MODUL GANGGUAN JIWA File

advertisement
1
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1. KONSEP DASAR GANGGUAN JIWA
A. PENGERTIAN GANGGUAN JIWA
Gangguan jiwa adalah gangguan pada satu atau lebih fungsi
jiwa. Gangguan jiwa adalah gangguan otak yang ditandai oleh terganggunya
emosi, proses berpikir, perilaku, dan persepsi (penangkapan panca
indera). Gangguan jiwa ini menimbulkan stress dan penderitaan bagi penderita
dan keluarganya (Stuart & Sundeen, 1998). Gangguan jiwa dapat mengenai
setiap orang, tanpa mengenal umur, ras, agama, maupun status sosial dan
ekonomi. Banyak tokoh jenius yang mengalami gangguan kejiwaan, seperti
Abraham Lincoln yang mengalami Depression, Michaelangelo mengalami
Autism, Ludwig von Beethoven mengalami Bipolar Disorder, Charles Darwin
mengalami Agoraphobia, Leo Tolstoy mengalami Depression. Gangguan
jiwa bukan disebabkan oleh kelemahan pribadi. Di masyarakat banyak beredar
kepercayaan atau mitos yang salah mengenai gangguan jiwa, ada yang percaya
bahwa gangguan jiwa disebabkan oleh gangguan roh jahat, ada yang menuduh
bahwa itu akibat guna-guna, karena kutukan atau hukuman atas dosanya.
Kepercayaan yang salah ini hanya akan merugikan penderita dan keluarganya
karena pengidap gangguan jiwa tidak mendapat pengobatan secara cepat dan
tepat (Notosoedirjo, 2005).
Gangguan jiwa menurut Depkes RI (2000) adalah suatu perubahan pada
fungsi jiwa yang menyebabkan adanya gangguan pada fungsi jiwa, yang
menimbulkan penderitaan pada individu dan atau hambatan dalam
melaksanakan peran sosial. Penyebab gangguan jiwa itu bermacam-macam
ada yang bersumber dari berhubungan dengan orang lain yang tidak
memuaskan seperti diperlakukan tidak adil, diperlakukan semena-mena, cinta
tidak terbalas, kehilangan seseorang yang dicintai, kehilangan pekerjaan, dan
lain-lain. Selain itu ada juga gangguan jiwa yang disebabkan faktor organik,
kelainan saraf dan gangguan pada otak (Djamaludin, 2001). Jiwa atau mental
2
yang sehat tidak hanya berarti bebas dari gangguan. Seseorang bisa dikatakan
jiwanya sehat jika ia bisa dan mampu untuk menikmati hidup, punya
keseimbangan antara aktivitas kehidupannya, mampu menangani masalah
secara sehat, serta berperilaku normal dan wajar, sesuai dengan tempat atau
budaya dimana dia berada. Orang yang jiwanya sehat juga mampu
mengekpresikan emosinya secara baik dan mampu beradaptasi dengan
lingkungannya, sesuai dengan kebutuhan.
Secara lebih rinci, gangguan jiwa bisa dimaknai sebagai suatu kondisi
medis dimana terdapat gejala atau terjadinya gangguan patofisiologis yang
menganggu kehidupan sosial, akademis dan pekerjaan. Gangguan tersebut
bisa berbentuk apa saja yang beresiko terhadap pribadi seseorang dan
lingkungan sekitarnya. Contoh ekstrim yang sering kita lihat dari gangguan
jiwa ini adalah mereka yang menderita skizophrenia. Mereka sering bicara
sendiri, tertawa sendiri, cepat tersinggung atau marah sehingga tidak bisa ikut
dalam kegiatan sosial. Contoh gangguan jiwa ringan yang sebenarnya banyak
terjadi, namun sering dianggap masalah sepele adalah phobia. Takut
ketinggian atau acrophobia misalnya, sebenarnya masalah sepele, namun akan
berdampak negatif apabila si penderita diharuskan untuk bekerja di tempat
yang tinggi. Misal si penderita menjadi pegawai di sebuah perusahaan yang
kantornya ada di lantai 8 sebuah gedung. Ada penderita phobia yang harus rela
kehilangan pekerjaan yang sebenarnya sangat ia impikan karena masalah
seperti tadi. Kasus seperti ini juga contoh dari efek negatif gangguan
jiwa terhadap diri sendiri.
Mereka yang menderita gangguan jiwa berat seperti depresi sudah pasti
menghadapi perkara hidup yang lebih sulit dibandingkan orang yang masih
normal. Orang depresi bisa saja kehilangan pekerjaan, diejek, diintimidasi,
dihina, yang berakhir pada kehilangan kepercayaan dirinya, kehilangan harta,
kehilangan keluarga bahkan banyak yang kehilangan nyawanya karena bunuh
diri. Untuk mengetahui apakah seseorang punya masalah kejiwaan, bisa
dimulai dengan bertanya “apakah saya hidup normal seperti orang di
lingkungan saya, apa ada perilaku saya yang menyimpang, merusak, atau
3
merugikan diri sendiri dan orang lain?”. Diagnosa gangguan jiwa oleh dokter
juga umumnya berdasarkan wawancara dengan pasien dan keluarganya.
Beberapa negara maju juga telah memasukkan serangkaian pemeriksaan otak
(scan) dan pemeriksaan zat kimia tubuh untuk memberikan
diagnosa gangguan jiwa.
B. PENYEBAB GANGGUAN JIWA
Pertama, Faktor Organobiologi seperti faktor keturunan (genetik), adanya
ketidakseimbangan zatzat neurokimia di dalam otak.
Kedua, Faktor Psikologisseperti adanya mood yang labil, rasa cemas
berlebihan, gangguan persepsi yang ditangkap oleh panca indera kita
(halusinasi). Dan yang ketiga adalah Faktor Lingkungan (Sosial) baik itu di
lingkungan terdekat kita (keluarga) maupun yang ada di luar lingkungan
keluarga seperti lingkungan kerja, sekolah, dll. Biasanya gangguan tidak
terdapat penyebab tunggal, akan tetapi beberapa penyebab sekaligus dari
berbagai unsur itu yang saling mempengaruhi atau kebetulan terjadi
bersamaan, lalu timbulah gangguan badan atau pun jiwa.
Faktor Organobiologi terdiri dari :
-
Nerokimia (misal : gangguan pada kromosom no 21 yang menyebabkan
munculnya gangguan perkembangan Sindrom Down).
-
Nerofisiologi
-
Neroanatomi
-
Tingkat kematangan dan perkembangan organik.
-
Faktor-faktor prenatal dan perinatal.
Faktor Psikologis terdiri dari :
4
-
Interaksi ibu-anak.
-
Interaksi ayah-anak : peranan ayah.
-
Sibling rivalry.
-
Hubungan dalam keluarga, pekerjaan, permainan, dan masyarakat.
-
Kehilangan : Lossing of love object.
-
Konsep diri : pengertian identitas diri dan peran diri yang tidak menentu.
-
Tingkat perkembangan emosi.
-
Pola adaptasi dan pembelaan sebagai reaksi terhadap bahaya : Mekanisme
pertahanan diri yang tidak efektif.
-
Ketidakmatangan atau terjadinya fiksasi atau regresi pada tahap
perkembangannya.
-
Traumatic Event
-
Distorsi Kognitif
-
Pola Asuh Patogenik (sumber gangguan penyesuaian diri pada anak) :
a. Melindungi anak secara berlebihan karena memanjakannya
b. Melindungi anak secara berlebihan karena sikap “berkuasa” dan “harus
tunduk saja”.
c. Penolakan (rejected child)
d. Menentukan norma-norma etika dan moral yang terlalu tinggi.
e. Disiplin yang terlalu keras.
f. Disiplin yang tidak teratur atau yang bertentangan.
g. Perselisihan antara ayah-ibu.
h. Perceraian
i. Persaingan yang kurang sehat diantara para saudara.
j. Nilai-nilai yang buruk (yang tidak bermoral).
k. Perfeksionisme dan ambisi (cita-cita yang terlalu tinggi bagi si anak).
5
l.
Ayah dan atau ibu mengalami gangguan jiwa (psikotik atau nonpsikotik).
Faktor Lingkungan (Sosial) yang terdiri dari :
-
Tingkat ekonomi
-
Lingkungan tempat tinggal : Perkotaan dan Pedesaan.
-
Masalah kelompok minoritas yang meliputi prasangka, fasilitas kesehatan,
pendidikan, dan kesejahteraan yang tidak memadai.
-
Pengaruh rasial dan keagamaan.
-
Nilai-nilai
C. JENIS – JENIS GANGGUAN JIWA
Gangguan jiwa artinya bahwa yang menonjol ialah gejala-gejala yang
psikologik dari unsur psikis (Maramis, 1994). Macam-macam gangguan jiwa
(Rusdi Maslim, 1998) antara lain Gangguan jiwa
organik dan simtomatik, skizofrenia,gangguan skizotipal dan gangguan
waham, gangguan suasana perasaan, gangguan neurotik, gangguan
somatoform, sindrom perilaku yang berhubungan dengan gangguan fisiologis
dan faktor fisik, Gangguan kepribadian dan perilaku masa dewasa, retardasi
mental, gangguan perkembangan psikologis, gangguan perilaku dan emosional
dengan onset masa kanak dan remaja. Berikut penjelasannya :
1. Skizofrenia
Skizofrenia merupakan bentuk psikosa fungsional paling berat, dan
menimbulkan disorganisasi personalitas yang terbesar. Skizofrenia juga
merupakan suatu bentuk psikosa yang sering dijumpai dimana-mana sejak
dahulu kala. Meskipun demikian pengetahuan kita tentang sebab-musabab dan
patogenisanya sangat kurang (Maramis, 1994).Dalam kasus berat, klien tidak
mempunyai kontak dengan realitas, sehingga pemikiran dan perilakunya
6
abnormal. Perjalanan penyakit ini secara bertahap akan menuju kearah
kronisitas, tetapi sekali-kali bisa timbul serangan. Jarang bisa terjadi
pemulihan sempurna dengan spontan dan jika tidak diobati biasanya berakhir
dengan personalitas yang rusak ” cacat ” (Ingram et al.,1995).
2. Depresi
Depresi merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia yang
berkaitan dengan alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk
perubahan pada pola tidur dan nafsu makan, psikomotor, konsentrasi,
kelelahan, rasa putus asa dan tak berdaya, serta gagasan bunuh diri (Kaplan,
1998). Depresi juga dapat diartikan sebagai salah satu bentuk gangguan
kejiwaan pada alam perasaan yang ditandai dengan kemurungan, keleluasaan,
ketiadaan gairah hidup, perasaan tidak berguna, putus asa dan lain sebagainya
(Hawari, 1997). Depresi adalah suatu perasaan sedih dan yang berhubungan
dengan penderitaan. Dapat berupa serangan yang ditujukan pada diri sendiri
atau perasaan marah yang mendalam (Nugroho, 2000). Depresi adalah
gangguan patologis terhadap mood mempunyai karakteristik berupa
bermacam-macam perasaan, sikap dan kepercayaan bahwa seseorang hidup
menyendiri, pesimis, putus asa, ketidakberdayaan, harga diri rendah, bersalah,
harapan yang negatif dan takut pada bahaya yang akan datang. Depresi
menyerupai kesedihan yang merupakan perasaan normal yang muncul sebagai
akibat dari situasi tertentu misalnya kematian orang yang dicintai. Sebagai
ganti rasa ketidaktahuan akan kehilangan seseorang akan menolak kehilangan
dan menunjukkan kesedihan dengan tanda depresi (Rawlins et al., 1993).
Individu yang menderita suasana perasaan (mood) yang depresi biasanya akan
kehilangan minat dan kegembiraan, dan berkurangnya energi yang menuju
keadaan mudah lelah dan berkurangnya aktifitas (Depkes, 1993). Depresi
dianggap normal terhadap banyak stress kehidupan dan abnormal hanya jika ia
tidak sebanding dengan peristiwa penyebabnya dan terus berlangsung sampai
titik dimana sebagian besar orang mulai pulih (Atkinson, 2000).
3. Kecemasan
7
Sebagai pengalaman psikis yang biasa dan wajar, yang pernah dialami
oleh setiap orang dalam rangka memacu individu untuk mengatasi masalah
yang dihadapi sebaik-baiknya, Maslim (1991). Suatu keadaan seseorang
merasa khawatir dan takut sebagai bentuk reaksi dari ancaman yang tidak
spesifik (Rawlins 1993). Penyebab maupun sumbernya biasa tidak diketahui
atau tidak dikenali. Intensitas kecemasan dibedakan dari kecemasan tingkat
ringan sampai tingkat berat. Menurut Sundeen (1995) mengidentifikasi
rentang respon kecemasan ke dalam empat tingkatan yang meliputi,
kecemasan ringan, sedang, berat dan kecemasan panik.
4. Gangguan Kepribadian
Klinik menunjukkan bahwa gejala-gejala gangguan kepribadian
(psikopatia) dan gejala-gejala nerosa berbentuk hampir sama pada orangorang dengan intelegensi tinggi ataupun rendah. Jadi boleh dikatakan bahwa
gangguan kepribadian, nerosa dan gangguan intelegensi sebagaian besar tidak
tergantung pada satu dan lain atau tidak berkorelasi. Klasifikasi gangguan
kepribadian : kepribadian paranoid, kepribadian afektif atau siklotemik,
kepribadian skizoid, kepribadian axplosif, kepribadian anankastik atau
obsesif-konpulsif, kepribadian histerik, kepribadian astenik, kepribadian anti
sosial, Kepribadian pasif agresif, kepribadian inadequate (Maslim,1998).
5. Gangguan Mental Organik
Gangguan mental organic merupakan gangguan jiwa yang psikotik atau
non-psikotik yang disebabkan oleh gangguan fungsi jaringan otak (Maramis,
1994). Gangguan fungsi jaringan otak ini dapat disebabkan oleh penyakit
badaniah yang terutama mengenai otak atau yang terutama di luar otak. Bila
bagian otak yang terganggu itu luas, maka gangguan dasar mengenai fungsi
mental sama saja, tidak tergantung pada penyakit yang menyebabkannya bila
hanya bagian otak dengan fungsi tertentu saja yang terganggu, maka lokasi
inilah yang menentukan gejala dan sindroma, bukan penyakit yang
menyebabkannya. Pembagian menjadi psikotik dan tidak psikotik lebih
8
menunjukkan kepada berat gangguan otak pada suatu penyakit tertentu dari
pada pembagian akut dan menahun.
6. Gangguan Psikosomatik
Gangguan psikosomatik merupakan komponen psikologik yang diikuti
gangguan fungsi badaniah (Maramis, 1994). Sering terjadi perkembangan
neurotik yang memperlihatkan sebagian besar atau semata-mata karena
gangguan fungsi alat-alat tubuh yang dikuasai oleh susunan saraf vegetatif.
Gangguan psikosomatik dapat disamakan dengan apa yang dinamakan dahulu
neurosa organ. Karena biasanya hanya fungsi faaliah yang terganggu, maka
sering disebut juga gangguan psikofisiologik.
7. Retardasi Mental
Retardasi mental merupakan keadaan perkembangan jiwa yang terhenti
atau tidak lengkap, yang terutama ditandai oleh terjadinya rendahnya daya
keterampilan selama masa perkembangan, sehingga berpengaruh pada tingkat
kecerdasan secara menyeluruh, misalnya kemampuan kognitif, bahasa,
motorik dan sosial (Maslim,1998).
8. Gangguan Perilaku Masa Anak dan Remaja
Anak dengan gangguan perilaku menunjukkan perilaku yang tidak sesuai
dengan permintaan, kebiasaan atau norma-norma masyarakat (Maramis,
1994). Anak dengan gangguan perilaku dapat menimbulkan kesukaran dalam
asuhan dan pendidikan. Gangguan perilaku mungkin berasal dari anak atau
mungkin dari lingkungannya, akan tetapi akhirnya kedua faktor ini saling
mempengaruhi. Diketahui bahwa ciri dan bentuk anggota tubuh serta sifat
kepribadian yang umum dapat diturunkan dari orang tua kepada anaknya.
Pada gangguan otak seperti trauma kepala, ensepalitis, neoplasma dapat
mengakibatkan perubahan kepribadian. Faktor lingkungan juga dapat
mempengaruhi perilaku anak, dan sering lebih menentukan oleh karena
lingkungan itu dapat diubah, maka dengan demikian gangguan perilaku itu
dapat dipengaruhi atau dicegah.
9
Macam-macam/jenis gangguan jiwa diatas memiliki kategori spefisiknya lagi.
C. TANDA DAN GEJALA GANGGAUN JIWA
 Alam perasaan (affect) tumpul dan mendatar. Gambaran alam perasaan
ini dapat terlihat dari wajahnya yang tidak menunjukkan ekspresi.
 Menarik diri atau mengasingkan diri (withdrawn). Tidak mau bergaul
atau kontak dengan orang lain, suka melamun (day dreaming).
 Delusi atau Waham yaitu keyakinan yang tidak rasional (tidak masuk
akal) meskipun telah dibuktikan secara obyektif bahwa keyakinannya
itu tidak rasional, namun penderita tetap meyakini kebenarannya.
Sering berpikir/melamun yang tidak biasa (delusi).
 Halusinasi yaitu pengalaman panca indra tanpa ada rangsangan
misalnya penderita mendengar suara-suara atau bisikan-bisikan di
telinganya padahal tidak ada sumber dari suara/bisikan itu.
 Merasa depresi, sedih atau stress tingkat tinggi secara terus-menerus.
 Kesulitan untuk melakukan pekerjaan atau tugas sehari-hari walaupun
pekerjaan tersebut telah dijalani selama bertahun-tahun.
 Paranoid (cemas/takut) pada hal-hal biasa yang bagi orang normal
tidak perlu ditakuti atau dicemaskan.
 Suka menggunakan obat hanya demi kesenangan.
 Memiliki pemikiran untuk mengakhiri hidup atau bunuh diri.
 Terjadi perubahan diri yang cukup berarti.
 Memiliki emosi atau perasaan yang mudah berubah-ubah.
 Terjadi perubahan pola makan yang tidak seperti biasanya.
 Pola tidur terjadi perubahan tidak seperti biasa.
 Kekacauan alam pikir yaitu yang dapat dilihat dari isi pembicaraannya,
misalnya bicaranya kacau sehingga tidak dapat diikuti jalan
pikirannya.
 Gaduh, gelisah, tidak dapat diam, mondar-mandir, agresif, bicara
dengan semangat dan gembira berlebihan.
 Kontak emosional amat miskin, sukar diajak bicara, pendiam.
10
 Sulit dalam berpikir abstrak.
 Tidak ada atau kehilangan kehendak (avalition), tidak ada inisiatif,
tidak ada upaya/usaha, tidak ada spontanitas, monoton, serta tidak
ingin apa-apa dan serba malas dan selalu terlihat sedih.
Proses terjadinya gangguan jiwa dikarenakan orang tidak memuaskan macammacam kebutuhan jiwa mereka. Beberapa contoh dari kebutuhan tersebut
diantaranya adalah pertama kebutuhan untuk afiliasi, yaitu kebutuhan akan
kasih sayang dan diterima oleh orang lain dalam kelompok. Kedua, kebutuhan
untuk otonomi, yaitu ingin bebas dari pengaruh orang lain. Ketiga, kebutuhan
untuk berprestasi, yang muncul dalam keinginan untuk sukses mengerjakan
sesuatu dan lain-lain. Ada lagi pendapat Alfred Adler yang mengungkapkan
bahwa terjadinya gangguan jiwa disebabkan oleh tekanan dari perasaan rendah
diri (infioryty complex) yang berlebih-lebihan. Sebab-sebab timbulnya rendah
diri adalah kegagalan di dalam mencapai superioritas di dalam hidup.
Kegagalan yang terus-menerus ini akan menyebabkan kecemasan dan
ketegangan emosi.
1. Pengertian Keperawatan Kesehatan Jiwa.
Banyak definisi yang dikemukakan para ahli keperawatan untuk
menjelaskan tentang keperawatan kesehatan jiwa.Center for Mental Health
Services (CMHS) secara resmi mengakui Keperawatan kesehatan jiwa
adalah salah satu dari lima inti disiplin kesehatan jiwa.Perawat jiwa
menggunakan pengetahuan dari ilmu psikososial,biofisik,teori kepribadian
dan perilaku manusia untuk mendapatkan kerangka berpikir teoretis yang
mendasari praktek keperawatan(Suart,2007).American Nurses Association
(ANA) sependapat dengan CMHS,yang menjelaskan bahwa keperawatan
kesehatan jiwa merupakan area khusus dalam praktek keperawatan yang
menggunakan ilmu perilaku manusia sebagai dasar dan menggunakan diri
sendiri(ekspresi,gerak tubuh,bahasa,tatapan mata,sentuhan,nada suara)
secara terapeutik sebagai kiatnya dalam
meningkatkan,mempertahankan,memulihkan kesehatan mental klien dan
11
masyarakat dimanapun berada.Caroline (1999) memperjelas bahwa
keahlian keperawatan kesehatan jiwa adalah merawat seseorang dengan
penyimpangan mental dimana perawat harus memiliki pengetahuan dan
keterampilan (peka,mau mendengar,tidak menyalahkan dan memberikan
dorongan) untuk menemukan kebutuhan dasar klien yang terganggu
seperti kebutuhan fisik,aman dan nyaman,kebutuhan mencintai dan
dicintai,harga diri dan aktualisasi diri.Pasien atau klien yang dirawat
berupa individu,keluarga,kelompok,organisasi dan masyarakat(Sadock)
dalam seluruh rentang kehidupan mulai sejak konsepsi sampai lanjut
usia(Otong,1995)
Berdasarkan beberapa definisi diatas dapat disimpulkan keperawatan
kesehatan jiwa adalah :
a. Merupakan salah satu bidang spesialisasi ilmu keperawatan jiwa dalam
praktek keperawatan
b. Memiliki dasar keilmuan yang khas sebagai batang tubuh ilmunya yaitu ilmu
perilaku,psikososial,biofisik,teori kepribadian,komunikasi,pendidikan dll
c. Memiliki kiat khusus merawat klien yaitu menggunakan diri perawat yaitu
gerak tubuh,bahasa,ekspresi,sentuhan,tatapan mata dan nada suara.
d. Perawat harus menguasai berbagai ilmu pengetahuan dan
keterampilan(peka,mau mendengar,empati,tidak menyalahkan,memotivasi
dll.
e. Klien yang dirawat berupa individu,keluarga,kelompok,organisasi dan
masyarakat dengan penyimpangan mental mulai masa konsepsi sampai lanjut
usia dimanapun berada.
f. Tugas atau peran perawat adalah menemukan kebutuhan klien yang
terganggu berupa kebutuhan biopsikososiospiritual.
g. Bertujuan untuk meningkatkan,mempertahankan dan memulihkan kesehatan
mental klien.
Setiap perawat yang berminat dan melaksanakan praktek keperawatan
kesehatan jiwa disarankan menguasai berbagai ilmu pengetahuan dan
keterampilan serta kiat khusus agar dapat melaksanakan peran dan fungsi sebagai
12
perawat yang bertanggung jawab untuk mencapai tujuan keperawatan yang
ditetapkan pada setiap klien yang dirawat.
D. FALSAFAH KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA
Menurut Dep.Kes (2000) Beberapa keyakinan yang mendasari praktek
keperawatan kesehatan jiwa,meliputi :
a.
Individu memiliki harkat dan martabat yang perlu dihargai.
b.
Tujuan individu adalah bertumbuh,berkembang,sehat,otonomi dan
aktualisasi diri.
c.
Individu berpotensi berubah.
d.
Individu adalah makhluk holistik yang berinteraksi dan bereaksi dengan
lingkungan sebagai manusia utuh.
e.
Setiap orang memiliki kebutuhan dasar yang sama.
f.
Semua perilaku individu bermakna.
g.
Perilaku individu meliputi persepsi,pikiran,perasaan dan tindakan.
h.
Individu memiliki kapasitas koping yang
bervariasi,dipengaruhi genetik,lingkungan,kondisi stres dan sumber yang
tersedia.
i.
Sakit dapat menumbuhkembangkan psikologis seseorang.
j.
Setiap orang berhak mendapat pelayanan kesehatan yang sama.
k.
Kesehatan mental adalah komponen kritikal dan penting dalam pelayanan
kesehatan.
l.
Individu berhak berpartisipasi dalam pembuatan keputusan untuk
kesehatannya.
m.
Tujuan keperawatan adalah meningkatkan kesejahtraan,memaksimalkan
fungsi dan meningkatkan aktualisasi diri.
n.
Hubungan interpersonal dapat menghasilkan perubahan dan pertumbuhan
individu.
5.Maksud dan tujuan Keperawatan Kesehatan jiwa.
Adapun maksud dan tujuan keperawatan kesehatan jiwa adalah untuk
menolong klien agar kembali kemasyarakat sebagai individu yang mandiri dan
13
berguna.Tujuan ini dapat dicapai dengan proses komunikasi,diharapkan klien
dapat menerima dirinya,dapat berhubungan dengan orang lain atau
lingkungannya serta mandiri.
6.Peran dan Fungsi Perawat dalam praktek keperawatan kesehatan jiwa.
Menurut Stuart dan Sundeen (1995) dalam memberikan asuhan dan
pelayanan keperawatan kesehatan jiwa,perawat dapat melakukan aktivitas
pada tiga area utama yaitu 1)Memberikan asuhan keperawatan secara
langsung,2) Aktivitas komunikasi dan 3)Aktivitas dalam pengelolaan atau
manajemen keperawatan.
Dalam hubungan perawat dengan klien,ada beberapa peran perawat dalam
keperawatan kesehatan jiwa,meliputi :
1.
Kompetensi klinik.
2.
Advokasi klien dan keluarga
3.
Tanggung jawab keuangan
4.
Kerja sama antar disiplin ilmu di bidang keperawatan
5.
Tanggung gugat sosial
6.
Parameter etik-legal.
Pada setiap tingkatan pelayanan kesehatan jiwa,perawat mempunyai peran
tertentu :
a.Peran perawat dalam prevensi primer.
1). Memberikan penyuluhan tentang prinsip sehat jiwa.
2).Mengefektifkan perubahan dalam kondisi kehidupan,tingkat
kemiskinan dan pendidikan.
3).Memberikan pendidikan dalam kondisi normal,pertumbuhan dan
perkembangan dan
Pendidikan seks.
4).Melakukan rujukan yang sesuai sebelum terjadi gangguan jiwa.
5).Membantu klien di rumah sakit umum untuk menghindari masalah
psikiatri .
6).Bersama keluarga untuk memberikan dukungan pada anggotanya untuk
meningkatkan
Fungsi kelompok.
14
7).Aktif dalam kegiatan masyarakat atau politik yang berkaitan dengan
kesehatan jiwa.
b.Peran perawat dalam prevensi sekunder.
1).Melakukan skrining dan pelayanan evaluasi kesehatan jiwa.
2).Melaksanakan kunjungan rumah atau pelayanan penanganan di rumah.
3).Memberikan pelayanan kedaruratan psikiatri di rumah sakit umum.
4).Menciptakan lingkungan terapeutik.
5).Melakukan supervisi klien yang mendapatkan pengobatan.
6).Memberikan pelayanan pencegahan bunuh diri.
7).Memberi konsultasi.
8).Melaksanakan intervensi krisis.
9).Memberikan psikoterapi pada individu,keluarga dan kelompok pada
semua usia.
10).Memberikan intervensi pada komunitas dan organisasi yan teridentifikasi
masalah.
c.Peran perawat dalam prevensi tertier.
1).Melaksanakan latihan vokasional dan rehabilitasi.
2).Mengorganisasi pelayanan perawatan pasien yang sudah pulang dari
rumah sakit jiwa untuk
Memudahkan transisi dari rumah sakit ke komunitas.
3).Memberikan pilihan perawatan rawat siang pada klien.
a. Prinsip Keperawatan Kesehatan Jiwa.
Keperawatan kesehatan jiwa merupakan spesialisasi praktek keperawatan
mempunyai beberapa prinsip,adalah sebagai berikut :
a.
Peran dan fungsi perawat jiwa adalah unik yaitu perawatan yang kompeten.
b.
Hubungan yang terapeutik antara perawat dan klien adalah pengalaman belajar
bersama untuk memperbaiki emosi klien.
c.
Memiliki konseptual model keperawatan kesehatan jiwa antara lain
:Psikoanalisis(Freud,Erickson),Interpersonal(Sullivan,Peplau),Sosial(Caplan)Ek
sistensial (Ellia,Rogers,Suportif terapi(Wermon)dan medikal(Meyer dan
Kraeplin).
15
d.
Model stres dan adaptasi memberikan asumsi bahwa lingkungan secara alami
memberikan berbagai strata sosial dimana dalam Keperawatan kesehatan jiwa
melalui proses keperawatan memberikan konsep yang jelas.
e.
Perawat jiwa harus belajar struktur dan fungsi otak untuk memahami penyebab
agar lebih efektif dalam menentukan strategi intervensi pada gangguan jiwa.
f.
Keadaan status mental klien dalam keperawatan kesehatan jiwa
menggambarkan rentang kehidupan psikologis melalui waktu.
g.
Perawat harus peka terhadap sosial budaya klien yang bervariasi sebagai salah
satu pengatahuan dan keterampilan yang dibutuhkan dalam intervensi
keperawatan jiwa.
h.
Keadaan lingkungan memberi pengaruh langsung pelayanan keperawatan jiwa.
i.
Aspek legal,etika dan profesional dalam praktek keperawatan kesehatan jiwa.
j.
Penatalaksanaan proses keperawatan sesuai strandar perawatan.
k.
Aktualisasi peran keperawatan kesehatan jiwa melalui penampilan standar
profesional.
8.Sejarah Perkembangan kesehatan jiwa dan Keperawatan kesehatan jiwa.
Sejak zaman dahulu di Indonesia sudah dikenal adanya gangguan
jiwa.Namun demikian tidak diketahui secara pasti bagaimana mereka
diperlakukan pada saat itu.Beberapa tindakan terhadap pasien gangguan jiwa
sekarang dianggap merupakan warisan nenek moyang kita,maka dapat
dibayangkan tindakan yang dimaksud adalah dipasung,dirantai atau diikat lalu
ditempatkan tersendiri di rumah atau hutan apabila gangguan jiwanya berat dan
membahayakan.Bila pasien tidak membahayakan maka dibiarkan berkeliaran di
desa sambil mencari makan sendiri dan menjadi bahan tontonan masyarakat.Ada
juga yang diperlakukan sebagai orang sakti atau perantara Roh dan manusia.
Jika belajar dari sejarah,usaha kesehatan jiwa dan perawatannya di Indonesia
dibagi menjadi dua yaitu zaman kolonial dan setelah kemerdekaan.
a.Zaman Kolonial.
Sebelum didirikan Rumah sakit jiwa di Indonesia pasien gangguan jiwa
ditampung di Rumah Sakit Sipil atau militer di Jakarta,Semarang dan
Surabaya.Pasien yang ditampung adalah mereka yang sakit jiwa berat
saja.Perawatan yang dijalankan saat iu hanya bersifat penjagaan saja.Tahun 1862
16
pemerintah Hindia Belanda melakukan sensus pasien gangguan jiwa diseluruh
Indonesia.Di Pulau Jawa dan Madura ditemukan pasien sekita 6oo
orang,sedangkan didaerah lain ditemukan sekitar 200 orang.Berdasarkan temuan
tersebut pemerintah mendirikan Rumah sakit jiwa bagi pasien gangguan jiwa.
Pada tanggal 1 Juli 1882 didirikan rumah sakit jiwa pertama di Indonesia, di
Cilendek Bogor Jawa Barat dengan kapasitas 400 tempat tidur.Rumah sakit jiwa
yang kedua didirikan di Lawang Jawa timur tanggal 23 Juni 1902.Rumah Sakit
jiwa ini adalah terbesar di Asia tenggara dengan kapasitas 3300 tempat
tidur.Rumah sakit jiwa yang ke-3 didirikan di Magelang pada tahun 1923,dengan
kapasitas 1400 tempat tidur.Rumah sakit jiwa di Sabang tahun 1927.Menyusul
didirikannya rumah sakit jiwa lainnya di Grogol
Jakarta,Padang,Palembang,Banjarmasin dan manado,masing-masing memikili
kapasitas yang berbeda.
Pemerintah Hindia Belanda mengenal empat macam tempat perawatan
pasien gangguan jiwa :
1).Rumah Sakit Jiwa.
Rumah sakit jiwa diperuntukkan bagi pasien sakit jiwa yang membutuhkan
perawatan lama.Pasien demikian ditempatkan di RSJ Bogor,Magelang,Lawang
dan Sabang.Perawatan bersifat isolasi dan penjagaan (Custodial care).
2).Rumah Sakit Sementara.
Rumah Sakit ini merupakan tempat penampungan sementara bagi pasien
Psikotik akut yang dipulangkan setelah sembuh.Pasien dari RS ini yang masih
butuh perawatan lama dikirim ke RSJ
Jakarta,semarang,Surabaya,Palembang,Padang,Manado atau Medan.
3).Rumah Perawatan.
Berfungsi sebagai Rumah sakit jiwa,dikepalai seorang perawat berijazah
dibawah pengaasan Dokter umum.
4).Koloni.
Merupakan tempat penampungan pasien yang sudah tenang dan mereka
bekerja dilahan pertanian.Mereka tinggal di rumah penduduk,tuan rumahnya
diberikan biaya oleh pemerintah.Pasien tetap diawasi oleh dokter atau
perawat.Rumah semacam ini dibangun jauh dari kota dan masyarakat umum.
17
Diketahui pendidikan perawat jiwa mulai dibuka pada bulan september 1940
di Bogor,berupa kursus.Yang diterima adalah orang Belanda atau IndoBelanda,yang sudah lulus MULO atau setaraf Sekolah menengah
pertama..Lulusannya mendapat sertifikat Diploma B.
b.Zaman setelah Kemerdekaan.
Perkembangan usaha kesehatan jiwa di Indonesia meningkat,ditandai
terbentuknya jawatan urusan penyakit jiwa pada bulan Oktober 1947.Usaha
kesehatan jiwa tetap berjalan walaupun lambat.Pada saat itu masih terjadi revolusi
fisik,tetapi pembinaan dan penyelenggaraan kesehatan jiwa tetap
dilaksanakan.Pada tahun 1951 dibuka sekolah perawat jiwa untuk orang
Indonesia.Perawatan kesehatan jiwa mulai dikerjakan secara modern dan tidak
lagi ditempatkan secara tertutup.Pasien dirawat diruangan dan bebas berinteraksi
dengan orang lain.Pasien dihargai martabatnya sama dengan manusia
lainnya.Jawatan urusan kesehatan jiwa bernaung dibawah Departemen Kesehatan
terus membenahi sistem pengelolaan dan pelayanan kesehatan.Tahun 1966
dirubah menjadi Direktorat Kesehatan jiwa dan sampai sekarang dipimpin oleh
Kepala direktorat Kesehatan jiwa.Pada tahun yang sama ditetapkan UndangUndang kesehatan jiwa no.3 tahun 1966 oleh pemerintah,sehingga membuka
peluang untuk melaksanakan modernisasi semua sistem RSJ dan pelayanannya.
Direktorat Kesehatan jiwa bekerja sama dengan berbagai instansi
pemerintah,fakultas kedokteran’badan internasional,rapat kerja nasional dan
daerah.Adanya sistem pelaporan ,tersusunnya Pedoman Penggolongan Diagnosis
Gangguan Jiwa (PPDGJ) I tahun 1973 tetapi baru diterbitkan pada tahun
1975.Pada tahun tersebut kesehatan jiwa diintegrasikan dengan pelayanan di
Puskesmas.
Kesehatan jiwa terus berkembang pesat pada abat ke-20 ini.Metode perawatan
dan pengobatan bersifat ilmiah.Pengobatan disesuaikan dengan perkembangan
Iptek,menggunakan obat-obatan psikofarmaka,terapi shock/ECT dan terapi
lainnya.Demikian juga dengan Praktek keperawatan menggunakan metode ilmiah
proses keperawatan,komunikasi terapeutik dan terapi modalitas keperawatan
dengan kerangka ilmu pengetahuan yang mendasari praktek profesional.
18
Peran dan fungsi perawat jiwa dituntut lebih aktif dan profesional untuk
melaksanakan pelayanan keperawatan kesehatan jiwa.Pada saat ini pelayanan
keperawatan kesehatan jiwa berorientasi pada pelayanan komunitas.Komitmen ini
sesuai dengan hasil Konferensi Nasional I Keperawatan jiwa pada bulan Oktober
2004,bahwa pelayanan keperawatan diarahkan pada tindakan preventif dan
promotif.Hal ini juga sejalan dengan paradigma sehat yang digariskan WHO dan
dijalankan departemen kesehatan RI,bahwa upaya proaktif perlu dilakukan untuk
mencegah terjadinya gangguan jiwa.Upaya proaktif ini melibatkan banyak profesi
termasuk psikiater dan perawat.Penanganan kesehatan jiwa bergeser pada upaya
kuratif/perawatan rumah sakit menjadi perawatan kesehatan jiwa
masyarakat.Pusat kesehatan jiwa masyarakat akan memberikan pelayanan
dirumah berdasarkan wilayah kerjanya,diharapkan pasien dekat dengan
keluarganya sebagai sistem pendukung yang dapat membantu pasien mandiri dan
boleh berfungsi sebagai individu yang berguna.
H. KONSEPTUAL MODEL KEPERAWATAN KESEHATAN
dapat dikelompokkan ke dalam 6 model yaitu:
1)
Psycoanalytical (Freud, Erickson)
Model ini menjelaskan bahwa gangguan jiwa dapt terjadi pada seseorang
apabila ego(akal) tidak berfungsi dalam mengontrol id (kehendak nafsu atau
insting). Ketidakmampuan seseorang dalam menggunakan akalnya (ego)
untuk mematuhi tata tertib, peraturan, norma, agama(super ego/das uber ich),
akan mendorong terjadinya penyimpangan perilaku (deviation of Behavioral).
Faktor penyebab lain gangguan jiwa dalam teori ini adalah adanya konflik
intrapsikis terutama pada masa anak-anak. Misalnya ketidakpuasan pada masa
oral dimana anak tidak mendapatkan air susu secara sempurna, tidak adanya
stimulus untuk belajar berkata- kata, dilarang dengan kekerasan untuk
memasukkan benda pada mulutnya pada fase oral dan sebagainya. Hal ini
akan menyebabkan traumatic yang membekas pada masa dewasa.
19
Proses terapi pada model ini adalah menggunakan metode asosiasi bebas
dan analisa mimpi, transferen untuk memperbaiki traumatic masa lalu.
Misalnya klien dibuat dalam keadaan ngantuk yang sangat. Dalam keadaan
tidak berdaya pengalaman alam bawah sadarnya digali dengamn pertanyaanpertanyaan untuk menggali traumatic masa lalu. Hal ini lebih dikenal dengan
metode hypnotic yang memerlukan keahlian dan latihan yang khusus.
Dengan cara demikian, klien akan mengungkapkan semua pikiran dan
mimpinya, sedangkan therapist berupaya untuk menginterpretasi pikiran dan
mimpi pasien.
Peran perawat adalah berupaya melakukan assessment atau pengkajian
mengenai keadaan-keadaan traumatic atau stressor yang dianggap bermakna
pada masa lalu misalnya ( pernah disiksa orang tua, pernah disodomi,
diperlakukan secar kasar, diterlantarkan, diasuh dengan kekerasan, diperkosa
pada masa anak), dengan menggunakan pendekatan komunikasi terapeutik
setelah terjalin trust (saling percaya).
2)
Interpersonal ( Sullivan, peplau)
Menurut konsep model ini, kelainan jiwa seseorang bias muncul akibat
adanya ancaman. Ancaman tersebut menimbulkan
kecemasan (Anxiety). Ansietas timbul dan alami seseorang akibat adanya
konflik saat berhubungan dengan orang lain(interpersonal). Menurut konsep
ini perasaan takut seseorang didasari adnya ketakutan ditolak atau tidak
diterima oleh orang sekitarnya.
Proses terapi menurut konsep ini adalh Build Feeling Security (berupaya
membangun rasa aman pada klien), Trusting Relationship and interpersonal
Satisfaction (menjalin hubungan yang saling percaya) dan membina kepuasan
dalam bergaul dengan orang lain sehingga klien merasa berharga dan
dihormati.
Peran perawat dalam terapi adalah share anxieties (berupaya melakukan
sharing mengenai apa-apa yang dirasakan klien, apa yang biasa dicemaskan
20
oleh klien saat berhubungan dengan orang lain), therapist use empathy and
relationship ( perawat berupaya bersikap empati dan turut merasakan apa-apa
yang dirasakan oleh klien). Perawat memberiakan respon verbal yang
mendorong rasa aman klien dalam berhubungan dengan orang lain.
3)
Social ( Caplan, Szasz)
Menurut konsep ini seseorang akan mengalami gangguan jiwa atau
penyimpangan perilaku apabila banyaknya factor social dan factor lingkungan
yang akan memicu munculnya stress pada seseorang ( social and
environmental factors create stress, which cause anxiety and symptom).
Prinsip proses terapi yang sangat penting dalam konsep model ini adalah
environment manipulation and social support ( pentingnya modifikasi
lingkungan dan adanya dukungan sosial)
Peran perawat dalam memberikan terapi menurut model ini adalah pasien
harus menyampaikan masalah menggunakan sumber yang ada di masyarakat
melibatkan teman sejawat, atasan, keluarga atau suami-istri. Sedangkan
therapist berupaya : menggali system sosial klien seperti suasana dirumah, di
kantor, di sekolah, di masyarakat atau tempat kerja.
