L. subsp. ladanifer. Plant and Soil, 258, 189–205. [25] Juang, K,. Y. Lee, H. Lai, C. Wang & B. Chen. 2011. Copper accumulation, translocation, and toxic effects in grapevine cuttings. Environment Science Pollution Research, 19, 1315–1322. [26] Núñez , S. E. R.,J. L. M. Negrete, J. E. A. Rios, H. R. Hadad & M. A. Maine. 2010. Hg, Cu, Pb, Cd, and Zn accumulation in macrophytes growing in tropical wetlands. Water Air Soil Pollution, 216, 361–373. Analisis pengaruh..., Yessica Astrini, FMIPA, 2014 [27] Seth, C. S., V. Misra, R. R. Singh & L. Zolla. (2011). EDTA-enhanced lead phytoremediation in sunflower (Helianthus annuus L.) hydroponic culture. Plant soil, 347, 231-242. Analisis pengaruh..., Yessica Astrini, FMIPA, 2014