4)
Existensial ( Ellis, Rogers)
Menurut teori model ekistensial gangguan perilaku atau gangguan jiwa
terjadi bila individu gagal menemukan jati dirinya dan tujuan hidupnya.
Individu tidak memiliki kebanggan akan dirinya. Membenci diri sendiri dan
mengalami gangguan dalam Bodi-image-nya
Prinsip dalam proses terapinya adalah : mengupayakan individu agar
berpengalaman bergaul dengan orang lain, memahami riwayat hidup orang
lain yang dianggap sukses atau dapat dianggap sebagai panutan(experience in
relationship), memperluas kesadaran diri dengan cara introspeksi (self
assessment), bergaul dengan kelompok sosial dan kemanusiaan (conducted in
group), mendorong untuk menerima jatidirinya sendiri dan menerima kritik
21
atau feedback tentang perilakunya dari orang lain (encouraged to accept self
and control behavior).
Prinsip keperawatannya adalah : klien dianjurkan untuk berperan serta
dalam memperoleh pengalaman yang berarti untuk memperlajari dirinya dan
mendapatkan feed back dari orang lain, misalnya melalui terapi aktivitas
kelompok. Terapist berupaya untuk memperluas kesadaran diri klien melalui
feed back, kritik, saran ataureward & punishment.
5)
Supportive Therapy ( Wermon, Rockland)
Penyebab gangguan jiwa dalam konsep ini adalah: factor biopsikososial
dan respo maladaptive saat ini. Aspek biologisnya menjadi masalah seperti:
sering sakit maag, migraine, batuk-batuk. Aspek psikologisnya mengalami
banyak keluhan seperti : mudah cemas, kurang percaya diri, perasaan bersalah,
ragu-ragu, pemarah. Aspek sosialnya memiliki masalah seperti : susah
bergaul, menarik diri,tidak disukai, bermusuhan, tidak mampu mendapatkan
pekerjaan, dan sebagainya. Semua hal tersebut terakumulasi menjadi
penyebab gangguan jiwa. Fenomena tersebut muncul akibat ketidakmamupan
dalam beradaptasi pada masalah-masalah yang muncul saat ini dan tidak ada
kaitannya dengan masa lalu.
Prinsip proses terapinya adalah menguatkan respon copinh adaptif,
individu diupayakan mengenal telebih dahulu kekuatan-kekuatan apa yang ada
pada dirinya; kekuatan mana yang dapat dipakai alternative pemecahan
masalahnya.
Perawat harus membantu individu dalam melakukan identifikasi coping
yang dimiliki dan yang biasa digunakan klien. Terapist berupaya menjalin
hubungan yang hangat dan empatik dengan klien untuk menyiapkan coping
klien yang adaptif.
6)
Medica ( Meyer, Kraeplin)
Menurut konsep ini gangguan jiwa cenderung muncul akibat multifactor
yang kompleks meliputi: aspek fisik, genetic, lingkungan dan factor sosial.
22
Sehingga focus penatalaksanaannya harus lengkap melalui pemeriksaan
diagnostic, terapi somatic, farmakologik dan teknik interpersonal. Perawat
berperan dalam berkolaborasi dengan tim medis dalam melakukan prosedur
diagnostic dan terapi jangka panjang, therapist berperan dalam pemberian
terapi, laporan mengenai dampak terapi, menentukan diagnose, dan
menentukan jenis pendekatan terapi yang digunakan.
Peran Perawat Kesehatan Jiwa
1)
Pengkajian yg mempertimbangkan budaya
2)
Merancang dan mengimplementasikan rencana tindakan
3)
Berperan serta dlm pengelolaan kasus
4)
Meningkatkan dan memelihara kesehatan mental, mengatasi pengaruh
penyakit mental – penyuluhan dan konseling
5)
Mengelola dan mengkoordinasikan sistem pelayanan yang
mengintegrasikan kebutuhan pasien, keluarga staf dan pembuat
kebijakan
6)
2.2.
Memberikan pedoman pelayanan kesehatan
KONSEP DASAR STRESS DAN ADAPTASI
Stres adalah segala situasi di mana tuntunan non-spesifik mengharuskan
seorang individu untuk merespon atau melakukan tindakan ( Selye, 1976 ).
Respon atau tindakan ini termasuk respon fisiologis dan psikologis. Stresor adalah
stimulus yang mengawali atau mencetuskan perubahan. 1. Stresor internal berasal
dari dalam diri seseorang (demam, kondisi seperti kehamilan, menopause atau
suatu keadaan emosi seperti rasa bersalah ) 2. Stresor eksternal berasal dari luar
diri seseorang (perubahan bermakna dalam suhu lingkungan, perubahan peran
dalam keluarga atau sosial, atau tekanan dari pasangan ).
Berbagai pandangan manusia mengenai stres menghasilkan pengertian yang
berbeda-beda tentang stres itu sendiri. Stres hanyalah sekedar gangguan sistem
syaraf yang menyebabkan tubuh berkeringat, tangan menggenggam, jantung
23
berdetak kencang,dan wajah memerah. Paham realistik memandang stress sebagai
suatu fenomena jiwa yang terpisah dengan jasmani atau tubuh manusia atau
fenomena tubuh belaka tanpa ada hubungan dengan kejiwaan. Sedangkan paham
idealis menganggap stres adalah murni fenomena jiwa. Hal ini membuat kita sulit
untuk menjelaskan kenapa jika fenomena stres hanyalah fenomena jiwa namun
memberikan dampak pada fisik seseorang seperti dada yang berdebar-debar,
keringat, dan sebagainya.
Tak seorang pun dapat menghindari stres karena untuk menghilangkannya
berarti akan menghancurkan hidupnya sendiri ( Hans Selye, 1978 ). Stres
merupakan interaksi antara individu dengan lingkungan. Pendekatan ini telah
dibatasi sebagai “model psikologi”. Model psikologi ini menggambarkan stress
sebagai suatu proses yang meliputi stresor dan ketegangan ( strain ). Interaksi
antara individu dengan lingkungannya yang saling mempengaruhi itu dinamakan
dengan interaksi transaksional yang di dalamnya terdapat proses penyesuaian.
Stres bukan hanya stimulus atau respon tetapi juga agen aktif yang dapat
mempengaruhi stresor melalui strategi prilaku, kognitif dan emosional. Individu
akan memberikan reaksi yang berbeda terhadap stresor yang sama.
Definisi tentang stres yang sangat beragam menunjukan bahwa stres bukanlah
suatu hal yang sederhana. Salah satu definisinya adalah stres adalah gangguan
pada tubuh dan pikiran yang disebabkan oleh perubahan dan tuntutan kehidupan (
Vincent Cornelli, dalamMustamir Pedak, 2007 ). Kesimpulan dari para ahli
tentang stres yaitu stres bisa terjadi karena manusia begitu kuat dalam mengejar
keinginannya serta kebutuhannya dengan mengandalkan segala kemampuannya
dan potensinya.
B. Manifestasi Stress
Stres sifatnya universiality, yaitu umum semua orang sama dapat
merasakannya, tetapi cara pengungkapannya yang berbeda atau diversity. Sesuai
dengan karakteristik individu, maka responnya berbeda- beda untuk setiap orang.
Seseorang yang mengalami stres dapat mengalami perubahan-perubahan yang
terjadi pada tubuhnya, antara lain :
24
1.
Perubahan warna rambut kusam, ubanan, kerontokan
2.
Wajah tegang, dahi berkerut, mimik nampak serius, tidak santai,
bicara berat, sulit tersenyum/tertawa dan kulit muka kedutan
(ticfacialis)
3.
Nafas terasa berat dan sesak, timbul asma
4.
Jantung berdebar-debar, pembuluh darah melebar atau menyempit
(constriksi) sehingga mukanya nampak merah atau pucat.
Pembuluh darah tepi (perifer) terutama ujung-ujung jari juga
menyempit sehingga terasa dingin dan kesemutan.
5.
Lambung mual, kembung, pedih, mules, sembelit atau diare.
6.
Sering berkemih.
7.
Otot sakit seperti ditusuk-tusuk, pegal dan tegang pada tulang
terasa linu atau kaku bila digerakkan.
8.
Kadar gula meningkat, pada wanita mens tidak teratur dan sakit
(dysmenorhea)
9.
Libido menurun atau bisa juga meningkat. 1
10.
Gangguan makan bisa nafsu makan meningkat atau tidak ada nafsu
makan.
11.
Tidak bisa tidur
12.
Sakit mental-histeris
C. Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Stres
Kondisi-kondisi yang cenderung menyebabkan stress disebut stressors.
Meskipun stress dapat diakibatkan oleh hanya satu stressors, biasanya karyawan
mengalami stress karena kombinasi stressors. Menurut Robbins (2001:565-567)
ada tiga sumber utama yang dapat menyebabkan timbulnya stress yaitu:
1. Faktor Lingkungan
Keadaan lingkungan yang tidak menentu akan dapat menyebabkan
pengaruh pembentukan struktur organisasi yang tidak sehat terhadap
karyawan.
Dalam faktor lingkungan terdapat tiga hal yang dapat menimbulkan
25
stress bagi karyawan yaitu ekonomi, politik dan teknologi. Perubahan
yang sangat cepat karena adanya penyesuaian terhadap ketiga hal
tersebut membuat seseorang mengalami ancaman terkena stress. Hal ini
dapat terjadi, misalnya perubahan teknologi yang begitu cepat.
Perubahan yang baru terhadap teknologi akan membuat keahlian
seseorang dan pengalamannya tidak terpakai karena hampir semua
pekerjaan dapat terselesaikan dengan cepat dan dalam waktu yang
singkat dengan adanya teknologi yang digunakannya.
2. Faktor Organisasi
Didalam organisasi terdapat beberapa faktor yang dapat menimbulkan
stress yaitu role demands, interpersonal demands, organizational structure
dan organizational leadership.
Pengertian dari masing-masing faktor organisasi tersebut adalah sebagai
berikut :
a. Role Demands
Peraturan dan tuntutan dalam pekerjaan yang tidak jelas dalam suatu organisasi
akan mempengaruhi peranan seorang karyawan untuk memberikan hasil akhir
yang ingin dicapai bersama dalam suatu organisasi tersebut.
b. Interpersonal Demands
Mendefinisikan tekanan yang diciptakan oleh karyawan lainnya dalam
organisasi. Hubungan komunikasi yang tidak jelas antara karyawan satu
dengan karyawan lainnya akan dapat menyebabkan komunikasi yang tidak
sehat. Sehingga pemenuhan kebutuhan dalam organisasi terutama yang
berkaitan dengan kehidupan sosial akan menghambat perkembangan sikap dan
pemikiran antara karyawan yang satu dengan karyawan lainnya.
c. Organizational Structure
Mendefinisikan tingkat perbedaan dalam organisasi dimana keputusan tersebut
dibuat dan jika terjadi ketidak jelasan dalam struktur pembuat keputusan atau
26
peraturan maka akan dapat mempengaruhi kinerja seorang karyawan dalam
organisasi.
d. Organizational Leadership
Berkaitan dengan peran yang akan dilakukan oleh seorang pimpinan dalam
suatu organisasi. Karakteristik pemimpin menurut The Michigan group
(Robbins, 2001:316) dibagi dua yaitu karakteristik pemimpin yang lebih
mengutamakan atau menekankan pada hubungan yang secara langsung antara
pemimpin dengan karyawannya serta karakteristik pemimpin yang hanya
mengutamakan atau menekankan pada hal pekerjaan saja.
Empat faktor organisasi di atas juga akan menjadi batasan dalam mengukur
tingginya tingkat stress. Pengertian dari tingkat stress itu sendiri adalah muncul
dari adanya kondisi-kondisi suatu pekerjaan atau masalah yang timbul yang
tidak diinginkan oleh individu dalam mencapai suatu kesempatan, batasanbatasan, atau permintaan-permintaan dimana semuanya itu berhubungan
dengan keinginannya dan dimana hasilnya diterima sebagai sesuatu yang tidak
pasti tapi penting (Robbins,2001:563).
3. Faktor Individu
Pada dasarnya, faktor yang terkait dalam hal ini muncul dari dalam keluarga,
masalah ekonomi pribadi dan karakteristik pribadi dari keturunan. Hubungan
pribadi antara keluarga yang kurang baik akan menimbulkan akibat pada
pekerjaan yang akan dilakukan karena akibat tersebut dapat terbawa dalam
pekerjaan seseorang. Sedangkan masalah ekonomi tergantung dari bagaimana
seseorang tersebut dapat menghasilkan penghasilan yang cukup bagi
kebutuhan keluarga serta dapat menjalankan keuangan tersebut dengan
seperlunya. Karakteristik pribadi dari keturunan bagi tiap individu yang dapat
menimbulkan stress terletak pada watak dasar alami yang dimiliki oleh
seseorang tersebut. Sehingga untuk itu, gejala stress yang timbul pada tiap-tiap
pekerjaan harus diatur dengan benar dalam kepribadian seseorang.
27
D. Adaptasi
Adaptasi adalah penyesuaian diri terhadap suatu penilaian. Dalam hal ini respon
individu terhadap suatu perubahan yang ada dilingkungan yang dapat
mempengaruhi keutuhan tubuh baik secara fisiologis maupun psikologis dalam
perilaku adaptip. Hasil dari perilaku ini dapat berupa usaha untuk
mempertahankan keseimbangan dari suatu keadaan agar dapat kembali pada
keadaan normal, namun setiap orang akan berbeda dalam perilaku adaptip ada
yang dapat berjalan dengan cepat namun ada pula yang memerlukan waktu lama
tergantung dari kematangan mental orang itu tersebut.
Adaptasi terhadap stress dapat berupa :
1. Adaptasi fisiologis
Adaptasi fisiologis adalah proses penyesuaian diri secara alamiah atau secara
fisiologis untuk mempertahankan keseimbangan dalam berbagai faktor yang
menimbulkan keadaan menjadi tidak seimbang contoh: masuknya kuman
pennyakit ketubuh manusia.
2. Adaptasi psikologi
Adaptasi secara psikologis dapat dibagi menjadi dua yaitu:
• LAS ( general adaptation syndroma)
adalah apabila kejadiannya atau proses adaptasi bersifat lokal contoh: seperti
ketika kulit terinfeksi maka akan terjadi disekitar kulit tersebut kemerahan,
bengkak, nyeri, panas dll yang sifatnya lokal atau pada daerah sekitar yang
terkena.
• GAS ( general adaptation syndroma)
adalah apabila reaksi lokal tidak dapat diaktifitasi maka dapat menyebabkan
gangguan dan secara sistemik tubuh akan melakukan proses penyesuaian diri
seperti panas di seluruh tubuh, berkeringat.
E.
Proses Keperawatan Stress Managemen Stress Untuk Perawat
Manajemen stress adalah kemungkinan melihat promosi kesehatan sebagai
aktivitas atau intervasi atau mengubah pertukaran respon terhadap penyakit.
28
Fokusnya tergantung pada tujuan dari intervensi keperawatan berdasarkan
keperluan pasien. Perawat bertanggung jawab pada implemenetasi pemikiran yang
dikeluarkan pada beberapa daerah perawatan.
Untuk mencegah dan mengatasi stres agar tidak sampai ke tahap yang paling
berat, maka dapat dilakukan dengan cara :
1. Pengaturan Diet dan Nutrisi
Pengaturan diet dan nutrisi merupakan cara yang efektif dalam mengurangi
dan mengatasi stres melalui makan dan minum yang halal dan tidak
berlebihan, dengan mengatur jadwal makan secara teratur, menu bervariasi,
hindari makan dingin dan monoton karena dapat menurunkan kekebalan
tubuh.
2. Istirahatcv dan Tidur
Istirahat dan tidur merupakan obat yang baik dalam mengatasi stres karena
dengan istirahat dan tidur yang cukup akan memulihkan keadaan tubuh.
Tidur yang cukup akan memberikan kegairahan dalam hidup dan
memperbaiki sel-sel yang rusak.
3. Olah Raga atau Latihan Teratur
Olah raga dan latihan teratur adalah salah satu cara untuk meningkatkan
daya tahan dan kekebalan fisik maupun mental. Olah raga dapat dilakukan
dengan cara jalan pagi, lari pagi minimal dua kali seminggu dan tidak perlu
lama-lama yang penting menghasilkan keringat setelah itu mandi dengan
air hangat untuk memulihkan kebugaran.
4. Berhenti Merokok
Berhenti merokok adalah bagian dari cara menanggulangi stres karena
dapat meningkatkan ststus kesehatan dan mempertahankan ketahanan dan
kekebalan tubuh.
5. Tidak Mengkonsumsi Minuman Keras
Minuman keras merupakan faktor pencetus yang dapat mengakibatkan
terjadinya stres. Dengan tidak mengkonsumsi minuman keras, kekebalan
dan ketahanan tubuh akan semakin baik, segala penyakit dapat dihindari
karena minuman keras banyak mengandung alkohol.
29
6. Pengaturan Berat Badan
Peningkatan berat badan merupakan faktor yang dapat menyebabkan
timbulnya stres karena mudah menurunkan daya tahan tubuh terhadap
stres. Keadaan tubuh yang seimbang akan meningkatkan ketahanan dan
kekebalan tubuh terhadap stres.
7. Pengaturan Waktu
Pengaturan waktu merupakan cara yang tepat dalam mengurangi dan
menanggulangi stres. Dengan pengaturan waktu segala pekerjaaan yang
dapat menimbulkan kelelahan fisik dapat dihindari. Pengaturan waktu
dapat dilakukan dengan cara menggunakan waktu secara efektif dan efisien
serta melihat aspek prokdutivitas waktu. Seperti menggunakan waktu untuk
menghasilkan sesuatu dan jangan biarkan waktu berlalu tanpa
menghasilkan sesuatu yang bermanfaat.
8. Terapi Psikofarmaka
Terapi ini dengan menggunakan obat-obatan dalam mengalami stres yang
dialami dengan cara memutuskan jaringan antara psiko neuro dan
imunologi sehingga stresor psikososial yang dialami tidak mempengaruhi
fungsi kognitif afektif atau psikomotor yang dapat mengganggu organ
tubuh yang lain. Obat-obatan yang digunakan biasanya digunakan adalah
anti cemas dan anti depresi.
9. Terapi Somatik
Terapi ini hanya dilakukan pada gejala yang ditimbulkan akibat stres yang
dialami sehingga diharapkan tidak dapat mengganggu sistem tubuh yang
lain.
10. Psikoterapi
Terapi ini dengan menggunakan teknik psikologis yang disesuaikan dengan
kebutuhan seseorang. Terapi ini dapat meliputi psikoterapi suportif dan
psikoterapi redukatif di mana psikoterapi suportif memberikan motivasi
atau dukungan agar pasien mengalami percaya diri, sedangkan psikoterapi
redukatif dilakukan dengan memberikan pendidikan secara berulang.
Selain itu ada psikoterapi rekonstruktif, psikoterapi kognitif dan lain-lain.
30
11. Terapi Psikoreligius
Terapi ini dengan menggunakan pendekatan agama dalam mengatasi
permasalahan psikologis mengingat dalam mengatasi permasalahn
psikologis mengingat dalam mengatasi atau mempertahankan kehidupan
seseorang harus sehat secara fisik, psikis, sosial, dan sehat spiritual
sehingga stres yang dialami dapat diatasi.
12. Homeostatis
Merupakan suatu keadaan tubuh untuk mempertahankan keseimbangan
dalam menghadapi kondisi yang dialaminya. Proses homeostatis ini dapat
terjadi apabila tubuh mengalami stres yang ada sehingga tubuh secara
alamiah akan melakukan mekanisme pertahanan diri untuk menjaga
kondisi yang seimbang, atau juga dapat dikatakan bahwa homeostatis
adalah suatu proses perubahaan yang terus menerus untuk memelihara
stabilitas dan beradaptasi terhadap kondisi lingkungan sekitarnya.
Homeostatis yang terdapat dalam tubuh manusia dapat dikendalikan oleh
suatu sistem endokrin dan syaraf otonom. Secara alamiah proses homeostatis
dapat terjadi dalam tubuh manusia. Dalam mempelajari cara tubuh melakukan
proses homeostatis ini dapat melalui empat cara di antaranya:
a. Self regulation di mana sistem ini terjadi secara otomatis pada orang yang
sehat seperti dalam pengaturan proses sistem fisiologis tubuh manusia.
b. Berkompensasi yaitu tubuh akan cenderung bereaksi terhadap ketidak
normalan dalam tubuh.
c. Dengan cara sistem umpan balik negatif, proses ini merupakan
penyimpangan dari keadaan normal segera dirasakan dan diperbaiki dalam
tubuh dimana apabila tubuh dalam keadaan tidak normal akan secara sendiri
mengadakan mekanisme umpan balik untuk menyeimbangkan dari keadaan
yang ada.
d. Cara umpan balik untuk mengkoreksi suatu ketidakseimbangan fisiologis.
31
Konsep Stress dan Adaptasi
A. Stress dan Stressor
1. Pengertian Stress dan Stressor
Stress adalah segala situasi dimana tuntutan non specific mengharuskan
seorang individu untuk berespon atau melakukan tindakan (Selye, 1976).
Lazarus dan Folkman (1994) mendefinsikan stress psikologis sebagai
hubungan khusus antara seseorang dengan lingkungannya yang dihargai oleh
orang lain tersebut sebagai pajak terhadap sumber dayanya dan membahayakan
kemapanannya.
Stres dianggap sebagai faktor predisposisi atau pencetus yang meningkatkan
kepekaaan individu terhadap penyakit (Rahe, 1975).
STRESSOR adalah stimuli yang mengawali atau mencetuskan perubahan.
Stressor menunjukkan suatu kebutuhan yang tidak terpenuhi dan kebutuhan
tersebut bisa kebutuhan fisiologis, psikologis, sosial, lingkungan ,
perkembangan dan kebutuhan cultural.
2. Macam - Macam Stressor
Stressor internal :
berasal dari dalam diri seseorang (mis : demam, kondisi seperti kehamilan atau
menopause, atau suatu keadaan emosi seperti rasa bersalah).
Stressor
eksternal : berasal dari luar diri seseorang (mis : perubahan bermakna dalam
suhu lingkungan, perubahan dalam peran keluarga atau sosial, tekanan dari
pasangan).
B. Homeostasis
1. Pengertian Homeostasis
Homeostasis adalah keadaan yang relatif konstan di dalam lingkungan internal
tubuh, dipertahankan secara alami oleh mekanisme adaptasi fisiologis.
Adaptasi fisiologis terhadap stress adalah kemampuan tubuh untuk
mempertahankan keadaan relatif seimbang. Kemampuan adaptif ini adalah
32
bentuk dinamik dari ekuiliblrium lingkungan internal tubuh. Lingkungan
internal secara konstan berubah, dan mekanisme adaptif tubuh secara kontinyu
berfungsi untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan ini dan untuk
mempertahankan ekuilibrium atau homeostasis.
Homeostasis dipertahankan oleh mekanisme fisiologis yang mengontrol fungsi
tubuh dan memantau organ tubuh. Untuk sebagian besar mekanisme ini
dikontrol oleh sistem saraf dan endokrin dan tidak mencakup perilaku sadar.
Tubuh membuat penyesuaian dalam frekwensi jantung, frekwensi pernapasan,
tekanan darah, suhu tubuh, keseimbangan cairan dan elektrolit, sekresi hormon
dan tingkat kesadaran yang semuanya ditujukan untuk mempertahankan
adaptasi.
Dubos (1965) mengemukakan pandangan lebih lanjut ke sifat dinamis responsrespons tersebut. Dia mengatakan bahwa ada dua konsep yang saling mengisi :
homestasis dan adaptasi. Homeostasis menekankan pada perlunya penyesuaian
yang harus segera dilakukan tubuh untuk menjaga komposisi internal selalu
dalam batas yang bisa diterima, sedangkan adaptasi lebih menekankan pada
penyesuaian yang berkembang sesuai berjalannya waktu. Dubos juga
menekankan bahwa ada batasan respon terhadap stimuli yang dapat diterima
dan bahwa respon tersebut bisa berbeda pada setiap individu. Baik homestasis
maupun adaptasi dangat diperlukan untuk dapat bertahan dalam dunia yang
selalu berubah.
2. Mekanisme Homeostasis
Ketika seseorang menyadari tentang kebutuhan fisiologis tidak terpenuhi seperti
makanan atau kehangatan, tindakan yang akan dilakukan adalah untuk memenuhi
kebutuhan tersebut . Untuk sebagian besar bagaimanapun juga , adaptasi
mencakup penyesuaian yang dibuat tubuh secara otomatis untuk mempertahankan
ekuilibrium. Mekanisme homeostasis ini adalah pengaturan – mandiri, dengan
kata lain, mekanisme ini adalah otomatis. Namun demikian, pada individu yang
sakit atau mengalami cedera, mekanisme ini mungkin tidak mampu untuk
mempertahankan atau menopang homeostasis.
33
Mekanisme fisiologis adaptasi berfungsi melalui umpan balik negatif, yaitu duatu
proses dimana mekanisme kontrol merasakan suatu keadaan abnormal, seperti
penurunan suhu tubuh, dan membuat suatu respon adaptif, seperti mulai
menggigil untuk membangkitkan panas tubuh. Ketiga dari mekanisme utama yang
digunakan dalam mengadaptasi stressor dikomtrol oleh medulla oblongata,
formasi reticular dan kelenjar hipofisis.
Medula Oblongata
Medula oblongata mengontrol fungsi vital yang diperlukan untuk bertahan hidup.
Fungsi ini termasuk frekwensi jantung, tekanan darah dan pernapasan. Impuls
yang menjalar ke dan dari medulla oblongata dapat meningkatkan atau
menurunkan fungsi vital ini. Misalnya pengaturan denyut jantung adalah sebagai
hasil dari ilmpuls sistem saraf simpatis dan parasimpatis yang menjalar dari
medulla oblongata ke jantung. Frekwensi jantung meningkat dalam berespon
terhadap denyut dari serabut saraf simpatis dan menurun akibat impuls dari
serabut parasimpatis.
Formasi reticular
Formasi reticular adalah kelompok kecil neuron dalam batang otak dan medulla
spinalis. Kelompok ini juga mengontrol fungsi vital dan secara kontinu memantau
status fisiologis tubuh melalui sambungan dengan traktus sensoris dan motoris.
Misalnya , sel-sel tertentu dalam formasi reticular dapat menyebabkan orang yang
sedang tidur terbangun atau meningkatkan tingkat kesadarannya ketika timbul
kebutuhan.
Kelenjar hipofisis
Kelenjar hipofisis adalah kelenjar kecil yang melekat pada hypothalamus,
menyuplai hormon yang mengontrol fungsi vital tubuh. Kelenjar hipofisis
menghasilkan hormon yang diperlukan untuk beradaptasi terhadap stress. Selain
itu, kelenjar hipofisis mengatur sekresi dari hormon-hormon tiroid, gonad, dan
paratiroid. Sekresi hormon, seperti mekanisme homeostasis lainnya, normalnya
diatur oleh mekanisme umpan balik yang secara kontinu memantau kadar hormon
dalam darah. Ketika kadar hormon menurun, kelenjar hipofisis menerima pesan
34
untuk meningkatkan sekresi hormon. Ketika kadar hormon meningkat, kelenjar
hipofisis menurunkan produksi hormon.
C. Model - Model Stress
1. Psikosomatik Stress
Dalam menghadapi waktu konflik, seringkali terjadi gangguan pada fungsi
badaniah. Gejala-gejala yang sebagian besar mengganggu fungsi faal yang
berlebihan sebagai akibat dari manifestasi, gangguan jika ini dinamakan
gangguan psikosomatik. Psikosomatik umumnya dapat membantu banyak
dalam usaha mengerti hubungan antara kepribadian seseorang dengan penyakit
atau gangguannya.
Suatu konflik menimbulkan ketegangan pada manusia dan bila hal ini tidak
terselesaikan dan disalurkan dengan baik maka timbullah reaksi-reaksi yang
abnormal pada jiwa. Jika ketegangan tersebut mengganggu fungsi susunan
saraf negatif, maka hal tersebut yang dinamakan gangguan psikosomatik.
Adapun sebab-sebab timbulnya psikomotorik :
1.
Penyakit organic yang pernah diderita dapat menimbulkan?
predisposisi untuk tuimbulnya gangguan psikomotorik pada bagian
tubuh yang pernah sakit.
2.
Merasakan penyakit orang lain yang secara tidak sadar?
diidentifikasikan .
3.
Tradisi dan adapt istiadat dalam keluarga atau? lingkungan dapat
mengarahkan emosi kepada fungsi tertentu.
4.
Suatu emosi yang? menjelma menjadi suatu gangguan badaniah
tertentu.
Konflik dan gangguan jiwa yang menjelma menjadi suatu gangguan badaniah
biasanya hanya pada suatu alat tumbuh saja. Untuk klasifikasi, maka jenis
gangguan dibagi menurut organ yang paling terkena, sebagai berikut :
Kuli
Pada dasarnya gangguan stress atau emosi dapat menimbulkan gangguan pada
35
kulit. Hal ini telah lama diketahui. Beberapa penyeliodikan juga telah
dilakukan utnuk mengetahui sejauh mana reaksi kulit terhadap kesukaran
penyesuaian diri terhadap stress.
Otot dan tulang
Dalam kehidupan sehari-hari seringkali ditemukan seseorang yang mengalami
nyeri otot selain disebabkan faktor hawa dan pekerjaan juga disebabkan oleh
faktor emosi. Karena tekanan psikologik maka tonus otot akan meninggi dan
penderita mengeluh nyeri kepala dan nyeri punggung. Ketegangan otot ini
dapat menyebabkan ketegangan sekitar sendi dan menimbulkan nyeri sendi.
Saluran pernapasan
Gangguan psikosomatik yang timbul dari saluran pernapasan seperti asma
bronkiale dengan bermacam-macam keluhannya, kecemasan dapat
menimbulkan serangan asma.
Jantung dan pembuluh darah
Pada saat mengalami stress biasanya seseorang merasakan bahwa jantungnya
berdebat-debar . Stress yang menimbulkan kecemasan mempercepat denyut
jantung, meninggikan daya pompa jantung dan tekanan darah. Gangguan yang
mungkin saja timbul seperti hipertensiosensial, sakit kepala vaskuler dan
migraine.
2. Adaptasi Model
Setiap orang secara terus menerus akan menghadapi perubahan fisik,
psikis, dan sosial baik dari dalam maupun dari lingkungan luar. Jika hal
tersebut tidak dapat dihadapi dengan seimbang maka tingkat stress akan
meningkat.
Model adaptasi menunjukkan bahwa empat faktor menentukan apakah
suatu situasi adalah menegangkan (Mechanic, 1962). Empat faktor yang
mempengaruhi Kemampuan untuk menghadapi stress itu adalah :
Biasanya tergantung pada pengalaman seseorang dengan stressor serupa,
sistem dukungan, dan persepsi keseluruhan trehadap stressor.
36
Berkenaan dengan prktik dan norma kelompok sebaya individu.
Dampak dari lingkungan sosial dalam membantu seorang individu untuk
beradaptasi terhadap stressor.
Sumber yang dapat digunakan untuk mengatasi stressor.?
a. Adaptasi Fisiologis/ Biologi
Pada dasarnya disetiap tubuh manusia telah terdapat mekanisme pertahanan
yang bersifat alami dan bekerja secara teratur sehingga memungkinkan
tubuh untuk dapat beradaptasi terhadap perubahan-perubahan yang berasal
dari faktor internal. Mekanisme ini bekerja dengan sendirinya dan akan
berubah menjadi suatu aksi tanpa didasari dan biasanya berfungsi dalam
kondisi yang tidak normal.
b. Adaptasi Psikologis
Seseorang yang menghadapi stress akan mengalami kondisi-kondisi yang
tidak mengenakkan secara psikis seperti timbulnya rasa cemas, frustasi,
terancam, tak tentram yang semuanya itu berdampak pada munculnya suatu
kontak konflik dalam jiwa mereka. dan konflik tersebut diekspresikan dalam
bentuk kemarahan atau ekspresi-ekspresi lain yang dapat membuat orang
tersebut merasa sedikit nyaman atau terlepas dari stress yang dihadapinya.
c. Adaptasi Sosial Budaya
Setiap lingkungan sosial masyarakat mempunyai tatanan budaya masing,masing. Antara lingkungan satu dan yang lainnya tentu memiliki budaya
berbeda-beda. Perbedaan tersebut yang akhirnya menuntut setiap orang
beradaptasi jika hal itu dapat dilakukan dengan baik maka akan tercipta
keseimbangan. Namun jika hal tersebut tidak dapat dilakukan bukanlah
suatu hal yang tidak mungkin jika orang tersebut akan mengalami stress.
d. Adaptasi Spiritual
Setiap agama dan kepercayaan mengandung ajaran yang hendaknya harus
dijalankan oleh penganutnya. Ajaran-ajaran ini tentunya juga harus turut
andil dalammengatur perilaku manusia ini. Oleh karena itu dalam rangka
37
memenuhi ajaran-ajaran tersebut pasti terjadi perubahan dalam perilaku
manusia.
3. Lingkungan Sosial Model
Keadaan lingkungan dan masyarakat sangat mempengaruhi seseorang dalam
beradaptasi. Keadaan lingkungan yang stabil dan seimbang akan memudahkan
seseorang dalam beradaptasi. Sedangkan keadaan masyarakat dengan
hubungan sosial yang baik juga akan memudahkan individu dalam melakukan
adaptasi agar terhindar dari stress.
4. Proses Model
Pada dasarnya proses model adalah berlangsungnya kejadian dan masalah yang
terjadi pada seseorang sehingga mempengaruhi orang tersebut yang pada
akhirnya mengalami stress dan proses menghadapi stress itu sendiri.
D. Faktor yang Mempengaruhi Respon Terhadap Stressor
1. Intensitas
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa pada dasarnya tubuh atau jiwa
manusia mempunyai ketahanan atau kekuatan yang berasal dari dalam. Tingkat
kekuatan ini dinilai sebagai kunci kepribadian dalam menghadapi stress.
Kepribadian ini memungkinkan seseorang untuk menjadikan stressor sebagai
suatu yang positif sehinggan memberikanm respon yang positif pula terhadap
stressor tertentu. Suatu stressor yang bersifat negatif dan menjadikan stress
bagi seseorang dapat merupakan sumber kekuatan bagi orang lain.
Selain itu stressor juga dapat memberikan mekanisme untuk memperingatkan
seseorang agar dapat menmgumpulkan seluruh kekuatan yang dimilikinya
dalam rangka melawean stress itu sendiri. Tak selamanya stress merupakan hal
yang negatif. Pada tingkatan tertentu stress dapat menjadi motivator bagi
seseorang. Hal ini berhubungan dengan keinginan untuk mencap[ai suatu
38
tujuan dan stress disini berguna untuk mencegah timbulnya rasa bosan.
Stress juga berguna pada keadaan yang penting dimana seseorang memerlukan
kekuatan emosional dan mobilisasi fisik sebagai kekuatan pertahanan individu.
2. Sifat
Sifat dari stressor juga memperngaruhi respon. Ada beberapa stressor yang
bersifat positif dan yang lainnya bersifat negatif. Stressor yang bersifat positif
akan menimbulkan respon yang positif, sedangkan stressor yang bersifat
negatif akan menyebabkan respon yang negatif pula baik secara fisikmaupun
psikis. Secara negatif stress dapat menghasilkan perubahan yang pada akhirnya
akan menimbulkan kesakitan.
3. Durasi
Lamanya atau jangka waktu berlangsungnya pemaparan stressor atau kejasian
dari stressor sampai menjadikan seseorang mengalami stress. Frekwensi
perubahan-perubahan dari suatu kejadian yang pada akhirnya mempengaruhi
seseorang hingga merasakan stress.
4. Jumlah
Mengandung pengertian stressor yang harus dihadapi dalam satu waktu.
Banyaknya perubahan-perubahan dan kejadian yang dialami seseorang dalam
suatu periode waktu tertentu lebih sering menyebabkan perkembangannya
stress yang pada akhirnya dapat menyebabkan kesakitan.
5. Pengalaman
Bagaimana seseorang memberikan respon terhadap stressor juga dipengaruhi
oleh pengalaman. Pengalaman ini bisa di dapat dari diri sendiri maupun dari
pengalaman orang lain. Pengalaman yang menyenangkan atau tidak
menyenangkan yang ditemui dalam kehidupan akan memberikan pelajaran dan
kekuatan untuk menghadapi stressor dan menghadapi stress.
39
6. Tingkat Perkembangan
Di dalam setiap perkembangan akan terjadi perubahan-perubahan pada setiap
individu. Tingkat perkembangan ini juga berpengaruh terhadap bagaimana
seseorang maupun stressor. Karena perkembangan cukup menentukan
kematangan seseorang dalam menghadapi kematangan.
E. Konsep Adaptasi
1. Pengertian Adaptasi
Adaptasi adalah proses dimana dimensi fisiologis dan psikososial berubah dalam
berespon terhadap stress. Karena banyak stressor tidak dapat dihindari, promosi
kesehatan sering difokuskan pada adaptasi individu, keluarga atau komunitas
terhadap stress.
Ada banyak bentuk adaptasi. Adaptasi fisiologis memungkinkan homeostasis
fisiologis. Namun demikian mungkin terjadi proses yang serupa dalam dimensi
psikososial dan dimensi lainnya.
Suatu proses adaptif terjadi ketika stimulus dari lingkungan internal dan eksternal
menyebabkan penyimpangan keseimbangan organisme. Dengan demikian
adaptasi adalah suatu upaya untuk mempertahankan fungsi yang optimal.
Adaptasi melibatkan refleks, mekanisme otomatis untuk perlindungan,
mekanisme koping dan idealnya dapat mengarah pada penyesuaian atau
penguasaan situasi (Selye, 1976, ; Monsen, Floyd dan Brookman, 1992). Stresor
yang menstimulasi adaptasi mungkin berjangka pendek, seperti demam atau
berjangka panjang seperti paralysis dari anggota gerak tubuh. Agar dapat
berfungsi optimal, seseorang harus mampu berespons terhadap stressor dan
beradaptasi terhadap tuntutan atau perubahan yang dibutuhkan. Adaptasi
membutuhkan respons aktif dari seluruh individu.
2. Dimensi Adaptasi
Stres dapat mempengaruhi dimensi fisik, perkembangan, emosional, intelektual,
sosial dan spiritual. Sumber adaptif terdapat dalam setiap dimensi ini. Oleh
40
karenanya, ketika mengkaji adaptasi klienterhadap stress, perawat harus
mempertimbangkan individu secara menyeluruh.
a. Adaptasi Fisiologis
Indikator fisiologis dari stress adalah objektif, lebih mudah diidentifikasi dan
secara umum dapat diamati atau diukur. Namun demikian, indicator ini tidak
selalu teramati sepanjang waktu pada semua klien yang mengalami stress, dan
indicator tersebut bervariasi menurut individunya. Tanda vital biasanya
meningkat dan klien mungkin tampak gelisah dan tidak mampu untuk
beristirahat aberkonsentrasi. Indikator ini dapat timbul sepanjang tahap stress.
Durasi dan intensitas dari gejala secara langsung berkaitan dengan durasi dan
intensitas stressor yang diterima. Indikator fisiologis timbul dari berbagai
sistem. Oleh karenanya pengkajian tentang stress mencakup pengumpulan data
dari semua sistem.
Hubungan antara stress psikologik dan penyakit sering disebut interaksi pikiran
tubuh. Riset telah menunjukkan bahwa stress dapat mempengaruhi penyakit
dan pola penyakit. Pada masa lampau,penyakit infeksi adalah penyebab
kematian paling utama, tetapi sejak ditemukan antibiotic, kondisi kehidupan
yang meningkat, pengetahuan tentang nutrisi yang meningkat, dan metode
sanitasi yang lebih baik telah menurunkan angka kematian. Sekarang penyebab
utama kematian adalah penyakit yang mencakup stressor gaya hidup.
Indikator fisiologis stress

Kenaikan tekanan? darah

Peningkatan ketegangan di leher, bahu, punggung.?

Peningkatan? denyut nadi dan frekwensi pernapasan

Telapak tangan berkeringat?

Tangan? dan kaki dingin

Postur tubuh yang tidak tegap?

Keletihan?

Sakit? kepala

Gangguan lambung?
41

Suara yang bernada tinggi?

Mual,muntah dan? diare.

Perubahan nafsu makan?

Perubahan berat badan?

Perubahan? frekwensi berkemih

Dilatasi pupil?

Gelisah, kesulitan untuk tidur atau? sering terbangun saat tidur

Temuan hasil laboratorium abnormal :? Peningkatan kadar hormon
adrenokortikotropik, kortisol dan katekolamin dan hiperglikemia.
b. Adaptasi Psikologis
Emosi kadang dikaji secara langsung atau tidak langsung dengan mengamati
perilaku klien. Stress mempengaruhi kesejahteraan emosional dalam berbagai
cara. Karena kepribadian individual mencakup hubungan yang kompleks di
antara banyak faktor, maka reaksi terhadap stress yang berkepanjangan
ditetapkan dengan memeriksa gaya hidup dan stresor klien yang terakhir,
pengalaman terdahulu dengan stressor, mekanisme koping yang berhasil di
masa lalu, fungsi peran, konsep diri dan ketabahan yang merupakan kombinasi
dari tiga karakteristik kepribadian yang di duga menjadi media terhadap stress.
Ketiga karakteristik ini adalah rasa kontrol terhadap peristiwa kehidupan,
komitmen terhadap aktivitas yang berhasil, dan antisipasi dari tantangan
sebagai suatu kesempatan untuk pertumbuhan (Wiebe dan Williams, 1992 ;
Tarstasky, 1993).
Indikator emosional / psikologi dan perilaku stress :

Ansietas

Depresi

Kepenatan

Peningkatan penggunaan bahan kimia

Perubahan dalam kebiasaan makan, tidur, dan pola aktivitas.
42

Kelelahan mental

Perasaan tidak adekuat

Kehilangan harga diri

Peningkatan kepekaan

Kehilangan motivasi.

Ledakan emosional dan menangis.

Penurunan produktivitas dan kualitas kinerja pekerjaan.

Kecendrungan untuk membuat kesalahan (mis. buruknya penilaian).

Mudah lupa dan pikiran buntu

Kehilangan perhatian terhadap hal-hal yang rinci.

Preokupasi (mis. mimpi siang hari )

Ketidakmampuan berkonsentrasi pada tugas.

Peningkatan ketidakhadiran dan penyakit

Letargi

Kehilangan minat

Rentan terhadap kecelakaan.
c. Adaptasi Perkembangan
Stres yang berkepanjangan dapat mempengaruhi kemampuan untuk
menyelesaikan tugas perkembangan. Pada setiap tahap perkembangan,
seseorang biasanya menghadapi tugas perkembangan dan menunjukkan
karakteristik perilaku dari tahap perkembangan tersebut. Stress yang
berkepanjangan dapat mengganggu atau menghambat kelancaran
menyelesaikan tahap perkembangan tersebut. Dalam bentuk yang ekstrem,
stress yang berkepanjangan dapat mengarah pada krisis pendewasaan.
Bayi atau anak kecil umumnya menghadapi stressor di rumah . Jika diasuh
dalam lingkungan yang responsive dan empati, mereka mampu
mengembangkan harga diri yang sehat dan pada akhirnya belajar respons
koping adaptif yang sehat (Haber et al, 1992).
43
Anak-anak usia sekolah biasanya mengembangkan rasa kecukupan. Mereka
mulai mnyedari bahwa akumulasi pengetahuan dan penguasaan keterampilan
dapat membantu mereka mencapai tujuan , dan harga diri berkembang melalui
hubungan berteman dan saling berbagi di antara teman. Pada tahap ini, stress
ditunjukkan oleh ketidakmampuann atau ketidakinginan untuk
mengembangkan hubungan berteman.
Remaja biasanya mengembangkan rasa identitas yang kuat tetapi pada waktu
yang bersamaan perlu diterima oleh teman sebaya. Remaja dengan sistem
pendukung sosial yang kuat menunjukkan suatu peningkatan kemampuan
untuk menyesuaikan diri terhadap stressor, tetapi remaja tanpa sistem
pendukung sosial sering menunjukkan peningkatan masalah psikososial
(Dubos, 1992).
Dewasa muda berada dalam transisi dari pengalaman masa remaja ke tanggung
jawab orang dewasa. Konflik dapat berkembang antara tanggung jawab
pekerjaan dan keluarga. Stresor mencakup konflik antara harapan dan realitas.
Usia setengah baya biasanya terlibat dalam membangun keluarga, menciptakan
karier yang stabil dan kemungkinan merawat orang tua mereka. Mereka
biasanya dapat mengontrol keinginan dan pada beberapa kasus menggantikan
kebutuhan pasangan, anak-anak, atau orang tua dari kebutuhan mereka. Namun
demikian dapat timbul stress, jika mereka merasa terlalu banyak tanggung
jawab yang membebani mereka.
Usia lansia biasanya menghadapi adaptasi terhadap perubahan dalam keluarga
dan kemungkinan terhadap kematian dari pasangan atau teman hidup. Usia
dewasa tua juga harus menyesuaikan terhadap perubahan penampilan fisik dan
fungsi fisiologis. Perubahan besar dalam kehidupan seperti memasuki masa
pension juga menegangkan.
d. Adaptasi Sosial Budaya
Mengkaji stressor dan sumber koping dalam dimensi sosial mencakup
penggalian bersama klien tentang besarnya, tipe, dan kualitas dari interaksi
sosial yang ada. Stresor pada keluarga dapat menimbulkan efek disfungsi yang
mempengaruhi klien atau keluarga secara keseluruhan (Reis & Heppner, 1993).
Perawat juga harus waspada tentang perbedaan cultural dalam respon stress
44
atau mekanisme koping. Misalnya klien dari suku Afrika-Amerika mungkin
lebih menyukai mendapatkan dukungan sosial dari anggota keluarga
ketimbang dari bantuan professional (Murata, 1994).
e. Adaptasi Spiritual
Orang menggunakan sumber spiritual untuk mengadaptasi stress dalam banyak
cara, tetapi stress dapat juga bermanifestasi dalam dimensi spiritual. Stress
yang berat dapat mengakibatkan kemarahan pada Tuhan, atau individu
mungkin memandang stressor sebagai hukuman. Stresor seperti penyakit akut
atau kematian dari orang yang disayangi dapat mengganggu makna hidup
seseorang dan dapat menyebabkan depresi. Ketika perawatan pada klien yang
mengalami gangguan spiritual, perawat tidak boleh menilai kesesuaian
perasaan atau praktik keagamaan klien tetapi harus memeriksa bagaimana
keyakinan dan nilai telah berubah.
F. Respon Patofisiologi Terhadap Stress
1. Komponen Fisiologi
Riset klasik yang telah dilakukan oleh Selye (1946, 1976) telah mengidentifikasi
dua respons fisiologis terhadap stress; sindrom adaptasi lokal (LAS) dan sindrom
adaptasi umum (GAS). LAS adalah respon dari jaringan, organ atau bagian tubuh
terhadap stress karena trauma, penyakit atau perubahan fisiologis lainnya. GAS
adalah respons pertahanan dari keseluruhan tubuh terhadap stress.
a. LAS (Lokal Adaptation Syndrome)
Tubuh menghasilkan banyak respons setempat terhadap stress. Respons setempat
ini termasuk pembekuan darah, penyembuhan luka, akomodasi mata terhadap
cahaya dan respon tekanan. Semua bentuk LAS mempunyai karakteristik berikut :

Respon yang terjadi adalah setempat, respon ini tidak melibatkan seluruh
sistem tubuh

Respon adalah adaptif, berarti bahwa stressor diperlukan untuk
menstimulasinya.

Respon adalah berjangka pendek. Respon tidak terdapat terus menerus.
45

Respon adalah restorative, berarti bahwa LAS membantu dalam
memulihkan homeostasis region atau bagian tubuh.
Dua respon setempat , yaitu respons refleks nyeri dan respons inflamasi adalah
contoh dari LAS. Perawat menghadapi respons ini dibanyak lingkungan
perawatan kesehatan.
Respon refleks nyeri
Respon refleks nyeri adalah respon setempat dari sistem saraf pusat terhadap
nyeri. Respon ini adalah respons adaptif dan melindungi jaringan dari
kerusakan lebih lanjut. Respons ini melibatkan reseptor sensoris, saraf sensoris
yang menjalar ke medulla spinalis, neuron penghubung dalam medulla spinalis,
saraf motorik yang menjalar dari medulla spinalis dan otot efektif. Misalnya ,
sebut saja di bawah sadar, yaitu refleks menghindarkan tangan dari permukaan
panas. Contoh lainnya adalah kram otot.
Respons inflamasi
Respons inflamasi distimuli oleh trauma atau infeksi. Respons ini memusatkan
inflamasi , sehingga dengan demikian menghambat penyebaran inflamasi dan
meningkatkan penyembuhan. Respons inflamasi dapat mengakibatkan nyeri
setempat, pembengkakan, panas, kemerahan dan perubahan fungsi.Respons
inflamasi terbagi dalam tiga fase yaitu perubahan dalam sel-sel dan sistem
sirkulasi, pelepasan eksudat dari luka dan perbaikan jaringan oleh regenerasi
atau pembentukan jaringan parut.
b. GAS (General Adaptation Syndrome)
GAS adalah respon fisiologis dari seluruh tubuh terhadap stress. Respon ini
melibatkan beberapa sistem tubuh, terutama sistem saraf otonom dan sistem
endokrin. Beberapa buku menyebutkan GAS sebagai respon neuro-endokrin.
GAS terdiri atas reaksi peringatan , tahap resisten dan tahap kehabisan tenaga.
GAS diuraikan dalam tiga tahapan berikut :
46
Alarm reaction (AR, reaksi cemas).
Selama tahap ini tubuh menyadari penyebab ketegangan dan secara sadar atau
tidak sadar dipicu untuk bertindak. Kekuatan pertahanan tubuh dikerahkan dan
tingkat yang normal dari perlawanan tubuh menurun. Kalau penyebab
ketegangan itu cukup keras, tahap ini dapat mengakibatkan kematian.
Contohnya adalah luka bakar yang hebat.
Reaksi alarm melibatkan pengerahan mekanisme pertahanan dari tubuh dan
pikiran untuk menghadapi stressor. Kadar hormon meningkat untuk
meningkatkan volume darah dan dengan demikian menyiapkan individu untuk
bereaksi. Hormon lainnya dilepaskan untuk meningkatkan kadar glukosa darah
untuk menyiapkan energi untuk keperluan adaptasi. Meningkatkan kadar
hormon lain seperti efinefrin dan norefinefrin mengakibatkan peningkatan
frekwensi jantung, meningkatkan aliran darah ke otot, meningkatkan ambilan
oksigen dan memperbesar kewaspadaan mental.
Aktivitas hormonal yang luasini menyiapkan individu untuk melakukan respon
melawan atau menghindar. Curah jantung, ambilan oksigen dan frekwensi
pernapsan meningkat, pupil mata berdilatasi untuk menghasilkan bidang visual
yang lebih besar, dan frekwensi jantung meningkat untuk menghasilkan energi
lebih banyak. Dengan peningkatan kewaspadaan dan energi mental ini,
seseorang disipkan untuk melawan atau menghindari stressor.
State of Resistance (SR, Perlawanan)
Tahap ini ditandai oleh penyesuaian dengan penyebab ketegangan. Tubuh
melawan reaksi cemas, karena dalam keadaan ini tidak ada orang yang terus
menerus dapat bertahan. Tingkat perlawanan tubuh naik di atas normal untuk
melawan penyebab ketegangan dengan harapan adanya penyesuaian.
Disamping itu perlawanan tubuh terhadap rangsangan selanjutnya meningkat.
Jika stress dapat diatasi, tubuh akan memperbaiki kerusakan yang telah terjadi.
namun demikian, jika stressor tetap terus menetap, seperti pada kehilangan
darah terus menerus, penyakit yang melumpuhkan, penyakit mental parah
jangka panjang, dan ketidakberhasilan dalam beradaptasi, maka individu
memasuki tahap ketiga dari GAS yaitu tahap kehabisan tenaga.
47
State of Exhausting (SE, tahap keadaan sangat lelah/ kehabisan tenaga)
Kalau tubuh terus menerus dibiarkan menerima penyebab ketegangan, suatu
waktu akan mencapai tahap lelah. Gejala-gejala reaksia cemas ini timbul
kembali, tetapi kalau penyebab ketegangan tidak disingkirkan, tanda-tanda itu
tidak dapat dirubah lagi. Maut akan menyusul, kecuali tubuh memperoleh
tehnik untuk menyesuaikan diri atau menemukan jalan baru untuk menguasai
situasi yang pebuh ketegangan.
2. Komponen Psikologi
Pemajanan terhadap stressor mengakibatkan respoons adaptif psikologis dan
fisiologis. Ketika seseorang terpajan pada stressor, maka kemampuan mereka
untuk memenuhi kebutuhan darah terganggu. Gangguan atau ancaman ini, baik
yang aktual atau yang dicerap,menimbulkan frustasi, ansietas, dan ketegangan
(Kline-Leidy, 1990). Perilaku adaptif psikologis individu membantu kemampuan
seseorang untuk menghadapi stressor. Perilaku ini diarahkan pada
penatalaksanaanstress dan didapatkan melalui pembelajaran dan pengalaman
sejalan dengan individu mengidentifikasi perilaku yang dapat diterima dan
ebrhasil.
Perilaku adaptif psikologis dapat konstruktif atau destruktif. Perilaku konstruktif
membantu individu menerima tantangan untuk menyelesaikan konflik. Bahkan
ansietas dapat konstruktif ; misalnya , ansietas dapat menjadi tanda bahwa
terdapat ancaman sehingga seseorang dapat melakukan tindakan untuk
mengurangi keparahannya.
Perilaku destruktif mempengaruhi orientasi realitas, kemampuan pemecahan
masalah, keperibadian, dan situasi yang sangat berat, kemampuan untuk
berfungsi. Ansietas dapat juga bersifat destruktif (mis. jika seseorang tidak
mampu beritindak melepaskan diri dari stressor). Sama halnya, penyalahgunaan
alkohol atau obat-obatan dapat dipandang sebagai perilaku adapatif ; dalam
kenyataannya hal ini malah meningkatkan stress dan bukan menurunkan stress.
Perilaku adapatif psikologis juga disebut sebagai mekanisme koping. Mekanisme
ini dapat berorientasi pada tugas, yang mencakup penggunaan tehnik pemecahan
48
masalah secara langsung untuk menghadapi ancaman, atau dapat juga mekanisme
pertahanan ego, yang tujuannya adalah untuk mengatur distress emosional dan
dengan demikian memberikan perlindungan individu terhadap ansietas dan stress.
Mekanisme pertahanan ego adalah metode koping terhadap stress secara tidak
langsung.
a. Task Oriented Behavior
Perilaku berorientasi tugas mencakup penggunaan kemampuan kognitif untuk
mengurangi stress, memecahkan masalah, menyelesaikan konflik dan
memenuhi kebutuhan (Stuart & Sundeen, 1991). Perilaku berorientasi tugas
memberdayakan seseorang untuk secara realistic menghadapi tuntutan stressor
. Tiga tipe umum perilaku berorientasi pada tugas adalah :

Perilaku menyerang adalah tindakan untuk menyingkirkan atau mengatasi
suatu stressor atau untuk memuarkan kebutuhan.

Perilaku menarik diri adalah menarik diri secara fisik atau emosional dari
stressor.

Perilaku kompromi adalah mengubah metode yang biasa digunakan,
mengganti tujuan, atau menghilangkan kepuasan terhadap kebutuhan untuk
memenuhi kebutuhan lain atau untuk menghindari stress.
b. Ego Dependen Mecanism
Mekanisme pertahanan ego yang pertama kali diuraikan oleh Sigmund Freud
adalah perilaku tidak sadar yang memberikan perlindungan psikologis
terhadap peristiwa yang menegangkan. Mekanisme ini digunakan oleh setiap
orang dan membantu melindungi terhadap perasaan tidak berdaya dan
ansietas. Kadang mekanisme pertahanan diri dapat menyimpang dan tidak lagi
mampu untuk membantu seseorang dalam mengadaptasi stressor. Ada banyak
mekanisme pertahanan ego. Mekanisme ini sering kali diaktifkan oleh stressor
49
jangka pendek dan biasanya tidak mengakibatkan gangguan psikiatrik.

Kompensasi adalah penutupan suatu defisiensi dalam satu aspek citra diri
dengan secara takut menekankan suatu gambaran yang dianggap sebagai suatu
aspek

Konversi adalah secara tidak sadar menekan suatu konflik emosional yang
menghasilkan ansietas dan memindahkannya menjadi gejala non organic.

Menyangkal adalah penghindaran konflik emosional dengan menolak
untuk secara sadar mengakui segala sesuatu yang mungkin menyebabkan nyeri
emosional yang tidak dapat ditoleransi.

Pemindahan tempat adalah memindahkan emosi, ide, atau keinginan dari
situasi menegangkan kepada penggantinya yang lebih sedikit mengakibatkan
ansietas.

Identifikasi adalah pemolaan perilaku yang dilakukan oleh orang lain dan
menerima kualitas, karakteristik dan tindakan orang tersebut.

Regresi adalah koping terhadap stressor melalui tindakan dan perilaku
yang berkaitan dengan periode perkembangan sebelumnya.

Rasionalisasi adalah penjelasan-penjelasan yang masuk akal diberikan
untuk meyakinkan atau memotivasi perilaku yang bersumber pada alam tak
sadar.

Sublimasi adalah kekuatan yang cenderung dipindahkan dan diarahkan
menjadi tujuan yang dapat diterima masyarakat.

Identifikasi adalah tanggapan seseorang terhadap kualitas atau sifat-sifat
keperibadian orang lain

Supresi adalah pikiran-pikiran atau keinginan dihambat secara sadar.

Represi adalah ide-ide yang menyakitkan ditekan kea lam tak sadar.

Introjeksi adalah seseorang menerima sikap-sikap emosi, keinginan ide
atau kepribadian orang lain ke dalam dirinya, aspirasi dan pengendalian diri
orang lain diambil alih menjadi kepribadiannya.

Reaksi formasi adalah seseorang mengadopsi sikap dan perilaku yang
berlawanan dengan gerak hatinya.
50

Proyeksi adalah hal-hal yang tidak bisa diterima secara emosional karena
penolakan terhadap dirinya dan kemudian dipindahkan kepada orang lain.

Fantasi / imajinasi adalah memakai imajinasi untuk menciptakan gambar
yang hanya ada dalam ingatan.
G. Manajemen Stress
Manajemen stress kemungkinan melihat promosi kesehatan sebagai aktivitas atau
intervasi atau mengubah pertukaran rrespon terhadap penyakit. Fokusnya
tergantung pada tujuan dari intervensi keperawatan berdasarkan keperluan pasien.
Perawat bertanggung jawab pada implemenetasi pemikiran yang dikeluarkan pada
beberapa daerah perawatan.
1. Manajemen Stress Untuk Klien
a. Reguler Exercise
Program olahraga teratur meningkatkan tonus otot dan postur otot, mengontrol
berat badan, mengurangi ketegangan dan meningkatkan relaksasi. Selain itu ,
olahraga juga mengurangi risiko penyakit kardiovaskular dan meningkatkan
fungsi kardiovaskular. Klien yang mempunyai riwayat penyakit kronis, yang
berisiko untuk mengalami suatu penyakit , atau yang berusia lebih dari 35
tahun harus mulai melakukan program latihan fisik hanya setelah
mendiskusikannya dengan dokter. Secara umum agar program kebugaran
aliran darah ke otot memberi efek fisik yang positif, seseorang harus
melakukan olahraga setidakanya tiga kali dalam satu minggu selama 30
sampai 40 menit.
Setiap orang harus melakukan latihan pernapasan sebelum melakukan latihan
berat seperti jogging, gerakan aerobic atau tennis. Latihan pernapasan
menstimulasi aliran darah ke otot dan meningkatkan kelenturan. Latihan ini
mengurangi risiko kerusakan pada sistem musculoskeletal selama latihan.
Sama halnya seseorang harus melakukan latihan pendinginan dan tidak
berhenti secara mendadak. misalnya , setelah jogging atau gerakan aerobic,
orang tersebut harus bergerak dengan gerakan sedang, secara bertahap
51
diperlambat dan berhenti. Latihan pendinginan memungkinkan sistem
kardiovaskuler, musculoskeletal, dan sistem metabolic secara bertahap
kembali pada keadaan istirahat.
Program latihan efektif dalam menurunkan keparahan kondisi akibat stress
seperti hipertensi, kegemukan, sakit kepala migren, keletihan mental, peka
rangsang dan sepresi. Latihan meningaktakan pelepasan opioid endogen yang
menciptakan perasaan sejahtera (McCubbin & McCubbin, 1993).
b. Diet dan Nurtrisi
Nutrisi dan latihan berhubungan erat. Makanan memberi bahan bakar untuk
aktivitas dan meningkatkan latihan, yang meningkatkan sirkulasi dan
pemberian nutrient ke jaringan tubuh.
Setiap orang didorong untuk mempertahankan berat badan sesuai dengan
rentang standart usia, jenis kelamin, dan bentuk tubuh. Selain untuk
menghindari kelebihan makan atau kekurangan makan, seseorang harus
mewaspadai kualitas makanan. Terlalu banyak lemak, kafein, garam atau gula
dapat mengganggu fungsi metabolic tubuh, defisiensi vitamin, mineral, dan
nutrient juga dapat menyebabkan masalah metabolisme. Kebiasaan diet yang
buruk dapat memperburuk respond stress dan membuat individu mudah
tersinggung, hiperaktif dan gelisah. Hal ini merusak kemampuan untuk
memenuhi tanggung jawab personal, keluarga, dan peran.
c. Suport Sistem
Peribahasa “ no man is an island” terutama penting untuk penatalaksanaan
stress. Sistem pendukung seperti keluarga , teman atau rekan kerja yang akan
mendengarkan dan memberikan nasihat dan dukungan emosional akan sangat
bermamfaat bagi seseorang yang mengalami stress. Sistem pendukung dapat
mengurangi reaksi stress dan meningkatkan kesejahteraan fisik dan mental
(Revenson dan Majerovitz, 1991). Riset keperawatan telah
mendokumentasikan adanya korelasi dukungan sosial positif dengan
pengurangan gejala penyakit kronis (White, Richter, & Fry, 1992).
Ubrich dan Bradsher (1993) menunjukkan bahwa dukungan dapat
52
meringankan efek stressor atau distress emosional baik pada lansia wanita
kulit putih maupun suku Afrika-Amerika terutama jika dukungan dipandang
sebagai orang yang sangat dipercaya. Perawat dapat menggunakan berbagai
metode untuk membantu klien membangun sistem pendukung, melibatkan diri
dalam aktivitas kelompok tempat ibadah dan memberi dorongan untuk
melakukan aktivitas rekreasi. Perawat dapat menggunakan komunikasi
terapeutik untuk mengajarkan klien tentang keterampilan sosialisasi jika klien
tidak mengetahui bagaimana cara berinteraksi dengan tepat. Semua metode ini
membantu klien membangun sistem pendukung yang kuat. Jika stress
merupakan akibat dari isolasi sosial, maka strategi keperawatan ditujukan
untuk membantu klien mengembangkan jaringan sosial baru.
d. Time Management
Seseorang yang menggunakan waktu secara efisien biasanya mengalami lebih
sedikit stress karena mereka merasa lebih terkontrol dalam hidupnya. Perawat
yang bertindak dalam domain pengajaran-pelatihan dapat membantu klien
memprioritaskan tugas jika mereka merasa kewalahan atau imobilisasi.
Penstrukturan waktu yang realistic diperlukan jika klien tidak menyisikan
waktu yang cukup untuk setiap aktivitas. Fungsi peran klien harus dianalisis
secara berkaitan untuk menentukan apakah modifikasi dapat dibuat sehingga
dapat mengurangi tuntutan waktu (Peddicord,1991).
Mengendalikan tuntutan dari orang lain penting untuk penatalaksanaan waktu
yang efektif. Sedikit orang yang mampu mengikuti semua permintaan yang
diajukan oleh orang lain. penting artinya untuk belajar mengenali
permintamaan mana yang dapat dipenuhi secara realistic, kebutuhan mana
yang akan dinegosiasi, dan kebutuhan mana yang dapat ditolak secara asertif.
Menghambat periode waktu untuk menunjukkan tujuan spesifik juga
mengurangi rasa keterburuan dan meningkatkan perasaan kontrol.
e. Humor
Humor adalah terapi yang terkenal dalam literatur umum oleh Norman
Cousins (1979). Kemampuan untuk menerima hal-hal lucu dan tertawa
53
melenyapkan stress (Robinson, 1990; Dahl dan O’Neal, 1993).
Hipotesisfisiologis menyatakan bahwa tertawa melepaskan endorphin ke
dalam sirkulasi dan perasaan stress di lenyapkan.
f. Istirahat
Pola istirahat dan tidur yang tetap, dan kebaisaan juga penting untuk
menangani stress. Seseorang yang mengalami stress harus di dorong
meluangkan waktunya untuk istirahat dan tidur. Tidur tidak hanya
menyegarkan tubuh, Tetapi juga membantu seseorang menjadi rileks secara
mental. Klien mungkin membutuhkan bantuan specific dalam mempelajari
tehnik relaks sehingga dapat tertidur.
g. Teknik Relaksasi
Relaksasi progresif dengan dan tanpa ketegangan otot dan tehnik manipulasi
pikiran mengurangi komponen fisiologis dan emodional stress. Tehnik
relaksasi adalah perilaku yang dipelajari dan membutuhkan waktu pelatihan
dan praktek. Setelah klien menjadi terampil dalam tehnik ini , ketegangan
dikurangi dan parameter fisiologis berubah.
Ada 4 komponen utama dari tehnik relaksasi yaitu :

Lingkungan yang tenang, menghindarkan sebanyak mungkin kebisingan
dan gangguan - gangguan

Posisi yang nyaman, duduk tanpa ketegangan otot.

Sikap yang dapat diubah, mengosongkan semua pikiran-pikiran dari alam
sadar.

Keadaan mental (yang baik, memusatkan perhatian pada suara, kata-kata,
ungkapan, imaginasi, objek atau pola napas untuk merubah pikiran-pikiran
secara internal menjadi pikiran yang lebih dapat diterima).
Faktor yang penting adalah bagaimana seseorang mengosongkan pikirannya
dari semua pikiran-pikiran dan memusatkan perhatian pada mental device.
Wajarlah bila pikiran-pikiran itu makin menerawang. Bila terjadi demikian,
orang tersebut akan dengan segera langsung kembali kepada mental device.
54
Setiap periode relaksasi ini harus membutuhkan waktu kurang lebih 20 menit.
Ada Beberapa pendekatan yang dapat dilaksanakan melalui instruksi perawat
kepadda klien , tanpa menggunakan peralatan khusus dan juga tanpa perintah
dokter yaitu relaksasi profresif dan relaksasi respon Benson. Relaksasi
progresif terdiri atas peregangan dan relaksasi sekelompok otot dan
memfokuskannya perasaan relakasasi. Aplikasi yang sistematis dari relaksasi
progresif ini mempunyai tiga efek utama, sebagai berikut :

Kelompok otot yang telah mengalami relaksasi maka akan lebih rileks
lagi.

Tiap-tiap kelompok otot utama rileks secara bergantian. Kalau otot yang
baru ditambah, maka kelompok otot yang lama juga akan mengalami relaksasi.
Lebih

banyak jumlah relaksasi yang dialmi seseorang, maka orang itu akan
bergerak menuju fase relaksasi.
Keadaan rileks meningkat setelah periode relaksasi. Respon relaksasi Benson
menghilangkan ketegangan otot. Khususnya membantu secara penuh relaksasi
otot pada pasien yang mengalami nyeri atau ketidaknyamanan.
Respon relaksasi Benson’s

Yakinkan posisi duduk senyaman mungkin dalam lingkungan yang tenang

Tutup mata

Relaksasi otot-otot tubuh (katakana Ayo.....)

Memusatkan perhatian pada pernapasan, ulangi lagi kata-kata atau suara /
bunyi seperti “one” atau “um-um” setiap kali ekspirasi.

Lakukan selama 20 menit

Buka mata

Berikan waktu pada pasien untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan
sebelum psien bergerak atau berpindah.
55
Relaksasi Progresif
1.
Yakinkan posisi yang nyaman dalam ruangan yang tenang
2.
Mulai dengan memusatkan perhatian pada pernapasan yang lambat
3.
Regangkan kelompok otot-otot yang diinginkan (lihat langkah 5)
selama 5-7 detik, kemudian relakasasi secara cepat.
4.
Pusatkan perhatian secara 10 detik pada sensasi-sensasi pada otot
yang berelaksasi
5.
Ikuti petunjuk ini, ulangi untuk setiap kelompok otot, regangkan 2
atau 3 kali.

Tangan dan lengan : mengepalkan tangan, menarik siku dengan
kuat, kerutkan hidung, purse lip, senyum dengan gigi terekat kuat.

Wajah : mengerutkan dahi, tutup mata dengan rapat, mengerutkan
hidung, purse lip, senyum dengan gigi terekat kuat.

Leher : Dekatkan dagu dengan dada.

Dada : tarik kedua bahu secara bersama-sama, keraskan perut dan
bokong.

Kaki dan tungkai : dorong ke bawah dengan kaki, jari-jari
menjauhi (dorsofleksi) utamakan kaki yang terdahulu.
6.
Ulangi proses pada setiap area yang mengalami ketegangan.
h. Spiritualitas
Aktivitas spiritual dapat juga mempunyai efek yang positif dalam
menurunkan stress (Dahl dan O’ Neal , 1993). Praktik seperti berdoa,
meditasi atau membaca bahan bacaan keagamaan dapat menjadi sumber yang
bermamfaat bagi klien. Pada penelitian (Young, 1993) praktik spiritual klien
lansia dapat meningkatkan perasaan produktivitas dan kemampuan
beradaptasi yang membantu dalam menghadapi individu sakit kronis
2. Manajemen Stres Untuk Perawat
Sebagian besar perawat mengalami stress dalam lingkungan pekerjaan merka.
Stresor dapat terdiri atas kelebihan beban kerja, kebijakan institusi tempat bekerja,
56
konflik dengan rekan kerja atau karakteristik klien (Foxall, Zimmermen, dan
Bene, 1990; Skipper, Jung dan Coffey, 1990). Reaksi terhadap stressor yang
berkaitan dengan pekerjaan bergantung pada kepribadian perawat, status
kesehatan, pengalaman sebelumnya dengan stress dan mekanisme koping.
Stress Pekerjaan
Seringkali mengakibatkan kondisi yang disebut kepenatan, yang ditandai oleh
penuruanan perhatian pada orang dengan siapa kita bekerja. Selama merasa penat
klien merasakan kelelahan fisik dan emosional (Melamed, Kushnir dan Shirom,
1992). Pekerjaan atau profesi tidak lagi memberi dampak positif dan klien
mungkin mengalami marah dan apatis.
Perawat dan risiko terhadap stress kepenatan akibat pekerjaan dan dapat
memamfaatkan tehnik penatalaksanaan stress yang sama seperti yang mereka
ajarkan pada klien. Dalam organisasi dan domain kompetensi peran pekerja,
perawat harus mengidentifikasi stressor tertentu di tempat kerja dan berupaya
untuk menghilangkan stressor tersebut. Juga membantu untuk mendapat
dukungan sosial dari perawat lainnya dengan harapan mempertahankan sikap
merawat yang ditujukan pada klien.
2.3 ASUHAN KEPERAWATAN PSIKOSOSIAL DAN KECEMASAN
PADA JIWA
A.
PENGERTIAN
Kecemasan atau ansietas merupakan reaksi emosional terhadap
penilaian individu yang subyektif dipengaruhi oleh alam bawah sadar dan
tidak diketahui secara khusus penyebabnya.
Ansietas merupakan istilah yang sangat akrab dengan kehidupan seharihari yang menggambarkan keadaan khawatir, gelisah yang tak menentu,
tidak tenteram, kadang disertai berbagai keluhan fisik.
Ansietas sangat berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak
berdaya. Keadaan emosi ini tidak memiliki objek yang spesifik. Kondisi
57
dialami secara subyektif dan dikomunikasikan dalam hubungan
interpersonal. Ansietas berbeda dengan rasa takut, yang merupakan
penilaian intelektual terhadap sesuatu terhadap sesuatu yang berbahaya.
Kapasitas untuk menjadi cemas diperlukan untuk bertahan hidup, tetapi
tingkat ansietas yang parah tidak sejalan dengan kehidupan.
B.
ETIOLOGI
Penyebab gangguan ini kurang jelas. Gejala muncul biasanya
disebabkan interaksi dari aspek-aspek biopsikososial termasuk genetik
dengan beberapa situasi, stres atau trauma yang merupakan stressor
muneulnya gejala ini. Di sistem saraf pusat beberapa mediator utama dari
gejala ini adalah. norepinephrine dan serotonin. Sebenarnya anxietas
diperantarai oleh suatu system kompleks yang melibatkan system limbic,
thalamus, korteks frontal secara anatomis dan norepinefrin, serotonin dan
GABA pada sistem neurokimia, yang mana hingga saat ini belum
diketahui jelas bagaimana kerja bagian-bagian tersebut menimbulkan
anxietas. Begitu pula pada depresi walapun penyebabnya tidak dapat
dipastikan namun biasanya ditemukan defisensi relatif salah satu atau
beberapa aminergic neurotransmitter (noeadranaline, serotonin, dopamine)
pada sinaps neuron di susunan saraf pusat khususnya sistem limbic
C.
TANDA DAN GEJALA KECEMASAN
Keluhan-keluhan yang sering dikemukan oleh orang yang mengalami
ansietas (Hawari, 2008), antara lain sebagai berikut :
1.
Cemas, khawatir, firasat buruk, takut akan pikirannya sendiri, mudah
tersinggung.
2.
Merasa tegang, tidak tenang, gelisah, mudah terkejut.
3.
Takut sendirian, takut pada keramaian dan banyak orang.
4.
Gangguan pola tidur, mimpi-mimpi yang menegangkan.
5.
Gangguan konsentrasi dan daya ingat.
6.
Keluhan-keluhan somatik, misalnya rasa sakit pada otot dan tulang,
pendengaran berdenging (tinitus), berdebar-debar, sesak nafas, gangguan
58
pencernaan, gangguan perkemihan, sakit kepala dan sebagainya.
E.
TINGKATAN KECEMASAN
Ansietas memiliki dua aspek yakni aspek yang sehat dan aspek
membahayakan, yang bergantung pada tingkat ansietas, lama ansietas
yang dialami, dan seberapa baik individu melakukan koping terhadap
ansietas.
Menurut Peplau (dalam, Videbeck, 2008) ada empat tingkat kecemasan
yang dialami oleh individu yaitu ringan, sedang, berat dan panik.
1.
Ansietas ringan adalah perasaan bahwa ada sesuatu yang berbeda dan
membutuhkan perhatian khusus. Stimulasi sensori meningkat dan
membantu individu memfokuskan perhatian untuk belajar, menyelesaikan
masalah, berpikir, bertindak, merasakan, dan melindungi diri sendiri.
Menurut Videbeck (2008), respons dari ansietas ringan adalah sebagai
berikut :
a.
Respons fisik
- Ketegangan otot ringan
- Sadar akan lingkungan
- Rileks atau sedikit gelisah
- Penuh perhatian
- Rajin
b.
Respon kognitif
- Lapang persepsi luas
- Terlihat tenang, percaya diri
- Perasaan gagal sedikit
- Waspada dan memperhatikan banyak hal
- Mempertimbangkan informasi
- Tingkat pembelajaran optimal
59
c.
Respons emosional
- Perilaku otomatis
- Sedikit tidak sadar
- Aktivitas menyendiri
- Terstimulasi
- Tenang
2. Ansietas sedang merupakan perasaan yang menggangu bahwa ada
sesuatu yang benar-benar berbeda; individu menjadi gugup atau agitasi.
Menurut Videbeck (2008), respons dari ansietas sedang adalah sebagai
berikut :
a.
Respon fisik :
- Ketegangan otot sedang
- Tanda-tanda vital meningkat
- Pupil dilatasi, mulai berkeringat
- Sering mondar-mandir, memukul tangan
- Suara berubah : bergetar, nada suara tinggi
- Kewaspadaan dan ketegangan menigkat
b.
Respons kognitif
- Lapang persepsi menurun
- Tidak perhatian secara selektif
- Fokus terhadap stimulus meningkat
- Rentang perhatian menurun
- Penyelesaian masalah menurun
- Pembelajaran terjadi dengan memfokuskan
c.
Respons emosional
- Tidak nyaman
- Mudah tersinggung
60
- Kepercayaan diri goyah
- Tidak sabar
- Gembira
3.
Ansietas berat, yakni ada sesuatu yang berbeda dan ada ancaman,
memperlihatkan respons takut dan distress.
Menurut Videbeck (2008), respons dari ansietas berat adalah sebagai
berikut
a.
Respons fisik
- Ketegangan otot berat
- Hiperventilasi
- Kontak mata buruk
- Pengeluaran keringat meningkat
- Bicara cepat, nada suara tinggi
- Tindakan tanpa tujuan dan serampangan
- Rahang menegang, mengertakan gigi
- Mondar-mandir, berteriak
- Meremas tangan, gemetar
b.
Respons kognitif
- Lapang persepsi terbatas
- Proses berpikir terpecah-pecah
- Sulit berpikir
- Penyelesaian masalah buruk
- Tidak mampu mempertimbangkan informasi
- Hanya memerhatikan ancaman
- Preokupasi dengan pikiran sendiri
- Egosentris
61
c.
Respons emosional
- Sangat cemas
- Agitasi
- Takut
- Bingung
- Merasa tidak adekuat
- Menarik diri
- Penyangkalan
- Ingin bebas
4.
Panik, individu kehilangan kendali dan detail perhatian hilang, karena
hilangnya kontrol, maka tidak mampu melakukan apapun meskipun
dengan perintah.
Menurut Videbeck (2008), respons dari panik adalah sebagai berikut :
a.
Respons fisik
- Flight, fight, atau freeze
- Ketegangan otot sangat berat
- Agitasi motorik kasar
- Pupil dilatasi
- Tanda-tanda vital meningkat kemudian menurun
- Tidak dapat tidur
- Hormon stress dan neurotransmiter berkurang
- Wajah menyeringai, mulut ternganga
b.
Respons kognitif
- Persepsi sangat sempit
- Pikiran tidak logis, terganggu
- Kepribadian kacau
62
- Tidak dapat menyelesaikan masalah
- Fokus pada pikiran sendiri
- Tidak rasional
- Sulit memahami stimulus eksternal
- Halusinasi, waham, ilusi mungkin terjadi
c.
Respon emosional
- Merasa terbebani
- Merasa tidak mampu, tidak berdaya
- Lepas kendali
- Mengamuk, putus asa
- Marah, sangat takut
- Mengharapkan hasil yang buruk
- Kaget, takut
- Lelah
F.
FAKTOR PREDISPOSISI
Stressor predisposisi adalah semua ketegangan dalam kehidupan yang
dapat menyebabkan timbulnya kecemasan (Suliswati, 2005). Ketegangan
dalam kehidupan tersebut dapat berupa :
1.
Peristiwa traumatik, yang dapat memicu terjadinya kecemasan berkaitan
dengan krisis yang dialami individu baik krisis perkembangan atau
situasional.
2.
Konflik emosional, yang dialami individu dan tidak terselesaikan dengan
baik. Konflik antara id dan superego atau antara keinginan dan kenyataan
dapat menimbulkan kecemasan pada individu.
3.
Konsep diri terganggu akan menimbulkan ketidakmampuan individu
berpikir secara realitas sehingga akan menimbulkan kecemasan.
4.
Frustasi akan menimbulkan rasa ketidakberdayaan untuk mengambil
keputusan yang berdampak terhadap ego.
63
5.
Gangguan fisik akan menimbulkan kecemasan karena merupakan
ancaman terhadap integritas fisik yang dapat mempengaruhi konsep diri
individu.
6.
Pola mekanisme koping keluarga atau pola keluarga menangani stress
akan mempengaruhi individu dalam berespon terhadap konflik yang
dialami karena pola mekanisme koping individu banyak dipelajari dalam
keluarga.
7.
Riwayat gangguan kecemasan dalam keluarga akan mempengaruhi
respons individu dalam berespons terhadap konflik dan mengatasi
kecemasannya.
8.
Medikasi yang dapat memicu terjadinya kecemasan adalah pengobatan
yang mengandung benzodizepin, karena benzodiazepine dapat menekan
neurotransmiter gamma amino butyric acid (GABA) yang mengontrol
aktivitas neuron di otak yang bertanggung jawab menghasilkan
kecemasan.
G.
FAKTOR PRESIPITASI
Stresor presipitasi adalah semua ketegangan dalam kehidupan yang
dapat mencetuskan timbulnya kecemasan (Suliswati, 2005). Stressor
presipitasi kecemasan dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu :
1.
Ancaman terhadap integritas fisik. Ketegangan yang mengancam
integritas fisik yang meliputi :
a.
Sumber internal, meliputi kegagalan mekanisme fisiologis sistem imun,
regulasi suhu tubuh, perubahan biologis normal (misalnya : hamil).
b.
Sumber eksternal, meliputi paparan terhadap infeksi virus dan bakteri,
polutan lingkungan, kecelakaan, kekurangan nutrisi, tidak adekuatnya
tempat tinggal.
2.
Ancaman terhadap harga diri meliputi sumber internal dan eksternal.
a.
Sumber internal : kesulitan dalam berhubungan interpersonal di rumah
dan tempat kerja, penyesuaian terhadap peran baru. Berbagai ancaman
terhadap integritas fisik juga dapat mengancam harga diri.
b.
Sumber eksternal : kehilangan orang yang dicintai, perceraian,
perubahan status pekerjaan, tekanan kelompok, sosial budaya.
64
H.
SUMBER KOPING
Individu dapat menanggulangi stress dan kecemasan dengan
menggunakan atau mengambil sumber koping dari lingkungan baik dari
sosial, intrapersonal dan interpersonal. Sumber koping diantaranya adalah
aset ekonomi, kemampuan memecahkan masalah, dukungan sosial budaya
yang diyakini. Dengan integrasi sumber-sumber koping tersebut individu
dapat mengadopsi strategi koping yang efektif (Suliswati, 2005).
I.
MEKANISME KOPING
Kemampuan individu menanggulangi kecemasan secara konstruksi
merupakan faktor utama yang membuat klien berperilaku patologis atau
tidak. Bila individu sedang mengalami kecemasan ia mencoba
menetralisasi, mengingkari atau meniadakan kecemasan dengan
mengembangkan pola koping. Pada kecemasan ringan, mekanisme koping
yang biasanya digunakan adalah menangis, tidur, makan, tertawa,
berkhayal, memaki, merokok, olahraga, mengurangi kontak mata dengan
orang lain, membatasi diri pada orang lain (Suliswati, 2005).
Mekanisme koping untuk mengatasi kecemasan sedang, berat dan
panik membutuhkan banyak energi. Menurut Suliswati (2005), mekanisme
koping yang dapat dilakukan ada dua jenis, yaitu :
1.
Task oriented reaction atau reaksi yang berorientasi pada tugas. Tujuan
yang ingin dicapai dengan melakukan koping ini adalah individu mencoba
menghadapi kenyataan tuntutan stress dengan menilai secara objektif
ditujukan untuk mengatasi masalah, memulihkan konflik dan memenuhi
kebutuhan.
a.
Perilaku menyerang digunakan untuk mengubah atau mengatasi
hambatan pemenuhan kebutuhan.
b.
Perilaku menarik diri digunakan baik secara fisik maupun psikologik
untuk memindahkan seseorang dari sumber stress.
c.
Perilaku kompromi digunakan untuk mengubah cara seseorang
mengoperasikan, mengganti tujuan, atau mengorbankan aspek kebutuhan
personal seseorang.
65
2.
Ego oriented reaction atau reaksi berorientasi pada ego. Koping ini tidak
selalu sukses dalam mengatasi masalah. Mekanisme ini seringkali
digunakan untuk melindungi diri, sehingga disebut mekanisme pertahanan
ego diri biasanya mekanisme ini tidak membantu untuk mengatasi masalah
secara realita. Untuk menilai penggunaan makanisme pertahanan individu
apakah adaptif atau tidak adaptif, perlu di evaluasi hal-hal berikut :
a.
Perawat dapat mengenali secara akurat penggunaan mekanisme
pertahanan klien.
b.
Tingkat penggunaan mekanisme pertahanan diri terebut apa pengaruhnya
terhadap disorganisasi kepribadian.
c.
Pengaruh penggunaan mekanisme pertahanan terhadap kemajuan
kesehatan klien.
d.
Alasan klien menggunakan mekanisme pertahanan.
J.
PENATALAKSANAAN
1.
Upaya meningkatkan kekebalan terhadap stress, dengan cara :
a.
Makan makan yang bergizi dan seimbang.
b.
Tidur yang cukup.
c.
Cukup olahraga.
d.
Tidak merokok.
e.
Tidak meminum minuman keras
2.
Terapi psikofarmaka.
Terapi psikofarmaka merupakan pengobatan untuk cemas dengan memakai
obat-obatan yang berkhasiat memulihkan fungsi gangguan neuro-transmitter
(sinyal penghantar saraf) di susunan saraf pusat otak (limbic system). Terapi
psikofarmaka yang sering dipakai adalah obat anti cemas (anxiolytic), yaitu
seperti diazepam, clobazam, bromazepam, lorazepam, buspirone HCl,
meprobamate dan alprazolam.
3.
Terapi somatik
Gejala atau keluhan fisik (somatik) sering dijumpai sebagai gejala ikutan
66
atau akibat dari kecemasan yang bekerpanjangan. Untuk menghilangkan
keluhan-keluhan somatik (fisik) itu dapat diberikan obat-obatan yang
ditujukan pada organ tubuh yang bersangkutan.
4.
Psikoterapi
Psikoterapi diberikan tergantung dari kebutuhan individu, antara lain :
a.
Psikoterapi suportif, untuk memberikan motivasi, semangat dan
dorongan agar pasien yang bersangkutan tidak merasa putus asa dan diberi
keyakinan serta percaya diri.
b.
Psikoterapi re-edukatif, memberikan pendidikan ulang dan koreksi bila
dinilai bahwa ketidakmampuan mengatsi kecemasan.
c.
Psikoterapi re-konstruktif, untuk dimaksudkan memperbaiki kembali
(re-konstruksi) kepribadian yang telah mengalami goncangan akibat
stressor.
d.
Psikoterapi kognitif, untuk memulihkan fungsi kognitif pasien, yaitu
kemampuan untuk berpikir secara rasional, konsentrasi dan daya ingat.
e.
Psikoterapi psiko-dinamik, untuk menganalisa dan menguraikan proses
dinamika kejiwaan yang dapat menjelaskan mengapa seseorang tidak
mampu menghadapi stressor psikososial sehingga mengalami kecemasan.
f.
Psikoterapi keluarga, untuk memperbaiki hubungan kekeluargaan, agar
faktor keluarga tidak lagi menjadi faktor penyebab dan faktor keluarga
dapat dijadikan sebagai faktor pendukung.
5.
Terapi psikoreligius
Untuk meningkatkan keimanan seseorang yang erat hubungannya dengan
kekebalan dan daya tahan dalam menghadapi berbagai problem kehidupan
yang merupakan stressor psikososial.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A.
PENGKAJIAN.
1.
Faktor Predisposisi.
2.
Faktor Presipitasi.
3.
Perilaku.
67
a.
Respon Fisiologis Terhadap Ansietas.
Sistem Tubuh
Kardiovaskuler
Respons
•
Palpitasi.
•
Jantung berdebar.
•
Tekanan darah meningkat dan denyut
nadi menurun.
•
Rasa mau pingsan dan pada akhirnya
pingsan.
Pernafasan
Neuromuskular
Gastrointestinal
Perkemihan
•
Napas epat.
•
Pernapasan dangkal.
•
Rasa tertekan pada dada.
•
Pembengkakan pada tenggorokan.
•
Rasa tercekik.
•
Terengah-engah.
•
Peningkatan reflek.
•
Reaksi kejutan.
•
Insomnia.
•
Ketakutan.
•
Gelisah.
•
Wajah tegang.
•
Kelemahan secara umum.
•
Gerakan lambat.
•
Gerakan yang janggal.
•
Kehilangan nafsu makan.
•
Menolak makan.
•
Perasaan dangkal.
•
Rasa tidak nyaman pada abdominal.
•
Rasa terbakar pada jantung.
•
Nausea.
•
Diare.
•
Tidak dapat menahan kencing.
•
Sering kencing.
68
Kulit
•
Rasa terbakar pada mukosa.
•
Berkeringat banyak pada telapak
tangan.
•
Gatal-gatal.
•
Perasaan panas atau dingin pada kulit.
•
Muka pucat dan bekeringat diseluruh
tubuh.
b.
Respon Perilaku Kognitif.
Sistem
Perilaku
Kognitif
Respons
•
Gelisah.
•
Ketegangan fisik.
•
Tremor.
•
Gugup.
•
Bicara cepat.
•
Tidak ada koordinasi.
•
Kecenderungan untuk celaka.
•
Menarik diri.
•
Menghindar.
•
Terhambat melakukan aktifitas.
•
Gangguan perhatian.
•
Konsentrasi hilang.
•
Pelupa.
•
Salah tafsir.
•
Adanya bloking pada pikiran.
•
Menurunnya lahan persepsi.
•
Kreatif dan produktif menurun.
•
Bingung.
•
Khawatir yang berlebihan.
•
Hilang menilai objektifitas.
•
Takut akan kehilangan kendali.
•
Takut yang berlebihan.
69
Afektif
•
Mudah terganggu.
•
Tidak sabar.
•
Gelisah.
•
Tegang.
•
Nerveus.
•
Ketakutan.
•
Alarm.
•
Tremor.
•
Gugup.
•
Gelisah.
4.
Sumber Koping.
5.
Mekanisme Koping.
B.
DIAGNOSA KEPERAWATAN.
1.
Penyelesaian kerusakan.
2.
Kecemasan.
3.
Pola napas tidak efektif.
4.
Koping individu tidak efektif.
5.
Diam.
6.
Gangguan pembagian bidang energi.
7.
Ketakutan.
8.
Inkontinensial.
9.
Stress
10. Cedera resiko terhadap......
11. Perubahan nutrisi.
12. Respon pasca trauma.
13. Ketidakberdayaan.
14. Gangguan harga diri
15. Gangguan pola tidur.
16. Isolasi sosial.
17. Perubahan proses berfikir.
70
18. Gangguan eliminasi urine.
C.
INTERVENSI.
Tujuan umum : Klien akan mengurangi ansietasnya dari tingkat ringan hingga
panik.
Tujuan khusus :
Klien mampu untuk ;
1.
Membina hubungan saling percaya.
2.
Melakukan aktifitas sehari-hari.
3.
Mengekspresikan dan mengidentifikasi tentang kecemasannya.
4.
Mengidentifikasi situasi yang menyebabkan ansietas.
5.
Meningkatkan kesehatan fisik dan kesejahteraannya.
6.
Klien terlindung dari bahaya.
a.
Ansietas Ringan.
a)
Gerakan tidak tenang.
b)
Perhatikan tanda peningkatan ansietas.
c)
Bantu klien menyalurkan energi secara konstruktif.
d)
Gunakan obat bila perlu.
e)
Dorong pemecahan masalah.
f)
Berikan informasi akurat dan fuktual.
g)
Sadari penggunaan mekanisme pertahanan.
h)
Bantu dalam mengidentifikasi keterampilan koping yang berhasil.
i)
Pertahankan cara yang tenang dan tidak terburu.
j)
Ajarkan latihan dan tehnik relaksasi.
b.
Ansietas Sedang.
a)
Pertahankan sikap tidak tergesa-gesa, tenang bila berurusan dengan
pasien.
b)
Bicara dengan sikap tenang, tegas meyakinkan.
c)
Gunakan kalimat yang pendek dan sederhana.
d)
Hindari menjadi cemas, marah, dan melawan.
e)
Dengarkan pasien.
f)
Berikan kontak fisik dengan menyentuh lengan dan tangan pasien.
71
g)
Anjurkan pasien menggunakan tehnik relaksasi.
h)
Ajak pasien untuk mengungkapkan perasaannya.
i)
Bantu pasien mengenali dan menamai ansietasnya
c.
Ansietas Berat.
a)
Isolasi pasien dalam lingkungan yang aman dan tenang.
b)
Biarkan perawatan dan kontak sering sampai konstan.
c)
Berikan obat-obatan pasien melakukan hal untuk dirinya sendiri.
d)
Observasi adanya tanda-tanda peningkatan agitasi.
e)
Jangan mennyentuh pasien tanpa permisi.
f)
Yakinkan pasien bahwa dia aman.
g)
Kaji keamanan dalam lingkungan sekitarnya
d.
Panik.
a)
Tetap bersama pasien ; minta bantuan.
b)
Jika mungkin hilangkan beberapa stressor fisik dan psikologisdari
lingkungan.
c)
Bicara dengan tenang, sikap meyakinkan, menggunakan nada suara yang
rendah.
d)
Katakan pada pasien bahwa anda (staf) tidak akan membahayakan
dirinya sendiri atau orang lain.
D. EVALUASI
Evaluasi terhadap kecemasan dapat di lihat dari pasien yang selalu
khawatir dengan kematian dan mampu mengenali kecemasannya dengan
respon subjektif klien mengatakan tahu arti cemas, klien mengatakan lebih
senang diam memikirkan masalah sendiri sedangkan respon objektif
ekspresi wajah tampak gelisah, klien menjawab pertanyaan yang diajukan,
klien mampu mengenal kecemasannya. Kecemasan itu pula dapat
diartikan sebagai reaksi yang timbul karena ancaman yang tidak menentu.
Pencegahan dari kecemasan itu dapat dilakukan dengan cara perawat
memberikan dorongan kepada pasien untuk mengembangkan kepercayaan
diri, serta sering mendekatkan diri kepada Allah.
72
2.4.ASUHAN KEPERAWATAN PENYALAHGUNAAN NAPZA DAN
AIDS
A. Pengertian Narkotika
Narkotika adalah zat yang dapat menimbulkan pengaruh tertentu
bagi mereka yang menggunakannya dengan cara memasukkan obat
tersebut ke dalam tubuhnya, pengaruh tersebut berupa pembiasan,
hilangnya rasa sakit rangsangan, semangat dan halusinasi. Dengan
timbulnya efek halusinasi inilah yang menyebabkan kelompok masyarakat
terutama di kalangan remaja ingin menggunakan Narkotika meskipun
tidak menderita apa-apa. Hal inilah yang mengakibatkan terjadinya
penyalahgunaan Narkotika (obat). Bahaya bila menggunakan Narkotika
bila tidak sesuai dengan peraturan adalah adanya adiksi/ketergantungan
obat (ketagihan).
Adiksi adalah suatu kelainan obat yang bersifat kronik/periodik
sehingga penderita kehilangan kontrol terhadap dirinya dan menimbulkan
kerugian terhadap dirinya dan masyarakat. Orang-orang yang sudah
terlibat pada penyalahgunaan Narkotika pada mulanya masih dalam
ukuran (dosis) yang normal. Lama-lama pengguna obat menjadi
kebiasaan, setelah biasa menggunakan mar kemudian untuk menimbulkan
efek yang sama diperlukan dosis yang lebih tinggi (toleransi). Setelah fase
toleransi ini berakhir menjadi ketergantungan, merasa tidak dapat hidup
tanpa Narkotika.
B. Kemungkinan Yang Terjadi Pada Pengguna Narkotika
Banyak orang beranggapan bagi mereka yang sudah
mengkonsumsi mar secara berlebihan beresiko sebagai berikut :
1. Sebanyak 60% orang beranggapan bahwa Narkotika dapat menyebabkan
kematian karena zat-zat yang terkandung dalam Narkotika mengganggu
73
sistem kekebalan tubuh mereka sehingga dalam waktu yang relatif singkat
bisa merenggut jiwa si pemakai.
2. Sebanyak 20% orang beranggapan bahwa pengguna Narkotika dapat
bertindak nekat/bunuh diri karena pemakai cenderung memiliki sifat acuh
tak acuh terhadap lingkungannya. Ia menganggap dirinya tidak berguna
bagi lingkungannya ini yang memacunya untuk bertindak nekat.
3. Sebanyak 15% orang beranggapan bahwa Narkotika dapat menyebabkan
hilangnya kontrol bagi si pemakainya, karena setelah mengkonsumsi
Narkotika. Zat-zat yang terkandung di dalamnya langsung bekerja
menyerang syaraf pada otak yang cenderung membuat tidak sabar dan
lepas kontrol.
4. Sebanyak 5% orang beranggapan bahwa Narkotika menimbulkan penyakit
bagi pemakainya. Karena di dalam Narkotika mengandung zat yang
mempunyai efek samping yang menimbulkan penyakit baru.
C. Jenis-jenis Narkotika yang Disalahgunakan dan Peredarannya
Narkoba meliputi :
A. Narkotika
Zat berasal dari tanaman atau bukan tanaman.
1) Tanaman
a. Opium atau candu/morfin yaitu olahan getah tanaman papaver somniferum
tidak terdapat di Indonesia, tetapi diselundupkan di Indonesia.
b. Kokain yaitu olahan daun koka diolah di Amerika (Peru, Bolivia,
Kolumbia).
c. Cannabis Sativa atau Marihuana atau Ganja banyak ditanam di
Indonesia.
74
2) Bukan tanaman
a. Semi sintetik : adalah zat yang diproses secara ekstraksi, isolasi
disebutalkaloid opium. Contoh : Heroin, Kodein, Morfin.
b. Sintetik : diperoleh melalui proses kimia bahan baku kimia, menghasilkan
zat baru yang mempunyai efek narkotika dan diperlukan medis untuk
penelitian serta penghilang rasa sakit (analgesic) seperti penekan batuk
(antitusif).
Contoh : Amfetamin, Metadon, Petidin, Deksamfetamin.
B. Psikotropika
Adalah obat keras bukan narkotika, digunakan dalam dunia
pengobatan sesuai Permenkes RI No. 124/Menkes/Per/II/93, namun dapat
menimbulkan ketergantungan psikis fisik jika dipakai tanpa pengawasan
akan sangat merugikan karena efeknya sangat berbahaya seperti narkotika.
Psikotropika merupakan pengganti narkotika, karena narkotika mahal
harganya. Penggunaannya biasa dicampur dengan air mineral atau alkohol
sehingga efeknya seperti narkotika.
1) Penenang (anti cemas) : bekerja mengendorkan atau mengurangi
aktifitas susunan syaraf pusat. Contoh : Pil Rohypnol, Mogadon, Valium,
Mandrax (Mx).
2) Stimulant : bekerja mengaktifkan susunan syaraf pusat. Contoh :
Amphetamine, MDMA, MDA.
3) Hallusinogen : bekerja menimbulkan rasa halusinasi/khayalan.
Contoh Lysergic Acid Diethylamide (LSD), Psylocibine.
Alkohol
Alkohol dalam ilmu kimia dikenal dengan sebutan etanol adalah minuman
keras yang mempunyai efek bisa memabukkan jika minumnya berlebihan.
75
C. Zat Adiktif
Zat adiktif adalah zat yang sangat berbahaya jika salah
pemakaiannya bisa merusak tubuh, bila keracunan bisa menimbulkan
halusinasi atau mungkin yang fatal kematian.
Contoh : Terpentine, lem karet, thinner, spray aerosol, aceton, dll.
Narkoba yang sering disalahgunakan :
Narkoba yang sering dikonsumsi oleh masyarakat secara salah
antara lain :
A. HEROIN
Nama : Putauw, PT, bedak, putih, Brown Sugar, Benana, Smaek, Horse,
Hammer, Snow White Brown.
Asal : Papaver Somniferum.
Bentuk : Seperti bedak berwarna putih, rasa pahit, terdapat paket
hemat, dijual sebesar ujung kuku/ibu jari dalam kemasan kertas.
Cara Pakai : Dihirup, dihisap, ditelan dan disuntikkan lewat tangan,
kaki, leher.
Efek : Mual, mengantuk, cadel, pendiam, mata sayu, muka pucat, tidak
konsentrasi, hidung gatal-gatal.
Gejala putus obat :
Sebelum memakai :
- Tulang otot sendi terasa nyeri, demam, takut air
76
- Keringat keluar berlebihan
- Takut kedinginan, bulu kuduk berdiri
- Mata berair, hidung berair
- Mual-mual, perut sakit, diare
- Tidak suka makan
- Tidak bisa bekerja (lemas)
Setelah memakai :
- Fly (berkhayal), mata sembab kadang muntah
- Jantung berdebar, mata susah bangun
Bahaya :
- Hepatitis B, C, AIDS, HIV
- Menstruasi terganggu, infertilitas (impotensi)
- Abses (jika pakai suntik)
- Tubuh kurus, pucat, kurang gizi
- Sulit buang air besar
- Mudah terserang radang paru, TBC paru, radang hati, empedu,
ginjal
B. KOKAIN
Nama : Charlie, Nosc Candy, Snow, Coke
77
Asal : Daun (tanaman Erythrro – Xylon Coca)
Bentuk : Serbuk putih, kadang dicampur dengan beberapa macam
zat berbahaya, disebut “Drug Cocktail”
Efek : - Suhu badan tinggi, denyut jantung bertambah
- Mudah marah, agresif dan merusak
- Merasa energik dan waspada dan merasa memiliki dunia
(arogan).
Gejala putus obat :
- Ada keinginan bunuh diri, mual, kejang-kejang
Bahaya :
- Paranoid
- Menyebabkan perkelahian
- Mabuk dan tidak bergairah
- Jika dihirup akan menyebabkan mimisan dan sinusitis
- Kerusakan jantung jika dicampur rokok
- Pemakaian banyak, nafsu sex hilang
- Bisa terjadi psikotik atau gila dalam jangka panjan
C. GANJA
Nama : Ganja, cimeng, gelek, daun, rumput, jayus, jum, barang,
marihuana, bang bunga, ikat, labang, hijau
Jenis-jenis : Stick, daun atau tembakau, hashish (minyak/lemak
ganja)
78
Bentuk : Daun kering atau dalam bentuk rajangan kering,
dimasukkan dalam amplop.
Daun basah, runcing berjari-jari ganjil 5, 7, 9 dst.
Cara Pakai : Dilinting seperti rokok, dihisap dan dimakan, minyak
ganja bisa dioles pada rokok bias
Efek : - Jantung berdebar-debar
- Tidak bergairah, cepat marah, sensitif
- Perasaan tidak tenang, eforia, kurang percaya diri, rasa
letih/malas
Gejala putus obat :
- Sebenarnya hanya faktor psikis dan sugesti yang lebih dominan, apabila
tidak memakai ganja.
Bahaya :
- Untuk pemakaian yang lama akan menjadikan pemakai menjadi linglung.
D. EKSTASI
Nama : Kancing, XTC, Inex, Adam, Hug-Drug, Essence, Disco, Biscuits,
Venus, Yupie, Butterfly, Elektrix, Gober, Beladin
Bentuk : Pil, serbuk, kapsul.
Cara Pakai : Diminum dengan air atau yang lain
Efek : - Mulut kering, gigi berkerut-kerut
- Banyak berkeringat dingin, nafsu makan kurang
79
- Badan tak terkendali geraknya (triping)
- Denyut jantung, nadi bertambah
- Tekanan darah naik
- Rasa percaya diri tinggi
- Keintiman bertambah
Gejala putus obat :
- Rasa letih, malas
- Mudah tersinggung, emosi labil
- Sulit tidur, mimpi buruk jika tidur
- Depresi, mata kabur
Bahaya :
- Paranoid (rasa takut berlebihan, curiga yang berlebihan)
- Pemakaian yang lama akan menjadikan pemakai bisa linglung
- Merusak syaraf otak
- Pucat kurang darah
- Kurus kurang gizi
- Penyakit Parkinson
E. SHABU-SHABU (Methyl – Amphetamin)
80
Nama : Ubas, SS, Mecin
Bentuk : Bubuk atau kristal
Jenis : Gold silver, coconut, crystal, blue ice, tebu
Cara Pakai : Dibakar di atas kertas timah dan dihisap melalui alat yang disebut
bong
Pemakai bisa diindikasikan : Tidak tenang (cemas), mudah marah, dapat
cepat lelah, mata nanar, tidak bersemangat, tidak beraktifitas, keringat
berlebihan dan bahu, wajah pucat, lidah warna putih, nafsu makan kurang,
susah tidur (2-3 hari), jantung berdebar-debar, banyak omong, percaya diri
tinggi.
Efek : - Sebelum memakai gelisah, ngantuk, lemas, tidak bergairah
- Jika sudah memakai, agresif, hiperaktif dan percaya diri tinggi
Gejala putus obat :
- Mudah marah
- Ngantuk
- Faktor sugesti yang dominan apabila tidak memakai
- Mudah capek
- Rasa lebih malas
- Malas hidup
Bahaya :
- Paranoid (rasa takut berlebihan)
- Pemakaian yang lama akan menjadikan pemakai bisa linglung
- Merusak syaraf otak
81
- Kanker hati
Peran Pemerintah Dalam Mengatasi Narkotika
Peran yang dilakukan oleh pemerintah sangatlah besar dalam
mencegah terjadinya penyalahgunaan Narkotika dan sejenisnya. Melalui
pengendalian dan pengawasan langsung terhadap jalur peredaran gelap
dengan tujuan agar potensi kejahatan tidak berkembang menjadi ancaman
faktual. Langkah yang ditempuh antara lain dengan tindakan sebagai
berikut :
1. Melakukan pengawasan terhadap tempat-tempat yang diduga
keras sebagai jalur lalu lintas gelap peredaran Narkotika.
2. Secara rutin melakukan pengawasan di tempat hiburan malam.
3. Bekerja sama dengan pendidik untuk melakukan pengawasan
terhadap sekolah yang diduga terjadi penyalahgunaan Narkotika oleh
siswanya.
4. Meminta kepada instansi yang mempunyai wewenang izin
sebagai penerbit tempat hiburan malam untuk selalu menindak lanjuti surat
izin pendirian tempat hiburan malam barangkali akan dijadikan media
untuk memperlancar jalur peredaran Narkotika.
E. Akibat Penyalahgunaan Narkotika
Penyalahgunaan Narkotika akan mempengaruhi sifat seseorang dan
menimbulkan bermacam-macam bahaya antara lain :
1. Terhadap diri sendiri.
- mampu merubah kepribadiannya
- menimbulkan sifat masa bodoh
82
- suka berhubungan seks
- tidak segan-segan menyiksa diri
- menjadi seorang pemalas
F. Cegah Narkoba Dengan Pendidikan Agama
Say no to drug! Ini merupakan slogan yang sangat sederhana
namun memiliki implikasi yang kompleks terkait dengan harapan yang
harus diwujudkan, usaha berikut kebijakannya yang mesti
diimplementasikan.
Say no to drug, bukan hanya sebuah jargon, ini adalah tanggung
jawab organisasi berbasis keagamaan, pemerintah, LSM (Lembaga
Swadaya Masyarakat), lembaga hukum, serta tanggung jawab kita
bersama untuk meningkatkan dan memberdayakan masyarakat kita
menuju kehidupan yang sehat baik dari aspek mental, jasmani, maupun
spiritual. Di seluruh dunia banyak program yang didirikan dengan maksud
mencegah penyalahgunaan Narkoba, atau untuk mengobati mereka yang
terkena narkoba melalui kepercayaan dan praktek-praktek agama tertentu.
Pendekatan ini banyak dilakukan di Indonesia dan negara-negara
berkembang lainnya. Di barat, agama tidak begitu menonjol dalam
mencegah penyalahgunaan narkoba : namun kita percaya bahwa programprogram berbasis keagamaan benar-benar memiliki kepedulian kearah
sana.
Sebagai pemimpin agama dan pendidikan, kita menyadari banyak
tantangan yang dihadapi generasi muda di negara kita saat ini. Penggunaan
obat-obat terlarang termasuk penggunaan alkohol dan produk-produk
tertentu. Terus merangkak naik dalam masyarakat terutama para remaja,
dan di beberapa tempat, obat-obat terlarang tersebut telah menarik pemuda
dalam dunia kejahatan dan kecanduan yang mematikan setiap orang,
83
masyarakat, keluarga dan individu-individu serta penanaman nilai-nilai
yang kuat, yang berakar dari kepercayaan agama merupakan faktor
perlindungan yang efektif guna mencegah dampak pengguna narkoba
sebagai tindakan yang beresiko tinggi.
Penyalahgunaan narkoba menyebabkan peningkatan HIV/AIDS (Human
Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency Syndrome).
Kekacauan mental, dan kejahatan yang pada gilirannya merusak sendisendi kehidupan sosial. Puluhan bahkan ratusan juta orang telah
kecanduan narkoba. Di Indonesia Badan Narkotika Nasional (BNN)
menaksir bahwa kira-kira ada 3,2 juta orang yang sudah terjerat
ketergantungan Narkotika. Kendati persoalan narkoba muncul,
pemerintahan kita memberi harapan bagi setiap orang, keluarga,
masyarakat yang terpengaruh oleh penyalahgunaan narkoba serta yang
terkait dengan persoalan kesehatan dan sosial. Riset menunjukkan bahwa
kaum muda yang terlibat dalam komunitas keagamaan nampaknya tidak
begitu rentan terhadap penggunaan Narkoba.
Komunitas keagamaan berada di garda depan dalam merespon
kebutuhan pelayanan sosial yang mendesak bagi setiap individu dan
masyarakat. Termasuk ketergantungan narkoba, kita memberikan makanan
dan pakaian bagi yang membutuhkan, kita memberi naungan bagi tuna
wisma. Kita menawarkan pengobatan narkoba, bingkisan dan membantu
kelompok-kelompok anggota yang berjuang menjaga agama. Ketika
mencegah penggunaan narkoba, kita juga dapat memainkan peranan
penting.
Indonesia bukan hanya negara perdagangan narkoba, namun juga
produsen dan pasar jaringan global yang sistematik dalam industri ini, oleh
karena itu dibutuhkan kerja sama sinergis antara pemerintah, LSM,
organisasi sosial, untuk mengatakan tidak pada narkoba guna
menyelamatkan generasi masa depan kita. Nahdlatul Ulama (NU) sebagai
organisasi muslim moderat terbesar dengan anggota lebih dari 50 juta
84
orang, menaruh prihatin dan perlu mengambil peran dalam mengatasi
persoalan ini.
Pencegahan dan pengobatan akibat penyalahgunaan narkoba merupakan
persoalan yang komplek yang masih perlu banyak dipelajari tentang apa
yang terbaik dilakukan dan oleh siapa, agama tentunya memiliki peran
untuk dimainkan, namun materi ajaran agama yang ada belum mencukupi
untuk pencegahan dan pengobatan yang efektif, juga ada rumusan bahwa
kegiatan berbasis keagamaan dapat diperbaiki dengan beberapa praktik
pencegahan yang baik dalam masyarakat Islam kita. Seperti semua
program pencegahan dan pengobatan yang didasarkan pada kebutuhan
agama perlu dievaluasi secara hati-hati oleh peneliti yang independen yang
menggunakan indikator keberhasilan yang obyektif. Dengan demikian
pertukaran pandangan dan pengalaman diantara kita itu penting. Guna
memberikan bantuan yang lebih baik bagi mereka yang memiliki
persoalan narkoba.
Lembaga-lembaga dibawah naungan NU seperti Muslimat NU,
Fatayat NU, Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU), Ikatan Pelajar Putri
Nahdlatul Ulama (IPPNU), dan terutama pesantren juga memberikan
peranan yang signifikan dalam persoalan ini. Terlebih pesantren memiliki
lebih dari 10 ribu jaringan dengan masyarakat sekitarnya. Karena alasan
itulah, pesantren bukan hanya kurikulum berbasis keagamaan, namun juga
materi-materi yang meningkatkan kesehatan mental, spiritual, dan jasmani.
Dalam waktu yang lama, pesantren akan membangun “bela diri”
masyarakat untuk mencegah penyalahgunaan narkoba dalam
komunitasnya. Lewat kerja sama ini, NU, BNN, Colombo Plan dan
Kementrian Negara Amerika Serikat, akan meningkatkan dan menindak
lanjuti kerja sama yang lebih baik terkait persoalan ini.
Mengambil bagian sebagai peserta dalam konferensi internasional
ini, ulama, para sarjana muslim, para dokter, universitas dan instansi
terkait supaya dapat mencari strategi dan solusi yang riil rencana kegiatan
untuk menyelamatkan generasi muda dari narkoba.
85
Akhirnya, sekali lagi say no to drug dan mari kita tingkatkan pengetahuan
kita tentang narkoba.
G. Ciri-Ciri Bagi Pengguna Narkotika
Pada pengguna Narkotika yang berlebihan dapat menimbulkan
keracunan atau efek sebagai berikut :
1. Efek yang ditimbulkan opium bagi penggunanya :
a. muntah dan mual
b. sakit kepala
2. Efek yang ditimbulkan kokain bagi penggunanya :
a. nafsu makan hilang
b. denyut jantung dan tekanan darah meningkat
3. Efek yang ditimbulkannya heroin bagi penggunanya :
a. reaksi panik
b. gelisah
PENYAJIAN DATA, ANALISIS DAN PEMECAHAN MASALAH
A. Penyajian Data
Menurut laporan yang dicetak oleh kompas cyber media pada
tanggal 5 Februari 2001, dari 2 juta pecandu narkoba dan obat-obatan
berbahaya (narkoba) 90% adalah generasi muda, termasuk 25.000
mahasiswa. Karena itu, narkoba menjadi ancaman serius bagi
86
kelangsungan hidup bangsa akhir-akhir ini. Alwi nurdin, Kepala Kanwil
Depdiknas DKI dikatakan sebanyak 1,105 siswa di 166 SMU Yogyakarta
selama tahun 1999/2000 terlibat tindak penyalahgunaan Narkotika dan
obat-obatan narkoba. Sedangkan 700 siswa sisanya ditindak dengan
pembinaan agar jera, dan tidak mempengaruhi teman lain yang belum
terkena sebagai pengguna Narkotika tersebar di Jakarta utara sebanyak 248
orang dari 26 SMU. Jakarta pusat 109 orang di 12 SMU. Jakarta barat 167
orang dari 32 SMU, Jakarta timur 305 orang dari 43 SMU, dari Jakarta
selatan 186 orang dari 40 SMU. (http://www.google.com)
B. Pemecahan Masalah
Berdasarkan hasil perolehan data pada penyajian data diatas dapat
disimpulkan bahwa yang banyak menggunakan penyalahgunaan Narkoba
adalah :
1. Golongan Mahasiswa (90%)
Di masa remaja seseorang pasti mempunyai sifat selalu ingin tahu
segala sesuatu dan ingin mencoba sesuatu yang belum tahu. Kurang
diketahui dampak negatifnya. Bentuk rasa ingin tahu dan ingin mencoba
itu misalnya dengan mengenal narkoba.
Sedangkan 700 siswa sisanya di tindak dengan pembinaan agar jera, biar
tidak mempengaruhi teman lainnya yang belum terkena sebagai pengguna
narkoba. Lemahnya mental seseorang akan mudah untuk dipengaruhi
perbuatannya dan tindakan atau hal-hal yang negatif, oleh
teman/lingkungan sekitar, sehingga semua pengaruh negatif ini pada
akhirnya menjurus pada aktifitas penyalahgunaan dan tidak dapat lagi
mengimbangi perilaku dalam lingkungan.
,
87
2.5. ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN GANGGUAN
MOOD DAN BUNUH DIRI
A. Pengertian Bunuh Diri
Bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat
mengakhiri kehidupan. Bunuh diri mungkin merupakan keputusan terkahir dari
individu untuk memecahkan masalah yang dihadapi (Keliat 1991 : 4).
Menurut Beck (1994) dalam Keliat (1991 hal 3) mengemukakan rentang harapan
– putus harapan merupakan rentang adaptif – maladaptif.
Respon adaptif merupakan respon yang dapat diterima oleh norma-norma sosial
dan kebudayaan yang secara umum berlaku, sedangkan respon maladaptif
merupakan respon yang dilakukan individu dalam menyelesaikan masalah yang
kurang dapat diterima oleh norma-norma sosial dan budaya setempat. Respon
maladaptif antara lain :
a.
Ketidakberdayaan, keputusasaan, apatis. : Individu yang tidak berhasil
memecahkan masalah akan meninggalkan masalah, karena merasa tidak
mampu mengembangkan koping yang bermanfaat sudah tidak berguna
lagi, tidak mampu mengembangkan koping yang baru serta yakin tidak
ada yang membantu.
b.
Kehilangan, ragu-ragu :Individu yang mempunyai cita-cita terlalu tinggi
dan tidak realistis akan merasa gagal dan kecewa jika cita-citanya tidak
tercapai. Misalnya : kehilangan pekerjaan dan kesehatan, perceraian,
perpisahan individu akan merasa gagal dan kecewa, rendah diri yang
semua dapat berakhir dengan bunuh diri.
c.
Depresi : Dapat dicetuskan oleh rasa bersalah atau kehilangan yang
ditandai dengan kesedihan dan rendah diri. Biasanya bunuh diri terjadi
pada saat individu ke luar dari keadaan depresi berat.
d.
Bunuh diri Adalah tindakan agresif yang langsung terhadap diri sendiri
untuk mengkahiri kehidupan. Bunuh diri merupakan koping terakhir
individu untuk memecahkan masalah yang dihadapi.
B. Rentang Respon
88
Rentang respon protektif diri mempunyai peningkatan diri sebagai respon paling
adaptif, sementara perilaku destruktif diri, pencederaan diri, dan bunuh diri
merupakan respon maladaptive. Rentang peningkatan diri sampai perilaku
destruktif diri :
Respon adaptif
Peningkatan
Respon maladaptif
Beresiko destruktif Destruktif diri
diri
Pencederaan diri
tidak langsung
Pada umumnya tindakan bunuh diri merupakan cara ekspresi orang yang penuh
stress Perilaku bunuh diri berkembang dalam beberapa rentang diantaranya :
a.
Suicidal ideation, Pada tahap ini merupakan proses contemplasi dari suicide,
atau sebuah metoda yang digunakan tanpa melakukan aksi/ tindakan, bahkan klien
pada tahap ini tidak akan mengungkapkan idenya apabila tidak ditekan. Walaupun
demikian, perawat perlu menyadari bahwa pasien pada tahap ini memiliki pikiran
tentang keinginan untuk mati
b.
Suicidal intent, Pada tahap ini klien mulai berpikir dan sudah melakukan
perencanaan yang konkrit untuk melakukan bunuh diri,
c.
Suicidal threat, Pada tahap ini klien mengekspresikan adanya keinginan dan
hasrat yan dalam , bahkan ancaman untuk mengakhiri hidupnya .
d.
Suicidal gesture, Pada tahap ini klien menunjukkan perilaku destruktif yang
diarahkan pada diri sendiri yang bertujuan tidak hanya mengancam kehidupannya
tetapi sudah pada percobaan untuk melakukan bunuh diri. Tindakan yang
dilakukan pada fase ini pada umumnya tidak mematikan, misalnya meminum
beberapa pil atau menyayat pembuluh darah pada lengannya. Hal ini terjadi
karena individu memahami ambivalen antara mati dan hidup dan tidak berencana
untuk mati. Individu ini masih memiliki kemauan untuk hidup, ingin di
selamatkan, dan individu ini sedang mengalami konflik mental. Tahap ini sering
di namakan “Crying for help” sebab individu ini sedang berjuang dengan stress
yang tidak mampu di selesaikan.
e.
Suicidal attempt, Pada tahap ini perilaku destruktif klien yang mempunyai
indikasi individu ingin mati dan tidak mau diselamatkan misalnya minum obat
Bunuh diri
89
yang mematikan . walaupun demikian banyak individu masih mengalami
ambivalen akan kehidupannya.
f.
Suicide. Tindakan yang bermaksud membunuh diri sendiri . hal ini telah
didahului oleh beberapa percobaan bunuh diri sebelumnya. 30% orang yang
berhasil melakukan bunuh diri adalah orang yang pernah melakukan percobaan
bunuh diri sebelumnya. Suicide ini yakini merupakan hasil dari individu yang
tidak punya pilihan untuk mengatasi kesedihan yang mendalam.
C. Faktor predisposisi dan Faktor presipitasi
1. Faktor Predisposisi
Menurut Stuart dan Sundeen (1997), faktor predisposisi bunuh diri antara lain :
a.
Diagnostik > 90% orang dewasa yang mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri,
mempunyai hubungan dengan penyakit jiwa. Tiga gangguan jiwa yang dapat
membuat individu beresiko untuk bunuh diri yaitu gangguan apektif,
penyalahgunaan zat, dan skizofrenia.
b.
Sifat kepribadian, tiga aspek kepribadian yang berkaitan erat dengan besarnya
resiko bunuh diri adalah rasa bermusuhan, implisif dan depresi.
c.
Lingkungan psikososial, Seseorang yang baru mengalami kehilangan,
perpisahan/perceraian, kehilangan yang dini dan berkurangnya dukungan sosial
merupakan faktor penting yang berhubungan dengan bunuh diri.
d.
Riwayat keluarga/factor genetik, Factor genetic mempengaruhi terjadinya resiko
bunuh diri pada keturunannya serta merupakan faktor resiko penting untuk prilaku
destruktif.. Disamping itu adanya penurunan serotonin dapat menyebabkan
depresi yang berkontribusi terjadinya resiko buuh diri.
e.
Faktor biokimia, Data menunjukkan bahwa secara serotogenik, apatengik, dan
depominersik menjadi media proses yang dapat menimbulkan prilaku destrukif
diri.
2. Faktor Presipitasi
Faktor pencetus seseorang melakukan percobaan bunuh diri adalah :
a.
Perasaan terisolasi dapat terjadi karena kehilangan hubungan
interpersonal/gagal melakukan hubungan yang berarti.
b.
Kegagalan beradaptasi sehingga tidak dapat menghadapi stres.
90
c.
Perasaan marah/bermusuhan, bunuh diri dapat merupakan hukuman pada diri
sendiri.
d.
Cara untuk mengakhiri keputusasaan.
Tanda dan Gejala
Pengkajian orang yang bunuh diri juga mencakup apakah orang tersebut tidak
membuat rencana yang spesifik dan apakah tersedia alat untuk melakukan rencana
bunuh diri tersebut.
a. Petunjuk dan gejala
1. Keputusasaan
2. Celaan terhadap diri sendiri, perasaan gagal dan tidak berguna
3. Alam perasaan depresi
4. Agitasi dan gelisah
5. Insomnia yang menetap
6. Penurunan BB
7. Berbicara lamban, keletihan, menarik diri dari lingkungan sosial.
8. Petunjuk psikiatrik
a. Upaya bunuh diri sebelumnya
b. Kelainan afektif
c. Alkoholisme dan penyalahgunaan obat
d. Kelaianan tindakan dan depresi mental pada remaja
e. Dimensia dini/ status kekacauan mental pada lansia
f. Riwayat psikososial
1) Baru berpisah, bercerai/ kehilangan
2) Hidup sendiri
3) Tidak bekerja, perbahan/ kehilangan pekerjaan baru dialami
4) Faktor-faktor kepribadian
a) Implisit, agresif, rasa bermusuhan
b) Kegiatan kognitif dan negatif
c) Keputusasaan
d) Harga diri rendah
e) Batasan/gangguan kepribadian antisocial
91
Psikopatologi
Semua prilaku bunuh diri adalah serius apapun tujuannya. Orang yang siap
membunuh diri adalah orang yang merencanakan kematian dengan tindak
kekerasan, mempunyai rencana spesifik dan mempunyai niat untuk
melakukannya. Prilaku bunuh diri biasanya dibagi menjadi 4 kategori :
a. Isyarat Bunuh Diri
Isyarat bunuh diri ditunjukkan dengan berprilaku secara tidak langsung ingin
bunuh diri, misalnya dengan mengatakan:”tolong jaga anak-anak karena saya
akan pergi jauh!” atau” segala sesuatu akan lebih baik tanpa saya.”
Pada kondisi ini pasien mungkin sudah memiliki ide untuk mengakhiri
hidupnya, namun tidak disertai dengan ancaman dan percobaan bunuh diri.
Pasien umumnya mengungkapkan perasaan seperti rasa
bersalah/sedih/marah/putus asa/tidak berdaya. Pasien juga mengungkapkan halhal negative tentang diri sendiri yang menggambarkan harga diri rendah.
b. Ancaman bunuh diri
Peningkatan verbal/nonverbal bahwa orang tersebut mempertimbangkan untuk
bunuh diri. Ancaman menunjukkan ambivalensi seseorang tentang kematian,
kurangnya respon positif dapat ditafsirkan seseorang sebagai dukungan untuk
melakukan tindakan bunuh diri.
Ancaman bunuh diri pada umumnya diucapkan oleh pasien, berisi keinginan
untuk mati,disertai dengan rencana untuk mengakhiri kehidupan dan persiapan
alat untuk melaksanakan rencana tersebut. Secara aktif pasien telah
memikirkan rencana bunuh diri, namun tidak disertai dengan percobaan bunuh
diri.
c. Upaya bunuh diri
Semua tindakan yang diarahkan pada diri yang dilakukan oleh individu yang
dapat mengarah pada kematian jika tidak dicegah. Pada kondisi ini pasien aktif
mencoba bunuh diri dengan cara gantung diri, minum racun, memotong urat
nadi, atau menjatuhkan diri dari tempat yang tinggi. Percobaan bunuh diri
terlebih dahulu individu tersebut mengalami depresi yang berat akibat suatu
masalah yang menjatuhkan harga dirinya.
92
d. Bunuh Diri
Bunuh diri mungkin terjadi setelah tanda peningkatan terlewatkan atau
terabaikan. Orang yang melakukan percobaan bunuh diri dan yang tidak
langsung ingin mati mungkin pada mati jika tanda-tanda tersebut tidak
diketahui tepat pada waktunya.
Diagnosa Keperawatan dan Diagnosa Medis
Berdasarkan NANDA
Diagnosa keperawatan primer untuk perilaku destruktif – diri :
a.
Ketidakpatuhan
b.
Resiko terhadap mutilasi diri
c.
Resiko terhadap amuk, diarahkan pada diri sendiri
Diagnosa lainnya :
1.
Kerusakan penyesuaian
2.
Ansietas
3.
Gangguan citra tubuh
4.
Inefektif koping komunitas
5.
Inefektif : perlemahan koping keluarga
6.
Inefektif koping individu
7.
Inefektif menyangkal
8.
Resiko terhadap defisit volume cairan
9.
Resiko terhadap kesepian
10. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
11. Perubahan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh
12. Gangguan harga diri
13. Distres spiritual
Penatalaksanaan
1. Penataaksanaan medis
Penting sekali dalam pengobatannya untuk menangani juga gangguan
mentalnya. Untuk pasien dengan depresi dapat diberikan terapi elektro
konvulsi, obat obat terutama anti depresan dan psikoterapi.
2. Penatalaksanaan keperawatan
93
Pertolongan pertama biasanya dilakukan secara darurat atau dikamar
pertolongan darurat di RS, dibagian penyakit dalam atau bagian bedah.
Dilakukan pengobatan terhadap luka-luka atau keadaan keracunan,
kesadaran penderita tidak selalu menentukan urgensi suatu tindakan medis.
Penentuan perawatan tidak tergantung pada faktor sosial tetapi berhubungan
erat dengan kriteria yang mencerminkan besarnya kemungkinan bunuh diri.
Bila keadaan keracunan atau terluka sudah dapat diatasi maka dapat
dilakukan evaluasi psikiatri. Tidak adanya hubungan beratnyagangguan
badaniah dengan gangguan psikologik.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN RESIKO BUNUH
DIRI
A. Pengkajian
Data yang perlu dikumpulkan saat pengkajian :
1. Riwayat masa lalu :
a.
Riwayat percobaan bunuh diri dan mutilasi diri
b.
Riwayat keluarga terhadap bunuh diri
c.
Riwayat gangguan mood, penyalahgunaan NAPZA dan skizofrenia
d.
Riwayat penyakit fisik yang kronik, nyeri kronik.
e.
Klien yang memiliki riwayat gangguan kepribadian boderline, paranoid,
antisocial
f.
Klien yang sedang mengalami kehilangan dan proses berduka
2. Peristiwa hidup yang menimbulkan stres dan kehilangan yang baru dialami.
3. Hasil dan alat pengkajian yang terstandarisasi untuk depresi.
4. Riwayat pengobatan.
5. Riwayat pendidikan dan pekerjaan.
94
6. Catat ciri-ciri respon psikologik, kognitif, emosional dan prilaku dari individu
dengan gangguan mood.
7. Kaji adanya faktor resiko bunuh diri dan letalitas prilaku bunuh diri :
a.
Tujuan klien misalnya agar terlepas dari stres, solusi masalah yang sulit.
b.
Rencana bunuh diri termasuk apakah klien memiliki rencana yang teratur dan
cara-cara melaksanakan rencana tersebut.
c.
Keadaan jiwa klien (misalnya adanya gangguan pikiran, tingkat gelisah,
keparahan gangguan mood).
d.
Sistem pendukung yang ada.
e.
Stressor saat ini yang mempengaruhi klien, termasuk penyakit lain (baik
psikiatrik maupun medik), kehilangan yang baru dialami dan riwayat
penyalahgunaan zat.
f.
Kaji sistem pendukung keluarga dan kaji pengetahuan dasar keluarga klien, atau
keluarga tentang gejala, meditasi dan rekomendasi pengobatan gangguan mood,
tanda-tanda kekambuhan dan tindakan perawatan diri.
8. Symptom yang menyertainya
a. Apakah klien mengalami :
1)
Ide bunuh diri
2)
Ancaman bunuh diri
3)
Percobaan bunuh diri
4)
Sindrome mencederai diri sendiri yang disengaja
b. Derajat yang tinggi terhadap keputusasaan, ketidakberdayaan dan anhedonia
dimana hal ini merupakan faktor krusial terkait dengan resiko bunuh diri.
Bila individu menyatakan memiliki rencana bagaimana untuk membunuh diri
mereka sendiri. Perlu dilakukan penkajian lebih mendalam lagi diantaranya :
1)
Cari tahu rencana apa yang sudah di rencanakan
2)
Menentukan seberapa jauh klien sudah melakukan aksinya atau perencanaan
untuk melakukan aksinya yang sesuai dengan rencananya.
95
3)
Menentukan seberapa banyak waktu yang di pakai pasien untuk merencanakan
dan mengagas akan suicide
4)
Menentukan bagaiamana metoda yang mematikan itu mampu diakses oleh
klien.
Hal – hal yang perlu diperhatikan didalam melakukan pengkajian tentang riwayat
kesehatan mental klien yang mengalami resiko bunuh diri :
1.
Menciptakan hubungan saling percaya yang terapeutik
2.
Memilih tempat yang tenang dan menjaga privacy klien
3.
Mempertahankan ketenangan, suara yang tidak mengancam dan mendorong
komunikasi terbuka.
4.
Menentukan keluhan utama klien dengan menggunakan kata – kata yang
dimengerti klien
5.
Mendiskuiskan gangguan jiwa sebelumnya dan riwayat pengobatannya
6.
Mendaptakan data tentang demografi dan social ekonomi
7.
Mendiskusikan keyakinan budaya dan keagamaan
8.
Peroleh riwayat penyakit fisik klien
Sebagai perawat perlu mempertimbangkan pasien yang memiliki resiko apabila
menunjukkan perilaku sebagai berikut :
1.
Menyatakan pikiran, harapan dan perencanaan tentang bunuh diri
2.
Memiliki riwayat satu kali atau lebih melakukan percobaan bunuh diri.
3.
Memilki keluarga yang memiliki riwayat bunuh diri.
4.
Mengalami depresi, cemas dan perasaan putus asa.
5.
Memiliki ganguan jiwa kronik atau riwayat penyakit mental
6.
Mengalami penyalahunaan NAPZA terutama alcohol
7.
Menderita penyakit fisik yang prognosisnya kurang baik
8.
Menunjukkan impulsivitas dan agressif
9.
Sedang mengalami kehilangan yang cukup significant atau kehilangan yang
bertubi-tubi dan secara bersamaan
10. Mempunyai akses terkait metode untuk melakukan bunuh diri misal pistol, obat,
racun.
11. Merasa ambivalen tentang pengobatan dan tidak kooperatif dengan pengobatan
96
12. Merasa kesepian dan kurangnya dukungan sosial.
Dalam melakukan pengkajian klien resiko bunuh diri, perawat perlu memahami
petunjuk dalam melakukan wawancara dengan pasien dan keluarga untuk
mendapatkan data yang akurat. Hal – hal yang harus diperhatikan dalam
melakukan wawancara adalah :
1.
Tentukan tujuan secara jelas : Dalam melakukan wawancara, perawat tidak
melakukan diskusi secara acak, namun demikian perawat perlu melakukannya
wawancara yang fokus pada investigasi depresi dan pikiran yang berhubungan
dengan bunuh diri.
2.
Perhatikan signal / tanda yang tidak disampaikan namun mampu diobservasi
dari komunikasi non verbal. Hal ini perawat tetap memperhatikan indikasi
terhadap kecemasan dan distress yang berat serta topic dan ekspresi dari diri klien
yang di hindari atau diabaikan.
3.
Kenali diri sendiri. Monitor dan kenali reaksi diri dalam merespon klien, karena
hal ini akan mempengaruhi penilaian profesional.
4.
Jangan terlalu tergesa – gesa dalam melakukan wawancara. Hal ini perlu
membangun hubungan terapeutik yang saling percaya antara perawat dank lien.
5.
Jangan membuat asumsi tentang pengalaman masa lalu individu mempengaruhi
emosional klien.
6.
Jangan menghakimi, karena apabila membiarkan penilaian pribadi akan
membuat kabur penilaian profesional.
B.
Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada prilaku percobaan bunuh diri :
1.
Dorongan yang kuat untuk bunuh diri berhubungan dengan gangguan alam
perasaan : depresi.
2.
Potensial untuk bunuh diri berhubungan dengan ketidakmampuan menangani
stres, perasaan bersalah.
3.
Koping yang tidak efektif berhubungan dengan ingin bunuh diri sebagai
pemecahan masalah.
4.
Potensial untuk bunuh diri berhubungan dengan keadaan stress yang tiba-tiba
97
5.
Isolasi sosial berhubungan dengan usia lanjut atau fungsi tubuh yang menurun.
6.
Gangguan konsep diri : harga diri rendah berhubungan dengan kegagalan
(sekolah, hubungan interpersonal).
C.
Rencana Tindakan
Tujuan utama asuhan keperawatan adalah melindungi klien sampai ia dapat
melindungi diri sendiri. Intervensi yang dibuat dan dilaksanakan terus mengacu
pada etiologi dari diagnosa keperawatan serta sesuai dengan tujuan yang akan
tercapai.
Aktivitas keperawatan secara umum
1.
Bantu klien untuk menurunkan resiko perilaku destruktif yang diarahkan pada
diri sendiri, dengan cara :
a.
Kaji tingkatan resiko yang di alami pasien : tinggi, sedang, rendah.
b.
Kaji level Long-Term Risk yang meliputi : Lifestyle/ gaya hidup, dukungan
social yang tersedia, rencana tindakan yang bisa mengancam kehidupannya,
koping mekanisme yang biasa digunakan.
c.
Berikan lingkungan yang aman ( safety) berdasarkan tingkatan resiko ,
managemen untuk klien yang memiliki resiko tinggi
d.
Orang yang ingin suicide dalam kondisi akut seharusnya ditempatkan didekat
ruang perawatan yang mudah di monitor oleh perawat.
e.
Mengidentifikasi dan mengamankan benda – benda yang dapat membahayakan
klien misalnya : pisau, gunting, tas plastic, kabel listrik, sabuk, hanger dan barang
berbahaya lainnya.
f.
Membuat kontrak baik lisan maupun tertulis dengan perawat untuk tidak
melakukan tindakan yang mencederai diri Misalnya : ”Saya tidak akan
mencederai diri saya selama di RS dan apabila muncul ide untuk mencederai diri
akan bercerita terhadap perawat.”
g.
Makanan seharusnya diberikan pada area yang mampu disupervisi dengan
catatan
1)
Yakinkan intake makanan dan cairan adekuat
2)
Gunakan piring plastik atau kardus bila memungkinkan.
98
3)
Cek dan yakinkan kalau semua barang yang digunakan pasien
kembali pada tempatnya.
h.
Ketika memberikan obat oral, cek dan yakinkan bahwa semua obat diminum.
i.
Rancang anggota tim perawat untuk memonitor secara kontinyu.
j.
Batasi orang dalam ruangan klien dan perlu adanya penurunan stimuli.
k.
Instruksikan pengunjung untuk membantasi barang bawaan ( yakinkan untuk
tidak memberikan makanan dalam tas plastic)
l.
Pasien yang masih akut diharuskan untuk selalu memakai pakaian rumah sakit.
m.
Melakukan seklusi dan restrain bagi pasien bila sangat diperlukan
n.
Ketika pasien sedang diobservasi, seharusnya tidak menggunakan pakaian yang
menutup seluruh tubuhnya. Perlu diidentifikasi keperawatan lintas budaya.
o.
Individu yang memiliki resiko tinggi mencederai diri bahkan bunuh diri perlu
adanya komunikasi oral dan tertulis pada semua staf.
p.
Membantu meningkatkan harga diri klien
q.
Tidak menghakimi dan empati
r.
Mengidentifikasi aspek positif yang dimilikinya
s.
Mendorong berpikir positip dan berinteraksi dengan orang lain
t.
Berikan jadual aktivitas harian yang terencana untuk klien dengan control
impuls yang rendah
u.
Melakukan terapi kelompok dan terapi kognitif dan perilaku bila diindikasikan.
v.
Bantu klien untuk mengidentifikasi dan mendapatkan dukungan social
w.
Informasikan kepada keluarga dan saudara klien bahwa klien membutuhkan
dukungan social yang adekuat.
x.
Bersama pasien menulis daftar dukungan sosial yang di punyai termasuk
jejaring sosial yang bisa di akses.
y.
Dorong klien untuk melakukan aktivitas social
z.
Membantu klien mengembangkan mekanisme koping yang positif.
1)
Mendorong ekspresi marah dan bermusuhan secara asertif
2)
Lakukan pembatasan pada ruminations tentang percobaan bunuh
diri.
3)
Bantu klien untuk mengetahui faktor predisposisi ‘ apa yang terjadi
sebelum anda memiliki pikiran bunuh diri’
99
4)
Memfasilitasi uji stress kehidupan dan mekanisme koping
5)
Explorasi perilaku alternative
6)
Gunakan modifikasi perilaku yang sesuai
7)
Bantu klien untuk mengidentifikasi pola piker yang negative dan
mengarahkan secara langsung untuk merubahnya yang rasional.
a)
Initiate Health Teaching dan rujukan, jika diindikasikan
b)
Memberikan pembelajaran yan menyiapkan orang mengatasi
stress (relaxation, problem-solving skills).
c)
Mengajari keluarga technique limit setting
d)
Mengajari keluarga ekspresi perasaan yang konstruktif
e)
Intruksikan keluarga dan orang lain untuk mengetahui
peningkatan resiko : perubahan perilaku, komunikasi verbal dan
nonverbal, menarik diri, tanda depresi.
Menurut Stuart dan Sundeen (1997) dalam Keliat (1991 : 13) mengidentifikasi
intervensi utama pada klien untuk prilaku bunuh diri yaitu :
a.
Melindungi : Merupakan intervensi yang paling penting untuk mencegah klien
melukai dirinya. Tempatkan klien di tempat yang aman, bukan diisolasi dan perlu
dilakukan pengawasan.
b.
Meningkatkan harga diri: Klien yang ingin bunuh diri mempunyai harga diri
yang rendah. Bantu klien mengekspresikan perasaan positif dan negatif. Berikan
pujian pada hal yang positif.
c.
Menguatkan koping yang konstruktif/sehat.: Perawat perlu mengkaji koping
yang sering dipakai klien. Berikan pujian penguatan untuk koping yang
konstruktif. Untuk koping yang destruktif perlu dimodifikasi/dipelajari koping
baru.
d.
Menggali perasaan : Perawat membantu klien mengenal perasaananya. Bersama
mencari faktor predisposisi dan presipitasi yang mempengaruhi prilaku klien.
Menggerakkan dukungan sosial, untuk itu perawat mempunyai peran
menggerakkan sistem sosial klien, yaitu keluarga, teman terdekat, atau lembaga
pelayanan di masyarakat agar dapat mengontrol prilaku klien.
D. Pelaksanaan
100
Tindakan keperawatan yang dilakukan harus disesuaikan dengan rencana
keperawatan yang telah disusun. Sebelum melaksanakan tindakan yang telah
direncanakan, perawat perlu memvalidasi dengan singkat apakah rencana tindakan
masih sesuai dengan kebutuhannya saat ini (here and now). Perawat juga meniali
diri sendiri, apakah mempunyai kemampuan interpersonal, intelektual, teknikal
sesuai dengan tindakan yang akan dilaksanakan. Dinilai kembali apakah aman
bagi klien, jika aman maka tindakan keperawatan boleh dilaksanakan.
E.
Evaluasi
1.
Ancaman terhadap integritas fisik atau sistem dari klien telah
berkurang dalam sifat, jumlah asal atau waktu.
2.
Klien menggunakan koping yang adaptif.
3.
Klien terlibat dalam aktivitas peningkatan diri.
4.
Prilaku klien menunjukan kepedualiannya terhadap kesehatan fisik,
psikologi dan kesejahteraan sosial.
5.
Sumber koping klien telah cukup dikaji dan dikerahkan.
101
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN HALUSINAASI, WAHAM,
MENARIK DIRI DAN PERILAKU KEKERASAN
A. Pengertian
Waham adalah kepercayaan yang salah terhadap obyek dan tidak konsisten
dengan latar belakang intelektual dan budaya (Rawlin, 1993)
Waham adalah keyakinan individu yang tidak dapat divalidasi atau dibuktikan
dengan realitas (Haber,1982).
102
Waham adalah keyakinan seseorang yang berdasarkan penilaian realitas yang
salah. Keyakinan klien tidak konsisten dengan tingkat intelektual dan latar
belakang budaya klien. Waham dipengaruhi oleh faktor pertumbuhan dan
perkembangan seperti adanya penolakan, kekerasan, tidak ada kasih sayang,
pertengkaran orang tua dan aniaya. (Budi Anna Keliat,1999).
B. Rentang Respon Neurobiologis
1.
Pengertian
Respon neurobiologis merupakan berbagai respon perilaku klien yang terkait
dengan fungsi otak. Gangguan neurobiologist ditandai dengan gangguan
sensori persepsi : halusinasi dan gangguan proses pikir : waham atau
umumnya dikenal dengan penyakit psikotik.
2.
Psikodinamika
Gangguan respon neurobiologis atau respon neurobilogis yang maladaptif
terjadi karena adanya :
a.
Lesi pada area frontal, temporal dan limbic sehingga mengakibatkan
terjadinya gangguan pada otak dalam memproses informasi.
b. Ketidak mampuan otak untuk menyeleksi stimulus.
c. Ketidak seimbangan antara dopamin dan neurotransmitter lainnya.
3.
Isi Pikir
Gangguan isi pikir merupakan ketidak mampuan individu memproses stimulus
internal dan eksternal secara akurat. Gangguan ini diidentifikasi dengan
adanya waham, yaitu keyakinan individu yang tidak dapat divalidasi atau
dibuktikan dengan realitas (Haber, 1982). Keyakinan individu tersebut tidak
sesuai dengan tingkat intelektual dan latar belakang budayanya (Rawlin, 1993)
dan tidak dapat digoyahkan atau diubah denagn alas an yang logis (Cook &
Fontaine, 1987) serta keyakinan tersebut diucapkannya berulang kali.
103
4.
Penyebab Waham
Salah satu penyebab dari perubahan proses pikir : waham yaitu Gangguan
konsep diri : harga diri rendah. Harga diri adalah penilaian individu tentang
pencapaian diri dengan menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan
ideal diri. Gangguan harga diri dapat digambarkan sebagai perasaan negatif
terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri, dan merasa gagal mencapai
keinginan.
Tanda dan Gejala :
· Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan tindakan terhadap
penyakit (rambut botak karena terapi)
· Rasa bersalah terhadap diri sendiri (mengkritik/menyalahkan diri sendiri)
· Gangguan hubungan sosial (menarik diri)
· Percaya diri kurang (sukar mengambil keputusan)
· Mencederai diri (akibat dari harga diri yang rendah disertai harapan yang
suram, mungkin klien akan mengakiri kehidupannya.
Berbagai macam masalah kehilangan dapat terjadi setelah bencana baik itu
kehilangan harta benda, keluarga maupun orang yang bermakna. Kehilangan
ini merupakan stressor yang menyebabkan stress pada mereka yang
mengalaminya. Bila stress ini berkepanjangan dapat memicu masalah
gangguan jiwa dan pasien dapat mengalami waham.
1.
Factor presipitasi :
Social – Budaya
Teori ini mengatakan bahwa stress lingkungan dapat menyebabkan terjadinya
respon neurologis yang maladaptive, misalnya lingkungan yang penuh dengan
kritik (rasa bermusuhan); kehilangan kemandirian dalam kehidupan atau
104
kehilangan harga diri; kerusakan dalam interpersonal dan gangguan dalam
hubungan interpersonal; kesepian; tekanan dalam pekerjaan dan kemiskinan.
Teori ini mengatakan bahwa terjadinya gangguan psikotik tetapi tidak diyakini
sebagai penyebab utama gangguan.
2.
Perilaku
Pengkajian pada klien dengan respon neurobiologis yang maladaptive perlu
ditekankan pada fungsi kognitif (proses piker), fungsi persepsi, fungsi emosi,
fungsi motorik dan fungsi social.
a.
Fungsi kognitif
Pada fungsi kognitif terjadi perubahan pada daya ingat. Klien mengalami
kesukaran untuk menilai dan menggunakan memorinya atau klien mengalami
gangguan daya ingat jangka pendek atau jangka panjang. Klien menjadi
pelupa dan tidak berminat.
·
Cara berfikir magis dan primitive
Klien menganggap bahwa dirinya dapat melakukan sesuatu yang mustahil
bagi orang lain, misalnya dapat berubah menjadi superman. Cara berfikir klien
seperti anak pada tingkat perkembangan anak prasekolah.
·
Perhatian
Klien gangguan respon neurologis tidak mampu memprtahankan perhatiannya
atau mudah teralihkan serta konsentrasinya buruk. Akibatnya klien mengalami
kesulitan dalam menyelesaikan tugas dan berkonsentrasi terhadap tugas.
·
Isi piker
Klien tidak mampu memproses stimulus internal dan eksternaldengan baik
sehingga terjadi apa yang disebut dengan waham (agama, kebesaran, somatic,
curiga, nihilstik, sisip piker, siar piker).
·
Bentuk dan pengorganisasian bicara
105
Klien tidak mampu mengorganisasi pemikiran dan menyusun pembicaraan
yang logis serta koheren. Gejala yang sering ditemukan adalah kehilangan
asosiasi, tangensial, inkoheren atau neologisme, sirkumstansial, tidak masuk
akal. Hal ini dapat diidentifikasi dari pembicaraan klien yang tidak relevan,
tidak logis, bizar dan bicara yang berbelit-belit.
b. Fungsi persepsi
Perubahan atau gangguan yang sering ditemukan pada klien adalah :
·
Depersonalisasi
Klien merasa tubuhnya bukanlah miliknya atau klien merasa dirinya terpisah
dengan jati dirinya sendiri.
·
Halusinasi
Klien merasakan sesuatu yang tidak ada hubungannya dengan lingkungan atau
tidak ada stimulus dari lingkungan. Halusinasi yang sering terjadi adalah
halusinasi pendengaran dan penglihatan.
c. Fungsi emosi
Emosi digambarkan dalam istilah mood dan afek. Mood adalah suasana emosi
sedangkan afek mengaju kepada expresi emosi, yang dapat diamati dari
expresi wajah, gerakan tangan, tubuh dan nada suara ketika individu
menceritakan perasaannya.
Pada respons neurobiologis yang maladaptif terjadi gangguan emosi yang
dapat dikaji melalui perubahan afek :
·
Afek tumpul : kurangnya respon emosional terhadap pikiran, orang lain
atau pengalaman. Klien tampak apatis.
·
Afek datar : tidak tampak expresi aktif, suara monoton dan wajah datar,
tidak ada keterlibatan perasaan.
106
·
Afek tidak sesuai : afek tidak sesuai dengan isi pembicaraan.
·
Reaksi berlebihan : reaksi emosi yang berlebihan terhadap suatu kejadian.
·
Ambivalen : timbulnya dua perasaan yang bertentangan pada saat yang
bersamaan.
d. Fungsi motorik
Respon neurobiologis maladaptif menimbulkan perilaku yang aneh,
membingungkan dan kadang-kadang tampak tidak kenal dengan orang lain.
Perubahan tersebut adalah :
·
Impulsif : cenderung melakukan gerakan yang tiba-tiba dan spontan.
·
Manerisme : dikenal melalui gerakan dan ucapan seperti grimasentik.
·
Stereotipik : gerakan yang diulang-ulang tidak bertujuan dan tidak
dipengaruhi oleh stimulus yang jelas.
·
Katatonia
e. Fungsi social
Perilaku yang terkait dengan hubungan sosial sebagai akibat dari respon
neurobiologis yang maladaptive adalah sebagai berikut :
·
Kesepian
Perasaan terisolasi dan terasing, perasaan kosong dan merasa putus asa
sehingga kllien terpisah dengan orang lain.
·
Isolasi social
Terjadi ketika klien menarik diri secara fisik dan emosional dari lingkungan.
Isolasi diri klien tergantung pada tingkat kesedihan dan kecemasan yang
berkaitan dalam berhubungan dengan orang lain. Rasa tidak percaya pada
orang lain merupakan inti masalah pada klien. Pengalaman hubungan yang
tidak menyenangkan menyebabkan klien menganggap hubungan saat ini
membahayakan. Klien merasa terancam setiap ditemani orang lain karena ia
107
menganggap oran tersebut akan mengontrolnya , mengancam, menuntutnya.
Oleh karena itu klien memilih tetap mengisolasi diri dari pada pengalaman
yang menyedihkan terulang kembali.
3.
Mekanisme koping
Mekanisme koping yamg sering digunakan klien adalah :
a.
Regresi, merupakan usaha klien untuk menanggulangi ansietas.
b.
Proyeksi, sebagai untuk menjelaskan kerancuan persepsi.
4.
Akibat dari Waham
Klien dengan waham dapat berakibat terjadinya resiko mencederai diri, orang
lain dan lingkungan. Resiko mencederai merupakan suatu tindakan yang
kemungkinan dapat melukai/ membahayakan diri, orang lain dan lingkungan.
Tanda dan Gejala :
· Memperlihatkan permusuhan
· Mendekati orang lain dengan ancaman
· Memberikan kata-kata ancaman dengan rencana melukai
· Menyentuh orang lain dengan cara yang menakutkan
· Mempunyai rencana untuk melukai
5. Jenis-jenis Waham
Waham dapat diklasifikasikan menjadi delapan macam :
1. Waham agama :
Keyakinan klien terhadap suatu agama secara berlebihan, diungkapakan
berulang kali tetapi tidak sesuai kenyataan.
108
2. Waham kebesaran :
Klien yakin bahwa ia memiliki kebesaran dan kekuasaan khusus, diucapkan
berulang kali tetapi tidak sesuai kenyataan.
3. Waham somatik :
Klien yakin bahwa tubuh atau bagian tubuhnya terganggu atau terserang
penyakit, diucapkan berulang kali tetapi tidak sesuai kenyataan.
4. Waham curiga :
Klien yakin bahwa seseorang atau kelompok yang berusaha merugikan atau
mencederai dirinya, diucapkan berulang kali tetapi tidak sesuai kenyataan.
5. Waham nihilistik :
Klien yakin bahwa dirinya sudah tidak ada lagi/meninggal, diucapkan
berulang kali tetapi tidak sesuai kenyataan.
6. Waham sisip pikir :
Klien yakin bahwa ad aide atau pikiran orang lain yang disisipkan kedalam
pikirannya, diucapkan berulang kali tetapi tidak sesuai kenyataan.
7. Waham siar pikir :
Klien yakin orang lain mengetahui apa yang dia pikirkan walaupun tidak
dinyatakannya kepada orang tersebut , diucapkan berulang kali tetapi tidak
sesuai kenyataan.
8. Waham kontrol pikir :
Klien yakin pikirannya dikontrol oleh kekuatan dari luar, , diucapkan berulang
kali tetapi tidak sesuai kenyataan.
3.6. Proses terjadinya waham:
1.
Perasaan di ancam oleh lingkungan, cemas, merasa sesuatu yang
tidak menyenangkan terjadi
109
2.
Mencoba mengingkari ancaman dari persepsi diri atau objek dari realitas
dengan menyalahartikan kesan terhadap kejadian
3.
Individu memproyeksikan pikiran dan perasaan internal pada lingkungan
sehingga perasaan, pikiran dan keinginan negative/tidak dapat diterima
menjadi bagian eksternal
4.
Individu mencoba memberi pembenaran/rasional/alasan interprestasi
personal tentang realita pada diri sendiri atau orang lain.
6. Tanda dan Gejala Waham
Untuk mendapatkan data waham, Saudara harus melakukan observasi
terhadap perilaku berikut ini :
f.
Waham kebesaran :
Contoh “saya ini pejabat di departemen kesehatan lho..” atau
“saya memiliki tambang emas..”
g.
Waham curiga :
Contoh “saya tahu seluruh keluarga saya ingin menghancurkan hidup saya
karena mereka iri dengan kesuksesan saya...”
h.
Waham agama :
Contoh “kalau saya masuk surge, saya harus menggunakan pakaian putih
setiap hari..”
i.Waham somatic :
Contoh “saya sakit kanker..” setelah dilakukan pemeriksaan laboratorium
tidak ditemukan tanda-tanda kanker namun pasien terus mengatakan bahwa ia
terserang kanker
j.
Waham nihilistic :
110
Contoh “inilah alam kubur..dan semua yang ada disini adalah roh-roh..”
Tanda dan Gejala Umum :
· Klien mengungkapkan sesuatu yang diyakininya (tentang agama, kebesaran,
kecurigaan, keadaan dirinya berulang kali secara berlebihan tetapi tidak sesuai
kenyataan
· Klien tampak tidak mempunyai orang lain
· Curiga
· Bermusuhan
· Merusak (diri, orang lain, lingkungan)
· Takut, sangat waspada
· Tidak tepat menilai lingkungan/ realitas
· Ekspresi wajah tegang
· Mudah tersinggung
7. Prinsip tindakan keperawatan pada waham;
1. Tetapkan hubungan saling percaya
2.
Identifikasi isi dan jenis waham
3.
Kaji intensitas, frekuensi, dan lamanya waham
4.
Identifikasi stressor waham
5.
Identifikasi stressor terbesar yang dialami baru-baru ini
6.
Hubungan unsure waham dan onset stress
111
7.
Jika klien bertanya apakah anda percaya pada waham tersebut, katakan
bahwa itu merupakan pengalaman klien
8. Penuhi kebutuhan yang dipenuhi oleh waham
8.
Sekali waham dimengerti, hindari dan jangan mendukung pembicaraan
berulang tentang waham
2.7. Rencana tindakan keperawatan perubahan proses pikir: waham
1.
Bina hubungan yang saling percaya
2.
Bantu klien mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki
3.
Bantu klien mengidentifikasi kebutuhan yang tidak dipenuhi
4.
Bantu klien berhubungan dengan realita
5.
Libatkan keluarga
6.
Ajar klien memanfaatkan obat dengan benar
2.8. Strategi Merawat Pasien Waham
1.
Tempatkan waham dalam kerangka waktu dan identifikasi pemicu
2.
Kaji intensitas, frekuensi, dan lamanya waham
3.
Identifikasi komponen emosional waham
4.
Amati adanya bukti pemikiran konktrit
5.
Amati pembicaraan yang menunjukan gejala gangguan pemikiran
6.
Amati kemampuan pasien untuk menggunakan pertimbangan sebab
akibat secara akurat
112
7.
Bedakan antara gambaran pengalaman dan kenyataan yang terjadi dan
arti dari kenyataan tersebut
8. Secara cermat, tanyakan pada pasien tentang kenyataan yang terjadi dan
arti kenyataan tersebut
9. Diskusikan tentang waham dan konsekuensinya
10. Tingkatkan distraksi sebagai cara untuk menghentikan focus pada waham
2.9.
1.
1.1.
Penatalaksanaan Keperawatan
Pengkajian
Wawancara
Tanda dan gejala isolasi sosial yang dapat ditemukan dengan wawancara pada
pasien dan keluarga, adalah :
a. Memperlihatkan permusuhan
b. Mendekati orang lain dengan ancaman
c. Memberikan kata-kata ancaman dengan rencana melukai
d. Menyentuh orang lain dengan cara yang menakutkan
e. Mempunyai rencana untuk melukai
Berikut ini adalah beberapa contoh pertanyaan yang dapat digunakan sebagai
panduan untuk mengkaji pasien dengan waham :
a.
Apakah pasien memiliki pikiran/isi piker yang berulang-ulang dan
menetap?
b.
Apakah pasien takut terhadap objek atau situasi tertentu, atau apakah
pasien cemas secara berlebihan tentang tubuh atau kesehatannya?
113
c.
Apakah pasien pernah merasakan bahwa benda-benda disekitarnnya
aneh dan tidak nyata?
d.
Apakah pasien pernah merasakan bahwa ia berada diluar tubuhnya?
e.
Apakah pasien pernah merasakan diawasi atau dibicarakan oleh orang
lain?
f.
Apakah pasien berfikir bahwa pikiran atau tindakannya dikontrol orang
lain atau kekuatan dari luar?
g.
Apakah pasien menyatakan bahwa ia memiliki kekuatan fisik atau
kekuatan lainnya atau yakin bahwa orang lain dapat membaca pikirannya?
1.2.
Observasi
Tanda dan gejala waham yang dapat diobservasi:
a. Klien mengungkapkan sesuatu yang diyakininya (tentang agama,
kebesaran, kecurigaan, keadaan dirinya berulang kali secara berlebihan tetapi
tidak sesuai kenyataan
b. Klien tampak tidak mempunyai orang lain
c. Curiga
d. Bermusuhan
e. Merusak (diri, orang lain, lingkungan)
f. Takut, sangat waspada
g. Tidak tepat menilai lingkungan/ realitas
h. Ekspresi wajah tegang
114
i.
Mudah tersinggung
Pengelompokan data pada pengkajian kesehatan jiwa berupa faktor presipitasi,
penilaian stressor , sumber koping yang dimiliki klien. Setiap melakukan
pengkajian, tulis tempat klien dirawat dan tanggal dirawat isi pengkajian
meliputi :
1.
Identitas Klien
Meliputi nama klien , umur , jenis kelamin , status perkawinan, agama,
tangggal masuk rumah sakit , informan, tangggal pengkajian, No rumah klien
dan alamat klien.
2.
Keluhan Utama
Keluhan biasanya sering berbicara diluar kenyataan, komunikasi kurang atau
tidak ada,menolak interaksi dengan orang lain ,tidak melakukan kegiatan
sehari – hari , dependen.
3.
Faktor predisposisi
Kehilangan , perpisahan , penolakan orang tua ,harapan orang tua yang tidak
realistis ,kegagalan / frustasi berulang , tekanan dari kelompok sebaya;
perubahan struktur sosial.
Terjadi trauma yang tiba tiba misalnya harus dioperasi , kecelakaan dicerai
suami , putus sekolah , PHK, perasaan malu karena sesuatu yang terjadi (
korban perkosaan , dituduh KKN, dipenjara tiba – tiba) perlakuan orang lain
yang tidak menghargai klien/ perasaan negatif terhadap diri sendiri yang
berlangsung lama.
4.
Aspek fisik / biologis
Hasil pengukuran tada vital (TD, Nadi, suhu, Pernapasan , TB, BB) dan
keluhan fisik yang dialami oleh klien.
5.
Aspek Psikososial
115
Genogram yang menggambarkan tiga generasi.
6.
Konsep diri
a. citra tubuh :
Menolak dilihat dan disentuh bagian tubuh yang berubah atau tidak menerima
perubahan tubuh yang telah terjadi atau yang akan terjadi. Menolak penjelasan
perubahan tubuh, persepsi negatif tentang tubuh. Mendekati orang lain dengan
ancaman. Menyentuh orang lain dengan menakutkan. Mempunyai rencana
untuk melukai.
b. Identitas diri
Ketidakpastian memandang diri, sukar menetapkan keinginan dan tidak
mampu mengambil keputusan.
c. Peran
Berubah atau berhenti fungsi peran yang disebabkan penyakit , proses menua ,
putus sekolah, PHK.
d. Ideal diri
Mengungkapkan keputus asaan karena penyakitnya : mengungkapkan
keinginan yang terlalu tinggi.
e. Harga diri
Perasaan marah terhadap diri sendiri, rasa bersalah terhadap diri sendiri,
gangguan hubungan sosial, mencederai diri.
f. Status Mental
Kontak mata klien seperti mencurigai, kurang dapat memulai pembicaraan,
klien kurang mampu berhubungan dengan orang lain.
7.
Aspek Medik
116
Terapi yang diterima klien bisa berupa therapy farmakologi ECT,
Psikomotor, therapy okopasional, TAK , dan rehabilitas
2.9.2. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko tinggi mencederai diri, orang lain dan lingkungan.
2. kerusakan interaksi social, waham.
2.9.3. Tindakan keperawatan
Tindakan keperawatan yang umum untuk gangguan neurobiologist
No.
Prinsip
Rasional
Tindakan
1.
Menciptakan
Lingkungan fisik
Lingkungan
lingkungan
dan psikososial
fisik :
teurapeutik.
yang teurapeutik
akan
menstimulus
kemampuan
orientasi realitas.
1)
Tempatkan
klien pada
ruangan yang
tenang dan
cukup terang
(siang atau
malam).
2)
Cukup
stimulus untuk
waktu (kalender,
jam), tempat
(nama-nama
tempat), berita
(Koran, radio,
tv, majalah),
kegiatan berupa
117
jadwal harian,
mingguan atau
bulanan.
Lingkungan
psikososial :
1)
Sikap
perawat, tim
kesehatan dan
keluarga yang
bersahabat,
penuh perhatian,
lembut dan
sangat.
Bina hubungan
saling percaya :
1)
Tunjuk
perawat yang
bertanggung
jawab pada
klien.
2)
Tingkatkan
kontak klien
dengan
lingkungan
social secara
bertahap.
3)
Beri
stimulus untuk
interaksi dengan
118
lingkungan.
2.
Memenuhi
1)
Klien yang
kebutuhan
terganggu
kebutuhan
biologis.
orientasi realitas
fisiologis klien,
dapat cedera dan
makan, tidur
tidak perduli
dan kegiatan.
terhadap
kebutuhan
biologis.
2)
1)
Perhatikan
2)
Perhatikan
tanda-tanda
yang
Pada
membahayakan
awalnya perawat
klien dan orang
harus
lain
memperhatikan
dilingkungan.
pemenuhan
kebutuhan secara
adekuat.
3)
Latih klien
melakukan
kegiatan seharihari, makan,
mandi, dll.
4)
Sertakan
keluarga untuk
pemenuhan
kebutuhan
fisiologis dan
pelaksanaan
ADL.
3.
Mengembangkan
Klien perlu
1)
Bantu
orientasi realitas
mengembangkan
klien untuk
kemampuan
mengenal
119
klien.
menilai realitas
secara adekuat
agar klien dapat
beradaptasi
dengan
lingkungan.
persepsinya.
2)
Beri
umpan balik
tentang perilaku
klien tanpa
menyokong atau
membantah
kondisinya.
3)
Kontak
sering dan
singkat oleh
perawat dan tim
kesehatan lain.
4)
Beri
kesempatan
klien untuk
mengungkapkan
persepsi dan
daya orientasi.
5)
Bicarakan
topik-topik yang
berkaitan
dengan orientasi
diri sendiri,
orang lain dan
lingkungan.
6)
Bantu dan
tingkatkan konta
social secara
120
bertahap.
4.
Meningkatkan
1)
Peningkatan
harga diri klien.
harga diri akan
kesempatan
meningkatkan
mengungkapkan
percaya diri
perasaan.
sehingga
kecemasan klien
berkurang.
Keadaan ini akan
membantu klien
1)
2)
Beri
Beri respon
yang tidak
menghakimi dan
tidak
menyalahkan.
berhubungan
dengan
3)
lingkngan.
setiap pendapat
2)
Mendorong
Hargai
klien.
pengulangan
4)
Bantu
perilaku yang
klien
positif.
mengidentifikasi
hal-hal positif
pada dirinya.
5)
Berikan
penghargaan
terhadap aspek
positif yang
dimiliki klien.
6)
Bimbing
klien untuk
melakukan
kegiatan sesuai
dengan
kemampuan dan
121
kesenangannya.
7)
Berikan
pujian setiap
kali klien
melakukan
kegiatannya
dengan baik.
8)
Beri
kesempatan
klien untuk
sukses dala
kegiatannya.
122
2.9.4. Strategi Pelaksanaan Asuhan Keperawatan pada pasien Waham
1. SP 1 Pasien : Membina hubungan saling percaya, mengidentifikasi
kebutuhan yang tidak terpenuhi dan cara memenuhi kebutuhan,
mempraktekkan pemenuhan kebutuhan yang tidak terpenuhi.
a. Orientasi (Perkenalan):
“Assalammu’alaikum”
“Saya S … … …., Saya senang dipanggil Ibu Ser … … …, Saya perawat di
ruang Mawar ini… yang akan merawat Ibu.”
“Siapa nama anda? Senang dipanggil siapa?”
“Apa keluhan R hari ini? ”Bagaimana kalau kita berbincang-bincang? Di
mana enak nya kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau di ruang tamu?
Mau berapa lama, R? Bagaimana kalau 15 menit.”
b. Kerja :
“Saya mengerti R merasa bahwa R adalah seorang artis, bisa kita lanjutkan
pembicaraan yang tadi terputus R?”
“Tampaknya R gelisah sekali, bisa R ceritakan apa yang R rasakan?”
“O…jadi R merasa takut nanti di atur-atur oeh orang lain dan tidak punya hak
untuk mengatur diri R sendiri?”
“Siapa menurut R yang sering mengatur-atur diri R?”
“Kalau R sendiri inginnya seperti apa?”
“O…bagus R sudah punya rencana dan jadwal untuk diri sendiri?”
123
“Coba tuliskan rencana dan jadwal tersebut?”
“Wah…bagus sekali,jadi setiap harinya abang ingin ada kegiatan di luar
rumah karena bosan kalau ada di rumah terus y?”
c. Terminasi:
“Bagaimana perasaan R setelah kita latihan berkenalan?”
“Apa saja tadi yang telah kita bicarakan? Bagus”
“Bagaimana kalau jadwal ini abang coba lakukan,setuju R”?
“Bagaimana kalau saya datang kembali dua jam lagi?”
“Kita berbincang-bincang tentang kemampuan yang pernah R miliki? Mau di
mana kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau disini lagi?”
2. SP 2 Pasien : Mengidentifikasi kemampuan positif pasien dan membantu
mempraktekkannya
a.
Orientasi (Perkenalan)
“Asslammualaikum R,bagaimana perasaan nya
saat ini? Bagus!”
“Apakah R sudah mengingat-ingat apa saja hobi
R?”
“Bagaimana kalau kita bicarakan hobby R
tersebut?”
“Dimana enak nya R mau berbincang-bincang tentang hobi R tersebut?”
“Berapa lama R mau kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 20 menit?”
b. Kerja
“Apa saja hobby R? Saya catat ya,terus apa lagi?”
124
“Wah..,rupany R pandai menyanyi, tidak semua orang bisa bernyanyi seperti
kamu” (atau yang lain sesuai yang di ucapkan pasien).
“Bisa R ceritakan kepada saya kapan pertama kali belajar bernyanyi,siapa
yang mengajarkannya kepada R,di mana?”
“Bisa R bernyanyi di depan saya?”
“Wah..,bagus sekali suara R”
“Coba kita buat jadwal untuk kemampuan R ini ya,berapa kali sehari R
bernyanyi?”
“Apa yang R harapkan dari kemampuan bernyanyi R ini?”
“Ada tidak hobby atau kemampuan R yang lain selain bernyanyi?”
c.
Terminasi
“Bagaimana perasaan R setelah kita berbincang-bincang tentang hobby dan
kemampuan R?”
“Setelah ini coba R bernyanyi sesuai jadwal yang telah kita buat ya?”
“Besok kita ketemu lagi ya R?”
“Bagaiman kalau nanti sebelum makan siang? Di ruang makan saja, setuju?”
“Nanti kita akan membicarakan tentang obat yang harus R minum,setuju?”
3. SP 3 Pasien
:
Menganjurkan dan melatih cara minum obat
yang benar
a. Orientasi (Perkenalan)
“Assalammualaikum R”
“Bagaiamana R sudah di coba latihan bernyanyi nya? Bagus sekali”
“Sesuai dengan janji kita dua hari yang lalu, bagaimana kaau sekarang kita
membicarakan tentang minum obat yang R minum?”
125
“Di mana sebaiknya kita berbicara? Di ruang makan?”
“Berapa lama R mau kita berbicara? 20 atau 30 menit?”
b. Kerja
“Ada berapa macam obat yang R minum / jam berapa saja obat tersebut di
minum?”
“R perlu meminum obat ini agar pikiran R jadi tenang, dan tidur R juga
nyenyak”
“Obat nya ada 3 macam, yang warnanya oranye namanya CPZ
gunanya agar R merasa tenang, yang putih ini namanya THP gunanya agar R
merasa rileks, dan yang merah jambu ini namanya HLP gunanya agar pikiran
R jadi teratur. Semuanya ini di minum 3 kali sehari, jam 7 pagi, jam 1 siang,
dan jam 7 malam”.
“Bila nanti setelah minum obat mulut R terasa kering, untuk membantu
mengatasi nya R bisa minum dan mengisap-isap es batu”.
“Sebelum minum obat ini, R harus mengecek dulu label kotak obat, apakah
benar nama R tertulis disitu, berapa dosis atau butir yang harus diminum, jam
berapa saja harus diminum. Baca juga apakah nama obatnya sudah benar”.
“Obat-obat ini harus diminum secara teratur dan kemungkinan besar harus
diminum dalam jangka waktu yang lama. Agar tidak kambuh lagi, sebaiknya
R tidak menghentikan sendiri obat yang harus diminum sebelum berkonsultasi
dengan dokter”.
c. Terminasi
“Bagaimana perasaan R setelah kita berbincang-bincang tentang obat yang R
minum? Apa saja nama obat nya? Jam berapa minum obat?”
“Mari kita masukkan jadwal kegiatan R. Jangan lupa minum obat nya dan
nanti saat makan minta sendiri obat nya pada suster”.
126
“Jadwal yang telah kita buat kemarin dilanjutkan ya R!”
“R, besok kita ketemu lagi untuk melihat jadwal yang telah dilaksanakan.
“Sampai besok.”
2.9.5.Tindakan keperawatan untuk keluarga
a. Tujuan :
1. Keluarga mampu mengidentifikasi waham pasien
2. Keluarga mampu memfasilitasi pasien untuk memenuhi kebutuhan yang
dipenuhi oleh waham nya.
3. Keluarga mampu mempertahankan program pengobatan pasien secara
optimal
b. Tindakan :
1. Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga saat merawat pasien dirumah
2. Diskusikan dengan keluarga tentang waham yang dialami pasien
3. Diskusikan dengan keluarga tentang :
·
Cara merawat pasien waham dirumah
·
Follow up dan keteraturan pengobatan
·
Lingkungan yang tepat untuk pasien
4. Diskusikan dengan keluarga tentang obat pasien (nama
obat,dosis,frekuensi,efek samping,akibat penghentian obat).
127
5. Diskusikan dengan keluarga kondisi pasien yang memerlukan konsultasi
segera
6. Latih cara merawat
7. Menyusun rencana pulang pasien bersama keluarga
SP 1 Keluarga :
Membina hubungan saling percaya dengan keluarga,
mengidentifikasi masalah menjelaskan proses terjadinya masalah, dan obat
pasien.
a. Orientasi (perkenalan)
“Assalamualaikum pak / bu,perkenalkan nama saya S, saya perawat yang
dinas di ruang ini. Saya yang merawar R selama ini. Nama bapak / ibu siapa,
senang nya dipanggil apa?”
“Bagaimana kalau sekarang kita membicarakan tentang masalah R dan cara
merawat R dirumah?”
“Dimana kita mau berbicara? Bagaimana kalau di ruang wawancara?”
“Berapa lama waktu bapak / ibu? Bagaimana kalau 30 menit?
b. Kerja
“Pak / bu, apa masalah yang Bpk/ibu rasakan dalam merawat R? Apa yang
sudah dilakukan R dirumah? Dalam menghadapi sikap anak bapak/ibu yang
sudah mengaku-ngaku sebagai artis tetapi kenyataannya bukan artis
merupakan salah satu gangguan proses berpikir. Untuk itu akan saya jelaskan
sikap dan cara menghadapi nya. Setiap kali anak bapak/ibu berkata bahwa ia
seorang artis maka bapak/ibu mengatakan :
“Baoak/ibu mengerti R merasa seorang artis, tapi sulit bagi bapak/ibu untuk
mempercayai nya karena R adalah seorang remaja yang biasa saja.”
128
“Kedua, bapak/ibu harus lebih sering memuji R jika ia melakukan hal-hal
yang baik.”
“Ketiga, hal-hal ini sebaiknya dilakukan oleh seluruh keluarga yang
berinteraksi dengan R.”
“Bapak/ibu dapat berbincang-bincang dengan R tentang kebutuhan yang
diinginkan R, missal nya: “Bapak/ibu percaya R punya kemampuan ………..”
(kemampuan yang pernah dimiliki oleh R)
“Keempat, Bagaimanakalau dicoba lagi sekarang?” (Jika anak mau mencoba
berikan pujian) “Bapak/ibu, R perly minum obat ini agar pikirannya jadi
tenang, tidur nya juga tenang.”
“Obat nya ada tigamacam, yang warna nya oranye nama nya CPZ, guna nya
agar tenang, yang putih ini nama nya THP guna nya agar pikiran tenang
semuanya ini harus diminum secara teratur 3 kali sehari, jam 7 pagi,jam 1
siang, dan jam 7 malam, jangan dihentikan sebelum berkonsultasi dengan
dokter karena dapat menyebabkan R kambuh kembali” (Libatkan keluarga
saat memberikan penjelasan tentang obat kepada pasien). R sudah mempunyai
jadwal minum obat. Jika dia minta obat sesuai jadwal jam nya, segera beri
pujian.
c. Terminasi
“Bagaimana perasaan bapak/ibu setelah kita berbincang-bincang tentang
cara merawat R di rumah?”
“Setelah ini coba bapak/ibu lakukan apa yang sudah saya jelaskan tadi setiap
kali berkunjung ke rumah sakit.”
129
“Baiklah bagaimana kalau dua hari lagi bapak/ibu datang kembali kesini dan
kita akan mencoba melakukan langsung cara merawat R sesuai dengan
pembicaraan kita tadi”
“Jam berapa bapak/ibu bisa kemari?”
“Baik saya tunggu, kita ketemu lagi di tempat ini ya pak/bu.”
SP 2 Keluarga :
Melatih keluarga cara merawat pasien
a. Orientasi (perkenalan)
“Assalammualaikum bapak/ibu, sesuai janji dua hari yamg lalu kita sekarang
ketemu lagi”
“Bagaimana bapak/ibu, ada pertanyaan tentang cara merawat yang kita
bicarakan dua hari yang lalu?”
“Sekarang kita akan latihan cara-cara merawat tersebut ya bapak/ibu?”
“Kita akan coba disini dulu, setelah itu baru kita coba langsung ke R ya?”
“Berapa lama bapak/ibu punya waktu?”
b. Kerja
“Sekarang anggap saya R yang sedang mengaku-ngaku sebagai artis, coba
bapak/ibu praktekkan cara bicara yang benar bila R sedang dalam keadaan
yang seperti ini”
“Bagus,betul begitu caranya”
“Sekarang coba praktekkan cara memberikan pujian kepada kemampuan yang
dimiliki R. Bagus.”
“Sekarang coba cara memotivasi R minum obat dan melakukan kegiatan
positifnya sesuai jadwal?”
“Bagus sekali, ternyata bapak/ibu sudah mengerti cara merawat R”
130
“Bagaimana kalau sekarang kita mencobanya langsung ke R?”
(Ulangi lagi semua cara di atas langsung kepada pasien).
c. Terminasi
“Bagaimana perasaan bapak/ibu setelah kita berlatih cara merawat R?”
“Setelah ini coba bapak/ibu lakukan apa yang sudah dilatih tadi setiap kali
bapak/ibu membesuk R”
“Baiklah bagaimana kalau dua hari lagi bapak/ibu datang kembali kesini dan
kita akan mencoba lagi cara merawat R sampai bapak/ibu lancar melakukan
nya.”
“Jam berapa bapak/ibu bisa kemari?”
“Baik saya tunggu,kita ketemu lagi di tempat ini ya baoak/ibu
SP 3 Keluarga :
Membuat perencanaan pulang bersama keluarga
a. Orientasi (perkenalan)
“Assalammualaikum bapak/ibu, karena R sudah boleh pulang, mari kita
bicarakan jadwal R selam dirumah”
“Bagaimana bapak/ibu, selama bapak/ibu besuk apakah sudah terus dilatih
cara merawat R?”
“Nah sekarang bagaimana kalau bicarakan jadwal di rumah? Mari bapak/ibu
duduk disini.”
“Berapa lama bapak/ibu punya waktu? Baik 30 menit saja, sebelum bapak/ibu
menyelesaikan administrasi di depan.”
b. Kerja
“Bapak/ibu ,ini jadwal R selama di rumah sakit. Coba diperhatikan. Apakah
kira-kira dapat dilaksanakan semua dirumah? Jangan lupa memperhatikan R,
131
agar ia tetap menjalankan dirumah, dan jangan lupa member tanda M
(mandiri), B (bantuan), atau T (tidak mau melaksanakan).”
“Hal-hal yang perlu diperhatikan lebih lanjut adalah perilaku yang ditampilkan
oleh anak bapak/ibu selama dirumah. Kalau misalnya R mengaku sebagai
seorang artis terus menerus dan tidak memperlihatkan perbaikan, menolak
minum obat atau memperlihatkan perilaku membahayakan orang lain. Jika hal
ini terjadi segera hubungi Suster S di Puskesmas Hangtuah, puskesmas
terdekat dari rumsh bapak/ibu, ini nomor telepon puskesmasnya: 123456.
Selanjutnya suster E yang akan membantu memantau peerkembangan R
selama di rumah.”
c. Terminasi
“Apa yang ingin bapak/ibu tanyakan? Bagaimana perasaan bapak/ibu? Sudah
siap melanjutkan di rumah?”
“Ini jadwal kegiatan hariannya. Ini rujukkan untuk Sr E di PKM Jaya. Kalau
ada apa-apa bapak/ibu boleh juga menghubungi kami. Silahkan menyelesaikan
administrasi ke kantor depan.
Download